BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi berkekuatan 9 skala richter mengguncang wilayah Timur Jepang tepatnya wilayah lepas pantai Tohoku, Sendai pada 11 Maret Gempa ini menjadi gempa terbesar dalam sejarah Jepang setelah sebelumnya gempa berkekuatan 7,2 skala richter meluluh lantakkan Kobe pada 17 Januari Selain menjadi gempa terbesar, Gempa ini diikuti pula dengan gelombang tsunami setinggi 7 meter yang memakan korban jiwa hingga orang, orang hilang, dan kerusakan fisik hingga 16,9 triliun yen. 1 Gempa ini kemudian dikenal sebagai The Great East Japan Earthquake (GEJE) atau Gempa Besar di Jepang Timur. Selain memakan korban jiwa dan kerusakan gempa ini kemudian membawa efek domino yang cukup besar sehingga memberikan implikasi dalam sejarah dunia. Kebocoran salah satu reaktor nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima, Daichi menambah permasalahan baru bagi penangan efek gempa bumi dan tsunami. Pemerintah Jepang memerlukan kebijakan yang cepat, tepat, dan berkelanjutan untuk memulihkan kondisi ekonomi, infrastruktur, dan sosial. Jepang sebagai negara yang tidak awam lagi dengan bencana gempa bumi telah memiliki berbagai cara untuk mengatasi krisis seperti ini. Tiga bulan setelah bencana ini terjadi dikeluarkanlah basic guideline dan basic act 2 untuk pemulihan kembali pasca gempa yang terdiri dari tiga jangka kebijakan, yaitu jangka pendek (0-4 bulan), menengah (4-11 bulan), dan panjang (1-10 tahun). Kebijakan jangka pendek berfokus pada pemberian bantuan para pengungsi, livehood assistance, 1 BBC News Asia, Japan quake: Loss and recovery in numbers. 11 Maret 2012., < >, pada tanggal 25 Oktober GOJ (Government of Japan), 2011, Basic Guidelines for Reconstruction, Reconstruction Headquarters in Response to the GEJE, June 2011, < diakses pada tanggal 19 Desember

2 pengembalian infrastrutur, dan permasalahan hak milik tanah. Sedangkan untuk kebijakan jangka menengah pemerintah berfokus pada manajemen bencana dengan mengevaluasi pengurangan resiko dari penyebab dan efek gempa. Pemulihan pasca gempa kemudian berlanjut pada kebijakan jangka panjang yang dianggap sebagai kebijakan yang sangat penting untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan pemulihan kondisi. Kebijakan ini menitik beratkan pada pemulihan ekonomi jangka panjang seperti pembentukan reconstruction agency dan special zone for reconstruction. Salah satu perhatian yang cukup menarik dalam melihat usaha recovery ini adalah melihat kebijakan jangka panjang, yaitu special zone for reconstruction. Kebijakan ini dibentuk untuk memfokuskan pembangunan kembali wilayah yang terkena dampak gempa yaitu Tohoku. Pemerintah lokal yang didukung pemerintah pusat mengeluarkan berbagai peraturan untuk mengurangi pajak agar aliran foreign direct investment (FDI) dapat masuk ke Jepang untuk membangun kembali infrastruktur dan perekonomian wilayah yang terkena gempa. Namun sayangnya kebijakan ini justru menimbulkan permasalahan baru dengan besarnya aliran FDI yang tidak seimbang dan hanya digunakan untuk kepentingan pemulihan saja. Tidak banyak FDI tersebut yang digunakan untuk investasi jangka panjang dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sehingga kemudian pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan tambahan melalui comprehensive special zone for international competitiveness. Comprehensive special zone for international competitiveness adalah kebijakan pembentukan wilayah ekonomi khusus yang mampu meningkatkan daya saing Jepang di ranah internasional. Kebijakan ini muncul tidak hanya untuk menyeimbangkan kebijakan special zone for reconstruction namun juga melihat kondisi ekonomi Jepang yang stagnan serta permasalahan nilai Yen yang cenderung terus meningkat. Setelah belajar dari pengalaman gempa di wilayah Kobe pada tahun 1995 yang pemulihan ekonomi terbilang cukup sulit di bidang bisnis dan investasi. Gempa berskala 7,2 skala richter tersebut membawa efek berantai yaitu apresiasi 2

3 Yen selama 6 bulan mencapai 118 hingga 120 yen per dollar. 3 Keadaan ini terbilang apresiasi yang cukup tinggi mengingat nilai normal Yen berkisar 79,75 yen per dollar. 4 Nilai Yen yang terus membumbung tinggi mengakibatkan kekhawatiran para eksportir dan beban utang yang semakin besar. Sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan pemulihan ekonomi pasca gempa yang sekaligus bertujuan untuk menjaga kestabilan nilai tukar mata uang Yen. Diharapkan melalui kebijakan ini, pemulihan ekonomi pasca gempa 2011 dapat sejalan dengan pembangunan ekonomi nasional Jepang. Jepang menargetkan dua wilayah dalam kebijakan comprehensive special zone for international competitiveness ini yaitu, Tokyo dan Kansai. Kedua wilayah tersebut memiliki ciri khusus untuk dikembangkan seperti wilayah Tokyo lebih mengedepankan pada konsep pusat kantor perwakilan perusahaan di wilayah Asia (Asian Headquarter) sedangkan untuk Kansai dibentuk sebagai basis wilayah inovasi perkembangan teknologi dan industry di kawasan Asia (Kansai Innovation Comprehensive Global Strategic Special Zone). Tokyo sebagai ibukota negara sekaligus pusat perekonomian mengalami krisis kepercayaan dalam berinvestasi pasca gempa Kedekatan geografis Tokyo dengan Tohoku sebagai pusat gempa dan Fukushima sebagai pusat bencana nuklir membuat tren investasi semakin menurun. Selain itu munculnya pusat bisnis baru di Asia seperti Singapura dan Hongkong membuat Jepang mendapatkan pesaing baru. Pemerintah masih melihat potensi yang besar bagi Jepang sebagai pusat bisnis di Asia sehingga pemerintah mendorong kebijakan ini untuk dimaksimalkan. Wilayah kedua adalah Kansai. Kansai merupakan jantung sekaligus motor penggerak utama perekonomian wilayah Jepang Barat. Kansai yang terdiri dari 8 prefektur (Osaka, Kyoto, Nara, Hyogo, Shiga, Fukui, Wakayama, Mie, dan 3 Ronald I. McKinnon, 2007, Japan s Deflationary Hangover: Wage Stagnation and the Syndrome of the Ever-Weaker Yen, ADB Institute Discussion Paper No Keiichiro Kobayashi, 2011, Economic Policies Following The Great East Japan Earthquake, Canon-Ifri series no.1, p.2. 3

4 Tokushima) dinobatkan sebagai kawasan perekonomian kedua terbesar di Jepang setelah Kanto (Tokyo dan sekitarnya) dengan total Gross Regional Product (GRP) mencapai US$954 miliar pada tahun Letak Kansai yang terbilang cukup jauh dari Honshu sebagai pusat gempa 2011, membuat pemerintah menunjuk Kansai sebagai salah satu comprehensive special zone untuk mendorong laju perekonomian Jepang. Infrastruktur yang sudah mapan dan tidak banyak terimbas dari bencana gempa dan tsunami tersebut membuat perekonomian akan jauh lebih cepat pulih. Berbagai langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Jepang tidak pernah terlepas dari sistem ekonomi unik yang dianut oleh Jepang yaitu, capitalist developmental state. Sistem capitalist developmental state yang dianut Jepang membuat Jepang harus selalu seimbang atas kebebasan pasar dan mampu mengontrol industri sebagai kepentingan nasional utamanya. 6. Sistem ekonomi ini sendiri secara tidak langsung menggambarkan kombinasi karakter ekonomi, dimana sebuah Negara harus menunjukkan sifat kapitalisnya seperti private property rights ataupun sistem pasar. Namun disisi lain Negara harus menunjukkan sisi developmentalnya dengan menunjukkan konsistensi komitmen atas industrialisasi sebagai salah satu kepentingan nasionalnya. Tidak hanya dua karakter itu saja namun Negara dalam sistem capitalist developmental state harus menunjukkan kebersatuannya dalam berinteraksi dengan kelompok pebisnis. 7 Sehingga menjadi perhatian cukup menarik untuk meninjau kebijakan comprehensive special zone ini melalui sistem capitalis developmental state. Apakah kebijakan ini akan terus sejalan dengan sistem yang telah lama dianut oleh Jepang atau justru ini merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem ekonomi Jepang. 5 Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk Jepang di Osaka, 2012, Ekonomi Jepang Barat: Potensi Ekonomi Wilayah Kerja KJRI Osaka. 6 Tianbiao Zhu, 2002, Developmental states and threat perceptions in Northeast Asia, Conflict, Security & Development vol.2 no.1. 7 Tianbiao Zhu, 2002, Developmental states and threat perceptions in Northeast Asia, Conflict, Security & Development vol.2 no.1,

5 Kebijakan jangka panjang dalam recovery plan from The Great East Japan Earthquake menjadi perhatian menarik dalam studi ekonomi politik internasional mengingat stagnansi ekonomi Jepang dalam 20 tahun terakhir. Sehingga melalui langkah-langkah yang diambil Perdana Menteri Jepang menjadi perhatian cukup menarik apakah kebijakan tersebut mampu memulihan ekonomi Jepang pasca the great east japan earthquake sekaligus mendinamiskan perokomian Jepang. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengapa pemerintah Jepang memilih kebijakan comprehensive special zone for international competitiveness guna pemulihan ekonomi pasca the great east earthquake? 2. Bagaimana implementasi comprehensive special zone for international competitiveness dalam memulihkan perekonomian Jepang? 1.3 Landasan Konseptual Landasan konseptual yang akan digunakan untuk menganalis rumusan masalah penelitian ini adalah Comprehensive Special Zone dan International Competitiveness. A. Capitalist Developmental State Pada masa sebelunya kebangkitan ekonomi Jepang atau Japanese Miracle menghubungkan kesinergisan tersebut dalam istilah Japan Incorporated. Chalmers Jhonson dalam tulisannya Japanese Capitalism Revisited bahwa Jepang menyusun kebijakan industry dimana pemerintah memberikan insentif dan disentif bagi perusahaan yang mampu mencapai tujuan tertentu. Pemerintah memberikan kuasa penuh melalui Ministry of International Trade and Industry (MITI) sebagai pembimbing perusahaan-perusahaan tersebut. Chalmers menyebut sistem tersebut sebagai conjoining private ownership with state 5

6 guidance 8. Peneliti lain seperti Meredith Woo-Cumings 9 menggambarkan situasi developmental state ini sebagai penjelasan kemajuan industri di Asia Timur. Keunikan sistem ekonomi yang dianut Jepang inilah yang kemudian menjadi cirri khas tersendiri bagi perkembangan ekonomi Jepang. Istilah capitalist developmental state seringkali dikaitkan dengan sistem ekonomi Jepang atau negara Asia Timur secara umum. Sistem ekonomi ini sendiri secara tidak langsung menggambarkan kombinasi karakter ekonomi, dimana sebuah Negara harus menunjukkan sifat kapitalisnya seperti private property rights ataupun sistem pasar. Namun disisi lain Negara harus menunjukkan sisi developmentalnya dengan menunjukkan konsistensi komitmen atas industrialisasi sebagai salah satu kepentingan nasionalnya. Tidak hanya dua unsur itu saja namun Negara dalam sistem capitalist developmental state harus menunjukkan kebersatuannya dalam berinteraksi dengan kelompok pebisnis. 10 Capitalist Developmental State memiliki dua karakteristik utama, yaitu institusi dan kebijakan. Institusi dalam negara yang menganut sistem capitalist developmental state akan memainkan peran sebagai aktor utama. Sedangkan aspek kebijakan dalam capitalist developmental state akan memperlihatkan peraturan-peraturan yang cenderung memihak kepentingan domestik ditengah tuntutan globalisasi. B. Comprehensive Special Zone Pendefinisian Comprehensive special zone secara istilah terbagi menjadi dua bagian yaitu, comprehensive dan special zone. Comprehensive sendiri memiliki arti (adj) including or dealing with all or nearly all elements or aspects of something. Sehingga dapat diartikan bahwa hal yang komprehensif merupakan 8 Woo-Cumings, M. (ed.), The Developmental State, Cornell University Press, 1999, p.2. 9 Woo-Cumings, M. (ed.), The Developmental State, p Tianbiao Zhu, Developmental states and threat perceptions in Northeast Asia, Conflict, Security & Development vol.2 no.1,

7 melibatkan segala aspek penting dalam variabel yang ada. Sedangakan special economic zone (SEZ) merupakan sebuah istilah yang ditujukan sebagai bagian teritori wilayah asing yang memiliki peraturan khusus untuk memfasilitasi masuknya foreign direct investment untuk tujuan produksi ekspor, perdagangan, dan urusan bea cukai. Definisi lainnya dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan India dalam tulisan Devdas dan Gupta 11, Special economic zone is a specifically duty free enclave and shall be deemed to be foreign territory for the purpose of trade operations and duties and tariffs. Special economic zone seringkali disebut dengan berbagai istilah seperti free trade zone, export processing zone, free zone, industrial parks,free ports, urban enterprise zone, dan free economic zone. Sering kali SEZ diinterpretasikan secara berbeda oleh masing-masing Negara dengan berbagai istilah khusus, salah satunya oleh Jepang, yaitu Comprehensive Special Zone. Comprehensive special zone menurut The Comprehensive Special Zone Act 12 adalah: Comprehensive Special Zone system aims to make Japan s economy and society more dynamic and sustainable through the comprehensive and intensive implementation of policies that will strengthen the international competitiveness of industries and revitalize communities. Pada dasarnya wilayah ini sama seperti SEZ lainnya yaitu mendapatkan perlakuan khusus dalam hal regulasi, pajak, fiskal, dan adanya dukungan dana. Namun tujuan utama yang terlihat jelas adalah Jepang ingin menjadi pusat industri di Asian melalui bidang inovasi teknologi. 11 Devadas, V. and Vaibhav Gupta, 2011, Planning for Special Economic Zone: A Regional Perspective, Institute of Town Planners, India Journal 8-2, April - June 2011, p Tokyo Metropolitan Government, 2012, Special Zone fo Asian Headquarters: Tokyo s Comprehensive Special Zone for International Competitiveness Development, 17 Januari 2012, Diakses melalui situs < > pada tanggal 5 November

8 Tujuan utama dari comprehensive special zone ini adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor, penciptaan lingkungan investasi yang baik serta menghasilkan lapangan pekerjaan yang berskala besar. Faktor utama yang menjadi garis bawah adalah dengan membawa semua elemen perkembangan ekonomi baik domestik maupun asing bekerjasama dalam pembangunan ekonomi. C. International Competitiveness Teori ini pada awalnya berkembang mengikuti konsep perdagangan internasional, yaitu keunggulan komparatif. Konsep yang diperkenalkan David Ricardo ini melihat bahwa suatu negara tidak bisa memproduksi semua kebutuhannya secara efisien sehingga diperlukan spesialisasi produksi dan perdagangan internasional. Kondisi pasar yang tidak selamanya bersaing secara sempurna menimbulkan kondisi pasar oligopoly, dimana terdapat beberapa penjual untuk suatu barang tertentu. Munculnya beberapa pesaing yang memperoduksi barang secara terbatas membuat tingkat kompetisi semakin meningkat diantara para perusahaan. Daya saing atau competitiveness sering kali didefinisikan sebagai usaha Negara mencapai efektivitas dan efisiensi melalui sumber daya manusia, alam, dan modal. 13 Definisi lainnya menyatakan bahwa daya saing merupakan kemampuan Negara untuk mengatur angka pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tenaga kerja. 14 Sedangkan untuk definisi international competitiveness sendiri menurut President's Commission on Industrial Competitiveness 15 : 13 Magdolna Csath, 2007, The Competitiveness of Economies: Different Views and Argument, Society and Economy 29 (2007) 1, pp Magdolna Csath, 2007, The Competitiveness of Economies: Different Views and Argument, pp Global Competition, 1985, The New Reality, Report of the President's Commission on Industrial Competitiveness, Washington, DC: US Government Printing Office, Vol. II, 1985, p. 6. 8

9 The degree to which a nation can, under free and fair market conditions, produce goods and services that meet the test of international markets while simultaneously maintaining or expanding the real income of its citizens. Sebuah Negara tidaklah harus memiliki daya saing untuk semua barang yang ada di dunia ini. Setiap Negara memiliki spresialisasinya masing-masing, namun hal yang perlu digaris bawahi dalam menciptakan daya saing internasional ini adalah dengan menciptakan daya saing diberbagai macam bidang. 16 Alat analisis daya saing internasional memiliki dua sudut pandang penting, pertama adalah dari sisi manajemen yang diperkenalkan oleh Michael Porter dalam model diamond 17 nya. Sudut pandang kedua adalah sisi ekonomi politik yang disampaikan oleh Jeffrey A. Hart. Sudut pandang kedua menjadi analisis yang tepat dalam penelitian ini karena Hart melihat efek State-Societal Arrangements dan kesinergisan pengembangan teknologi yang ada di masyarakat melalui inovasi teknologi. Jeffrey A.Hart menggambarkan hubungan yang linear antara statesocietal arrangement dengan inovasi dan difusi teknologi untuk mencapai international competitiveness. (lihat juga No Name, The Cuomo Commission Report. A New American Formula for a Strong Economy, New York: Simon and Schuster, 1988, p. 19. Stephen S. Cohen and John Zysman, Manufacturing Matters. The Myth of the Post- Industrial Economy, New York: Basic Books, 1987, p. 60.) 16 Jeffrey A. Hart, 1992, The Effects of State-Societal Arrangements on International Competitiveness: Steel, MotorVehicles and Semiconductors in the United States, Japan and Western Europe, British Journal of Political Science, Vol. 22, No. 3, Jul., 1992, pp Michael Porter, 1990, The Competitive Advantage of Nations, New York: Free Press, Macmillan, Hal

10 State-societal arrangement atau perencanaan pemerintah dan masyarakat didefinisikan dalam tulisan Hart, as the manner in which the state and civil society are organized and how state and society are institutionally linked. 18 Keterhubungan dalam perencanaan pembangunan pemerintah secara institusional mencakup seperti bagaimana pemerintahan, sector bisnis, tenaga kerja terorganisasi dan adanya institusi yang menghubungkan pemererintah dan masyarakat. Sedangkan untuk peran inovasi teknologi dalam daya saing memberi penekanan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong kemunculan inovasi baru melalui paten ataupun riset pengembangan teknologi lainnya. 19 Hal menarik yang kemudian muncul untuk dibahas dalam teori adalah mengenai sektor apa yang menjadi bidang unggulan untuk meningkatkan daya saing internasional dalam perdagangan. Secara garis besar teori international competitiveness sebagai alat analisis memfokuskan pada performa hubungan baik dari perusahaan, masyarakat maupun Negara sebagai aktor yang membangun kondisi lingkungan yang mendukung. Penelitian ini akan lebih berfokus pada sudut pandang pemerintah Jepang yang berusaha membangun sistem capitalist developmental state. Negara harus menunjukkan sifat kapitalisnya seperti private property rights ataupun sistem pasar. Namun disisi 18 Michael Porter, 1990, The Competitive Advantage of Nations, Hal Michael Porter, 1990, The Competitive Advantage of Nations, Hal

11 lain Negara harus menunjukkan sisi developmentalnya dengan menunjukkan konsistensi komitmen atas industrialisasi sebagai salah satu kepentingan nasionalnya. Tidak hanya dua karakter itu saja namun Negara dalam sistem capitalist developmental state harus menunjukkan kebersatuannya dalam berinteraksi dengan kelompok pebisnis Argumen Utama Pemulihan ekonomi Jepang pasca The Great East Japan Earthquake merupakan momentum bangkitnya kembali perekonomian Jepang. Melalui sistem capitalist developmental state yang dianut Jepang, pemerintah berusaha mengharmoniskan pemulihan ekonomi baik di level perusahaan besar maupun kecil menengah. Pemerintah yang cukup tanggap dengan mengeluarkan strategi pemulihan ekonomi dalam kurun waktu 8 bulan. Dikeluarkannya kebijakan Comprehensive Special Zones for International Competitiveness System telah membawa harapan baru atas industri di Jepang. Jepang tidak hanya mengatasi pemulihan ekonomi pasca the great east Japan earthquake saja namun berupaya membangun lingkungan ekonomi yang stabil dengan menjaga nilai Yen yang cenderung akan meningkat setelah bencana tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pola hubungan antara Negara dan masyarakat. Masayarakat yang cenderung tidak aktif dalam politik membuat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah akan sangat terkontrol. Kebijakan ini diharapkan mampu membawa segala aspek kehidupan baik domestik maupun asing mampu mendorong perekonomian Jepang pasca the great east japan earthquake khususnya membawa daya saing internasional Jepang. 20 Tianbiao Zhu, 2002, Developmental states and threat perceptions in Northeast Asia, Conflict, Security & Development vol.2 no.1. 11

12 1.5 Metode Penelitian Penelitian yang membahas mengenai alasan dipilihnya kebijakan comprehensive special zone dalam pemulihan ekonomi Jepang ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan data kualitatif sebagai data utama dan data kuantitatif sebagai data pendukung argumen. Penulis menghimpun data-data kualitatif dan kuantitatif dari berbagai sumber, meliputi sumber primer, sekunder, dan tersier. Data-data kualitatif diperoleh melalui studi literatur beberapa buku dan studi online beberapa jurnal, laporan penelitian, dan artikel yang berkaitan dengan kebijakan Kansai Innovation International Strategic Comprehensive Special Zone. Sedangkan untuk data kuantitatif didapatkan dari laporan pemerintah, jurnal, dan artikel-artikel terkait. Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena penulis melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh untuk kemudian ditarik kesimpulan. 1.6 Jangkauan Penelitian Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan pengambilan kebijakan penangan bencana setelah gempa bumi dan tsunami tanggal 11 Maret 2011 hingga tahun Dimana pada rentang waktu tersebut kebijakan untuk pemulihan ekonomi pasca bencana mulai dikeluarkan. Pembahasan akan sedikit menggambarkan usaha penangan gempa di Kobe tahun 1995 sebagai bahan rujukan pengambilan kebijakan di penangan gempa besar di Jepang Timur tahun Untuk mendukung penelitian ini, maka akan diambil penjelasan pelaksanakan kebijakan dari dua wilayah penerapan kebijakan, yaitu Tokyo dan Kansai. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dibagi menjadi empat bab. Bab I merupakan bagian pendahuluan, berisi latar belakang pengambilan kebijakan Comprehensive Special Zone serta penjelasan mengenai rumusan masalah. Bab ini juga akan membahas landasan konseptual penelitian berupa definisi comprehensive special zone dan teori 12

13 national competitivenes. Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan argument utama dan metode penelitian yang digunakan. Bab II yang berjudul Gempa Besar di Jepang Timur dan Kondisi Perekonomian akan memaparkan mengenai mengenai fakta-fakta gempa 2011 diantaranya efek domino, tantangan pemulihan ekonomi bagi Jepang, dan alasan dipilihnya kebijakan comprehensive special zone sebagai kebijakan ekonomi jangka panjang. Sebagai bahan perbandingan atas pengambilan kebijakan pemulihan keadaan pasca gempa, pemerintah belajar banyak dari gempa besar di Kobe pada tahun Bab ini juga akan membahas rancangan kebijakan 3 jangka pemulihan ekonomi dalam basic guideline dan basic act.serta melihat pola hubungan statesocietal yang terbentuk di Jepang. Pada bab III yang berjudul Kebijakan Wilayah Spesial Komprehensif untuk Peningkatan Daya Saing Internasional akan memaparkan definisi atas kebijakan, visi dan misi kebijakan, lingkup kebijakan Comprehensive Special Zone (CSZ)), dan mekanisme CSZ itu sendiri. Penjelasan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dua wilayah comprehensive special zone yang ada di Jepang. Sub bab pertama yang berjudul Tokyo as Asia Headquarter akan membahas pentingnya pusat bisnis di Tokyo dan proses pelaksanaan kebijakan tersebut. Sub bab kedua yang berjudul Kansai Innovation International Strategic Comprehensive Special Zone akan menjelaskan secara detail mengenai special economic zone tersebut dan konsep yang dibawa Kansai secara khusus. Kemudian di sub bab kedua akan fokus pada potensi yang dimiliki Kansai sehingga menjadi special economic zone untuk pemulihan ekonomi Jepang pasca The Great East Japan Earthquake. Bab IV yang berjudul Implementasi Kebijakan Wilayah Spesial Komprehensif untuk Daya Saing Internasional dalam Pemulihan Ekonomi Jepang merupakan analisis atas peran kebijakan comprehensive special zone for international competitiveness dalam pemulihan ekonomi Jepang menggunakan teori yang dipaparkan dalam landasan konseptual. Analisis ini pun melihat seberapa penting kebijakan ini membangun kembali ekonomi Jepang pasca gempa

14 sekaligus mempengaruhi Jepang dalam tataran ekonomi internasional. Analisis akan dilihat berdasarkan landasan konseptual mengenai special economic zone yang berfokus pada international competitiveness. Bab V merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan mengenai alasan dan urgensi terpilihnya kebijakan comprehensive special zone for international competitiveness sebagai penggerak dalam pemulihan ekonomi Jepang pasca the great east Japan earthquake. 14

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

ARTIKEL DALAM MAJALAH

ARTIKEL DALAM MAJALAH DAFTAR PUSTAKA BUKU Kenichi, Ohno, The Economic Development of Japan: The Path Travelled by Japan as a Developing Country, GRIPS Development Forum,Tokyo, 2006 Miller, John. H., American Political and Cultural

Lebih terperinci

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages B. Rumusan Masalah Bagaimana peran pemerintah India dalam mendorong peningkatan daya saing global industri otomotif domestik? C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejatinya tak dapat dipungkiri bahwa setiap negara menghadapi berbagai macam polemik terutama dari segi ekonomi. Hal ini mengharuskan pemahaman lebih mendalam secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore.

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore. 5. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian pada analisis Bab IV tentang analisis faktor penentu Foreign Direct Investment otomotif di 5 negara ASEAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa research and development,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor Bisnis Internasional #2 Nofie Iman Merkantilisme Berkembang di Eropa abad ke-16 hingga 18 Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

E-BISNIS INTERIM MANAGEMENT REPORT ( SAP ) Disusun oleh : Bil Muammar ( ) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

E-BISNIS INTERIM MANAGEMENT REPORT ( SAP ) Disusun oleh : Bil Muammar ( ) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA E-BISNIS INTERIM MANAGEMENT REPORT ( SAP ) Disusun oleh : Bil Muammar (09.11.3371) Dosen : M. Suyanto, Prof. Dr, M.M. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. Kemajuan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. Kemajuan dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu Negara industri terbesar di dunia. 1 Berkat kemajuan industrinya, Jepang menjadi raksasa ekonomi di antara Negara industri lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek pembangunannya. Tentunya ketersediaan modal sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi. Bagi sebuah negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi Sub-Sahara Afrika dalam kurang lebih dua dekade kebelakang berada pada angka rata-rata 5% pertahunnya, dimana secara keseluruhan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

SINGKATAN DAN ISTILAH...

SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi di berbagai negara. Krisis finansial Asia tidak banyak

BAB I PENDAHULUAN. investasi di berbagai negara. Krisis finansial Asia tidak banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara maju yang banyak melakukan investasi di berbagai negara. Krisis finansial Asia tidak banyak berpengaruh bagi negara Jepang. Jepang masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

KINERJA KEUNGGULAN BERSAING KOMODITAS MINAPOLITAN KABUPATEN KONAWE SELATAN

KINERJA KEUNGGULAN BERSAING KOMODITAS MINAPOLITAN KABUPATEN KONAWE SELATAN KINERJA KEUNGGULAN BERSAING KOMODITAS MINAPOLITAN KABUPATEN KONAWE SELATAN Muhammad Rafiy 1, Ernawati 2, Surianti 3 Universitas Halu Oleo 1 muhammadrafiy53@gmail.com, 2 erna_unhalu@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.heritage.org/index/country/japan#top>, diakses 9 Juni Japan s GDP Growth Rate, Trading Economics (daring),

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.heritage.org/index/country/japan#top>, diakses 9 Juni Japan s GDP Growth Rate, Trading Economics (daring), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang memiliki perekonomian yang baik. Hal ini dapat dilihat dari GDP Jepang yang tinggi, yaitu mencapai 38.633,71 dollar Amerika dan merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang erekonomian Jawa Barat 10 tahun pasca krisis ekonomi 1997 menunjukkan suatu pertumbuhan yang cukup menakjubkan. Proses recovery akibat krisis yang berkepanjangan tampaknya

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara emerging economy. berkembang pembangunan ekonomi dan penerapan demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara emerging economy. berkembang pembangunan ekonomi dan penerapan demokrasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara emerging economy yang sedang berkembang pembangunan ekonomi dan penerapan demokrasi. Ekonomi Indonesia relatif cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ascani, dkk New Economic Geography and Economic Integration: A Review. London: SEARCH.

DAFTAR PUSTAKA. Ascani, dkk New Economic Geography and Economic Integration: A Review. London: SEARCH. DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana, Armida S. 2014. Arah Kebijakan dan Strategi Percepatan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. Manado: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

Bisnis Internasional #2. Nofie Iman

Bisnis Internasional #2. Nofie Iman Bisnis Internasional #2 Nofie Iman PR pertemuan sebelumnya Anda adalah seorang direktur yang mengepalai divisi pengembangan bisnis sebuah perusahaan penerbangan yang sedang berkembang. Saat ini perusahaan

Lebih terperinci

Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan

Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan Masalah bagaimana kebijakan pemerintah mengenai liberalisasi dan keterbukaan perdagangan luar negeri terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Upaya melakukan leverage. Upaya meningkatkan kapasitas learning - LCF Cina meningkatkan alokasi R&D. Upaya membangun linkage

BAB IV KESIMPULAN. Upaya melakukan leverage. Upaya meningkatkan kapasitas learning - LCF Cina meningkatkan alokasi R&D. Upaya membangun linkage BAB IV KESIMPULAN Strategi yang diterapkan oleh LCF dari Cina, India, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan yang sukses di bidang tinggi memiliki pola yang hampir sama. Pertama, LCF dari negara Asia tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interest dan pendapatan non bunga atau fee based income. Pendapatan bunga diperoleh dari

BAB I PENDAHULUAN. interest dan pendapatan non bunga atau fee based income. Pendapatan bunga diperoleh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin terbukanya ekonomi regional dan global yang ditandai dengan semakin tingginya tingkat persaingan di seluruh sektor bidang usaha, baik dalam maupun luar negeri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC),

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC), mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. Pembentukan MEA berasal dari kesepakatan

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan yang

BAB 1. PENDAHULUAN. memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan yang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada waktu lalu perusahaan dapat mencapai kesuksesan hanya dengan memproduksi dan menjual produknya dalam lingkup nasional saja. Keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Structural Adjustment Programs (SAPs) adalah sebuah program pemberian pinjaman yang dicanangkan oleh IMF. SAPs pada mulanya dirumuskan untuk membendung bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh dua elemen penting yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan persaingan diantara perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh di dunia. Bursa saham New York (New York Stock Exchange)

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh di dunia. Bursa saham New York (New York Stock Exchange) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amerika Serikat memiliki salah satu pasar keuangan terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Bursa saham New York (New York Stock Exchange) merupakan bursa terbesar

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI... 9 DAFTAR TABEL... 12 DAFTAR GRAFIK... 13 DAFTAR DIAGRAM...

Lebih terperinci

Perumusan Strategi dan Posisi Indonesia Menghadapi G20 Turki Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI Jakarta, 3 Maret 2015

Perumusan Strategi dan Posisi Indonesia Menghadapi G20 Turki Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI Jakarta, 3 Maret 2015 Perumusan Strategi dan Posisi Indonesia Menghadapi G20 Turki 2015 Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI Jakarta, 3 Maret 2015 Tema Presidensi Turki: Pertumbuhan inklusif yang kuat Inclusiveness

Lebih terperinci

: Institute Of Southeast Asian Studies

: Institute Of Southeast Asian Studies BOOK REVIEW Judul : ASEAN: Life After the Charter Editor : S. Tiwari Penerbit : Institute Of Southeast Asian Studies Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 186 halaman Tahun penerbitan : 2010 Pembuat resensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN KETIGA Outline Gambaran Tentang Teori Perdagangan Merkantilisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan industri teknologi Taiwan. Industri teknologi Taiwan itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan industri teknologi Taiwan. Industri teknologi Taiwan itu sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan industri Taiwan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan industri teknologi Taiwan. Industri teknologi Taiwan itu sendiri sekarang menjadi primadona

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 2011

SKRIPSI UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 2011 SKRIPSI UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 2011 Japanese Government Effort to Overcome Energy Crisis after Earthquake and Tsunami Disaster 2011 Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Oleh : Erick E Abednego 11/315703/EK/18501

Oleh : Erick E Abednego 11/315703/EK/18501 Oleh : Erick E Abednego 11/315703/EK/18501 Pemerintah memegang peranan penting dalam pembangunan. Mengetahui hubungan antara pemerintah dan pasar dalam proses pembangunan ekonomi melalui kebijakan kebijakan.

Lebih terperinci

SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT.

SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT. SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 1 PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR SEKTOR TRANSPORTASI MELALUI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Dampak krisis..., Adjie Aditya Purwaka, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Dampak krisis..., Adjie Aditya Purwaka, FISIP UI, Universitas Indonesia 90 BAB 5 KESIMPULAN Republik Rakyat Cina memiliki sejarah perkembangan politik, sosial dan ekonomi yang sangat dinamis semenjak ribuan tahun yang silam. Republik Rakyat Cina atau RRC adalah merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang

BAB I. Pendahuluan. perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kerjasama merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang pentingnya kerjasama dengan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di dunia, disertai pula dengan adanya deregulasi keuangan, telah menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

EKONOMI POLITIK PERDAGANGAN INTERNASIONAL SHI SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL 2008/2009

EKONOMI POLITIK PERDAGANGAN INTERNASIONAL SHI SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL 2008/2009 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL PROGRAM SARJANA REGULER EKONOMI POLITIK PERDAGANGAN INTERNASIONAL SHI 30066 SATUAN ACARA PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL 2008/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi merupakan suatu tujuan utama. Hal ini juga merupakan tujuan utama negara kita, Indonesia. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci