RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN Oleh : DIDIK HANANTO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DIDIK HANANTO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

3 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Didik Hananto F Tanggal Lulus : Bogor, September 2006 Pembimbing Akademik Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr NIP Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian

4 Didik Hananto. F Rancang Bangun Kolektor Surya untuk Ruang Pembenihan Ikan. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr RINGKASAN Pasar ekspor produk perikanan terus meningkat untuk tahun 2004 hingga tahun 2006 baik perikan darat maupun perikanan laut (BPS, 2005). Perikanan darat dalam perkembanganya selalu menigkatkan produktifitasnya. Hal ini akan diikuti kebutuhan benih ikan yang berkualitas. Benih ikan sangat rentan terhadap kualitas air. Kualitas air merupakan syarat mutlak bagi benih ikan dalam pertumbuhannya. Salah satu parameter kualitas air adalah suhu. Suhu sangat berpengaruh terhadap komposisi unsur-unsur kimia dalam air. Semakin tinggi suhu semakin besar kelarutan suatu zat, begitu juga sebaliknya. Benih ikan rentan terhadap fluktuasi suhu yang ekstrim, toleransi fluktuasi suhu C. Suhu yang menurun dapat menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit rendah. Sedangkan pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak mau berhenti makan, dan metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran menjadi lebih banyak. Suhu yang optimal dapat diusahakan dengan meningkatkan suhu udara ruangan dalam ruang tertutup. Dengan peningkatan ini maka suhu air akan lebih stabil pada posisi suhu yang tepat bagi benih ikan. Kolektor surya mampu mengumpulkan panas matahari untuk memanaskan suhu udara. Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kualitas air pada pembenihan ikan pada umumnya. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk merancang kolektor surya pada ruang pembenihan ikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai September 2006 di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kolektor surya, kerangka kolektor, ruang tertutup pembenihan, bak sistem resirkulasi akuakultur, rangkaian listrik kontrol on-off, Logger Thermo Recorder type TR-71S, softwere WDA-812 berbasis interface PCL 812PG. Prosedur penelitian meliputi perancangan kolektor surya, pembuatan kolektor surya, pemasangan kolektor surya beserta instalasinya. Pembuatan dan instalasi pengendali suhu on-off, pengujian sistem pemanas dan kinerja kontrol on-off. Perlakuan dalam penelitian ini ada tiga yaitu : pertama, dengan sirkulasi udara. Kedua, dengan sirkulasi udara namun arah perputaran udara terbalik. Ketiga, sistem bekerja tanpa sirkulasi udara. Data diambil per 5 menit. Kinerja kontrol on-off diambil data per satu detik Sirkulasi udara pada ruang pembenihan menentukan hasil pindah panas dari udara ke air. Pada perlakuan 1 sirkulasi udara terjadi dengan lubang masuk udara lebih pendek dari lubang keluar. Perlakuan dua kebalikan dari perlakuan satu yaitu dengan mengubah perputaran kipas dan perlakuan tiga sensor tidak dijalankan sehingga tidak ada sirkulasi udara.

5 Suhu udara ruang rata-rata perlakuan 1 adalah C, suhu air rata-rata 29 0 C. Pada perlakuan satu variasi suhu udara ruang 2.7, sedangkan suhu lingkungan 15.5 dan suhu air 0.3. Hal ini menunjukan bahwa sistem ruang tertutup mampu menjaga kestabilan suhu udara. Suhu udara ruang lebih fluktuatif dari suhu air menunjukkan bahwa air memiliki kapasitas penyimpanan kalor lebih banyak. Pada perlakuan dua suhu rata-rata udara ruang C dengan variasi suhu 0.7, suhu air rata-rata variasi suhu air 0.4. Pada perlakuan dua suhu air rata-rata lebih kecil dari perlakuan satu, lama akumulasi udara panas dalam ruangan berpengaruh terhadap proses pemanasan air. Pada perlakuan tiga suhu udara ruang rata-rata C dengan variasi suhu 3.0, suhu air rata-rata C dengan variasi suhu 0.4. Suhu air rata dari perlakuan dua lebih tinggi dari suhu perlakuan tiga, hal ini menunjukan ada pengaruh dengan adanya penambahan sirkulasi udara dari kolektor surya. Dari perlakuan dua dan tiga variasi suhu air sama meskipun variasi udara berbeda, ini menunjukkan kapasitas air yang mampu menyimpan kalor lebih lama. Kontrol on-off bekerja optimal sesuai perbedaan suhu antara sensor satu yang diletakkan di kolektor surya dengan sensor dua yang diletakkan di ruang pembenihan. Jika suhu pada kolektor surya lebih panas maka kontrol dalam keadaan on begitu juga sebaliknya. Pada pagi hari kontrol bekerja lebih sering on dan off, hal ini sesuai dengan kapasitas penyerapan panas matahari pada pagi hari yang kurang dan meningkat seiring jumlah sinar matahari penuh ke kolektor surya yang ditunjukkan melalui kontrol yang berada pada posisi on. Kontrol akan berhenti jika sinar matahari tertutup awan atau hujan.

6 2

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Rancang Bangun Kolektor Surya untuk Ruang Pembenihan Ikan. Skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimaksih sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. 2. Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP. MSi. Selaku dosen penguji dalam ujian akhir skripsi. 3. Rudiyanto, S.TP. MSi. Selaku pihak penguji dalam ujian akhir skripsi. 4. Sanz dan hanhan atas kerjasamanya selama penelitian ini. 5. Teman-teman Sylvalestari yang memberikan banyak hal penting pada penulis selama di IPB. 6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyajian laporan ini jauh dari sempurna. Penulis ucapkan terimakasih kepada merka yang meluangkan waktunya untuk membaca, membahas, mengoreksi dan melanjutkan penelitian ini. Semoga hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan produktifitas perikanan kita. Bogor, September 2006 Penulis i

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN...2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. RUANG PEMBENIHAN...3 B. PENGARUH SUHU TERHADAP IKAN...3 C. KOLEKTOR SURYA...8 D. DESKRIPSI STATISTIKA...8 III. PENDEKATAN RANCANGAN A. KRITERIA RANCANGAN...10 B. RANCANGAN FUNGSIONAL...10 C. RANCANGAN STRUKTURAL...11 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT...13 B. BAHAN DAN ALAT...13 C. PROSEDUR PELAKSANAAN...14 D. TAHAPAN PENELITIAN...16 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SISTEM PENGHANGAT RUANG PEMBEHAN...20 B. HASIL PERCOBAAN...21 C. KINERJA KONTROL ON-OFF...29 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN...35 B. SARAN...35 VII. DAFTAR PUSTAKA ii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Jembatan Wheatstone Gambar 2 Rancangan Kolektor Surya Gambar 3 Kipas 12 Volt Gambar 4 Tampilan WDA PCL 812PG Gambar 5 Form New Gambar 6 Form Time Setting Gambar 7 Form Channel Setting Gambar 8 Form Disply Gambar 9 Ruang pembenihan dengan kolektor surya Gambar 10 Rangkaian pengendali suhu ruang on-off Gambar 11 Rangakaian Catu Daya Gambar 12 Grafik Suhu Air dan Udara dengan Sirkulasi Udara Gambar 13 Grafik Suhu lingkungan Gambar 14 Garfik suhu udara air dalam ruang pembenihan dan lingkungan pada P Gambar 15 Grafik suhu pada perlakuan tiga Gambar 16 Kinerja Kontrol on-off pada hari pertama Gambar 17 Kinerja Kontrol on-off pada hari kedua Gambar 18 Kinerja kontrol on-off pada malam hari Gambar 19 Kontrol on-off bekerja pada pagi hari di hari pertama Gambar 20 Kontrol on-off bekerja pada sore hari di hari pertama Gambar 21 Kontrol on-off pada pagi hari dihari kedua Gambar 22 Kontrol on-off pada sore hari di hari kedua iii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1 Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1 atm... 4 Tabel 2 Tingkat Kelarutan oksigen (mg/l) dalam berbagai kondisi suhu dan salinitas... 5 Tabel 3 Prosentase total amoniak dalam hubunganya dengan suhu dan keasaman6 Tabel 4 Kelarutan Karbondioksida diperairan alami pada berbagai suhu... 7 Tabel 5 Prosentase Hidrogen sulfida (H2S) terhadap sulfida total pada berbagai ph dan suhu... 7 Tabel 6 Analisis statistik suhu air dengan sirkulasi udara Tabel 7 Analisis statistik suhu ruang dengan sirkulasi udara Tabel 8 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara Tabel 9 Analisis statistik suhu air pada sirkulasi udara perlakuan Tabel 10 Analisis statistik suhu ruang pada sirkulasi udara perlakuan Tabel 11 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara perlakuan Tabel 12 Analisis statistik suhu air tanpa sirkulasi udara Tabel 13 Analisis statistik suhu ruang tanpa sirkulasi udara Tabel 14 Analisis statistik suhu lingkungan tanpa sirkulasi udara Tabel 15 Perbandingan suhu air dengan penelitian sebelumnya Tabel 16 Perbandingan suhu ruang dengan penelitian sebelumnya iv

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Solar Kolektor Lampiran 2 Gambar Pictorial Kolektor Surya Lampiran 3 Gambar Tampak Atas Lampiran 4 Gambar Tampak Depan dan Samping...41 Lampiran 5 Perhitungan Tegangan keluaran...41 Lampiran 6 Daftar jenis ikan dan suhu pertumbuhannya v

12 vi

13 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasar ekspor produk perikanan terus meningkat untuk tahun 2004 hingga 2005 periode Januari-Juni. Ekspor hasil perikanan tahun 2004 periode Januari- Juni sebanyak Kg dengan nilai US$ sedangkan periode Januari-Juni tahun 2005 sebesar Kg dengan nilai US$ (BPS, 2005) ke berbagai negara tujuan. Sehingga dapat dilihat bahwa kenaikan untuk periode yang sama sebesar % untuk jumlah ekspor hasil perikanan, komoditas ini meliputi hasil perikanan darat maupun laut. Untuk jumlah produksi perikanan darat pada tahun 2004 yaitu kolam ton, Keramba ton, Jaring apung ton, sawah ton (BPS, 2004). Dari kebutuhan pasar akan produk perikanan tentunya produksi ikan harus terus ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Setiap peningkatan produksi ikan akan berbanding lurus dengan produksi benih ikan. Usaha peningkatan benih ikan ini harus seoptimal mungkin agar tidak mengganggu ketersediaan benih bagi pembesaran ikan. Pada waktu sekarang usaha pembenihan lebih diintensifkan melalui hatchery baik yang dikembangkan balai benih maupun masyarakat dan industri perikanan. Sistem pembenihan dengan unit hatchery selain tidak tergantung pada iklim alam juga lebih intensif pengontrolannya terutama terhadap kualitas air. Sebab kualitas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih ikan. Kualitas ini meliputi suhu, ph, kekeruhan dan kandungan zat kimiawi. Benih ikan lebih sensitif terhadap kualitas air dibandingkan dengan ikan besar. Suhu merupakan faktor yang cukup penting bagi benih ikan, suhu yang tidak tepat akan menyebabkan kematian ikan seperti di jaring apung Jatiluhur 1000 ton ikan mas (Pikiran Rakyat, 21 Februari 2004), di Waduk cirata 210 ton ikan mati (Pikiran Rakyat, 15 Juli 2004) karena perubahan suhu yang terlalu rendah. Suhu yang baik untuk benih ikan antara 25 0 C 28 0 C. Sehingga dalam unit pembenihan perlu dijaga kestabilan suhu. Usaha untuk menjaga kestabilan suhu ini dapat dilakukan dengan pemanasan udara. Pemanasan udara di ruang tertutup dapat dilakukan untuk 1

14 memperoleh suhu air yang lebih stabil. Sistem pemanasan ini dapat menggunakan kompor maupun energi surya, sistem energi surya ini lebih efisien (Bagus, 2004). Sistem pemanasan energi surya terdiri dari kolektor surya dan instalasinya. Kolektor surya dibuat dengan bahan yang lebih ringan dan memiliki daya serap panas yang cukup. Sistem ini dilengkapi dengan kontrol on-off sederhana agar lebih efisien penggunaanya. B. TUJUAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas air pada pembenihan ikan. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk merancang kolektor surya pada ruang pembenihan ikan. 2

15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUANG PEMBENIHAN Ruang pembenihan ikan berfungsi untuk melaksanakan seluruh proses pembenihan yang meliputi pemberian pakan, pengendalian penyakit, pengendalian kualitas air maupun proses pemanenan benih ikan (Suyanto, 2003). Ruang pembenihan dibuat agar tidak terpengaruh oleh cuaca lingkungan yang dapat mengganggu proses pembenihan. Dalam dunia perikanan ruang pembenihan lebih dikenal dengan indoor hatchery. Secara sederhana Indoor hatchery adalah ruangan tertutup yang digunakan sebagai tempat memproduksi benihikan tertentu (Deden, 2001). Sasaran utama penggunaan ruangan ini untuk memproduksihasil benih secara maksimal. Diruangan ini hampir parameter kualitas air seperti suhu, kesadahan air, ph, oksigen, serta penyakit ikan yang berhubungan langsung dengan keberhasilan pemijahan maupun pemeliharaannya dapat dikontrol dan dikendalikan. B. PENGARUH SUHU TERHADAP IKAN Secara umum ikan telah beradaptasi untuk hidup pada kisaran suhu tertentu. Kisaran ini bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Suhu rendah dibawah normal dapat menyebabkan ikan mengalami lethargi, kehilangan nafsu makan, dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit.hal ini juga menyebabkan rendahnya kemampuan untuk mengambil oksigen serta terganggunya proses osmoregulasi. Sebaliknya pada suhu yang terlalu tinggi ikan dapat mengalami stress pernapasan dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen(lesmana, 2002). Benih ikan rentan terhadap fluktuasi suhu yang ekstrim, toleransi fluktuasi suhu 1 0 C-2 0 C (Lesmana, 2002). Suhu yang menurun dapat menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit rendah. Sedangkan pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak mau berhenti makan, dan metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan menyebabkan kualitas air di sekitarnya menjadi buruk. Sementara kebutuhan oksigen meningkat, tetapi ketersediaan oksigen air buruk 3

16 sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah. Akibatnya ikan menjadi stress, tidak ada kesetimbangan, dan menurun sistem sarafnya. Induk ikan hidup normal pada suhu yang sesuai. Pada saat memijah induk ikan cenderung senang pada suhu yang agak lebih hangat. Kisaran suhu ini dibutuhkan selama pemijahan hingga mengeluarkan larva. Larva yang baru lahir peka terhadap kualitas air. Suhu untuk ikan-ikan tropis berkisar 26 0 C-29 0 C (lesmana dan dermawan, 2001). Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas dan reaksi kimia. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme ikan dan respirasi. Menurut Brown,1987 peningkatan suhu 10C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Effendi, 2003). Suhu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen, selain itu juga berpengaruh pada prosentase total amoniak (Lesmana, 2002). Total amoniak berkaitan dengan tingkat keracunan suatu perairan. Amoniak merupakan hasil metabolisme ikan baik dari feces maupun urin (Lesmana, 2002). Amoniak mudah larut dalam air sehingga tingkat suhu air sangat berpengaruh terhadap kandungan amoniak. Tabel 1 Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1 atm Suhu ( 0 C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu ( 0 C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu ( 0 C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter)

17 Suhu ( 0 C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu ( 0 C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Suhu ( 0 C) Kadar Oksigen terlarut (mg/liter) Sumber : Cole, 1983 dalam effendi, 2003 Tabel 2 Tingkat Kelarutan oksigen (mg/l) dalam berbagai kondisi suhu dan salinitas Suhu Klorin (%) ( 0 C)

18 Suhu Klorin (%) ( 0 C) Keterangan: Prosentase salinitas setara dengan klorin Sumber : Noga, 1996 dalam lesmana, 2002 Tabel 3 Prosentase total amoniak dalam hubunganya dengan suhu dan keasaman ph Suhu ( 0 C) Sumber : Noga, 1996 dalam lesmana, 2002 Karbon dioksida sangat mudah larut dalam pelarut, termasuk air. Dalam jumalah atau kadar tertentu karbon dioksida ini menjadi racun. Kadar CO2 lebih dari 10 mg/l sudah bersifat racun. Kelarutan CO2 dipengaruhi suhu air (Lesmana, 2002). Suhu juga berpengaruh pada kelarutan hidrogen sulfida (H2S), yang mana berperan sebagai pengganti oksigen dalam proses oksidasi oleh bakteri anaerob. Jika kadar sulfat melebihi 500 mg/l dapat mengganggu sistem pencernaan. Kadar sulfida total kurang dari mg/l dianggap tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik. 6

19 Tabel 4 Kelarutan Karbondioksida diperairan alami pada berbagai suhu Suhu ( 0 C) CO2(mg/liter) Suhu ( 0 C) CO2(mg/liter) Suhu ( 0 C) CO2(mg/liter) Sumber : Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003 Tabel 5 Prosentase Hidrogen sulfida (H2S) terhadap sulfida total pada berbagai ph dan suhu ph Suhu ( 0 C) Sumber : Boyd, 1988 dalam Effendi,

20 C. KOLEKTOR SURYA Energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, jika diserap oleh suatu benda akan berubah menjadi energi gelombang panjang dengan memancarkan panas (Harahap, 2002). Sebagai negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4.8 kwh/m2. Meskipun terbilang memiliki potensi yang sangat besar, namun pemanfaatan energi matahari untuk menghasilkan listrik masih dihadang oleh dua kendala serius yaitu rendahnya efisiensi (berkisar hanya 10%) dan mahalnya biaya per-satuan daya listrik (Setyo, 2005). Kolektor surya ada dua macam yaitu kolektor surya keping datar (flat plate collector) dan tipe cekung atau terpusat (focussing collector). Kolektor surya keping datar adalah pengumpul panas yang paling sederhana dan paling luas digunakan sebagai alat untuk merubah radiasi menjadi panas yang berguna. Dua komponen penting yang terdapat pada kolektor surya plat datar adalah penutup transparan dan plat penyerap panas. Penutup transparan umumnya terbuat dari kaca atau bahan yang memiliki konduktivitas kecil dan memiliki transmisivitas cahaya yang besar. Fungsi dari penutup transparan adalah untuk mengurangi rugi panas konveksi dari udara luar, sebagai media untuk meneruskan radiasi surya, dan mengurangi rugi panas akibat radiasi gelombang panjang yang dipantulkan oleh plat penyerap. Plat penyerap panas merupakan salah satu komponen yang terpenting dalam sistem kolektor surya. Fungsi dari plat penyerap panas adalah menyerap iradiasi matahari yang kemudian ditransfer ke dalam fluida. Fungsi dari plat ini dapat diganti dengan dinding yang dicat warna hitam. D. DESKRIPSI STATISTIKA Statistika deskripsi adalah bidang statistika yang membicarakan tentang cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan, dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi (Mattjik, 2002). Nilai Tengah (Rataan) Nilai tengah merupakan ukuran pemusatan data menjadi dua kelompok data yang memiliki massa yang sama. Dengan kata lain nilai tengah merupakan nilai 8

21 keseimbangan massa dari segugusan data. Apabila x1, x2,..., xn adalah suatu anggota populasi terhingga berukuran N, maka nilai tengah populasinya adalah : µ = 1 N N x i i= 1 Rata-rata untuk data dari penarikan contoh dilambangkan dengan χ Ragam (Variance) Ukuran penyebaran data yang paling sering digunakan adalah ragam. Ragam merupakan ukuran penyebaran data yang mengukur rata-rata jarak kuadrat semua titik pengamatan terhadap titik pusat (rataan). Apabila x1, x2,..., xn adalah suatu anggota populasi terhingga berukuran N, maka nilai ragam populasinya adalah : 1 N 2 2 σ = (x i µ ) N i 1 = (2) Ragam suatu contoh dilambangkan dengan (1) 2 s merupakan statistik, ragam yang diambil contoh acak dari n sebuah populasi. Maka ragam dapat di hitung dengan. s 2 = n n n 2 xi i n( n 1) i= 1 = 1 xi Standar deviasi (SD) 2 Standar deviasi digunakan untuk mengukur sebaran data suhu aktual terhadap suhu set point. Untuk menghitung ragam digunakan kuadrat simpangan, jadi diperoleh satuan yang sama. Agar dapat memperoleh ukuran keragaman yang memiliki satuan sama dengan satuan asalnya maka ragam tersebut diakarkan. Ukuran yang didapat disebut standar deviasi. (3) N 1 SD= (x i µ ) N i= 1 2 Standar deviasi dari ragam contoh merupakan akar dari ragam tersebut. (4) SD= n n n 2 xi i n( n 1) i= 1 = 1 xi 2 (5) 9

22 III. PENDEKATAN RANCANGAN A. KRITERIA RANCANGAN Alat ini dirancang dan dibuat sebagai pengumpul panas radiasi matahari untuk ruang pembenihan ikan. Dengan pertimbangan kontruksi sederhana, bahan mudah ditemukan, dan dapat meningkatkan suhu yang optimal bagi benih ikan. B. RANCANGAN FUNGSIONAL Kolektor Surya Plat Datar Kolektor surya ini berfungsi sebagai pengumpul panas radiasi matahari. Kolektor ini tersusun atas plat polycarbonate yang berguna untuk menyerap radiasi matahari dan meneruskan ke bak fiber yang berpermukaan hitam, plat ini akan mencegah udara panas keluar dari kolektor, sedangkan bahan fiber berfungsi sebagai pengumpul panas yang akan memanaskan udara didalamnya. Instalasi Perpipaan Instalasi perpipaan untuk menghubungkan udara panas dalam kolektor surya menuju ruang pembenihan, serta menghubungkan udara ruangan menuju kolektor surya. Jaringan ini penting dalam sirkulasi udara pembenihan. Rumah Blower Rumah blower menjaga agar perputaran dan perpindahan panas dari kolektor surya ke udara ruang pembenihan optimal. Kontrol On-off Kontrol on-off memanfaatkan prinsip pembagi tegangan dan jembatan wheatstone. Tegangan dari sensor akan berubah sejalan dengan perubahan suhu. Bagian ini berfungsi untuk mengatur perputaran udara dari kolektor surya ke ruang pembenihan dengan menggerakkan blower. Perputaran ini tergantung dari perbedaan suhu antara suhu kolektor dengan ruang pembenihan. 10

23 Gambar 1 Jembatan Wheatstone. Prinsip pembagi tegangan R2 V 1= Vs R1+ R2 (6) R4 V 2= Vs R3+ R4 (7) Besarnya tegangan keluaran yang berupa V1 dan V2 dipengaruhi oleh besarnya hambatan masing-masing. R1 dan R2 dapat diganti dengan NTC yang mana besarnya hambatan dipengaruhi oleh perubahan suhu. Jika R1 hambatan naik maka V1 akan turun dan begitu sebaliknya. Prinsip ini digunakan dalam kontrol On-off sederhana. C. RANCANGAN STRUKTURAL Kolektor surya plat datar Kolektor berbentuk bak persegi empat dengan dimensi 100 cm x 100 cm x 21 cm. Dinding bak terbuat dari bahan fiber yang dicat warna hitam untuk penutup terbuat dari bahan polycarbonate(impralon) atau solar tuff flat (PT. Impack Pratama Industri). Bahan ini memiliki beberapa kelebihan yaitu bening seperti kaca, ringan, tahan tekanan, tahan guncangan, menyerap 100 % radiasi matahari, memiliki transmisi cahaya 89 % dan transmisi panas 81 % (PT. Impack Pratama Indusrtri, 2006). Sehingga bahan ini sangat tepat untuk solar kolektor. Bak ini mempunyai dua buah lubang input dan output untuk udara. Jumlah 11

24 kolektor surya ada dua buah dengan sisi yang berlainan yang satu menghadap ke timur dan yang lain menghadap ke barat. Gambar 2 Rancangan Kolektor Surya. Instalasi Perpipaan Instalasi perpipaan menghubungkan kolektor surya ke ruang pembenihan dengan pipa 4 inchi. Pipa ini diberi pengokoh dari kayu dan kawat yang dikaitkan dengan atap untuk menghindari goncangan dari angin, hal ini terkait dengan bahan bak fiber yang cukup ringan. Rumah Blower Rumah blower berbentuk kubus dengan sisi 12 cm yang terbuat dari kayu lapis karena kayu merupakan isolasi panas yang baik. Blower berupa kipas 12 volt DC Nidec TA 450 DC dengan kecepatan udara 2.98 m 3 /menit. Gambar 3 Kipas 12 Volt Kontrol On-off Kontrol on-off sederhana dibuat dengan sensor Negative Temperature Coeficie (NTC), NTC mudah dijumpai di pasaran bila dibandingkan Positive Temperature Coeficien (PTC). Sensor NTC dipasang didalam pipa instalasi dekat dengan kolektor surya. Rangkaian catu daya merupakan power supply bagi rangkaian on-off. 12

25 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai September 2006 di Wisma Wageningen, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. B. BAHAN DAN ALAT Peralatan yang akan digunakan antara lain : 1) Kolektor surya sebagai pemanas udara sebanyak 2 unit yang dipasang seri dengan dimensi 100 cm x 100 cm x 21 cm. Diameter lubang saluran udara adalah cm, Berat kolektor surya 8.5 Kg. Kolektor surya yang digunakan adalah kolektor surya plat datar yang mempunyai 2 buah lubang, yaitu lubang udara masuk dan udara keluar. Udara dihembuskan untuk mengambil panas dari bak fiber hitam yang mengakumulasikan energi surya yang berupa irradiasi secara konveksi paksa (force convection). Tutup kolektor surya terbuat dari polykarbonat. Dinding kolektor surya terbuat dari fiber. 2) Kerangka kolektor yang terbuat dari besi siku 5 cm x 5 cm dan pipa PVC Dimensi 4 sebagai saluran udara. 3) Bangunan seluas 4 m x 6 m x 3 m yang merupakan ruang tertutup sebagai bangsal pembenihan ikan. 4) Bak penampungan ikan sebanyak 6 unit, 1 buah bak filtrasi, 1 buah bak sedimentasi, dan 1 buah bak penampungan air. Dimensi bak adalah 100 cm x 40 cm x 50 cm. 5) Kerangka bak yang terbuat dari besi. 6) Sistem pengendalian suhu, berupa rangkaian on-off beserta NTC sebagai sensor suhu, kipas 12 volt DC sebagai blower. 7) Alat ukur suhu yang digunakan adalah Logger Thermo Recorder Type TR- 71S. 8) Komputer dan softwere WDA-812 berbasis Interface PCL 812 PG untuk mengetahui tegangan per detik yang merupakan perubahan hidup-mati tegangan dari kontrol on-off. 13

26 9) Program expresssch untuk menggambar rangkaian on-off dan expresspcb untuk menggambar desain kontrol pada PCB. C. PROSEDUR PELAKSANAAN 1) Prosedur instalasi sistem penghangat ruangan Pemasangan rangka kolektor surya Rangka terlebih dahulu dirakit sesuai ukuran bagian bawah kolektor surya. Rangka ini berfungsi menjepit kolektor surya. Satu rangka untuk satu kolektor surya. Rangka dipasang diatap ruang pembenihan dan dikencangkan dengan sekrup ataupun baud dan dikaitkan dengan kayu atap. Pemasangan menghadap timur dan menghadap barat. Antara rangka dengan atap diberi potongan pipa PVC setinggi 1 cm berfungsi untuk melancarkan aliran air saat hujan. Pemasangan kolektor surya Sebelum pemasangan perlu diperhatikan letak lubang masuk dan keluar kemudian disesuaikan dengan letak rumah blower. Kolektor dipasang sesuai letak rangka dengan posisi berada didalam rangka. Kolektor surya dipasang seri. Pemasangan instalasi pipa Saluran pipa berupa pipa PVC 4 inchi, saluran ini menghubungkan dari kolektor surya pertama ke kolektor surya kedua, dari kolektor kedua ke rumah blower dan dari rumah blower keluar udara yang diteruskan ke ruang pembenihan dan kembali ke kolektor surya pertama. Lubang keluar udara pada kolektor surya pertama dihubungkan ke lubang masuk kolektor surya kedua. Rumah blower untuk saluran udara masuk ke kolektor surya terletak pada dinding ruangan dengan tinggi lebih dari ¾ kali dinding, sedangkan rumah blower untuk saluran udara keluar dari kolektor surya terletak pada dinding ruangan dengan tinggi kurang dari ½ kali dinding. Pada pemasangan harus dipastikan bahwa tidak ada kebocoran udara pada sistem (ruangan, saluran dan kolektor surya). 14

27 2) Prosedur instalasi dan penggunaan sistem pengendalian suhu ruang Pemasangan kontroller otomatis dan catu daya. Kontroller dan catu daya ini diletakkan di dalam kotak kontrol yang penempatannya aman jauh dari air dan lembab. Semua kabel sensor dan kipas dihubungkan kontroller otomatis. Kabel sensor 1 dihubungkan ke input sensor satu, kabel sensor dua dihubungkan ke input sensor dua, kabel blower dihubungkan ke output blower. Catu daya dengan kontroller otomatis dihubungkan dengan cara memasang kabel keluaran catu daya ke kontroller sesuai dengan tegangan. Tegangan output 9 V dari catu daya dihubungkan dengan input 9 V pada kontroller dan seterusnya. Pada waktu pemasangan kabel dipastikan bahwa semua sambungan kabel dan konektor terpasang dengan kencang dan terisolasi dengan baik. Hal ini dengan membuat instalasi pipa pvc ½ inchi dan memasukkan kabel ke instalasi itu. Kalibrasi Sebelum dilakukan pemasangan sensor dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Catu daya dan kontroller dalam keadaan on saat kalibrasi. Kalibrasi dilakukan dengan cara mengkondisikan sensor satu dan dua pada suhu yang sama. Contoh : dengan mencelupkan kedua sensor pada suhu air 26 0 C, diset potensio agar lampu indikator mati. Kalibrasi dilanjutkan dengan meletakkan sensor 1 pada suhu 29 0 C dan sensor 2 pada suhu 28 0 C, kemudian potensio diatur agar lampu indikator menyala jika ada perubahan suhu. Suhu air diukur dengan termometer. Pemasangan sensor Ada dua sensor yang harus dipasang, sensor 1 dipasang di dalam pipa dekat kolektor surya yang dapat mewakili suhu kolektor. Sensor 2 dipasang di dalam ruang pembenihan. Penempatan kabel sensor diperhatikan agar tidak mengganggu aktifitas lain dalam pembenihan dan terbungkus rapi dalam pipa pelindung. Pemasangan kipas/blower. Blower dipasang pada rumah blower yang tersedia, kencangkan dengan sekrup. Penempatan kabel dan blower diperhatikan agar tidak mengganggu aktifitas pembenihan. Untuk kabel dibungkus dengan pipa PVC inchi. 15

28 Prosedur penggunaan sistem kendali otomatis. Sebelum pemasangan dilakukan dulu kalibrasi. Semua tombol diposisikan dalam keadaan on jika akan digunakan dan diposisikan off jika tidak digunakan. Sensor dinyalakan selama 24 jam/hari. 3) Prosedur pengambilan data suhu dan kontrol on-off Pengambilan data suhu dilakukan dengan Logger Thermo recorder tipe TR- 71S. Suhu diambil pada air pembenihan, udara bebas dalam ruang pembenihan dan suhu udara lingkungan luar. Data suhu diambil selama satu minggu dangan interval waktu 5 menit. Data on-off sensor diambil dengan komputer dan interface PCL 812 PG dan diambil siang hari selama tiga hari serta malam hari selama 6 jam. Interval waktu satu detik. D. TAHAPAN PENELITIAN 1) Pembuatan solar kolektor Kegiatan pertama yang dilakukan adalah perancangan desain bangunan dengan menggunakan program AutoCAD Kemudian diikuti dengan merangkai dan pemasanganya. 2) Pembuatan dan instalasi alat kendali suhu on-off 3) Pengujian sistem pemanas ruangan Dengan menggunakan statistik sederahan untuk mengetahui perubahan suhu air pembenihan. 4) Pengujian sistem kontrol on-off Kinerja sistem ini dapat diketahui dengan menyambungkan keluaran voltase dari sensor ke komputer dengan sistem interface. Proses ini diambil dengan bantuan softwarewda-812. SoftwareWDA-812 yang dibuat Rudiyanto berbasis pada interface PCL 812PG. Dengan software ini maka pembacaan data tegangan per detik dapat dilakukan. Menu yang dimiliki yaitu New, setting, Run, Stop dan display. New, untuk melakukan akuisi data baru yang berisi nama file baru dan interval waktu penyimpanan data yang diinginkan. 16

29 Setting, berisi time setting dan channel saat pengambilan data. Time setting dilengkapi kalender,current time, start, finish dan duration. Waktu pengambilan data dapat diambil dengan mengatur pada box sampling time. Timer dapat dipilih on atau off. Channel tampilan ada 15 channel yang dapat dipilih sesuai kebutuhan. Run, untuk memulai pengambilan data. Jika timer off maka langsung diproses, namun jika timer on maka data akan muali dan selesai sesuai waktu yang dipilih. Stop, untuk menghentikan proses pengambilan data. Display, menampilkan data voltase dalam bentuk grafik. Penyimpanan dalam bentuk.txt sehingga dapat langsung diambil dengan program microsoft excel. Gambar 4 Tampilan WDA PCL 812PG. Gambar 5 Form New. Gambar 6 Form Time Setting 17

30 Gambar 7 Form Channel Setting Gambar 8 Form Disply Dalam penelitian ini melakukan pengendalian suhu udara ruang pembenihan agar diperoleh suhu air yang optimum. Terdapat tiga perlakuan yaitu: Perlakuan 1 (P1) Perlakuan ini dengan menghidupkan kontrol on-off untuk ruang pembenihan. Dengan arah putaran udara dari rumah blower 1 ke rumah blower 2. Perlakuan 2 (P2) 18

31 Perlakuan ini dengan tetap menghidupkan kontrol on-off untuk ruang pembenihan. Dengan arah putaran udara dari rumah blower 2 ke rumah bower 1 atau kebalikan dari P1. Perlakuan 3 (P3) Pada tahap ini kontrol on-off tidak dijalankan sehingga tidak ada sirkulasi udara. Rangka Kolektor Kolektor Surya Pipa 4 1 Pipa Sensor NTC 2 Ruang Pembenihan Blower (Kipas 12 Volt) Kontrol On-off Gambar 9 Ruang pembenihan dengan kolektor surya. 19

32 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SISTEM PENGHANGAT RUANG PEMBEHAN 1) Rangkaian listrik Rangkaian Pengendali Suhu On-off Rangakaian kontrol ini bekerja dengan memanfaatkan prinsip jembatan wheatstone yang mana perubahan tegangan salah satu output dapat berubah sesuai tahan yang mempengaruhi. Sensor yang biasa digunakan adalah Negative Temperature Coeficien (NTC). NTC bekerja dipengaruhi suhu, jika suhu naik maka hambatan menurun. Berikut rangkaian yang digunakan dalam penelitian ini. Gambar 10 Rangkaian pengendali suhu ruang on-off Rangkaian Catu Daya Rangkaian catu daya merupakan rangkaian power supply bagi rangkaian pengendali on-off. Beda tegangan yang dibutuhkan rangkaian pengendali on-off adalah + 9 Volt dan 0 Volt. Dari gambar 4. dibawah ini bahwa tegangan bolak balik dirubah oleh rangkaian dioda menjadi tegangan penyearah. Output 12 Volt untuk dirangkaikan ke relly sebagai output kontrol untuk menghidupkan blower. 20

33 Gambar 11 Rangakaian Catu Daya. B. HASIL PERCOBAAN Suhu air, suhu ruang dan lingkungan diamati. Tidak ada perlakuan terhadap air akuarium maupun suhu ruang. Pengaruh pengendalian suhu ini dapat dilihat dalam tiga perlakuan. Sebaran suhu air, ruang dan lingkungan dengan P1 dapat dilihat dalam gambar 12 dan Air Udara 30 Suhu ( 0 C) /24/06 12:00 AM 7/25/06 12:00 AM 7/26/06 12:00 AM 7/27/06 12:00 AM 7/28/06 12:00 AM 7/29/06 12:00 AM 7/30/06 12:00 AM 7/31/06 12:00 AM 8/1/06 12:00 AM Waktu Gambar 12 Grafik Suhu Air dan Udara dengan Sirkulasi Udara. 21

34 Suhu ( 0 C) /24/06 12:00 AM 7/25/06 12:00 AM 7/26/06 12:00 AM 7/27/06 12:00 AM 7/28/06 12:00 AM 7/29/06 12:00 AM 7/30/06 12:00 AM 7/31/06 12:00 AM 8/1/06 12:00 AM Waktu Gambar 13 Grafik Suhu lingkungan. Dari gambar diatas diketahui bahwa suhu ruang dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu lingkungan terlihat lebih fluktuatif dari pada suhu ruangan. Hal ini disebabkan karena suhu ruang pembenihan merupakan sistem ruang tertutup sehingga panas dari kolektor surya masuk dan terus terakumulasi dan kondisi ini akan terus dipertahankan oleh ruang karena tidak ada kontak dengan suhu sekitar begitu sebaliknya dengan suhu lingkungan. Suhu air tidak begitu terlihat fluktuatif karena air memiliki panas jenis yang lebih besar dari pada udara sehingga kemampuan mempertahankan kalor lebih tinggi. Tabel 6 Analisis statistik suhu air dengan sirkulasi udara No Suhu Air Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Selama 7 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C)

35 Tabel 7 Analisis statistik suhu ruang dengan sirkulasi udara No Suhu Ruang Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Selama 7 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Tabel 8 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7 Selama 7 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Dari tabel diatas diketahui standar deviasi suhu air lebih kecil yaitu 0.6 dari suhu ruang sebesar 1.6. hal ini menunjukan air lebih stabil dari pada udara. Untuk suhu lingkungan standar deviasi mencapai 4. Suhu lingkungan perubahan kalornya sangat fluktuatif. Terlihat pula fluktuasi suhu air tidak melebihi 2 0 C sehingga tidak mengganggu pertumbuhan benih ikan. Ikan masih toleran terhadap perubahan suhu dibawah 2 0 C. Suhu benih ikan optimal untuk ikan mas dan nila cocok pada suhu ± 28 0 C. Sehingga sistem ini cocok untuk benih ikan tersebut. Pada perlakuan kedua kontrol dijalankan namun arah udara terbalik. Data diambil selama 2 hari, hal ini dapat dibandingkan dengan P1 karena tidak ada perlakuan terhadap objek penelitian yaitu (air dan udara ruang). 23

36 Air Udara Udara Lingkungan Suhu( 0 C) /30/06 12:00 AM 8/30/06 12:00 8/31/06 12:00 AM 8/31/06 12:00 9/1/06 12:00 AM 9/1/06 12:00 Waktu Gambar 14 Garfik suhu udara air dalam ruang pembenihan dan lingkungan pada P2. Gambar 14. Menunjukan suhu udara dapat lebih rendah dari pada suhu air. Hal ini terkait dengan dengan letak keluaran udara yang melewati tepat diatas permukaan bak pengkondisian. Namun kondisi ini belum tentu meningkatkan suhu seluruh bak pembenihan dan ini terkait dengan akumalasi panas yang kurang. Sebab saluran keluaran berada diatas, sedangkan udara panas cenderung berada diatas dan udara dingin berada dibawah, karena terkait dengan berat jenis udara yang dipengaruhi suhu. Grafik hubungan suhu air dan suhu ruang selalau akan berpotongan tepat saat suhu air minimum maupun maksimum. Ini adalah bukti bahwa suhu air akan mengikuti suhu udara saat meningkat serta saat menurun. Karena kemampuan menyimpan kalor air lebih besar dari udara maka puncak maksimum dan minimum air selalu lebih rendah dari udara. Pada gambar 14 terlihat suhu air pada awal tanggal 1 Agustus tidak mengikuti perubahan suhu udara. Perubahan ini tidak normal dan kesalahan pada saat peletakan sensor yang tidak mengenai air (lingkaran putus-putus pada gambar 14.) 24

37 Tabel 9 Analisis statistik suhu air pada sirkulasi udara perlakuan 2 No Suhu Air Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Tabel 10 Analisis statistik suhu ruang pada sirkulasi udara perlakuan 2 No Suhu Ruang Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Tabel 11 Analisis statistik suhu lingkungan pada sirkulasi udara perlakuan 2 No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Dari tabel statistik itu terlihat bahwa ruang tertutup masih menjaga kestabilan suhu. Jika dilihat rata-rata suhu PI untuk air 29, udara 28.5 dengan ratarata suhu lingkungan 28.5 sedang P2 untuk air 28.5, udara 27.9 suhu lingkungan.29.0 maka terlihat bahwa sistem P1 lebih efektif dengan catatan radiasi matahari di P1 Dan P2 dianggap sama. Meskipun dalam waktu tertentu suhu air P2 mampu melebihi suhu udara namun secara rata-rata belum naik signifikan. Hal ini karena udara panas pada P1 masuk dari lubang lebih atas kemudian suhu rendah keluar lewat lubang pengeluaran yang lebih rendah 25

38 sehingga udara panas tetap terakumulasi didalam ruang pembenihan. Untuk P2 suhu panas masuk dan langsung mengenai permukaan air sehingga air lebih cepat panas, namun karena posisi lubang pengeluaran diatas sedangkan udara panas berada diatas maka udara tersebut langsung tersirkulasi dan sedikit terakumulasi diruang pembenihan. Perlakuan ketiga ruang pembenihan tidak mendapatkan sirkulasi udara dari sistem penghangat kolektor surya. Hal ini untuk membandingkan kinerja sistem penghangat ruang ini. Berikut gambar grafik suhu pada perlakuan tiga. Suhu ( 0 C) /28/06 12:00 AM 8/28/06 12:00 8/29/06 12:00 AM 8/29/06 12:00 8/30/06 12:00 AM 8/30/06 12:00 Waktu Air Udara Udara Lingkungan Gambar 15 Grafik suhu pada perlakuan tiga. Tabel 12 Analisis statistik suhu air tanpa sirkulasi udara No Suhu Air Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C)

39 Tabel 13 Analisis statistik suhu ruang tanpa sirkulasi udara No Suhu Ruang Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Tabel 14 Analisis statistik suhu lingkungan tanpa sirkulasi udara No Suhu lingkungan Hari 1 Hari 2 Selama 2 hari 1 Variansi Standar Deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Pada perlakuan ini panas ruangan disebabkan oleh serapan panas dari dinding dan panas dari kolektor surya tidak ada. Pada kondisi normal suhu rata udara ruang pembenihan C, dengan standar deviasi 1.7. jika dibandingkan dengan perlakuan pertama suhu udara rata-rata C dengan vareasi 1.6. maka terlihat bahwa pemberian panas dengan kolektor surya terlihat berpengaruh pada kenaikan suhu udara rata-rata ruangan. Hal ini terkait dengan panas yang dihasilkan dari sistem pemanas yang terakumulasi dari siang hingga malam hari. Dari vareasi suhu udara, vareasi suhu perlakuan tiga lebih fluktuatif meskipun tidak terlalu jauh. Suhu air dipengaruhi suhu udara lingkungan, dari tiga perlakuan diatas ratarata suhu air perlakuan satu mencapai C, perlakuan dua suhu C dan pada kondidi normal C. Terlihat bahawa suhu pada perlakuan satu memiliki rata-rata suhu air yang lebih besar dari suhu air perlakuan kedua. Hal ini terkait dengan suhu udara yang terakumulasi pda ruangan perlakuan satu lebih lama sehingga kontak udara panas dengan air lebih lama. Akumulasi ini karena lubang 27

40 keluaran suhu pada perlakuan satu lebih rendah dibandingkan pemasukan udara panas. Sebaliknya pada perlakuan dua lubang keluaran lebih tinggi dibandingkan dengan lubang pemasukan sehingga sehingga udara panas yang berada diatas cepat bersirkulasi lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan satu. Perlakuan ketiga menunjukkan suhu yang lebih rendah dibandingkan perlakuan satu dengan perlakuan dua. Hal ini karena dengan sistem pemanas maka ruangan mendapatkan tambahan udara panas yang melewati kolektor surya. Panas ini akan terakumulasi hingga malam hari yang menyebabkan kontak air dengan udara panas lebih lama sehingga transfer panas belangsung optimal. Hal ini menyebabkan suhu air meningkat. Perlakuan dua dengan arah perputaran udara dari blower dua ke satu, sistem ini sama dengan sistem penelitian sebelumnya yang bahan kolektor surya terbuat dari bahan seng (Bagus, 2004). Tabel 15 Perbandingan suhu air dengan penelitian sebelumnya No Analisis Penelitian ini Bagus, 2004 P1 P2 P3 1 Variansi Standar deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suahu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C) Tabel 16 Perbandingan suhu ruang dengan penelitian sebelumnya No Analisis Penelitian ini Bagus, 2004 P1 P2 P3 1 Variansi Standar deviasi Suhu rata-rata ( 0 C) Suahu maksimum ( 0 C) Suhu minimum ( 0 C)

41 Penelitian sebelumnya dilakukan pada bulan juni 2004 (Bagus, 2004) dari penelitian tersebut dengan sistem pola udara yang sama terlihat bahwa suhu udara rata-rata C, suhu air rata-rata C, aliran uadara sama dengan perlakuan dua yang mana suhu udara rata-rata C suhu air rata-rata C. Namun ini tergantung dari radiasi yang diterima, karana belum diketahui jumlah radiasi untuk penelitian yang sebelumnya dengan perlakuan dua. Selain itu ada perbedaan jenis kipas yang digunakan. Pada penelitian sebelumnya bentuk daun kipas datar yang mana kecepatan menyedot udara rendah namun kemampuan menyebarkan udara tinggi. Sedangkan penelitian sekarang memakai kipas dengan daun kipas membengkok yang menyebabkan kemampuan menyedot udara tinggi. Sehingga panas yang tersirkulasi lebih banyak dan lebih cepat. Namun jika faktor diatas tidak diperhitungkan maka kolektor surya penelitian ini mampu memberikan suhu rata-rata yang lebih tinggi. Dari segi kontruksi bentuk kolektor surya sama dengan penelitian sebelunya. Namun berat kolektor surya penelitian ini lebih ringan yaitu 8.5 Kg sedangkan pada penelitian sebelumnya 37 Kg. Kondisi ini tentu sangat membantu dalam fleksibelitas alat dalam pengangkutan barang. C. KINERJA KONTROL ON-OFF Kontrol on-off bekerja dengan sistem jembatan wheatstone. Kontrol ini memakai 2 sensor NTC yang dipasang di dalam ruang pembenihan dan didalam pipa instalasi dekat dengan kolektor surya. Jika suhu udara atas lebih tinggi dibandingkan suhu ruangan maka saklar akan on dan kipas akan menyala. Proses ini berhenti bila kedua sensor pada suhu yang sama atau lebih rendah. Sensor dijalankan selama 24 jam perhari. 29

42 1 0 7/23/06 7:12 AM 7/23/06 8:24 AM 7/23/06 9:36 AM 7/23/06 10:48 AM 7/23/06 12:00 7/23/06 1:12 7/23/06 2:24 7/23/06 3:36 7/23/06 4:48 7/23/06 6:00 Gambar 16 Kinerja Kontrol on-off pada hari pertama /3/06 6:00 AM 8/3/06 7:12 AM 8/3/06 8:24 AM 8/3/06 9:36 AM 8/3/06 10:48 AM 8/3/06 12:00 8/3/06 1:12 8/3/06 2:24 8/3/06 3:36 8/3/06 4:48 Gambar 17 Kinerja Kontrol on-off pada hari kedua. 30

43 1 0 8/4/06 6:00 AM 8/4/06 7:12 AM 8/4/06 8:24 AM 8/4/06 9:36 AM 8/4/06 10:48 AM 8/4/06 12:00 8/4/06 1:12 waktu Gambar 18 Kinerja kontrol on-off pada malam hari. Pada gambar diatas angka 1 menunjukan on dan 0 menunjukan alat tidak bekerja atau off, dari gambar itu juga terlihat bahwa kontrol hidup mati pada pagi hari dan sore, sedangkan pada malam kontrol berada pada posisi off. Hal ini membuktikan bahwa pada malam hari tidak ada panas yang cukup untuk memanaskan kolektor surya. Sumber panas kolektor berasala dari radiasi matahari dan terjadi hanya pada siang hari Pada gambar pertama terlihat bahwa kontrol bekerja on-off mulai pagi hingga siang pada siang kontrol off hal ini karena berdasarkan pengamatan ada awan 2:19 hingga 2:40 sehingga kolektor surya tidak mendapatkan panas yang cukup menyebabkan kipas tidak berjalan. 31

44 1 0 7/23/06 8:55 AM 7/23/06 8:58 AM 7/23/06 9:01 AM 7/23/06 9:04 AM 7/23/06 9:07 AM 7/23/06 9:10 AM 7/23/06 9:12 AM Gambar 19 Kontrol on-off bekerja pada pagi hari di hari pertama /23/06 2:09 7/23/06 2:24 7/23/06 2:38 7/23/06 2:52 7/23/06 3:07 7/23/06 3:21 7/23/06 3:36 7/23/06 3:50 7/23/06 4:04 7/23/06 4:19 Gambar 20 Kontrol on-off bekerja pada sore hari di hari pertama. 32

45 1 0 8/3/06 7:19 AM 8/3/06 7:26 AM 8/3/06 7:33 AM 8/3/06 7:40 AM 8/3/06 7:48 AM 8/3/06 7:55 AM 8/3/06 8:02 AM Gambar 21 Kontrol on-off pada pagi hari dihari kedua /3/06 3:10 8/3/06 3:12 8/3/06 3:15 8/3/06 3:18 8/3/06 3:21 8/3/06 3:24 8/3/06 3:27 8/3/06 3:30 8/3/06 3:33 8/3/06 3:36 8/3/06 3:38 8/3/06 3:41 Gambar 22 Kontrol on-off pada sore hari di hari kedua. Proses on dan off dipengaruhi perbedaan suhu, saat pagi terdapat embun pada kolektor surya, hal ini karena proses pemanasan diruangan menyebabkan 33

46 terjadi penguapan air dari akuarium dan terbawa oleh aliran udara menuju kolektor surya. Saat pagi suhu masih rendah, sinar matahari mengenai kolektor surya dan proses awal adalah pengumpul panas digunakan untuk menguapkan embun tadi hingga air menguap semua. Proses selanjutnya panas yang terserap kolektor surya akan terus terakumulasi hingga beberapa detik. Udara panas pada kolektor naik keatas melewati pipa 4 hingga mengenai sensor. Sensor 1 lebih panas dari sensor 2 sehingga blower jalan dan udara panas yang terkumpul di pipa tersedot masuk keruang pembenihan. Saat udara panas masuk ke ruang maka di kolektor surya digantikan udara yang lebih dingin dari ruang pembenihan. Hal ini menyebabkan sensor 1 dingin dan kontrol mati. Proses ini akan terus berlangsung terus hingga sinar radiasi matahari penuh menyinari kolektor surya yang menyebabkan blower pada posisi on. Blower bekerja tergantung pada cuaca pada hari itu. Waktu sore hari kontrol bekerja seperti pada saat pagi hari. Hingga suhu ruang konstan lebih panas dari kolektor surya dan kipas mati. Kipas mati menyebabkan sirkulasi berhenti dan udara panas terperangkap diruang pembenihan selama malam hingga pagi. Hal inilah yang menyebabkan suhu udara ruang lebih stabil dari suhu lingkungan yang fluktuatif. Sehingga suhu air akan terus terjaga dan lebih stabil. Kontrol akan berhenti saat ada hujan atau awan yang menyebakan kontrol berada pada posisi off. 34

47 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kolektor surya bekerja dengan optimal terlihat dari kenaikan suhu rata-rata udara dan air dari pada tanpa kolektor surya. Suhu air rata-rata perlakuan satu lebih besar dari perlakuan dua dan suhu air rata-rata perlakuan tiga lebih kecil dari perlakuan dua. Rancangan kolektor dapat meningkatkan kualitas air pembenihan ikan. Kontrol on-off sederhana bekerja dengan optimal sesuai perubahan suhu antar dua ruangan. B. SARAN Perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada kolektor surya dengan menggunakan beberapa kecepatan udara sehingga proses penghangatan berjalan optimal. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kontrol berdasarkan suhu yang tepat bagi benih ikan. 35

48 VII. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Produksi Budidaya Perikanan. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Menurut Negara Tujuan. BPS. Jakarta. Bagus, Hermanto Efektifitas Kombinasi Penghangat Air Terkendali Pada Sistem Resirkulasi Air untuk Pembenihan Ikan Patin Ruang Tertutup. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian IPB. Bogor Daelani, Deden Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Effendi, Hefni Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Harahap, Ade I Penegendalian Suhu Air pada Kolektor Surya untuk Pembenihan Ikan dengan Menggunakan Logika Fuzzy. Departemen Teknik Pertanian IPB. Bogor Kuncoro, Budi Ikan Siklid Jenis Perawatan dan Pemijahan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Lesmana, Darti Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Cetakan Ke-2. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Lesmana Darti, Dermawan Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Mattjik, A. A. Dan Sumertajaya I M Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. Rudiyanto Pemodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali. Tesis. Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Paska Sarjana IPB. Bogor. Suyanto Rachmatun Nila. Cetakan ke-9. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. 36

49 LAMPIRAN 37

50 Lampiran 1 Solar Kolektor 38

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN. Oleh : DIDIK HANANTO F RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA UNTUK RUANG PEMBENIHAN IKAN Oleh : DIDIK HANANTO F 14102018 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

MODIFIKASI KOLEKTOR SURYA DENGAN TAMBAHAN PLAT SENG BERCAT HITAM UNTUK MENINGKATKAN SUHU AIR PEMBENIHAN IKAN. Oleh: F

MODIFIKASI KOLEKTOR SURYA DENGAN TAMBAHAN PLAT SENG BERCAT HITAM UNTUK MENINGKATKAN SUHU AIR PEMBENIHAN IKAN. Oleh: F MODIFIKASI KOLEKTOR SURYA DENGAN TAMBAHAN PLAT SENG BERCAT HITAM UNTUK MENINGKATKAN SUHU AIR PEMBENIHAN IKAN Oleh: AGUSTI IRRI SUSANTI F14051894 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan Benur udang vannamei yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Benih Air Payau (BBAP) Situbondo menggunakan transportasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Oleh: SANZ GRIFRIO LIMIN F014102010 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Sanz Grifrio Limin.

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN JENIS PLAT PENYERAP KACA DAN PAPAN MIKA TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM PADA PROSES DESTILASI ENERGI TENAGA SURYA

PENGARUH PERBEDAAN JENIS PLAT PENYERAP KACA DAN PAPAN MIKA TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM PADA PROSES DESTILASI ENERGI TENAGA SURYA PENGARUH PERBEDAAN JENIS PLAT PENYERAP KACA DAN PAPAN MIKA TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM PADA PROSES DESTILASI ENERGI TENAGA SURYA Adhie Wisnu Pratama 1*, Juli Nurdiana 2, Ika Meicahayanti

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI PERFORMANSI DAN

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA BAB IV HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA Data hasil pengukuran temperatur pada alat pemanas air dengan menggabungkan ke-8 buah kolektor plat datar dengan 2 buah kolektor parabolic dengan judul Analisa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup Edo Wirapraja, Bambang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diulang-ulang dengan delay 100 ms. kemudian keluaran tegangan dari Pin.4 akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diulang-ulang dengan delay 100 ms. kemudian keluaran tegangan dari Pin.4 akan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Arduino Uno R3 Pengujian sistem arduino uno r3 dilakukan dengan memprogram sistem arduino uno r3 untuk membuat Pin.4 menjadi nilai positif negative 0 dan 1 yang

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini terus dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4.1 Pendahuluan Dalam bab ini akan membahas mengenai pengujian dari alat yang telah dirancang pada bab sebelumnya. Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem

Lebih terperinci

BAB 4 HASL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASL DAN PEMBAHASAN 30 BAB 4 HASL DAN PEMBAHASAN 4.1 UPAL-REK Hasil Rancangan Unit Pengolahan Air Limbah Reaktor Elektrokimia Aliran Kontinyu (UPAL - REK) adalah alat pengolah air limbah batik yang bekerja menggunakan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER

BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER BAB IV METODE PENGUJIAN CIGARETTE SMOKE FILTER 4.1 TUJUAN PENGUJIAN Tujuan dari pengujian Cigarette Smoke Filter ialah untuk mengetahui seberapa besar kinerja penyaringan yang dihasilkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan

BAB III PEMBUATAN ALAT Tujuan Pembuatan Tujuan dari pembuatan alat ini yaitu untuk mewujudkan gagasan dan BAB III PEMBUATAN ALAT 3.. Pembuatan Dalam pembuatan suatu alat atau produk perlu adanya sebuah rancangan yang menjadi acuan dalam proses pembuatanya, sehingga kesalahan yang mungkin timbul dapat ditekan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Perangkat keras Stasiun Bumi Pemantau Gas Rumah Kaca (SBPGRK) Versi 1.0 merupakan integrasi antara beberapa komponen, yakni :

Perangkat keras Stasiun Bumi Pemantau Gas Rumah Kaca (SBPGRK) Versi 1.0 merupakan integrasi antara beberapa komponen, yakni : II. PERAKITAN KOMPONEN SISTEM Perangkat keras Stasiun Bumi Pemantau Gas Rumah Kaca (SBPGRK) Versi 1.0 merupakan integrasi antara beberapa komponen, yakni : 1. Gas Analyser GA2000Plus yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan 1 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE Setelah selesai pembuatan prototipe, maka dilakukan evaluasi prototipe, apakah prototipe tersebut telah sesuai dengan SNI atau tidak, setelah itu baru

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA

RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA Oleh : ARIS SETYAWAN F14104108 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RANCANGBANGUN

Lebih terperinci

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 4 No.1. April 2010 (7-15) Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap I Gst.Ketut Sukadana, Made Sucipta & I Made Dhanu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dan perancangan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM 42 BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini dijelaskan pembuatan alat yang dibuat dalam proyek tugas akhir dengan judul rancang bangun sistem kontrol suhu dan kelembaban berbasis mirkrokontroler

Lebih terperinci