HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada siang hari dan malam hari secara terus menerus (non-stop). Percobaan 1 suhu ruang pada mesin pengering berkisar antara 33 o C sampai 47.5 o C dengan nilai RH rata-rata %. Suhu lingkungan pada percobaan 1 berkisar antara 24 o C sampai 36 o C sedangkan RH lingkungan berkisar antara %. Berikut merupakan gambar perbandingan suhu tiap titik pengukuran pada percobaan 1. Suhu (oc) Suhu bagian bawah Suhu bagian tengah Suhu bagian atas Suhu lingkungan Gambar 16. Persebaran suhu tiap titik pengukuran dan suhu lingkungan pada percobaan 1 Dari Gambar 16 diatas terlihat bahwa suhu pada titik pengukuran tiap bagian sepanjang proses pengeringan berfluktuatif dengan nilai standart deviasi untuk suhu bagian atas 4.2 o C, suhu bagian tengah 4.84 o C, suhu bagian bawah 3.57 o C dan lingkungan 3.91 o C. Hal ini karena adanya kipas yang berfungsi untuk mengontrol suhu dalam ruang pengering. Suhu pada siang hari berubah dari waktu kewaktu mengikuti pola suhu lingkungan dan intensitas radiasi surya. Suhu pada titik yang dekat HE memiliki suhu yang lebih tinggi karena titik tersebut paling dekat dengan sumber panas, sedangkan suhu rata-rata minimum terdapat titik pengukuran yang berada pada sudut bangunan dan jauh dari sumber panas. Persebaran suhu rata-rata pada tiap posisi pada bak bawah lebih merata dari pada bak tengah. Meratanya persebaran suhu pada bak bagian bawah dan bak bagian tengah dikarenakan adanya kipas yang terletak pada outlet bagian bawah yang membantu persebaran suhu. Persebaran suhu pada siang hari juga dipengaruhi oleh radiasi surya dimana kondisi 34

2 pada saat pengukuran cerah bahkan mencapai Watt/m 2 pada pukul 13.3 sehingga suhu ruangan yang dicapai juga tinggi. Suhu rata-rata malam hari lebih rendah daripada siang hari karena pada malam hari sumber panas hanya didapat dari tungku saja, namun suhu pada malam hari lebih konstan daripada siang hari dengan standart deviasi 2.47 o C karena tidak adanya fluktuasi radiasi surya yang mempengaruhi suhu dalam ruang pengering. Suhu ruang pada percobaan kedua saat siang hari berkisar antara 34 o C sampai 6 o C dengan nilai rata-rata C. Suhu lingkungan pada siang hari berkisar antara 24 C sampai 35.5 C. Berikut merupakan Gambar perbandingan suhu tiap titik pengukuran pada percobaan 2 tanpa beban Suhu ( O C) Waktu (jam) Suhu bagian bawah Suhu bagian tengah Suhu bagian atas Suhu lingkungan Gambar 17. Persebaran suhu tiap titik pengukuran dan suhu lingkungan pada percobaan 2 Dari Gambar 16 terlihat bahwa suhu di ruangan atas cenderung lebih tinggi daripada bagian tengah dan bagian bawah terutama pada kondisi siang hari. Hal ini karena kipas untuk membantu menyebarkan suhu pada ruang pengering terletak di outlet bagian bawah sehingga suhu yang ada pada bagian atas tetap tinggi. Hal itu terlihat jelas pada kondisi siang hari dimana suhu ruangan bagian atas terpengaruh panas dari lapisan polycarbonate yang terletak diatas pengering. Seperti pada percobaan pertama, suhu pada titik terdekat sumber panas memiliki suhu lebih tinggi. Suhu ruangan bagian tengah lebih merata daripada ruangan bagian bawah dan ruangan bagian atas. Posisi kipas yang terletak pada outlet bawah cukup membantu persebaran suhu pada bak bagian tengah dan bawah saja. Dari percobaan tanpa beban, terlihat bahwa besarnya suhu udara rata-rata di dalam ruang pengering lebih tinggi daripada suhu udara rata-rata lingkungan. Hal yang sama juga terjadi pada percobaan malam hari karena penggunaan tungku biomassa sebagai pemanas tambahan. Dengan adanya tungku biomassa ini maka suhu dalam ruang pengering selalu lebih tinggi dari suhu lingkungan. Profil suhu udara pengeringan rata-rata siang hari dan malam hari pada ruang pengering dan lingkungan selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. 35

3 Suhu maksimal yang dihasilkan pada masing-masing percobaan masih bisa digunakan untuk proses pengeringan dan tidak mengakibatkan rusaknya jagung pertanian jika dikeringkan dalam mesin pengering tersebut. Penerimaan iradiasi surya pada percobaan 1 lebih rendah apabila dibandingkan dengan ratarata penerimaan iradiasi surya di Indonesia yaitu W/m 2, dimana sebagian besar sinar matahari terhalang oleh awan selama pengeringan berlangsung. Pada percobaan 1 iradiasi yang diterima dengan rata-rata W/m 2 sedangkan pada percobaan 2 adalah W/m 2. Penerimaan iradiasi surya yang sangat berfluktuasi dapat ditunjukkan dengan dicapainya iradiasi maksimum untuk kedua percobaan masing-masing yaitu W/m 2, W/m 2. Namun pada saat mendung atau hujan maka nilai iradiasi surya menurun secara drastis. Lama penyinaran yang diterima juga berpengaruh pada total iradiasi surya yang diterima. Pada percobaan 1 dengan lama penyinaran 8.5 jam, total iradiasi surya mencapai 4.96kWh/m 2, percobaan 2 lama penyinaran selama 8 jam, total iradiasi surya mencapai 1.9 kwh/m 2, Rata-rata suhu lingkungan pada kedua percobaan tersebut relatif sama yakni berkisar antara C untuk malam hari dan C pada siang hari dengan RH rata-rata berkisar antara %. Fluktuasi suhu dan RH yang paling besar dialami pada percobaan 1 dikarenakan keadaan cuaca yang mendung dan cerah berganti-ganti. B. Pengujian dengan jagung pipilan (zea mays L) 1. Suhu ruang pengering dan sebarannya Pengujian mesin pengering ERK ini dilakukan sebanyak empat kali percobaan, dilakukan pada siang dan malam hari. Dua percobaan tanpa beban dan dengan jagung pipilan sebanyak dua percobaan. Dari hasil percobaan dengan jagung pipilan dapat dilihat pada Gambar 14 yang menunjukkan suhu dan RH ruang pengering pada kedua percobaan yang telah dilakukan. Kisaran suhu ruang pengering yang terjadi pada kedua percobaan berturut-turut adalah 35-6 o C; o C sedangkan RH ruang pengering berselang antara %; %. adapun rata-rata untuk suhu ruang dapat dilihat pada Gambar Suhu (oc) Waktu (jam) Suhu ruangan RH ruangan Suhu (oc) Waktu (jam) Suhu ruangan RH ruangan (a) Percobaan 3 (b) Percobaan 4 Gambar 18. Suhu dan RH ruangan selama pengeringan berlangsung Radiasi surya selama pengukuran berfluktuasi tergantung pada kondisi cuaca di lapangan pada saat pengukuran. Rata-rata pengukuran iradiasi surya pada siang hari adalah sebesar W/m 2 pada percobaan 3 adalah W/m 2 pada percobaan 4 adalah W/m 2. Penerimaan 36

4 iradiasi rata-rata dapat dikatakan lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata penerimaan iradiasi matahari Indonesia 562,5 W/m 2 dikarenakan selama pengeringan berlangsung sebagian sinar matahari terhalang oleh awan. 12 Iradiasi matahari (W/m 2 ) Waktu Pengeringan Percobaan 3 Percobaan 4 Gambar 19. Iradiasi matahari percobaan 3 dan 4 dengan beban. Penerimaan iradiasi yang sangat berfluktuasi dapat ditunjukkan dengan dicapainya iradiasi maksimum percobaan 3 dan 4 masing-masing W/m 2 dan W/m 2, dan iradiasi minimumnya 1.4 W/m 2 dan 8.57 W/m 2. Lama penyinaran yang diterima saat pengeringan jelas sekali berpengaruh pada total iradiasi yang diterima. Pada percobaan 3 dengan lama penyinaran 9 jam, total iradiasi surya mencapai 5.29 kwh/m 2, percobaan 4 lama penyinaran selama 11 jam, total iradiasi surya mencapai 1.68 kwh/m 2. Suhu lingkungan berfluktuasi mengikuti iradiasi matahari seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Kisaran suhu lingkungan pada percobaan 3 berlangsung antara o C dengan ratarata suhu sebesar o C, percobaan 4 mempunyai suhu antara o C dengan rata-rata suhu o C. Kelembaban relatif (RH) lingkungan percobaan 3 berkisar antara % percobaan 4 mempunyai kisaran antara %, dengan rata-rata RH masing-masing berturutturut adalah 92.46%, 81.58%. Gambar 17 memperlihatkan rata-rata suhu dan RH lingkungan selama proses pengeringan berlangsung untuk keempat percobaan. Suhu ( o C) RH (%) Suhu (oc) RH (%) Suhu lingkungan RH lingkungan Suhu lingkungan RH lingkungan (a) Percobaan 3 (b) Percobaan 4 Gambar 2. Suhu dan RH lingkungan selama pengeringan berlangsung 37

5 2.Suhu Lapisan dalam Tumpukan Jagung Suhu lapisan dalam tumpukan jagung diukur dengan termokopel (C-C) pada dua lapisan yaitu lapisan paling dalam (4 cm) dan lapisan tengah (21 cm). Sebaran suhu rata-rata yang terjadi di lapisan dalam dan tengah masing pada percobaan 3 dan percobaan 4 dapat dilihat pada Gambar 18. Pengukuran suhu lapisan dilakukan setiap setengah jam sekali. Pengadukan dilakukan setiap dua jam sekali dengan tujuan untuk meratakan suhu tiap bagian lapisan dan untuk meratakan kadar air sehingga selisih perbedaannya lebih kecil. Pada percobaan 3 terlihat jelas perbedaan suhu lapisan sebelum pengadukan lebih tinggi dibandingkan sesudah diaduk karena terjadi efek pencampuran jagung pipilan di dalam bak. 5 6 Suhu (oc) Suhu ( o C) Waktu (jam) Lapisan dalam Lapisan tengah Waktu (jam) Lapisan dalam Lapisan tengah (a) percobaan 3 (b) percobaan 4 Gambar 21. Sebaran suhu pada lapisan yang berbeda (dengan beban) Rata-rata suhu setiap lapisan percobaan 3 dan 4, dapat dilihat pada Gambar 18. Selisih suhu lapisan dalam dan lapisan tengah pada percobaan 3 adalah o C, percobaan 4 sebesar o C. Rata-rata suhu lapisan dalam mempunyai nilai terbesar karena berada paling dekat dengan ruang plenum. Pada titik pengukuran rata-rata suhu lapisan dalam adalah 4.1 o C sedangkan pada lapisan tengah nilai suhu rata-ratanya adalah 39.5 o C, setelah pengadukan lapisan dalam menjadi 38.9 o C dan lapisan tengah sebesar 4.37 o C, dengan adanya pengadukan tersebut perbedaan suhu lapisan dalam dan tengah menjadi lebih kecil dan tidak terjadi perbedaan yang sangat besar dengan nilai selisih lapisan dalam.51 o C dan selisih lapisan tengah.47 o C. 3. Laju Penurunan Kadar Air Jagung Pipilan Jumlah jagung pipilan yang digunakan pada percobaan pengeringan 3 adalah 18 kg, percobaan 4 sebanyak 149 kg. Jagung pipilan ditempatkan dan dikeringkan dalam bak pengering yang berukuran 25 x 15 cm dengan tebal tumpukan rata-rata 4 cm. Sampel kadar air diambil pada dua lapisan dengan 16 titik dengan kedalaman lapisan dalam pada dasar bak, dan lapisan tengah pada rata-rata 21 cm dan sampel diambil setiap satu jam sekali. Jumlah air yang diuapkan dari jagung pada percobaan 3 sebesar 271 kg, percobaan 4 adalah kg. Pada percobaan 3 kadar air awal jagung pipilan adalah 31.59% bb dikeringkan sampai kadar air 14% bb membutuhkan waktu pengeringan 23 jam dan selisih kadar air jagung pipilan lapisan dalam dan lapisan luar selama selama proses pengeringan adalah %bk. 38

6 Kadar air awal jagung pipilan 4 adalah 31.25% bb dikeringkan sampai kadar air 13.74% bb dengan waktu pengeringan 25 jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan tengah selama proses pengeringan adalah % bk. Hal ini lebih baik daripada hasil pengujian pengeringan jagung dengan bak datar yang dilakukan oleh Thahir (2) dalam Mulyantara (28) dimana perbedaan kadar air pengeringan antara lapisan dalam dan luar sebesar 4-6%bk. Sedangkan menurut Mulyantara (28) perbedaan kadar air pada lapisan.1-1.8%bk. Penurunan kadar air rata-rata dari dua lapisan berbeda pada kedua percobaan digambarkan pada Gambar 21. Laju penurunan kadar air rata-rata untuk percobaan 3 adalah.77%bk/jam dan percobaan 4 adalah.68 %bk/jam. Hasil penelitian Jubaedah (2), pada skala laboratorium, pengeringan jagung pipilan hibrida dengan ketebalan 6 cm dan kadar air awal 26.8% bb hingga 14% bb memerlukan waktu 6 jam dengan laju pengeringan 2.8% bk/jam. Sementara dengan ketebalan 75 cm dengan kadar air awal 27.3% bb sampai 14.6% bb membutuhkan waktu 7 jam dengan laju pengeringan 2.2% bk./jam. Mulyantara (28) mengeringkan jagung pipilan menggunakan ERK dengan wadah silinder kadar air awal 24.87% bb-15.92% bb membutuhkan waktu pengeringan 11 jam dengan laju penurunan kadar air rata-rata.96% bk/jam. Percobaan 1 kadar air awal 22.28%bb-16.27%bb membutuhkan waktu pengeringan 8 jam dengan laju penurunan kadar air rata-rata 1.18%bk/jam. Percobaan 2 dari kadar air 23.57%bb-17.85%bb dengan waktu pengeringan 8 jam dengan laju penurunan kadar air rata-rata 1.11% bk/jam. Penelitian yang lain terhadap pengering dengan kapasitas 1 ton membutuhkan waktu 29 jam untuk mengeringkan jagung dengan kadar air awal 32%bb menjadi 15%bb. Laju pengeringan yang terjadi adalah.58%bk per jam. Penurunan kadar air rata-rata dua lapisan berbeda pada kedua percobaan digambarkan pada Gambar 21. Kadar air (%bb) Waktu (Jam) Lapisan dalam Lapisan tengah Kadar air (% bb) Waktu (Jam) Lapisan dalam Lapisan tengah Gambar 22. Penurunan kadar air di dua lapisan berbeda 39

7 percobaan 3 percobaan 4 Lapisan dalam Lapisan tengah Rata-rata Gambar 23. Laju penurunan kadar air setiap lapisan Massa (kg) Massa air diuapkan Massa akhir jagung Massa awal jagung Percobaan 4 Percobaan 3 Gambar 24. Komposisi jagung pipilan dan air yang diuapkan 4. Kebutuhan Masukan Energi pada Pengoperasian Mesin Besarnya konsumsi energi selama proses pengeringan yang berasal dari energi iradiasi matahari, biomassa dan listrik percobaan 1, 2, 3 dan 4 tersaji pada Tabel 4 dan Gambar 23. Presentase energi surya percobaan 1 dan percobaan 2, percobaan 3 dan percobaan 4 berturut-turut adalah %, %, 7.25% dan 21.98% presentase ini lebih besar dibandingkan dengan pengeringan jagung skala 1-13 kg dengan pengering ERK oleh Mulyantara (28), yaitu 15.1%, 13.78%, 11.71%. Presentase energi biomassa berturut-turut untuk percobaan 1 dan percobaan 2 tanpa beban, percobaan 3 dan percobaan 4 dengan beban adalah 76.58%, 67.62%, 9.4% dan 74.52%. Sedangkan energi listrik berturut-turut adalah 6.21%, 5.185, 2.35%, dan 3.49%. Dari perhitungan diperoleh konsumsi energi spesifik (KES) untuk setiap satu kilogram air yang diuapkan dari kadar air awal sampai kadar air sekitar 14% bb dengan beban pada 4

8 percobaan 3 adalah 1.7 MJ/kg, percobaan 4 sebesar 8.2 MJ/kg. Nelwan (27) melaporkan pengeringan kakao dengan rak berputar membutuhkan konsumsi energi spesifik MJ/kg. Sedangkan Mulyantara (28) diperoleh konsumsi energi spesifik untuk pengeringan jagung dengan ERK silinder berputar pada pengujian I adalah 6.3 MJ/kg, pengujian II adalah 8.1 MJ/kg dan pengujian III adalah 1.13 MJ/kg. Berikut merupakan komposisi energi untuk pengeringan jagung pipilan dengan perhitungan pada Lampiran 11. Tabel 4. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung pipilan Sumber energy Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Surya Biomassa Listrik Total MJ % MJ % MJ % Percobaan 4 MJ % Gambar 25. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung Penggunaan Biomassa Sebagai Sumber Energi Tambahan Untuk keempat percobaan dalam penelitian ini digunakan bahan bakar biomassa yang berfungsi untuk membantu menaikkan suhu ruang pengering ERK pada kondisi dimana masukan dari energi surya tidak mampu mencapai tingkat suhu pengeringan yang diharapkan. Dengan demikian, mesin perlu dioperasikan dengan menggunakan gabungan sumber energi yaitu dengan surya dan biomassa (hibrid). Pada keempat percobaan digunakan bahan bakar biomassa dari kayu bakar. Perbedaan jumlah masukan biomassa tersebut di akibatkan oleh perbedaan cuaca, misalnya mendung dan hujan. Jumlah dan laju bahan bakar kayu selama proses pengeringan seperti tersaji dalam tabel berikut. Energi (MJ) Iradiasi surya Biomasssa Listrik Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Tabel 5. Jumlah dan laju penggunaan bahan bakar biomassa selama pengeringan Percobaan Lama pengoperasian (jam) Jenis biomassa Jumlah (kg) Laju (kg/jam) Nilai kalor biomassa (kj/kg) Total input energi (MJ) 1 15 Kayu bakar Kayu bakar Kayu bakar Kayu bakar

9 5. Efisiensi Penggunaan Energi pada sistem Mesin Pengering Perhitungann efisiensi dilakukan berdasarkan pada efisiensi pengeringan total, efisiensi termal bangunan, dan efisiensi udara pengering. Efisiensi pengeringan total adalah perbandingan energi yang dipakai untuk menguapkan air jagung dengan energi yang diterima. Perhitungann efisiensi pengeringan total dilakukan pada kondisi mesin menggunakan sumber energi hanya dengan memanfaatkan iradiasi surya, tanpa iradiasi yaitu hanya menggunakan energi biomassa (pada malam hari), dan dengan memanfaatkan iradiasi surya dan biomassa (hibrid). Dari hasil perhitungan percobaan 3 menggunakan bahan bakar arang kayu mempunyai efisiensii pengeringan total dengan hanya energi surya adalah sebesar 27.61% dan 27.67% dan hanya dengan biomassa adalah sebesar 21.52% dan 35.8% dan dengan hibrid 52.63% dan 34.83%.. Perbedaan hasil perhitungan efisiensi tersebut disajikan melalui Tabel 6. Tabel 6. Hasil perhitungan efisiensi total pengeringan, berdasarkan sumber energi yang digunakan (%) Hanya energi surya Hanya biomassa Hibrid Percobaan 3 Percobaan Nelwan (1997), mendapatkan efisiensi total pengeringan dengan iradiasi pengering ERK untuk kakao sebesar %, tanpa iradiasi adalah %. Hasil pengujian Mulyantara (28) terhadap alat pengering jagung dengan wadah silinder menunjukkan bahwa efisiensi pengeringann dengan iradiasi surya adalah %, biomassaa adalah %. Dari hasil perhitungan efisiensi total pengeringan dapat dilihat bahwa untukuk mengeringkan jagung pipilan lebih baik dilakukan dengan penambahan biomassa pada saat iradiasi surya masih ada, namun perlu pemanasan awal yaitu dengan bantuan iradiasi surya pada pagi hari. Efisiensi termal bangunan merupakan perbandingan energi yang dipakai untuk memanaskan udara pengering dengan input sumber energi untuk prosess pemanasan. Dihitung dengan menggunakan persamaan 17. Hasil perhitungan diperoleh efisiensi termal bangunan sebesar 23.56% dan 44.95%. Artinya udara panas yang diperoleh dari iradiasi surya dan bahan bakar biomassa, sebagian besar tidak termanfaatkan untuk memanaskan udara dalam ruang pengering. Kehilangan panas tersebut dapat melalui atap, dinding, lantai, atau kebocoran pada sistem tungku pembakaran. Untuk pengujian ini kehilangan panas terbesarr diduga bersumber dari sistem tungku pembakaran, akibat proses pengumpanan bahan bakar yang kurang efektif dan struktur yang tidak efektif menyimpan panas pembakaran biomassa. percobaan % percobaan %.% 2.% 4.% 6.% Gambar 26. Efisiensi termal bangunan untuk kedua percobaan 42

10 Efisiensi udara pengering dinyatakan sebagai persentase energi panas dari udara pengering yang digunakan untuk mengeringkan jagung, yaitu memanaskan jagung dan menguapkan air jagung. Efisiensi udara pengering ini dihitung menggunakan Persamaan 18. Dari hasil perhitungan diperoleh efisiensi sebesar 88.18% dan 72.69%. Artinya sebagian besar energi udara dari udara panas telah digunakan untuk mengeringan jagung yaitu energi untuk memanaskan jagungg dan menguapkan air dari dalam jagung. Untuk pengeringan jagung menggunakan ERK yang dilakukan oleh Wilson (21), menghasilkan efisiensi udara pengering sebesar 59.62%, sedangkan Nelwan (1997) memperoleh nilai efisiensi 27-6% 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% 88.19% 72.69% 3 4 Gambar 27. Efisiensi pengeringan oleh udara pengering Faktor-faktor yang berkaitan dengan efisiensi mesin pengering ini adalah kehilangan panas dari mesin, jumlah jagung pipilan yang dikeringkan, kadar air awal dan iradiasi surya. Untuk membandingkan efisiensi total alat ini dengan mesin pengering yang menggunakan bahan bakar komersial, besaran efisiensi tanpa memperhitungkan iradiasi surya cukup penting untuk diketahui. Tetapi saat percobaan ini berlangsung, iradiasi surya yang diterima relatif rendah, sehingga nilai efisiensi pengeringan tanpa iradiasi surya tergolong kecil dan perbedaan efisiensi iradiasi surya dengan hanya biomassa sekitar.2 % Efisiensi mesin pengering dapat juga dilihat dari besarnyaa energi yang masuk dibandingkan dengann penguapan air satu kg yang dinyatakan sebagai η E. Tabel 7 memperlihatkan kebutuhan energi spesifik (η E ) untuk setiap percobaan dengan dan tanpa iradiasi surya. Tabel 7. Kebutuhan energi spesifik (η E ) untuk setiap percobaan berdasarkan sumber energi yang digunakan (kj/kg) Sumber energi yang digunakan Percobaan 3 Percobaan 4 Hanya energi surya Hanya biomassa Hibrid (energi surya dan biomassa ) Nilai η E untuk kedua percobaan ini dengan hanya menggunakan energi surya adalah kj/kg padaa percobaan 3 dan kj/kg pada percobaan 4, sedangkan dengan menggunakan hanya biomassa adalah kj/kg dan kj/kg. Sebagai perbandingan, nilai tersebut pada pengeringan biji-bijian berkisar 3-1 kj/kg (Brooker et al, 1992) dalam Nelwan (1997) 43

11 Nilai ini berbeda dengan kebutuhan energi hasil perhitungan Nelwan (1997) sebesar kj/kg, Mulyantara (28) sebesar MJ/kg, Wilson (21) sebesar kj/kg. Perbedaan ini disebakan oleh perbedaan jumlah jagung yang dikeringkan dan jumlah energi yang diterima selama pengujian. C. Pindah Panas pada Tungku dan Pipa Penyalur Panas di dalam Rumah Kaca Analisis pindah panas yang terjadi pada tungku dan pipa penyalur panas di dalam rumah kaca pada dasarnya merupakan gabungan dari tiga proses pindah panas yaitu secara konveksi, konduksi dan radiasi. Pada percobaan tanpa beban dan dengan beban pada kondisi malam hari dapat dihitung nilai efisiensi dari tungku sebagai pemanas tambahan. Analisis pindah panas yang terjadi terdiri dari panas yang hilang melalui tungku, panas yang diterima rumah kaca dari tungku melalui pipa penyalur panas serta nilai efisiensi tungku sebagai pemanas tambahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: 1. Panas yang hilang dari tungku Pada percobaan tanpa beban dan dengan beban pada kondisi malam hari, panas yang hilang melalui tungku dapat dibagi menjadi beberapa antara lain panas yang hilang melalui dinding tegak tungku (QL 1 ), panas yang hilang melalui lantai tungku (QL 2 ), panas yang hilang melalui lubang udara masuk tungku (QL 3 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut dan perhitungan panas yang hilang dari tungku dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13 dengan menggunakan rumus pada hal Tabel 8. Laju kehilangan panas dari tungku percobaan Panas yang hilang dari tungku (Watt) QL1 QL2 QL Rata-rata Dari Tabel 8 diatas dapat kita lihat jumlah panas yang hilang terbesar terdapat pada dinding tegak tungku dimana rata-rata panas yang hilang sebesar Watt, kemudian diikuti oleh lantai tungku dimana rata-rata panas yang hilang Watt kemudian lubang masuk udara tungku dengan rata-rata 4.83Watt. Dari percobaan pertama, kedua dan ketiga nilai kehilangan panas yang terjadi relatif sama dikarenakan pada malam hari tidak dipengaruhi oleh adanya radiasi surya yang fluktuatif sehingga panas yang dihasilkan hanya dari pengumpanan biomassa pada tungku. Pada dinding tegak tungku banyak terjadi kehilangan panas dikarenakan dinding tegak tungku merupakan bagian yang paling dekat dengan ruang pembakaran dan terbuat dari plat baja yang mempunyai nilai konduktivitas tinggi serta bahan tersebut tidak dilapisi oleh bahan yang mampu menahan laju panas keluar dari dinding tegak tungku. Hal ini juga berlaku pada bagianbagian tungku lainnya. Pada dasarnya, dari percobaan yang dilakukan desain fisik tungkunya sudah cukup baik sehingga pembakaran yang dihasilkan dari biomassa kayu menghasilkan panas yang optimal. 44

12 Namun, pada saat penambahan atau pengumpanan bahan bakar biomassa harus dilakukan secara teratur dengan memperhatikan laju pembakaran dan laju udara yang masuk untuk menjaga kestabilan panas dan suhu ruang, khususnya pada malam hari Panas yang diterima rumah kaca, dari percobaan yang dilakukan pada dasarnya sudah cukup bisa untuk memanaskan udara yang ada didalam rumah kaca dan digunakan untuk proses pengeringan. Panas yang diterima rumah kaca berasal dari pipa HE yang berjumlah 45 yang dipasang diatas tungku dalam rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari pipa penyalur pada percobaan pertama yaitu Watt sedangkan pada percobaan kedua Watt, pada percobaan ketiga yaitu Watt, dan pada percobaan keempat adalah Watt. Rata-rata panas yang diterima rumah kaca yang diperoleh dari ketiga percobaan tersebut yaitu Watt dari 45 pipa yang digunakan. Selain dari pipa penyalur jumlah panas yang diterima rumah kaca juga berasal dari celah atap tungku. Panas yang disalurkan melalui celah atap tungku berkisar antara Watt sampai Watt. Jumlah panas yang masuk keruang pengering dapat menaikkan suhu ratarata dari percobaan yang dilakukan hingga 4 C pada kondisi malam hari. Akan tetapi, sebaran suhu dalam rumah kaca belum merata. Suhu udara yang berada lebih dekat dengan pipa penyalur panas mempunyai suhu yang lebih tinggi dari pada dibagian yang lain, terlihat suhu pada titik bak dekat tungku pada jam 14.3 adalah 29.6 o C dan di ujung bak 24.6 o C, data selebihnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Hal ini menyebabkan pada bagian ini, jagung akan lebih cepat kering bila dibandingkan dengan bagian yang lain. Bila tidak diperhatikan maka bisa saja jagung yang akan dikeringkan akan menjadi rusak karena suhu udara yang cukup tinggi. 2. Efisiensi energi pada sistem tungku dan pipa penyalur panas Berikut merupakan nilai kalor dari biomasssa dan laju pembakaran yang terjadi selama proses pengeringan pada percobaan 1, 2, 3, dan 4. percobaan Tabel 9. Laju pembakaran biomassa selama proses pengeringan Nilai energi Nilai kalor Laju pembakaran biomassa biomassa (kg/jam) (Watt) (kj/kg) Laju pembakaran pada tiap percobaan berbeda. Pada percobaan tanpa beban, percobaan 1 adalah 2.8 kg/jam dan percobaan kg/jam sedangkan dengan beban pada percobaan 3 adalah 5.39 kg/jam danpercobaan 4 adalah 5.5 kg/jam. Besarnya nilai efisiensi sistem tungku dan pipa penyalur panas yang didapat dari masing-masing percobaan yaitu 26.4 %, 28.74%, 17.4% dan 24.19% dengan nilai rata-rata sebesar 24.18%, perhitungan nilai efisiensi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Nilai efisiensi yang didapatkan kecil dikarenakan banyak panas yang terbuang, sehingga panas pembakaran yang dihasilkan tidak maksimal untuk proses pengeringan dalam rumah kaca. 45

13 D. Analisis Biaya Pengeringan Jagung dengan Mesin Pengering ERK-Hibrid Hasil akhir estimasi biaya pengeringan ini adalah untuk mengetahui biaya pokok pengeringan (BPP) dengan kondisi operasi yang berbeda seperti jumlah jagung yang dikeringkan. Proses estimasi biaya proses diawali dengan mengelompokkan biaya-biaya yang digunakan ke dalam kategori biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah selama proses pengoperasian mesin pengering tetapi ditentukan dalam satu kurun waktu tertentu misalnya tahunan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya tergantung pada waktu pengoperasian mesin pengering. Biaya-biaya tetap meliputi pajak/asuransi, bunga modal, penyusutan, biaya pemeliharaan. Sedangkan komponen biaya tidak tetap meliputi biaya penggunaan bahan bakar dan tenaga kerja. Analisis biaya pengoperasian mesin pengering ERK ini dilakukan pada kapasitas pengoperasian maksimum yaitu 1 kg. Beberapa asumsi yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lokasi pengujian (Lampiran 15). Dari hasil analisis diperoleh komponen-komponen biaya tetap pengoperasian mesin pengering ERK yang meliputi biaya penyusutan unit mesin pengering ERK, pajak bumi dan bangunan sebesar 1.5% per tahun, biaya pemeliharaan sebesar 2.5% per tahun berdasarkan rata-rata suku bunga pinjaman BRI tahun 29. Biaya bunga modal sebagai biaya tetap diperhitungkan di dalam perhitungan biaya penyusutan yang memperhitungkan capital recovery factor (crf) sehingga tidak menjadi komponen dari biaya tetap yang berdiri sendiri, kecuali untuk perhitungan biaya yang tidak mempertimbangkan crf, biaya bunga modal dihitung terpisah dari biaya penyusutan. Perhitungan biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya pengeringan jagung pipilan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Tabel 1. Komponen-komponen biaya tetap pengoperasian mesin pengering ERK-Hibrid No Komponen Biaya Tetap Biaya (Rp/tahun) 1 Penyusutan unit mesin pengering ERK Pajak Bumi dan Bangunan (1.5%/tahun) 27 3 Pemeliharaan unit pengering ERK 15 4 Abodemen listrik Total Biaya Tetap Komponen-komponen biaya tidak tetap meliputi biaya penggunaan listrik sebesar Rp1485/hari, pembelian biomassa sebanyak 121 (sekali percobaan) kg dengan asumsi harga Rp 15/kg, dan tenaga kerja sebanyak 2 orang dengan asumsi biaya tenaga kerja sebesar Rp 25 per orang per hari. Tabel 11. Komponen-komponen biaya tidak tetap pengoperasian mesin pengering ERK-Hibrid No Komponen biaya tidak tetap Biaya(Rp/tahun) 1 Penggunaan listrik (3 kw x 18 jam/tahun) Biomassa 121 kg Tenaga kerja 2 orang 9 Total biaya tidak tetap Total biaya tahunan yang dibutuhkan untuk pengeringan jagung pipilan sejumlah 1 kg adalah penjumlahan dari komponen biaya tetap dan komponen biaya tidak tetap yaitu sebesar Rp Berdasarkan jumlah biaya operasi tersebut kemudian kita menentukan biaya pokok pengeringan jagung pipilan sebesar Rp.387/kg. Jika dengan penambahan hari kerja dengan asumsi bahwa biji-bijian lain juga dikeringkan maka biaya pokok pengeringan (BPP) adalah Rp.294/kg. Jika 46

14 mengacu pada harga jagung pipilan kering dengan kadar air 14% basis basah tahun 211 yaitu sebesar Rp.3/kg maka persentase biaya pokok pengeringan ini adalah sebesar 12.9% dari harga jual jagung pipilan. Biaya pokok pengeringan ini lebih besar dari hasil penelitian Mulyantara (28) yaitu sebesar Rp.124/kg, tetapi sedikit lebih kecil oleh Wilson (21) biaya pokok pengeringannya sebesar Rp.397/kg. Sedangkan biaya pokok pengeringan jagung menggunakan beberapa jenis mesin pengering yang telah diterapkan oleh masyarakat pada lokasi pengolahan jagung di Sukabumi adalah sebesar Rp.35/kg 47

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Perancangan 4.1.1. Identifikasi Kebutuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Singkong atau ketela pohon pada umumnya dijual dalam bentuk umbi segar oleh petani. Petani jarang mengeringkan singkongnya

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT Oleh : M. Yahya Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Padang Abstrak Provinsi Sumatera Barat memiliki luas

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. MEODOLOGI PENELIIAN A. EMPA DAN WAKU PENELIIAN Penelitian ini dilakukan di Lab. E, Lab. Egrotronika dan Lab. Surya Departemen eknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30 o C, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0 C dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET ABSTRAK Diini Fithriani *), Luthfi Assadad dan Zaenal Arifin **) Telah dilakukan uji perfomansi terhadap

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Lab. EEP dan Ergotronika, Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor dan Desa Cijulang Kec. Cikembar Kab. Sukabumi sebagai lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10) RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal Karakteristik Pengeringan Biji Kopi dengan Pengering Tipe Bak dengan Sumber Panas Tungku Sekam Kopi dan Kolektor Surya Characteristic Drying of Coffee Beans Using a Dryer with the Heat Source of Coffe

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kalibrasi Kalibrasi dilakukan untuk termokopel yang berada pada HTF, PCM dan permukaan kolektor. Hasil dari kalibrasi tiap termokopelnya disajikan pada Tabel 4.1,

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO Oleh M. Yahya Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang Abstrak Indonesia merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL Oleh : DEWI RUBAEATUL ADAWIYAH F14103089 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang tebal,

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

Analisis Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)

Analisis Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Technical Paper Analisis Pengeringan Sawut Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Menggunakan Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Drying Analysis of Chopped Sweet Potatoes (Ipomoea batatas L.) by Using the Greenhouse

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L. UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) STEPHANI UTARI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pemberitahuan Pelaksanaan IbM kepada Mitra Pelaksanaan kegiatan ipteks IbM Kelompok Tani Kopi Pemanfaatan Energi Surya dan Limbah Biomassa untuk Pengeringan dimulai setelah

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan Hotpress

Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan Hotpress LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan Hotpress 1. Data Neraca Massa Proses Penggilingan Ulangan massa awal massa akhir massa yang hilang 1 2.10 2.10 0

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas Azridjal Aziz Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Ekonomi Penggunakan A7at Pengering Tipe Sirkular di Perkebunan RajamandaTa, PTP XI1 Bandung. Dibawah bimbingan Ir. A Kohar

Ekonomi Penggunakan A7at Pengering Tipe Sirkular di Perkebunan RajamandaTa, PTP XI1 Bandung. Dibawah bimbingan Ir. A Kohar Erniaty Herlinda. F. 270254. Studi Konsumsi Energi dan Ke7ayakan Ekonomi Penggunakan A7at Pengering Tipe Sirkular di Perkebunan RajamandaTa, PTP XI1 Bandung. Dibawah bimbingan Ir. A Kohar Irwanto,MSc dan

Lebih terperinci

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Adjar Pratoto*, Endri Yani, Nural Fajri, Dendi A. Saputra M. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN 64 BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN a. Beban Pengeringan Dari hasil perhitungan rancangan alat pengering ikan dengan pengurangan kadar air dari 7% menjadi 1% dari 6 kg bahan berupa jahe dengan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA KMT-3 RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Ismail Thamrin, Anton Kharisandi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang-Prabumulih KM.32. Kec.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA

PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA R. Dure 1), F. Wenur 2), H. Rawung 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian UNSRAT 2)

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Faisal Amir 1, Jumadi 2 Prodi Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L). Ikan cakalang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L). Ikan cakalang 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bahan Eksperimen Dalam penelitian ini yang menjadi sampel eksperimen atau bahan penelitian adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L). Ikan cakalang merupakan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli tropis Ethiopia, Afrika Timur, dan dataran tinggi Ethiopia dianggap sebagai pusat utama domestikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis dan interpreasi hasil dari pengumpulan dan pengolahan data di bab sebelumnya. Analisis yang akan dibahas antara lain analisis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1

KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1 KONSUMSI ENERGI DAN BIAYA POKOK PENGERINGAN SISTEM PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HIBRID DAN IN-STORE DRYER (ISD) TERINTEGRASI UNTUK JAGUNG PIPILAN 1 Leopold O. Nelwan 2, Dyah Wulandani 2, Teguh W.Widodo

Lebih terperinci

TEST OF PERFOMANCE ERK HYBRID DRYER WITH BIOMASS FURNACE AS ADDITIONAL HEATING SYSTEM FOR NUTMEG SEED (Myristica sp.) DRYING

TEST OF PERFOMANCE ERK HYBRID DRYER WITH BIOMASS FURNACE AS ADDITIONAL HEATING SYSTEM FOR NUTMEG SEED (Myristica sp.) DRYING Jurnal Teknik Pertanian LampungVol.3, No. 2: 183-194 UJI KINERJA ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) HYBRID DENGAN TUNGKU BIOMASSA SEBAGAI SISTEM PEMANAS TAMBAHAN UNTUK PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Disain Tungku dan Pengumpan Tongkol Jagung Unit tungku ditujukan untuk memanaskan air yang akan dimanfaatkan panasnya melalui penukar panas. Bahan bakar yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID

DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.2, No. 1 Maret 214 DESAIN SISTEM KENDALI SUHU DAN RH BERBASIS LOGIKA FUZZY PADA PENGERINGAN BIJI PALA (Myristica sp.) ERK HYBRID Design of Temperature

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING Perancangan yang akan dilakukan meliputi penentuan dimensi atau ukuran ukuran utama dari alat pengering berdasarkan spesifikasi kopra yang akan dikeringkan. Alat pengering

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK ALAT PENGERING BUATAN UNTUK PROSESSING BUAH PANILI. Abstrak

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK ALAT PENGERING BUATAN UNTUK PROSESSING BUAH PANILI. Abstrak JURNAL TEKNOLOGI PERTANIAN, VOL. 2, NO. 2, AGUSTUS 2001 : 30-37 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK ALAT PENGERING BUATAN UNTUK PROSESSING BUAH PANILI Sumardi H.S., S. Rakhmadiono dan T.A Sinawang Abstrak Pengolahan

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor 2 2016 ISSN 1412-7350 INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN PK Purwadi*, Wibowo Kusbandono** Teknik Mesin Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kalibrasi Termokopel Penelitian dilakukan dengan memasang termokopel pada HTF dan PCM. Kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan harga riil dari temperatur yang dibaca oleh

Lebih terperinci

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed) Sub

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas) RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas) LAPORAN PROYEK AKHIR Oleh : Esmu Bali Sukoco NIM 021903101069 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN PROGRAM

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA

POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 POTENSI PENGGUNAAN KOMPOR ENERGI SURYA UNTUK KEBUTUHAN RUMAH TANGGA KMT-8 Marwani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang Prabumulih

Lebih terperinci