POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK"

Transkripsi

1 POLA HUBUNGAN ANTARA JUMLAH RETIKULOSIT DENGAN MEAN CORPUSCULAR VOLUME (MCV) Oleh Nugroho Tristyanto Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK Retikulosit merupakan eritrosit muda, sehingga jika terjadi peningkatan nilai hitung jumlah retikulosit maka kemungkinan nilai MCV ( Mean Corpuscular Volume ) juga akan meningkat. Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan sebagai diagnosis banding anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan dapat dilihat hubungan MCV ( Mean Corpuscular Volume ) dan nilai jumlah Retikulosit. Pada kurva korelasi nilai jumlah Retikulosit dan MCV ( Mean Corpuscular Volume ) dapat terlihat bahwa pada nilai jumlah Retikulosit di atas 1,5 % mulai tampak penurunan nilai MCV ( Mean Corpuscular ). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai jumlah Retikulosit disetai juga dengan penurunan nilai MCV ( Mean Corpuscular Volume ). Dari data-data yang diperoleh masih sulit menentukan hubungan jumlah Retikulosit dan nilai MCV ( Mean Corpuscular Volume ), karena pada nilai jumlah Retikulosit diatas 1,5 % juga ditemukan adanya nilai MCV ( Mean Corpuscular Volume ) dalam batas normal. Oeh karena itu, belum dapat ditentukan bagaimana hubungan nilai jumlah Retikulosit berbanding lurus atau berbanding terbalik. Kata Kunci : Retikulosit, MCV( Mean Corpuscular Volume ), Eritrosit PENDAHULUAN Retikulosit merupakan eritrosit muda, sehingga jika terjadi peningkatan nilai hitung jumlah retikulosit maka kemungkinan nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) juga akan meningkat. Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan sebagai diagnosis banding anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. (Riswanto, 2009) Nilai indeks eritrosit yang terdiri dari MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) juga akan terpengaruh dengan adanya peningkatan jumlah retikulosit. MCV mengindikasikan nilai rata-rata volume sel darah merah, MCH mengindikasikan kadar hemoglobin didalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya, dan MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Dari ketiga nilai tersebut, yang paling erat kaitannya dengan nilai jumlah retikulosit adalah nilai MCV (Mean Corpuscular Volume). (Eastham R D. 1984). Melalui penelitian ini, penulis dapat mengetahui bagaimana pola hubungan antara Jumlah Retikulosit dan MCV. Permasalahan bagaimana pola hubungan antara Jumlah Retikulosit dan MCV? Tujuan Mengetahui pola hubungan antara Jumlah Retikulosit dan MCV 61

2 Tinjauan Pustaka Eritropoesis Definisi Eritropoesis adalah proses produksi sel darah merah, yang dimulai di yolk sac dari embrio dan akhirnya berlanjut sepanjang hidup manusia di sumsum tulang merah. Bahan yang diperlukan agar eritropoiesis dapat berlangsung maksimal adalah asam amino (protein), zat besi, vitamin B 12 & B 6, asam folat, dan mineral kobalt serta nikel. Kekurangan salah satu zat ini menyebabkan eritropoiesis yang tidak sempurna. (Mary Louise Turgeon,1993) Erythropoietin, merupakan glikoprotein yang disintesis terutama oleh ginjal, dan diproduksi sebagai respon terhadap hipoksia jaringan. Zat ini bertanggung jawab untuk merangsang eritropoiesis dan selanjutnya meningkatkan sirkulasi eritrosit. (Mary Louise Turgeon,1993) Eritrosit secara cepat mengalami beberapa pembelahan mitosis selama proses pematangan. Setelah stimulasi erythropoietin, sel induk multipotential memulai serangkaian langkah pematangan. Rubriblast adalah sel yang diidentifikasi pertama dari proses ini, kemudian menjadi prorubricyte, rubricyte, metarubricyte, dan tahapan retikulosit dalam sumsum tulang. Retikulosit memasuki sirkulasi darah dan apabila sudah sepenuhnya matur menjadi eritrosit fungsional. (Mary Louise Turgeon,1993) Sebuah kerusakan dalam pematangan nukleus dapat terjadi. Hal ini disebut sebagai pematangan megaloblastik. Dalam kondisi ini, pematangan nukleus yang merupakan gangguan kemampuan sel untuk mensintesis DNA, sitoplasma biasanya tertinggal dan berkembang. (Mary Louise Turgeon,1993) Retikulosit merupakan tahap pertama dalam pengembangan nonnucleated erythrocytic. Meskipun pada tahap ini, inti telah hilang dari sel, selama RNA ada, maka sintesis protein dan heme akan tetap berlanjut. Katabolisme utama RNA, ribosom disintegratation, dan hilangnya mitokondria merupakan tanda transisi dari tahap retikulosit untuk pematangan penuh eritrosit. (Mary Louise Turgeon,1993) Tahapan Turunan dari sel induk multipotential adalah proeritroblas yang secara morfologi berupa sel-sel bulat, berdiameter sampai 16mikrometer dengan sitoplasma basofilik, sedang sekitar inti besar yang sering bernukleoli dua. Ketika berdiferensiasi, sitoplasmanya menjadi semakin basofilik dan pada mikrograf elektron, ternyata mengandung poliribosom yang makin banyak. (Don W. Fawcett, 2002). Pembelahan proeritroblas menghasilkan eritroblas basofilik yang sedikit lebih kecil, dengan sitoplasma sangat basofilik dan inti yang agak lebih kecil dengan lebih banyak heterokromatin. Pada mikrograf elektron, sitoplasmanya mengandung banyak poliribosom namun tidak ada bayangan retikulum endoplasma. Sintesis hemoglobin terjadi di sitoplasma dan dapat dikenali pada mikrograf sebagai partikel sangat halus dan berdensitas elektron rendah. Pada sediaan yang dibuat untuk mikroskop cahaya, keberadaannya tertutup oleh basofilia kuat dari sitoplasma yang penuh ribosom. (Don W. Fawcett, 2002). Turunan eritroblas basofilik adalah sel lebih kecil yang disebut eritroblas polikromatofilik. Mereka mudah dikenali oleh kromatinnya yang lebih padat dan oleh warna sitoplasmanya yang berkisar kelabu-biru dan kehijauan. Tidak ada nukleolus lagi dan penghentian produksi ribosom disertai hilangnya. Variasi warnanya yang khas dari sitoplasma mencerminkan perubahan progresif dalam jumlah relatif ribosom (yang mengikat komponen biru dari campuran pewarna) dan dari hemoglobin (yang berafinitas terhadap pewarna merah muda, eosin). Eritroblast polikromatofilik adalah sel terakhir dari keturunan eritroid yang dapat membelah. Konsentrasi ribosom berkurang oleh 62

3 sitokinesis sementara pengumpulan hemoglobin dalam sitoplasma sel anak yang berlanjut terus berakibat eosinofilia yang maik kuat. (Don W. Fawcett, 2002). Sebagai akibat perubahan ini, sel-sel tahap berikut dari eritropoiesis, disebut eritroblast otokromatik (atau normoblas) memiliki sitoplasma merah muda yang agak kebiruan. Kondensasi kromatin berlanjut dan intinya sekarang cukup kecil, eksentrik, dan terpulas kuat. Pada mikrograf elektron, heterokromatin padat terdapat berkelompok besar dengan sedikit atau tanpa selingan eukromatin. Sitoplasma, kaya hemoglobin, tampak bergranul halus, tanpa organel kecuali mitokondria. Masih dapat ditemukan kelompok kecil ribosom yang tersebar luas. Inti eksentrik dari eritroblas otokromatik akhirnya dikeluarkan, terbungkus sedikit sitoplasma dan sebagian membran sel, meninggalkan sebuah eritrost tanpa inti. Inti yang tertolak keluar dilahap dan dihancurkan oleh makrofag dalam stroma sumsum tulang. Saat dilepaskan kedalam peredaran, eritrosit baru itu belum berwarna merah muda eritrosit dewasa namun agak kehijauan karena mengandung sedikit ribosom. Jika hapusan darah segar dipulas dengan biru kresil, sisa ribosom dalam eritrosit polikromatofilik ini membentuk agregat yang tampak sebagai jala kebiruan dalam sitoplasma yang merah muda. Karenanya eritrosit baru itu disebut retikulosit. Biasanya ada cadangan retikulosit dalam sumsum yang sedikit lebih banyak daripada yang dalam peredaran. (Don W. Fawcett, 2002). Dalam perkembangan lebih lanjut, retikulosit membebaskan diri dari organel sitoplasma dan unsur membran yang tidak bermanfaat untuk eritrosit yang tidak lebih dari larutan hemoglobin bermembran. Meskipun modifikasi lanjut ini tak dapat diamatai dengan mikroskop, mereka dapat dideteksi secara biokimia. Gumpalan ribosom yang memberi retikulosit itu pemulasan khas diduga dihancurkan intrasel. Sejumlah fungsi berhubungan dengan membran permukaan hilang, termasuk yang terlibat dalam transport glukosa dan asam amino. Reseptor bagi protein pengangkut-besi, transferin, juga hilang dalam transisi dari retikulosit ke eritrosit. Dalam pergantian eritrosit dalam darah, jumlah yang dilepaskan kedalam peredaran dari sumsum setiap harinya kurang lebih sama dengan jumlah eritrosit tua dan rusak yang dibuang dan dihancurkan dalam limpa. Besi yang dibebaskan dalam penghancuran hemoglobin oleh makrofag dalam limpa, dikembalikan ke sumsum oleh protein transport transferin dan dipakai kembali dalam sintesis hemoglobin oleh sel eritropoetik. Residu lain dari hemoglobin ditransformasi oleh hati dan diekskresi sebagai pigmen empedu bilirubin (Don W. Fawcett, 2002). Retikulosit Retikulosit merupakan sel darah merah yang tak bernukleus, berdiameter 7-10mikrometer, mengandung RNA, mitokondria kecil dan ribosom. Ribosom ini terutama merupakan polyribosom yang memberikan pewarnaan dengan pewarna Romanowsky dan penampilan retikuler dengan New Methylene Blue. Retikulosit dapat rusak bentuknya apabila motil dan memiliki batas sel yang tidak beraturan. Denukleasi dari eritroblast polikromatik akhir dalam parenkim sumsum diikuti oleh migrasi retikulosit, dirangsang oleh eritropoietin, serta melalui saluran yang berkembang di sel-sel endotel. Sebagai sel retikulum dewasa, sel ini menjadi lebih sedikit hingga hanya menjadi beberapa butiran tetap, pematangan ini membutuhkan 1-2 hari di sumsum tulang, kemudian dilanjutkan 24 jam dalam sirkulasi. (John Wiley & Sons, 1973). 63

4 Gambar 2-2: Retikulosit Sumber: Sebagai eritrosit yang sedang berkembang, inti akan menjadi lebih dan lebih kental sampai akhirnya menghilang. Setelah kehilangan inti, suatu eritrosit dewasa tetap dalam sumsum tulang selama 2 sampai 3 hari sebelum memasuki sirkulasi darah. Pada saat periode dalam sumsum tulang ini dan saat hari pertama dalam sirkulasi, eritrosit dewasa ini disebut sebagai retikulosit. (John Wiley & Sons, 1973). Meskipun retikulosit kekurangan inti, dan mengandung berbagai organel seperti mitokondria, dan ribosom dalam jumlah besar. Pembentukan ribosom yang baru, akan berhenti dengan hilangnya inti pada metarubricyte akhir. Meskipun demikian, RNA akan terbentuk, protein dan sintesis heme terus berlanjut. Selama pematangan retikulosit, RNA dikatabolisme dan ribosom hancur. Hilangnya ribosom dan mitokondria, bersamaan dengan hemoglobinization penuh sel, menandai transisi dari tahap retikulosit untuk pematangan eritrosit secara penuh. (John Wiley & Sons, 1973). Dalam kondisi normal, jumlah retikulosit dalam sumsum tulang sama dengan jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah. Dalam rangka mempertahankan kelompok retikulosit dalam sirkulasi yang stabil, sumsum tulang menggantikan jumlah eritrosit yang telah mencapai masa hidup mereka sepenuhnya. Karena masa hidup normal atau waktu kelangsungan hidup adalah 120 hari, 1/120th dari jumlah eritrosit hilang setiap hari, dan jumlah yang sama dari retikulosit dilepaskan ke dalam sirkulasi. (John Wiley & Sons, 1973). Jika, di bawah stimulus erythropoietin, peningkatan jumlah retikulosit muda prematur dilepaskan dari sumsum tulang karena kondisi seperti perdarahan akut, retikulosit inilah yang disebut sebagai stres atau pergeseran retikulosit. Situasi ini analog dengan penampilan leukosit matang dalam darah perifer selama stres karena infeksi. (John Wiley & Sons, 1973). Hitung Jumlah Retikulosit Pemeriksaan hitung retikulosit dilakukan untuk mengukur jumlah sel darah merah muda dalam volume darah tertentu. Pada kondisi normal, jumlah retikulosit mencapai 1% dari total jumlah sel darah merah. Peningkatan pembentukan retikulosit merupakan respon sumsum tulang terhadap kondisi tubuh yang memerlukan lebih banyak sel darah merah seperti yang terjadi pada kondisi anemia. Dengan demikian, pemeriksaan ini merupakan penilaian terhadap fungsi sumsum tulang. Hitung retikulosit dinyatakan sebagai prosentase jumlah retikulosit per 1000 eritrosit. (John Wiley & Sons, 1973). Prinsip tes : Retikulosit adalah eritrosit dewasa yang mewakili tahap perkembangan antara normoblast dan sel dewasa. Retikulosit merupakan sel tidak berinti yang masih mempertahankan beberapa zat basofilik sehingga muncul sebagai retikulum ketika terkena pengecatan supravital. (John Jumlah Wiley Retikulosit & Sons, 1973) Jumlah retikulosit (%) = 1000 eritrosit X 100 Nilai Rujukan adalah 0,5-1,5 % 64

5 Interpretasi : Tingkat retikulositosis sebanding dengan aktivitas erythropoietic. Peningkatan aktivitas dengan jumlah retikulosit tinggi mungkin ditemukan setelah perdarahan akut, anemia hemolitik, dan pengobatan dengan zat hemopoietic. Jumlah retikulosit rendah berarti penurunan eritropoiesis. Ketika anemia pernisiosa diperlakukan terapi dan hasilnya sukses dalam meningkatan jumlah retikulosit, namun jika retikulosit tidak meningkat, dapat dikaitkan adanya kekurangan zat besi. Jumlah retikulosit yang lebih tinggi dapat terjadi ketika anemia yang lebih parah. Jumlah retikulosit rendah yang khas pada anemia terkait dengan eritropoiesis tidak efektif, anemia aplastik dan penyakit di Guglielmo. (John Wiley & Sons, 1973). MCV (Mean Corpuscular Volume) atau volume eritrosit rata-rata MCV mengindikasikan ukuran eritrosit, yaitu : mikrositik (MCV lebih kecil daripada normal), normositik (MCV normal), dan makrositik (MCV lebih besar daripada normal). Nilai MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan jumlah eritrosit dalam juta. (Hardjoeno, 2006). Tes MCV merupakan salah satu dari tes RBC yang menggunakan metode Impedans. Prinsip Tes RBC : Sampel yang diencerkan dengan larutan elektrolit dialirkan melalui microapertura yang telah di kalibrasi. Dua elektroda yang diletakkan di masing-masing apertura di aliri oleh aliran listrik secara kontinyu. Pada saat sel melewati apertura. Interpretasi : - Penurunan nilai MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik, Defisiensi besi, arthritis rheumatoid, talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah, dan radiasi. - Peningkatan nilai MCV terjadi pada pasien anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, penyakit hati kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12, antikonvulsan, dan antimetabolik METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observational analitik yaitu metode yang menganalisis data sekunder yang sudah ada serta melakukan penelitian. Data diambil secara acak tanpa ketentuan waktu. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan Hb < 10 g/dl yang juga periksa Jumlah Retikulosit dan Nilai MCV di Laboratorium Rumah Sakit Panti Nirmala. Sampel yang digunakan sebanyak 23 sampel dari pasien yang memeriksakan darah lengkap dan Jumlah Retikulosit di Laboratorium Rumah Sakit Panti Nirmala. Kriteria Inklusi; a. Pasien dari semua golongan umur, b. Pasien jenis kelamin perempuan dan laki-laki, c. Pasien dengan kadar Hb < 10 g/dl, d. Pasien dengan Nilai Jumlah Retikulosit > 1,5 % Kriteria Eksklusi; a. Pasien dengan Hb,Jumlah Retikulosit, Nilai MCV normal Pengolahan data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan kurva korelasi antara Jumlah Retikulosit dengan Nilai MCV. Sehingga dapat diketahui hubungan antara Jumlah Retikulosit dan Nilai MCV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sampel penelitian sebanyak 23 pasien yang terdiri dari 10 laki-laki dan 13 perempuan dengan rentang umur yang tidak ditentukan. Nilai Jumlah Retikulosit tertinggi untuk laki-laki adalah 3,6% dengan MCV 76,3 fl. Nilai Jumlah Retikulosit terendah untuk laki-laki 1,6% dengan MCV 88,1 fl. Nilai Jumlah Retikulosit tertinggi untuk perempuan adalah 4,6% dengan MCV 94,3 fl. Nilai Jumlah Retikulosit terendah untuk 65

6 perempuan adalah 1,4% dengan MCV 61,2 fl. Data yang didapatkan dari 23 pasien yang melakukan pemeriksaan di Laboratorium Rumah Sakit Panti Nirmala, terlihat bahwa 13% Nilai MCV mengalami peningkatan, 48% mengalami penurunan, serta 39% dalam batas normal. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pola hubungan antara Jumlah Retikulosit dengan nilai MCV, oleh karena itu dibuat kurva korelasi berdasarkan nilai antara MCV dengan Nilai Jumlah Retikulosit yang merupakan indikator proses eritropoesis. Tabel. 1 Analisa Statistik Correlations jumlah mcv retikulosit Mcv Pearson Correlation 1,089 Sig. (2-tailed),686 N jumlah retikulosit Pearson Correlation,089 1 Sig. (2-tailed),686 N Pengambilan Keputusan Dasar pengambilan keputusan : 1. Berdasar nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun). Interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: 0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah 0,40-0,599 = sedang 0,60-0,799 = kuat 0,80-1,000 = sangat kuat 2. Berdasar Uji signifikansi koefisien korelasi,digunakan untuk menguji apakah hubungan yang terjadi itu berlaku untuk populasi. Menentukan hipotesis HI : Tidak ada hubungan secara signifikan antara MCV dan jumlah retikulosit Menentukan tingkat signifikansi Tingkat signifikansi (Uji t) 10%, karena output untuk uji dua sisi (two tailed) maka batas kritis menerima atau menolak HI adalah 10% : 2 = 5% (0,05). Kriteria Pengujian HI diterima jika Signifikansi > 0,05 HI ditolak jika Signifikansi < 0,05 Membandingkan signifikansi Signifikansi Koefisien Korelasi Sederhana (Uji t) 0,686 > 0,05 Hasil korelasi antara MCV dan jumlah retikulosit dengan menggunakan program SPSS menunjukkan hasil 0,089. Hal ini menunjukkan korelasi yang sangat rendah dan tidak ada hubungan secara signifikan antara MCV dan jumlah retikulosit karena nilai signifikansi Koefisien Korelasi Sederhana (Uji t) lebih besar dari 0,05. 66

7 Pembahasan Metode yang digunakan dalam penelitian adalah mengambil sampel acak berdasarkan nilai Hb yang rendah (kurang dari normal) dan juga Nilai Jumlah Retikulosit > 1,5% (lebih dari normal) serta nilai MCV < 80 fl (kurang dari normal). Penelitian ini mengambil populasi sebanyak 23 pasien yang memeriksakan Hb, MCV dan sekaligus memeriksakan Jumlah Retikulosit di Laboratorium Rumah Sakit Panti Nirmala Malang. Dari data tersebut, dibuat kurva korelasi berdasarkan nilai MCV dan nilai Jumlah Retikulosit kemudian dianalisis hubungan antara keduanya. Pada nilai Hb yang rendah disertai dengan penurunan MCV dan peningkatan nilai Jumlah Retikulosit. Hal ini disebabkan karena banyaknya produksi sel muda dari sumsum tulang yang telah mengalami pematangan menjadi retikulosit, dimana retikulosit adalah sel muda yang terdapat dalam darah tepi. Kehilangan darah secara menetap (kronik) seperti gastritis,neoplasma,polip,varises esophagus, hemoroid menyebabkan gangguan eritropoesis sehingga absorbsi besi dari usus kurang yang mengakibatkan jumlah sel darah merah sedikit dan kandungan hemoglobin menjadi rendah. Pada kurva korelasi Jumlah Retikulosit dengan MCV dapat terlihat bahwa nilai Jumlah Retikulosit diatas 1,5% mulai tampak penurunan nilai MCV. Hal ini menunjukkan bahwa pada peningkatan nilai Jumlah Retikulosit disertai juga dengan penurunan nilai MCV. Kondisi ini disebabkan karena pada hemoglobin yang kurang dari 10 g/dl, eritropoietin menstimulasi sumsum tulang menghasilkan produksi sel yang morfologinya tidak normal sehingga sel-selnya akan menjadi mikrositik hipokromik dan berpengaruh pada nilai MCV. Selain itu, sumsum tulang akan memproduksi sel yang belum matur ke pembuluh darah seperti Retikulosit sehingga nilai Jumlah Retikulosit meningkat. Dari data-data yang diperoleh masih sulit menentukan hubungan jumlah Retikulosit dan nilai MCV. Selain itu masih banyak faktor-faktor yang perlu diperhatikan seperti adanya data mengenai kondisi medis lain yang mungkin menyertai pasien. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari data-data yang diperoleh dapat dilihat hubungan antara MCV dan nilai Jumlah Retikulosit. Pada kurva korelasi nilai Jumlah Retikulosit dan MCV dapat terlihat bahwa pada nilai Jumlah Retikulosit di atas 1,5% mulai tampak penurunan nilai MCV. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai Jumlah Retikulosit disertai juga dengan penurunan nilai MCV. Dari data-data yang diperoleh masih sulit menentukan hubungan jumlah Retikulosit dan nilai MCV, karena pada nilai Jumlah Retikulosit diatas 1,5% juga ditemukan adanya nilai MCV dalam batas normal serta peningkatan nilai MCV. Oleh karena itu, belum dapat ditentukan bagaimana hubungan nilai Jumlah Retikulosit berbanding lurus atau berbanding terbalik. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara MCV dan nilai Jumlah Retikulosit. 2. Untuk penelitian lebih lanjut, akan sangat baik bila disertai dengan data laboratorium lainnya seperti morfologi sel darah merah. 3. Kesehatan merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam hidup kita, oleh karena itu sebaiknya setiap individu menjaga kesehatan tubuhnya dengan sebaik mungkin. 67

8 DAFTAR PUSTAKA Dacie JV and Lewis SM. Practical haematology. Ed 8. Churchill Livingstone, Edinburgh : Eastham RD Clinical Haematology. Edisi ke-6. Bristol : Wright. Fawcett Don W, 2002, Text Book of Histology (edisi bahasa Indonesia, alih bahasa Tambayong J.), edisi 12, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hardjoeno, dkk Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar : Hasanudin University Press. John Wiley & Sons Practical Clinical Hematology Interpretations and Techniques. United States of America : A Wiley Biomedical-Health Publication ; page 307, 308. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. Metabolisme zat gizi sumber, fungsi dan kebutuhan bagi tubuh manusia. Jilid II Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1993 : Riswanto Indeks Eritrosit-Tes Hematologi. Diakses dari 15 Desember Turgeon, Mary Louise Clinical hematology : Theory and Procedures (2nd ed.). United States of America : Little, Brown and Company ; page 57, 60,

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC) Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang bervariasi menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. 50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Parasitemia Menurut Ndungu et al. (2005), tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat ringan (mild reaction), tingkat sedang (severe reaction),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Kucing kampung (Felis domestica) termasuk dalam ordo karnivora (pemakan daging). Fowler (1993) mengklasifikasikan kucing kampung (Felis domestica) sebagai berikut: kingdom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI ABSTRAK KESESUAIAN PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA ERITROSIT FLOW CYTOMETER DENGAN GAMBARAN POPULASI ERITROSIT PADA PEMERIKSAAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI Vivin Maria, 2006, Pembimbing I : Penny Setyawati M,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian Darah Darah merupakan bagian penting dari system transport yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Prosentase ini pada pria lebih besar dibanding wanita

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indeks Eritrosit Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensio Plasenta 1. Definisi Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen aktif kala tiga. 1 2. Patologi Penyebab retensio plasenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting bagi dokter yang bertugas di laboratorium, dokter

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting bagi dokter yang bertugas di laboratorium, dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebutuhan dan kesediaan masyarakat luas untuk deteksi dini kesehatan di era modern sekarang ini semakin berkembang seiring majunya pemahaman bahwa tidak ada yang tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Donasi darah merupakan proses pengambilan darah. secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Donasi darah merupakan proses pengambilan darah secara sukarela dari seseorang kemudian darahnya akan disimpan di bank darah. Total darah yang dapat didonasikan tidak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

!"#!$%&"'$( )) Kata kunci: Differential counting, zona atas dan bawah

!#!$%&'$( )) Kata kunci: Differential counting, zona atas dan bawah DIFFERENTIAL COUNTING BERDASARKAN ZONA BACA ATAS DAN BAWAH PADA PREPARAT DARAH APUS Budi Santosa FakultasIlmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kedungmundu Raya no.18 Semarang,

Lebih terperinci

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA) ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA) Hana Setiawati Dhanisworo, 2006 Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr. Pembimbing II : Surjadi Kurniawan, dr., M. Kes Gejala anemia merupakan komplikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Taksonomi dan Biologi Luak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Luak atau Paradoxurus hemaphroditus yang berada di daerah pulau Jawa menurut Shiroff (2002) memiliki susunan taksonomi sebagai berikut: Kingdom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di era globalisasi menuntut penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin merupakan pigmen yang mengandung zat besi terdapat dalam sel darah merah dan berfungsi terutama dalam pengangkutan oksigen dari paru- paru

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi 2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eritropoiesis Eritrosit baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses eritropoiesis yang kompleks. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFU GEMM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui vena atau arteri yang mengangkat oksigen dan bahan makanan ke seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Haemoglobin 1. Definisi Haemoglobin Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan konjungsi protein, sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh :

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh : Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS Oleh : Nama : Sherly Febrianty Surya Nim : G111 16 016 Kelas : Biokimia Tanaman C Dosen Pembimbing : DR. Ir. Muh. Riadi, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUKAWARNA KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI WILAYAH BOJONEGARA BANDUNG Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiranbutiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kirakira 15gr setiap 100 ml

Lebih terperinci

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN Fakultas : Kedokteran Program Studi : Pendidikan Dokter Blok : Hematologi Bobot : 4 SKS Semester : II Standar Kompetensi : etiologi, patogenesis dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya Ilmu Bedah Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat pada eritrosit. Hemoglobin terdiri dari heme yang terdiri dari cincin porfirin sebagai pengikat oksigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah

Lebih terperinci

PAPER HEMATOLOGI MENGHITUNG JUMLAH ERITROSIT

PAPER HEMATOLOGI MENGHITUNG JUMLAH ERITROSIT PAPER HEMATOLOGI MENGHITUNG JUMLAH ERITROSIT OLEH: KELOMPOK I (GENAP) ANGGOTA: 1. NI NYOMAN MELINDAWATI (P07134013 002) 2. NI MADE INKI ARIANTI (P07134013 004) 3. NI KADEK SUCAHYANINGSIH (P07134013 006)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena

Lebih terperinci

GAMBARAN ANEMIA PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA TAHUN 2013 ABSTRACT

GAMBARAN ANEMIA PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA TAHUN 2013 ABSTRACT GAMBARAN ANEMIA PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA TAHUN 2013 Hieronymus Rayi Prasetya 1, Sistiyono 2, Maria Elisabeth Enjel Naur 3 1 STIKes Guna Bangsa Yogyakarta, 2 Poltekkes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia, berkaitan dengan 24,8% populasi dunia. Defisiensi besi adalah penyebab yang paling umum. Defisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Cancer Society (2014), Leukemia adalah jenis kanker yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Cancer Society (2014), Leukemia adalah jenis kanker yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut American Cancer Society (2014), Leukemia adalah jenis kanker yang berasal dari sel punca. Secara garis besar leukemia dibagi berdasarkan penyakit(klinis) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil analisis jumlah eritrosit darah. Berdasarkan analisis stastik jumlah eritrosit hasil perlakuan adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

PENGARUH AIR KELAPA MUDA (Cocos nucifera L.) VARIETAS MACROCORPU TERHADAP KONDISI HEMATOLOGI MENCIT (Mus musculus) GALUR BALB C

PENGARUH AIR KELAPA MUDA (Cocos nucifera L.) VARIETAS MACROCORPU TERHADAP KONDISI HEMATOLOGI MENCIT (Mus musculus) GALUR BALB C PENGARUH AIR KELAPA MUDA (Cocos nucifera L.) VARIETAS MACROCORPU TERHADAP KONDISI HEMATOLOGI MENCIT (Mus musculus) GALUR BALB C Yunita D. Safitri *, Umie Lestari 2, Nuning Wulandari 2 1) Program Studi

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan organ khusus yang berbentuk cair yang berbeda dengan organ lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin,

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi meliputi kadar hemoglobin, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang dalam mendiagnosis suatu penyakit. Salah satu pelayanan laboratorium adalah pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang digunakan secara luas pada praktek klinis sehari-hari. Rentang referensi hematologi yang sesuai sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proposal Anemia merupakan masalah kesehatan yang sangat sering ditemukan di klinik di seluruh dunia, disamping masalah kesehatan utama masyarakat, terutama dinegara

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 3 Waktu : 50 menit Pokok Bahasan : 1. Evaluasi Eritrosit dan Interpretasinya (Lanjutan) Subpokok Bahasan : a. Fase fase proses pembentukan eritrosit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik adalah golongan unggas air dan itik merupakan hewan homoiterm yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke dalam hewan berdarah panas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Serum Transferrin receptor (stfr) Transferrin receptor merupakan transmembran homodimer yang terdiri dari dua monomer yang identik, berat molekul sekitar 90 kda, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci