BAB I PENDAHULUAN. lainnya, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. Kemajuan dan perkembangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lainnya, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. Kemajuan dan perkembangan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu Negara industri terbesar di dunia. 1 Berkat kemajuan industrinya, Jepang menjadi raksasa ekonomi di antara Negara industri lainnya, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. Kemajuan dan perkembangan industri Jepang tidak lepas dari peran pemerintah melalui kebijakan industri yang diterapkan pasca Perang Dunia II. Pada masa Perang Dunia II, Jepang mengalami kekalahan bahkan mengalami kerugian di berbagai sektor ekonomi yang cukup parah akibat terjadinya penghancuran terhadap dua kota pusat industrinya, yaitu Nagasaki dan Hiroshima yang dibom atom oleh Amerika Serikat. Segera setelah kekalahan tersebut, Jepang mulai berupaya untuk membangun negaranya dengan berangkat kembali dari titik nol. Dalam tempo yang sangat cepat, Jepang mampu memulihkan ekonominya dari kehancuran. Pemerintah Jepang menjalankan kegiatan industri dan perdagangan yang secara khusus diatur, direncanakan, dan dikembangkan oleh Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri atau Ministry of International Trade and Industry (MITI). Beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jepang adalah menjamin ketersediaan bahan baku, subsidi, proteksi, distribusi, dan infrastruktur. Selain itu, Pemerintah juga mendorong inovasi supaya mampu bersaing dengan kompetitor lainnya yang diatur oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi atau Ministry of Education,Culture,Sports,Science & Technology (MEXT). Terbukti pada tahun ekonomi Jepang tumbuh 1 Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Ekonomi dan Industri (online), < diakses 19 Agustus 2014.

2 dengan pesat ( High Growth Era ) dengan ditandai pertumbuhan ekonomi sekitar 10% dan puncaknya pada tahun 1960-an. 2 Kemajuan ini sering disebut sebagai Economic Miracle of Japan. 3 Uraian di atas menunjukkan keberhasilan Jepang dalam membangun kembali ekonominya pasca Perang Dunia II yang disebabkan oleh adanya struktur politik dan pemerintahan yang mendukung. Peran pemerintah sangat besar dan mampu menggerakkan kelompok bisnis untuk bekerjasama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Institusi pemerintah dianggap sebagai perusahaan besar. Mekanisme pemerintahan semacam ini secara lebih spesifik sering disebut dengan Japan Inc. 4 (government-business relationship). Pemerintah mengatur industrinya melalui kebijakan industri. Kebijakan industri adalah semua interaksi yang melibatkan pemerintah dengan sektor industri, termasuk juga perdagangan, labor market, sistem inovasi dan kebijakan kompetisi yang dilaksanakan dalam administrative guidance. Kebijakan industri tersebut mampu mendorong keberhasilan ekonomi Jepang. Salah satu industri yang berkembang di Jepang adalah industri instrumen musik. Industri instrumen musik di Jepang berkembang pesat pasca Perang Dunia II. Industri instrumen musik ini sebenarnya bukan merupakan industri utama yang menjadi perhatian pembangunan di Jepang. Prioritas kebijakan saat itu adalah produksi besi, baja, dan batubara. Industri instrumen musik termasuk dalam leisure industry, namun permintaan terhadap produk instrumen musik terus meningkat tinggi pasca Perang Dunia II sehingga hal tersebut menjadi faktor penarik peningkatan industri ini. Meskipun bukan menjadi arus utama prioritas, namun industri instrumen musik turut 2 J. Ravianto, Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang: Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1985, p M. Takada, Japan s Economic Miracle:Underlying Factors and Strategies for the Growth, 1999, hal C. Johnson, MITI and The Japanese Miracle: The Growth Industrial Policy , Stanford University Press, Stanford, California, 1993, hal. 8.

3 merasakan dampak dari kebijakan industri. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong majunya industri instrumen musik di Jepang. Bentuk nyata Jepang sebagai pemain dominan di pasar global industri instrumen musik dapat dilihat dari banyaknya perusahaan pembuat instrumen musik yang ada setelah berakhirnya Perang Dunia II, yakni sekitar 115 manufaktur. 5 Di Jepang, industri instrumen musik selalu dipusatkan di kota Hamamatsu, sebuah pusat penting wilayah industri yang menghubungkan Osaka dan Tokyo. Hal ini juga salah satu strategi pemerintah dengan memusatkan industri tersebut di Kota Hamamatsu melalui Sistem Inovasi Regional. Pembangunan daerah melalui kerangka Sistem Inovasi Regional ini, menjadikan Hamamatsu sebagai kota industri instrumen musik di Jepang. Saat ini, perusahaan instrumen musik terbesar di dunia adalah Yamaha, Kawai, dan Roland yang ketiganya memiliki basis di Hamamatsu. Produksi instrumen musik Barat di Hamamatsu dimulai pada tahun 1887 oleh Torakusu Yamaha. 6 Yamaha merupakan perusahaan instrumen musik terbesar di dunia dengan market share mencapai 18% pada tahun Koichi Kawai, salah seorang teknisi piano di Yamaha, membangun Kawai Musical Instrument Company pada tahun Produksi piano kedua perusahaan tersebut sangat popular di dunia sehingga kota Hamamatsu tumbuh menjadi pabrik utama pembuatan instrumen musik, khususnya piano. Industri instrumen musik sempat terhenti karena depresi ekonomi dan keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Perusahaan instrumen musik dikonversi untuk memproduksi komponen pesawat tempur. Setelah kekalahan Jepang dalam 5 Panjiva, Japanese Manufacturers of Musical Instruments, < Of/musical+instruments>, diakses 19 Agustus Hamamatsu Information Book, Musical Instrument Industry (online), < diakses 19 Agustus Yamaha, Accelerating Growth of Musical Instruments Business, November 2010, hal. 7.

4 perang, industri instrumen musik kembali berkembang dengan pesat. Industri di Hamamatsu cepat berkembang setelah tahun 1958 dengan populernya pendidikan musik di sekolah-sekolah dan mekanisasi dalam pabrik. 8 Puncaknya adalah pada tahun an ketika instrumen musik elektrik mulai diperkenalkan. Perkembangan pesat industri instrumen musik di Jepang menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji karena dalam prosesnya melibatkan peran para aktor, seperti Pemerintah Jepang, swasta, dan universitas melalui kerangka kebijakan industri dan sistem inovasi regional. Keputusan Pemerintah Jepang untuk mendukung sektor leisure industry dapat dinilai sebagai suatu strategi yang jeli dan tepat. Skripsi ini memaparkan hasil penelitian mengenai transfer ilmu pengetahuan antar aktor dalam sistem inovasi untuk mengembangkan dan memajukan perusahaan instrumen musik di Hamamatsu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah, bagaimana dampak Regional Innovation System terhadap industri instrumen musik di Hamamatsu? 1.3 Landasan Konseptual a. Developmental State Developmental state adalah pembangunan ekonomi yang menekankan pada pentingnya peran negara sebagai pelindung dan pemandu dalam proses pembangunan ekonomi domestik, namun perlu dibedakan bahwa developmental state ini berbeda dengan konsep merkantilisme. Merkantilisme memandang proses perkembangan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada negara yang 8 Hamamatsu Information Book, Musical Instrument Industry (online), < 19 Agustus 2014.

5 bertujuan untuk memaksimalkan kekuasaan. Dalam konsep developmental state, Chalmers Johnson dalam bukunya MITI and The Japanese Miracle: The Growth Industrial Policy menggambarkan peran pemerintah yang sangat besar dengan memberi insentif kepada masyarakat bisnis melalui peraturan administratif, subsidi, proteksi, hingga peninjauan pasar. Pemerintah secara langsung terlibat dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai pengaruh yang besar dalam keputusan publik. 9 Dalam bidang pembangunan industri, pemerintah Jepang, terutama MITI, telah memperluas dukungan, khususnya pinjaman berbunga rendah dan impor perlindungan untuk industri tertentu untuk keseimbangan pembayaran, alasan keamanan politik, dan nasional, terutama selama tahun 1950-an dan 1960-an. 10 Setidaknya ada lima karakteristik dari developmental state ini. Pertama, pembangunan ekonomi merupakan prioritas utama bagi pemerintah. Kedua, pembangunan ekonomi merupakan plan-rational development, yakni model gabungan antara intervensi negara yang dikompromikan dengan mekanisme pasar. Ketiga, peran negara sangat besar dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang tidak hanya dalam hal perencanaan pembangunan namun lebih jauh juga dalam pelaksanaannya. Keempat, negara memiliki kontrol yang sangat besar dalam sektor swasta. Kelima, intervensi negara yang sangat besar dalam proses pembangunan ini didukung oleh birokrasi yang bersih, rasional, dan berdasarkan meritokrasi (birokrasi ala Weberian) C. Johnson, MITI and The Japanese Miracle: The Growth Industrial Policy , hal K. Sakoh, Japanese Economic Success Industrial Policy Or Free Market, Cato Journal, vol.4, no. 2, musim gugur 1984, hal P.S. Winanti, Developmental State dan Tantangan Globalisasi: Pengalaman Korea Selatan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 7, No. 2, November 2003, hal. 179.

6 Selanjutnya, menurut Chalmers Johnson, harus ada empat kriteria yang membedakan model pembangunan ini dengan model pembangunan yang lain, yaitu: 12 1) Keberadaan birokrasi negara yang kecil, tidak mahal, namun elit yang dikelola oleh orang yang terbaik dalam sistem. 2) Sistem Politik di mana birokrasi diberikan ruang lingkup yang cukup untuk mengambil inisiatif dan beroperasi secara efektif. 3) Kesempurnaan metode kesesuaian pasar dari intervensi pemerintah dalam ekonomi 4) Keberadaan organisasi yang mengatur. Dari kriteria di atas, Jepang dianggap memiliki empat kriteria tersebut. Pertama, birokrasi di Jepang dijalankan secara efisien dengan menggunakan konsep governability yaitu distribusi kekuasaan, otonomi, dan kebijakan eksekutif hingga tingkat daerah. Kedua, keberadaan sistem politik Jepang yang padu antara elit politik dan birokrasi dalam mendorong transformasi ekonomi nasional. Ketiga, prioritas kebijakan ekonomi politik Jepang yang tercermin dari kebijakan industriyang membawa Jepang kepada masa High Growth Era serta adanya ruang bagi birokrasi dan industri untuk saling bertukar informasi. Keempat, adanya lembaga MITI sebagai pilot organization dalam merumuskan kebijakan industri. MITI memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas menunjukkan jalan dari pembangunan ekonomi dan menggunakan rangkaian alat kebijakan untuk 12 C. Johnson, The Developmental State: Odyssey of a Concept, dalam M. Woo-Cumings (ed.), The Developmental State, Cornel University Press, Cornel, 1999, hal.38-9.

7 memastikan bahwa bisnis domestiknya terkelola dan terpelihara demi kepentingan nasional. Konsep developmental state ini akan dikaitkan dengan kebijakan industri yang ada di Jepang. Developmental state ini mendorong adanya kebijakan industri di Jepang. Kebijakan Industri dibuat oleh Pemerintah Jepang setelah Perang Dunia II dan terutama pada tahun 1950-an dan 1960-an. Target kebijakan industri adalah untuk meningkatkan pembangunan industri dan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan swasta. Selanjutnya, tujuan dari kebijakan industri tersebut untuk mengalihkan sumber daya kepada industri tertentu dalam rangka mendapatkan keuntungan kompetitif internasional untuk Jepang. Kebijakankebijakan dan metode ini digunakan terutama untuk meningkatkan produktivitas input dan untuk mempengaruhi investasi industri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemerintah Jepang menggunakan strategi pendekatan terhadap perdagangan, ketenagakerjaan, kompetisi pasar, dan insentif untuk memajukan perekonomian. Salah satu upaya yang dilakukan Jepang dalam memajukan perekonomiannya adalah dengan meningkatkan produktivitas barang-barang berkualitas tinggi dan memusatkannya pada daerah-daerah tertentu, seperti sentralisasi industri instrumen musik pada Kota Hamamatsu. b. Kebijakan Industri Kebijakan industri memiliki definisi sebagai policy that attempts to achieve the economic and noneconomic goals of a country by intervening in resource allocation across industries or sectors, or in the (industrial)

8 organization of an industry or sector. 13 Sebagaimana telah diuraikan dalam pendahuluan, bahwa kebijakan industri dibuat oleh Pemerintah Jepang setelah Perang Dunia II. Tujuannya adalah untuk mengarahkan pembangunan industri di Jepang sesuai dengan arahan pemerintah. Keberhasilan ekonomi Jepang pasca perang secara ekstensif dikreditkan ke kebijakan industri yang diatur oleh Ministry of International Trade and Industry (MITI). Seperti uraian sebelumnya, administrative guidance digunakan oleh Pemerintah Jepang untuk menyangga ayunan pasar, mengantisipasi perkembangan pasar, dan meningkatkan persaingan pasar. Melalui Administrative Guidance ini pula, pemerintah berusaha mengarahkan perkembangan industri di Jepang sesuai dengan garis-garis kebijakan pemerintah, termasuk di dalamnya Research and Development (R&D). Kebijakan sebelum tahun 1960-an adalah melindungi perusahaan domestik dengan memungut tariff yang tinggi pada barang impor. Pada tahun 1970-an, Jepang tidak bisa lagi mengimplementasikan kebijakan tersebut karena globalisasi ekonomi dunia memaksa Jepang untuk meliberalisasi dan membuat perusahaaan Jepang lebih kompetitif secara internasional. Metode prioritas produksi pasca berakhirnya Perang Dunia II diambil sebagai langkah darurat dalam periode yang kacau. Pemerintah mengontrol produksi secara langsung, termasuk pengalokasian bahan mentah, pemberian harga, pembiayaan, subsidi, dan penjatahan barang impor. Kebijakan pada periode ini diprioritaskan pada produksi batubara, besi, dan baja. Masuk periode 1950-an, produksi dirasionalisasi melalui kontrol pemerintah secara tidak langsung dari bahan mentah, produksi, dan distribusi. Kebijakan yang diambil berpusat pada pembiayaan modal karena ditujukan untuk mendukung industri 13 M. Fujiwara, Industrial Policy in Japan: A Political Economy View, dalam P. Krugman (ed.), Trade with Japan: Has the Door Opened Wider?, University of Chicago Press, Chicago, 1991, hal. 272.

9 domestik, sehingga target pembiayaan modal diberikan kepada produksi besi dan baja, tenaga listrik, dan pembuatan kapal. Kebijakan industri bergeser ke arah koordinasi pemerintah terhadap sektor privat pada tahun 1960-an. Pada periode ini, Jepang ditekan untuk meliberalisasi ekonomi, jadi Jepang harus memperhatikan kompetisi internasional. Sehingga skala ekonomi menjadi fokus utama. Kebutuhan merger dan akuisisi membawa koordinasi pemerintah untuk investasi, produksi dan pemberian harga terhadap sektor privat. Masuk pada tahun 1970-an, pemerintah bergeser ke arah perencanaan jangka panjang untuk mendorong perkembangan industri teknologi tinggi. In the 1970s, the main role of government became long-term vision planning. Industri mesin dan elektronik juga dipromosikan, menandai dimulainya keunggulan industri ini di Jepang. Dan terakhir, pada tahun 1980-an, kecondongan untuk menuju liberalisasi ekonomi membuat pemerintah Jepang sulit untuk mengintervensi industri domestiknya. 14 c. Regional Innovation System (Sistem Inovasi Regional) Regional Innovation System atau Sistem Inovasi Regional merupakan sebuah pola pendekatan pembangunan daerah yang dilakukan secara sistemik dan sistematis. Melalui pendekatan pembangunan Sistem Inovasi Regional ini, keseluruhan pelaku, lembaga, jaringan, kemitraan, aksi, proses produksi dan kebijakan yang mempengaruhi arah perkembangan, kecepatan dan difusi inovasi serta proses pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai pembangunan sebuah daerah. 15 Sistem Inovasi Regional pada dasarnya merupakan suatu kesatuan dari 14 A. Kuchiki, Industrial Policy in Asia, Institute of Developing Economies Paper, no. 128, Chiba, 2007, hal Prof. Ir. Urip Santoso, S.IKom., M.Sc., Ph.D,Peranan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) dalam Percepatan Pembangunan Daerah, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Slide 4.

10 sehimpunan aktor, kelembagaan, hubungan, jaringan, interaksi, dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktik), serta proses pembelajaran. Peningkatan daya saing antar daerah merupakan agenda yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, inovasi dalam pembangunan yang berjalan secara komprehensif serta terjadinya kolaborasi antar aktor pembangunan merupakan faktor kunci peningkatan daya saing. Pengembangan Sistem Inovasi Regional merupakan salah satu strategi utama dalam Sistem Inovasi Nasional sebagai wadah proses interaksi antara komponen penguatan sistem inovasi. Sebuah sistem inovasi didasari oleh unsur-unsur dan hubungan yang saling berinteraksi dalam produksi, difusi dan pemanfaatan pengetahuan baru. 16 Pengetahuan ini dimanfaatkan secara praktik, termasuk untuk penggunaan komersial. 17 Dengan demikian pengetahuan yang diciptakan, disebarkan dan digunakan tidak selalu dalam bentuk produk komersial atau jasa, tetapi dapat memiliki efek praktis dan sosial. Lebih khusus pengetahuan dapat berupa ide-ide baru dan konsep, keterampilan baru atau kompetensi, atau kemajuan teknologi dan organisasi. 18 Persaingan global dan perkembangan teknologi telah menyebabkan perubahan dalam faktor-faktor keberhasilan negara maju. Inovasi telah menjadi faktor penentu penting dari daya saing dan keberhasilan perusahaan, daerah, dan negara. Faktor internal perusahaan dan lingkungan eksternal merupakan faktor 16 B.A. Lundvall, National Systems Of Innovation: Towards A Theory Of Innovation AndInteractive Learning. Pinter, London, 1992, Hal P. Cooke, M.G. Uranga, & G. Etxebarria, Regional Innovation Systems: Institutional AndOrganisational Dimensions,Research Policy, vol. 26, Issues 4-5, 1997, Hal G. Schienstock,&T. Hämäläinen,Transformation of The Finnish Innovation System: ANetwork Approach, Sitra, Helsinki, 2001, hal 78.

11 penting yang mempengaruhi inovasi. 19 Sistem inovasi regional memiliki pengaruh terhadap inovasi di tingkat daerah dan dengan demikian juga dapat diasumsikan memiliki pengaruh pada daya saing dan keberhasilan suatu daerah. Pembuat kebijakan dan keputusan juga telah mengakui pentingnya inovasi terhadap daya saing kota, daerah, dan bangsa. 20 Ada beberapa indikator yang berguna untuk mengkaji sistem inovasi regional. Menurut Seppänen, terdapat sembilan dari kelompok indikator yang berada dalam posisi sentral ketika mengkaji sistem inovasi regional. Indikator tersebut adalah sumber daya manusia, inovasi, sektor swasta, sektor publik, penelitian dan pengembangan, keuangan, interaksi, sikap dan nilai-nilai dan kinerja ekonomi. 21 Tentu saja tidak semua indikator termasuk dalam sembilan indikator tersebut relevan ketika menggambarkan pengaruh sistem inovasi regional di daya saing daerah tertentu. Dalam menganalisis industri instrumen musik di Hamamatsu, penulis menggunakan indikator kinerja ekonomi dan indikator inovasi. Kedua indikator ini merupakan indikator yang paling relevan untuk mengkaji Regional Innovation System di industri instrumen musik Hamamatsu. Indikator kinerja ekonomi mengilustrasikan kondisi ekonomi dari daerah atau nasional. Ada beberapa sub-grup dalam indikator ini, yaitu produktivitas dan ketenagakerjaan. 22 Produktivitas mengukur pertumbuhan dan tingkat produktivitas. Selain itu, produktivitas juga menilai pertumbuhan produktivitas 19 M.E. Porter, & S. Stern, Innovation: Location Matters, MIT Sloan Management Review,vol. 42, Issue 4, 2001, hal S. K. Seppänen, Regional Innovation Systems and Regional Competitiveness: An Analysis of Competitiveness Indexes, dalam DRUID-DIME Academy Winter 2008 PhD Conference on Geography, Innovation and Industrial Dynamics, Tampere, Finland, Januari 2008, hal S. K. Seppänen, Regional Innovation Systems and Regional Competitiveness: An Analysis of Competitiveness Indexes, hal S. K. Seppänen, Regional Innovation Systems and Regional Competitiveness: An Analysis of Competitiveness Indexes, hal. 21.

12 tenaga kerja dan perdagangan. Kemudian, ketenagakerjaan diukur dengan pekerjaan dan pertumbuhan pekerjaan, tingkat lapangan kerja, dan sektor ketenagakerjaan tertentu. Ketenagakerjaan menggambarkan output atau hasil kegiatan ekonomi dan inovasi. Selain itu, juga menggambarkan ekonomi, kemakmuran, potensi dan nilai restrukturisasi dasar masyarakat. Indikator inovasi menggambarkan kinerja inovasi, inovasi dan kreativitas. Kegiatan inovasi adalah produksi pengetahuan, pemahaman dan manajemen, komersialisasi dan perlindungan, aplikasi atau produksi ide. Indikator yang berkaitan dengan inovasi juga dapat menggambarkan properti atau kepemilikan seperti kekayaan intelektual yang menggambarkan hasil dari kegiatan inovasi. Salah satu untuk mengevaluasi inovasi ini adalah tingkat hak paten. Menurut Pasal 1 UU Paten di Jepang, tujuan adanya UU ini adalah untuk meningkatkan perlindungan dan pemanfaatan penemuan, untuk mendorong penemuan, dan dengan demikian mampu memberikan kontribusi pada pengembangan industri. 23 Subjek dari perlindungan ini adalah penemuan (invention). Selain itu, penemuan tersebut harus ditandai dengan tingkat kreativitas teknologi yang tinggi berdasarkan hukum alam dan aturan untuk memenuhi syarat perlindungan di bawah UU Paten. 1.4 Argumen Utama Berdasarkan kerangka konseptual yang telah penulis paparkan, argument utama yang penulis ajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah kebijakan industri yang diterapkan oleh pemerintah Jepang dan Sistem Inovasi Regional berpengaruh besar terhadap kemajuan dan perkembangan industri musik di Jepang yang berpusat di Kota Hamamatsu. Jepang memilih menggunakan model perkembangan ekonomi 23 Japan Patent Office, What is a Patent, < diakses pada 7 September 2015.

13 developmental state. Model perkembangan ekonomi ini memungkinkan peran pemerintah untuk bisa mengembangkan sektor swasta di dalam ekonomi domestiknya (dalam hal ini industri instrumen musik). Dukungan pemerintah diwujudkan dalam bentuk kebijakan industri yang dibuat untuk mendukung perkembangan industri instrumen musik di Jepang. Pemerintah Jepang menggunakan strategi pendekatan terhadap perdagangan, ketenagakerjaan, kompetisi pasar, dan insentif untuk memajukan perekonomian. Salah satu upaya yang dilakukan Jepang dalam memajukan perekonomiannya adalah dengan Sistem Inovasi Regional. Perkembangan industri instrumen musik di Hamamatsu dikaji melalui kerangka Sistem Inovasi Regional dengan melihat dua indikator, yaitu indikator ekonomi dan indikator inovasi. Kebijakan industri dan regional innovation system mampu membawa industri instrumen musik di Hamamatsu menjadi penguasa industri instrumen musik tidak hanya di Jepang melainkan juga di pasar global. 1.5 Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode studi literatur dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang bertemakan mengenai perkembangan perekonomian Jepang, teori-teori ekonomi pembangunan, industrialisasi, kebijakan-kebijakan industri Jepang, dan sistem inovasi regional di Jepang, serta mengenai perkembangan perusahaan teknologi di Jepang dan juga menggunakan riset online seperti pencarian data di artikel online, koran digital, atau website resmi dari pihak-pihak yang terkait dalam skripsi ini. 1.6 Jangkauan Penelitian Penelitian skripsi ini membahas mengenai penerapan Regional Innovation System untuk memajukan industri instrumen musik di Kota Hamamatsu. Sebagai studi kasus, penulis memfokuskan pembahasan terhadap dampak kebijakan ini terhadap

14 kemajuan industri instrumen musik yang ada di Hamamatsu, yaitu Yamaha, Kawai, dan Roland. Periode waktu penelitian antara tahun Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab pertama berisi, pendahuluan, menguraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, metode penelitian, jangkauan penelitian dan sistematika penulisan dari skripsi ini. Bab kedua, penulis menjelaskan mengenai Developmental State dan Kebijakan Industri di Jepang dan Sistem Inovasi Regional di Hamamatsu. Selanjutnya, bab ketiga penulis menjelaskan mengenai analisis dampak Sistem Inovasi Regional di Hamamatsu. Indikator yang digunakan adalah indikator ekonomi, menjelaskan mengenai produksi dan perdagangan, jumlah industri instrumen musik, dan aglomerasi industri instrumen musik di Hamamatsu. Kedua, indikator inovasi yang menjelaskan tentang perkembangan jenis produk dan paten tentang instrumen musik. Selanjutnya pada bab terakhir yaitu bab keempat, penulis memaparkan mengenai kesimpulan dari pembahasan terhadap rumusan masalah yang telah diajukan.

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages

C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages B. Rumusan Masalah Bagaimana peran pemerintah India dalam mendorong peningkatan daya saing global industri otomotif domestik? C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, distirbusi informasi serta mobilitas manusia menjadi lebih mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari adanya pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih. Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara Jepang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sahara Afrika untuk lebih berpartisipasi dalam pasar global. 1 Dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi Sub-Sahara Afrika dalam kurang lebih dua dekade kebelakang berada pada angka rata-rata 5% pertahunnya, dimana secara keseluruhan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi:

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi: Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi: Pengembangan Ekonomi Kreatif Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Pendiri/Ekonom Senior INDEF Anggota Komite

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PE DAHULUA. A. Latar Belakang Masalah Pariwisata internasional merupakan salah satu sektor vital bagi

BAB I PE DAHULUA. A. Latar Belakang Masalah Pariwisata internasional merupakan salah satu sektor vital bagi BAB I PE DAHULUA A. Latar Belakang Masalah Pariwisata internasional merupakan salah satu sektor vital bagi perekonomian sebuah negara. Pada masa lahirnya industri pariwisata pada abad ke-19, pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasca kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha bangkit menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Perdana Menteri yang berpengaruh pasca PD II, di

Lebih terperinci

Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan

Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan Menangkap realita hubungan empiris Pertumbuhan Ekonomi Keterbukaan Perdagangan Masalah bagaimana kebijakan pemerintah mengenai liberalisasi dan keterbukaan perdagangan luar negeri terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA FAKULTAS

PROGRAM KERJA FAKULTAS PROGRAM KERJA FAKULTAS STRATEGI 2030 Untuk mewujudkan tujuan, Fakultas Pertanian IPB menyusun strategi dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Berkembangnya kompetensi dan komitmen staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan industri teknologi Taiwan. Industri teknologi Taiwan itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan industri teknologi Taiwan. Industri teknologi Taiwan itu sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan industri Taiwan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan industri teknologi Taiwan. Industri teknologi Taiwan itu sendiri sekarang menjadi primadona

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia

Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Peran Strategis Sentra KI dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia oleh: Mhd Hendra Wibowo 1 Indonesia Kreatif dan Mandiri Teknologi melalui Pendayagunaan Kekayaan Intelektual (KI) adalah cita-cita yang wajar

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Fenomena internasional yang menjadi tren perdagangan dewasa ini adalah perdagangan bebas yang meliputi ekspor-impor barang dari suatu negara ke negara lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara-negara. Agenda berskala internasional yang diadakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara-negara. Agenda berskala internasional yang diadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi di berbagai negara semakin meluas dalam berbagai aspek dan dimensi. Globalisasi membuka peluang dan menjadi tantangan bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika perekonomian Indonesia telah melewati berbagai proses yang begitu kompleks. Semenjak Indonesia mengecap kemerdekaan melalui perjuangan yang penuh patriotisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor yang sangat menarik untuk dibahas karena menjadi perhatian penting bagi banyak pemerintah diberbagai negara. Begitu pula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS. Tantangan Bisnis Masa Kini

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS. Tantangan Bisnis Masa Kini TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Tantangan Bisnis Masa Kini Di Susun Oleh: ARDIAN FAJAR FEBRIYANTO 11-S1TI-05 11.11.4922 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrak I. Abstrak Perubahan yang sangat cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. India juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sehingga India mengalami. peningkatan perekonomian dasa warsa terakhir ini.

BAB I. Pendahuluan. India juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Sehingga India mengalami. peningkatan perekonomian dasa warsa terakhir ini. BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada abad ke-21 ini India telah mengubah citra negaranya menjadi negara industri baru. India mulai bergerak menuju negara industri baru yang sangat menjanjikan pada

Lebih terperinci

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Eko Budi Santoso 1 * Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, * Email : eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Kota-kota besar di

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian Prof. Erizal Jamal Beranjak dari batasan yang diungkap Zuhal (2010), bahwa daya saing suatu bangsa adalah kemampuan dalam mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Pendidikan akan melahirkan orang-orang terdidik yang akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Pendidikan akan melahirkan orang-orang terdidik yang akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki posisi yang strategis untuk mengangkat kualitas, harkat, dan martabat setiap warga negara sebagai bangsa yang berharkat dan bermartabat.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38.

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II menyebabkan negara ini kehilangan kedaulatannya dan dikuasai oleh Sekutu. Berdasarkan isi dari Deklarasi Potsdam, Sekutu sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

Oleh : Erick E Abednego 11/315703/EK/18501

Oleh : Erick E Abednego 11/315703/EK/18501 Oleh : Erick E Abednego 11/315703/EK/18501 Pemerintah memegang peranan penting dalam pembangunan. Mengetahui hubungan antara pemerintah dan pasar dalam proses pembangunan ekonomi melalui kebijakan kebijakan.

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk membantu dan mendorong kegiatan ekonomi perkembangan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk membantu dan mendorong kegiatan ekonomi perkembangan dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan perusahan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Perbankan ibarat jantungnya

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam

BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam BAB IV KESIMPULAN Sebagai negara yang berorientasi industri ekspor, Jepang memang terus dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam ekonominya ini. Selain

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

Survey Bisnis Keluarga 2014 Indonesia

Survey Bisnis Keluarga 2014 Indonesia www.pwc.com/id Survey Bisnis Keluarga 2014 Indonesia November 2014 Terima kasih.. Atas partisipasi dalam survey dan kehadirannya Agenda Latar belakang Family business survey 2014 Sekilas temuan utama Gambaran

Lebih terperinci

Dampak Positif Ekonomi Kreatif

Dampak Positif Ekonomi Kreatif KAJIAN MODEL USAHA EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENUNJANG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG PENDAHULUAN Transformasi struktur perekonomian dunia, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) menjadi

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa

Lebih terperinci

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia.

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia. Resensi Buku Judul: CHINDIA, How China and India Are Revolutionizing Global Business Editor: Pete Engardio Penerbit: McGraw-Hill Companies Tahun: 2007 Tebal: 384 termasuk Reference dan Indeks Oleh: Mas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Kleiner, Korea, a Century of Change, Economic Ideas Leading to the 21 st Century, Vol.6, 2001, p.284 3

BAB I PENDAHULUAN. J. Kleiner, Korea, a Century of Change, Economic Ideas Leading to the 21 st Century, Vol.6, 2001, p.284 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Miracle of the Han River merupakan sebuah istilah yang menggambarkan pesatnya kemajuan ekonomi di Korea Selatan dari tahun 1962 hingga tahun 1990an. 1 Selama tiga dekade,

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bela kang Pene litian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bela kang Pene litian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi dewasa ini, kita telah dan akan menghadapi beberapa ciri perdagangan bebas internasional sebagaimana ditetapkan dalam Putaran Uruguay

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

Teori-teori Ekonomi Bisnis Internasional

Teori-teori Ekonomi Bisnis Internasional Pertemuan 4 Teori-teori Ekonomi Bisnis Internasional Dhiani Dyahjatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id - info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan

Lebih terperinci

Assalaamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Om Swastiastu.

Assalaamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Om Swastiastu. KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON CREATIVE INDUSTRY (ICCI) 2015 DI BALI Denpasar, 11 Agustus 2015 Distinguished Fellow Speakers Ladies and gentlemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Structural Adjustment Programs (SAPs) adalah sebuah program pemberian pinjaman yang dicanangkan oleh IMF. SAPs pada mulanya dirumuskan untuk membendung bencana

Lebih terperinci

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI VISI KEMENRISTEKDIKTI Terwujudnya Pendidikan Tinggi Yang Bermutu Serta Kemampuan Iptek Dan Inovasi Untuk Mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

PROGRAM HIBAH KOMPETISI 2004 INFORMASI UMUM

PROGRAM HIBAH KOMPETISI 2004 INFORMASI UMUM PROGRAM HIBAH KOMPETISI 2004 I INFORMASI UMUM Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 2003 I. PENGANTAR Disadari bahwa paradigma pengembangan pendidikan tinggi di masa depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep pembangunan seringkali dianggap sama dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan salah satu jalur

Lebih terperinci

BABII LANDASAN TEORI

BABII LANDASAN TEORI BABII LANDASAN TEORI 1.1 Perkembangan Bisnis Persaingan adalah satu kata penting di dalam menjalankan perusahaan pada saat ini. Hal ini ditunjang dengan perkembangan teknologi komunikasi yang semakin pesat

Lebih terperinci

Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia

Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 2001 Tanggal : 24 april 2001 Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia Pendahuluan Pesatnya kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya BAB V KESIMPULAN Fenomena ASEAN Open Sky menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari oleh Pemerintah Indonesia. sebagai negara yang mendukung adanya iklim perdagangan bebas dunia, Indonesia harus mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN Lampiran Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor : 246 /M/Kp/IX/2011 Tanggal : 30 September 2011 ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN. BAB V KESIMPULAN Kebangkitan ekonomi Cina secara signifikan menguatkan kemampuan domestik yang mendorong kepercayaan diri Cina dalam kerangka kerja sama internasional. Manuver Cina dalam politik global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

2. SEJARAH INVESTASI. Page9 POKOK POKOK HUKUM INVESTASI INDONESIA

2. SEJARAH INVESTASI. Page9 POKOK POKOK HUKUM INVESTASI INDONESIA Page9 2. SEJARAH INVESTASI Dengan uraian berikut ini diharapkan akan dipahami sejarah terjadinya investasi di berbagai negara, serta motivasi dilakukannya investasi baik oleh negara maupun swasta. Kemudian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Upaya melakukan leverage. Upaya meningkatkan kapasitas learning - LCF Cina meningkatkan alokasi R&D. Upaya membangun linkage

BAB IV KESIMPULAN. Upaya melakukan leverage. Upaya meningkatkan kapasitas learning - LCF Cina meningkatkan alokasi R&D. Upaya membangun linkage BAB IV KESIMPULAN Strategi yang diterapkan oleh LCF dari Cina, India, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan yang sukses di bidang tinggi memiliki pola yang hampir sama. Pertama, LCF dari negara Asia tersebut

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian ini, dapat diambil beberapa simpulan sesuai dengan permasalahan yang diteliti, sebagai berikut: Dukungan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, semakin pesat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di dunia, disertai pula dengan adanya deregulasi keuangan, telah menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kelengkapan infrastruktur telekomunikasi kini berkembang menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telekomunikasi adalah suatu kebutuhan penting bagi masyarakat modern dan semakin menjadi bagian utama dari teknologi kontemporer dewasa ini. Kelengkapan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis dan persaingan antar perusahaan pada masa sekarang ini semakin ketat. Hal tersebut akan berdampak pada pelanggan, persaingan usaha dan perubahan.

Lebih terperinci

Organisasi dan Efektivitas Organisasi

Organisasi dan Efektivitas Organisasi Modul ke: Organisasi dan Efektivitas Organisasi Fakultas Pasca Sarjanan Dr. Ir. Sugiyono, Msi. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Source: Jones, G.R.2004. Organizational Theory, Design,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Modul ke: 09Fakultas Janfry Ekonomi & Bisnis Perekonomian Indonesia Perkembangan Industrialisasi Sihite Program Studi Manajemen Tujuan Sesuai rapem Definisi Industrialisasi Industrialisasi merupakan suatu

Lebih terperinci