V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam gua diperoleh bahwa jumlah sarang di J I sebanyak 121 sarang dan di J II berjumlah 130 sarang tersebar di sirip-sirip kayu. Jumlah sarang seriti di G I sebanyak 212 sarang dan di G II berjumlah 206 sarang menyebar pada dinding gua. Jumlah sarang seriti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah sarang di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan. (Periode pengamatan Maret Agustus 2006) Lokasi sarang J I J II G I G II Petak Jumlah Petak Jumlah Petak Jumlah Petak Jumlah a 41 a 46 a 42 a 41 b 40 b 43 b 42 b 40 c 40 c 41 c 40 c 40 d 41 d 42 e 48 e 45 Jumlah (J I) jembatan I, (J II) jembatan II, (G I) gua I, dan (G II) gua II. Penyebaran sarang seriti di lokasi jembatan I di Pulau Bacan dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat, dengan tarif kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di J I yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya merata (X² = 0.016; db = 5; P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 1). Sebagian besar sarang seriti di jembatan I terletak di pojok petak (sarang pojok). Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok tidak merata (X² = 15.02; db = 1; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok dengan khi-kuadrat (Lampiran 1). Penyebaran sarang seriti di lokasi jembatan II di Pulau Bacan dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat, dengan 22

2 tarif kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di J II yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya tidak merata (X² = ; db = 5; P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 2). Sebagian besar sarang seriti di jembatan II terletak di pojok petak (sarang pojok). Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok tidak merata (X² = 15.02; db = 1; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok dengan khikuadrat (Lampiran 2). Penyebaran sarang seriti di lokasi gua I di Pulau Kasiruta (Ruta) dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat, dengan taraf kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di G I yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya tidak merata (X² = ; db = 5; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 3). Dalam gua I terdapat sarang mangkok yang terletak di dinding gua. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata (X² = ; db = 1;P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dengan khi-kuadrat (Lampiran 3). Penyebaran sarang seriti di lokasi gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat dengan taraf kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di G II yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya tidak merata (X² = ; db = 5; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 4). Dalam gua II terdapat sarang mangkok yang terletak di dinding gua. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata (X² = ; db = 1;P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dengan khi-kuadrat (Lampiran 4). Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban di lokasi jembatan dan gua yang diukur pada waktu pagi, siang dan sore hari diperoleh antara lain adalah suhu di lokasi jembatan I antara 23.6ºC ºC, sedangkan 23

3 kelembaban antara 62.0% %. Suhu di lokasi jembatan II antara 23.8ºC ºC, sedangkan kelembaban antara 63.0% %. Suhu di lokasi gua I antara 25.0ºC-27.0ºC, sedangkan kelembaban antara 91.8% %. Suhu di lokasi gua II antara 24.0ºC ºC, sedangkan kelembaban antara 90.5% % (Lampiran 17). b. Struktur dan Bentuk Sarang Seriti. Dari hasil pengukuran fisik sarang mangkok di lokasi jembatan dan gua diperoleh bahwa sarang mangkok di J I berukuran kecil dan sarang mangkok di J II berukuran besar, sedangkan sarang mangkok yang terdapat di G I berukuran besar dan sarang mangkok di G II berukuran kecil. Hasil pengukuran fisik sarang mangkok di jembatan dan gua (Tabel 2). Tabel 2. Ukuran fisik (rata-rata total ± SD) sarang mangkok di lokasi Jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Lokasi sarang Variabel J I (n=10) J II (n=10) G I (n=10) G II (n=10) Panjang sarang (cm) 7,3 ± 0,2 7,8 ± 0,4 6,9 ± 0,4 7,2 ± 0,4 Lebar sarang (cm) 4,5 ± 0,3 4,8 ± 0,5 4,7 ± 0,5 4,7 ± 0,6 Tinggi sarang (cm) 4,1 ± 0,3 4,6 ± 0,2 3,6 ± 0,4 3,1 ± 0,4 Kedalaman sarang (cm) 3,8 ± 0,3 4,1 ± 0,2 3,5 ± 0,5 2,9 ± 0,4 Bibir sarang (cm) 0,5 ± 0,0 0,5 ± 0,1 0,5 ± 0,1 0,5 ± 0,0 (J I) jembatan I, (J II) jembatan II, (G I) gua I, dan (G II) gua II. Dari hasil pengukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan I berukuran kecil, sedangkan sarang pojok di jembatan II berukuran besar. Hasil pengukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan I dan jembatan II (Tabel 3). Tabel 3. Ukuran fisik (rata-rata total ± SD) sarang pojok di lokasi jembatan di Pulau Bacan. (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Variabel Lokasi sarang J I J II Panjang sarang (cm) 6,5 ± 0,4 6,6 ± 0,7 Lebar sarang (cm) 4,1 ± 0,4 4,0 ± 0,2 Tinggi sarang (cm) 3,5 ± 0,7 * 3,5 ± 1,2 Kedalaman sarang (cm) 3,3 ± 0,5 3,1 ± 0,9 Bibir sarang (cm) * 0,4 ± 6,8 0,4 ± 0,1 * Berbeda secara ukuran fisik pada rata-rata ± SD, (J I) jembatan I, (J II) jembatan II. 24

4 Ukuran fisik sarang seriti dari tinggi sarang (0,4 ± 6,8) dan bibir sarang (3,5 ± 1,2) berbeda, sedangkan panjang, lebar, dan kedalaman sarang seriti tidak terdapat perbedaan. Hasil pengamatan dari kondisi fisik sarang mangkok diperoleh bahwa sarang mangkok yang terdapat di jembatan I dan jembatan II berukuran kecil, kering, dan kurang tebal. Sedangkan sarang mangkok yang terdapat di gua I dan gua II berukuran besar, basah, sedikit kering, dan agak tebal (Gambar 8). (a) (b) (c) (d) Gambar 8. Sarang mangkok (a) Jembatan I, (b) Jembatan II, (c) Gua I, dan (d) Gua II di Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Keterangan : Bar = 2 cm. Sarang pojok di jembatan I berukuran sedikit besar, dibandingkan jembatan II yang berukuran agak kecil. Bentuk sarang pojok di jembatan I dan jembatan II adalah berbentuk segitiga (Gambar 9). 25

5 (a) (b) Gambar 9. (a) sarang pojok jembatan I dan (b) sarang pojok jembatan II di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret-Agustus 2006). Keterangan : Bar = 2 cm c. Jenis Bahan Penyusun Sarang Seriti. Jenis bahan penyusun sarang seriti dari 10 sarang yang diamati pada lokasi J I dan J II diperoleh hasil bahwa jenis bahan penyusun sarang seriti dari bahan lumut yang memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan dari jenis bahan penyusun sarang seriti lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis bahan penyusun sarang seriti di jembatan I dan jembatan II di Pulau Bacan (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Lokasi sarang Jenis bahan sarang J I (n=10) J II (n=10) a b c a b c Lumut Rumput Lumut & ijuk Lumut & rumput : sampel bahan sarang tidak di peroleh. (a) petak 1, (b) petak 2, dan (c) petak 3. (J I) jembatan I, (J II) jembatan II. Jenis bahan penyusun sarang seriti dari 10 sarang yang diamati pada lokasi G I dan G II diperoleh hasil bahwa jenis bahan penyusun sarang seriti dari bahan lumut, serta lumut dan rumput yang memiliki jumlah lebih banyak dapat dilihat pada Tabel 5. 26

6 Tabel 5. Jenis bahan penyusun sarang di gua I (G I) dan gua II (G II) di Pulau Kasiruta (Ruta) (Periode pengamatan Maret Agustus 2006) Lokasi srang Jenis bahan sarang G I (n=10) G II (n=10) a b c d e a b c d e Lumut Rumput Lumut & ijuk Lumut & rumput Rumput & ijuk Lumut, ijuk, rumput Lumut, serpihan daun, bulu burung Serpihan daun, bulu burung, ijuk Rumput, ijuk, serpihan daun : sampel bahan sarang tidak di peroleh. (a) petak 1, (b) petak 2, dan (c) petak 3. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa jenis bahan sarang seriti yang di jumpai pada lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan diantaranya terdiri atas lumut, rumput, ijuk, serpihan daun, dan bulu burung. Jenis bahan penyusun sarang seriti yang terdapat di lokasi jembatan dan gua yang jumlahnya paling banyak adalah jenis bahan sarang dari lumut tanpa campuran bahan tumbuhan lainnya, serta bahan sarang campuran dari lumut dan rumput. Hasil identifikasi jenis bahan sarang burung seriti diantara lokasi jembatan dan gua diperoleh bahwa jenis lumut di jembatan I berjumlah 6 spesies dan jembatan II sebanyak 9 spesies, serta gua I sebanyak 12 spesies dan gua II sebanyak 10 spesies. Jenis rumput di jembatan I berjumlah 3 spesies dan jembatan II sebanyak 3 spesies, sedangkan gua I berjumlah 4 spesies dan gua II sebanyak 4 spesies. Jenis serpihan daun di lokasi gua I sebanyak 2 spesies dan gua II berjumlah 1 spesies. Sedangkan bahan sarang lainnya adalah ijuk terdapat di lokasi jembatan dan gua, sedangkan bulu burung hanya dijumpai di lokasi gua (Tabel 6). 27

7 Tabel 6. Jenis bahan penyusun sarang seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan yang teridentifikasi. Jenis bahan sarang Lokasi Sarang Nama Lokal Nama Latin J I J II G I G II Lumut gantung Meterium sp Lumut rambut Pogonatium sp - Lumut paku hijau keabuabuan Thuidium glaucinoides Lejenea Plychanthus striatus - Schiffneriolejeunea tumida - - Lejenea Spruceanthus polymorphus Lumut tapak Calyptothecium wrightii Lumut tanduk Herpetineuron toccoae Lumut tapak Homalia trichomanoides Lumut berbulu lembut Oedicladium fragile - - Lumut tumpul Homaliodendron microdendron - Lumut hati berjari Kurzia gonyotricha Lumut payung leher angsa Campylopus umbellatus Rumput rawa Leersia hesandra Rumput menahun Oplismenus burmanni - - Rumput geganjuran Paspalum commersonii Rumput bermuda Cynodon dactylon Jenis paku-pakuan Lindsaea doryphora Daun dan dahan pisang Musa paradisiaca L - - Ijuk - Bulu burung = teridentifikasi, - tidak teridentifikasi. Hasil identifikasi diperoleh bahwa sarang seriti dari bahan penyusun lumut terdapat 13 spesies sedangkan rumput 4 spesies dan serpihan daun 2 spesies, serta bahan-bahan sarang lainnya sebagai bahan tambahan. Jenis bahan sarang seriti di gua memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan di lokasi jembatan. Jenis bahan sarang seriti yang teramati adalah lumut, rumput, serpihan daun, ijuk dan bulu burung (Gambar 10a). Bahan-bahan penyusun sarang seriti direkatkan dengan air liur yang diproduksi sendiri oleh burung seriti. Sarang seriti yang terdapat di gua mempunyai air liur berwarna kecoklat-coklatan sedangkan sarang seriti yang terdapat di jembatan memiliki air liur berwarna sedikit coklat keputih-putihan. Hasil pengamatan diperoleh bahwa air liur sebelum direndam dan sesudah direndam memiliki warna yang tidak berubah (Gambar 10b). 28

8 (a) (b) Gambar 10. Jenis bahan penyusun sarang burung seriti di Kabupaten Halmahera Selatan, (a) bahan sarang tumbuh-tumbuhan dan (b) air liur seriti Keterangan : Bar = 1 cm B. Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). Perilaku bersarang burung seriti diamati selama 24 hari (288 jam). Pengamatan perilaku dilakukan pada lokasi jembatan I Pulau Bacan dan gua I di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan. 1. Bersarang. Pasangan burung seriti membutuhkan sarang untuk meletakkan telurnya. Kedua pasangan seriti terbang bersama, hinggap berjejeran pada suatu tempat dimana sarang akan di bangun, aktivitas seriti bersarang biasanya dilakukan adalah : - Keluar masuk sarang Seriti terbang keluar masuk sarang dan mulai membawa rerumputan atau bahan sarang lainnya. Terbang keluar sarang, biasanya dilakukan seriti makin sering pada hari terang dan kembali masuk ke sarang sambil membawa beberapa bahan penyusun sarang untuk membangun sarang dan makanan untuk anak-anaknya. Dalam satu hari pasangan seriti bisa pulang pergi dalam beberapa kali. - Penyambutan Burung seriti biasanya memiliki panggilan khusus sehingga keduanya dapat saling mengenali pasangannya. Jika salah satu pasangan seriti 29

9 meninggalkan sarang, maka saat kembali ke sarang pasangan seriti mengeluarkan suara (berirama mencicit) yang kemudian di jawab oleh pasangan seriti yang berada di sarang. Pada umumnya pasangan seriti (betina) yang berada di sarang mengeluarkan suara saat menyambut pasangan seriti (jantan) ketika kembali ke sarang. - Pengoperan bahan sarang Pasangan seriti akan mengoper bahan sarang pada pasangannya di dalam sarang melalui paruh ke paruh, setelah itu pasangan seriti akan pergi lagi, kemudian setelah pasangan seriti kembali lagi ke sarang disambut oleh pasangan seriti di dalam sarang, setelah itu bahan sarang mulai dioper lagi ke pasangannya. Pada umumnya pasangan seriti dalam sehari dapat pulang-pergi beberapa kali, lalu bahan sarang dioper dan seterusnya. - Menyusun/merapikan sarang Bahan sarang seriti yang telah diambil oleh pasangan seriti dikumpul, barulah seriti akan menyusun atau merapikan bahan sarang tersebut dengan pasangannya secara bersama-sama. - Merekatkan air liur (saliva) Dalam mengoleskan air liur dilakukan oleh kedua pasangan seriti secara bergantian. Seriti membangun sarang secara bersama-sama, tetapi seriti secara bergantian mengoleskan paruhnya ke kiri dan ke kanan dengan mengeluarkan air liurnya sebagai bahan pokok untuk membuat sarang. 2. Aktivitas Bersarang Burung Seriti. Hasil dari pengamatan total dalam sehari dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pagi ( ), siang ( ), dan sore ( ) di lakukan di lokasi jembatan di Pulau Bacan dan gua di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan. Dari aktivitas burung seriti bersarang yang teramati adalah saat seriti terbang keluar masuk sarang, penyambutan, operan bahan sarang, menyusun atau merapikan sarang, melumuri atau merekatkan air liur dilakukan lebih banyak pada waktu pagi, siang, dan sore hari, sedangkan waktu istirahat lebih banyak pada sore hari. Aktivitas yang diamati saat seriti mulai membuat sarang. Aktivitas burung seriti bersarang di lokasi jembatan Pulau Bacan (Tabel 7-9). 30

10 Tabel 7. Aktivitas burung seriti bersarang pagi hari di lokasi jembatan Pulau Bacan, Maret Agustus Waktu Pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 8. Aktivitas burung seriti bersarang siang hari di lokasi jembatan Pulau Bacan, Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 9. Aktivitas burung seriti bersarang sore hari di lokasi jembatan Pulau Bacan, Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Burung seriti memerlukan tempat untuk bersarang yang cukup tenang tanpa gangguan dan kondisi tempat yang sangat lembab, untuk beristirahat mengerami telur atau berkembangbiak. Aktivitas burung seriti bersarang di lokasi gua (Tabel 10 12). 31

11 Tabel 10. Aktivitas burung seriti bersarang pagi hari di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta), Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 11. Aktivitas burung seriti bersarang siang hari di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta), Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 12. Aktivitas burung seriti bersarang sore hari di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta), Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas 32

12 B. Pembahasan 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakan dan Jumlah Sarang Seriti. Burung seriti dapat terbang pada waktu terang, karena mengandalkan penglihatanya saja sehingga dalam meletakkan sarang pun burung seriti lebih memilih tempat terang. Sarang seriti dibuat sangat berdekatan sehingga jarak antara sarang yang satu dengan sarang lainnya saling berdempetan (Whendrato et al., 1989). Berdasarkan hasil pengamatan pola peletakkan sarang seriti diperoleh bahwa di bawah jembatan burung seriti meletakkan sarang pada sirip-sirip kayu, baik itu di bagian tengah maupun di bagian pojok sirip. Di dalam gua burung seriti meletakkan sarang pada celah-celah batu di dinding gua. Diasumsikan bahwa seriti cenderung menyukai sudut sirip di jembatan dan celah-celah batu di dinding gua sebagai tempat untuk meletakkan sarang. Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi jembatan I merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1, sedangkan petak 2 dan petak 3 sarangnya terlihat sedikit. Karena pada petak 2 dan petak 3 kurang gelap dan lembab atau banyak terdapat cahaya matahari yang masuk menerangi siripsirip di petak tersebut (petak 2 dan 3). Perbandingan jumlah sarang mangkok dan sarang pojok di jembatan I dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 16 untuk sarang pojok dan 14 untuk sarang mangkok. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang pojok 0.48 m dan untuk sarang mangkok 0,42 m. Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang pojok dan sarang mangkok tidak merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang pojok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian pojok sirip kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit jika dibandingkan dengan bagian tengah sirip (Whendrato et al., 1989). Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi jembatan II tidak merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1 dan petak 2 serta jumlah sarang seriti lebih banyak (petak 1 dan petak 2), sedangkan petak 3 jumlah 33

13 sarang terlihat sedikit. Karena pada petak 3 kurang gelap dan lembab atau banyak terdapat cahaya matahari yang masuk menerangi sirip-sirip di petak 3. Perbandingan jumlah sarang mangkok dan sarang pojok di jembatan II dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 14 untuk sarang pojok dan 16 untuk sarang mangkok. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang pojok 0.42 m dan untuk sarang mangkok 0,48 m. Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang pojok dan sarang mangkok tidak merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang pojok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian pojok sirip kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit jika dibandingkan dengan bagian tengah sirip (Whendrato et al., 1989). Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi gua I tidak merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1, petak 2 dan petak 5, serta jumlah sarang lebih banyak (petak 5, petak 1 dan petak 2), sedangkan petak 3 dan petak 4 jumlah sarang sedikit. Karena pada petak 3 kurang gelap dan lembab, sedangkan petak 4 sangat gelap dan dinding gua terlihat sangat basah. Jumlah sarang mangkok di gua I dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 40 sarang. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang mangkok 0,45 m. Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang mangkok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian dinding gua I kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit (Suyanto 1983). Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi gua II tidak merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1, petak 4 dan petak 5, serta jumlah sarang lebih banyak (petak 5, petak 1 dan petak 4), sedangkan petak 2 dan petak 3 jumlah sarang sedikit. Karena pada petak 2 dan petak 3 kurang gelap atau kurang lembab dan dinding gua terlihat sangat basah. Jumlah sarang mangkok di gua II dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 35 sarang. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang mangkok 0,38 m. Dari hasil 34

14 perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang mangkok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian dinding gua II kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit (Suyanto 1983). Pengukuran suhu dan kelembaban di jembatan dan gua (Lampiran 17), diperoleh bahwa perbedaan suhu dan kelembaban antara jembatan I dan jembatan II terutama pagi, siang, dan sore hari sedikit ideal yaitu, di J I dan J II suhu berkisar antara 23.6ºC ºC dengan kelembaban antara 62.0% %, hal ini disebabkan bahwa di jembatan I dan jembatan II kurang gelap, kurang lembab, dan banyak terdapat cahaya matahari masuk. Sedangkan perbedaan suhu dan kelembaban di gua I dan gua II terutama pagi, siang dan sore hari terlalu besar atau ideal yaitu, di G I dan G II suhu berkisar antara 24.0ºC ºC dengan kelembaban antara 90.0% 92.0%. Hal ini disebabkan adalah bahwa di gua I dan gua II gelap, tidak terdapat sinar matahari masuk, dan sangat lembab atau basah. Dapat diasumsikan bahwa di gua memiliki kondisi suhu dan kelembaban lebih tinggi dari pada di jembatan yang kurang, serta di gua berdekatan dengan daerah perairan atau pantai yang sangat lembab. Menurut Nugroho (1996) burung seriti mempunyai tempat perhunian (habitat mikro) yang relatif sama dalam arti sedikit berbeda diantaranya adalah suhu udara ideal untuk seriti 23ºC - 30ºC sedangkan kelembaban udara 60% - 80%. Iklim di dalam gua umumnya memiliki temperatur dan kelembaban yang tinggi dan relatif stabil, karena itu organisme yang hidup di dalamnya harus menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang rendah, temperatur dan kelembaban yang tinggi, keadaan yang gelap dan sedikit makanan (Suyanto 1983). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi jembatan I diantaranya adalah terdapat pohon-pohon dan berdekatan dengan kebun atau hutan tanaman, di bawah jembatan terdapat sungai kecil yang mengalir keluar, pondok kecil, bentuk fisik jembatan sedikit rendah dan lebar (Lampiran 25). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi jembatan II diantaranya adalah terdapat banyak pohon-pohon yang menutupi jembatan dan berdekatan dengan 35

15 kebun atau hutan tanaman, di bawah jembatan terdapat sungai kecil yang mengalir keluar, batu-batuan sungai yang besar, bentuk fisik jembatan sedikit tinggi dan kurang lebar (Lampiran 25). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi gua I diantaranya adalah terletak paling dekat dengan air laut atau pantai karang yang memiliki batuan karang, di mulut gua tertutup oleh akar pohon, banyak terdapat tumbuhtumbuhan besar dan kecil, di dalam gua terdapat batuan dinding gua basah, lantai gua tanah basah dan kering, serta bentuk fisik gua sedikit besar (Lampiran 25). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi gua II diantaranya adalah terletak berdekatan dengan gua I, di mulut gua tertutup oleh akar pohon, diluar gua terdapat tumbuhan besar dan kecil, di dalam gua terdapat batuan dinding gua basah dan kering, lantai gua tanah basah dan kering, berkerikil kecil, dan bentuk fisik gua kecil (Lampiran 25). b. Struktur dan Bentuk Sarang Seriti Sarang seriti di jembatan terdapat sarang mangkok dan sarang pojok berbentuk segitiga. Sedangkan sarang seriti di gua terdapat sarang mangkok. Dari hasil pengamatan bahwa sarang mangkok lebih banyak terdapat pada lokasi gua dibandingkan di jembatan. Sarang mangkok yang terdapat di jembatan berukuran kecil sedangkan sarang mangkok di gua berukuran besar dan tebal. Hal ini disebabkan bahwa sarang seriti di gua yang berukuran besar dan tebal karena air liur dan bahan penyusun sarang lebih banyak dibandingkan sarang seriti di jembatan yang bahan penyusun sarang sedikit. Sarang yang dibuat oleh seriti besar-besar dan tebal berfungsi sebagai tempat untuk burung seriti berlindung, beristirahat, berkembangbiak, mengerami anaknya dan menjaga atau merawat anaknya (Marzuki et al., 2002). Bentuk sarang seriti yang dibuat tidak sempurna dan kecil-kecil berfungsi sebagai tempat bergantung atau tempat beristirahat. Seandainya sarang seriti tersebut tidak di panen maka pasangan seriti menggunakan sarang itu untuk membesarkan anak-anaknya (Whendrato et al., 1989). Sarang pojok banyak di jumpai di lokasi jembatan karena kondisi fisik lokasi jembatan banyak terdapat sudut-sudut yang berupa sirip kayu atau papan dan bentuk fisik jembatan persegi panjang. Sedangkan kondisi fisik 36

16 lokasi gua banyak terdapat dinding yang berlubang berupa celah-celah batu dan bentuk fisik di gua bundar atau tidak terdapat sudut, sehingga di lokasi gua tidak dijumpai sarang pojok. Ukuran sarang pojok sebagian besar sama tetapi tinggi dan bibir sarang sedikit berbeda. c. Jenis Bahan Penyusun Sarang Burung Seriti Bahan sarang burung seriti di dominasi dari beberapa jenis tumbuhan. Dari hasil pengamatan terhadap sarang seriti baik sarang mangkok dan sarang pojok diketahui bahwa sarang seriti dikelompokkan menjadi dua, yaitu sarang yang dibuat hanya dari satu jenis bahan seperti lumut, rumput, sedangkan sarang yang dibuat dari campuran bahan sebagai bahan tambahan lainnya seperti ijuk, bulu burung dan serpihan daun (Soeharto dan Mardiastuti 2003). Bahan penyusun sarang seriti direkatkan dengan air liur yang diproduksikan oleh burung seriti, sampai sarang berbentuk sebuah sarang mangkok yang dapat digunakan seriti untuk bertelur dan membesarkan anak-anaknya. Sarang-sarang ini diletakkan oleh seriti pada sirip-sirip kayu dan celah-celah batu. Sarang burung seriti yang berada di jembatan dan gua umumnya tersusun dari bahan-bahan lumut, rumput, ijuk, serpihan daun dan bulu burung. Sarang burung seriti terbuat dari lumut, rumput, pakis-pakisan, cemara, biji-bijian, dan tumbuh-tumbuhan lainnya, sebagai materi penyusun sarang seriti yang direkatkan dengan air liur (Mackinnon et al., 1993 ; Francis 1987). Sarang seriti yang terdapat di lokasi gua banyak tersusun dari bahan-bahan lumut, rumput dan campuran bahan-bahan berupa ijuk, serpihan daun dan bulu burung. Pada lokasi jembatan sarang seriti tersusun lebih banyak dari lumut, rumput, dan ijuk. Bahan-bahan sarang seriti dari hasil pengamatan diperoleh bahwa bahan sarang seriti yang lebih banyak tersusun dari lumut tanpa campuran bahan tumbuhan lainnya, serta campuran bahan dari lumut dan rumput, baik itu sarang seriti di jembatan ataupun di gua. Bahan penyusun sarang seriti banyak terdapat disekitar lokasi bersarang burung seriti. Berdasarkan hasil pengamatan melalui identifikasi bahwa jenis bahan sarang burung seriti di lokasi jembatan dan gua berbeda diantaranya adalah jenis lumut di lokasi jembatan dapat juga dijumpai di lokasi gua, namun ada 37

17 beberapa jenis lumut di lokasi gua tidak dijumpai di lokasi jembatan. Diasumsikan bahwa banyaknya lumut di lokasi gua karena kondisi lingkungan di gua lebih lembab atau basah. Tumbuhan lumut banyak tumbuh di daerah yang lembab dan ada sebagian yang ditemukan di daerah kering (Gradstein 2003). Jenis bahan sarang seriti rumput di lokasi jembatan dan gua memiliki jumlah hampir sama, serpihan daun dan bulu burung banyak terdapat di lokasi gua, serta bahan sarang dari ijuk banyak terdapat di lokasi jembatan dan gua. 2. Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). Perilaku mahluk hidup menunjukkan adaptasi terhadap lingkungan tempat hidup suatu spesies sehingga pada perilaku yang sama terdapat perbedaan yang khas, khususnya pada individu-individu dalam satu spesies maupun dengan spesies yang berbeda (Soetjipta 1993). Burung seriti yang terbang keluar masuk sarang dan kembali dengan membawa bahan sarang untuk membangun sarang, penyambutan yang di lakukan oleh pasangan burung seriti ketika datang ke sarang sambil membawa bahan sarang dengan cara mengeluarkan suara atau mencicit dengan berirama untuk memberikan tanda, bahwa pasangannya telah datang. Setelah itu bahan sarang dioperkan ke pasangannya yang berada di dalam sarang melalui paruh ke paruh. Membangun sarang dilakukan oleh pasangan burung seriti (jantan dan betina) secara bersama-sama. Bahan sarang seriti tersebut dirapikan dan disusun, setelah itu secara bergantian pasangan burung seriti melumuri bahan sarang yang telah tersusun dengan air liurnya, kadang-kadang seriti melakukan istirahat sejenak sambil melihat anaknya. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa aktivitas bersarang burung seriti di lokasi jembatan dan gua tidak sama, baik di waktu pagi, siang dan sore hari. Selang waktu yang sangat berbeda dapat mempengaruhi pembuatan sarang oleh seriti. Aktivitas bersarang di jembatan dan gua, bila dilihat dari waktu antara pagi, siang dan sore hari hampir sama. Sedangkan waktu istirahat yang dilakukan seriti lebih sering dengan jam yang berbeda. Whendrato et al., (1989) dalam perilaku bersarang, pasangan seriti baru yang akan membuat sarang, mempunyai ciri-ciri antara lain suka terbang 38

18 bersama, hinggap berjejeran didekat tempat dimana mereka akan membangun sarang, sering terbang keluar masuk tempat sarang yang diminati untuk penghuniannya, frekuensi keluar masuk tempat bersarang makin sering dan mulai membawa rerumputan atau bahan-bahan sarang lainnya untuk membangun sarang. Dalam pembuatan sarang ini juga sangat dipengaruhi oleh keadaan musim, apabila terlalu banyak hujan atau cuaca terlalu panas dapat menghambat proses pembuatan sarang oleh seriti, sehingga pada musim-musim seperti ini sarang seriti bisa mencapai umur 2 bulan hingga berbentuk mangkok, bahkan kondisi seperti ini dapat memungkinkan seriti untuk meninggalkan tempat sarang dalam sementara waktu selama musim tersebut (Whendrato et al., 1989; Budiman 2002b ; Yamin dan Sukma 2002). 39

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara selama 5 bulan (Maret hingga Agustus 2006).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah: Kingdom : Animalia Phylum

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA WIRDA AZ UMAGAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

3,35 3,96 Jumlah

3,35 3,96 Jumlah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107 o 51 107 o 54 Bujur Timur dan 6 o 35 6 o 35

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI Selamat Pagi, Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan DTI_09 VEGETASI ASIA Iklim merupakan faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Saling Ketergantungan Antara Makhluk Hidup dengan Lingkungannya SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Mars Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Saling Ketergantungan Antara Makhluk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA Ani Mardiastuti PENDAHULUAN Sejak ratusan tahun yang lalu, diketahui bahwa sarang dari beberapa jenis walet dapat dikonsumsi manusia dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah Diskusi selanjutnya dibatasi pada wilayah tropika Indonesia, yaitu negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan terbagi menjadi 34 wilayah provinsi dengan jumlah penduduk 251.857.940 jiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada pohon, kayu mati, kayu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku Tumbuhan paku dalam dunia tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisio Pteridophyta (pteris : bulu burung, phyta : tumbuhan ) yang diterjemahkan

Lebih terperinci

JMSC Tingkat SD/MI2017

JMSC Tingkat SD/MI2017 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan cara menyilang (X)abjad jawaban pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Pada sore hari jika kita menghadap pada matahari, bayangan tubuh kita tampak lebih...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS Langkah kami setelah mencari tahu dan segala informasi tentang Pulau Nias adalah survey langsung ke lokasi site untuk Tugas Akhir ini. Alangkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI 2.1. Ekosistem 2.2. Proses Produksi dan Dekomposisi 2.3. Konsep Homeostatis 2.4. Energi dalam Ekosistem 2.4.1. Rantai

Lebih terperinci

Our Biome 0 HUTAN CONIFER 0 HUTAN MUSIM BERIKLIM SEDANG

Our Biome 0 HUTAN CONIFER 0 HUTAN MUSIM BERIKLIM SEDANG Our Biome 0 HUTAN CONIFER 0 HUTAN MUSIM BERIKLIM SEDANG t s e r r o F s u r e v i n Co Hutan Konifer Apa itu Hutan Konifer? Bagaimana sih Iklimnya? Vegetasi khususnya apa saja? Ciri biomanya? Ciri Vegetasinya?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Mengapa kita mengamati burung? Berbagai jawaban bias diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ada yang tertarik karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pengambilan Data Mikrohabitat Belalang pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pengambilan Data Mikrohabitat Belalang pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Pengambilan Data Mikrohabitat Belalang pada Tanaman Jagung. Lokasi penelitian Mikrohabitat hama belalang pada tanaman jagung dilakukan di Desa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 21. KELANGSUNGAN HIDUP MAKHLUK HIDUPLatihan Soal 21.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 21. KELANGSUNGAN HIDUP MAKHLUK HIDUPLatihan Soal 21.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 21. KELANGSUNGAN HIDUP MAKHLUK HIDUPLatihan Soal 21.2 1. Pemilihan yang dilakukan oleh alam untuk memilih makhluk hidup yang dapat terus bertahan hidup dan makhluk hidup yang

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis

BAB II TELAAH TEORI Kajian Teoritis 2.1. Kajian Teoritis BAB II TELAAH TEORI 2.1.1. Lapangan Sepakbola Sepakbola adalah permainan bola kaki yang dimainkan antar dua tim dengan jumlah 11 orang pemain per tim. Dalam permainan ini pemain kecuali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

Matahari dan Kehidupan Kita

Matahari dan Kehidupan Kita Bab 5 Matahari dan Kehidupan Kita Tema Peristiwa dan Kesehatan Pernahkah kalian berjalan di siang hari yang terik? Misalnya, saat sepulang sekolah. Apa yang kalian rasakan? Kalian tentu merasa kepanasan.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

Kunci Jawaban. Evaluasi Bab 2 A. Pilihan Ganda 2. d 8. a 4. a 10. c

Kunci Jawaban. Evaluasi Bab 2 A. Pilihan Ganda 2. d 8. a 4. a 10. c Kunci Jawaban BAB 1 Ayo Berlatih 1.1 2. Hewan berkembang biak dengan cara beranak dan bertelur. Contoh hewan yang beranak kucing, sapi, dan kelinci. Hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur adalah

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER) PENULIS : HAJAR SUWANTORO, ST. NIP. 132 30 6868 DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun tahun 2005-2006, warga kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) mendapat gangguan dengan munculnya pemandangan di sepanjang jalan Ganesha yang dipenuhi oleh

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut MacKinnon (1995), spesies ini berukuran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, dan jarak penelitian 15 km dari letak gunung sinabung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

Cynodon dactylon (L.) Pers.

Cynodon dactylon (L.) Pers. Cynodon dactylon (L.) Pers. Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Cyperales Famili : Poaceae Genus : Cynodon Rich. Spesies : Cynodon dactylon (L.) Pers. Nama Ilmiah : Cynodon

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH

PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH PEMELIHARAAN TANAMAN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari pokok bahasan ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali penyulaman tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan Keempat tempat penelitian terletak di Kebun Raya Bogor. Posisi masingmasing lokasi tertera pada Gambar 1. a. Taman Lebak Sudjana Kassan Taman ini berada di pinggir

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci