T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2 PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Dokter Spesialis Anak DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI Telah disetujui dan disyahkan Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) Pembimbing I Dr. Wisman Dalimunthe, SpA Pembimbing II Medan, 8 Juni 2008 Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) NIP

4 Dengan ini diterangkan : Dr. BUDI ANDRI FERDIAN Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Selasa, 5 Juni 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima. Tim Penguji Penguji I Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis, SpA(K)... Penguji II Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K)... Penguji III Dr. Sri Sofyani, SpA(K)... Medan, 5 Juni 2008 Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K) NIP

5 PERNYATAAN PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka Medan, Juni 2008 (Budi Andri Ferdian)

6 UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-nya jualah penulis telah dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari penelitian serta penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan di masa mendatang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada : 1. Pembimbing Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, Sp.A(K), Dr. Wisman Dalimunthe, SpA, yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM), SpA(K), yang memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada saya sejak awal penelitian saya lakukan hingga tesis ini diselesaikan. 3. Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai ketua dan sekretaris PPDS-I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, beserta anggota yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah memberi sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. 5. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 6. Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan, yang telah memberi sarana bekerja selama pendidikan ini. 7. Drs. H. Akmaluddin Hasibuan sebagai direktur PTPN III dan segenap jajaran staf dan karyawan PTPN III Aek Nabara Selatan yang telah banyak memberikan bantuan berbagai sarana kepada penulis selama melakukan penelitian di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan. 8. Dr. Hendy Suhendro, MSc. Sebagai manager RS Aek Nabara dan segenap jajaran dan staf yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian di wilayah RS Aek Nabara.

7 9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini Kepada orang tua yang sangat saya cintai Ir. H. Fachri Djas dan Ir. Hj. Zulnayati, saudara-saudara, & teman-teman saya, yang selalu mendoakan, memberi dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pemurah. Akhirnya penulis mengharapkan, semoga penelitian dan penulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu alaikum Wr. Wb Medan, Juni 2008 Budi Andri Ferdian

8 DAFTAR ISI Persetujuan Pembimbing iv Halaman Pernyataan v Ucapan Terima Kasih vi Daftar Isi viii Daftar Tabel x Daftar Gambar xi Daftar Singkatan dan Lambang xii Abstrak xiii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Normal Besi Proses Pemakaian Besi Transpor Besi Defisiensi Besi Pemeriksaan status besi Pemeriksaan eritrosit Pemeriksaan biokimia Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi Kerangka Konseptual 24 BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Tempat dan Waktu Populasi penelitian Perkiraan Besar Sampel Kriteria penilaian Persetujuan / Informed consent Etika Penelitian Cara Kerja dan Alur Penelitian Identifikasi Variabel Pengolahan dan Analisis Data 30 BAB 4. HASIL 32 BAB 5. PEMBAHASAN 38

9 Ringkasan 46 DAFTAR PUSTAKA. 50 LAMPIRAN 1. Lembar Persetujuan Subyek Penelitian Lembar penjelasan kepada Subyek Penelitian Etika Penelitian Riwayat Hidup 58

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Data karakteristik dasar sampel 33 Tabel 4.2. Perbandingan nilai hematologis di awal penelitian 34 dan hari ke-90 Tabel 4.3. Perbandingan nilai hematologis hari ke-90 dengan 35 pengamatan 8 bulan kemudian

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi 5 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 24 Gambar 3.1. Alur Penelitian 28 Gambar 4.1. Profil Penelitian 32 Gambar 4.2 Perbandingan rerata nilai hemoglobin antara kelompok 36 terapi besi dengan plasebo setiap pengambilan darah Gambar 4.3. Perbandingan rerata indeks RDW antara 36 kelompok terapi besi dengan plasebo setiap periode pengambilan darah Gambar 4.4. Perbandingan rerata indeks Mentzer antara kelompok 37 terapi besi dengan plasebo setiap periode pengambilan darah

12 DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG Hb : Hemoglobin Ht : Hematokrit MCV : Mean Corpuscular Volume MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin WHO : World Health Organization dkk : dan kawan-kawan RDW : Red Blood Cell Distribution Width TIBC : Total Iron-Binding Capacity mg : miligram kg : kilogram g : gram BB : Berat badan SPSS : Statistical Package for Social Science CDC : Center of Disease Control n : Besar sampel % : persen ± : lebih-kurang α : Kesalahan tipe I β : Kesalahan tipe II Z : simpang baku normal Zα : tingkat kemaknaan (1-α) Zβ : kekuatan studi (1-β)

13 ABSTRAK Latar belakang. Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan salah satu masalah nutrisi yang umum dijumpai terutama pada anak-anak sekolah dasar di Indonesia. Banyak pemeriksaan yang harus dibutuhkan dan baku emas pemeriksaannya yang invasif, menyebabkan perlunya pemeriksaan yang murah dan sederhana untuk menangani masalah ini. Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi. Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka dilakukan pada anak usia sekolah dasar di daerah Aek Nabara Utara, pada November 2006 sampai November ADB ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Anemia berat tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Sampel penelitian diacak untuk mendapat terapi besi dan plasebo. Hasil. Dari 300 anak yang diikutsertakan dalam penelitian ini, terdapat 104 anak yang menyelesaikan penelitian ini. Rerata indeks RDW antara kelompok yang mendapat besi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo selama tiga bulan pemantauan adalah 239,96(39,25) vs 235,17(31,77) (p=0,72). Rerata indeks Mentzer antara kelompok yang mendapat besi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo selama tiga bulan pemantauan adalah 16,08(1,98) vs 16,20(2,27) (p=0,72). Kesimpulan. Tidak ada perbedaan bermakna indeks RDW dan Mentzer antara kelompok yang mendapat terapi besi dibandingkan dengan kelompok plasebo. Kata kunci: anemia, suplementasi besi, RDW, Mentzer

14 ABSTRACT Background. Iron Deficiency Anemia (IDA) remained as common nutrition problem especially within Indonesia primary school ages children. Many examination must undergo and the invasive gold standard procedure, made an urge to find easy, yet simple examination for this problem. Objective. To determine whether the impact of iron preparation therapy may alterate changes in Mentzer & RDW indexes of IDA children. Methods. A randomized open clinical trial study conducted in primary school-age children at North Aek Nabara, during November November The IDA was determine based on WHO criteria. Severe anemia was excluded. Children were randomly assigned to receive iron and placebo group. Results. About 300 children was recruited in this study, and at the of study about 104 children completed it. RDW index mean between iron and placebo group after three months observation were 239,96(39,25) vs 235,17(31,77) (p=0,72). Mentzer index mean between both group after three months observation were 16,08(1,98) vs 16,20(2,27) respectively (p=0,72). Conclusion. There were no significant differences in both RDW and Mentzer indexes between oral iron therapy compared to placebo group. Keywords: anemia, iron supplementation, RDW, Mentzer.

15 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia nutrisional menurut WHO (1968) didefinisikan sebagai suatu keadaaan dimana kandungan hemoglobin lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari berkurangnya satu atau lebih nutrien penting tanpa memandang penyebab defisiensi. Salah satu bentuk anemia nutrisional yang banyak ditemukan adalah anemia defisiensi besi. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan, terutama di negara yang sedang berkembang. Menurut WHO pada pertemuan INACG 2000 (International Nutritional Anemia Consultative Group), 80% penduduk dunia menderita defisiensi besi, 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. ADB lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. 1,2 Zat besi dibutuhkan untuk berbagai macam proses di dalam tubuh seperti : pembentukan hemoglobin (berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen), pembentukan beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme 1

16 oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme. Kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh dan menurunkan konsentrasi belajar. 3,4 Berdasarkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992, prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Penelitian yang dilakukan IDAI, pada 1000 anak sekolah di 11 propinsi ditemukan prevalensi anemia sebanyak %. Jumlah anak yang mengalami defisiensi besi tanpa anemia jauh lebih banyak. 3 Diagnosa banding anemia pada anak sangat luas, tetapi akan dapat lebih dipersempit jika pada anemia ditemukan mikrositer. ADB dan talasemia minor adalah penyebab anemia mikrositer tersering. Tidak ada pemeriksaan tunggal untuk pemeriksaan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia. Baku emas pemeriksaan defisiensi besi adalah tes langsung biopsi sumsum tulang dengan pengecatan Prussian blue. Tapi tes ini terlalu invasif untuk dikerjakan rutin, sehingga dipilih tes indirek (pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan biokimia darah). Pemeriksaan darah lebih mudah tersedia dan murah dibandingkan pemeriksaan biokimia. Sementara itu pemeriksaan biokimia berguna untuk menegakkan diagnosa anemia pada saat sebelum anemia timbul. 5,6 Cara lain

17 untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi untuk melihat respons hemoglobin. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif, dan ekonomis terutama pada anak beresiko tinggi menderita ADB, dengan kriteria jika dengan pemberian preparat besi 6 mg/kg BB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar hemoglobin 1-2 mg/dl, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB. 3,5,6 Pada daerah Mediterrannia, Asia dan Afrika, ADB dapat dibedakan dengan talasemia minor dengan menggunakan indeks Mentzer (MCV/RBC). Bila nilai indeks Mentzer >13 diintepretasikan sebagai ADB, dan <13 adalah talasemia minor dengan spesifisitas 82%. Juga bisa berdasarkan indeks RDW (Red Cell Distribution Width) MCV/RBC x RDW. Jika hasilnya >220 diintepretasikan sebagai ADB dan bila <220 merupakan talasemia minor dengan spesifisitas 92%. 2,6 Penelitian sebelumnya di Indonesia, baru meneliti indeks eritrosit dan RDW untuk menegakkan diagnosis ADB. Menurut Asih R dkk (2004), penilaian menggunakan indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) memiliki sensitifitas yang rendah (13,3%) dan spesifisitas yang tinggi (93,2%) untuk menunjang diagnosis ADB pada anak usia 4 bulan 6 tahun. 7 Wulan DR dkk (2004), menemukan bahwa

18 diagnosa ADB dari pemeriksaan RDW mempunyai sensitifitas sebesar 86,7% dengan nilai spesifisitas 93,3% Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian apakah ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi? 1.3. Hipotesis Ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap nilai indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi.

19 1.5. Manfaat penelitian Jika memang ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap perubahan nilai indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia, maka kedua nilai ini dapat dipakai sebagai alat uji tapis awal diagnosa anemia defisiensi besi.

20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Normal Besi Besi merupakan komponen penting dalam sintesis hemoglobin, mioglobin dan beberapa enzim heme dan metaloflavoprotein. Jalur transpor utama besi dijelaskan dalam gambar 2.1. Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi Proses pemakaian besi 6

21 Besi merupakan salah satu mineral yang sangat banyak diperlukan dalam proses metabolisme. Setiap harinya dibutuhkan 1 4 mg besi dari makanan untuk mepertahankan keseimbangan besi di dalam tubuh. Organ tubuh yang paling berperan dalam merespons saat terjadi keseimbangan negatif kandungan besi tubuh adalah usus halus pada segmen duodenum dan yeyunum. Pada saat yang sama, usus juga dapat menghentikan transpor besi saat simpanan besi melebihi kebutuhan metabolisme. 6, Transpor besi Setelah diserap usus, besi akan berikatan dengan transferrin yaitu suatu protein pembawa besi menuju jaringan yang membutuhkan. Sedikitnya dibutuhkan 3 mg besi dalam sirkulasi darah yang berikatan dengan transferrin. Kegiatan ini berulang 10 kali perhari dan dibutuhkan lebih kurang sebanyak mg besi per hari untuk dibawa ke sumsum eritroid melalui reseptor eritroid yang matang yang disebut transferrin receptor (Tfr). Bentuk agregat besi-tfr akan melepas besi dalam vakuola intrasitoplasma dalam sel eritroid. Setelah besi dilepas di dalam sitoplasma, Tfr dibawa kembali ke permukaan sel, kemudian besi yang dilepas

22 dibawa ke dalam mitokondria untuk keperluan sintesis heme atau disimpan sebagai ferritin. 3,9 Hasil akhir dari jalur transpor ini menggunakan 80-90% cadangan besi dalam hemoglobin dari eritrosit baru yang beredar di sirkulasi darah dalam jangka waktu hidup hari. Setelah ini, 10-20% prekursor eritrosit ini akan dihancurkan sel-sel retikuloendotelial untuk digunakan kembali. Selain itu, sekitar 1 % eritrosit yang bersikulasi akan juga akan dihancurkan setiap hari setelah mencapai jangka akhir waktu hidup eritrosit. Kedua proses ini mengembalikan mg besi setiap hari oleh sel retikuloendotelial sumsum dan limpa. Melalui proses ini, besi dibawa kembali oleh transferin menuju sumsum eritroid untuk membentuk sel eritrosit baru. Dibutuhkan 1 mg besi oleh tubuh kita untuk mengganti kehilangan besi dari proses deskuamasi sel epitel kulit, saluran cerna dan saluran kemih. 9 Pada tahap akhir biosintesis heme, besi akan berikatan dengan protoporfirin. Jika terjadi defisiensi besi, salah satu rantai protoporfirin yaitu protoporfirin-ix tidak dapat berikatan dengan besi untuk membentuk heme pada tahap akhir biosintesis heme, dan menyebabkan protoporfirin bergabung dengan

23 seng untuk membentuk molekul yang lebih stabil ikatannya yaitu free erythrocyte zinc protoporphyrin (ZPP) selama siklus hidup eritrosit. 9, Defisiensi besi Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan anemia defisiensi besi. Kriteria diagnosis anemia menurut WHO: Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia Nilai normal Hb : Bayi (usia 1-3 hari) Bayi (usia 2 bulan) Anak (6-12 tahun) : 14,5 22,5 g/dl : 9,0 14,0 g/dl : 11,5 15,5 g/dl Anak (12-18 tahun) Laki laki Perempuan : 13,0 16,0 g/dl : 12,0 16,0 g/dl Dewasa Laki laki Perempuan : 13,5 17,5 g/dl : 12,0 16,0 g/dl

24 2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (MCHC) < 31% (N:32-35%) 3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N: ug/dl) 4. Saturasi transferrin < 15% (N: 20-50%) 5. Serum ferritin < ug/l 6. Eritrosit protoporfirin (EP) > 2,5 ng/g hemoglobin. Defisiensi besi tanpa anemia akan membuat sintesis hemoglobin terganggu, tetapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria anemia berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Pada saat anemia terjadi, ditemukan nilai serum ferritin <10ng/ml, EP >2,5 μg/g hemoglobin, MCV <72 fl, atau respons terhadap terapi besi oral sedikitnya akan meningkatkan kadar hemoglobin 1 g/dl satu bulan setelah pemberian besi oral berupa fero sulfat 6 mg/kg BB satu kali perhari sebelum sarapan pagi. 3,10 Keadaan anemia defisiensi besi merupakan puncak dari kekurangan besi pada manusia. Tingkatan defisiensi besi yang terjadi adalah : 6 1. Defisiensi cadangan besi (defisiensi besi prelaten)

25 Pada stadium ini ditemukan cadangan besi menurun, dan peningkatan absorbsi besi di saluran cerna. Selain itu ditemukan juga penurunan serum ferritin, konsentrasi besi dalam sumsum tulang dan jaringan hati menurun. 2. Eritropoiesis dengan besi yang terbatas (defisiensi besi laten) Pada saat ini mulai ditemukan penurunan serum ferritin, serum iron dan saturasi transferrin, peningkatan total iron binding capacity (TIBC), peningkatan ZPP sedangkan kadar hemoglobin masih dalam batas normal. 3. Anemia Defisiensi Besi Pada fase ini sudah ada keadaan keseimbangan negatif besi tubuh yang berkepanjangan, dan natinya akan mengganggu produksi eritrosit dan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin, yang selanjutnya menyebabkan anemia mikrositik hipokromik. Pada keadaan ini ditemukan penurunan Hb, MCV, MCH, dan MCHC, serum besi, peningkatan TIBC, dan penurunan saturasi transferrin Pemeriksaan status besi Belum ada pemeriksaan tunggal yang terbaik untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi sebelum timbul anemia. Selain itu klinisi sering dihadapkan dengan

26 kasus anemia mikrositer pada populasi dimana prevalensi talasemia yang tinggi. Baku emas pemeriksaan untuk defisiensi besi adalah pemeriksaan direk dengan melakukan biopsi sumsum tulang dan pewarnaan Prussian Blue. Pemeriksaan ini sangat invasif, dan tidak efisien sehingga pemeriksaan indirek masih lebih banyak digunakan. 5,6,10 Pemeriksaan indirek yang dipakai untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi dapat berdasarkan eritrosit (red blood cell indices) dan pemeriksaan biokimia berdasarkan metabolisme besi yaitu pemeriksaan serum ferritin, konsentrasi Serum Iron (SI), Total Iron-Binding Capacity (TIBC), Saturasi Transferrin, Serum Transferrin Receptor, Erythrocyte Protoporphyrin (EP), dan Zinc Protoporfirin (ZPP). 3,5, Pemeriksaan Eritrosit 1. Hemoglobin (Hb) Secara umum anemia didefenisikan sebagai kadar hemoglobin dibawah persentil ke lima menurut referensi populasi yang sehat. 3,9 Menurut WHO konsentrasi Hb normal adalah 11 g/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun dan 12 g/dl untuk anak 6 tahun sampai 14 tahun. 15

27 Penelitian Sheriff dkk (2001) menggunakan pemeriksaan Hb sebagai alat uji tapis dan menganjurkan pemeriksaan ini dilakukan pada bayi sebelum usia 8 bulan. Hal ini disebabkan karena kadar hemoglobin di bawah persentil 5 pada usia 8 bulan ternyata dapat menimbulkan gangguan perkembangan motorik pada usia 18 bulan. 16 Hb merupakan petanda lambat untuk mendeteksi defisiensi besi karena perubahan lanjut nilai Hb timbul sesudah terjadi defisiensi besi, dan sensitifitasnya rendah karena anemia dengan defisiensi besi biasanya ringan. 16,17 Spesifisitas pemeriksaan Hb juga rendah karena hasil yang rendah juga ditemukan pada infeksi kronis, inflamasi, malnutrisi, talasemia minor dan sebagainya Hematokrit (Ht) Dalam keadaan defisiensi besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hb terganggu. Pada awal defisiensi besi, konsentrasi Hb yang sedikit menurun akan menunjukkan nilai Ht yang normal. Hanya pada keadaan anemia defisiensi besi berat yang akan menurunkan nilai Ht. 3,10,17

28 3. Indeks eritrosit Pemeriksaan indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjut untuk mengetahui jenis anemia. 17 Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah pemeriksaan yang cukup akurat dan merupakan parameter sensitif terhadap perubahan eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) untuk mengetahui kemungkinan terjadinya defisiensi besi. 14,17 Menurut Wright CM dkk (2004), anak dengan kadar hemoglobin dan MCH yang rendah, menunjukkan hasil yang spesifik terhadap defisiensi besi dan respons yang baik terhadap preparat besi Retikulosit Retikulosit adalah eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah dan jumlahnya akan berkurang pada keadaan defisiensi besi. 9,10 Pemeriksaan kadar retikulosit dapat membantu membedakan anemia yang hipoproduktif (penurunan produksi eritrosit) dari proses destruksi (peningkatan

29 penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit yang rendah menunjukkan gangguan pada sumsum tulang, sedangkan jumlah yang meningkat menunjukkan suatu proses hemolitik atau kehilangan darah yang aktif. 4,15 5. Indeks Red Blood Cell Distribution Width (RDW) Indeks RDW dapat menunjukkan variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi. 5,6,12 Indeks RDW (MCV/RBC x RDW) dengan hasil >220 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi dan bila indeks <220 merupakan indikasi untuk talasemia trait dengan spesifisitas 92%. Indeks RDW dapat membantu menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan elektroforesis hemoglobin untuk konfirmasi talasemia trait. 5,6 Indeks RDW yang tinggi menunjukkan % sensitif dan 50% spesifik terhadap defisiensi besi pada orang dewasa. Pada bayi umur 12 bulan indeks RDW yang tinggi menunjukkan 100% sensitif dan 82% spesifik, karena spesifisitas yang rendah maka indeks RDW tidak digunakan sebagai uji tapis tunggal tetapi biasanya digabung dengan MCV. 12 Nilai indeks RDW yang meningkat dan MCV yang menurun mengarah kepada diagnosis defisiensi besi. 5,6,12

30 6. Indeks Mentzer Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasi dimana prevalensi talasemia yang tinggi. Indeks Mentzer dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan talasemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC. 6,12 Jika perhitungan nilai indeks Mentzer >13 mengindikasikan adanya anemia defisiensi besi, sedangkan nilai <13 merupakan indikasi untuk talasemia minor dengan spesifisitas 82%. 2,6 7. Hemoglobin content of reticulocytes (CHr) CHr merupakan konsentrasi besi yang mengandung protein dalam retikulosit dan diukur dengan menggunakan flow cytometer. CHr juga merupakan indikator awal terhadap defisiensi besi pada subjek yang sehat yang diberikan recombinant human erythropoietin. 5,6,19,20 Brugnara C, dkk (1999) melakukan suatu penelitian retrospektif terhadap 210 anak. Penelitian ini menunjukkan kadar CHr yang rendah merupakan prediktor

31 terbaik terhadap defisiensi besi dibandingkan dengan Hb, MCV, serum iron, RDW, dan saturasi transferrin Pemeriksaan Biokimia 1. Serum ferritin Ferritin adalah cadangan besi yang nilainya berkurang selama defisiensi besi sebelum nilai serum iron dan total iron binding capacity berubah. Anemia defisiensi besi dengan gambaran anemia mikrositik hipokrom, akan menunjukkan serum ferritin yang sangat rendah dan menurunnya cadangan besi. Konsentrasi serum ferritin yang rendah merupakan karakteristik hanya dijumpai pada keadaan defisiensi besi. 6,18 Spesifisitas pemeriksaan serum ferritin akan meningkat jika dikombinasi dengan pemeriksaan lain seperti hemoglobin untuk defisiensi besi, tetapi penggunaannya masih terbatas karena harga pemeriksaan yang mahal dan belum banyak tempat yang dapat melakukannya. 4 Sheriff A dkk (1998) menyatakan bahwa pada bayi antara umur 12 dan 18 bulan tidak terjadi perubahan yang bermakna pada kadar Hb tetapi terjadi perubahan kadar serum ferritin menurut

32 umur sehingga bila ferritin digunakan sebagai alat tapis defisiensi besi maka faktor umur juga harus diperhatikan. 16 Serum ferritin merupakan reaktan fase akut yang konsentrasinya akan meningkat pada keadaan inflamasi, infeksi kronik, atau penyakit lain sehingga dapat menunjukkan hasil dalam batas normal pada keadaan defisiensi besi. 5,12 2. Serum iron Konsentrasi serum iron akan menurun bila cadangan besi tubuh berkurang, tetapi tidak menggambarkan keadaan cadangan besi yang akurat karena adanya faktor tambahan seperti absorbsi besi dari makanan, infeksi, inflamasi, dan variasi diurnal dimana nilainya lebih tinggi pada siang hari. 5,19 3. Total iron-binding capacity (TIBC) Pada saat defisiensi besi, terjadi deplesi dari cadangan besi, diikuti dengan menurunnya serum iron dan peningkatan kadar TIBC. Berkurangnya jumlah eritrosit dan penurunan nilai hemoglobin berdampak eritrosit mikrositik hipokrom. 11

33 Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein, yaitu transferrin sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar transferrin yang akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalam serum menurun. 5,6 Pemeriksaan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain selain status besi, TIBC akan rendah pada keadaan malnutrisi, inflamasi, infeksi kronis, dan keganasan. 5,6,10 4. Pemeriksaan Saturasi Transferrin Hasil pemeriksaan saturasi transferrin menunjukkan jumlah iron-binding sites dan besi yang dibawa cadangan besi dengan menghitung perbandingan antara konsentrasi serum iron dengan TIBC yang dinyatakan dalam persen. Nilai saturasi transferrin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar serum iron relative terhadap jumlah iron-binding sites, yang juga menandakan rendahnya cadangan besi. Nilai saturasi transferrin yang menurun sebelum anemia timbul, belum cukup untuk menunjukkan deplesi besi. Pemeriksaan ini dipengaruhi oleh faktor lain yang sama seperti pemeriksaan TIBC dan konsentrasi serum iron, dan kurang sensitif terhadap perubahan cadangan besi bila dibandingkan dengan serum ferritin. 5

34 Saturasi transferrin lebih sensitif terhadap perubahan status besi dalam tubuh bila dibandingkan dengan indeks eritrosit, nilainya yang rendah bila dihubungkan dengan TIBC yang meningkat akan mengarah kepada diagnosis defisiensi besi. 5,6,10 5. Serum transferrin receptor Serum transferrin receptor merupakan protein transmembran dengan dua rantai polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara transferrin plasma dengan permukaan sel reseptor transferrin. Ketika terjadi defisiensi besi maka terjadi peningkatan jumlah transferrin receptor. 5,13 Pemeriksaan ini baik digunakan pada bayi dan pada daerah dengan prevalensi infeksi yang tinggi karena serum transferrin receptor tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi akut atau kronik. 21,22 6. Erythrocyte protoporphyrin (EP) Pada saat kekurangan besi dalam tubuh, terjadi akumulasi protoporfirin, karena tidak ada besi yang bergabung dengan protoporfirin untuk membentuk heme. 5,6,10,23

35 Menurut Serdar dkk (2000), dalam suatu penelitian dengan 72 anak anemia defisiensi besi, terdapat hubungan yang signifikan antara EP dan hemoglobin. Hasil pemeriksaan EP lebih sensitif tetapi kurang spesifik dibanding pemeriksaan kadar ferritin, dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik terhadap defisiensi besi dan untuk diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi Zinc protoporfirin (ZPP) ZPP adalah metabolit normal dalam biosintesis heme. Walaupun jumlahnya sedikit, tetapi masih dibutuhkan dalam proses tersebut. Reaksi akhir dari jalur biosintesis heme adalah ikatan besi dengan protoporfirin. Bila terjadi kekurangan atau gangguan penggunaan besi maka seng merupakan logam alternatif yang berikatan dengan heme. Hal ini menunjukkan suatu respons biokimia pertama terhadap kekurangan besi untuk eritropoesis, yang mengakibatkan peningkatan ZPP dalam eritrosit di sirkulasi Pada saat anemia defisiensi ditemukan kadar hemoglobin yang berkurang dan menunjukkan adanya deplesi besi. Kekurangan besi pada masa eritropoesis diperlukan pemeriksaan ZPP yang konsentrasinya akan meningkat karena seng akan menggantikan posisi besi dalam proses pembentukan heme. 28

36 Hastka dkk (1994) berdasarkan penelitiannya menyarankan pemeriksaan hemoglobin, ferritin, dan ZPP untuk mempermudah melihat setiap tahap defisiensi besi. ZPP juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tapis terhadap defisiensi besi FAKTOR RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI Faktor risiko terjadinya ADB yaitu : 1. Berdasarkan usia a. Bayi < 1 tahun 15,29 Persediaan besi pada bayi kelompok ini berkurang disebabkan karena berat badan lahir rendah, prematur atau lahir kembar, ASI tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, atau pengaruh anemia selama kehamilan. b. Anak 1-2 tahun 9,14 Asupan besi yang kurang pada usia ini terjadi karena tidak mendapat makanan tambahan, kebutuhan meningkat, infeksi berulang, atau malabsorbsi.

37 c. Anak 2-5 tahun 9,14 Pada periode ini, asupan besi yang kurang disebabkan karena jenis asupan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung besi, kebutuhan meningkat, infeksi berulang, atau kehilangan berlebihan karena perdarahan. d. Usia 5 tahun remaja 14,29 Pada kelompok ini, ADB terjadi karena kehilangan berlebihan, misalnya infeksi parasit atau poliposis, serta periode menstruasi pada anak perempuan e. Remaja dewasa Kejadian ADB pada kelompok ini terutama ditemukan pada perempuan akibat menstruasi. 2. Sosial ekonomi rendah 3. Kegemukan Pasien dengan masalah kegemukan sering mengalami penurunan aktifitas yang berakibat pemecahan mioglobin berkurang dan berlanjut penurunan pelepasan besi, juga cenderung terjadi pembatasan diet yang kaya akan kandungan besi, misalnya daging. Pada anak perempuan yang gemuk akan

38 terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dan maturitas pada usia yang lebih dini, yang menyebabkan kebutuhan zat besi semakin meningkat. 14,30 4. Vegetarian Para vegetarian menghindari konsumsi zat-zat makanan dari makhluk hidup misalnya daging, ikan, unggas yang kaya akan besi. Sebaliknya mereka mengkonsumsi zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang kaya selulosa yang merupakan penghambat penyerapan besi non heme Kerangka Konseptual BESI Proses enzimatik Metabolisme oksidatif Sintesis DNA Neurotransmitter Proses katabolisme Kognitif Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Indeks Eritrosit Retikulosit RDW Indeks RDW Indeks Mentzer

39 BAB 3. METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka yang dilakukan untuk membandingkan manfaat terapi besi pada kelompok anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi dalam memperbaiki nilai indeks Mentzer dan indeks RDW. 3.2 Tempat dan Waktu Tempat penelitian adalah di Area Kebun PTPN III Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 12 bulan dimulai pada tanggal 3 November November Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah anak anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi di daerah Kebun PTPN III Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. Sampel penelitian diambil berdasarkan cara consecutive sampling. Randomisasi dilakukan menggunakan simple random sampling. 25

40 3.4 Perkiraan besar sampel penelitian Besar sampel ditentukan dengan rumus : 31 n 1 = n 2 = 2 ( Z + Z ) S 2 α β ( X 1 X 2 ) S = simpang baku kedua kelompok = 3,6 X1 X 2 = perbedaan klinis yang diinginkan = 0,7 Bila ditetapkan α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka: Z α = deviat baku normal untuk α = 1,960 Bila β = 0,20 dan power = 0,80 maka: Z β = deviat baku normal untuk β = 0,842 Sehingga diperoleh besar sampel 53 orang pada setiap kelompok 3.5 Kriteria penilaian Kriteria inklusi : 1. Anak usia 9-12 tahun yang menderita anemia defisiensi besi. 2. Mendapat izin tertulis dari orangtua Kriteria eksklusi : 1. Menderita penyakit darah yang lain, penyakit ginjal dan penyakit infeksi kronis lainnya 2. Gizi buruk

41 3. Anemia berat 4. Tidak mengikuti penelitian sampai selesai 3.6. Persetujuan / Informed Consent Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pencegahan anemia defiesiensi besi, suplementasi besi yang diberikan, dan efek samping besi. Formulir persetujuan setelah penjelasan dan lembar penjelasan sebagaimana terlampir dalam tesis ini Etika Penelitian Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

42 3.8. Cara kerja dan Alur Penelitian Kelompok Fe Anak ADB Randomisasi Kelompok Plasebo - indeks Mentzer - indeks RDW Ruang lingkup penelitian Penentuan anemia berdasarkan kriteria WHO, yaitu untuk anak usia 6-14 tahun kadar Hb adalah < 12 g/dl. Sedangkan anemia defisiensi besi jika ditemukan kadar Hb < 12 g/dl, MCV < 70 fl, RDW > 16%, Indeks Mentzer > 13 dan Indeks RDW > 220. Setelah dilakukan randomisasi, sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat preparat besi satu kali sehari dan kelompok yang mendapat plasebo. Randomisasi mrnggunakan cara simple random sampling dengan cara dengan menghitung terlebih dahulu populasi jumlah subyek dalam populasi terjangkau yang akan dipilih sampelnya. Kemudian setiap subyek diberi nomor.

43 Setelah besar sampel untuk masing kelompok ditentukan, selanjutnya dipilih dengan bantuan randomisasi program SPSS 13. Preparat besi diberikan setiap hari dalam bentuk kapsul ferro sulfat dengan dosis 5 mg besi elemental per kilogram berat badan. Kapsul yang diberikan mempunyai bentuk dan rasa yang sama seperti preparat besi. Darah kapiler sampel diambil sebanyak 0,5 ml dari sampel penelitian sebelum penelitian, setelah 90 hari pemberian besi, dan 8 bulan kemudian. Dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, eritrosit, mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), red cell distribution width (RDW). Pemeriksaan ini diukur dengan auto anlyzer ( ABX Mikros-60, France ). Berat badan sampel turut ditimbang dengan menggunakan timbangan merk MIC (sensitif sampai 0,5 kg) dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi merk MIC (sensitif sampai 0,5 cm).

44 3.9. identifikasi Variabel Variabel Bebas Skala - Jenis obat Nominal Variabel Tergantung Skala - Indeks RDW Numerik - Indeks Mentzer Numerik Variabel Perancu - Usia - Pola Makan - Asupan Nutrisi - Angka Kesakitan Pengolahan dan Analisis Data Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago). Analisa data untuk mengetahui rerata hasil laboratorium pada kedua kelompok pada 3 periode pengambilan darah dengan uji T-independent atau Mann-Whitney test, dan untuk

45 mengetahui perbedaan rerata sebelum dan sesudah terapi dengan uji t berpasangan atau Wilcoxon signed ranks test. Uji bermakna bila p < 0,05.

46 BAB 4. HASIL 4.1 Hasil Penelitian Pada awal penelitian didapati jumlah populasi terjangkau sebanyak 300 anak. Setelah dilakukan uji tapis anemia untuk masuk kriteria penelitian, terdapat 106 anak yang menderita anemia dan kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu 53 anak untuk kelompok besi satu kali sehari dan 53 anak kelompok plasebo satu kali sehari. Selama masa pemantauan ada 2 kasus pada kelompok yang diberi besi lepas dari pemantauan, sehingga di akhir penelitian hanya 104 anak yang menyelesaikan penelitian, dengan jumlah 51 anak yang mendapat terapi besi dan 53 anak yang menyelesaikan penelitian sampai akhir selama 12 bulan (gambar 3). Masuk kriteria penelitian ADB n = 106 Plasebo (n = 53) Terapi besi (n = 53) Dianalisa lengkap (n = 53) Dianalisa lengkap (n = 51) Gambar 3. Profil Penelitian 32

47 Pada karakteristik sampel saat permulaan penelitian tidak didapati perbedaan bermakna dari jenis rerata umur, jenis kelamin, berat badan, hemoglobin dan parameter hematologi. (Tabel 1) Tabel 1. Karakteristik sampel Karakteristik Terapi Besi Plasebo x (SD) x (SD) Umur (bulan) 121,18 (17,88) 121,21 (15,49) Jenis Kelamin Laki-laki, n (%) Perempuan, n (%) 22 (45%) 29 (52 %) 27 (55%) 26 (48 %) Berat badan (kg) 27,89 (6,11) 25,47 (5,49) Tinggi Badan (cm) 130,147 (8,39) 127,38 (8,19) Hemoglobin (g/dl) 10,32 (1,22) 10,09 (1,42) Hematokrit (%) 32,26 (5,05) 31,41 (5,05) Eritrosit (juta/mm3) 5,01 (3,80) 4,37 (0,7) MCV (fl) 72,66 (2,77) 72,58 (4,10) MCH (pg) 23,40 (2,59) 23,29 (2,50) MCHC (g/dl) 31,93 (3,13) 32,32 (3,16) RDW (%) 15,81 (2,11) 15,79 (2,12) Indeks Mentzer 16,50 (3,02) 17,26 (4,63) Indeks RDW 261,11 (64,06) 279,98 (121,13)

48 Setelah pemberian terapi besi selama 3 bulan (hari ke-90), pada kelompok yang mendapat terapi besi terdapat peningkatan nilai Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC, RDW, serta penurunan nilai Indeks RDW dan Mentzer. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok yang mendapat plasebo (tabel 2). Tabel 2. Perbandingan nilai pemeriksaan di awal penelitian dan setelah hari ke-90 Terapi Besi Plasebo n = 51 n = 53 Variabel H 0 H 1 H 0 H 1 p p x x x x Hb (g/dl) 10,31 15,09 0,001* 10,09 12,13 0,001* Ht (%) 32,26 33,41 0,47 31,41 32,89 0,26* Eritrosit 5,01 4,60 0,667 4,37 4,53 0,68 MCV (fl) 72,66 73,35 0,64 72,58 72,64 0,92 MCH (pg) 23,40 26,98 0,001* 26,85 26,86 0,001* MCHC (g/dl) 31,93 36,99 0,001* 32,32 36,92 0,001* RDW 15,81 16,54 0,05* 15,79 17, * Indeks RDW Indeks Mentzer 261,12 239,96 0,001* 279,98 235,17 0,02* 16,50 16,08 0,001* 17,25 16,20 0,95 *p<0,05 H 0 : Periode pengambilan darah awal penelitian (November 2006) H 1 : Periode pengambilan darah kedua (Maret 2007)

49 Pada pengamatan 8 bulan kemudian, ditemukan penurunan kembali nilai Hb, Ht, eritrosit, MCH, MCHC, dan peningkatan kembali nilai RDW, indeks Mentzer,dan indeks RDW pada kedua kelompok (tabel 3). Tabel 3. Perbandingan nilai pemeriksaan hari ke-90 dengan pengamatan 8 bulan kemudian Variabel H 1 x Terapi Besi n = 51 H 2 x P H 1 x Plasebo n = 53 H 2 x p Hb (g/dl) 15,09 9,88 0,001* 12,13 9,30 0,001* Ht (%) 33,41 30,47 0,001* 32,89 28,96 0,001* Eritrosit 4,60 4,05 0,67 4,53 3,78 0,001* MCV (fl) 73,35 76,03 0,64 72,64 77,39 0,001* MCH (pg) 26,98 26,02 0,001* 26,86 26,47 0,001* MCHC (g/dl) 36,99 32,11 0,001* 36,92 31,99 0,001* RDW 16,54 21,92 0,001* 17,52 22,01 0,001* Indeks RDW 239,96 428,39 0,001* 235,17 471,89 0,001* Indeks Mentzer 16,08 19,39 0,001* 16,20 21,46 0,001* *p<0,05 H 1 : Periode pengambilan darah kedua (Maret 2007) H 2 : Periode pengambilan darah ketiga (November 2007)

50 Grafik grafik berikut ini adalah perbandingan rerata variabel pemeriksaan darah antara kelompok terapi besi dan plasebo Grafik 1. Perbandingan rerata nilai hemoglobin antara kelompok terapi besi dengan plasebo setiap pengambilan darah Grafik 2. Perbandingan rerata indeks RDW antara kelompok terapi besi dengan plasebo setiap periode pengambilan darah

51 Grafik 3. Perbandingan rerata indeks Mentzer antara kelompok terapi besi dengan plasebo tiap periode pengambilan darah

52 BAB 5. PEMBAHASAN Defisiensi besi pada anak menimbulkan perhatian serius, karena kekurangan akan zat besi pada masa pertumbuhan anak akan menimbulkan berkurangnya prestasi belajar di sekolah. 5,15 Dari penelitian ini didapati bahwa dari 300 anak yang mengikuti penelitian ini, ditemukan hampir 50% dari jumlah populasi sampel mengalami anemia defisiensi besi. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit bukan merupakan tes diagnostik pilihan karena kadar Hb atau Ht tidak sensitif terhadap ADB. Namun kedua pemeriksaan ini relatif murah, mudah didapat dan merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk uji tapis defisiensi besi. Tahap awal terjadinya ADB tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan kadar Hb dan Ht. Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan keparahan anemianya. 5,6 Pemeriksaan kadar Hb dan Ht juga tidak spesifik karena banyak penyebab anemia selain defisiensi besi. 5,6,14 38

53 Pada penelitian ini digunakan pemeriksaan yang sederhana untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi yaitu Hb, MCV, RDW, Indeks Mentzer dan Indeks RDW. Kecurigaan yang mengarah ADB berdasarkan pemeriksaan slide darah tepi adalah mikrositik hipokromik, dan pemeriksaan kadar ferritin serum merupakan tes diagnostik yang paling baik untuk ADB dengan sensitivitas dan spesifisitas paling baik. Kadar ferritin serum pada anak ADB < 12 ug/l, namun pemeriksaan ini kurang lazim dipakai sebagai pemeriksaan uji tapis karena relatif mahal. 5,18 MCV berguna untuk menentukan apakah mikrositik, normositik atau makrositik. Penelitian yang dilakukan Wulan (2004) pada bayi-bayi berusia 12 bulan ditemukan bahwa RDW yang tinggi (>14%) sensitifitasnya 100% dan spesifisitasnya 82%. 8 Karena spesifisitasnya yang relatif rendah, maka pemeriksaan RDW saja tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji tapis, tetapi sering digunakan bersama dengan MCV untuk membedakan diantara variasi anemia. Nilai RDW yang meningkat dengan MCV yang menurun mengarah kepada diagnosis defisiensi besi. 4,12 Salah satu cara untuk membedakan ADB dengan talasemia minor adalah dengan pemeriksaan indeks Mentzer ( MCV / RBC ), dimana bila indeks Mentzer

54 > 13 merupakan ADB dan bila < 13 menunjukkan talasemia minor dengan spesifisitas sebesar 82%. Indeks RDW ( MCV / RBC x RDW ) bila > 220 merupakan ADB, namun bila < 220 menunjukkan talasemia dengan spesifisitas 92%. 6 Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan talasemia terutama di wilayah Asia Tenggara, Afrika dan Mediterania. 6,10 Di samping itu pemeriksaan ini relatif sederhana dan mudah dilakukan sehingga dapat diaplikasikan pada daerah di mana memiliki sarana laboratorium yang terbatas. 5,6 Respons terhadap terapi besi juga dapat membantu untuk diagnosis anemia defisiensi besi, di mana jika didapati peningkatan hemoglobin 1-2 g dalam 3-4 minggu terapi besi dengan dosis 3-6 mg besi elemental/kg BB/hari dapat diterima sebagai bukti adanya defisiensi besi sebelum terapi, dan pemberian preparat besi dilanjutkan 2-3 bulan lagi sejak keadaan Hb normal. 4 Pemberian preparat besi dapat secara oral atau parenteral. Pemberian preparat ferro sulfat oral adalah cara yang mudah, murah dan memuaskan. Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak seperti mual, sakit perut dan diare, oleh karena itu dianjurkan pemberiannya dengan dosis terbagi dua atau tiga. 10,14 Pemberian preparat besi sebaiknya dalam bentuk ferro

55 karena akan lebih mudah diserap daripada bentuk ferri. Preparat besi yang diberikan biasanya adalah dalam bentuk ferro sulfat yang harganya relatif lebih murah karena mudah diberikan dan efek samping yang ringan terhadap saluran cerna. 10,15 Dalam penelitian ini peneliti memberikan ferro sulfat yang dikemas dalam kapsul pada semua sampel agar mudah dalam pemberian dan lebih menarik bagi anak dan orangtua. Pemberian ferro sulfat 3 bulan pertama, dilakukan untuk memperoleh perbaikan respons. Setelah diterapi selama 3 bulan, ternyata baik pada kelompok yang mendapat terapi besi maupun plasebo menunjukkan perbaikan pemeriksaan hematologis (tabel 2). Secara keseluruhan pada periode ini, kelompok yang mendapat terapi perlakuan besi masih menunjukkan hasil pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo, yang tampak dari hasil pemeriksaan Hb dan RDW. Nilai Hb kelompok yang mendapat terapi besi berbanding kelompok placebo (15,09 vs 12,13, p = 0,04) dan nilai RDW (15,81 vs 16,54, p = 0,01). Pada penelitian ini peneliti mencoba membandingkan hasil perhitungan matematis berdasarkan indeks Mentzer dan indeks RDW. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dari indeks Mentzer dan

56 indeks RDW pada kedua kelompok (tabel 3). Perbandingan rerata nilai indeks RDW antara kelompok yang mendapat besi dengan kelompok yang mendapat plasebo setelah 3 bulan adalah 239,96 (SD = 39,25) vs 235,17 (31,77) p = 0,72. Sedangkan perbandingan rerata nilai indeks Mentzer antara kelompok yang mendapat besi dengan kelompok yang mendapat plasebo setelah 3 bulan adalah 16,08 (SD = 1,98) vs 16,20 (SD = 2,27) p = 0,72. Hal ini mungkin disebabkan karena kepatuhan sampel untuk makan obat yang masih rendah, karena infeksi parasit, kurangnya asupan vitamin C dari buah-buahan dan konsumsi protein hewani yang mendukung absorpsi besi, serta pengaruh makanan/minuman yang dapat mengganggu penyerapan besi (seperti : teh, kopi, dan kuning telur). 11 Hal ini merupakan kekurangan dalam studi ini, karena sebelumnya tidak diterangkan kepada orangtua dan anak yang mengikuti penelitian ini, agar mengurangi konsumsi makanan/minuman seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pada penelitian ini tidak ditemukan efek samping dari pemberian preparat besi. Setelah pemberian terapi besi selama 3 bulan dihentikan, pada pengamatan 8 bulan kemudian ditemukan bahwa variabel nilai pemeriksaan darah rutin kembali menurun seperti pada awal penelitian pada kedua kelompok. Pada kelompok yang

57 mendapat terapi besi perbandingan nilai hemoglobin di awal penelitian dengan akhir penelitian adalah 10,31 g/dl vs 9,88 g/dl. Sementara pada kelompok yang mendapat plasebo, perbandingan nilai hemoglobin di awal penelitian dengan akhir penelitian adalah 10,09 g/dl vs 9,30 g/dl. Berdasarkan penelitian Demir dkk (2002), tidak ada pemeriksaan indeks hematologis yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas 100%, tetapi 90% perhitungan eritrosit yang dikoreksi indeks RDW merupakan pemeriksaan yang paling diandalkan untuk membedakan β-talasemia dengan anemia defisiensi besi. Tetapi untuk diagnosa banding yang lebih akurat dianjurkan untuk memeriksakan status besi dan Hb elektroforese. 32 Beyan dkk (2007), dalam penelitiannya pada orang dewasa yang menderita anemia hipokrom mikrositer juga turut menyimpulkan bahwa sangat diajurkan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan status besi (serum ferritin, serum besi, saturasi transferrin) dan kadar Hb elektroforese. 33 Menurunnya kembali hasil pemeriksaan darah rutin pada akhir penelitian perlu mendapat perhatian, dan kembali pada keadaan bahwa anemia defisiensi besi di negara kita berkaitan dengan kemiskinan, malnutrisi dan penyakit infeksi. 15,35,36 Dalam penelitian ini, rata-rata pendapatan penduduk masih rendah

58 yaitu rata- rata Rp ,-/bulan (data tidak tertulis), dan tingkat malnutrisi cukup tinggi. Pada tabel 1 diketahui bahwa usia rata-rata sampel penelitian adalah 10 tahun, sedangkan berat badan rata-rata usia tersebut berdasarkan grafik CDC, tahun 2000 adalah 30 kg. Keadaan seperti ini membutuhkan rekomendasi subsidi makanan tambahan yang kaya nilai gizi, pemberian suplemen multi mikronutrien (seperti : besi), monitoring prevalensi anemia pada anak (pemeriksaan rutin) serta peningkatan pendidikan atau penyebaran informasi terhadap pentingnya gizi. 15,36 Kami menyadari bahwa studi ini masih belum sempurna karena dalam penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan yang penting dalam membandingkan diagnosa besi yaitu pemeriksaan biokimia besi seperti retikulosit, serum ferritin, transferrin. Selain itu, kepatuhan minum obat pada sampel penelitan hanya dipercayakan pada guru dan orangtua sampel. seharusnya ada petugas pemantau minum obat pada tiap pasien untuk memastikan obat apakah obat diminum dengan teratur dan mencatat efek samping obat. Dalam penelitian ini peneliti juga tidak menyingkirkan lebih dulu faktor-faktor pengganggu penyerapan besi seperti penyakit infeksi parasit.

59 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa tidak ada perbedaan bermakna dari nilai indeks Mentzer dan RDW setelah pemberian ferro sulfat yang dibandingkan plasebo pada anak dengan anemia usia 9-12 tahun. 5.2 Saran Dibutuhkan rekomendasi subsidi makanan tambahan yang kaya nilai gizi, pemberian suplemen multi mikronutrien terutama dalam hal ini adalah zat besi, monitoring prevalensi anemia pada anak dalam bentuk pemeriksaan rutin, peningkatan pendidikan dan penyebaran informasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga gizi serta pola hidup yang sehat. 45

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

PENILAIAN STATUS GIZI SETELAH TERAPI BESI PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI TESIS

PENILAIAN STATUS GIZI SETELAH TERAPI BESI PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI TESIS PENILAIAN STATUS GIZI SETELAH TERAPI BESI PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI TESIS LEON AGUSTIAN 047103011/IKA PROGRAM MAGISTER KLINIS-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara

Lebih terperinci

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER ABSTRAK UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER Aisyah Mulqiah, 2016 Pembimbing I Pembimbing II : dr. Penny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada 36 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI

HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III. Oleh: YURI SHABRINA SUSANI HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ZAT BESI DENGAN PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III Oleh: YURI SHABRINA SUSANI 120100355 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga masuk dalam daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus untuk meningkatkan taraf hidup. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MUTASI BAND

PERBANDINGAN MUTASI BAND PERBANDINGAN MUTASI BAND 3 DAN FRAGILITAS ERITROSIT PADA THALASSEMIA β MINOR DAN NON THALASSEMIA β MINOR YANG DISELEKSI DARI 1800 MAHASISWA USU BERDASARKAN NILAI MENTZER INDEX TESIS Oleh : H I D A Y A

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS Renaldi, 2013 Pembimbing I : dr. Fenny, Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : dr. Indahwaty,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong, yang akhirnya mengakibatkan pembentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN JENIS ANEMIA PADA IBU HAMIL Nuraenny Ratna Bauw 1, Aryu Candra K. 2 1 Mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nefrologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang lingkup tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian nefrologi. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang Lingkup Tempat Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI Vivin Maria, 2006, Pembimbing I : Penny Setyawati M,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Viskositas Darah Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap resistensi aliran darah. Viskositas darah tergantung beberapa faktor, dimana

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 Oleh : MAISYA NAJELINA 120100352 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik serta Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu jenis anemia yang paling sering ditemukan pada anak di dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUKAWARNA KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI WILAYAH BOJONEGARA BANDUNG Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr.,

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1.Perumusan masalah Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada perawatan pasien di rumah sakit. Banyak orang mendonorkan darahnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup bidang ilmu yang diteliti adalah bidang ilmu Patologi Klinik sub bidang hematologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN HUBUNGAN ANTARA ASUPAN Fe DENGAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DENGAN BERAT BADAN BAWAH GARIS KUNING MENURUT KMS DI KELURAHAN SEMANGGI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : LAILA MUSFIROH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA

TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA ROSE GRAND CHEN 117041003/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya Ilmu Bedah Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Rowosari, Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Rowosari, Semarang. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi 2. Ilmu Gizi, khususnya perhitungan asupan energi dan pengukuran status gizi antropometri 3.2 Tempat

Lebih terperinci