BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dilihat dari nilai IC 50 THPGV-0, PGV-0, dan vitamin E secara berurutan yaitu 29,19 ; 64,56 ; 47,87 µm (Ritmaleni dan Simbara, 2010). THPGV-0 menjadi pilihan sebagai antioksidan karena aktivitas antioksidan yang lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap radikal bebas (Simbara, 2009). Keberadaan gugus fenolik pada THPGV-0 menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat. Penangkapan radikal bebas dilakukan oleh radikal fenoksi dimana radikal H akan menangkap radikal bebas sehingga terjadi stress oksidatif (Dundar dan Aslan, 2000). THPGV-0 memiliki sifat semi polar serta berat molekul yang rendah (356 g/mol), sehingga sesuai untuk penghantaran secara topikal karena suatu zat dapat digunakan secara topikal apabila memiliki berat molekul dibawah 500 g/mol. Berat molekul yang kecil masih memungkinkan untuk suatu zat masuk menembus lapisan kulit dan dapat beraktivitas di jaringan yang dituju, sedangkan berat molekul yang besar akan susah untuk menembus lapisan kulit. Pada penelitian ini, THPGV-0 diformulasikan dalam bentuk krim dengan mempertimbangkan faktor kenyamanan terhadap pengguna yaitu tidak berminyak dan penetrasi zat yang cepat ke dalam kulit. 1

2 2 Krim merupakan suatu sediaan yang mengandung dua fase tidak saling campur yaitu minyak dan air (Nairn, 2000). Dalam pencampurannya dibutuhkan suatu pengemulsi agar dihasilkan suatu sediaan yang homogen dan stabil hingga sediaan tersebut tidak digunakan oleh konsumen (Lachman dkk., 1994). Krim dipilih sebagai penghantar THPGV-0 karena sifatnya yang semi polar sehingga dapat larut pada fase minyak. Fase air sebagai medium dispers membantu dalam mendorong senyawa THPGV-0 agar mampu berpenetrasi ke dalam kulit. Pemilihan tipe krim minyak dalam air (m/a) terkait dengan kenyamanan pengguna karena sifatnya mudah menyebar pada permukaan kulit, tidak lengket, tidak kasar, mudah dicuci, dan dapat mengabsorpsi air. Konsistensi merupakan faktor penting pada penampilan suatu sediaan krim. Konsistensi berhubungan terhadap kemudahan penggunaan suatu sediaan, kemudahan krim pada saat diambil dari wadah, serta kemudahan pengaplikasian pada kulit (Sinko, 2006). Konsistensi krim yang terlalu kental akan berdampak pada ketidaknyamanan saat digunakan, sedangkan konsistensi krim yang terlalu encer berpengaruh terhadap efektivitas obat kurang optimal dikarenakan daya lekat krim yang terlalu cepat (Allen, 2002). Pada penelitian ini, asam stearat dan setil alkohol digunakan sebagai thickening agent. Asam stearat fungsinya sebagai thickening agent dengan meningkatkan konsistensi sediaan krim hingga mencapai konsistensi tertentu (Allen, 2005). Setil alkohol sebagai thickening agent mampu meningkatkan viskositas sehingga krim dapat melekat pada kulit lebih lama dan efektivitas obat

3 3 menjadi lebih maksimal (Unvala, 2005). Viskositas memiliki peranan penting dalam kestabilan sifat fisik sedian krim karena viskosistas yang stabil maka umur sediaan menjadi lebih lama, kenyamanan pada saat digunakan dan efektivitas obat yang maksimal dapat tercapai (Lachman dkk., 1994). Berdasarkan uraian diatas, dilakukan optimasi asam stearat 3-5% dan setil alkohol 2-4% menggunakan metode Simplex Lattice Design untuk mengetahui komposisi asam stearat dan setil alkohol sebagai thickening agent pada formula krim THPGV-0. Metode ini dipilih karena memiliki kelebihan yaitu praktis, cepat, validitas dapat diketahui dengan melakukan verifikasi pada formula yang memiliki respon paling optimum (Armstrong dan James, 1996). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah komposisi asam stearat dan setil alkohol sebagai thickening agent dalam formula krim THPGV-0 dengan sifat fisik optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design? 2. Bagaimanakah sifat fisik formula optimum krim THPGV-0 selama 4 minggu penyimpanan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui komposisi asam stearat dan setil alkohol sebagai thickening agent dalam formula krim THPGV-0 untuk menghasilkan sifat fisik optimum. 2. Untuk mengetahui sifat fisik formula optimum krim THPGV-0 selama 4 minggu penyimpanan.

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formula optimum krim THPGV-0 menggunakan kombinasi asam stearat dan setil alkohol sebagai thickening agent dalam menghasilkan sifat fisik optimum menggunakan metode Simplex Lattice Design. E. Tinjauan Pustaka 1. Tetrahidropentagamavunon-0 Senyawa kurkuminoid banyak ditemukan di dalam rhizoma temulawak dan kunyit. Temulawak dan kunyit memiliki salah satu senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai obat yaitu kurkumin. Kurkumin merupakan senyawa non toksik dan memiliki bioavalibilitas yang rendah sehingga kadar kurkumin dalam darah rendah dan aktivitas biologis hilang dalam tubuh (Majeed dkk., 1995). Kurkumin secara in vivo mengalami metabolisme yang menghasilkan metabolit aktif berupa dihidrokurkumin dan tetrahidrokurkumin befungsi dalam memediasi aktivitas antioksidan (Majeed dkk., 1995). Tetrahidrokurkumin memiliki aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan kurkumin secara in vitro (Sugiyama dkk., 1996). Tetrahidrokurkumin di dalam tubuh menghasilkan metabolit aktif berupa THPGV-0. THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E ditunjukkan dari nilai IC 50 THPGV-0, PGV-0, dan vitamin E secara berurutan yaitu 29,19 ; 64,56 ; 47,87 µm

5 5 (Ritmaleni dan Simbara, 2010). Nilai IC 50 menunjukkan konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal bebas sebesar 50% (Swastika dkk., 2013). Nilai antioksidan berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan, semakin kecil nilai IC 50 maka aktivitas antioksidan semakin poten (Simbara, 2009). Aktivitas antioksidan dapat pula ditunjukkan dari gugus fenolik yang berada pada senyawa kurkumin beserta analognya (Venkatessan dkk., 2000). Gugus fenolik terdiri dari cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksi. Pada umumnya disebut sebagai radikal fenoksi yang bersifat oksidatif, sehingga pada saat ada radikal bebas mendekat maka radikal H akan segera menangkap radikal bebas dan terjadi stress oksidatif (Dundar dan Aslan, 2000). Aktivitas antioksidan diperkuat dengan adanya gugus metoksi yang berperan sebagai pendonor elektron. Kemampuan mendonorkan elektron berpengaruh terhadap semakin banyak radikal bebas yang dapat ditangkap oleh senyawa kurkumin dan analognya (Majeed dkk., 1995). 2. Krim Krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Allen, 2002). Krim mengandung air tidak kurang dari 60% dan ditujukan untuk penggunaan topikal (Hidayatu dan Karim, 2013). Krim adalah tipe emulsi yang mengandung dua cairan yang tidak dapat saling campur, seperti air dan minyak, yang akan bercampur menjadi

6 6 satu campuran yang homogen dengan salah satu cairan menjadi fase dispersi dan cairan tersebut terdispersi dalam medium dispersi (Mitsui, 1997). Emulsi memerlukan lebih dari 1 zat pengemulsi yang bertujuan untuk menstabilkan emulsi agar tidak terjadi coalesence dan cairan terpisah. Zat pengemulsi menciptakan kestabilan maksimum yang ditandai dengan terbentuknya lapisan tipis yang kompleks pada antar muka (Lachman dkk., 1994). Pemilihan emulsi untuk penggunaan secara topikal berdasarkan kemudahan untuk dicuci, memiliki derajat elegansi tertentu, dan dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan derajat kekasaran pada pembuatan formulasi (Lachman dkk., 1994). Emulsi terbentuk dengan adanya bantuan energi dari luar seperti alat pengendap, vibrasi ultrasonic, atau suhu panas yang membantu dalam pemecahan ikatan antar molekul suatu cairan, sehingga akan meningkatkan lapisan permukaan pada fase internal (Allen, 2002). Pembuatan emulsi dapat melalui dua cara yaitu kondensasi atau dispersi. Pada umumnya pembuatan emulsi menggunakan metode dispersi (Mitsui, 1997). Krim pada umumnya digunakan untuk pemakaian luar, minyak dalam air (m/a), atau kosmetik. Krim sering digunakan sebagai pelembab atau penghilang luka karena mengandung efek sebagai pengering pada

7 7 luka (Allen, 2002). Krim dapat berfungsi sebagai pelindung kulit yang baik, pelembut kulit, dan bahan pembawa obat untuk kulit. Krim memiliki dua tipe antara lain minyak dalam air (m/a) dan air dalam minyak (a/m). Masing masing krim tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Krim tipe minyak dalam air (m/a) sering digunakan sebagai vanishing cream atau sediaan kosmetik dikarenakan sifatnya yang lunak sehingga mudah menyebar rata di permukaan kulit, mudah dicuci dengan air, tidak lengket karena kandungan minyak yang lebih sedikit dibandingkan kandungan air, tidak menyebabkan kulit berminyak, dan tidak menyumbat pori-pori (Mollet dan Grubenmann, 2001). Krim tipe m/a jika digunakan pada kulit maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit (Hidayatu dan Karim, 2013). Krim tipe air dalam minyak (a/m) digunakan sebagai cold cream karena memberikan efek dingin dan dapat memperlambat penguapan air. Krim tipe a/m memiliki sifat antara lain mudah kering dan rusak yang dapat disebabkan oleh perubahan suhu maupun komposisi, mudah lengket karena kandungan minyak yang lebih besar dibandingkan kandungan air, mudah pecah, susah dicuci dengan air, tidak mengabsorpsi air (Mollet dan Grubenmann, 2001). Syarat krim yang baik yaitu stabil secara fisika. Hal yang mempengaruhi kestabilan suatu emulsi antara lain umur sediaan, suhu, kondisi pada saat pengocokan dan sentrifugasi (Lachman dkk., 1994).

8 8 Krim tidak stabil secara fisika maka emulsi akan kembali menjadi 2 fase yang terpisah. Emulsi tidak stabil secara fisika jika fase dispers selama pendiaman membentuk agregat yang akan naik ke permukaan atau turun ke dasar, sehingga akan terbentuk lapisan pekat dari fase dispers (Ansel, 2010). Gejala ketidakstabilan krim dapat digolongkan sebagai berikut : a. Creaming Creaming terjadi ketika tetesan-tetesan fase dispers memisah karena gravitasi yang kemudian membentuk dua lapisan. Tetesan dalam bentuk tunggal sehingga belum menyebabkan emulsi pecah. Emulsi pada keadaan tersebut dapat didispersi kembali melalui penggojogan perlahan. Lapisan pertama terdiri dari tetesan fase dispers yang lebih banyak dari lapisan emulsi, sedangkan lapisan kedua terdiri dari sisa tetesan lainnya. Creaming terjadi pada sediaan semipadat fase m/a dengan fenomena sedimentasi karena fase dispers besar sehingga kerapatan lebih besar daripada medium dispers (Eccleston, 2000). b. Cracking Cracking terjadi ketika penggabungan tetesan-tetesan fase dispers dan pemisahan menjadi satu lapisan. Cracking memiliki sifat irreversible karena lapisan pelindung pada struktur tetesan fase dispers tidak ada lagi. Pada kejadian ini dibutuhkan emulgator tambahan dan pemrosesan dengan alat yang sesuai untuk produksi emulsi kembali (Allen dkk., 2005).

9 9 c. Flokulasi Flokulasi terjadi sebelum, selama, dan sesudah pembentukan krim. Flokulasi sebagai agregasi reversible dari tetesan fase dispers dan dipengaruhi oleh muatan pada permukaan bulatan yang teremulsi. Flokulasi dari tetesan emulsi dapat terjadi hanya bila pembatas mekanik cukup untuk mencegah menggumpalnya tetesan. Viskositas bergantung pada flokulasi yang menahan gerakan partikel-partikel dan menghasilkan jaringan yang agak kaku (Lachman dkk., 1994). d. Inversi Inversi terjadi dengan berubahnya tipe emulsi minyak dalam air (m/a) menjadi air dalam minyak (a/m) atau sebaliknya. Formulasi suatu sediaan krim dengan tipe emulsi secara umum meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Komponen minyak (susah larut dalam air) dilelehkan di atas penangas air pada suhu C. Larutan berair (mudah larut dalam air) dipanaskan pada suhu C. Larutan berair secara perlahan ditambahkan ke dalam komponen minyak yang telah dilelehkan dengan pengadukan konstan menggunakan pengaduk mekanik. Suhu dipertahankan selama 5-10 menit untuk menjaga kristalisasi dari lilin, kemudian campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan secara terus-menerus hingga mengental (Ansel, 2010). Quality control (QC) merupakan faktor penting dalam suatu produksi obat karena erat kaitannya dengan kualitas produk. Produk

10 10 dinyatakan berkualitas apabila memenuhi persyaratan yang diterapkan. Quality control suatu sediaan yang berbentuk emulsi meliputi penampilan (bau dan warna), assay, degradasi produk, ph, viskositas, microbial limits, kandungan pengawet, dan ukuran partikel (Niazi, 2004). Pada penelitian dilakukan kontrol kualitas meliputi organoleptis (bau, bentuk, dan warna), viskositas, ph, daya sebar, dan daya lekat. Kontrol organoleptis untuk mengetahui kondisi sediaan krim secara visual, kontrol viskositas untuk mengetahui kemampuan suatu sediaan mengalir dari wadah, kontrol ph untuk mengetahui kesesuaian dengan ph kulit erat kaitannya dengan iritasi pada kulit, kontrol daya sebar untuk mengetahui kemampuran penyebaran krim pada kulit agar obat dapat terdistribusi merata, dan kontrol daya lekat untuk mengetahui efektivitas obat. 3. Monografi Bahan a. Tetrahidropentagamavunon-0 THPGV-0 merupakan metabolit aktif dari senyawa tetrahidrokurkumin (THC) dengan rumus empirik C 12 H 24 O 5 dan berat molekul 356 g/mol. THPGV-0 berbentuk serbuk putih, larut dalam etanol pada suhu 25 C dan tidak larut dalam air, serta memiliki rentang titik lebur 122,2-123,4 C (Simbara, 2009). THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dilihat dari nilai IC 50 secara berurutan yaitu THPGV-0, PGV-0, dan vitamin E yaitu 29,19 ; 64,56 ; 47,87 µm (Ritmaleni dan Simbara, 2010).

11 11 H 3 CO O OCH 3 HO OH Gambar 1. Struktur Tetrahidropentagamavunon-0 (Ritmaleni dan Simbara, 2010) b. Asam stearat Asam stearat merupakan asam lemak jenuh yang diperoleh dari lemak hewani dan minyak yang dimasak (Kodeks Kosmetika Indonesia, 1993). Asam stearat memiliki rumus empirik C 18 H 36 O 2 dan berat molekul 284,47 g/mol. Asam stearat berbentuk serbuk putih keras, putih atau kuning pucat, agak mengkilap, kristal padat atau putih atau kekuningan, sedikit berbau, dan mirip lemak lilin. Asam stearat memiliki titik leleh C. Asam stearat larut dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform, eter, etanol 95%, heksan, propilen glikol, serta tidak larut dalam air. Dalam sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai emulsifying agent, solubilizing agent, peningkat stabilitas, dan thickening agent. Pada sediaan krim, asam stearat digunakan pada konsentrasi 1-20%. Asam stearat dinetralkan menggunakan agen pembasa atau trietanolamin agar tidak mengiritasi kulit sehingga dapat digunakan dalam preparasi sediaan krim (Allen, 2005). O OH Gambar 2. Struktur Asam stearat (Allen, 2005)

12 12 c. Setil alkohol Setil alkohol memiliki rumus empirik C 16 H 34 O dengan berat molekul 242,44 g/mol. Setil alkohol memiliki karakteristik berupa serpihan putih, licin, granul atau kubus putih, bau khas lemah, rasa lemah. Setil alkohol memiliki titik leleh C, larut dalam etanol 95% dan eter serta kelarutannya dapat meningkatkan suhu, tidak larut dalam air. Penggunaan setil alkohol pada sediaan farmasi sangat luas, yaitu sebagai coating agent, emulsifying agent (2-5%), stiffening agent (2-10%), emolient (2-5%), water absorption (5%). Pada sediaan krim, setil alkohol digunakan sebagai emolien dan pengemulsi pada rentang 2-5% karena dapat meningkatkan stabilitas, konsistensi, dan memperbaiki tekstur dari krim. Setil alkohol stabil pada suasana asam, basa, cahaya, dan udara. Setil alkohol tidak stabil dengan adanya agen pengoksidasi yang kuat (Fronzi dan Sarsfield, 2005). OH Gambar 3. Struktur Setil alkohol (Fronzi dan Sarsfield, 2005) d. Vaselinum album Vaselinum album merupakan campuran hidrokarbon setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi dan telah diputihkan. Vaselinum album memiliki bentuk massa lunak, bening, lengket, putih pada kondisi penyimpanan dan setelah

13 13 dilebur serta dibiarkan dingin tanpa diaduk. Vaselinum album tidak larut dalam air dan etanol 95%, larut dalam eter P, kloroform P, dan eter minyak tanah P (Depkes, 2014). Vaselinum album memiliki daya lekat yang tinggi sehingga sering digunakan pada sediaan krim dan lotio (Mitsui, 1997). Fungsi vaselinum album sebagai emolient dan basis pada sediaan krim maupun salep (Kibbe, 2005). e. Parafin cair Parafin cair memiliki nama lain diantaranya liquid petrolatum, paraffin oil, dan lain-lain (Owen, 2005). Parafin cair adalah campuran hidrokarbon cair yang diperoleh dari minyak tanah dan dapat mengandung stabilisator yang cocok (Kodeks Kosmetika Indonesia, 1993). Parafin cair memiliki karakteristik transparan, tidak berwarna, cairan berminyak yang kental tanpa fluoresensi pada cahaya, tidak berasa, dan tidak berbau ketika dingin, berbau minyak ketika dipanaskan. Parafin cair praktis tidak larut dalam etanol 95%, gliserin, dan air, larut dalam aseton, benzena, kloroform, karbon disulfida, eter, dan petrolatum eter. Parafin cair memiliki fungsi antara lain sebagai emolient, pelarut, dan pembawa minyak. Pada penggunaan secara topikal sering digunakan sebagai emolient untuk sediaan emulsi (1-32%), lotions (1-20%), dan salep (0,1-95%) (Owen, 2005).

14 14 f. Propilen glikol Propilen glikol dengan struktur empirik C 3 H 8 O 2 memiliki berat molekul 76,09 g/mol. Propilen glikol memiliki karakteristik berupa cairan bening, tidak berwarna, kental, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Propilen glikol memiliki sifat higroskopis sehingga perlu dikemas dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, tempat sejuk, dan kering. Penggunaan propilen glikol pada umumnya sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humectant, plasticizer, penstabil, dan pelarut. Propilen glikol pada penggunaannya sebagai humectant pada rentang antara 10-20%. Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin, dan air serta tidak larut dalam minyak. Pada penggunaan secara topikal, propilen glikol memiliki sifat iritasi yang minimal yaitu kurang dari 10% meskipun lebih mengiritasi daripada gliserin (Owen dan Weller, 2005). OH OH H 3 C Gambar 4. Struktur Propilen glikol (Owen dan Weller, 2005) g. Xanthan gum Xanthan gum adalah gum alami yang merupakan hasil dari fermentasi glukosa dengan Xanthomones campestris. Xanthan gum merupakan polisakarida yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, dan D-asam glukoronat (Kodeks Kosmetika Indonesia, 1993).

15 15 Xanthan gum memiliki fungsi sebagai stabilizing agent, peningkat viskositas, thickening agent, dan emulsifying agent. Xanthan gum memiliki karakteristik larut dalam air hangat maupun dingin serta stabil pada ph Xanthan gum menghasilkan karakteristik stabil secara maksimum pada ph 4-10 dan suhu C (Singh, 2005). h. Trietanolamin Trietanolamin adalah campuran basa terdiri dari 2ʹ2ʹ2ʺnitrilotrietanol (CH 2 OHCH 2 ) 3 N bersama dengan 2,2- iminobisetanol dan sejumlah kecil 2-aminoetanol (Kodeks Kosmetika Indonesia, 1993). Trietanolamin dengan struktur empirik C 6 H 15 NO 3 dengan berat molekul 149,19 g/mol. Trietanolamin memiliki karakteristik berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amonia, dan higroskopik. Trietanolamin memiliki fungsi sebagai agen pengemulsi dan pembasa. Trietanolamin akan membentuk garam yang larut dalam air dan memiliki karakteristik sabun dengan asam lemak yang lebih tinggi. Secara umum penggunaan trietanolamin pada sediaan topikal sebagai pembentuk emulsi. Penggunaan trietanolamin pada sediaan topikal memiliki rentang antara 2-4%. Penggunaan dibawah rentang akan mengakibatkan pemisahan pada fase air untuk sediaan semipadat. Trietanolamin di simpan pada wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, dan tempat

16 16 sejuk serta kering karena trietanolamin memiliki sifat pada saat terpapar cahaya atau udara dapat mengalami perubahan fisik menjadi berwarna coklat (Goskonda dan Lee, 2005). HO N OH i. Metil paraben OH Gambar 5. Struktur Trietanolamin (Goskonda dan Lee, 2005) Metil paraben (nipagin) dengan struktur empirik C 8 H 8 O 3 memiliki berat molekul 152,15 g/mol. Metil paraben memiliki karakteristik berbentuk kristal, tidak berwarna, dan tidak berbau. Fungsi utama dari metil paraben adalah pengawet, antimikroba pada sediaan kosmetika, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Metil paraben dalam penggunaannya dapat digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan anggota paraben lain maupun agen antimikroba. Sifatnya sebagai antimikroba pada spektrum luas dan pada ph dengan rentang besar. Efektifitas dari pengawet dapat ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol 2-5% atau menggunakan kombinasi dengan paraben lain seperti propil paraben dengan jumlah metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02%. Penggunaan metil paraben secara umum untuk sediaan topikal berada pada rentang 0,02-0,3%. Metil paraben pada sediaan semipadat seperti krim yang memiliki fase minyak dan fase air digunakan sebagai pengawet pada fase air dikarenakan sifat

17 17 metil paraben yang susah larut dalam minyak (Johnson dan Steer, 2005). O O CH3 OH Gambar 6. Struktur Metil paraben (Johnson dan Steer, 2005) j. Propil paraben Propil paraben (nipasol) dengan struktur empirik C 10 H 12 O 3 memiliki berat molekul 180,20 g/mol. Propil paraben memiliki karakteristik berwarna putih, kristal, dan tidak berbau. Penggunaan propil paraben pada umumnya sebagai pengawet, antimikroba pada sediaan kosmetika, produk makanan maupun formulasi farmasetika. Aktivitas propil paraben sebagai antimikroba spektrum luas dan efektif untuk ph dengan rentang yang besar. Propil paraben dalam penggunaannya sebagai pengawet memiliki rentang antara 0,01-0,6%. Penggunaan propil paraben sebagai pengawet pada formula farmasetika dapat dikombinasikan dengan metil paraben dengan jumlah propil paraben 0,02% dan metil paraben 0,1%. Pada sediaan krim yang memiliki fase minyak dan fase air menjadikan propil paraben sebagai pengawet pada fase minyak dikarenakan sifatnya yang mudah larut dalam minyak (Johnson dan Steer, 2005).

18 18 O O HO Gambar 7. Struktur Propil paraben (Johnson dan Steer, 2005) k. Akuades Akuades merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Akuades pada umumnya digunakan sebagai pelarut karena harganya relatif murah, tidak toksik, dan tidak mengiritasi pada penggunaan eksternal (Winfield dan Richards, 2004). 4. Simplex Lattice Design Optimasi merupakan metode untuk memperoleh interpretasi data secara matematis (Armstrong dan James, 1996). Kombinasi bahan dalam formulasi dibuat sedemikian rupa sehingga data eksperimen dapat digunakan untuk memprediksi respon dengan cara yang sederhana dan efisien (Bolton dan Bon, 2010). Simplex Lattice Design (SLD) merupakan metode paling sederhana yang digunakan untuk mengetahui suatu formula dengan berbagai komposisi bahan yang berbeda. Metode ini biasa digunakan untuk mengoptimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat, atau untuk mengoptimasi pelarut baik pada campuran biner atau lebih. Metode SLD dapat digunakan untuk memprediksi profil respon campuran bahan pada berbagai variasi komposisi bahan yang berbeda, dimana profil tersebut digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran bahan yang memberikan respon optimum (Bolton dan Bon, 2010).

19 19 Hasil penelitian digunakan untuk persamaan polinomial yang digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton dan Bon, 2010). Hubungan fungsional antara respon sebagai variabel tergantung dengan komposisi bahan sebagai variabel bebas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Y = β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 1.2 X (1) Keterangan : Y = respon X 1 dan X 2 = fraksi dari setiap komponen β 1 dan β 2 = koefisien regresi dari X 1 dan X 2 β 1. 2 = koefisien regresi dari X 1.2 Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang diinginkan. Apabila nilai X 1 ditemukan, maka nilai X 2 dapat dihitung. Penentuan formula optimum didapatkan dari respon total yang paling besar. Respon total dihitung dengan rumus : R total = R1 + R2 + R3 + Rn...(2) R1, R2, dan R3 merupakan respon dari masing-masing sifat fisik sediaan. Dari persamaan respon total tersebut akan diperoleh formula optimum. Verifikasi dilakukan pada formula yang memiliki respon paling optimum (Armstrong dan James, 1996).

20 20 F. Landasan Teori Asam stearat memiliki sifat sebagai thickening agent (Allen, 2005). Asam stearat dapat meningkatkan konsistensi krim sehingga viskositas krim yang dihasilkan tidak terlalu encer karena akan berpengaruh terhadap pengaplikasian pada kulit dan absorpsi obat yang kurang maksimal ke dalam kulit. Asam stearat pada rentang 3-5% mampu meningkatkan daya sebar (Dewi, 2012). Setil alkohol memiliki sifat sebagai thickening agent (Fronzi dan Sarsfield, 2005). Setil alkohol perannya sebagai thickening agent membantu dalam peningkatan konsistensi karena sifatnya sebagai bahan pengeras (Unvala, 2005). Setil alkohol pada rentang 2-4% mampu meningkatkan konsistensi krim (Dewi, 2012). Asam stearat dan setil alkohol pernah digunakan oleh Dini dan Anita (2015) untuk menghasilkan sediaan skin cream yang baik secara fisik pada perbandingan konsentrasi asam stearat dan setil alkohol yaitu 3:7, 4:6, dan 1:9. Penambahan setil alkohol dalam jumlah yang lebih tinggi mampu meningkatkan konsistensi krim menjadi lebih tinggi (Dini dan Anita, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) kombinasi asam stearat 3-5% dan setil alkohol 2-4% memberikan pengaruh baik terhadap sifat fisik suatu krim. Ditunjukkan dengan peningkatan konsistensi krim pada penambahan setil alkohol dan peningkatan daya sebar pada penambahan asam stearat. Kondisi sifat fisik suatu krim selama penyimpanan sangat penting diketahui, hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi produk selama digunakan terkait dengan waktu kadaluarsa suatu produk. Pengujian stabilitas sifat fisik krim

21 21 selama penyimpanan dilakukan selama 4 minggu penyimpanan pada suhu kamar C. G. Hipotesis 1. Komposisi asam stearat 3-5% dan setil alkohol 2-4% sebagai thickening agent dapat menghasilkan formula krim THPGV-0 dengan sifat fisik optimum. 2. Sifat fisik formula optimum krim THPGV-0 baik selama 4 minggu penyimpanan.

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2 MONOGRAFI A. Bahan Aktif HIDROKORTISON Nama senyawa : Hydrocortisoni Acetatis Struktur Molekul : C 23 H 32 O 6 BM : 404,50 Pemerian : - penampilan : serbuk hablur - warna : putih atau hampir putih - bau

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. II. DASAR TEORI Definisi sediaan krim : Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) merupakan salah satu buah yang memiliki aktivitas antioksidan kuat. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman memicu perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup telah terbukti secara tidak langsung beresiko terhadap paparan senyawa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya pengaruh lingkungan secara cepat maupun lambat dapat merusak jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek buruk radiasi

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang kosmetika saat ini sangatlah pesat. Kosmetika berdasarkan penggunaannya dapat digunakan sebagai tata rias dan juga sebagai perawatan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memungkinkan berbagai tanaman buah tropis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan buah tropis banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai, dimana kulit kering akan terlihat kusam, permukaan bersisik, kasar dan daerah putih kering merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental 8 BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi minyak atsiri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven IOCD International Symposium and Seminar of Indonesian Medicinal Plants xxxi, Surabaya 9-11 April 2007 Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven Yudi Padmadisastra Amin Syaugi

Lebih terperinci

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Contoh si Sediaan Salep 1. sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak Vaselin Putih 82,75% Ekstrak Hidroglikolik Centellae Herba 15 % Montanox 80 2 % Mentol 0,05 % Nipagin 0,15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pandan. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pandan. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pandan 1. Klasifikasi Tanaman Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van steenis (1997) adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengaruh radikal bebas terhadap organ tubuh sangatlah berbahaya terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengaruh radikal bebas terhadap organ tubuh sangatlah berbahaya terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh radikal bebas terhadap organ tubuh sangatlah berbahaya terutama terhadap munculnya berbagai macam masalah kesehatan baik kronik maupun akut. Dampak radikal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan berbagai produk kosmetik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu biji (Psidium guajaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L. PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) Karlina Amir Tahir 1, Sartini 2, Agnes Lidjaja 2 1 Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika merupakan suatu sediaan yang telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Salah satu kegunaan sediaan kosmetika adalah untuk melindungi tubuh dari berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan paparan sinar matahari yang berlebih sehingga berisiko tinggi terhadap berbagai kerusakan kulit (Misnadiarly, 2006). Salah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi digilib.uns.ac.id 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manggis (Garcinia mangostana Linn) adalah pohon hijau di daerah tropis yang diyakini berasal dari Indonesia. Pohon manggis mampu tumbuh mencapai 7 hingga 25

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud CLEANSING CREAM Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud perawatan kulit agar kulit menjadi bersih dan sehat terlindung dari kekeringan~an sengatan cuaca, baik panas

Lebih terperinci

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994).

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994). BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penyalutan tablet dilakukan karena berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina. Menurut laporan, kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina. Menurut laporan, kedelai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina. Menurut laporan, kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak,

Lebih terperinci

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF Suwarmi, Agus Suprijono Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi YAYASAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar (Tranggono dan Latifah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM Stefanny Florencia Dewana 1, Sholichah Rohmani 2* 1,2 Program Studi D3 Farmasi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiperadangan kelompok nonsteroidal atau nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen bekerja dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya menjaga kesehatan kulit dengan menggunakan produk kosmetika telah dilakukan banyak orang khususnya oleh kaum wanita terutama pada bagian wajah.

Lebih terperinci

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL Alkohol merupakan senyawa turunan alkana yang mengandung gugus OH dan memiliki rumus umum R-OH, dimana R merupakan gugus alkil. Adapun rumus molekul dari alkohol yaitu

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim (Faradiba, 2013) - Krim dengan zat pengemulsi nonionik

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori digilib.uns.ac.id 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mahkota Dewa a. Klasifikasi Mahkota Dewa Kingdom Devisi Kelas Ordo Family : Tumbuhan : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malvales : Thymelaeaceae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci