BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi Kabupaten Banyuasin 2023 di bidang Penanaman Modal yaitu, "Terwujudnya daya saing penanaman modal untuk menunjang kualitas perekonomian Banyuasin" Kabupaten Banyuasin sudah memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah, serta prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap.kabupaten Banyuasin juga sudah mempunyai RTRW yang menjadi penjabaran visi dan misi Kabupaten Banyuasin dalam pengembangan wilayah. Dalam upaya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Banyuasin terus menggalakkan penanaman modal dengan dukungan swasta yang searah dengan tujuan pembangunan serta visi dan misi, kebijakan dan program Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Mengingat pentingnya peran penanaman modal dalam pencapaian Visi Kabupaten Banyuasin Tahun 2023 tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Banyuasin melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin menyiapkan rancangan Cetak Biru (Master Plan) Penanaman Modal untuk menjadi kerangka acuan/arah kebijakan dalam pembangunan, khususnya pengembangan penanaman modal di Kabupaten Banyuasin. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 1

2 Cetak Biru yang disusun merupakan pedoman, arah kebijakan, dan kerangka acuan pengembangan penanaman modal di Kabupaten Banyuasin yang sudah disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Banyuasin.Sementara itu strategi pembangunan yang berjalan selama ini lebih banyak menggunakan comparative advantage, pembangunan yang mengandalkan pada kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. Padahal negara-negara maju tidak punya comparative advantage, tetapi mereka mengubahnya menjadi competitive advantage, yaitu menjadikan bagaimana menghasilkan produk yang biayanya paling efisien dan paling unik dan tidak mudah ditiru orang lain.walaupun suatu negara atau suatu daerah mempunyai warisan sumber daya alam yang luar biasa, tetapi jika tidak diolah dengan baik maka tidak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Hal itu karena pada negara-negara maju, mereka tidak punya sumber daya alam dan tenaga kerja yang jumlahnya luar biasa besar, tetapi kenapa kesejahteraan mereka lebih baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Porter (1998), yang menyatakan bahwa comparative advantage tidak berarti banyak dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila negara atau daerah tersebut tidak berhasil meningkatkan competitive advantage dan produktivitasnya. Munculnya teori competitive advantage tersebut membuat bergesernya paradigma dalam menerapkan strategi pembangunan ekonomi yang bertumpu kepada comparative advantage, dari bertumpu sumber daya alam, kepada competitve advantagedan peningkatan produktivitas. Menurut Porter (1998) ada tiga taha pan pembangunan. Tahap Pertama, bila suatu negara atau daerah menggunakan factor driven economic, yaitu hanya mengandalkan sumber daya alamnya saja untuk melakukan pembangunan. Sumber daya alam yang ada tersebut diolah secara sederhana, kemudian diekspor. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 2

3 Sehingga mungkin saja negara atau daerah tersebut justru nanti akan mengimpor kembali setelah diolah oleh negara lain. Tahap selanjutnya adalah pembangunan dilakukan dengan melalui invesment driven economic, yaitu negara menggunakan strategi dengan efisiensi investasi. Pada tahap ini peningkatan produktivitas dari faktor-faktor sumber daya berasal dari investasi.sedangkan tahap ketiga dari pembangunan adalah inovation driven economic, yaitu suatu kondisi dimana pembangunan dengan menciptakan produk dan jasa dengan nilai tambah yang lebih tinggi, yang lebih unik, melalui inovasi dan peningkatan produktivitas akibat persaingan yang tajam melalui cluster. Tahapan-tahapan dalam pembangunan (Porter 1998) dapat dilihat dalam gambar dibawah ini. Factor Driven Economy Investment Driven Economy Innovation Driven Economy Input Efficiency Through Unique Cost Heavy Investment Value Gambar 1.1 Porter s Stages of Competitive Development Kabupaten Banyuasin memiliki peluang investasi yang cukup menarik bagi para investor dilihat dari keunggulan komparatif wilayah. Dalam perspektif Porter, comparative advantage saja tidak cukup. Keunggulan komparatif bukan jaminan satu-satunya untuk menarik investasi. Pada saat ini variabel yang sangat berpengaruh adalah keunggulan kompetitif. Suatu daerah yang memiliki keunggulan kompetitif justru mampu menggaet jumlah Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 3

4 investasi lebih besar dalam mendukung pengembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Berkaitan dengan Kabupaten Banyuasin, yang sudah memiliki keunggulan komparatif, maka selayaknya Banyuasin harus memiliki keunggulan kompetitif sehingga iklim investasi betul-betul menjadi daya tarik khusus bagi para investor untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan potensi ekonomi dan daya saing daerah yang ada, Kabupaten Banyuasin memiliki peluang investasi yang cukup menarik bagi para investor, terutama jika dilihat dari keunggulan komperatif wilayah. Dalam rangka mengetahui dan menelurkan butir-butir pemikiran bagi menciptakan kiat aplikatif daya tarik investasi diperlukan studi yang membahas bagaimana suatu investasi dapat berkembang efektif secara kondisional yang dikemas dalam kegiatan Penyusunan Cetak Biru ( Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin. Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin tentu saja sangat sesuai dengan teori Porter tentang competitif advantage, bahwa keunggulan sumber daya alam saja tidak cukup, tetapi harus ada upaya untuk meningkatkan nilai tambah menjadi lebih tinggi, unik dan tidak mudah ditiru.pemahaman dan identifikasi terhadap potensi ekonomi dan daya saing daerah merupakan tantangan utama dalam pelaksanaan otonomi daerah. Secara makro, potensi ekonomi daerah biasanya juga menjadi salah satu indikator daya saing daerah tersebut. Hal itu karena potensi ekonomi suatu daerah akan ikut membentuk kompleksitas daya saing daerah. Konsep potensi ekonomi daerah dipahami sebagai salah satu indikator daya saing daerah. Sedangkan daya saing daerah sendiri mempunyai pengertian yang Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 4

5 lebih luas daripada sekedar potensi ekonomi, karena dalam konsep daya saing daerah juga termasuk aspek kelembagaan, iklim sosial, iklim politik, kebijakan pemerintah, manajemen dan sebagainya. Daya saing suatu daerah dengan daerah yang lain tidaklah sama, karena masing-masing daerah mempunyai ciri khas dan karakteristik yang menempel sesuai dengan sumber daya manusia, struktur alam, dan letak geografisnya. Namun daya saing suatu daerah tersebut merupakan modal dasar bagi pertumbuhan ekonomi, industri, investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pangsa pasar bagi produk-produk industri, pertanian dan jasa. Daya saing suatu daerah juga akan menggambarkan kemampuan daerah tersebut dalam memacu pertumbuhan ekonomi, kemampuannya dalam penyerapan investasi, tenaga kerja, barang, jasa dan tabungan. Untuk mengukur daya saing suatu daerah salah satunya adalah dengan menggunakan indikator potensi ekonomi daerah tersebut. Untuk mengukur potensi ekonomi daerah salah satunya dapat diukur melalui kinerja perekonomian makro daerah tersebut. Kinerja perekonomian daerah tersebut biasanya dijabarkan ke dalam beberapa indikator, antara lain, kinerja sektor perekonomian, nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, tingkat biaya hidup dan kinerja ekspor impor daerah. Indikator potensi ekonomi suatu daerah yang diukur berdasarkan kinerja sektor perekonomian, biasanya dibagi dalam 9 (sembilan) sektor yang terdapat dalam PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) daerah tersebut. Sembilan sektor tersebut adalah, sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 5

6 Untuk mengetahui potensi ekonomi suatu daerah berdasarkan sektor maka dihitung bagaimana dan seberapa besar sumbangan masing-masing sektor tersebut terhadap PDRB dan kemampuan masing-masing sektor tersebut dalam menyerap tenaga kerja. Sektor yang mampu memberikan sumbangan terbesar dan sekaligus juga sebagai sektor yang dapat melakukan penyerapan tenaga kerja tertinggi, akan menjadi potensi ekonomi unggulan (ekonomi basis) daerah tersebut. Untuk mengukur daya saing suatu daerah biasanya menggunakan indikator ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Indikator IPTEK digunakan untuk mengukur kemampuan daerah dalam penerapan IPTEK dalam berbagai aktivitas ekonomi sehingga meningkatkan nilai tambah. Sebab, dari keunggulan kompetitif daerah dapat dibangun nilai tambahmelalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif. Sedangkan indikator sumber daya manusia juga merupakan daya saing suatu daerah. Indikator ini digunakan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Tersedianya angkatan kerja yang besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing daerah tersebut. Demikian juga dengan adanya kualitas hidup masyarakat yang tinggi di suatu daerah juga akan menjadi indikator daya saing daerah tersebut. Analisis pertumbuhan berdasarkan sektor perekonomian belum mampu menunjukkan daya saing daerah secara lebih spesifik yang ada pada suatu daerah. Pasalnya, analisis tentang daya saing daerah berdasarkan kinerja sektor perekonomian tersebut biasanya baru menghasilkan sektor dan sub sektor yang menjadi ekonomi basis atau unggulan di suatu daerah. Memang jika dilakukan analisis berdasarkann data time series yang cukup panjang, sebenarnya dapat diperoleh sektor atau sub sektor yang benar-benar menjadi ekonomi (unggulan) suatu daerah, namun sayangnya hal itu belum Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 6

7 menunjukkan bidang usaha dan jenis produk/komoditi yang memang menjadi potensi ekonomi daerah itu. Oleh karena itu analisisnya juga harus diturunkan ketingkat bidang usaha dan jenis produk/komoditi yang dihasilkan oleh sektor atau sub sektor usaha di daerah tersebut. Sehingga untuk sektor pertanian misalnya, akan diperoleh potensi ekonomi berdasarkan bidang usaha pertanian dan jenis produk/komoditi pertanian yang menjadi unggulan dan layak dikembangkan lebih lanjut di daerah tersebut. Demikian juga halnya untuk sektor industri, perdagangan dan jasa, akan diketahui bidang usaha industri apa saja dan jenis produk indutri apa yang menjadi potensi ekonomi di daerah itu. Sehingga pada akhirnya akan diketahui potensi komoditi/bidang usaha apa saja dan jenis produk apa saja yang layak dikembangkan di daerah tersebut. Selain pemetaan daya saing daerah setingkat kabupaten, sebenarnya yang lebih diperlukan dalam operasinalisasi kebijakan pembangunan adalah pemetaan daya saing yang dapat menggambarkan daya saing pada wilayah yang lebih kecil yaitu pada tingkat kecamatan atau bahkan desa/kelurahan. Dengan demikian maka kebijakan dan program pembangunan yang akan diterapkan dan dikembangkan di daerah tersebut dapat lebih aplikatif dan tepat sasaran. Apalagi jika dihubungkan dengan kebijakan pengembangan wilayah pertumbuhan ekonomi, maka dengan adanya pemetaan potensi ekonomi setingkat kecamatan dan desa/kelurahan akan dapat lebih menggambarkan daya saing di suatu kawasan (wilayah) secara lebih spesifik. Keterpaduan antara potensi ekonomi daerah yang ada, yang dipadu dalam sebuah daya saing daerah, pada akhirnya akan meningkatkan laju dan peluang investasi di daerah tersebut. Agar keterpaduan potensi ekonomi dan daya saing daerah tersebut dapat menjadi pemicu masuknya investasi ke suatu daerah, maka diperlukan adanya perencanaan, program, pencitraan, promosi, dan pemasaran Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 7

8 investasi dalam kegiatan yang lebih mengedepankan hubung kait antar pelaku pembangunan. Kabupaten Banyuasin memiliki potensi ekonomi yang sangat beragam yang berbeda dengan kabupaten/kota lain khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. Kondisi daya saing daerah tersebut harus ditingkatkan terus dari waktu ke waktu, sehingga pada akhirnya Kabupaten Banyuasin akan memiliki daya saing yang tinggi. Sedangkan potensi ekonomi yang ada harus dimanfaakan sebaik-baiknya dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Upaya meningkatkan daya saing dan pemanfaatan potensi ekonomi tersebut, pada wujud nyatanya adalah masuk dan meningkatnya investasi di Kabupaten Banyuasin. Pemetaan daya saing daerah akan memberikan informasi kepada stakeholders mengenai komoditi/produk/jenis usaha yang potensial yang menjadi unggulan daerah yang dapat dikembangkan. Setiap desa atau kecamatan di Kabupaten Banyuasin diharapkan memiliki komoditi/produk/jenis usaha unggulan dari berbagai sektor ekonomi yang patut dan cocok untuk dikembangkan. Strategi semacam itu mengadopsi dari kesuksesan Thailand melalui program One Tambon One Product (OTOP), yaitu program pengembangan komoditas unggulan di suatu daerah (Tambon) yang sukses dalam membantu pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Untuk Indonesia, secara nasional sebenarnya Pemerintah juga sudah mengembangkan konsep One Village One Product (OVOP). Berdasarkan kebijakan OVOP tersebut, Pemerintah Kabupaten Banyuasin dapat lebih fokus untuk memprioritaskan kebijakan melalui pengembangan untuk melakukan investasi pada komoditas unggulan tertentu di suatu desa atau kecamatan sebagai upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka/tingkat kemiskinan di Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 8

9 daerah. Pada akhirnya, hal itu pun diharapkan akan meningkatkan nilai investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. 1.2 Maksud dan Tujuan a. Maksud Maksud dilaksanakannya kegiatan Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah untuk membuat perencanaan yang akan menjadi alas kebijakan dalam program-program dan upayaupaya meningkatkan investasi dan daya saing daerah di Kabupaten Banyuasin. b. Tujuan Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah : 1) Menganalisis kebijakan investasi di Kabupaten Banyuasin. 2) Menganalisis daya saing daerah yang ada di Kabupaten Banyuasin. 3) Mengidentifikasi komoditi dan jenis produk yang dapat diandalkan menjadi unggulan investasi. 4) Menganalisis potensi ekonomi yang ada yang dapat dikembangkan menjadi peluang-peluang untuk investasi di Kabupaten Banyuasin. 5) Membuat desain kebijakan umum tentang peningkatan investasi dan daya saing di Kabupaten Banyuasin. 1.3 Manfaat/Hasil (Outcome) Adapun manfaat atau hasil yang diharapkan dari dilaksanakannya Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah : 1) Tersosialisasinya program-program peningkatan investasi dan daya saing di Kabupaten Banyuasin. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 9

10 2) Terjadinya peningkatan daya saing berdasarkan potensi ekonomi yang ada di Kabupaten Banyuasin. 3) Terjadinya peningkatan investasi berdasarkan potensi ekonomi dan daya saing yang ada di Kabupaten Banyuasin. 4) Munculnya keterpaduan dalam melaksanakan program meningkatkan investasi dan daya saing daerah di Kabupaten Banyuasin. 1.4 Keluaran Pekerjaan Keluaran kegiatan Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah sebuah buku laporan kegiatan yang berisi antara lain : 1) Hasil analisis mengenai kebijakan investasi di Kabupaten Banyuasin. 2) Hasil analisis tentang daya saing daerah yang ada di Kabupaten Banyuasin. 3) Hasil identifikasi komoditi dan jenis produk yang diandalkan menjadi unggulan investasi. 4) Hasil analisis mengenai potensi ekonomi yang ada yang dapat dikembangkan menjadi peluang-peluang untuk investasi di Kabupaten Banyuasin. 5) Desain kebijakan umum tentang peningkatan investasi dan daya saing di Kabupaten Banyuasin. 1.5 Sasaran Kegiatan Sasaran kegiatan Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah pelaku usaha UMKM dan besar, para investor, tenaga kerja dan sumber daya alam (potensi ekonomi) yang ada di Kabupaten Banyuasin. 1.6 Kedudukan Master Plan Kedudukan Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin terhadap produk perencanaan lainnya adalah : Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 10

11 a. Merupakan penjabaran visi dan misi Kabupaten Banyuasin dalam konteks penanaman modal dengan dukungan rencana tersendiri. b. Penjabaran RTRW yang berlaku dalam konteks penanaman modal yang menjadi arahan lokasi pengembangan investasi. c. Penjabaran dari RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Kabupaten Banyuasin dalam konteks penanaman modal. d. Penjabaran rencana sektor yang terkait dengan penanaman modal. 1.7 Lingkup Master Plan Ruang lingkup Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah : a. Merupakan rencana yang memadukan penanaman modal dengan aspek pendukungnya terkait pembangunan infrastruktur, pembangunan sektor produktif, pembangunan lingkungan, perwilayahan, tata ruang dan aspek regulasi pendukungnya. b. Merupakan rencana yang tidak terpisahkan dengan RTRW Kabupaten Banyuasin, rencana sektor pembangunan dalam lingkup rencana penanaman modal pendukung visi misi pembangunan Kabupaten Banyuasin. c. Merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang. d. Menjadi perangkat agen pembangunan mewujudkan arah pembangunan penanaman modal yang produktif namun berdasarkan ketentuan dan arahan tata ruang. e. Menjadi perangkat agen pembangunan penanaman modal (dalam hal ini Bappeda dan PM Kabupaten Banyuasin) untuk menjembatani kepentingan dunia usaha dan pemerintah melalui pembangunan penanaman modal. f. Rencana dengan durasi 10 tahun. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 11

12 1.8 Kerangka Pendekatan Master Plan Kerangka Pendekatan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Investasi dikategorikan dalam 4 (empat) aspek yakni; investasi dalam konteks sektor produktif, konteks tata ruang, konteks infrastruktur dan konteks regulasi/kelembagaan. b. Investasi ditinjau dari arah kebijakan umum terkait visi dan misi, RTRW, RPJP dan rencana sektoral yang menjadi arah dan kerangka dalam pengembangan investasi masa depan dan menjadi dasar dalam penetapan visi misi dan tujuan investasi. 1.9 Substansi Master Plan Untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan dari Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin ini maka substansinya adalah sebagai berikut : a. Merupakan rencana yang mempertemukan aspek tata ruang/lingkungan, sektor kegiatan ekonomi potensial/unggulan, dukungan fasilitas/infrastruktur dan dukungan aturan main (regulasi, kelembagaan) sesuai tujuan ideal pembangunan penanaman modal Kabupaten Banyuasin. b. Berupa arahan pengembangan penanaman modal sektor produktif dengan dukungan kebijakan energi. c. Berupa arahan pengembangan lokasi penanaman modal berdasarkan kesesuaian tata ruang. d. Berupa arahan pengembangan penanaman modal dengan dukungan infrastruktur. e. Berupa arahan dukungan kelembagaan dan regulasi pendukung penanaman modal. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 12

13 1.10 Ruang Lingkup Pekerjaan Ruang lingkup dari kegiatan Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin adalah sebagai berikut : a. Pengumpulan data primer dan sekunder berkaitan dengan kebijakan investasi di Kabupaten Banyuasin. b. Pengumpulan data primer dan sekunder tentang daya saing daerah di Kabupaten Banyuasin. c. Pengumpulan data primer dan sekunder tentang objek, bentuk dan bidang usaha, komoditi dan jenis produk yang dapat menjadi unggulan investasi. d. Pengumpulan data tentang potensi ekonomi yang dapat dikembangkan menjadi peluang investasi di Kabupaten Banyuasin. e. Penyusunan kebijakan umum tentang peningkatan investasi dan daya saing di Kabupaten Banyuasin Wilayah Perencanaan Lokasi pekerjaan Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal di Kabupaten Banyuasin adalah 17 ( tujuh belas ) kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuasin Pendefinisian Penanaman Modal dan Investasi Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal I yang dimaksud dengan : a. Penanaman modal adalah segala bentuk menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 13

14 b. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. c. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. d. Dalam penyusunan laporan kegiatan ini penggunaan kata penanaman modal dan investasi akan digunakan secara bersamaan tergantung kebutuhan dengan makna sebanding. Sebutan investasi lebih bersifat umum dan bisa dikonotasikan pada investasi oleh swasta dan investasi oleh pemerintah. Sedangkan penanaman modal lebih berkonotasi pada investasi yang dilakukan swasta yang bertujuan mencari nilai tambah. Sehingga dengan demikian dalam laporan, kedua istilah tersebut persoalannya. akan digunakan sesuai dengan konteks Master Plan Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin 14

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah selaku pengelola

otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah selaku pengelola BAB I P E N D A H U L U AN A. Latar Belakang Berkembangnya aktivitas masyarakat sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi statistik yang akurat dan tepat waktu. Informasi tersebut selain menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat diperlukan oleh suatu negara dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Belajar dari pembangunan negara maju, muncul keyakinan banyaknegara berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Perkembangan Penanaman Modal dan Sektor-sektor I Nyoman Karyawan 63

Perkembangan Penanaman Modal dan Sektor-sektor I Nyoman Karyawan 63 PERKEMBANGAN PENANAMAN MODAL DAN SEKTOR-SEKTOR INVESTASI YANG DIMINATI INVESTOR DI NUSA TENGGARA BARAT ABSTRAKSI I NYOMAN KARYAWAN Fak. Ekonomi Univ. Mahasaraswati Mataram Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. A 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis 21 sektor perekonomian pada tabel Input-Ouput Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 dan 2008 pada penelittian ini, beberapa kesimpulan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, artinya mampu mengembangkan ekonomi daerahnya dan memberikan iklim yang kondusif untuk

Lebih terperinci

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD DAYA SAING DAERAH Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD Desentralisasi Sebagian besar kewenangan pemerintahan sudah beralih ke daerah Daerah menjadi unit ekonomi yang mandiri dan bertanggung g jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci