TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet yaitu: Aerodramus fuciphagus dan Collocalia fuciphaga. Klasifikasi dan tata nama kerabat walet di Indonesia banyak dipengaruhi oleh hasil penelitian Somadikarta (1967; 1968). Oleh karena itu tata nama yang digunakan pada penelitian walet di Indonesia mengikuti Somadikarta dan Chantler & Driessens (1995), yaitu Collocalia fuciphaga. Menurut Chantler dan Driessens (1995) taksonomi burung walet (Collocalia fuciphaga) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animal Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Genus : Collocalia Species : Collocalia fuciphaga Karakteristik Burung Walet Burung walet jantan dan betina sulit dibedakan berdasar morfologi karena tidak memiliki dimorfisme seksual (Mardiastuti et al. 1998; Lim & Cranbrook 2002) (Gambar 1). Ciri morfologi antara walet jantan dan betina atau bahkan antara anak (juvenil) dan walet dewasa juga hampir sama (Nguyen et al. 2002). Hal ini disebabkan warna burung walet secara keseluruhan berwarna abu-abu tua dan bulu dada abu-abu muda (Mardiastuti et al 1998). Secara umum walet merupakan burung yang berukuran kecil. Tubuh memiliki panjang 12 cm, ekor sedikit menggarpu (Gambar 2a), tubuh bagian bawah (ventral) berwarna abu-abu muda kecokelatan. Tubuh bagian atas (dorsal)

2 berwarna abu-abu cokelat kehitaman (MacKinnon et al. 1992; Chantler & Driessens 1995). Walet memiliki mata lebar dan berwarna gelap. Bentuk mata lebar menunjukkan bahwa walet mampu melihat obyek secara tajam (Lim & Cranbrook 2002). Gambar 1 Burung walet jantan dan betina tidak memiliki perbedaan morfologi tubuh (Erham, penelitian ini) Walet memiliki paruh melengkung pendek berwarna hitam (Gambar 2b). Sayap mempunyai panjang 10 cm dan berat tubuh 7 g. Kaki dan cakar juga berwarna hitam (Gambar 2c). Kaki walet terlalu pendek dan lemah untuk berjalan atau hinggap pada suatu tempat. Oleh karena itu kaki walet memiliki kemampuan menggantung pada permukaan kasar atau dinding gua. (Lim & Cranbrook 2002). Burung walet memiliki kemampuan ekolokasi. Ekolokasi merupakan kemampuan mendeteksi obyek di sekitar walet dengan cara memantulkan gelombang suara dan menganalisis pantulan suara yang diterima oleh pendengarannya. Dengan kemampuan ini walet dapat mengetahui kecepatan terbang dan posisinya terhadap obyek di sekitarnya meskipun dalam kondisi gelap (Thomassen 2005). Burung walet memiliki daerah penyebaran global di China selatan, Asia Tenggara, Filipina, dan Kepulauan Sunda Besar (Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan). Seluruh Sunda Besar merupakan daerah penyebaran lokalnya. Walet

3 di Sumatera dan Kalimantan mampu hidup pada ketinggian sampai m. Keberadaan walet di Jawa dan Bali umumnya tergantung pada ketersediaan tempat untuk bersarang (MacKinnon et al. 1992). Gambar 2 Morfologi burung walet: ekor sedikit menggarpu (a), paruh melengkung pendek dan mata lebar (b), kaki pendek dengan cakar tajam (c), walet tampak lateral (d) (Nguyen et al. 2002) Perilaku Burung Walet Walet secara umum memiliki pola aktivitas harian yang sama. Walet meninggalkan tempat bersarangnya pada siang hari dan kembali menjelang hari gelap (Lim & Cranbrook 2002; Nguyen et al. 2002). Walet gua di Vietnam memiliki perilaku berburu makanan (foraging), membuat sarang (nest-building), dan kawin (copulation) (Nguyen et al. 2002). Perilaku Mencari Makan Walet adalah aerial insectivora, yaitu jenis burung yang menangkap pakan serangga pada saat terbang. Populasi serangga pakan sangat bervariasi pada setiap musim. Nguyen et al. (2002) mengamati kelimpahan serangga tertinggi di Vietnam terjadi pada musim penghujan, yaitu selama bulan Januari-April.

4 Walet di Vietnam memiliki aktivitas harian berburu makanan yang berbeda selama kurun waktu satu tahun. Ketika musim penghujan walet meninggalkan tempat bersarangnya lebih lambat (November-April pukul ) dan datang lebih awal dari pada musim kemarau (Maret-Oktober pukul ). Perilaku ini terjadi karena walet lebih mudah mendapatkan makanan pada musim penghujan dari pada musim kemarau. Pada musim penghujan makanan walet berupa serangga terbang biasanya melimpah. Walet di Vietnam juga memiliki kemampuan jelajah berburu makanan yang berkaitan dengan musim berbiak. Pada musim berbiak, walet berburu makanan tidak jauh dari tempat bersarangnya. Setelah musim berbiak berakhir, walet berburu makanan sampai ke daerah yang jauh dari tempat bersarangnya. Kemampuan jelajah walet berburu makanan terjauh mencapai km dari tempat bersarangnya (Nguyen et al. 2002). Perilaku Membuat Sarang Menjelang musim kawin kelenjar air liur walet membesar. Hal ini menunjukkan kelenjar air liur berkaitan erat dengan proses pembangunan sarang. Sarang walet berbentuk seperti mangkuk yang tersusun dari serat air liur. Tidak semua anggota famili burung layang-layang (Apodidae) membuat sarangnya dari air liur. Sebagian besar dari mereka membuat sarangnya dari tumbuh-tumbuhan, dan hanya walet yang berkemampuan membangun sarang dari air liur (Mardiastuti et al. 1998). Nguyen et al. (2002) melaporkan tentang periode walet di Vietnam membuat sarangnya. Walet tidak melakukan aktivitas membuat sarang pada siang hari, karena sejak pukul walet sedang berburu makanan. Dua jam setelah kembali dari berburu makanan, pasangan walet secara bergantian mulai membangun sarang. Aktivitas membuat sarang ini dilanjutkan pada malam hari, dengan durasi 3-4 jam. Setelah sarang terbentuk, walet melakukan perkawinan di atas sarangnya. Perkawinan dilakukan beberapa hari sampai menjelang walet bertelur.

5 Viruhpintu et al. (2002) melaporkan tentang tempat yang biasa digunakan walet di Thailand membangun sarang. Sebelum membuat sarang, walet lebih dulu memilih tempat yang sesuai. Walet memilih permukaan halus pada cekungan dinding gua sebagai tempat bersarang. Hal ini berguna untuk mencegah agar predator tidak mampu menjangkau telur dan anak walet di dalam sarang. Nguyen et al. (2002) melaporkan deskripsi perilaku walet di Vietnam ketika membangun sarang. Walet mengoleskan serat air liurnya dan melekatkannya di dinding batu dengan lidahnya. Setelah sebagian serat air liur menempel, walet bergerak dari satu sisi ke sisi lain sambil menyebarkan air liur pada dinding gua. Pada tahap awal walet membuat pondasi sarang lebih dulu. Selanjutnya walet berpindah ke bawah dasar sarang sambil mengoleskan air liur pada dinding sarang (Gambar 3). Gambar 3 Perilaku burung walet membangun dasar sarang tampak depan (a), tampak samping (b) (Nguyen et al. 2002) Setelah sebagian sarang terbentuk, walet menggunakannya sebagai tempat bertengger sambil memperlebar ukuran sarang. Walet mengoleskan air liur pada dasar dan interior sarang sambil bertengger di bibir sarang (Gambar 4). Walet kemudian pindah ke samping sarang untuk melanjutkan pengolesan air liur pada bibir sarang. Walet tetap membangun sarang sampai terbentuk struktur serat penyusun sarang yang berlapis-lapis. Hampir setiap malam, pasangan walet melanjutkan proses pembangunan sarang (Nguyen et al. 2002).

6 Gambar 4 Perilaku burung walet memoleskan air liurnya pada lengkung mangkok dan bibir sarang (Nguyen et al. 2002) Pada saat membangun sarang, walet mengeluarkan air liur berbentuk seratserat lunak. Serat air liur secara perlahan-lahan mengering dan mengeras bila terkena udara. Walet menambahkan susunan serat air liur setiap hari hingga terbentuk mangkuk sarang (Lim & Cranbrook 2002). Proses pembangunan sarang berakhir setelah sarang terbentuk utuh, kemudian walet betina bertelur. Sarang masih terus disempurnakan meskipun pada saat mengerami telur. Bila mangkuk sarang berukuran kecil dapat mengakibatkan anak walet terjatuh dari sarangnya (Mardiastuti 1999). Pada satu musim berbiak, walet di gua-gua Serawak memerlukan waktu kurang lebih empat bulan untuk membangun sarang, mengeram, dan mengasuh anak (Lim & Cranbrook 2002). Walet rumahan di Jawa membangun sarang selama hari. Setelah sarang selesai, walet betina menghasilkan dua butir telur dengan selang waktu peneluran tiga hari. Walet mengerami telur selama 21 hari. Setelah telur menetas, anak walet dipelihara oleh induk di dalam sarang selama hari. Anak walet rata-rata dapat meninggalkan sarang setelah 40 hari (Mardiastuti et al. 1998). Musim berbiak walet bersamaan dengan datangnya musim hujan. Walet rumahan di Jawa berbiak pada bulan September-April. Pada musim hujan jumlah serangga melimpah sehingga mendorong walet berkembang biak. Pada musim ini walet membuat sarang selama kurang lebih 40 hari. Pada musim kemarau pembuatan sarang biasanya membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini disebabkan

7 produksi air liur di luar musim berbiak sangat sedikit dan serangga yang tersedia di alam juga berkurang (Looho 2000). Musim berbiak walet biasanya berlangsung pada September dan mencapai puncak pada November, selanjutnya menurun sampai April. Walet dapat membuat sarang sepanjang tahun tanpa berhenti. Sarang walet yang dibuat di luar musim berbiak biasanya berukuran kecil dan memiliki bentuk tidak sempurna. Sarang hanya berfungsi sebagai tempat beristirahat tetapi tidak untuk mengerami telur dan membesarkan anak. Sarang yang dibangun pada musim berbiak berbentuk lebih besar dan sempurna karena digunakan sebagai tempat bertelur dan mengeram (Whendrato & Madyana 1991). Nguyen et al. (2002) melaporkan adanya perbedaan ukuran sarang walet di Vietnam selama masa pembangunan sarang. Pengukuran sarang walet dilakukan tiga periode pembangunan sarang pada individu yang sama. Sarang walet yang dibuat pada pembangunan sarang kedua dan ketiga berukuran sama, tetapi lebih kecil dari ukuran sarang pertama. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa lebar sarang (D) hampir sama pada ketiga sarang. Panjang lengkung mangkok sarang (R), ketebalan (H), dan berat pada sarang kedua dan ketiga ternyata lebih kecil dari sarang pertama (Gambar 5). Hal ini disebabkan sarang pertama dibangun walet dalam kondisi prima. Pemanenan sarang menyebabkan walet membangun sarang kedua dan ketiga lebih cepat agar segera digunakan untuk bertelur dan mengeram. Gambar 5 Dimensi ukuran sarang walet: panjang dasar sarang (D), panjang lengkung mangkok sarang (R), dan tebal sarang (H) (Nguyen et al. 2002)

8 Perilaku Kawin Musim kawin burung walet ditandai oleh walet beterbangan dan berkejaran di udara dalam jumlah besar. Walet memilih pasangannya di luar rumah walet. Walet jantan dan betina mencari pasangan dengan cara terbang berputar mengelilingi rumah walet sambil mengeluarkan bunyi tek.tek. Setelah masing-masing walet mendapat pasangan maka dilanjutkan dengan membuat sarang pada sirip kayu di dalam rumah walet (Mardiastuti 1999). Apabila sarang telah sempurna maka pasangan walet melakukan perkawinan. Perilaku kawin didahului oleh suara cicitan burung betina. Suara walet betina menyebabkan walet jantan segera terbang dan hinggap di punggung walet betina. Pasangan walet merenggangkan kedua sayapnya pada waktu kawin. Setelah kawin, walet jantan berpindah tempat dan bergantung pada sirip kayu rumah walet (Looho 2000). Perkawinan walet biasanya terjadi di dalam sarang atau di dekat sarang pada malam hari (Nguyen et al. 2002). Walet betina bertelur setelah 5-10 hari setelah kawin. Walet rumahan di Semarang menghasilkan dua butir dengan selang waktu bertelur antara 1-6 hari (Gultom 1996). Walet di Gua Situlung memiliki selang waktu bertelur 1-7 hari (Kartiwa 1997). Telur dierami secara bergantian oleh induk jantan dan betina. Periode pengeraman pada walet rumahan di Semarang antara hari (Gultom 1996). Periode pengeraman pada walet di Gua Situlung antara hari (Kartiwa 1997). Mardiastuti et al. (1998) melaporkan bahwa pada waktu menetas, anak walet tidak berbulu dan mata masih tertutup (altricial). Kedua induk bergantian memelihara anaknya. Masa sapih anak walet yang bersarang di gua Situlung bervariasi antara hari (rataan 41.31±2.38 hari). Pada walet rumahan memiliki masa sapih yang hampir sama. Walet mempunyai rentang masa sapih antara hari, meskipun sebagian anak walet telah mulai meninggalkan sarang sejak berumur 17 hari. Masa sapih anak walet memiliki rataan 40.1±3.7 hari. Kemungkinan besar faktor cuaca dan lokasi sangat mempengaruhi masa penyapihan ini, meskipun secara umum masa sapihan walet antara hari.

9 Sumber Makanan Burung Walet Makanan utama burung walet adalah serangga. Jenis serangga yang dikonsumsi walet dalam jumlah besar yaitu serangga yang tergolong dalam ordo Hymenoptera (Mardiastuti et al. 1998). Andriana (1999) melaporkan walet rumahan di Kragilan Serang memiliki makanan utama serangga anggota famili Formicidae (semut terbang) Ordo Hymenoptera. Selain Hymenoptera walet juga memakan serangga dari Ordo Coleoptera, Homoptera, Diptera, dan Hemiptera. Perbedaan tempat mencari makan (feeding area) dan ketersediaan serangga akan mempengaruhi serangga yang dimakan. Lim & Cranbrook (2002) melaporkan walet gua di Serawak juga memakan rayap dalam jumlah besar. Hal ini membuktikan bahwa walet tidak terlalu selektif memilih jenis makanan (serangga), tetapi lebih cenderung pada kelimpahan serangga saat berburu makanan. Walet di Vietnam memiliki sumber makanan berupa serangga terbang dan laba-laba. Serangga melimpah selama musim kemarau (Januari-April) kemudian menurun pada awal musim hujan (Juni). Jumlah serangga terbang antara Juli- Desember sangat sedikit. Hal ini terjadi karena serangga terbang tersapu oleh air hujan atau patogen. Ketersedian serangga pakan walet berbeda antara negara beriklim tropis dengan negara beriklim sedang dan dingin. Di daerah katulistiwa memiliki kelembaban tinggi konstan sehingga serangga dapat tersedia sepanjang tahun (Nguyen et al. 2002). Rumah Walet Habitat asli burung walet adalah gua (Sankaran 2001; Viruhpintu et al. 2002). Walet juga dapat hidup dengan baik pada bangunan/rumah yang memiliki kondisi habitat mikro hampir mirip dengan gua. Dibanding dengan kondisi gua, rumah walet memiliki bentuk yang sangat berbeda. Gua berbentuk acak dan terletak di tempat yang terpencil, sedangkan rumah walet memiliki bentuk yang bersudut dan selalu berdekatan dengan manusia. Dari pengamatan yang dilakukan Mardiastuti et al. (1998) terhadap bentukbentuk rumah walet, disimpulkan bahwa arsitektur rumah secara umum tidak

10 mempengaruhi pemilihan walet untuk memilih tempat bersarang. Keberadaan manusia di sekitar rumah walet juga bukan merupakan kendala walet untuk memilih tempat bersarang. Rumah walet memiliki pengaturan tata ruang yang sama dengan tata ruang gua, yaitu mencakup penyediaan halaman putar (roving area), ruang putar (roving room) dan ruang untuk bersarang (nesting room). Tempat keluar-masuk burung yaitu lubang sempit berbentuk persegi panjang dengan ukuran maksimum 60x30 cm. Para pemilik rumah walet biasanya berusaha untuk menyediakan halaman putar seluas-luasnya. Halaman putar merupakan tempat walet berburu serangga sebelum memasuki rumah walet. Area ini juga merupakan tempat bersosialisasi dengan sesamanya, termasuk kegiatan untuk mencari pasangan. Walet memiliki kebiasaan terbang mengelilingi ruangan sebelum hinggap di tempat bersarang. Ruang putar yang berada tepat setelah lubang masuk merupakan ruangan yang disediakan agar walet dapat terbang berkeliling ruang. Ruang putar merupakan ruangan yang lapang tanpa sekat, sehingga memberi keleluasaan terbang bagi walet (Mardiastuti et al. 1998). Walet memerlukan ruangan gelap untuk membuat sarang. Nesting room lebih gelap dari pada roving room (intensitas cahaya sama dengan atau mendekati 0 luks). Untuk mendapatkan kondisi gelap, ruang tempat bersarang biasanya disekat menjadi beberapa ruang-ruang kecil. Peletakan ruang ini mempertimbangkan faktor kemudahan walet untuk mencapainya. Untuk memaksimalkan hasil sarang, peternak kemudian memasang papan tambahan yang menggantung pada plafon, disebut sirip (Gambar 6). Menurut Mardiastuti et al. (1998), rumah walet di Jawa tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, dengan beberapa pusatnya di Indramayu, Pemalang, Sidayu-Gresik, serta Pasuruan dan sekitarnya. Letak rumah walet bervariasi mulai dari persawahan sampai perkotaan, bahkan ada yang berdekatan dengan pasar. Komponen habitat yang selalu terdapat di sekitar rumah walet adalah badan air (sungai, waduk, danau, tambak, laut), sawah/tegalan serta kebun/hutan.

11 Sirip Walet Gambar 6 Sirip merupakan papan tambahan yang dipasang menggantung pada plafon rumah walet. Sirip berguna sebagai tempat walet membangun sarang (Erham, penelitian ini) Koloni walet umumnya ditemukan bersama-sama dengan burung seriti (Collocalia linchi). Pembagian ruang bersarang antara walet dengan seriti terutama ditentukan oleh faktor cahaya. Walet membuat sarang pada ruang yang lebih gelap (0-0.9 luks), sedangkan seriti bersarang pada ruang yang intensitas cahaya lebih dari 1 luks (Mardiastuti et al. 1998). Iklim mikro di dalam rumah walet selalu dipertahankan konstan, misalnya dengan pemberian bak-bak air sehingga suhu berkisar o C dan kelembaban relatif berkisar 85-98%. Untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk biasanya digantungkan kain goni/karung di dekat tempat keluar- masuk walet (Mardiastuti et al.1998). Anatomi Sarang Walet Adiwibawa (2000) menyatakan bahwa menurut fungsinya sarang walet dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian pondasi dan kaki sarang, bibir sarang, dinding sarang, dan lapisan berongga (Gambar 7). Pondasi dan Kaki Sarang Pondasi dan kaki sarang adalah bagian dari sarang yang melekat pada sirip. Kaki sarang adalah sarang bagian atas yang menempel pada sirip. Kaki sarang terbuat dari air liur kering yang tidak berbentuk serat, tetapi berupa gumpalan atau lembaran tipis yang bertumpuk. Kaki sarang berukuran lebar berguna sebagai pengikat sarang agar tetap melekat pada sirip.

12 Pondasi sarang adalah sarang bagian bawah yang menempel pada sirip. Pondasi sarang berbentuk setengah lingkaran yang menghubungkan dua kaki sarang. Pondasi sarang terbentuk dari gumpalan masa atau serat air liur walet yang saling melekat dan menempel pada sirip. Fungsi pondasi sarang adalah untuk merekatkan dinding sarang. Bibir Sarang Bibir sarang adalah bagian atas dinding sarang. Bibir sarang merupakan tempat untuk mengaitkan kaki walet ketika menggantung pada sarang. Sarang walet terdiri dari kumpulan serat yang tersusun dari air liur. Serat ini saling berikatan dengan kuat dan sulit dipisahkan. Jika walet memperbesar sarangnya dengan menambah ketinggian bibir sarang, maka bibir sarang awal akan menjadi bagian dari dinding sarang. Dinding Sarang Dinding sarang adalah bagian luar sarang yang berbentuk bidang lengkung (mangkok). Dinding sarang dibatasi oleh pondasi dan bibir sarang. Dinding sarang mempunyai ketebalan 1-2 mm yang terdiri atas serat sejajar yang saling melekat membentuk ikatan padat dan rapat. Dinding sarang berfungsi melindungi telur atau anak walet agar tidak terjatuh dari sarang. Dinding sarang juga berfungsi menjaga telur dan anak walet dari pengaruh udara dingin waktu pengeraman, terutama di malam hari. Dinding sarang terbuat dari bahan yang merupakan isolator panas/dingin yang baik sehingga dapat menjaga stabilitas suhu dan kelembaban selama pengeraman. Lapisan Berongga Lapisan berongga adalah bagian dalam mangkok sarang yang berada dekat pondasi sarang. Lapisan ini tersusun atas serat-serat bulat membujur dan melintang sehingga terbentuk rongga udara di antara serat tersebut. Diameter serat sarang umumnya kurang dari 0.3 mm. Jalinan antar serat tak padat menyebabkan terbentuknya rongga udara. Fungsi lapisan berongga adalah sebagai bantalan

13 udara ketika masa pengeraman dan pengasuhan anak. Adanya lapisan berongga dapat menjaga ruang di dalam sarang tetap hangat dan lembab (Adiwibawa 2000). Gambar 7 Anatomi sarang walet (Adiwibawa 2000) Teknik Mengamati Aktivitas Burung pada Tempat Gelap Walet memilih tempat gelap untuk meletakkan sarangnya, sedangkan teropong/kamera konvensional tidak dapat menangkap gambar obyek pada kondisi gelap. Sumber cahaya inframerah digunakan untuk mengatasi keterbatasan cahaya di dalam ruang bersarang pada rumah walet. Inframerah mampu menangkap gambar obyek pada kondisi gelap. Lim & Cranbrook (2002) menggunakan infrared scope (teropong inframerah) untuk mengamati aktivitas walet gua di Serawak. Lamprecht & Schmolz (2004) menggunakan Infrared Thermography (IR- Thermography) untuk mendeteksi telur dan sarang beberapa jenis burung. Alat ini dapat mendeteksi suhu permukaan obyek dan penyebaran suhu di sekitar obyek dengan inframerah. Teknik ini dapat menggambarkan warna gradien panas yang berbeda di dalam sarang, di antara telur, dan dinding sarang (Gambar 8). Keunggulan teknik ini yaitu obyek dapat diamati tanpa harus didekati, dan sekaligus dapat memperkirakan suhu obyek yang sedang diamati.

14 Gambar 8 Hasil foto inframerah sarang dan telur burung hitam (Turdus merula). Warna berbeda menunjukkan suhu obyek yang berbeda (Lamprecht & Schmolz 2004) Yusuf et al. (1999) menggunakan unit kamera video untuk mengamati aktivitas walet rumahan. Unit peralatan terdiri dari kamera, detektor ultrasonik, inframerah, TV monitor, video recorder, regulator dan unit mixer (Tabel 1). Unit alat ini mampu merekam secara otomatis ketika obyek sedang beraktivitas dan menghentikannya pada saat aktivitas terhenti. Tabel 1 Jenis dan fungsi alat rancangan dan alat jadi yang digunakan dalam rangkaian alat pengamatan burung walet (Yusuf et al. 1999) No. Jenis Alat 1. Kamera Untuk menangkap obyek burung yang diamati. Kamera dihadapkan kearah sarang burung walet. 2. Detektor Ultrasonik Sebagai alat pendeteksi getaran. Getaran yang terjadi pada medium udara mengakibatkan terjadinya pemampatan dan perenggangan udara yang membentuk gelombang bunyi. Gerakan-gerakan aktivitas burung merupakan getaran yang akan dideteksi oleh detektor. 3. Inframerah Sebagai sumber penerangan. Sinar ini tidak dapat direfleksikan oleh benda sehingga tidak terlihat. 4. Monitor TV Digunakan untuk menampilkan obyek yang ditangkap oleh kamera dan obyek yang direkam pada pita perekam. 5. Video Rekorder Digunakan sebagai alat perekam dan pembaca hasil rekaman. 6. Regulator/ Digunakan sebagai sumber catu daya inframerah. Stabiliser DC 7. Unit Mixer Merupakan alat penerjemah dan penerus informasi fungsi kerja suatu alat ke alat yang lainnya.

15 Penempatan alat di dalam rumah walet diatur sehingga tidak mengganggu aktivitas walet. Jarak optimal alat untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik adalah pada jarak kamera 25 cm dan inframerah 75 cm dari sarang. Waktu pemasangan alat-alat di dalam rumah walet dilakukan ketika walet sedang berburu makanan,yaitu pukul Hal ini bertujuan agar burung walet tidak terganggu (Yusuf et al. 1999).

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 9 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut MacKinnon (1995), spesies ini berukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah: Kingdom : Animalia Phylum

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah walet milik Ir. H. Ubaidillah Thohir, S.Pd. mulai bulan Agustus 2008 sampai Januari 2009. Lokasi penelitian di Desa Meriyunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

3,35 3,96 Jumlah

3,35 3,96 Jumlah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107 o 51 107 o 54 Bujur Timur dan 6 o 35 6 o 35

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan 7. PEMBAHASAN UMUM Morfologi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi Dari hasil pengamatan selama 12 bulan terhadap perubahan morfologi yang terjadi pada gonad jantan dan betina. Tampak perubahan

Lebih terperinci

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat. LOVEBIRD Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves Order : Psittaciformes Superfamily : Psittacoidea Family : Psittaculidae Subfamily : Agapornithinae Genus : Agapornis Species: 1. Agapornis Personatus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

DISTRIBUSI RUMAH WALET (Collocalia sp) DI KABUPATEN GROBOGAN

DISTRIBUSI RUMAH WALET (Collocalia sp) DI KABUPATEN GROBOGAN DISTRIBUSI RUMAH WALET (Collocalia sp) DI KABUPATEN GROBOGAN Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana Sain Biologi Oleh Moch. Samsul Arifin 4450405054 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA Ani Mardiastuti PENDAHULUAN Sejak ratusan tahun yang lalu, diketahui bahwa sarang dari beberapa jenis walet dapat dikonsumsi manusia dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 9 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi alon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia ICS 65.150 Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. puyuh memiliki karakter yang unik sehingga menyebabkan dapat diadu satu

TINJAUAN PUSTAKA. puyuh memiliki karakter yang unik sehingga menyebabkan dapat diadu satu 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Puyuh. Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki ukuran tubuh relatif kecil, dengan potongan kaki yang pendek dan juga burung

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebah Trigona Lebah trigona adalah lebah yang tidak memiliki sengat atau dikenal dengan nama Stingless bee (Inggris), termasuk famili Apidae. Berikut adalah klasifikasi dari lebah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi A. Deskripsi Ruang lingkup materi ini meliputi : pengenalan prinsip dan prosedur peralatan Klimatologi, untuk menunjang keterampilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus ) BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus ) 1. SEJARAH SINGKAT Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

Rommy Andhika Laksono Agroklimatologi

Rommy Andhika Laksono Agroklimatologi Rommy Andhika Laksono Agroklimatologi PROSES PEMBENTUKAN AWAN Awan kondensasi uap air di atas permukaan bumi. Udara yang mengalami kenaikan karena tekanan udara di atas lebih kecil daripada tekanan di

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) termasuk dalam keluarga rumput rumputan. tanaman jagung (Zea mays L) dalam sistematika ( Taksonomi ) tumbuhan, kedudukan tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia 1. Angelfish ( Pterophyllum Scalare 2. Blackghost ( Apteronotus Albifrons

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia 1. Angelfish ( Pterophyllum Scalare 2. Blackghost ( Apteronotus Albifrons II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Hias Air Tawar di Indonesia Indonesia kaya akan keanekaragaman spesies ikan hias. Indonesia memiliki 400 spesies ikan air tawar dari 1.100 jenis ikan hias air tawar yang ada

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci