BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
|
|
- Sukarno Susanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong, yang akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Pada pertengahan abad XVI, kekurangan zat besi digambarkan sebagai penyakit yang dikenal sebagai Klorosis. (26,27) Orang yang pertama sekali memakai istilah Klorosis adalah Verandeus untuk menggantikan nama de morbo vergineo yang dikemukan oleh Johannes Lange pada tahun 1554 untuk suatu penyakit dengan gejala-gejala muka pucat kehijauan, palpitasi, edem, sakit sendi, dan gangguan gastrointestinal berupa obstipasi, serta nyeri tekan pada epigastrium. Klorosis merupakan suatu anemia kekurangan zat besi yang dijumpai pada gadis-gadis berumur tahun dan ibu-ibu muda. (26,27) Gambaran klinis dari penyakit tersebut ialah muka pucat warna kuning kehijauan sebagai akibat dari kadar zat besi dalam darah yang tidak adekuat, disamping adanya kebutuhan zat besi yang meningkat untuk pertumbuhan dan karena haid. ( 11,27 ) Anemia defisiensi besi ialah anemia yang secara primer disebabkan oleh kekurangan zat besi dengan gambaran darah yang beralih secara
2 progresif dari normositer normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan memberi respon terhadap pengobatan dengan senyawa besi (WHO). (21,22) Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin atau hematokrit kurang dari batas normal sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa). Akibatnya, berkurangnya kemampuan menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal. Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. (22,31,32) (28,29,30) 2.2. EPIDEMIOLOGI Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang 9% remaja wanita kekurangan besi. sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. (22,28)
3 Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di indonesia adalah 55,5%. (20,23) Pada tahun 2002 prevalensi anemia pada usia 4-5 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa 37% bayi memiliki kadar Hb di bawah 10gr/dl sedangkan untuk kadar Hb di bawah 11gr/dl mencapai angka 71%. (21) Pauline di Jakarta juga menambahkan selama kurun waktu tercatat sekitar 2 juta ibu hamil menderita anemia gizi dan 8,1 juta anak menderita anemia. (22) Selain itu data menunjukkan bahwa bayi dari ibu anemia dengan berat bayi normal memiliki kecendrungan hampir 2 kali lipat menjadi anemia dibandingkan bayi dengan berat lahir normal dari ibu yang tidak menderita anemia. Berdasarkan data prevalensi anemia defisiensi gizi pada ibu hamil di 27 provinsi di Indonesia tahun 1992, Sumatera Barat memiliki prevalensi terbesar (82,6%) dibandingkan propinsi lain di Indonnesia. (22,23) 2.3. ETIOLOGI Pada bayi dan anak anemia defisiensi besi disebabkan oleh faktor nutrisi, dimana intake makanan yang mengandung besi heme kurang, seperti daging sapi, ayam, ikan, telur sebagai protein hewani yang mudah diserap. Serta kurangnya intake besi non heme seperti sereal, gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah, beras putih, kismis, tahu, sayuran,
4 kacang-kacangan, buah-buahan (kurma, apel, jambu, alpukat, nangka, salak). Selain itu anak terkadang sering mengkonsumsi makanan yang menghambat absorpsi besi seperti polifenol, kalsium dan protein kedelai. (33,34) Penyebab utama anemia defisiensi pada anak di negara berkembang adalah infeksi cacing. Setiap cacing dapat mengakibatkan perdarahan kronis dan dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. (21,35) Infestasi cacing tambang dapat mengisap darah sebanyak 0,03 ml/hari/ekor (Necator Americanus) dan 0,15 ml/hari /ekor (Ancilostonum duodenaltinale). Jumlah kehilangan darah pada gangguan ringan diperkirakan kurang lebih 2-3 ml/hari, sedangkan pada gangguan berat dapat sampai 100ml/hari. (21,35) Pemakaian obat-obatan yang dapat mengganggu agregasi trombosit, misalnya aspirin dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang akan berakhir menjadi anemia defisiensi besi. (21) Penyebab lain perdarahan gastrointestinal dan malaria terutama di daerah endemik. Pada masa pubertas terutama perempuan perdarahan karena haid yang berlebihan (>80 ml/hari) dapat juga menyebabkan anemia defisiensi besi. Beberapa keadaan yang mengakibatkan gangguan fungsi maupun perubahan anatomi saluran pencernaan menyebabkan malabsorbsi besi seperti malnutrisi energi protein, infeksi usus, pasca bedah usus. ( 21,,23) (21,35) Pertumbuhan yang sangat cepat disertai dengan penambahan volume darah yang banyak akan meningkatkan kebutuhan akan besi. Pada akhir tahun pertama berat badan anak mencapai 3 kali berat badan lahir.
5 Pertumbuhan yang pesat dijumpai juga pada bayi lahir prematur dan pada masa pubertas. (28,36) Berdasarkan keterangan di atas, anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. (21,28) 2.4. PATOFISIOLOGI Pembentukan Hemoglobin Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang), sumsum tulang memproduksi 500x109 sel dalam 24 jam. Hb merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. (37,38) Molekul Hb terdiri dari 1.globin, 2. protoporfirin dan 3. besi (Fe). Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar mitokondria. Besi didapat dari transferin. Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. (40,41) (37,39) Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan
6 terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh 1. kurang gizi, 2. gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung), 3. kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan dalam masa pertumbuhan anak). Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe. (37,38) (21,37,42) Metabolisme Besi Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin merupakan suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam beberapa tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. (38) Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah yang berikatan dengan protein, disebut transferin. Selanjutnya transferin ini dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. (38,43)
7 Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi. (43,44) Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis. (38,43) Kebutuhan rata-rata zat besi per hari : (45) bulan 3 mg bulan 5mg tahun 8 mg tahun 9 mg tahun 10 mg tahun pria : 14 mg wanita : 14 mg tahun 17 mg 19 mg tahun 23 mg 25 mg
8 - hamil : + 20 mg - menyusui : 0-12 bulan + 2 mg Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400mg yang terbagi sebagai berikut : - massa eritrosit 60% - feritin dan hemosiderin 30% - mioglobin 5-10% - hemenzim 1% - besi plasma 0,1% Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah : - bayi 0,3-0,4 mg/hari - anak 4-12 tahun 0,4-1mg/ hari - wanita hamil 2,7 mg/hari Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya, karena besi dipergunakan untuk pertumbuhan. (38) (38) 2.5. Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu: (37,46)
9 Tahap pertama Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal. Tahap kedua Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang lebih lanjut.
10 Tabel 1. Tahapan kekurangan besi (28 ) Hemoglobin Tahap I (Normal) Tahap II (sedikit menurun) Tahap III (menurun jelas) Mikrositik hipokrom Cadangan besi (mg) < Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40 TIBC (ug/dl) >390 >410 Saturasi transferin (%) Feritin serum (ug/dl) <15 <10 <20 <12 <12 Sideroblas (%) <10 <10 FEP (ug/dl eritrosit) >30 >100 >200 MCV Normal Normal Menurun
11 2.6. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis ADB sering terjadi perlaban dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik. (21,28) Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti: (21,47,48) Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, postcricoid oesophageal webs dan perubahan mukosa lambung dan usus halus. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan S. aureus menurun. Gejala iritabel berupa berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian terhadap sekitar tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat besi beberapa hari.
12 Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa pika yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa kurang nyaman di mulut yang disebabkan enzim sitokrom oksidase yang mengandung besi berkurang. (11,26 ) 2.7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, feritin). (28,35) Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen). (21,49) Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infeksi cacing sering ditemukan eosinofilia. Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada penderita dengan perdarahan yang masif.
13 Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositopenia 28%. (31,35) Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun yang terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/tibc x 100%, merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. (28,31) SI (7%) dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya. Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan inflamasi dan keganasan. Titik pemilah ( cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12 µg/l, tetapi ada juga yang memakai < 15 µg/l. untuk daerah tropik dimana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu dikoreksi. (28,31) Pada suatu penelitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali pemakaian feritin seum <12 µg/l dan < 20 µg/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum <40 µg/l, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). (31)
14 Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum <20 µg/l sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan µg/l masih dapat menunjukan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemriksaan laboratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun dilapangan karena cukup reliabel dan praktis. Angka feritin serum normal dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100 µg/l dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi. (28,31) Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin didalam sel. (28,35) Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif. Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum. Pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue. (28,35)
15 2.8. DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. (33) Titik pemilah anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. (33) Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Feritin serum merupakan indikator yang terbaik untuk menilai interfensi besi dan deplesi besi. (33,34) WHO merekomendasikan konsentrasi konsentrasi feritin < 12 ug/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada anak-anak < 5 tahun, dan nilai < 15 ug/l mengindikasikan deplesi cadangan besi pada umur > 5 tahun. Tetapi feritin merupakan protein fase akut sehingga nilainya meningkat pada keadaan inflamasi. Pengukuran protein fase akut yang berbeda dapat membantu menginterpretasi nilai serum feritin, jika konsentrasi protein fase akut ini meningkat menandakan dijumpai inflamasi. (33,34) Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar di sirkulasi tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. (21,28,35)
16 Menurut WHO, dikatakan anemia bila: (2) Laki-laki dewasa Perempuan dewasa tidak hamil Perempuan hamil Anak umur 6-12 tahun Anak umur 6 bulan-6 tahun hemoglobin < 13 g/dl hemoglobin < 12 g/dl hemoglobin < 11 g/dl hemoglobin < 12 g/dl hemoglobin < 11 g/dl 2.9. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom mikrositik lain (Tabel 3). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. (28,50) Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat memperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya < menunjukkan talasemia minor sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor
17 terutama β thalassemia didapatkan basophilic stippling, dapat diseratai peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2. (21,36) Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin noral atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB. (31,36) Table 2 : Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB (31) Pemeriksaan Anemia Thalasemia Anemia Laboratorium defisiensi Besi Minor Penyakit Kronis MCV Menurun Menurun N/Menurun Fe serum Menurun Normal Menurun TIBC Naik Normal Menurun Saturasi transferin Menurun Normal Menurun FEP Naik Normal Naik Feritin serum Menurun Normal Menurun
18 Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. (22) Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa. (21,36) PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan. (21,28)
19 Pemberian preparat besi Pemberian preparat besi peroral Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). (21,28) Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi/ kgbb/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. (28) Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini. (35,36)
20 Preparat terapi besi per oral : (21) - Fe sulfat (20 % Fe) - Fe fumarat (33 % Fe) - Fe succinate (12 % Fe) - Fe gluconate (12 % Fe) Respons terhadap pemberian besi pada ADB Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara dapat dihindari dengan meletakkan larutan tersebut ke bagian belakang lidah dengan cara tetesan. (24,35) Tabel 3 : Respons pemberian besi Waktu setelah Pemberian besi Respons Penggantian enzim besi intraselular, jam keluhan subjektif berkurang, nafsu makan bertambah jam jam Respons awal dari sumsum tulang hiperplasia eritroid Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7
21 Pemberian preparat besi parenteral Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan: (24,35) Dosis besi (mg) BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2, Hemoglobin A2 Hemoglobin normal diluar periode neonatal adalah hemoglobin A dan dua hemoglobin kecil, yaitu; hemglobin A2 dan hemoglobin F. Pada orang dewasa, Hemoblobin A2 (HbA2) sekitar 1,5-3,5% hemoglobin total. Persentase tersebut jauh lebih rendah saat lahir sekitar 0,2-0,3%, dengan kenaikan tingkat dewasa pada 2 tahun pertama kehidupan, tetapi ada kenaikan yang lambat pada umur tiga tahun. Pada dewasa normal HbA2 menunjukan distribusi yang normal. Pengurangan sintesis HbA2 dianggap sebagai gangguan yang diperoleh, yaitu sebagai akibat dari kekurangan zat besi atau terganggunya pengiriman zat besi untuk mengembangkan sel-sel eritroid. (5,6)
BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
Lebih terperinciCurriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan
Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari
Lebih terperinciABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya
ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB
Lebih terperinciAnemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya
Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam
Lebih terperinciMAKALAH GIZI ZAT BESI
MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah merah atau kadar hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dibandingkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Defisiensi Besi 1. Definisi Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan volume sel darah merah atau kadar hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dibandingkan dengan angka
Lebih terperinciMetabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin
Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan
Lebih terperinciDIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI LABORATORIC DIAGNOSIS OF IRON DEFICIENCY ANEMIA
DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI 1 Dina Sophia Margina, 2 Sianny Herawati, 2 I W P Sutirta Yasa 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Patologi Klinik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi
Lebih terperinciCLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI
CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk
Lebih terperinciSatuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia
Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia A. Topik : Sistem Hematologi B. Sub Topik : Anemia C. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Umum : Setelah penyuluhan peserta diharapkan dapat mengtahui cara mengatasi terjadinya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju dan negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat namun juga segi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman M.tuberculosis dengan droplet nuclei akan terhirup dan mencapai alveolus akibat ukurannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global pada negara maju maupun negara yang sedang berkembang serta berdampak pada kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Anemia Defisiensi Besi 1.1.1 Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Penyakit Kronis Anemia dijumpai pada sebagian besar pasien dengan PGK. Penyebab utama adalah berkurangnya produksi eritropoetin (Buttarello et al. 2010). Namun anemia
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman
39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman
Lebih terperinciRuswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes
ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Haemoglobin 1. Definisi Haemoglobin Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan konjungsi protein, sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoporphyrin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
Lebih terperinci2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi
2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI
HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e
BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Defenisi motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti menggerakan (Winardi, 2007). Swanburg 2002 mendefenisikan motivasi sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Besi 2.1.1. Fungsi Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang ditimbulkan cukup serius dengan spektrum
Lebih terperinciGDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :
Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1.Perumusan masalah Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada perawatan pasien di rumah sakit. Banyak orang mendonorkan darahnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anemia Defisiensi Besi a. Definisi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (
Lebih terperincimembutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami
PENDAHULUAN Latar belakang Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan berpengaruh pada ketahanan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ASUPAN
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN Fe DENGAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DENGAN BERAT BADAN BAWAH GARIS KUNING MENURUT KMS DI KELURAHAN SEMANGGI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : LAILA MUSFIROH
Lebih terperinciIndek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)
Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Metabolisme Besi 2.1.1. Komposisi Besi dalam Tubuh Besi merupakan mineral penting bagi semua sel tubuh manusia. Kemampuan besi untuk berubah pada reaksi oksidasi stabil,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan ibu terhadap zat besi mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang sedang tumbuh
Lebih terperinciVITAMIN LARUT DALAM AIR. Oleh dr. Sri Utami B.R. MS
VITAMIN LARUT DALAM AIR Oleh dr. Sri Utami B.R. MS Vitamin B (vitamin B kompleks) Larut dalam air Terdapat pada, ragi, biji-bijian, nasi, sayuran, ikan, daging Diperlukan sebagai ko-enzym dalam metabolisme
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Jarak Kehamilan Pengertian jarak kehamilan a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil analisis jumlah eritrosit darah. Berdasarkan analisis stastik jumlah eritrosit hasil perlakuan adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang
Lebih terperinciTHALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010
THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi
Lebih terperinciKehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.
Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa
Lebih terperinciMata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi; Anemia
Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan berkaitan erat dengan mewujudkan kesehatan anak sejak dini, sejak masih dalam kandungan. Untuk itulah upaya kesehatan ibu sebaiknya dipersiapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa
Lebih terperinciSesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment)
158 Anemia Nutrisi Waktu Pencapaian kompetensi Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia
4 TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Kehamilan merupakan hal yang diharapkan oleh setiap calon ibu. Namun pada kenyataannya ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang paling rawan terhadap
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Lebih terperinciThalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N
Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina
Lebih terperinciT E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I
Lebih terperinciMasa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
Lebih terperinci