BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA"

Transkripsi

1 BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA WIRDA AZ UMAGAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ABSTRAK WIRDA AZ UMAGAP. Beberapa Jenis Bahan Sarang dan Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh HERU SETIJANTO DAN SAVITRI NOVELINA. Salah satu jenis burung yang sudah dikenal oleh masyarakat di Maluku Utara adalah jenis burung seriti (Collocalia esculenta). Burung ini dikenal karena menghasilkan sarang yang berkhasiat bagi kesehatan manusia dan mempunyai nilai ekonomis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa bentuk dan jenis bahan sarang burung seriti, serta perilaku bersarang burung seriti di jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Halmahera Selatan selama 5 bulan menggunakan metode survey. Lokasi pengamatan adalah di 2 jembatan dan 2 gua. Pengamatan meliputi pola peletakan sarang, jumlah sarang, struktur sarang, jenis bahan penyusun sarang dan perilaku bersarang burung seriti. Jumlah petak pengamatan di bawah jembatan (3 petak) dan di dalam gua (5 petak). Pengambilan sampel di setiap petak sebanyak 10 sarang dan jenis bahan sarang di identifikasi. Pengamatan perilaku bersarang burung seriti memerlukan waktu 288 jam. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan statistik non-parametrik khi-kuadrat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lokasi jembatan burung seriti meletakkan sarang pada sirip-sirip kayu sedangkan pada lokasi gua sarang diletakkan pada dinding gua. Jumlah sarang seriti pada jembatan I (121 sarang), jembatan II (130 sarang), gua I (212 sarang) dan gua II (206 sarang). Struktur fisik sarang burung seriti pada lokasi jembatan dan gua terdiri atas sarang mangkok dan sarang pojok dengan ukuran yang berbeda. Jenis bahan sarang yang terdapat di jembatan dan gua lebih banyak tersusun atas lumut, serta lumut dan rumput yang direkatkan dengan air liur. Jenis bahan sarang yang teridentifikasi terdapat pada lumut dengan jumlah spesies lebih banyak dibandingkan dengan bahan sarang lainnya. Aktivitas perilaku bersarang burung seriti adalah keluar dan masuk sarang, menyambut dan mengoper bahan sarang, menyusun bahan sarang, merekatkan bahan sarang dengan air liur. Terdapat perbedaan jumlah sarang, ukuran dan bentuk sarang, serta jenis bahan sarang diantara lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan adalah jumlah sarang di J II lebih banyak dibandingkan di lokasi J I, sedangkan G I lebih banyak dibandingkan G II, ukuran dan bentuk sarang seriti pada lokasi gua sarang mangkok berukuran besar, sedangkan di jembatan sarang seriti sarang mangkok dan sarang pojok berbentuk segitiga yang berukuran kecil, jenis bahan sarang di 4 lokasi dapat dibedakan atas beberapa jenis bahan (lumut, rumput, dan serpihan daun). Kata kunci : Burung seriti, perilaku bersarang, sarang.

3 ABSTRACT WIRDA AZ UMAGAP. Type of White-Bellied Swiftlets Nest Materials (Collocalia esculenta) and Nested Behavior in South Halmahera Region, North Maluku. Under Direction of HERU SETIJANTO and SAVITRI NOVELINA. White-bellied swiflets (Collocalia esculenta) is one of well known bird spesies, especially in North Maluku. The bird is famous due to economic valuable, it can produce the nest which benefit especially for human healthy. The objective of the research are to several the shape and type of the nest material, and white-bellied swiftlet nested behavior at the bridge and the cave in South Halmahera Region. This research has been done within 5 months by survey method. The observation was taken place at two location, 2 at the bridges and 2 at the caves. The observation consisted of the pattern of nest setting and the nest of number, the nest of structure, type of nest materials and the nested behavior of white-bellied swiftlets. The plot number of the observation under the bridges (3 plots) and the caves (5 plots). The sampling was done in the each of the plots are 10 nest and the types of the nest material were identified. The observation of the nested behavior were spent 288 hours. The data obtained were analyzed descriptively using statistic non-parametric (Chi-quadratic). The result of the research showed that white-bellied swiftlet set their nest at the wood slices of the under a bridge mean while at the caves location the swiftlets set their nest on the cave wall. The nest number of the swiftlets to the bridge I (121 nest), the bridge II (130 nest), the cave I (212 nest), and the cave II (206 nest) respectively. Physically structure of the white-bellied swiftlet nest at the bridges and the caves was consisted of cup nest and corner nest with the different size. Most of the nest material type of swiftlet which found at the bridges and the caves consisted of moss, or moss and grass which bounded by saliva. The types of nest material of the swiftlet which identified was consisted of moss with the more spesies than other nest of materials. The activity of the nested behavior of white-bellied swiftlet that could be observed were go and come to the nest, to gets and over the nest materials, arrange the nest, bound the nest materials with saliva. There are any different of the number, size, form and type of the nest materials of swiftlet, between the bridges location and the caves which are the number of the nest at the bridge II is more than the bridge I, mean while the cave I is more than the cave II. The size and form of the nest at the caves is like the cup nest of the bigger. At the bridge, the nest like the small cup nest and corner nest to the triangle. The type of swiftlet the nest materials at 4 site study can be distinguished within plants as the nest materials (moss, grass, and leaves of chip). Key word : white-bellied swiftlet, nested behavior, nest.

4 BEBERAPA JENIS BAHAN SARANG DAN PERILAKU BERSARANG BURUNG SERITI (Collocalia esculenta) DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA WIRDA AZ UMAGAP Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh gelar Magister Sains Pada Departemen Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

5 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP : Beberapa Jenis Bahan Sarang dan Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. : Wirda Az Umagap : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Drh. Heru Setijanto Ketua Drh. Savitri Novelina, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 26 Juli 2007 Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Beberapa Jenis Bahan Sarang dan Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia Esculenta) di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber data dan informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2007 Wirda Az Umagap NRP : G

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ternate pada tanggal 9 Nopember 1978 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Azuan Drakel, SH dan Nuria Tukuboya. Pendidikan sarjana ditempuh di Program studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Khairun Ternate, lulus pada tahun Tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Biologi, pada Program Pascasarjana IPB melalui beasiswa DIKTI untuk staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Ternate Provinsi Maluku Utara.

8 P R A K A T A Puji syukur kehadirat Allah SWT atas hidayah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dalam rangka memperoleh gelar Magister Sains. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Drh. Heru Detijanto dan Drh. Savitri Novelina M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dukungan yang tiada henti selama proses pembuatan dan penulisan tesis. 2. Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, Msc, selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang berguna bagi penyelesaian akhir tesis ini. 3. Departemen Pendidikan Nasional DIKTI dan Universitas Muhammadiyah Ternate atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat memperluas wawasan untuk studi di IPB. 4. Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan belajar yang diberikan sehingga penulis dapat diterima pada Program Studi Biologi. 5. Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Bacan Halmahera Selatan atas ijin penelitian yang diberikan. 6. Pemerintahan Daerah Maluku Utara di Ternate atas bantuan dana penelitian yang diberikan. 7. Walikota Propinsi Maluku Utara atas bantuan dana penelitian. 8. Bupati Halmahera Selatan di Bacan atas bantuan dana penelitian. 9. Bupati Halmahera Utara di Jailolo atas bantuan dana penelitian. 10. Bupati Sula Kepulauan di Sanana atas bantuan dana penelitian. 11. Seluruh staf Departemen Biologi dan Pascasarjana IPB atas pelayanan Akademik yang diberikan selama penulis menjalani studi. 12. Staf pengajar Labolatorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan atas kesempatan yang diberikan dan bantuan menyelesaikan penyusunan tesis. 13. Mama, Papa, Isman, Betty, M. Guntur dan keluarga besar di Ternate atas segala doa, dukungan dan kasih sayang. 14. Masyarakat Bacan dan Pulau Ruta atas bantuan dan kerjasama selama penelitian.

9 15. Pak Bahim, Pak Ade dan Pak Hasan sekeluarga atas bantuan dan kerjasama dan keramahan selama penelitian. 16. Adik-adik mahasiswa Unkhair dan Muhammadiyah atas bantuan dan kerjasama selama penelitian. 17. Pak Maikel, Bu Trias, Pak Yan, Kuncup dan mbak Rahmi atas bantuan dan dukungan sangat berarti selama masa penulisan tesis. 18. Rekan-rekan dan saudara-saudara yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungannya selama ini. Akhir kata segala kerendahan hati penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi yang membutuhkan. Amin, Insyaallah. Bogor, Juli 2007 Wirda Az Umagap

10 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2007 Hak Cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjaun suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Rumusan masalah... 2 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Bioekologi Burung Seriti (Collocalia esculenta)... 4 Perilaku... 8 Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta)... 8 Pemanfaatan Sarang Burung Seriti KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Fisik Wilayah METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Tahapan Penelitian Studi Pustaka Survey (menjajaki lapangan) Pengumpulan Data Sarang burung seriti (Collocalia esculenta) Perilaku Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti Struktur dan Bentuk Sarang Seriti Jenis Bahan Penyusun Sarang Seriti Perilaku Bersarang Burung seriti (Collocalia esculenta) Pembahasan Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta).. 32 Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. 32 Struktur dan Bentuk Sarang Seriti Jenis Bahan Penyusun Sarang Burung Seriti Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 43

12 x DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah sarang di lokasi jembatan dan gua di Pulau Bacan Ukuran fisik sarang mangkok di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Ukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan di Pulau Bacan Jenis bahan penyusun sarang seriti di jembatan I dan jembatan II di Pulau Bacan Jenis bahan penyusun sarang seriti di gua I dan gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) Jenis bahan penyusun sarang seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Aktivitas burung seriti bersarang pagi hari di jembatan Pulau Bacan Aktivitas burung seriti bersarang siang hari di jembatan Pulau Bacan Aktivitas burung seriti bersarang sore hari di jembatan Pulau Bacan Aktivitas burung seriti bersarang pagi hari di gua Pulau Kasiruta (Ruta) Aktivitas burung seriti bersarang siang hari di gua Pulau Kasiruta (Ruta) Aktivitas burung seriti bersarang sore hari di gua Pulau Kasiruta (Ruta)... 31

13 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Burung seriti (Collocalia esculenta) Sarang burung seriti (Collocalia esculenta) Peta Provinsi Maluku Utara Peta Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Pemetakkan di lokasi jembatan dan gua Pengukuran sarang seriti Bentuk sarang seriti Sarang mangkok di lokasi jembatan dan gua Sarang pojok di lokasi jembatan I dan jembatan II Jenis bahan penyusun sarang dan air liur seriti... 28

14 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan penyebaran sarang di lokasi jembatan I Pulau Bacan Perhitungan penyebaran sarang di lokasi jembatan II Pulau Bacan Perhitungan penyebaran sarang di lokasi gua I Pulau Kasiruta (Ruta) Perhitungan penyebaran sarang di lokasi gua II Pulau Kasiruta (Ruta) Ukuran fisik sarang mangkok di lokasi jembatan I Pulau Bacan Ukuran fisik sarang mangkok di lokasi jembatan II Pulau Bacan Ukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan I Pulau Bacan Ukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan II Pulau Bacan Ukuran fisik sarang mangkok di lokasi gua I Pulau Kasiruta (Ruta) Ukuran fisik sarang mangkok di lokasi gua II Pulau Kasiruta (Ruta) Ukuran fisik sarang di lokasi jembatan I Pulau Bacan Ukuran fisik sarang di lokasi jembatan II Pulau Bacan Ukuran fisik sarang di lokasi gua I Pulau Kasiruta (Ruta) Ukuran fisik sarang di lokasi gua II Pulau Kasiruta (Ruta) Jenis-jenis bahan penyusun sarang seriti di lokasi jembatan dan gua Kabupaten Halmahera selatan Kunci identifikasi kelompok jenis bahan penyusun sarang sebagai kelompok tumbuhan (lumut, rumput dan serpihan daun) Ukuran fisik lokasi sarang, suhu dan kelembaban di jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Pengukuran fisik lokasi sarang burung seriti di jembatan I dan Jembatan II di Pulau Bacan Pengukuran fisik lokasi sarang burung seriti di gua I dan gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) Perilaku bersarang burung seriti di lokasi jembatan Pulau Bacan Perilaku bersarang burung seriti di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta) Gambar lokasi penelitian di jembatan I, jembatan II, gua I dan gua II di Kabupaten Halmahera Selatan 72

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan alam hayati berupa flora dan fauna yang melimpah. Kekayaan alam tersebut sepantasnya mendapatkan perhatian sebagai bahan kajian ilmu pengetahuan dan untuk usaha pelestarian. Salah satu jenis burung yang sudah dikenal oleh masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan adalah jenis burung seriti (Collocalia esculenta). Burung ini dikenal karena menghasilkan sarang yang berkhasiat bagi kesehatan manusia dan mempunyai nilai ekonomis. Pada umumnya sarang burung seriti terbuat dari bahan-bahan berupa tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam seperti rumput-rumputan, lumut, ijuk, daun cemara, daun pinus dan bahanbahan lainnya yang direkatkan dengan air liur (saliva). Kandungan air liur pada sarang seriti sekitar (5-10%), tetapi sangat berharga dan mudah diperoleh. Harga jual sarang burung seriti yang relatif tinggi mendorong minat masyarakat untuk memanfaatkannya. Pemanenan dan pascapanen sarang burung seriti di Kabupaten Halmahera Selatan masih bersifat tradisional dengan memanfaatkan tempat bangunan atau rumah sebagai tempat budidaya sarang seriti. Sarang seriti dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan dipercaya berkhasiat bagi kesehatan. Burung seriti memiliki perilaku yang sangat khas dan unik sebagai aktivitas di dalam kehidupanya sehari-hari. Bersarang merupakan salah satu perilaku burung seriti dalam membuat sarang sebagai tempat untuk beristirahat, berkembangbiak, dan merawat anak-anaknya. Habitat hidup burung seriti adalah di gua-gua di daerah pantai karang dan beberapa daerah pegunungan kapur. Ada juga ditemukan di bawah jembatan dan bangunan rumah penduduk. Tempat yang disukai seriti adalah tempat yang tenang, belum tercemar polusi udara dengan suhu 24ºC - 30ºC dan kelembaban 60% - 80%.

16 Sebagai salah satu kekayaan fauna Indonesia dan sumber komoditi potensial, burung seriti dirasakan masih sangat kurang diminati dan dimanfaatkan sebagai bahan kajian ilmiah oleh kalangan ilmuwan atau peneliti terutama pada pengolahan sarang burung seriti baik itu secara tradisional maupun moderen. Pemanfaatan dan pengembangan lokasi untuk tempat bersarang burung seriti di Kabupaten Halmahera Selatan belum pernah dilaporkan. Kebupaten Halmahera Selatan merupakan daerah pemekaran Provinsi Maluku Utara yang terdiri atas beberapa pulau diantaranya adalah Pulau Bacan, Kecamatan Bacan Timur, Pulau Kasiruta (Ruta), Pulau Obi, Pulau Makian, Pulau Kayoa, Pulau Mandioli, Kecamatan Gane Timur, dan Kecamatan Gane Barat (BAPPEDA KABHALSEL 2007). Pulau Bacan dan Pulau Kasiruta (Ruta) mempunyai lereng gunung dengan hamparan hutanhutan luas berfungsi sebagai daerah tangkapan air (sungai-sungai) yang besar sangat penting bagi masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan (FAO 1982h dalam Sujatnika et al., 1995). Pada daerah ini terdapat bermacam-macam jenis burung diantaranya jenis burung seriti (Collocalia esculenta) yang dijadikan sebagai objek penelitian. Burung seriti ini umumnya membuat sarang dan berkembangbiak pada tempat-tempat di Kabupaten Halmahera Selatan. B. Rumusan Masalah Data mengenai kondisi tempat bersarang, jenis bahan sarang dan pemanfaatan tempat bersarang burung seriti sebagai tempat yang baik untuk burung seriti membuat sarang di Kabupaten Halmahera Selatan belum banyak diketahui. Pengetahuan masyarakat mengenai pengolahan tempat bersarang burung seriti sebagai tempat budidaya di Kabupaten Halmahera Selatan masih kurang. Pada umumnya sebagian masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan menjual sarang burung seriti untuk menunjang kebutuhan ekonomi mereka, dimana proses pemanenan dan pascapanen sarang burung seriti masih dilakukan secara tradisional. Keterkaitan antara sarang burung seriti dengan tempat beristirahat, membuat sarang dan berkembangbiak sangat mempengaruhi hasil sarang 2

17 burung seriti untuk pembudidayaan secara optimal. Demikian itu masih banyak diperlukan penelitian-penelitian dasar yang dapat memberikan data ekologis. Selain itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi peneliti untuk melanjutkannya. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Beberapa bentuk dan jenis bahan sarang burung seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan. 2. Perilaku bersarang burung seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan jenis bahan dan bentuk sarang burung seriti sebagai akibat adanya perbedaan lokasi dan dapat mengelola kawasan tersebut agar kelestarian sarang burung seriti tetap terjaga, serta perkembangan populasi burung seriti pun tetap dipertahankan. Terutama mengenai pemanfaatan tempat sarang burung seriti sebagai tempat budidaya bagi masyarakat di Kabupaten Halmahera Selatan. 3

18 4

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subpylum : Vertebrata Class : Aves Orde : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Genus : Collocalia Spesies : Collocalia esculenta Burung seriti (Collocalia esculenta) termasuk famili Apodidae (Yunani : a = tidak ; podos kaki), dan sering disebut juga white bellied swiftlet (burung seriti berdada/perut putih) (Lack 1956 ; Bryant dan Hails 1983). Menurut tim penulis Penerbit Swadaya (1992) genus Collocalia sp terdiri atas 6 spesies yaitu Collocalia gigas (walet besar), Collocalia maxima (walet sarang hitam), Collocalia fuciphaga (walet putih), Collocalia brevirostris (walet gunung), Collocalia vanikorensis (walet sarang lumut), dan Collocalia esculenta (walet sapi/seriti). Burung ini membuat sarang dari bahan tumbuhtumbuhan seperti rumput-rumputan, lumut, ijuk dan bahan-bahan lainnya yang direkatkan dengan saliva (air liur) (Tompkins dan Clayton 1999). Burung seriti tidak menggunakan sistem ekholokasi karena burung seriti dapat menemukan sarang dengan penglihatannya yang tajam (Adiwibawa 2000). Sistem ekholokasi adalah suatu sistem yang digunakan oleh burung untuk mengenal keadaan lingkungan suatu tempat (terutama dalam keadaan gelap), dengan mengeluarkan suara putus-putus berfrekuensi tertentu dan kemudian menangkap kembali pantulan suara itu dengan telinganya, untuk 5

20 menentukan jarak dan arah dari benda yang memantulkan (Adiwibawa 2000; Price et al., 2004) Menurut Whendrato et al., (1989) burung seriti merupakan jenis burung pemakan serangga terbang, biasanya burung ini menangkap serangga sebagai makanannya sambil berterbangan diatas rerumputan, pepohonan, atau diatas perairan dan cara menangkapnya sambil terbang. Serangga yang bermanfaat bagi burung seriti sebagai pakan adalah jenis serangga terbang, berukuran tubuh kecil, dan berkulit lunak. Burung seriti mempunyai warna bulu bagian atas berwarna gelap atau hitam kehijau-hijauan atau kebiru-biruan dan bagian perut berwarna putih, bentuk ekor sedikit bercelah tidak dalam dan pendek, terbangnya cepat hingga mencapai 150 km/jam dengan ukuran tubuh sedang/kecil sekitar 9-15 cm sedangkan ukuran dewasa hanya berkisar cm dan ukuran paruh kecil agak melengkung berwarna gelap, serta sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing sangat kuat (Coates dan Bishop 2000; Mackinnon et al., 1993). Menurut Holmes dan Phillips (1999) bentuk mata seriti bulat dan cekung pitatunggir lebih pucat tidak jelas dan warnanya abu-abu agak gelap. Burung ini memiliki kaki yang kecil dan lemah, serta berkuku kecil dan runcing digunakan untuk hinggap pada waktu burung seriti istirahat dalam posisi menggantung di sarang (BPRSB 1979). Seriti memiliki 2 butir telur berwarna putih dan bulat pendek agak lonjong (Abeng 2004). Gambar 1. Burung Seriti (Collocalia esculenta) Sumber : Taslim H Trading Sarang Walet. Jakarta : Penebar Swadaya. 6

21 2. Penyebaran Burung seriti (Collocalia esculenta) tersebar di beberapa daerah diantaranya wilayah Peninsular, Malaysia, Thailand, Archiplago, Andaman, Pulau Nicobar, Philipina, Irlandia baru, Roma, di Indonesia : Sumatra, Pulau Nias, Pulau Batu dan Pulau Mentawai, Sumbawa, Flores, Sumba, Damar, Wetar, dan Alor, Sulawesi Selatan, Banggai, Sulawesi utara, Sangihe, Papua Nugini, Maluku Selatan, Kai, Ambon, Pulau Roti, dan juga burung seriti ini tersebar di Maluku Utara: Ternate, Tidore, Obi, Pulau Sula, Halmahera, Kasiruta dan Bacan. (Chantler 2000 ; Coates dan Bishop 2000 ; Palliser 2001). 3. Habitat Menurut Soetjipta (1993) habitat merupakan tempat dengan setiap unit kehidupan yang berada didalamnya mampu melakukan aktivitas hidup dan mengalami interaksi dengan lingkungannya. Hal ini disebabkan karena hewan mempunyai kemampuan hidup, tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang sesuai. Berdasarkan fungsinya, habitat burung seriti terbagi atas habitat untuk mencari makan (feeding habitat), habitat untuk beristirahat (rosting habitat) dan habitat untuk berbiak (nesting habitat) (Marzuki et al. 2002). Habitat burung seriti untuk beristirahat dan berbiak yaitu di dalam gua, di pemukiman penduduk dan di bawah jembatan, sedangkan habitat burung seriti untuk mencari makan yaitu padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan, dan daerah perairan (Djana 2004). Setiap mahluk hidup membutuhkan tempat untuk kelangsungan hidupnya dalam mencari makan, bercengkerama, berlindung dan berkembangbiak (Yunanto 2004a). Pada umumnya mencari daerah yang potensial diperlukan pengetahuan tentang lingkungan ideal untuk seriti. Berikut ini dua faktor lingkungan yaitu: habitat makro (kondisi di luar tempat bersarang) faktor yang mempengaruhinya adalah faktor makanan, hunian, air, ketinggian tempat, keamanan dan musim, sedangkan habitat mikro (kondisi di dalam tempat bersarang) faktor yang mempengaruhinya adalah kelembaban, suhu, aroma, cahaya, juga sangat mempengaruhi perkembangbiakan seriti (Whendrato et al., 1989). 7

22 Burung seriti menyukai daerah lembab dan basah, dan tersedia pakan yang berlimpah sehingga memberikan perkembangan populasi seriti lebih banyak, serta kurang menyukai daerah yang terlalu dingin karena dapat memperlambat perkembangan populasi seriti (Yamin dan Sukma 2002). Burung ini lebih banyak memilih hidup pada daerah yang bersuhu 24-30ºC dan kelembaban ideal %, serta cahaya yang dibutuhkan tidak terlalu terang atau gelap disebut habitat mikro (Yamin dan Hartono 2002). Kelembaban dan suhu juga sangat berpengaruh pada perilaku kawin, produksi sarang, kwalitas sarang, penetasan telur dan perkembangan kesehatan seriti itu sendiri (Yunanto 2004b). Menurut Whendrato et al., (1989) kawasan dimana seriti berkeliaran berburu mangsa atau serangga sebagai makanannya disebut habitat makro. Kawasan yang dipilih sebagai habitat makro adalah padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan dan daerah perairan yang selalu terdapat serangga terbang, baik yang terdapat di dataran rendah dengan ketinggian sekitar 500 m dpl m dpl maupun diatas 500 m dpl m dpl. Habitat mikro burung seriti adalah rumah penduduk, di bawah jembatan, dan gua-gua. Gua merupakan tempat hidup burung seriti yang mencakup ruanganruangan kecil misalnya rekah-rekahan dan celah-celah yang biasa terdapat dalam batu gamping. Seriti membuat sarang di dinding gua yang kering dan menjorok kedalam berbentuk lubang, selain untuk menyembunyikan diri, hal tersebut juga merupakan suatu usaha untuk menghindarkan diri dari terjangan air yang terkadang meluap sampai keatap gua (Ko 1986). Pada dinding gua yang basah, sarang yang terbentuk kurang kuat, lembek dan lekas berubah warna dari putih menjadi kecoklatan (BPRSB 1979). Di bawah jembatan tempat hidup burung seriti memiliki suhu rendah (sekitar 23 C) atau pada suhu tinggi (sekitar 26 C) yang stabil dan tidak memerlukan kelembaban yang sangat tinggi. Di bawah jembatan juga terdapat sungai kecil yang mengalir keluar. Terdapat ruangan yang terbuat dari kayu merupakan sirip tempat burung seriti meletakkan sarang dan sirip-sirip tersebut tidak terlalu kering dan basah sekali (Adiwibawa 2000). 8

23 B. Perilaku. Menurut Soetjipta (1993) perilaku hewan sebagai usaha adaptasi hewan terhadap perubahan lingkungan sehingga hewan tersebut dapat tetap hidup dan berkembangbiak. Perilaku merupakan kegiatan teramati pada suatu mahluk hidup dalam menjalani hidupnya yang seringkali beradaptasi terhadap lingkungan. Pasangan seriti jantan dan betina akan saling bergantian mengoles air liurnya sedikit demi sedikit ke sarang yang berada di dinding tempat meletakkan sarang (Budiman 2002a). Seriti dapat membuat sarang sepanjang tahun tanpa berhenti. Namun sarang yang dibuat di luar musim berbiak berukuran lebih kecil dibandingkan sarang yang dibuat pada musim berbiak. Pada saat musim berbiak waktu yang dibutuhkan untuk membuat sarang adalah 40 hari, sedangkan di luar musim berbiak lamanya pembuatan sarang adalah 80 hari karena produksi air liur seriti sedikit (BPRSB 1979). Musim berbiak seriti banyak ditandai dengan adanya sekawanan seriti yang saling berkejaran, secara alami seriti akan memilih musim kawin dan berbiak menjelang musim hujan, hal ini berkaitan dengan melimpahnya makanan (Marzuki et al., 2002). Selang waktu 5-8 hari seriti betina mulai bertelur, sampai telur berjumlah 2 butir, selanjutnya pasangan seriti akan saling bergantian untuk mengerami telur-telur tersebut selama hari, setelah itu anak seriti yang baru menetas akan disuapi oleh induknya selama 45 hari, kemudian anak-anak seriti ini dapat terbang dan mencari makan sendiri (BPRSB 1979). C. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) 1. Kriteria Sarang Kriteria sarang seriti menurut Djana (2004) adalah : a. Sarang dibuat oleh pasangan seriti (jantan dan betina) b. Sarang seriti direkatkan dengan air liur (saliva) c. Sarang seriti menempel pada bidang vertikal dan horisontal. d. Sarang seriti terbuat dari beberapa jenis tumbuhan seperti lumut, rumput, ijuk, daun cemara, pinus, dan jenis tumbuhan lainnya. 9

24 Gambar 2. Sarang Seriti (Collocalia esculenta) Keterangan : Bar = 2 cm 2. Peletakkan sarang Pada umumnya sarang seriti menempel pada suatu bidang vertikal, misalnya pada sirip kayu dan menempel di celah-celah batu pada dinding gua. Tempat membuat sarang dapat ditentukan oleh jantan, betina ataupun keduanya dan sarang seriti dibuat oleh pasangan seriti (Taslim 2002). Menurut Whendrato et al., (1989) tempat yang dipilih seriti untuk menempelkan sarang yaitu tidak terkena air hujan, dan tempat yang suhu dan kelembabannya stabil, tidak licin dan mengkilap, berwarna kotor dan agak lembab, dinding kasar atau guratan-guratan pada dinding, terlindungi dari hembusan angin kencang. Tempat peletakkan dan meletakkan sarang seriti mempunyai ciri-ciri diantaranya adalah seriti berjejeran di dekat sarang yang sudah ada, membentuk kumpulan sarang baik ke kiri-kanan, kadang ke atas dan ke bawah mengelompok pada koloninya, pada tonjolan dan lubang dinding yang terdapat tumpuan mendatar sehingga sarang dapat dengan mudah diletakkan tergantung pada ujung atau bendolan (Whendrato et al., 1989). 3. Pembuatan dan bentuk Sarang. Sarang seriti dibuat dari air liurnya (saliva) yang kemudian menjadi keras. Perubahan warna sarang yang terbuat dari air liur adalah akibat pengaruh makanan, pengaruh tempat tempelan sarang serta pengaruh zat-zat lain yang 10

25 mencemarinya (Adiwibawa 2000). Keadaan iklim dapat mempengaruhi awal pembuatan sarang. Burung seriti memilih tempat untuk membuat sarang pada tempat yang suhu dan kelembabannya stabil dan tempat yang mudah menempeli sarang. Dalam bersarang, burung seriti membutuhkan waktu lebih lama karena mencari bahan rumput-rumputan kering. Hal ini membutuhkan waktu kira-kira hari tergantung musim kemarau atau penghujan. Bentuk sarang seriti yaitu ada yang berbentuk mangkok dan pojok tergantung dari tempat seriti melekatkan sarang (Whendrato et al., 1989). Sarang seriti ada yang berbentuk seperti mangkok dibelah dua apabila melekat pada tengah-tengah sirip dan ada yang dibelah empat atau tiga apabila melekat di sudut sirip. 4. Bahan Penyusun Sarang Sarang seriti terbuat dari bahan dasar berupa serabut memanjang yang diambil dari alam. Bahan dasar tersebut berupa tumbuh-tumbuhan, misalnya rumput, bunga rumput, daun pohon cemara (Casuarina equisetifolia), tangkai daun berjari, serat kelapa, ijuk, bunga tebu, lumut, mahkota bunga, tulang daun dari pohon flamboyan (Delonix regia) dan daun pinus (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Bahan dasar sarang burung seriti bisa juga dari hewan atau bahan buatan manusia, misalnya bulu seriti atau tali rafia yang direkatkan dengan air liur. Bahan-bahan tersebut diambil sambil terbang saat bahan tersebut melayang tertiup angin atau masih melekat pada sesuatu (ranting pohon atau yang lainnya) yang mudah diambil (Adiwibawa 2000). Menurut Nugroho (1996) sarang burung seriti terdiri dari bahan rumput kering yang dilumuri oleh air liur kira-kira sebesar 15% dan kadang-kadang sedikit bulu. Menurut Alikodra (1989) lumut, lumut kerak, dan ranting-ranting direkatkan dengan air liur sebagai perekat bahan-bahan pembentuk sarang seriti. Persentase berat liur kering sarang burung seriti tergantung pada jenis serat yang dipakai dan susunan bahan dasar sarang seriti. Berat liur kering dapat mencapai sekitar 60 % dari berat total sarang (Djana 2004). 11

26 D. Pemanfaatan Sarang Burung Seriti. Data mengenai produksi sarang seriti (Collocalia esculenta) hingga kini belum tersedia. Perlu di ingat bahwa tidak semua sarang seriti tersebut memiliki nilai komersial karena tergantung bahan sarang yang di pakai, saat ini hanya sarang dari jenis bahan pinus Pinus merkusii yang bernilai karena adanya kesulitan dalam proses pemisahan material tumbuhan dari air liur seriti (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Sarang seriti yang sudah di panen dapat dikelola dengan baik karena adanya temuan teknologi yang mudah memisahkan air liur dari bahan sarang dan hingga kini hanya sedikit perusahan pembersih sarang di Indonesia yang mampu memproses sarang seriti (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Burung seriti sangat mudah beradaptasi dan toleran terhadap lingkungan manusia, sehingga mudah ditemukan. Bila dibandingkan dengan sarang walet, sarang seriti mempunyai nilai jual lebih rendah yaitu Rp sampai Rp /kilogram. Harga sarang seriti di daerah Kabupaten Halmahera Selatan merupakan nilai yang sangat komersial untuk di jual keluar kota dan mudah terjual ke daerah yang dapat mengelola sarang burung seriti. Pada umumnya sebagian masyarakat banyak yang menginginkan sarang seriti untuk kebutuhan ekonomi mereka. Sarang seriti yang di jual sangat bermanfaat, serta dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan dipercaya berkhasiat bagi kesehatan diantaranya berupa obat-obatan seperti obat sakit pernapasan, obat awet muda, meningkatkan vitalitas dan obat kecantikan, serta menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Widyawati 1998). 12

27 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Fisik Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan terletak pada 126º 45 dan 129º 30 Bujur Timur, 0º 30 Lintang Utara dan 2º 00 Lintang Utara. Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan dengan ibu kota Bacan (Labuha), secara administratif merupakan bagian dari wilayah Provinsi Maluku Utara dengan luas sekitar ,72 Km² yang terdiri atas luas daratan 8.779,32 Km² dan lautan seluas ,40 Km². Kabupaten Halmahera Selatan terletak di kawasan timur Indonesia, tepatnya berbatasan dengan : - Sebelah Utara dibatasi oleh Kota Tidore Kepulauan dan Kota Ternate. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Seram. - Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera. - Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku. Kabupaten Halmahera Selatan adalah salah satu daerah hasil pemekaran dari Provinsi Maluku Utara termasuk didalamnya gugusan pulau-pulau yang wilayahnya sebagian besar dikelilingi oleh lautan, tujuh diantaranya Pulau Obi, Pulau Bacan, Pulau Makian, Pulau Kayoa, Pulau Kasiruta (Ruta), Pulau Mandioli dan sebagian Pulau Halmahera di bagian selatan. Dari ketujuh Pulau tersebut yang paling besar adalah Pulau Obi dengan luas wilayah ± Km² (PEMDA KABHALSEL 2006). Dilihat dari topografi wilayah maka kondisi Kabupaten Halmahera Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lain yang ada di Provinsi Maluku Utara yang sebagian besar merupakan perbukitan dan pegunungan dengan kemiringan rata-rata % dan bukit tertinggi adalah gunung sibela yang berada di Pulau Bacan dengan elevasi m dpl. Faktor iklim (curah hujan dan suhu) memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pembentukan jenis tanah di daerah ini, sehingga menyebabkan tanah yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan mempunyai sifat yang berbeda. Kondisi iklim di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan secara umum beriklim tropis dan iklim musim. Keadaan iklim di daerah Kabupaten Halmahera Selatan dipengaruhi oleh besar kecil tekanan angin yang berasal 13

28 dari laut Seram dan laut Maluku. Musim angin yang terjadi adalah pada musim barat atau utara dan musim selatan atau timur tenggara yang diselingi dengan 2 musim pancaroba akibat dari transisi kedua musim tersebut. Pada musim barat atau utara berlangsung pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret dan bulan April adalah masa transisi ke musim tenggara dan pada saat itu biasanya diikuti dengan musim kemarau. Sedangkan musim selatan atau timur tenggara umumnya berlangsung selama 6 bulan, yang berawal dari bulan November dan biasanya terjadi hujan (PEMDA KABHALSEL 2006). Pada masa transisi antara bulan April dan bulan Nopember kecepatan angin yang terjadi rata-rata 10,2 km/jam dengan kecepatan terbesar 14,3 Km/jam sedangkan curah hujan yang terjadi rata-rata mm/tahun dengan jumlah hari hujan Hari. Besarnya curah hujan tersebut menurut klasifikasi Schmidt F.H dan J.H.A Ferguson yang menunjukan bahwa Daerah Halmahera Selatan tergolong dalam klasifikasi tipe iklim A dan B kecuali daerah Saketa yang beriklim C dan daerah Laiwui yang bertipe Am (Klasifikasi Koppen). Salah satu daerah Halmahera Selatan yang berada pada garis katulistiwa yaitu gugusan Pulau Guraici yang berakibat suhu udara di daerah tersebut bersuhu 27-30ºC. Gambar 3. Peta Provinsi Maluku Utara Keterangan : Tanda panah merupakan arah lokasi penelitian Sumber: Gemilang Utama Surabaya [GUS] Atlas Indonesia dan Dunia. Surabaya: Gemilang Utama Surabaya. 14

29 Gambar 4. Peta Kabupaten Halmahera Selatan Keterangan : (J 1) jembatan I dan (J II) Jambatan II di Pulau Bacan (Labuha), (G I) Gua I dan (G II) Gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) sebagai lokasi pengamatan. Sumber : World Atlas Map Encarta Reference Library Premium. 15

30 IV. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara selama 5 bulan (Maret hingga Agustus 2006). B. Alat dan bahan Penelitian. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Alat bantu untuk mengukur fisik sarang dan pengukuran petak, serta mengambil sarang yaitu : Meteran/pitaukur, tali, tangga, pisau dan keranjang, serta alat bantu untuk mengukur suhu dan kelembaban yaitu : Termometer dan Higrometer. 2. Alat bantu untuk identifikasi jenis bahan sarang yaitu : Miskroskop, loupe, kaca pembesar, cawan, pinset, dan pisau kecil/silet. 3. Alat bantu untuk pengamatan perilaku yaitu : Monokuler, Binokuler, lampu/senter dan kompas. Perlengkapan fotografi sebagai alat dokumentasi obyek kegiatan penelitian, serta alat tulis dan lembar data. C. Tahapan Penelitian. 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan penelitian melalui pengumpulan informasi mengenai tempat-tempat sarang burung seriti, perilaku bersarang burung seriti, jenis-jenis bahan penyusun sarang seriti, dan kondisi lokasi sarang. 2. Survey (Menjajaki lapangan) Pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan untuk menjajaki dan mengenali keadaan lapangan, menentukan lokasi sarang burung seriti, mengukur fisik sarang, suhu dan kelembaban, serta mengukur fisik lokasi sarang burung seriti, mengamati dan mengidentifikasi jenis bahan penyusun sarang seriti dan perilaku bersarang burung seriti. 16

31 Berdasarkan pengamatan ini yang dilakukan pada bulan Maret 2006 dapat diketahui bahwa tempat-tempat burung seriti di Kabupaten Halmahera Selatan yang ditemukan adalah di jembatan yang berdekatan dengan hutan tanaman/kebun dan di gua berdekatan dengan pantai karang. Selanjutnya, lokasi tersebut dijadikan sebagai unit contoh pegamatan sarang burung seriti dan perilaku bersarang burung seriti. 3. Pengumpulan Data Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan jumlah sarang Seriti. Dalam pengamatan peletakkan dan jumlah sarang seriti dilakukan di dua lokasi diantaranya di bawah jembatan dan di dalam gua yang terdiri atas jembatan I (J I), jembatan II (J II), gua I (G I) dan gua II (G II). Pemetakkan di lokasi jembatan terdiri atas 3 petak berupa sirip-sirip kayu sebagai tempat burung seriti meletakkan sarang, dan di lokasi gua terdiri atas 5 petak berupa celah-celah batu di dinding gua yang merupakan tempat burung seriti meletakkan sarang. Setelah itu, sarang seriti yang terdapat di masing-masing petak dihitung untuk mengetahui jumlah sarang. (A) (B) Gambar 5. A. (a) petak 1, (b) petak 2, dan (c) petak 3 merupakan letak sarang pada lokasi di bawah jembatan. B. (a) petak 1, (b) petak 2, (c) petak 3, (d) petak 4, dan (e) petak 5 merupakan letak sarang pada lokasi di dalam gua. Dalam pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan selama sehari (1 hari) dalam 3 kali pengukuran yaitu pagi, siang, dan sore hari. b. Struktur dan Bentuk Sarang Seriti. 17

32 Pengamatan sarang yang dilakukan adalah sarang seriti diambil di lokasi jembatan (3 petak) dan gua (5 petak) di masing-masing petak sebanyak 10 sarang. Untuk pengukuran fisik sarang baik itu sarang mangkok dan sarang pojok dipergunakan beberapa variabel diantaranya adalah : 1. Panjang sarang (cm), yaitu bagian sarang terpanjang. 2. Lebar sarang (cm), yaitu bagian sarang terlebar. 3. Tinggi total sarang (cm), yaitu jarak dari sarang bagian bawah ke bagian tertinggi sarang. 4. Kadalaman sarang (cm), yaitu jarak tegak lurus dari dasar bagian dalam sarang ke bagian permukaan sarang. 5. Bibir sarang (cm), yaitu jarak bagian dalam sarang yang merupakan tepi sarang ke bagian terluar. Gambar 6. Pengukuran sarang Keterangan : 1 : Panjang sarang 3 : Tinggi sarang 5 : Bibir sarang 2 : Lebar sarang 4 : Kedalaman sarang Gambar 7. Bentuk sarang seriti, (a) sarang mangkok dan (b) sarang pojok. c. Jenis bahan penyusun sarang burung seriti. Sarang seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan diambil dan dipisahkan dari air liur dengan bahan-bahan penyusun sarang, untuk diidentifikasi sebanyak 10 sarang pada masing-masing petak. Pengamatan identifikasi menggunakan metode pengenalan dan koleksi 18

33 spesimen jenis-jenis tumbuhan dari jenis bahan penyusun sarang seriti, serta kunci identifikasi kelompok jenis bahan sarang seriti dari kelompok tumbuhan lumut, rumput dan serpihan daun menurut Steenis 1987 ; Hasan dan Ariyati 2004 (Lampiran 20). Identifikasi bahan-bahan penyusun sarang dilakukan dengan cara merendam sarang dengan Aquades selama beberapa menit (satu per satu sarang seriti direndam) dalam sebuah ember kecil, kemudian pemisahan air liur dari bahan-bahan penyusun sarang dengan menggunakan pinset. Proses identifikasi bahan-bahan sarang tersebut dilakukan dengan cara bahan-bahan sarang yang telah dipisahkan tersebut diletakkan dalam ember kecil kering, dilakukan pemotongan spesimen bahan sarang secukupnya, kemudian potongan tersebut direndam dengan air, setelah itu bahan sarang tersebut dibuat preparat basah diletakkan diatas gelas preparat dan ditutup dengan gelas preparat agar bisa diamati di bawah mikroskop Perilaku Pengamatan perilaku dilakukan di lokasi jembatan di Pulau Bacan dan gua di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggunakan metode one zero. Perilaku burung seriti yang diamati adalah perilaku bersarang. Pengamatan perilaku burung seriti dilakukan saat burung seriti melakukan aktivitas bersarang di dalam lokasi jembatan dan gua, waktu pengamatan mulai dari jam hingga WIB (pagi, siang sampai sore hari). 4. Analisis Data 4.1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Data mengenai pola peletakkan dan jumlah sarang dianalisis secara deskriptif kemudian dipetakkan. Untuk mengetahui penyebaran sarang pada setiap petak digunakan perhitungan statistik non-parametrik khi-kuadrat dengan rumus : 19

34 Dimana : X² = ( σ E ) ² E σ : Jumlah sarang yang ada pada setiap petak dari hasil sensus E : Nilai harapan (rata-rata jumlah sarang yang ada pada tiap petak) α : Taraf kepercayaan (0,05) Hipotesa : Ho : Sarang menyebar merata Hi : Sarang tidak menyebar merata Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho X² tabel = X² α ; df ; α = 0,05, df = n - 1 Untuk mengetahui penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok digunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat pada taraf kepercayaan 0.05 dengan rumus : X² = ( σi Ei ) ² Ei Dimana : σ : Jumlah sarang pojok atau mangkok E : Nilai harapan (rata-rata jumlah sarang yang dapat menempati petak tersebut berdasarkan kerapatan sarang per luasan yang dibutuhkan untuk bersarang) α : Taraf kepercayaan (0,05) Hipotesa : Ho : Preferensi sarang pojok dan sarang mangkok sama Hi : Preferensi sarang pojok dan sarang mangkok tidak sama Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho 20

35 b. Jenis Bahan Sarang, Struktur dan Bentuk Sarang Burung Seriti. Data hasil pengukuran fisik sarang dan pengamatan jenis bahan penyusun sarang dianalisis secara deskriptif. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel Perilaku Data perilaku yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. 21

36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam gua diperoleh bahwa jumlah sarang di J I sebanyak 121 sarang dan di J II berjumlah 130 sarang tersebar di sirip-sirip kayu. Jumlah sarang seriti di G I sebanyak 212 sarang dan di G II berjumlah 206 sarang menyebar pada dinding gua. Jumlah sarang seriti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah sarang di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan. (Periode pengamatan Maret Agustus 2006) Lokasi sarang J I J II G I G II Petak Jumlah Petak Jumlah Petak Jumlah Petak Jumlah a 41 a 46 a 42 a 41 b 40 b 43 b 42 b 40 c 40 c 41 c 40 c 40 d 41 d 42 e 48 e 45 Jumlah (J I) jembatan I, (J II) jembatan II, (G I) gua I, dan (G II) gua II. Penyebaran sarang seriti di lokasi jembatan I di Pulau Bacan dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat, dengan tarif kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di J I yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya merata (X² = 0.016; db = 5; P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 1). Sebagian besar sarang seriti di jembatan I terletak di pojok petak (sarang pojok). Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok tidak merata (X² = 15.02; db = 1; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok dengan khi-kuadrat (Lampiran 1). Penyebaran sarang seriti di lokasi jembatan II di Pulau Bacan dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat, dengan 22

37 tarif kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di J II yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya tidak merata (X² = ; db = 5; P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 2). Sebagian besar sarang seriti di jembatan II terletak di pojok petak (sarang pojok). Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok tidak merata (X² = 15.02; db = 1; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dan sarang pojok dengan khikuadrat (Lampiran 2). Penyebaran sarang seriti di lokasi gua I di Pulau Kasiruta (Ruta) dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat, dengan taraf kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di G I yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya tidak merata (X² = ; db = 5; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 3). Dalam gua I terdapat sarang mangkok yang terletak di dinding gua. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata (X² = ; db = 1;P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dengan khi-kuadrat (Lampiran 3). Penyebaran sarang seriti di lokasi gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) dapat diketahui dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat dengan taraf kepercayaan Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sarang seriti di G II yang terletak pada sirip-sirip kayu di setiap petak penyebarannya tidak merata (X² = ; db = 5; P < 0.05). Perhitungan penyebaran sarang seriti dengan khi-kuadrat (Lampiran 4). Dalam gua II terdapat sarang mangkok yang terletak di dinding gua. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata (X² = ; db = 1;P > 0.05). Perhitungan penyebaran sarang mangkok dengan khi-kuadrat (Lampiran 4). Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban di lokasi jembatan dan gua yang diukur pada waktu pagi, siang dan sore hari diperoleh antara lain adalah suhu di lokasi jembatan I antara 23.6ºC ºC, sedangkan 23

38 kelembaban antara 62.0% %. Suhu di lokasi jembatan II antara 23.8ºC ºC, sedangkan kelembaban antara 63.0% %. Suhu di lokasi gua I antara 25.0ºC-27.0ºC, sedangkan kelembaban antara 91.8% %. Suhu di lokasi gua II antara 24.0ºC ºC, sedangkan kelembaban antara 90.5% % (Lampiran 17). b. Struktur dan Bentuk Sarang Seriti. Dari hasil pengukuran fisik sarang mangkok di lokasi jembatan dan gua diperoleh bahwa sarang mangkok di J I berukuran kecil dan sarang mangkok di J II berukuran besar, sedangkan sarang mangkok yang terdapat di G I berukuran besar dan sarang mangkok di G II berukuran kecil. Hasil pengukuran fisik sarang mangkok di jembatan dan gua (Tabel 2). Tabel 2. Ukuran fisik (rata-rata total ± SD) sarang mangkok di lokasi Jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Lokasi sarang Variabel J I (n=10) J II (n=10) G I (n=10) G II (n=10) Panjang sarang (cm) 7,3 ± 0,2 7,8 ± 0,4 6,9 ± 0,4 7,2 ± 0,4 Lebar sarang (cm) 4,5 ± 0,3 4,8 ± 0,5 4,7 ± 0,5 4,7 ± 0,6 Tinggi sarang (cm) 4,1 ± 0,3 4,6 ± 0,2 3,6 ± 0,4 3,1 ± 0,4 Kedalaman sarang (cm) 3,8 ± 0,3 4,1 ± 0,2 3,5 ± 0,5 2,9 ± 0,4 Bibir sarang (cm) 0,5 ± 0,0 0,5 ± 0,1 0,5 ± 0,1 0,5 ± 0,0 (J I) jembatan I, (J II) jembatan II, (G I) gua I, dan (G II) gua II. Dari hasil pengukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan I berukuran kecil, sedangkan sarang pojok di jembatan II berukuran besar. Hasil pengukuran fisik sarang pojok di lokasi jembatan I dan jembatan II (Tabel 3). Tabel 3. Ukuran fisik (rata-rata total ± SD) sarang pojok di lokasi jembatan di Pulau Bacan. (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Variabel Lokasi sarang J I J II Panjang sarang (cm) 6,5 ± 0,4 6,6 ± 0,7 Lebar sarang (cm) 4,1 ± 0,4 4,0 ± 0,2 Tinggi sarang (cm) 3,5 ± 0,7 * 3,5 ± 1,2 Kedalaman sarang (cm) 3,3 ± 0,5 3,1 ± 0,9 Bibir sarang (cm) * 0,4 ± 6,8 0,4 ± 0,1 * Berbeda secara ukuran fisik pada rata-rata ± SD, (J I) jembatan I, (J II) jembatan II. 24

39 Ukuran fisik sarang seriti dari tinggi sarang (0,4 ± 6,8) dan bibir sarang (3,5 ± 1,2) berbeda, sedangkan panjang, lebar, dan kedalaman sarang seriti tidak terdapat perbedaan. Hasil pengamatan dari kondisi fisik sarang mangkok diperoleh bahwa sarang mangkok yang terdapat di jembatan I dan jembatan II berukuran kecil, kering, dan kurang tebal. Sedangkan sarang mangkok yang terdapat di gua I dan gua II berukuran besar, basah, sedikit kering, dan agak tebal (Gambar 8). (a) (b) (c) (d) Gambar 8. Sarang mangkok (a) Jembatan I, (b) Jembatan II, (c) Gua I, dan (d) Gua II di Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Keterangan : Bar = 2 cm. Sarang pojok di jembatan I berukuran sedikit besar, dibandingkan jembatan II yang berukuran agak kecil. Bentuk sarang pojok di jembatan I dan jembatan II adalah berbentuk segitiga (Gambar 9). 25

40 (a) (b) Gambar 9. (a) sarang pojok jembatan I dan (b) sarang pojok jembatan II di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret-Agustus 2006). Keterangan : Bar = 2 cm c. Jenis Bahan Penyusun Sarang Seriti. Jenis bahan penyusun sarang seriti dari 10 sarang yang diamati pada lokasi J I dan J II diperoleh hasil bahwa jenis bahan penyusun sarang seriti dari bahan lumut yang memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan dari jenis bahan penyusun sarang seriti lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis bahan penyusun sarang seriti di jembatan I dan jembatan II di Pulau Bacan (Periode pengamatan Maret Agustus 2006). Lokasi sarang Jenis bahan sarang J I (n=10) J II (n=10) a b c a b c Lumut Rumput Lumut & ijuk Lumut & rumput : sampel bahan sarang tidak di peroleh. (a) petak 1, (b) petak 2, dan (c) petak 3. (J I) jembatan I, (J II) jembatan II. Jenis bahan penyusun sarang seriti dari 10 sarang yang diamati pada lokasi G I dan G II diperoleh hasil bahwa jenis bahan penyusun sarang seriti dari bahan lumut, serta lumut dan rumput yang memiliki jumlah lebih banyak dapat dilihat pada Tabel 5. 26

41 Tabel 5. Jenis bahan penyusun sarang di gua I (G I) dan gua II (G II) di Pulau Kasiruta (Ruta) (Periode pengamatan Maret Agustus 2006) Lokasi srang Jenis bahan sarang G I (n=10) G II (n=10) a b c d e a b c d e Lumut Rumput Lumut & ijuk Lumut & rumput Rumput & ijuk Lumut, ijuk, rumput Lumut, serpihan daun, bulu burung Serpihan daun, bulu burung, ijuk Rumput, ijuk, serpihan daun : sampel bahan sarang tidak di peroleh. (a) petak 1, (b) petak 2, dan (c) petak 3. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa jenis bahan sarang seriti yang di jumpai pada lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan diantaranya terdiri atas lumut, rumput, ijuk, serpihan daun, dan bulu burung. Jenis bahan penyusun sarang seriti yang terdapat di lokasi jembatan dan gua yang jumlahnya paling banyak adalah jenis bahan sarang dari lumut tanpa campuran bahan tumbuhan lainnya, serta bahan sarang campuran dari lumut dan rumput. Hasil identifikasi jenis bahan sarang burung seriti diantara lokasi jembatan dan gua diperoleh bahwa jenis lumut di jembatan I berjumlah 6 spesies dan jembatan II sebanyak 9 spesies, serta gua I sebanyak 12 spesies dan gua II sebanyak 10 spesies. Jenis rumput di jembatan I berjumlah 3 spesies dan jembatan II sebanyak 3 spesies, sedangkan gua I berjumlah 4 spesies dan gua II sebanyak 4 spesies. Jenis serpihan daun di lokasi gua I sebanyak 2 spesies dan gua II berjumlah 1 spesies. Sedangkan bahan sarang lainnya adalah ijuk terdapat di lokasi jembatan dan gua, sedangkan bulu burung hanya dijumpai di lokasi gua (Tabel 6). 27

42 Tabel 6. Jenis bahan penyusun sarang seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan yang teridentifikasi. Jenis bahan sarang Lokasi Sarang Nama Lokal Nama Latin J I J II G I G II Lumut gantung Meterium sp Lumut rambut Pogonatium sp - Lumut paku hijau keabuabuan Thuidium glaucinoides Lejenea Plychanthus striatus - Schiffneriolejeunea tumida - - Lejenea Spruceanthus polymorphus Lumut tapak Calyptothecium wrightii Lumut tanduk Herpetineuron toccoae Lumut tapak Homalia trichomanoides Lumut berbulu lembut Oedicladium fragile - - Lumut tumpul Homaliodendron microdendron - Lumut hati berjari Kurzia gonyotricha Lumut payung leher angsa Campylopus umbellatus Rumput rawa Leersia hesandra Rumput menahun Oplismenus burmanni - - Rumput geganjuran Paspalum commersonii Rumput bermuda Cynodon dactylon Jenis paku-pakuan Lindsaea doryphora Daun dan dahan pisang Musa paradisiaca L - - Ijuk - Bulu burung = teridentifikasi, - tidak teridentifikasi. Hasil identifikasi diperoleh bahwa sarang seriti dari bahan penyusun lumut terdapat 13 spesies sedangkan rumput 4 spesies dan serpihan daun 2 spesies, serta bahan-bahan sarang lainnya sebagai bahan tambahan. Jenis bahan sarang seriti di gua memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan di lokasi jembatan. Jenis bahan sarang seriti yang teramati adalah lumut, rumput, serpihan daun, ijuk dan bulu burung (Gambar 10a). Bahan-bahan penyusun sarang seriti direkatkan dengan air liur yang diproduksi sendiri oleh burung seriti. Sarang seriti yang terdapat di gua mempunyai air liur berwarna kecoklat-coklatan sedangkan sarang seriti yang terdapat di jembatan memiliki air liur berwarna sedikit coklat keputih-putihan. Hasil pengamatan diperoleh bahwa air liur sebelum direndam dan sesudah direndam memiliki warna yang tidak berubah (Gambar 10b). 28

43 (a) (b) Gambar 10. Jenis bahan penyusun sarang burung seriti di Kabupaten Halmahera Selatan, (a) bahan sarang tumbuh-tumbuhan dan (b) air liur seriti Keterangan : Bar = 1 cm B. Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). Perilaku bersarang burung seriti diamati selama 24 hari (288 jam). Pengamatan perilaku dilakukan pada lokasi jembatan I Pulau Bacan dan gua I di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan. 1. Bersarang. Pasangan burung seriti membutuhkan sarang untuk meletakkan telurnya. Kedua pasangan seriti terbang bersama, hinggap berjejeran pada suatu tempat dimana sarang akan di bangun, aktivitas seriti bersarang biasanya dilakukan adalah : - Keluar masuk sarang Seriti terbang keluar masuk sarang dan mulai membawa rerumputan atau bahan sarang lainnya. Terbang keluar sarang, biasanya dilakukan seriti makin sering pada hari terang dan kembali masuk ke sarang sambil membawa beberapa bahan penyusun sarang untuk membangun sarang dan makanan untuk anak-anaknya. Dalam satu hari pasangan seriti bisa pulang pergi dalam beberapa kali. - Penyambutan Burung seriti biasanya memiliki panggilan khusus sehingga keduanya dapat saling mengenali pasangannya. Jika salah satu pasangan seriti 29

44 meninggalkan sarang, maka saat kembali ke sarang pasangan seriti mengeluarkan suara (berirama mencicit) yang kemudian di jawab oleh pasangan seriti yang berada di sarang. Pada umumnya pasangan seriti (betina) yang berada di sarang mengeluarkan suara saat menyambut pasangan seriti (jantan) ketika kembali ke sarang. - Pengoperan bahan sarang Pasangan seriti akan mengoper bahan sarang pada pasangannya di dalam sarang melalui paruh ke paruh, setelah itu pasangan seriti akan pergi lagi, kemudian setelah pasangan seriti kembali lagi ke sarang disambut oleh pasangan seriti di dalam sarang, setelah itu bahan sarang mulai dioper lagi ke pasangannya. Pada umumnya pasangan seriti dalam sehari dapat pulang-pergi beberapa kali, lalu bahan sarang dioper dan seterusnya. - Menyusun/merapikan sarang Bahan sarang seriti yang telah diambil oleh pasangan seriti dikumpul, barulah seriti akan menyusun atau merapikan bahan sarang tersebut dengan pasangannya secara bersama-sama. - Merekatkan air liur (saliva) Dalam mengoleskan air liur dilakukan oleh kedua pasangan seriti secara bergantian. Seriti membangun sarang secara bersama-sama, tetapi seriti secara bergantian mengoleskan paruhnya ke kiri dan ke kanan dengan mengeluarkan air liurnya sebagai bahan pokok untuk membuat sarang. 2. Aktivitas Bersarang Burung Seriti. Hasil dari pengamatan total dalam sehari dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pagi ( ), siang ( ), dan sore ( ) di lakukan di lokasi jembatan di Pulau Bacan dan gua di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan. Dari aktivitas burung seriti bersarang yang teramati adalah saat seriti terbang keluar masuk sarang, penyambutan, operan bahan sarang, menyusun atau merapikan sarang, melumuri atau merekatkan air liur dilakukan lebih banyak pada waktu pagi, siang, dan sore hari, sedangkan waktu istirahat lebih banyak pada sore hari. Aktivitas yang diamati saat seriti mulai membuat sarang. Aktivitas burung seriti bersarang di lokasi jembatan Pulau Bacan (Tabel 7-9). 30

45 Tabel 7. Aktivitas burung seriti bersarang pagi hari di lokasi jembatan Pulau Bacan, Maret Agustus Waktu Pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 8. Aktivitas burung seriti bersarang siang hari di lokasi jembatan Pulau Bacan, Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 9. Aktivitas burung seriti bersarang sore hari di lokasi jembatan Pulau Bacan, Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Burung seriti memerlukan tempat untuk bersarang yang cukup tenang tanpa gangguan dan kondisi tempat yang sangat lembab, untuk beristirahat mengerami telur atau berkembangbiak. Aktivitas burung seriti bersarang di lokasi gua (Tabel 10 12). 31

46 Tabel 10. Aktivitas burung seriti bersarang pagi hari di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta), Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 11. Aktivitas burung seriti bersarang siang hari di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta), Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Tabel 12. Aktivitas burung seriti bersarang sore hari di lokasi gua Pulau Kasiruta (Ruta), Maret Agustus Waktu pengamatan Aktivitas Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas 32

47 B. Pembahasan 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakan dan Jumlah Sarang Seriti. Burung seriti dapat terbang pada waktu terang, karena mengandalkan penglihatanya saja sehingga dalam meletakkan sarang pun burung seriti lebih memilih tempat terang. Sarang seriti dibuat sangat berdekatan sehingga jarak antara sarang yang satu dengan sarang lainnya saling berdempetan (Whendrato et al., 1989). Berdasarkan hasil pengamatan pola peletakkan sarang seriti diperoleh bahwa di bawah jembatan burung seriti meletakkan sarang pada sirip-sirip kayu, baik itu di bagian tengah maupun di bagian pojok sirip. Di dalam gua burung seriti meletakkan sarang pada celah-celah batu di dinding gua. Diasumsikan bahwa seriti cenderung menyukai sudut sirip di jembatan dan celah-celah batu di dinding gua sebagai tempat untuk meletakkan sarang. Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi jembatan I merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1, sedangkan petak 2 dan petak 3 sarangnya terlihat sedikit. Karena pada petak 2 dan petak 3 kurang gelap dan lembab atau banyak terdapat cahaya matahari yang masuk menerangi siripsirip di petak tersebut (petak 2 dan 3). Perbandingan jumlah sarang mangkok dan sarang pojok di jembatan I dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 16 untuk sarang pojok dan 14 untuk sarang mangkok. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang pojok 0.48 m dan untuk sarang mangkok 0,42 m. Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang pojok dan sarang mangkok tidak merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang pojok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian pojok sirip kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit jika dibandingkan dengan bagian tengah sirip (Whendrato et al., 1989). Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi jembatan II tidak merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1 dan petak 2 serta jumlah sarang seriti lebih banyak (petak 1 dan petak 2), sedangkan petak 3 jumlah 33

48 sarang terlihat sedikit. Karena pada petak 3 kurang gelap dan lembab atau banyak terdapat cahaya matahari yang masuk menerangi sirip-sirip di petak 3. Perbandingan jumlah sarang mangkok dan sarang pojok di jembatan II dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 14 untuk sarang pojok dan 16 untuk sarang mangkok. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang pojok 0.42 m dan untuk sarang mangkok 0,48 m. Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang pojok dan sarang mangkok tidak merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang pojok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian pojok sirip kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit jika dibandingkan dengan bagian tengah sirip (Whendrato et al., 1989). Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi gua I tidak merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1, petak 2 dan petak 5, serta jumlah sarang lebih banyak (petak 5, petak 1 dan petak 2), sedangkan petak 3 dan petak 4 jumlah sarang sedikit. Karena pada petak 3 kurang gelap dan lembab, sedangkan petak 4 sangat gelap dan dinding gua terlihat sangat basah. Jumlah sarang mangkok di gua I dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 40 sarang. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang mangkok 0,45 m. Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang mangkok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian dinding gua I kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit (Suyanto 1983). Penyebaran sarang di masing-masing petak pada lokasi gua II tidak merata karena sarang seriti banyak dibuat di petak 1, petak 4 dan petak 5, serta jumlah sarang lebih banyak (petak 5, petak 1 dan petak 4), sedangkan petak 2 dan petak 3 jumlah sarang sedikit. Karena pada petak 2 dan petak 3 kurang gelap atau kurang lembab dan dinding gua terlihat sangat basah. Jumlah sarang mangkok di gua II dari 10 sarang terambil sangat besar yaitu 35 sarang. Jika dibandingkan dengan area yang digunakan seriti untuk menempelkan sarang dimana area yang tersedia untuk sarang mangkok 0,38 m. Dari hasil 34

49 perhitungan statistik diketahui bahwa penyebaran sarang mangkok merata. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa sarang mangkok lebih disukai oleh seriti. Hal ini diduga karena bagian dinding gua II kondisi udaranya lebih stabil disebabkan pengaruh angin yang masuk lebih sedikit (Suyanto 1983). Pengukuran suhu dan kelembaban di jembatan dan gua (Lampiran 17), diperoleh bahwa perbedaan suhu dan kelembaban antara jembatan I dan jembatan II terutama pagi, siang, dan sore hari sedikit ideal yaitu, di J I dan J II suhu berkisar antara 23.6ºC ºC dengan kelembaban antara 62.0% %, hal ini disebabkan bahwa di jembatan I dan jembatan II kurang gelap, kurang lembab, dan banyak terdapat cahaya matahari masuk. Sedangkan perbedaan suhu dan kelembaban di gua I dan gua II terutama pagi, siang dan sore hari terlalu besar atau ideal yaitu, di G I dan G II suhu berkisar antara 24.0ºC ºC dengan kelembaban antara 90.0% 92.0%. Hal ini disebabkan adalah bahwa di gua I dan gua II gelap, tidak terdapat sinar matahari masuk, dan sangat lembab atau basah. Dapat diasumsikan bahwa di gua memiliki kondisi suhu dan kelembaban lebih tinggi dari pada di jembatan yang kurang, serta di gua berdekatan dengan daerah perairan atau pantai yang sangat lembab. Menurut Nugroho (1996) burung seriti mempunyai tempat perhunian (habitat mikro) yang relatif sama dalam arti sedikit berbeda diantaranya adalah suhu udara ideal untuk seriti 23ºC - 30ºC sedangkan kelembaban udara 60% - 80%. Iklim di dalam gua umumnya memiliki temperatur dan kelembaban yang tinggi dan relatif stabil, karena itu organisme yang hidup di dalamnya harus menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang rendah, temperatur dan kelembaban yang tinggi, keadaan yang gelap dan sedikit makanan (Suyanto 1983). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi jembatan I diantaranya adalah terdapat pohon-pohon dan berdekatan dengan kebun atau hutan tanaman, di bawah jembatan terdapat sungai kecil yang mengalir keluar, pondok kecil, bentuk fisik jembatan sedikit rendah dan lebar (Lampiran 25). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi jembatan II diantaranya adalah terdapat banyak pohon-pohon yang menutupi jembatan dan berdekatan dengan 35

50 kebun atau hutan tanaman, di bawah jembatan terdapat sungai kecil yang mengalir keluar, batu-batuan sungai yang besar, bentuk fisik jembatan sedikit tinggi dan kurang lebar (Lampiran 25). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi gua I diantaranya adalah terletak paling dekat dengan air laut atau pantai karang yang memiliki batuan karang, di mulut gua tertutup oleh akar pohon, banyak terdapat tumbuhtumbuhan besar dan kecil, di dalam gua terdapat batuan dinding gua basah, lantai gua tanah basah dan kering, serta bentuk fisik gua sedikit besar (Lampiran 25). Kondisi lingkungan di luar dan di dalam lokasi gua II diantaranya adalah terletak berdekatan dengan gua I, di mulut gua tertutup oleh akar pohon, diluar gua terdapat tumbuhan besar dan kecil, di dalam gua terdapat batuan dinding gua basah dan kering, lantai gua tanah basah dan kering, berkerikil kecil, dan bentuk fisik gua kecil (Lampiran 25). b. Struktur dan Bentuk Sarang Seriti Sarang seriti di jembatan terdapat sarang mangkok dan sarang pojok berbentuk segitiga. Sedangkan sarang seriti di gua terdapat sarang mangkok. Dari hasil pengamatan bahwa sarang mangkok lebih banyak terdapat pada lokasi gua dibandingkan di jembatan. Sarang mangkok yang terdapat di jembatan berukuran kecil sedangkan sarang mangkok di gua berukuran besar dan tebal. Hal ini disebabkan bahwa sarang seriti di gua yang berukuran besar dan tebal karena air liur dan bahan penyusun sarang lebih banyak dibandingkan sarang seriti di jembatan yang bahan penyusun sarang sedikit. Sarang yang dibuat oleh seriti besar-besar dan tebal berfungsi sebagai tempat untuk burung seriti berlindung, beristirahat, berkembangbiak, mengerami anaknya dan menjaga atau merawat anaknya (Marzuki et al., 2002). Bentuk sarang seriti yang dibuat tidak sempurna dan kecil-kecil berfungsi sebagai tempat bergantung atau tempat beristirahat. Seandainya sarang seriti tersebut tidak di panen maka pasangan seriti menggunakan sarang itu untuk membesarkan anak-anaknya (Whendrato et al., 1989). Sarang pojok banyak di jumpai di lokasi jembatan karena kondisi fisik lokasi jembatan banyak terdapat sudut-sudut yang berupa sirip kayu atau papan dan bentuk fisik jembatan persegi panjang. Sedangkan kondisi fisik 36

51 lokasi gua banyak terdapat dinding yang berlubang berupa celah-celah batu dan bentuk fisik di gua bundar atau tidak terdapat sudut, sehingga di lokasi gua tidak dijumpai sarang pojok. Ukuran sarang pojok sebagian besar sama tetapi tinggi dan bibir sarang sedikit berbeda. c. Jenis Bahan Penyusun Sarang Burung Seriti Bahan sarang burung seriti di dominasi dari beberapa jenis tumbuhan. Dari hasil pengamatan terhadap sarang seriti baik sarang mangkok dan sarang pojok diketahui bahwa sarang seriti dikelompokkan menjadi dua, yaitu sarang yang dibuat hanya dari satu jenis bahan seperti lumut, rumput, sedangkan sarang yang dibuat dari campuran bahan sebagai bahan tambahan lainnya seperti ijuk, bulu burung dan serpihan daun (Soeharto dan Mardiastuti 2003). Bahan penyusun sarang seriti direkatkan dengan air liur yang diproduksikan oleh burung seriti, sampai sarang berbentuk sebuah sarang mangkok yang dapat digunakan seriti untuk bertelur dan membesarkan anak-anaknya. Sarang-sarang ini diletakkan oleh seriti pada sirip-sirip kayu dan celah-celah batu. Sarang burung seriti yang berada di jembatan dan gua umumnya tersusun dari bahan-bahan lumut, rumput, ijuk, serpihan daun dan bulu burung. Sarang burung seriti terbuat dari lumut, rumput, pakis-pakisan, cemara, biji-bijian, dan tumbuh-tumbuhan lainnya, sebagai materi penyusun sarang seriti yang direkatkan dengan air liur (Mackinnon et al., 1993 ; Francis 1987). Sarang seriti yang terdapat di lokasi gua banyak tersusun dari bahan-bahan lumut, rumput dan campuran bahan-bahan berupa ijuk, serpihan daun dan bulu burung. Pada lokasi jembatan sarang seriti tersusun lebih banyak dari lumut, rumput, dan ijuk. Bahan-bahan sarang seriti dari hasil pengamatan diperoleh bahwa bahan sarang seriti yang lebih banyak tersusun dari lumut tanpa campuran bahan tumbuhan lainnya, serta campuran bahan dari lumut dan rumput, baik itu sarang seriti di jembatan ataupun di gua. Bahan penyusun sarang seriti banyak terdapat disekitar lokasi bersarang burung seriti. Berdasarkan hasil pengamatan melalui identifikasi bahwa jenis bahan sarang burung seriti di lokasi jembatan dan gua berbeda diantaranya adalah jenis lumut di lokasi jembatan dapat juga dijumpai di lokasi gua, namun ada 37

52 beberapa jenis lumut di lokasi gua tidak dijumpai di lokasi jembatan. Diasumsikan bahwa banyaknya lumut di lokasi gua karena kondisi lingkungan di gua lebih lembab atau basah. Tumbuhan lumut banyak tumbuh di daerah yang lembab dan ada sebagian yang ditemukan di daerah kering (Gradstein 2003). Jenis bahan sarang seriti rumput di lokasi jembatan dan gua memiliki jumlah hampir sama, serpihan daun dan bulu burung banyak terdapat di lokasi gua, serta bahan sarang dari ijuk banyak terdapat di lokasi jembatan dan gua. 2. Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). Perilaku mahluk hidup menunjukkan adaptasi terhadap lingkungan tempat hidup suatu spesies sehingga pada perilaku yang sama terdapat perbedaan yang khas, khususnya pada individu-individu dalam satu spesies maupun dengan spesies yang berbeda (Soetjipta 1993). Burung seriti yang terbang keluar masuk sarang dan kembali dengan membawa bahan sarang untuk membangun sarang, penyambutan yang di lakukan oleh pasangan burung seriti ketika datang ke sarang sambil membawa bahan sarang dengan cara mengeluarkan suara atau mencicit dengan berirama untuk memberikan tanda, bahwa pasangannya telah datang. Setelah itu bahan sarang dioperkan ke pasangannya yang berada di dalam sarang melalui paruh ke paruh. Membangun sarang dilakukan oleh pasangan burung seriti (jantan dan betina) secara bersama-sama. Bahan sarang seriti tersebut dirapikan dan disusun, setelah itu secara bergantian pasangan burung seriti melumuri bahan sarang yang telah tersusun dengan air liurnya, kadang-kadang seriti melakukan istirahat sejenak sambil melihat anaknya. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa aktivitas bersarang burung seriti di lokasi jembatan dan gua tidak sama, baik di waktu pagi, siang dan sore hari. Selang waktu yang sangat berbeda dapat mempengaruhi pembuatan sarang oleh seriti. Aktivitas bersarang di jembatan dan gua, bila dilihat dari waktu antara pagi, siang dan sore hari hampir sama. Sedangkan waktu istirahat yang dilakukan seriti lebih sering dengan jam yang berbeda. Whendrato et al., (1989) dalam perilaku bersarang, pasangan seriti baru yang akan membuat sarang, mempunyai ciri-ciri antara lain suka terbang 38

53 bersama, hinggap berjejeran didekat tempat dimana mereka akan membangun sarang, sering terbang keluar masuk tempat sarang yang diminati untuk penghuniannya, frekuensi keluar masuk tempat bersarang makin sering dan mulai membawa rerumputan atau bahan-bahan sarang lainnya untuk membangun sarang. Dalam pembuatan sarang ini juga sangat dipengaruhi oleh keadaan musim, apabila terlalu banyak hujan atau cuaca terlalu panas dapat menghambat proses pembuatan sarang oleh seriti, sehingga pada musim-musim seperti ini sarang seriti bisa mencapai umur 2 bulan hingga berbentuk mangkok, bahkan kondisi seperti ini dapat memungkinkan seriti untuk meninggalkan tempat sarang dalam sementara waktu selama musim tersebut (Whendrato et al., 1989; Budiman 2002b ; Yamin dan Sukma 2002). 39

54 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Bentuk sarang seriti pada lokasi jembatan dan gua berbeda. Sarang seriti di jembatan dijumpai sarang mangkok berukuran besar, serta sarang pojok yang berukuran kecil dan berbentuk segitiga. Sedangkan sarang seriti di gua hanya terdapat sarang mangkok berukuran besar. 2. Jenis bahan sarang seriti di lokasi jembatan dan gua umumnya adalah lumut tanpa campuran bahan tumbuhan lain dan bahan sarang campuran dari lumut dan rumput. Jumlah jenis bahan penyusun sarang di lokasi jembatan dan gua yang teridentifikasi adalah lumut terdapat 13 spesies, rumput terdapat 4 spesies, serpihan daun terdapat 2 spesies dan bahan sarang lainnya (ijuk dan bulu burung). Jenis bahan penyusun sarang seriti di lokasi jembatan dan gua setelah diidentifikasi yaitu lumut, rumput, dan serpihan daun. 3. Perilaku membuat sarang pada lokasi di bawah jembatan dan di dalam gua yang lebih nampak adalah ketika seriti terbang keluar dan masuk sarang, penyambutan, menyusun dan merapikan sarang, melumuri air liur dan beristirahat. Hal ini ditunjukkan dari kecenderungan dalam preferensi waktu terjadinya perilaku (pagi, siang, dan sore hari) sehubungan dengan tingkat aktivitas. B. Saran Perlu adanya penelitian lanjut dan terperinci mengenai aspek bioekologi dan persarangan burung seriti dengan menggunakan beberapa tehnik khusus seperti morfologi burung seriti, habitat mikro dan makro, populasi burung seriti, laju pembuatan sarang seriti sampai sarang berisi satu butir telur, dan menganalisis air liur seriti, sehingga data yang telah ada menjadi lebih lengkap dan lebih optimal dalam pengamatan burung seriti (Collocalia esculenta). 40

55 DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Fakultas Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Adiwibawa E Pengelolaan Rumah Walet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Abeng K Memancing Walet dengan Sarang Kertas. Jakarta: Penebar Swadaya. Bacan Peta Pulau Bacan Propinsi Maluku Utara (peta demografi). Didalam: World Atlas Map. Microsoft Encarta Reference Library Premium. Discovery Channel, 5 CD. [BPRSB] Biro Pusat Rehabilitasi Sarang Burung Pedoman Pelestarian Burung Walet dan Pembinaan Produksi Sarang Burung di Indonesia. Makalah Seminar Pelestarian Burung Walet dan Pembinaan Produksi Sarang Burung di Indonesia. Direktorat Jendral Kehutanan. Bryant DM, Hails CJ Energetic and Growth Patterns of Three Tropical Bird Species. The Auk a Quarterly Journal of Ornithology. Department of Biology. University of Stirling, Stirling FK9 4LA, United Kingdom, and Department of Zoology, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Budiman A. 2002a. Budi Daya Seriti Biaya Murah. Jakarta: Penebar Swadaya., 2002b. Memproduksi Sarang Walet Kualitas Atas. Jakarta: Penebar Swadaya. [BAPPEDA KABHALSEL] Badan Perencanaan Pemerintahan Daerah Kabupaten Halmahera Selatan Bacan, Halmahera Selatan. Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas. &action=edit [22 April 2007]. Coates BJ, Bishop KD Panduan Lapangan Burung-burung di Kawasan Walacea, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Bogor: Bird Life International Indonesia Programme. Chantler P Swifts. A Guide to The Swifts and Treeswifts of The World. Second Edition. Pica Press and Yale University Press. Djana H Walet, Rangkuman Pembahasan Budidaya Walet dan Seriti Secara Komprehensif. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 41

56 Francis CM The Management of Edible Bird s Nest Caves in Sabah. Malaysia : Wildlife Section Sabah Forest Department. [GUS] Gemilang Utama Surabaya Atlas Indonesia dan Dunia. Edisi 33 Propinsi di Indonesia. Untuk SD, SMP, SMA dan Umum. Surabaya : Gemilang Utama Surabaya. Gradstein SR, Pocs T Bryophytes. A Handout Lecture of Regional Training Course on Biodiversity and Conservation of Bryophytes and Lichen. Holmes D, Phillips K Panduan Lapangan Burung-burung di Sulawesi. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI. Hasan M, Ariyanti NS Mengenal Bryophyta (Lumut) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Bogor: Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Ko RKT Hidrologi Karst. Warta Speleo, No. 1 dan No. 2. Bogor : Yayasan Speleologi Indonesia. Lack D A Review of The Genera and Nesting Habits of Swifts. The Auk a Quarterly Journal of Ornithology. Edward Grey Institut of Field Ornithology, Oxford. England. MacKinnon J, Phillips K, Balen BV Field Guide to The Bird of Sumatera, Java, Bali dan Kalimantan. Bogor: Bird Life International Indonesia Programme. Marzuki FA, Kuntjoro HS, Hanim M, Widyastuti YE Meningkatkan Produksi Sarang Burung Walet Berazas Kelestarian. Jakarta: Penebar Swadaya. Nugroho E Budidaya Walet Secara Modern. Eka Offset. Semarang. Peterson AP Zoonomen-Zoological Nomenclature Resource. Zoonomen.net; _ topic_value. [11 Mei 2005]. Palliser T Glassing swiftlet Collocalia esculenta Sackyille North. Sydney: NSW. [9 Maret 2001]. Price JJ, Kevin P, Johnson, Clayton DH The Evolution of Echolocation in Swiflets. Journal of Avian Biology. Vol, 35. Issue 2 Page 135. [PEMDA KABHALSEL] Pemerintahan Daerah Kabupaten Halmahera Selatan Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. [21 April 2006]. 42

57 Soetjipta Dasar-dasar Ekologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Soehartono TR, Mardiastuti A Pelaksanaan Konvensi CITES Di Indonesia; Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora. Japan International Cooperation Agency. Expert for Nature Conservation. Sujatnika, Jepson P, Soehartono TR, Crosby MJ, Mardiastuti A Conserving Indonesian Biodiversity (The Endemic Bird Area Approach). Jakarta: PHPA/Birdlife International Indonesia Programme. Suyanto A Upaya Pelestarian Sumberdaya Hayati Gua Kapur. Bogor : Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Steenis CGGJV Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Tompkins DM, Clayton DH Host Resources Govern the Specificity of Swiftlet Lice : Size Matters. Journal of Animal Ecology. Departement of Zoology, University of Oxford. South Parks Road. Oxford. Oxi 3Ps. UK Vol. 68. Hlm Tim Penulis Penebar Swadaya Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Jakarta: Penebar Swadaya. Taslim H Trading Sarang Walet. Jakarta: Penebar Swadaya. Whendrato I, Nugroho E, Madyana IM Budidaya Burung Seriti. Semarang. Eka Offset. Widyawati N Persepsi Masyarakat Terhadap Khasiat Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan Penelusuran Zat Berkhasiat yang Terkandung di dalamnya [Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Yamin P, Hartono R Permasalahan Walet dan Solusinya. Jakarta: Penebar Swadaya. Yamin P, Sukma ES Meningkatkan Populasi Walet dan Seriti. Jakarta. Penebar Swadaya. Yunanto I. 2004a. Walet dan Rahasianya. walet/02.html [18 November 2004]., 2004b. Pentingnya Kelembaban dan Suhu bagi Seriti/Walet. wallet/03.html [18 November 2004]. 43

58 Lampiran 1. Perhitungan penyebaran sarang di lokasi jembatan I Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggunakan statistik nonparametrik khi-kuadrat Maret Agustus Petak Sarang Panjang (m) E X² Jumlah * Panjang tempat untuk seriti bersarang (pt) di lokasi jembatan I : * pt = (keliling petak x jumlah petak) = 2 (p + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 3 = 1266 * pt = 2 (p + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 3 = 1266 * pt = 2 (p + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 3 = 1266 * Jumlah sarang (nilai harapan) (E) : E = Total sarang x pt Total panjang * Petak 1 E = 121 x = * Petak 2 E = 121 x = * Petak 3 E = 121 x = Perhitungan khi-kuadrat : Hipotesa : Ho : Sarang menyebar merata pada setiap petak Hi : Sarang tidak menyebar pada setiap petak Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho 44

59 X² = (σ E)² E X² = ( )² + ( )² + ( )² X² = X² (0.05) = Karena X² hitung X² tabel, maka terima Ho Kesimpulannya penyebaran sarang antara petak menyebar merata pada setiap Perhitungan penyebaran sarang pojok dan sarang mangkok dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat adalah : Untuk petak dengan ukuran (3 petak) = 210 x 30 cm Perbandingan sarang pojok : sarang mangkok (10 sarang) = 16 : 14 Jumlah petak di jembatan I = 3 Panjang tempat sarang pojok = 0.16 x petak = 0.16 x 3 = 0.48 m Panjang tempat sarang mangkok = 0.14 x 3 = 0.42 Hipotesa : Ho : Preferensi sarang pojok dan sarang mangkok sama Hi : Preferensi sarang pojok dan sarang mangkok tidak sama Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Sarang Sarang Panjang (m) Ei X² Pojok Mangkok Jumlah X² 0.05 = X² 0.05 hitung = Karena X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Kesimpulannya yaitu preferensi sarang pojok dan sarang mangkok dalam petak tidak sama (sarang pojok lebih disukai) 45

60 Lampiran 2. Perhitungan penyebaran sarang di lokasi jembatan II Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggunakan statistik nonparametrik khi-kuadrat Maret Agustus Petak Sarang Panjang (m) E X² Jumlah * Panjang tempat untuk seriti bersarang (pt) di lokasi jembatan II: * pt = (keliling petak x jumlah petak) = 2 (p + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 3 = 1266 * pt = 2 (p + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 3 = 1266 * pt = 2 (p + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 3 = 1266 * Jumlah sarang (nilai harapan) (E) : E = Total sarang x pt Total panjang * Petak 1 E = 130 x = * Petak 2 E = 130 x = * Petak 3 E = 130 x = Perhitungan khi-kuadrat : Hipotesa : Ho : Sarang menyebar merata pada setiap petak Hi : Sarang tidak menyebar pada setiap petak Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho 46

61 X² = (σ E)² E X² = ( )² + ( )² + ( )² X² = X² (0.05) = Karena X² hitung X² tabel, maka tolak Ho Kesimpulannya penyebaran sarang antara petak menyebar merata pada setiap Perhitungan penyebaran sarang pojok dan sarang mangkok dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat adalah : Untuk petak dengan ukuran (3 petak) = 210 x 16 cm Perbandingan sarang pojok : sarang mangkok (10 sarang) = 14 : 16 Jumlah petak di jembatan II = 3 Panjang tempat sarang pojok = 0.14 x petak = 0.14 x 3 = 0.42 m Panjang tempat sarang mangkok = 0.16 x 3 = 0.48 m Hipotesa : Ho : Preferensi sarang pojok dan sarang mangkok sama Hi : Preferensi sarang pojok dan sarang mangkok tidak sama Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Sarang Sarang Panjang (m) Ei X² Pojok Mangkok Jumlah X² 0.05 = X² 0.05 hitung = Karena X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Kesimpulannya yaitu preferensi sarang pojok dan sarang mangkok dalam petak tidak sama (sarang pojok lebih disukai) 47

62 Lampiran 3. Perhitungan penyebaran sarang di lokasi gua I Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggunakan statistik nonparametrik khi-kuadrat Maret Agustus Petak Sarang Panjang (m) E X² Jumlah * Panjang tempat untuk seriti bersarang (pt) di lokasi gua I : * pt = (keliling petak x jumlah petak) = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 5 = 25 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 5 = 25 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 (1 + 1) x 5 = 20 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 (2 + 1) x 5 = 30 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 5 = 35.5 * Jumlah sarang (nilai harapan) (E) : E = Total sarang x pt Total panjang * Petak 1 E = 212 x = * Petak 2 E = 212 x = * Petak 3 E = 212 x =

63 * Petak 4 E = 212 x = * Petak 5 E = 212 x = Perhitungan khi-kuadrat : Hipotesa : Ho : Sarang menyebar merata pada setiap petak Hi : Sarang tidak menyebar pada setiap petak Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho X² = (σ E)² E X² = ( )² + ( )² + ( )² ( )² X² = X² (0.05) = Karena X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Kesimpulannya penyebaran sarang antara petak tidak menyebar merata pada setiap Perhitungan penyebaran sarang mangkok dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat adalah : * Untuk petak dengan ukuran (L x T) = 1.5 x 0.65 Jumlah sarang mangkok dari 10 sarang terambil = 9 * Untuk petak dengan ukuran (L x T) = 2.55 x 1.50 Jumlah sarang mangkok dari 10 sarang terambil = 9 Jumlah petak besar = 3 Jumlah petak kecil = 2 49

64 Panjang sarang mangkok = 0.09 x petak = 0.09 (3) (2) = = 0.45 m Hipotesa : Ho : Preferensi sarang mangkok sama Hi : Preferensi sarang mangkok tidak sama Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Sarang Sarang Panjang (m) Ei X² Mangkok Jumlah X² 0.05 = X² hitung = Karena X² hitung X² tabel, maka terima Ho Kesimpulannya yaitu preferensi sarang mangkok dalam petak sama 50

65 Lampiran 4. Perhitungan penyebaran sarang di lokasi gua II Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat Maret Agustus Petak Sarang Panjang (m) E X² Jumlah * Panjang tempat untuk seriti bersarang (pt) di lokasi gua II : * pt = (keliling petak x jumlah petak) = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 (1 + 1) x 5 = 20 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 (1 + 1) x 5 = 20 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 (1 + 1) x 5 = 20 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 ( ) x 5 = 26 * pt = 2 (L + 1) x jumlah sarang = 2 (2 + 1) x 5 = 30 * Jumlah sarang (nilai harapan) (E) : E = Total sarang x pt Total panjang * Petak 1 E = 206 x = 35.5 * Petak 2 E = 206 x = 35.5 * Petak 3 E = 206 x =

66 * Petak 4 E = 206 x = * Petak 5 E = 206 x = Perhitungan khi-kuadrat : Hipotesa : Ho : Sarang menyebar merata pada setiap petak Hi : Sarang tidak menyebar pada setiap petak Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho X² = (σ E)² E X² = ( )² + ( )² + ( )² ( )² X² = X² (0.05) = Karena X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Kesimpulannya penyebaran sarang antara petak tidak menyebar merata pada setiap Perhitungan penyebaran sarang mangkok dengan menggunakan statistik non-parametrik khi-kuadrat adalah : * Untuk petak dengan ukuran (L x T) = 1 x 85.5 Jumlah sarang mangkok dari 10 sarang terambil = 8 * Untuk petak dengan ukuran (L x T) = 2 x 1 Jumlah sarang mangkok dari 10 sarang terambil = 7 Jumlah petak besar = 3 Jumlah petak kecil = 2 52

67 Panjang sarang mangkok = 0.08 x petak = 0.08 (3) (2) = = 0.38 m Hipotesa : Ho : Preferensi sarang mangkok sama Hi : Preferensi sarang mangkok tidak sama Kriteria : X² hitung X² tabel, maka terima Ho X² hitung > X² tabel, maka tolak Ho Sarang Sarang Panjang (m) Ei X² Mangkok Jumlah X² 0.05 = X² hitung = Karena X² hitung X² tabel, maka terima Ho Kesimpulannya yaitu preferensi sarang mangkok dalam petak sama 53

68 Lampiran 5. Ukuran fisik sarang mangkok di jembatan I Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret-Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P1 sarang 1 9,0 3,8 3,3 3,1 0,3 2 P1 sarang 2 6,0 4,5 4,1 4,1 0,5 3 P1 sarang 3 7,3 5,0 4,1 4,0 0,7 4 P1 sarang 4 8,0 5,5 4,5 4,2 0,5 5 P1 sarang 5 6,9 5,5 4,9 4,3 0,5 Rata-rata 7,4 4,8 4,2 3,9 0,5 1 P2 sarang 1 6,5 5,5 5,0 5,0 0,7 2 P2 sarang 2 7,1 4,5 4,3 4,0 0,5 3 P2 sarang 3 7,3 5,6 5,3 5,3 0,5 4 P2 sarang 4 7,9 3,4 3,0 3,0 0,5 5 P2 sarang 5 7,9 4,1 3,5 3,3 0,5 Rata-rata 7,3 4,6 4,2 4,1 0,5 1 P3 sarang 1 6,0 3,5 4,5 4,5 0,5 2 P3 sarang 2 7,7 4,4 3,8 3,6 0,3 3 P3 sarang 3 7,5 4,3 3,5 3,5 0,5 4 P3 sarang 4 6,9 4,4 3,0 3,0 0,7 Rata-rata 7,1 4,2 3,7 3,6 0,5 Rata-rata total 7,3 4,5 4,1 3,8 0,5 STDEV 0,15 0,30 0,28 0,25 0,00 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, dan (P3) petak 3. 54

69 Lampiran 6. Ukuran fisik sarang mangkok di jembatan II Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret-Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P1 sarang 1 8,5 5,5 4,4 4,4 0,8 2 P1 sarang 2 6,5 4,4 4,5 4,3 0,8 3 P1 sarang 3 7,0 5,2 5,4 4,6 0,5 4 P1 sarang 4 8,5 6,2 3,5 3,0 0,6 5 P1 sarang 5 7, ,3 3,5 0,6 Rata-rata 7,5 5,4 4,4 3,9 0,6 1 P2 sarang 1 8,0 3,4 4,9 3,9 0,3 2 P2 sarang 2 8,9 4,2 5,0 4,5 0,5 3 P2 sarang 3 7,3 4,9 3,0 3,0 0,5 4 P2 sarang 4 9,5 4,6 5,5 4,7 0,8 5 P2 sarang 5 7,5 4,6 5,4 5,0 0,3 Rata-rata 8,3 4,3 4,6 4,2 0,5 1 P3 sarang 1 6,8 5,4 3,5 3,5 0,5 2 P3 sarang 2 8,3 5,4 4,3 3,6 0,5 3 P3 sarang 3 8,0 5,0 5,4 4,6 0,6 4 P3 sarang 4 7,9 4,4 5,0 4,8 0,5 5 P3 sarang 5 7,6 4,6 4,6 4,6 0,5 6 P3 sarang 6 6,9 4,6 5,6 4,3 0,5 Rata-rata 7,6 4,9 4,7 4,2 0,5 Rata-rata total 7,8 4,8 4,6 4,1 0,5 STDEV 0,43 0,55 0,15 0,17 0,05 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, dan (P3) petak 3. 55

70 Lampiran 7. Ukuran fisik sarang pojok di jembatan I Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret-Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P1 sarang 1 8,5 3,6 4,2 4,0 0,3 2 P1 sarang 2 5,6 5,0 3,8 3,4 0,5 3 P1 sarang 3 6,3 4,2 5,0 4,1 0,5 4 P1 sarang 4 7,5 3,9 4,5 4,4 0,5 5 P1 sarang 5 6,9 4,1 3,2 2,9 0,3 Rata-rata 6,9 4,2 4,2 3,7 0,4 1 P2 sarang 1 6,0 4,7 2,0 2,0 0,3 2 P2 sarang 2 6,0 4,2 5,3 5,1 0,5 3 P2 sarang 3 6,0 4,5 3,0 3,0 0,5 4 P2 sarang 4 7,0 3,7 2,5 2,5 0,3 5 P2 sarang 5 6,0 2,5 1,0 1,0 0,2 Rata-rata 6,2 4,4 2,7 2,7 0,4 1 P3 sarang 1 6,0 3,0 2,5 2,5 0,2 2 P3 sarang 2 6,5 4,5 4,0 3,5 0,3 3 P3 sarang 3 7,0 3,5 3,5 3,5 0,3 4 P3 sarang 4 7,0 3,0 3,5 3,5 0,3 5 P3 sarang 5 6,0 4,4 4,5 4,5 0,5 6 P3 sarang 6 6,0 4,3 3,5 3,5 0,5 Rata-rata 6,4 3,7 3,6 3,5 0,4 Rata-rata total 6,5 4,1 3,5 3,3 0,4 STDEV 0,36 0,36 0,75 0,52 6,79 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, dan (P3) petak 3. 56

71 Lampiran 8. Ukuran fisik sarang pojok di jembatan II Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret-Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P1 sarang 1 7,5 5,0 4,5 3,8 0,8 2 P1 sarang 2 6,1 4,1 3,8 3,5 0,5 3 P1 sarang 3 8,5 2,3 1,8 1,6 0,5 4 P1 sarang 4 3,1 2,2 1,7 1,7 0,5 5 P1 sarang 5 6,0 5,6 3,9 3,4 0,5 Rata-rata 6,3 3,8 3,2 2,8 0,5 1 P2 sarang 1 7,9 2,9 3,5 3,0 0,3 2 P2 sarang 2 6,0 4,5 3,9 3,7 0,3 3 P2 sarang 3 6,5 5,1 4,5 4,3 0,3 4 P2 sarang 4 8,9 3,5 4,5 4,3 0,3 5 P2 sarang 5 8,4 4,6 4,5 4,3 0,5 Rata-rata 7,5 4,1 4,8 3,9 0,3 1 P3 sarang 1 7,0 3,9 3,2 3,2 0,3 2 P3 sarang 2 5,0 4,9 1,9 1,7 0,3 3 P3 sarang 3 6,9 4,6 3,8 2,5 0,3 4 P3 sarang 4 5,5 3,1 1,5 1,5 0,3 Rata-rata 6,1 4,1 2,6 2,4 0,3 Rata-rata total 6,6 4,0 3,5 3,1 0,4 STDEV 0,75 0,17 1,13 0,92 0,11 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, dan (P3) petak 3. 57

72 Lampiran 9a. Ukuran fisik sarang mangkok di gua I Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan Maret-Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P1 sarang 1 7,5 5,0 3,5 3,5 0,6 2 P1 sarang 2 7,8 5,9 4,5 4,5 0,7 3 P1 sarang 3 8,0 4,5 4,0 4,0 0,7 4 P1 sarang 4 7,0 5,5 4,4 4,5 0,5 5 P1 sarang 5 7,5 6, ,4 0,5 6 P1 sarang 6 9,0 4,4 6,0 6,0 0,8 7 P1 sarang 7 7,8 5,6 3,5 3,5 0,5 8 P1 sarang 8 6,0 5,7 4,5 4,5 0,5 9 P1 sarang 9 5,5 4,9 4,0 4,0 0,5 Rata-rata 7,3 5,3 4,3 4,3 0,6 1 P2 sarang 1 7,8 5,0 4,0 4,0 0,7 2 P2 sarang 2 5,0 5,9 3,9 3,9 0,5 3 P2 sarang 3 5,0 5,0 3,5 3,0 0,6 4 P2 sarang 4 6,5 4,0 4,0 3,8 0,5 5 P2 sarang 5 6,0 4,5 3,5 2,8 0,6 6 P2 sarang 6 7,0 5,0 3,0 3,0 0,5 7 P2 sarang 7 6,5 5,0 3,5 3,2 0,5 Rata-rata 6,3 4,9 3,6 3,4 0,5 1 P3 sarang 1 7,5 4,0 3,3 3,3 0,6 2 P3 sarang 2 7,0 4,5 3,5 3,5 0,7 3 P3 sarang 3 7,0 3,5 4,0 4,0 0,5 4 P3 sarang 4 6,5 4,0 3,5 3,0 0,5 5 P3 sarang 5 7,0 4,0 3,5 3,5 0,5 6 P3 sarang 6 8,5 5,0 3,0 3,0 0,6 7 P3 sarang 7 7,0 3,0 2,5 2,0 0,3 8 P3 sarang 8 6,0 4,0 2,8 2,5 0,3 Rata-rata 7,1 4,0 3,3 3,1 0,5 1 P4 sarang 1 6,0 4,5 3,1 3,0 0,3 2 P4 sarang 2 7,8 4,5 3,9 3,0 0,5 3 P4 sarang 3 7,5 5,5 3,5 3,5 0,5 4 P4 sarang 4 8,5 5,5 3,9 3,9 0,6 5 P4 sarang 5 6,5 4,2 3,5 3,5 0,3 6 P4 sarang 6 6,5 5,4 3,5 3,0 0,3 7 P4 sarang 7 7,0 5,0 3,0 3,0 0,3 Rata-rata 7,1 4,9 3,5 3,3 0,4 58

73 Lampiran 9b. Lanjutan ukuran fisik sarang mangkok di gua I Pulau Kasiruta (Ruta). No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P5 sarang 1 6,5 4,0 3,5 3,5 0,5 2 P5 sarang 2 8,0 5,9 4,5 4,5 0,6 3 P5 sarang 3 6,5 4,0 3,0 2,9 0,3 4 P5 sarang 4 6,5 3,8 2,5 2,5 0,3 5 P5 sarang 5 7,0 5,5 4,9 4,5 0,5 6 P5 sarang 6 6,0 4,2 3,0 3,0 0,3 7 P5 sarang 7 6,5 4,0 2,5 2,5 0,3 8 P5 sarang 8 7,5 4,1 3,5 3,5 0,6 9 P5 sarang 9 7,0 4,0 4,0 3,9 0,6 Rata-rata 6,8 4,4 3,5 3,4 0,4 Rata-rata total 6,9 4,7 3,6 3,5 0,5 STDEV 0,38 0,50 0,38 0,46 0,08 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, (P3) petak 3, (P4) petak 4, dan (P5) petak 5. 59

74 Lampiran 10a. Ukuran fisik sarang mangkok di gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P1 sarang 1 8,0 4,5 2,5 2,5 0,5 2 P1 sarang 2 7,5 5,5 3,5 3,5 0,5 3 P1 sarang 3 7,0 5,0 3,5 3,5 0,5 4 P1 sarang 4 7,5 5,5 3,5 3,5 0,6 5 P1 sarang 5 7,0 5,5 4,5 4,5 0,6 6 P1 sarang 6 7,5 6,9 3,5 3,5 0,5 7 P1 sarang 7 7,5 5,5 4,0 3,9 0,5 8 P1 sarang 8 6,5 6,0 4,0 3,5 0,5 Rata-rata 7,3 5,5 3,6 3,5 0,5 1 P2 sarang 1 6,8 4,4 3,0 2,9 0,6 2 P2 sarang 2 6,5 5,2 3,0 2,9 0,3 3 P2 sarang 3 6,0 4,5 2,5 2,9 0,3 4 P2 sarang 4 7,5 3,5 3,0 3,0 0,5 5 P2 sarang 5 6,5 3,5 3,0 3,0 0,7 6 P2 sarang 6 6,5 3,5 2,5 2,5 0,6 7 P2 sarang 7 7,5 3,5 3,0 3,0 0,6 Rata-rata 6,7 4,1 2,8 2,8 0,5 1 P3 sarang 1 6,0 4,5 3,0 3,0 0,5 2 P3 sarang 2 7,5 5,0 3,0 2,7 0,6 3 P3 sarang 3 7,0 3,5 2,0 2,0 0,5 4 P3 sarang 4 6,5 3,0 2,0 2,0 0,5 5 P3 sarang 5 7,0 4,5 2,1 2,0 0,5 6 P3 sarang 6 8,5 4,5 3,0 2,8 0,5 7 P3 sarang 7 6,0 4,5 3,1 3,0 0,5 Rata-rata 6,9 4,2 2,6 2,5 0,5 1 P4 sarang 1 8,0 4,5 2,5 2,5 0,5 2 P4 sarang 2 6,5 4,0 2,5 2,5 0,5 3 P4 sarang 3 7,0 5,0 3,2 2,9 0,5 4 P4 sarang 4 7,8 4,5 3,9 3,0 0,5 5 P4 sarang 5 6,5 5,4 3,5 3,2 0,5 6 P4 sarang 6 7,0 6,5 2,9 2,5 0,3 Rata-rata 7,1 4,9 3,1 2,7 0,5 60

75 Lampiran 10b. Lanjutan ukuran fisik sarang mangkok di loaksi gua II di Pulau Kasiruta (Ruta). No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) KdlmnS (cm) Bs (cm) 1 P5 sarang 1 8,0 4,5 3,5 3,5 0,5 2 P5 sarang 2 7,5 3,5 2,5 2,5 0,5 3 P5 sarang 3 8,5 5,4 4,0 3,4 0,5 4 P5 sarang 4 7,5 4,5 3,0 2,8 0,5 5 P5 sarang 5 7,0 5,0 2,9 2,9 0,3 6 P5 sarang 6 7,5 5,5 3,5 3,5 0,6 7 P5 sarang 7 8,0 5,5 4,5 4,0 0,6 Rata-rata 7,7 4,8 3,4 3,2 0,5 Rata-rata total 7,2 4,2 3,1 2,9 0,5 STDEV 0,38 0,57 0,41 0,40 0,00 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, (P3) petak 3, (P4) petak 4, dan (P5) petak 5. 61

76 Lampiran 11. Ukuran fisik sarang seriti di lokasi jembatan I di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) Kdlmns (cm) Bs (cm) 1. P1 sarang 1 9,0 3,8 3,3 3,1 0,3 2. P1 sarang 2 8,5 3,6 4,2 4,0 0,3 3. P1 sarang 3 5,6 5,0 3,8 3,4 0,5 4. P1 sarang 4 6,3 4,2 5,0 4,1 0,5 5. P1 sarang 5 7,5 3,9 4,5 4,4 0,5 6. P1 sarang 6 6,9 4,1 3,2 2,9 0,3 7. P1 sarang 7 6,0 4,5 4,1 4,1 0,5 8. P1 sarang 8 7,3 5,0 4,1 4,0 0,7 9. P1 sarang 9 8,0 5,5 4,5 4,2 0,5 10. P1 sarang 10 6,9 5,5 4,9 4,3 0,5 Rata-rata 7,2 4,5 4,2 3,8 0,5 1. P2 sarang 1 6,0 4,7 2,0 2,0 0,3 2. P2 sarang 2 6,5 5,5 5,0 5,0 0,7 3. P2 sarang 3 7,1 4,5 4,3 4,0 0,5 4. P2 sarang 4 7,3 5,6 5,3 5,3 0,5 5. P2 sarang 5 6,0 4,2 5,3 5,1 0,5 6. P2 sarang 6 6,0 4,5 3,0 3,0 0,5 7. P2 sarang 7 7,9 3,4 3,0 3,0 0,5 8. P2 sarang 8 7,0 3,7 2,5 2,5 0,3 9. P2 sarang 9 6,0 2,5 1,0 1,0 0,2 10. P2 sarang 10 7,9 4,1 3,5 3,3 0,5 Rata-rata 6,7 4,3 3,5 3,4 0,4 1. P2 sarang 1 6,0 3,5 4,5 4,5 0,5 2. P2 sarang 2 6,0 3,0 2,5 2,5 0,2 3. P2 sarang 3 6,5 4,5 4,0 3,5 0,3 4. P2 sarang 4 7,0 3,5 3,5 3,5 0,3 5. P2 sarang 5 7,0 3,0 3,5 3,5 0,3 6. P2 sarang 6 7,7 4,4 3,8 3,6 0,3 7. P2 sarang 7 7,5 4,3 3,5 3,5 0,5 8. P2 sarang 8 6,0 4,4 4,5 4,5 0,5 9. P2 sarang 9 6,0 4,3 3,5 3,5 0,5 10. P2 sarang 10 6,9 4,4 3,0 3,0 0,7 Rata-rata 6,6 3,9 3,6 3,5 0,4 Rata-rata total 6,8 4,2 3,7 3,5 0,4 STDEV 0,32 0,30 0,37 0,20 0,05 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, dan (P3) petak 3. 62

77 Lampiran 12. Ukuran fisik sarang seriti di lokasi jembatan II di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) Kdlmns (cm) Bs (cm) 1. P1 sarang 1 8,5 5,5 4,4 4,4 0,8 2. P1 sarang 2 6,5 4,4 4,5 4,3 0,8 3. P1 sarang 3 7,5 5,0 4,5 3,8 0,8 4. P1 sarang 4 7,0 5,2 5,4 4,6 0,5 5. P1 sarang 5 8,5 6,2 3,5 3,0 0,6 6. P1 sarang 6 6,1 4,1 3,8 3,5 0,5 7. P1 sarang 7 8,5 2,3 1,8 1,6 0,5 8. P1 sarang 8 3,1 2,2 1,7 1,7 0,5 9. P1 sarang 9 7,0 5,9 4,3 3,5 0,6 10. P1 sarang 10 6,0 5,6 3,9 3,5 0,5 Rata-rata 6,8 4,6 3,7 3,4 0,6 1. P1 sarang 1 7,9 2,9 3,5 3,0 0,3 2. P1 sarang 2 8,0 3,4 4,9 3,9 0,3 3. P1 sarang 3 8,9 4,2 5,0 4,5 0,5 4. P1 sarang 4 7,3 4,9 3,0 3,0 0,5 5. P1 sarang 5 6,0 4,5 3,9 3,7 0,3 6. P1 sarang 6 9,5 4,6 5,5 4,7 0,8 7. P1 sarang 7 7,5 4,6 5,4 5,0 0,3 8. P1 sarang 8 6,5 5,1 4,5 4,3 0,3 9. P1 sarang 9 8,9 3,5 4,5 4,3 0,3 10. P1 sarang 10 8,4 4,6 4,5 4,3 0,5 Rata-rata 7,9 4,2 4,5 4,2 0,4 1. P1 sarang 1 7,0 3,9 3,2 3,2 0,3 2. P1 sarang 2 6,8 5,4 3,5 3,5 0,5 3. P1 sarang 3 5,0 4,9 1,9 1,7 0,3 4. P1 sarang 4 6,9 4,6 3,8 2,5 0,3 5. P1 sarang 5 8,3 5,4 4,3 3,6 0,5 6. P1 sarang 6 5,5 3,1 1,5 1,5 0,3 7. P1 sarang 7 8,0 5,0 5,4 4,6 0,6 8. P1 sarang 8 7,9 4,4 5,0 4,8 0,5 9. P1 sarang 9 7,6 4,6 4,6 4,6 0,5 10. P1 sarang 10 6,9 4,6 5,6 4,3 0,5 Rata-rata 6,9 4,6 3,8 3,4 0,4 Rata-rata total 7,2 4,3 4,0 3,7 0,5 STDEV 0,60 0,23 0,43 0,46 0,11 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, dan (P3) petak 3. 63

78 Lampiran 13a. Ukuran fisik sarang seriti di lokasi gua I di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus Ukuran fisik sarang No Petak Bs Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) Kdlmns (cm) (cm) 1. P1 sarang 1 7,5 5,0 3,5 3,5 0,6 2. P1 sarang 2 5,7 4,4 4,0 4,0 0,5 3. P1 sarang 3 7,8 5,9 4,5 4,5 0,7 4. P1 sarang 4 8,0 4,5 4,0 4,0 0,7 5. P1 sarang 5 7,0 5,5 4,4 4,5 0,5 6. P1 sarang 6 7,5 6,3 4,4 4,4 0,5 7. P1 sarang 7 9,0 4,4 6,0 6,0 0,8 8. P1 sarang 8 7,8 5,6 3,5 3,5 0,5 9. P1 sarang 9 6,0 5,7 4,5 4,5 0,5 10. P1 sarang 10 5,5 4,9 4,0 4,0 0,5 Rata-rata 7,2 5,2 4,3 4,3 0,6 1. P2 sarang 1 7,8 5,0 4,0 4,0 0,7 2. P2 sarang 2 7,5 4,0 3,5 3,5 0,7 3. P2 sarang 3 7,5 3,5 3,0 2,9 0,5 4. P2 sarang 4 5,0 5,9 3,9 3,9 0,5 5. P2 sarang 5 5,0 5,0 3,5 3,0 0,6 6. P2 sarang 6 6,5 4,0 4,0 3,8 0,5 7. P2 sarang 7 6,0 4,5 3,5 2,8 0,6 8. P2 sarang 8 7,0 5,0 3,0 3,0 0,5 9. P2 sarang 9 6,0 4,0 3,1 3,0 0,5 10. P2 sarang 10 6,5 5,0 3,5 3,2 0,5 Rata-rata 6,5 4,6 3,5 3,3 0,5 1. P3 sarang 1 7,5 4,0 3,3 3,3 0,6 2. P3 sarang 2 7,0 4,5 3,5 3,5 0,7 3. P3 sarang 3 7,0 3,5 4,0 4,0 0,5 4. P3 sarang 4 6,5 4,0 3,5 3,0 0,5 5. P3 sarang 5 5,0 3,5 2,5 2,5 0,3 6. P3 sarang 6 7,0 4,0 3,5 3,5 0,5 7. P3 sarang 7 5,5 4,5 2,5 2,5 0,5 8. P3 sarang 8 8,5 5,0 3,0 3,0 0,6 9. P3 sarang 9 7,0 3,0 2,5 2,0 0,3 10. P3 sarang 10 6,0 4,0 2,8 2,5 0,3 Rata-rata 6,7 4,0 3,2 3,0 0,5 64

79 Lampiran 13b. Lanjutan ukuran fisik sarang seriti di lokasi gua I Pulau Kasiruta (Ruta). No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) Kdlmns (cm) Bs (cm) 1. P4 sarang 1 6,0 4,0 2,5 2,5 0,5 2. P4 sarang 2 6,5 4,0 2,5 2,5 0,5 3. P4 sarang 3 6,5 3,0 2,0 2,0 0,3 4. P4 sarang 4 6,0 4,5 3,1 3,0 0,3 5. P4 sarang 5 7,8 4,5 3,9 3,0 0,5 6. P4 sarang 6 7,5 5,5 3,5 3,5 0,5 7. P4 sarang 7 8,5 5,5 3,9 3,9 0,6 8. P4 sarang 8 6,5 4,2 3,5 3,5 0,3 9. P4 sarang 9 6,5 5,4 3,5 3,0 0,3 10. P4 sarang 10 7,0 5,0 3,0 3,0 0,3 Rata-rata 6,8 4,5 3,2 3,1 0,4 1. P5 sarang 1 6,5 4,0 3,5 3,5 0,5 2. P5 sarang 2 8,0 5,9 4,5 4,5 0,6 3. P5 sarang 3 6,5 4,0 3,0 2,9 0,3 4. P5 sarang 4 6,5 3,8 2,5 2,5 0,3 5. P5 sarang 5 7,0 5,5 4,9 4,5 0,5 6. P5 sarang 6 6,0 4,2 3,0 3,0 0,3 7. P5 sarang 7 6,5 4,0 2,5 2,5 0,3 8. P5 sarang 8 7,5 4,1 3,5 3,5 0,6 9. P5 sarang 9 6,0 4,0 4,5 4,5 0,6 10. P5 sarang 10 7,0 4,0 4,0 3,9 0,6 Rata-rata 6,7 4,6 3,6 3,5 0,5 Rata-rata total 6,8 4,6 3,5 3,5 0,5 STDEV 0,25 0,42 0,45 0,51 0,07 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, (P3) petak 3, (P4) petak 4, dan (P5) petak 5. 65

80 Lampiran 14a. Ukuran fisik sarang seriti di lokasi gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) Kdlmns (cm) Bs (cm) 1. P1 sarang 1 8,0 4,5 2,5 2,5 0,5 2. P1 sarang 2 7,5 5,5 3,5 3,5 0,5 3. P1 sarang 3 7,0 5,0 3,5 3,5 0,5 4. P1 sarang 4 5,8 4, ,0 0,5 5. P1 sarang 5 7,5 5,5 3,5 3,5 0,6 6. P1 sarang 6 7,0 5,5 4,5 4,5 0,6 7. P1 sarang 7 7,5 6,9 3,5 3,5 0,5 8. P1 sarang 8 7,5 5,5 4,0 3,9 0,5 9. P1 sarang 9 6,5 4,5 2,9 2,9 0,5 10. P1 sarang 10 6,5 6,0 4,0 3,5 0,5 Rata-rata 7,1 5,3 3,5 3,4 0,5 1. P2 sarang 1 6,8 4,4 3,0 2,9 0,6 2. P2 sarang 2 6,5 5,2 3,0 2,9 0,3 3. P2 sarang 3 6,0 4,5 2,5 2,9 0,3 4. P2 sarang 4 5,5 4,0 3,0 2,6 0,5 5. P2 sarang 5 6,5 3,0 2,0 2,0 0,5 6. P2 sarang 6 7,5 3,5 3,0 3,0 0,5 7. P2 sarang 7 6,2 5,5 2,9 2,7 0,5 8. P2 sarang 8 6,5 3,5 3,0 3,0 0,7 9. P2 sarang 9 6,5 3,5 2,5 2,5 0,6 10. P2 sarang 10 7,5 3,5 3,0 3,0 0,6 Rata-rata 6,5 4,1 2,8 2,8 0,5 1. P3 sarang 1 6,0 4,5 3,0 3,0 0,5 2. P3 sarang 2 7,5 5,0 3,0 2,7 0,6 3. P3 sarang 3 7,0 3,5 2,0 2,0 0,5 4. P3 sarang 4 6,5 3,0 2,0 2,0 0,5 5. P3 sarang 5 5,0 3,9 2,0 2,0 0,5 6. P3 sarang 6 4,5 3,5 2,0 2,0 0,5 7. P3 sarang 7 7,0 4,5 2,1 2,0 0,5 8. P3 sarang 8 8,5 4,5 3,0 2,8 0,5 9. P3 sarang 9 5,9 4,5 2,8 2,8 0,5 10. P3 sarang 10 6,0 4,5 3,1 3,0 0,5 Rata-rata 6,4 4,2 2,5 2,4 0,5 66

81 Lampiran 14b. Lanjutan ukuran fisik sarang di lokasi gua II di Pulau Kasiruta (Ruta). No Petak Ukuran fisik sarang Ps (cm) Ls (cm) Ts (cm) Kdlmns (cm) Bs (cm) 1. P4 sarang 1 5,8 5,0 2,9 2,5 0,5 2. P4 sarang 2 8,0 4,5 2,5 2,5 0,5 3. P4 sarang 3 6,5 4,0 2,5 2,5 0,5 4. P4 sarang 4 7,0 5,0 3,2 2,9 0,5 5. P4 sarang 5 5,5 4,0 1,5 1,5 0,3 6. P4 sarang 6 7,8 4,5 3,9 3,0 0,5 7. P4 sarang 7 6,5 5,4 3,5 3,2 0,5 8. P4 sarang 8 5,5 3,5 1,5 1,5 0,3 9. P4 sarang 9 7,0 6,5 2,9 2,5 0,3 10. P4 sarang 10 6,0 4, ,0 0,3 Rata-rata 6,5 4,6 2,6 2,4 0,4 1. P5 sarang 1 8,0 4,5 3,5 3,5 0,5 2. P5 sarang 2 7,5 3,5 2,5 2,5 0,5 3. P5 sarang 3 8,5 5,4 4,0 3,4 0,5 4. P5 sarang 4 7,5 4,5 3,0 2,8 0,5 5. P5 sarang 5 7,0 5,0 2,9 2,9 0,3 6. P5 sarang 6 6,5 4,5 2,5 2,5 0,3 7. P5 sarang 7 6,5 4,0 3,5 3,5 0,3 8. P5 sarang 8 7,5 5,5 3,5 3,5 0,6 9. P5 sarang 9 8,0 5,5 4, ,6 10. P5 sarang 10 7,0 5,5 2,9 2,9 0,5 Rata-rata 7,5 4,3 3,3 3,2 0,5 Rata-rata total 6,8 4,5 2,9 2,8 0,5 STDEV 0,32 0,48 0,43 0,45 0,04 Panjang sarang (Ps), Lebar sarang (Ls), Tinggi sarang (Ts), Kedalaman sarang (Kdlmns) dan Bibir sarang (Bs). (P1) petak 1, (P2) petak 2, (P3) petak 3, (P4) petak 4, dan (P5) petak 5. 67

82 Lampiran 15. Jenis bahan penyusun sarang seriti di lokasi jembatan dan gua di Pulau Bacan dan Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan Maret-Agustus Nama Lokal Nama Latin Famili Tumbuhan Lumut : Lumut gantung Meterium sp Meteoriaceae Lumut rambut Pogonatium sp Polytrichaceae Lumut paku hijau keabuabuan Thuidium glaucinoides Thuidiaceae Lejenea Plychanthus striatus Lejeuneaceae - Schiffneriolejeunea tumida Lejeuneaceae Lejenea Spruceanthus polymorphus Lejeuneaceae Lumut tapak Calyptothecium wrightii Pterobryaceae Lumut tanduk Herpetineuron toccoae Leskeaceae Lumut tapak Homalia trichomanoides Neckeraceae Lumut berbulu lembut Oedicladium fragile Myriaceae Lumut tumpul Homaliodendron microdendron Neckeraceae Lumut hati berjari Kurzia gonyotricha Lepidoziaceae Lumut payung leher angsa Campylopus umbellatus Dicranaceae Tumbuhan Rumput : Rumput rawa Leersia hesandra Gramineae Rumput menahun Oplismenus burmanni Gramineae Rumput geganjuran Paspalum commersonii Gramineae Rumput bermuda Cynodon dactylon Gramineae Serpihan Daun : Jenis paku-pakuan Lindsaea doryphora Lindsaeaceae Daun dan dahan pisang Musa paradisiaca L Musaceae Bahan sarang tambahan : Ijuk - - Bulu burung Tidak teridentifikasi 68

83 Lampiran 16. KUNCI IDENTIFIKASI KELOMPOK JENIS BAHAN PENYUSUN SARANG SEBAGAI KELOMPOK TUMBUHAN (Lumut, rumput dan serpihan daun) - Tumbuhan menggantung dengan dinding sel tipis... METEORIACEAE (Lumut). - Tumbuhan keras dan berdaun kuat... POLYTRICHACEAE (Lumut). - Tumbuhan bercabang seperti sayap, daun berbatang dan daun bercabang berbeda THUIDIACEAE (Lumut). - Tumbuhan merayap, seringkali membentuk lapisan yang cukup tabal LEPIDOZIACEAE (Lumut). - Tumbuhan epifit, tumbuh mengantung pada pangkal batang, dan juga tumbuh merayap LEJEUNACEAE (Lumut). - Tumbuhan bertulang daun tunggal atau ganda, sel daun tipis, sel alar bagian dalam PTEROBRYACEAE (Lumut). - Tumbuhan berbatang sangat tebal, tulang daun kuat, tangkai daun mirip batang daun.. LESKEACEAE (Lumut). - Tumbuhan lunak, daun hijau keabu-abuan, kosta tidak jelas... MYRIACEAE (Lumut). - Batang bulat atau kadang-kadang sedikit pipih, ibu tangkai karangan bunga kebanyakan berbuku-buku, lidah atau karangan rambut pada batas antara pelepah dengan helaian daun kerap kali kelihatan jelas, ujung sekam kadang-kadang berjarum, sekam tidak pernah tersusun spiral... GRAMINEACEAE (Rumput). - Tumbuhan berumur panjang, kadang-kadang epiphyt, manggatung, bercabang banyak, daun hijau muda, batang tegak, daun biasa terkumpul rapat... LINDASAEACEAE (Jenis paku-pakuan). - Tumbuhan berbatang semu terdiri atas pelepah daun, daun 2 baris atau spiral, tulang daun sejajar menyirip dan lateral banyak, buah berbentuk banyak tanpa biji... MUSACEAE (Pisang-pisang) 69

84 Lampiran 17. Pengukuran suhu dan kelembaban di jembatan dan gua Kabupaten Halmahera Selatan. Lokasi sarang Waktu pengukuran Jembatan I Jembatan II Gua I Gua II Suhu (ºC) : Pagi Siang Sore Kelembaban (%) : Pagi Siang Sore Lampiran 18. Pengukuran fisik lokasi sarang burung seriti di jembatan I dan jembatan II di Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan. Karakteristik Jembatan I Jembatan II Ukuran (m) * Panjang * Lebar 7 5 * Tinggi * Bahan Beton Beton Sirip/petak * Ukuran (cm) 210x30 210x30 210x30 210x16 210x x16 * Tebal (cm) * Bahan Jati Jati Jati Jati Jati Jati 70

85 Lampiran 19. Ukuran fisik lokasi sarang, suhu dan kelembaban di gua I dan gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan. Karakteristik Gua I Gua II Ukuran pintu masuk * Lebar (m) * Tinggi (m) Ukuran petak * Lebar 1.5 m 1.5 m 1 m 2 m 2.55 m 1 m 1 m 1 m 1.60 m 2 m * Tinggi 0.65 m 0.66 m m 1 m 1.50 m 85.8cm 85.9cm 79.7cm 0.90 m 1 m

86 Lampiran 20. Perilaku burung seriti di lokasi di bawah jembatan Pulau Bacan Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus 2006 Aktivitas Waktu pengamatan Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas Lampiran 21. Perilaku burung seriti di lokasi di dalam gua Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan Maret Agustus 2006 Aktivitas Waktu pengamatan Keluar-masuk sarang Penyambutan Oper bahan sarang Menyusun/merapikan sarang Melumuri air liur Istirahat = ada aktivitas dan 0 = tidak ada aktivitas

87 Lampiran 22. Gambar lokasi Penelitian di Jembatan I, Jembatan II, Gua I dan Gua II di Kabupaten Halmahera Selatan (Periode pengamatan Maret agustus 2007) J I J II G I G II

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah: Kingdom : Animalia Phylum

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara selama 5 bulan (Maret hingga Agustus 2006).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut MacKinnon (1995), spesies ini berukuran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti

GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA. Ani Mardiastuti GAMBARAN UMUM TENTANG PERDAGANGAN SARANG BURUNG WALET INDONESIA Ani Mardiastuti PENDAHULUAN Sejak ratusan tahun yang lalu, diketahui bahwa sarang dari beberapa jenis walet dapat dikonsumsi manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 9 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang melihat langsung fenomena, gejala, atau ciri-ciri secara langsung

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 9 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN SAMPANG (TINJAUAN EKONOMIS) SKRIPSI

KAJIAN TENTANG USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN SAMPANG (TINJAUAN EKONOMIS) SKRIPSI KAJIAN TENTANG USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN SAMPANG (TINJAUAN EKONOMIS) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-I

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA 4 IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : MENGENALI POTENSI GEOGRAFIS DESA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid RUANG LINGKUP BUDIDAYA PEMELIHARAAN JANGKRIK KALUNG KUNING A. UDJIANTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Ciawi Bogor RINGKASAN Komoditas jangkrik ini dapat memberikan tambahan penghasilan disamping

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

3,35 3,96 Jumlah

3,35 3,96 Jumlah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107 o 51 107 o 54 Bujur Timur dan 6 o 35 6 o 35

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Wilayah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara pada pertengahan bulan Mei s/d Juni 2011, dengan tujuan untuk; (1) menganalisis

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci