REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis. Pembimbing: Oleh
|
|
- Yanti Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis Pembimbing: Oleh
2 HALAMAN PENGESAHAN TUGAS REFERAT Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis Oleh Disusun untuk memenuhi tugas Diterima dan disahkan, Purwokerto, Mei 2016 Dosen Pembimbing, 2
3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anemia pada penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan Ciri khas anemia pada penyakit kronik adalah gangguan hemostasis besi yaitu meningkatnya uptake dan retensi besi dalam sel sel retikuloendotelial. Ini menimbulkan perpindahan besi dari sirkulasi kedalam tempat penyimpanan besi tubuh didalam sistem retikuloendotelial sehingga penyediaan besi untuk sel progenitor eritroid di sumsum tulang dalam proses eritropoisis akan berkurang dan terjadi eritropoisis dengan restriksi besi. Karakter biologik dan hematologik anemia yang berhubungan dengan kanker adalah sama dengan anemia pada penyakit kronik. Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang lain diperlukan untuk membedakannya. Pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk menentukan defisiensi besi akan menemui kesulitan bila berkaitan dengan anemia penyakit kronis. Pemeriksaan khusus seperti pengecatan sumsum tulang untuk menentukan cadangan besi. 3
4 II. Tujuan 1. Mengetahui penyebab Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis 2. Mengetahui mekanisme terjadinya Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis 3. Mengetahui gejala klinis dari Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis 4. Mengetahui terapi yang diberikan untuk pasien Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis 5. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi akibat Anemia Pada Inflamasi dan Penyakit Kronis 4
5 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai dibawah normal (Patologi Klinik Undip, 2012). Hal ini terjadi apabila keseimbangan antara kehilangan darah (lewat perdarahan atau penghancuran sel) dan produksi darah terganggu. Dengan kata lain, anemia terjadi apabila kadar eritrosit atau hemoglobin dalam darah menurun dan mengakibatkan penurunan fungsi utamanya (Dorland, et al., 2008) Tabel 1. Nilai Normal Hemoglobin (Patologi Klinik Undip, 2012) Usia terhadap Anemia Usia memiliki keterkaitan dalam proses kejadian anemia. Dalam survey National Health And Nutrition Examination Survey ketiga (NHANES III), insidensi terjadinya anemia pada pria dan wanita berusia lebih dari 65 tahun sekitar 11 % dan 10%.9 Hal ini patut diperhatikan karena kejadian anemia pada usia senja akan memberikan efek lanjutan, diantaranya peningkatan resiko terjadinya sindroma geriatri seperti jatuh, demensia, komplikasi, dependensi, gangguan kardiovaskuler, bahkan kematian. 5
6 B. Epidemiologi Anemia pada penyakit kronik adalah anemia paling sering nomor dua setelah anemia defisiensi besi. Tidak ada data epidemiologis mengenai semua kondisi penyakit dasar yang berhubungan dengan anemia pada penyakit kronik. Prevalensi dan beratnya anemia berhubungan dengan stage penyakit dan kondisi penyakit dasar. Prevalensi anemia pada pasien kanker dipengaruhi prosedur terapi dan umur. Suatu studi melaporkan prevalensi tinggi yaitu 77% laki laki tua dan 68% perempuan tua dengan kanker menderita anemia. Studi lain menunjukkan anemia terjadi pada 41% pasien tumor solid. Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, penyebab tersering anemia pada penyakit kronik adalah tuberkulosis paru. Belum banyak data epidemiologis anemia pada penyakit kronik dipublikasikan di Indonesia (Wibawa & Bakta, 2008). C. Etiologi Secara garis besar, anemia pada penyakit kronik dibagi menjadi beberapa kategori yaitu (Litchman, et al., 2009): 1. Infeksi: AIDS/ HIV, tuberkulosis, malaria, osteomielitis, abses kronik, dan sepsis, 2. Inflamasi: arthritis rheumatoid, kelainan reumatologi, inflammatory bowel disease, sindrom respons inflamasi sistemik, 3. Keganasan: karsinoma, myeloma multipel, limfoma, 4. Disregulasi sitokin: anemia akibat penuaan. Penyebab utama dari anemia pada penyakit kronik adalah ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi eritrosit (Litchman, et al., 2009). Ciri khas dari anemia pada penyakit kronik adalah disregulasi homeostasis besi dimana terjadi pengambilan dan penyimpanan besi melalui sistem retikuloendotelial. Dengan demikian, jumlah besi untuk sel progenitor eritroid dan eritropoeisis tidak memadai (Weiss & Goudnough, 2005). 6
7 Mekanisme pasti dari anemia pada penyakit kronik masih belum dimengerti. Dari beberapa penelitian, anemia pada penyakit kronik pada arthritis rheumatoid melibatkan banyak faktor seperti gangguan pelepasan besi oleh sistem fagositik mononuklear, besi yang terikat kuat dengan protein, penurunan respons eritropoeitin, dan efek supresif interleukin dalam eritropoeisis (Djourban, 2010). Adapun patogenesis dari anemia apda penyakit kronik adalah (Litchman, et al., 2009): 1. Destruksi eritrosit yang disebabkan oleh aktivasi faktor pejamu seperti makrofag yang memfagosit yang eritrosit secara prematur. Hal ini ditandai dengan ditemukannya eritrosit muda dalam jumlah besar. Keterlibatan faktor ekstrinsik seperti toksin bakteri dan pengobatan belum diketahui. 2. Resistensi dan inadekuasi eritropoetin. Penurunan produksi eritropoetin disebabkan oleh efek inhibisi sitokin inflamasi seperti TNF alfa dan interleukin. Inhibisi ini diperantarai oleh GATA 1 pada promoter eritropoetin. Disamping itu, berdasarkan penelitian, terjadinya resistensi dibuktikan melalui pasien dengan kadar eritropoetin yang tinggi, memiliki hemoglobin yang rendah. 3. Keterbatasan besi sehingga menghambat eritropoeisis. Hal ini dapat disebabkan oleh : a. Pengeluaran sitokin inflamasi yaitu IL-6 merangsang pengeluaran hepsidin. Hepsidin ini akan menginduksi internalisasi serta degradasi ferroportin, transpor keluar besi. Oleh karena itu, pengeluaran hepsidin akan menghambat pengeluaran besi dari makrofag, hepatosit, dan enterosit. Pada akhirnya, akan terjadi hipoferemia. b. Inhibisi absorpsi besi pada usus oleh IL-6 dan hepsidin selama inflamasi. Setiap hari, 1-2 mg besi yang berasal dari makanan dibutuhkan untuk eritropoeisis. c. Keterbatasan besi menyebabkan protoporfirin yang seharusnya berikatan dengan besi untuk membentuk heme, lebih cenderung mengikat zinc. Oleh 7
8 karena itu, kadar protoporfirin-zinc meningkat pada pasien anemia pada penyakit kronik 4. Kegagalan proliferasi sel progenitor eritroid terutama oleh efek inhibisi interferon gamma. Selain itu, sitokin seperti NO yang diproduksi oleh makrofag bersifat toksik terhadap sel progenitor. D. Metabolisme Besi Metabolisme besi terutama ditujukan untuk pembentukan hemoglobin. Sumber utama untuk reutilisasi terutama bersumber dari hemoglobin eritrosit tua yang dihancurkan oleh makrofag sistem retikuloendotelial. Pada kondisi seimbang terdapat 25 ml eritrosit atau setara dengan 25 mg besi yang difagositosis oleh makrofag setiap hari, tetapi sebanyak itu pula eritrosit yang akan dibentuk dalam sumsum tulang atau besi yang dilepaskan oleh makrofag ke dalam sirkulasi darah setiap hari. Besi dari sumber makanan yang diserap duodenum berkisar 1 2 mg, sebanyak itu pula yang dapat hilang karena deskuamasi kulit, keringat, urin dan tinja. Besi plasma atau besi yang beredar dalam sirkulasi darah terutama terikat oleh transferin sebagai protein pengangkut besi. Kadar normal transferin plasma ialah 250 mg/dl, secara laboratorik sering diukur sebagai protein yang menunjukkan kapasitas maksimal mengikat besi. Secara normal 25 45% transferin terikat dengan besi yang diukur sebagai indeks saturasi transferin.total besi yang terikat transferin ialah 4 mg atau hanya 0,1% dari total besi tubuh. Sebanyak 65% besi diangkut transferin ke prekursor eritrosit di sumsum tulang yang memiliki banyak reseptor untuk transferin. Sebanyak 4% digunakan untuk sintesis mioglobin di otot, 1% untuk sintesis enzim pernafasan seperti sitokrom C dan katalase. Sisanya sebanyak 30% disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Kompleks besi transferin dan reseptor transferin masuk ke dalam sitoplasma prekursor eritrosit melalui endositosis. Sebanyak 80 90% molekul besi yang masuk ke dalam prekursor eritrosit akan dibebaskan dari endosom dan reseptor transferin akan dipakai lagi, sedangkan transferin akan 8
9 kembali ke dalam sirkulasi. Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk ke dalam mitokondria untuk diproses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Dalam keadaan normal 30 50% prekursor eritrosit mengandung granula besi dan disebut sideroblast. Sejalan dengan maturasi eritrosit, baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas ke dalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki sirkulasi darah. Ketika eritrosit berumur 120 hari akan difagositosis makrofag sistem retikuloendotelial terutama yang berada di limpa. Sistem tersebut berfungsi terutama melepas besi ke dalam sirkulasi untuk reutilisasi. Terdapat jenis makrofag lain seperti makrofag alveolar paru atau makrofag jaringan lain yang lebih bersifat menahan besi daripada melepaskannya. Proses penghancuran eritrosit di limpa, hemoglobin dipecah menjadi hem dan globin. Dalam keadaan normal molekul besi yang dibebaskan dari hem akan diproses secara cepat di dalam kumpulan labil (labile pool) melalui laluan cepat pelepasan besi (the rapid pathway of iron release) di dalam makrofag pada fase dini. Molekul besi ini dilepaskan ke dalam sirkulasi, yang selanjutnya berikatan dengan transferin bila tidak segera dilepas. Maka molekul besi akan masuk jalur fase lanjut yang akan diproses untuk disimpan oleh apoferitin sebagai cadangan besi tubuh. Kemudian dilepas ke dalam sirkulasi setelah beberapa hari melalui laluan lambat (the slower pathway). Penglepasan besi dari makrofag tidak berjalan secara langsung, tetapi melalui proses oksidasi di permukaan sel agar terjadi perubahan bentuk ferro menjadi ferri, sehingga dapat diangkut oleh transferin plasma. Reaksi oksidasi tersebut dikatalisasi oleh seruloplasmin. Kecepatan pelepasan besi ke dalam sirkulasi oleh makrofag lebih cepat terjadi pada pagi hari, sehingga kadar besi plasma menunjukkan variasi diurnal (Muhammad & Sianipar, 2005). 9
10 E. Manifestasi Klinis Gejala berupa pucat, sesak napas, dan sakit kepala. Namun, pada anemia moderat dengan Hb<10 g/dl akan menimbulkan gejala penyakit jantung iskemik atau penyakit respiratorik, kelelahan, dan intoleransi terhadap aktivitas berat. Namun, diagnosis baru dapat ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium (Litchman, et al., 2009). F. Pemeriksaan Penunjang Gambaran apus darah tepi menunjukkan sel yang normositik dan normokrom yang seiring keparahan penyakit menjadi mikrositik dan hipokrom. Selain itu, ditemukan pula (Litchman, et al., 2009) (Djourban, 2010). : 1. Hitung absolut retikulosit adalah normal atau sedikit meningkat, 2. Hipoferemia yaitu penurunan konsentrasi besi serum yang muncul beberapa jam dari onsetinfeksi atau inflamasi yang parah, 3. Penurunan konsentrasi transferin membedakan AI dengan anemia defisiensi besi. Hal ini berdampak pada penurunan TIBC (total iron binding capacity). Penurunan transferin ini terjadi lebih lama daripada konsentrasi besi serum karena perbedaan waktu paruh dimana besi 90 menit dan protein transferin 8-12 hari. 4. Peningkatan feritin serum membedakan AI dengan anemia defisiensi besi. Feritin merupakan protein fase akut sehingga sintesisnya meningkat pada saat inflamasi atau infeksi. Apabila diagnosis anemia masih belum jelas, dapat dilakukan pemeriksaan reseptor transferin yang larut yang kadarnya menurun pada infeksi atau inflamasi. 5. Pewarnaan besi sumsum dengan prusian blue bertujuan untuk melihat kandungan dan distribusi besi. Pewarnaan ini dapat mewarnai makrofag dan sideroblas, eritrosit berinti yang memiliki 1-4 badan inklusi berisi besi. Pada AI, besi di dalam sideroblas menurun sedangkan dalam makrofag meningkat. 10
11 Meskipun dapat dijadikan baku emas dalam membedakan anemia defisiensi besi dan anemia pada penyakit kronik, ketidaknyamanan pasien membuat pemeriksaan ini jarang digunakan G. Patofisiologi Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga kelompok (Edmundson, 2013) : 1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain Sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis. 2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah Anemia akibat penghancuran sel darah merah Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara lain: a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis makanan c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis d. Autoimun 11
12 e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan trombosis f. Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah merah dan menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi. 3. Anemia akibat kehilangan darah Anemia Akibat Produksi Yang Berkurang Atau Gagal Anemia Akibat Kehilangan Darah Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal ( misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan ), penggunaan obat obatan yang 10 mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran. Patofisiologi terjadinya anemia pada pasien usia lanjut saat ini belum bisa dijelaskan dengan pasti. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa 1/3 dari kasus anemia pada pasien usia lanjut di Amerika merupakan anemia karena kekurangan nutrisi, berdasarkan studi kadar besi dalam darah 1/3 lainnya mengalami anemia karena inflamasi, dan 1/3 sisanya didiagnosis dengan anemia yang tak terjelaskan (unexplained anemia). (Vanesse, et al., 2010). Anemia karena inflamasi lebih dikenal dengan anemia karena penyakit kronis. Anemia jenis ini diketahui banyak berkaitan dengan timbulnya infeksi, gangguan rheumatologi, keganasan, dan penyakit penyakit kronis lainnya. Ada 4 mekanisme inflamasi yang diduga menjadi penyebab timbulnya anemia (Ferruci, et al., 2008) : a. Inflamasi menyebabkan eritropoesis menjadi tidak efektif dengan cara menghambat proliferasi dan diferensiasi prekursor eritroid dan / atau penurunan respons terhadap EPO (eritropoetin) sehingga timbul resistensi EPO b. Inflamasi akan menurunkan jumlah produksi dari EPO itu sendiri 12
13 c. Inflamasi menyebabkan peningkatan kadar heptidin. Heptidin adalah peptida yang disintesis oleh hepar yang berfungsi untuk menghambat absorpsi zat besi, pelepasan besi dari makrofag, dan peningkatan proteolisis oleh ferroportin (Vanesse, et al., 2010). d. Inflamasi akan memberikan efek negatif pada daya tahan eritrosit Pada proses penuaan, sitokin sitokin pro inflamator, IL 6, dan protein fase akut akan mengalami peningkatan kadar, bahkan pada orang yang sehat. IL 6 diketahui akan menginduksi pelepasan dari Heptidin. Oleh karena itu peningkatan usia akan meningkatkan angka kejadian anemia oleh karena proses inflamasi. Anemia merupakan manifestasi klinik yang penyebabnya multifaktorial, salah satunya adalah masalah nutrisi. Seseorang dengan status gizi kurang akan memiliki kecendrungan menderita anemia. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa prevalensi anemia semakin meningkat dengan semakin memburuknya status gizi seseorang. Sementara itu penelitian lain mengemukakan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan pengukuran IMT dengan kadar Hb. Status gizi kurang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Berkurangnya asupan nutrisi bisa disebabkan berbagai sebab, diantaranya ada gangguan dalam absorpsi makanan yang dikonsumsi atau kurangnya konsumsi sumber makanan tertentu. Diet yang rendah zat besi, asam folat, atau vitamin B12 akan menyulitkan tubuh untuk memproduksi cukup sel darah merah karena zat zat tersebut diperlukan dalam proses pembuatannya sehingga timbul anemia. Konsumsi vitamin C yang cukup juga akan membantu penyerapan zat besi sehingga membantu pencegahan anemia. Dalam mengukur status nutrisi seseorang diperlukan metode dan ukuran yang objektif. Indeks Massa Tubuh (IMT) selain merupakan parameter status antropometri juga merupakan paramater status gizi (Ferruci, 2008). 13
14 H. Penatalaksanaan Apabila diagnosis anemia pada penyakit kronik telah ditegakkan, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dapat mengatasi anemia. Namun, jika pengobatan tersebut tidak efektif, maka pengobatan spesifik untuk anemia dapat dilakukan. Transfusi darah baru dilakukan untuk kasus yang parah. Kini, diberikan pula kombinasi eritropoietin dengan besi. Tujuannya adalah peningkatan produksi eritrosit dapat diimbangi oleh kadar besi di dalam darah. Namun, pemberian besi sendiri dilakukan apabila kadar besi pasien rendah. Hal ini disebabkan oleh besi meningkatkan kerentanan terhadap infeksi (Litchman, et al., 2009) (Gardner & Benz, 2008). Tabel 2. Pengobatan Anemia Inflamasi dan Penyakit Kronik (Litchman, et al., 2009) 14
15 BAB III KESIMPULAN 1. Anemia pada penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan Ciri khas anemia pada penyakit kronik adalah gangguan hemostasis besi yaitu meningkatnya uptake dan retensi besi dalam sel sel retikuloendotelial. 2. Tidak ada data epidemiologis mengenai semua kondisi penyakit dasar yang berhubungan dengan anemia pada penyakit kronik. 3. Anemia pada penyakit kronik dibagi menjadi beberapa kategori yaitu infeksi, inflamasi, keganasan, disregulasi sitokin 4. Pengobatan spesifik untuk anemia dapat dilakukan yransfusi darah baru dilakukan untuk kasus yang parah, eritropoietin dan besi. 15
16 DAFTAR PUSTAKA Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Buku Ajar Patologi Klinik II. Semarang: Penerbit Diponegoro; 2012 Djoerban, Z. Kelainan hematologi pada lupus eritematosus sistemik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal Dorland, W.A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28. Jakarta: EGC; 2008 Edmundson, A. Understanding Anemia The Basic Available at: Ferucci, L & Balducci, L. Anemia Of Aging: The role of Chronic Inflamation and Cancer. National Institute on Aging. Baltimore, MD.USA. [internet] 2008 [cited on 12 December 2013] October; 45(4): Available on: Gardner & Benz Jr. Anemia of chronic diseases. In Hematology: Basic Principles and Practice. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2008:chap 37. Litchman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal JT. Anemia of chronic disease. In Williams Hematology. 7 th ed. USA: Mc.Graw-Hill: 2009, chapter 43. Muhammad, A & Sianipar, O Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks stfr-f. Yogyakarta: Bagian Patologi Klinik FK UGM. Vanasse GJ, et al. Anemia in elderly patients: an emerging problem for the 21st century. Hematology Am Soc Hematol Educ Program. [internet] 2010 [cited on 23 November 2013]. 2010;2010: doi: /asheducation Weiss G & Goodnough LT. Anemia in chronic disease. N Engl J Med. 2005; 352: Wibawa & Bakta, Hubungan Kadar Interleuikin 6 dengan kadar besi serum penderita anemia pada penyakit kronik. Vol. 9 No. 1. Bali: FK UNUD 16
I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Definisi Anemia Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai dibawah normal 12 ; hal
Lebih terperinciCurriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan
Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e
BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa
Lebih terperinciABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya
ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gizi mikro. Defisiensi besi sering ditemukan bersamaan dengan obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dan defisiensi besi memberi dampak buruk terhadap kesehatan anak. Obesitas adalah kelebihan gizi, sedangkan defisiensi besi merupakan kekurangan gizi mikro.
Lebih terperinciMetabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin
Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk
Lebih terperincimenunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan salah satu penyakit dengan penyebab multifaktorial, dapat dikarenakan reaksi patologis dan fisiologis yang bisa muncul sebagai konsekuensi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan
Lebih terperinciMAKALAH GIZI ZAT BESI
MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN
Lebih terperinciCLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI
CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik adalah anemia (Suwitra, 2014). Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat menimbulkan komplikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah penyakit keganasan yang berasal dari sel epitel saluran napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari organ lain (tumor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK a. Definisi Anemia World Health Organization (WHO) mendefinisikan anemia dengan konsentrasi hemoglobin < 13,0 mg/dl pada laki-laki dan wanita
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)
ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA) Hana Setiawati Dhanisworo, 2006 Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr. Pembimbing II : Surjadi Kurniawan, dr., M. Kes Gejala anemia merupakan komplikasi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi 2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil,
Lebih terperinciAnemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya
Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan
Lebih terperinciPERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS
PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS ABSTRAK Renaldi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
Lebih terperinciKelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik
Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Amaylia Oehadian Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Kelainan darah pada lupus Komponen darah Kelainan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berbeda dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada
Lebih terperinciANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE
ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil
Lebih terperinciSILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN
SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN Fakultas : Kedokteran Program Studi : Pendidikan Dokter Blok : Hematologi Bobot : 4 SKS Semester : II Standar Kompetensi : etiologi, patogenesis dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI
HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,
Lebih terperinciHUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA
HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru
Lebih terperinciRuswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes
ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:
Lebih terperinciDIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit
Lebih terperinciThalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N
Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis malnutrisi dengan prevalensi tertinggi di dunia sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak. umumnya berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronik yang tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat. Empat
Lebih terperinciMetabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Lebih terperincimembutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami
PENDAHULUAN Latar belakang Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan berpengaruh pada ketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman
39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiranbutiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kirakira 15gr setiap 100 ml
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hepcidin merupakan hormon regulator kadar zat besi dalam tubuh,
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepcidin 2.1.1. Definisi Hepcidin merupakan hormon regulator kadar zat besi dalam tubuh, yang tersusun atas 25 asam amino peptida. Pertama kali ditemukan tahun 2000 sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini
Lebih terperinci