3,35 3,96 Jumlah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3,35 3,96 Jumlah"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107 o o 54 Bujur Timur dan 6 o 35 6 o 35 Lintang Selatan. Kecamatan ini secara topografi berupa dataran yang terletak pada ketinggian 23 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan mm per tahun dan rataan hari hujan 11 hari per bulan sepanjang tahun 2010 (BPS Haurgeulis, 2011). Kecamatan Haurgeulis secara administratif merupakan salah satu dari 31 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Indramayu, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di ujung Barat wilayah Indramayu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Subang (Gambar 2). Kecamatan Haurgeulis terbagi menjadi 10 desa, yaitu Cipancuh, Haurgeulis, Haurkolot, Karangtumaritis, Kertanegara, Mekarjati, Sidadadi, Sukajati, Sumbermulya, dan Wanakaya. Perbatasan wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Anjatan, sebelah Timur dengan Kecamatan Kroya, sebelah Selatan dengan Kecamatan Gantar dan sebelah Barat dengan Kecamatan Compreng dan Cipunagara (Kabupaten Subang) (BPS Haurgeulis, 2011). Jumlah penduduk yang tercatat pada tahun 2010 di Kecamatan Haurgeulis adalah jiwa dengan kepala keluarga dan kepadatan penduduknya mencapai jiwa per km 2 (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Luas wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah Ha, dengan perincian penggunaan lahan diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat No. Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%) 1. Pemukiman dan pekarangan ,98 2. Lahan sawah , Kebun Lainlain Sumber: BPS Kecamatan Haurgeulis (2011) ,35 3,96 Jumlah

2 Penggunaan lahan terbesar di wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah untuk lahan sawah, yaitu mencapai 65,71% dari luas keseluruhan (Tabel 1). Area persawahan terluas terletak di Desa Sidadadi, Sumbermulya dan Kertanegara (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Lahan sawah yang luas memungkinkan berlimpahnya ketersediaan serangga sebagai pakan burung walet karena pada dasarnya serangga hidup di daerah bervegetasi seperti sawah. Rumah burung walet yang dijadikan objek penelitian berjumlah empat unit yang terletak di Desa Sukajati, Desa Haurgeulis dan Desa Mekarjati. Total jumlah rumah burung walet pada masingmasing desa tersebut (berdasarkan hasil pengamatan) adalah 25 unit (Desa Sukajati), 54 unit (Desa Haurgeulis) dan 36 unit (Desa Mekarjati). Rumah burung walet terbanyak terdapat di desa Haurgeulis, yaitu 46,96% dari jumlah rumah burung walet pada ketiga desa lokasi penelitian. Gambar 2. Peta Lokasi Sampel Rumah Burung Walet yang digunakan pada Penelitian di Kecamatan Haurgeulis (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011) Profil Pemilik Rumah Burung Walet yang Diamati Rumah burung walet yang dijadikan objek penelitian pada mulanya didirikan karena melihat prospek yang baik dalam pengusahaan rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis. Banyak rumah burung walet yang telah berkembang dan 14

3 dapat memproduksi sarang burung walet hingga puluhan kilogram setiap panennya. Hal ini menarik pemilik untuk membangun rumah burung walet di daerah tersebut. Pemilik rumah burung walet yang berada di Kecamatan Haurgeulis tidak semua berasal dari daerah tersebut, banyak pemilik rumah burung walet yang berasal dari luar daerah dan mempercayakan pengelolaannya kepada warga sekitar. Pemilik rumah burung walet biasanya memiliki lebih dari satu unit rumah burung walet yang tersebar di beberapa daerah di luar Kecamatan Haurgeulis. Profil dan jumlah kepemilikan rumah burung walet di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Profil Pemilik Rumah Burung Walet yang Diamati Rumah Asal Daerah Jumlah Rumah Burung Walet Pekerjaan Burung walet Pemilik (Unit) A Tangerang Pengusaha 6 B Jakarta Pengusaha 12 C Haurgeulis Dokter 1 D Jakarta Pegawai Negeri 6 Desain dan Tata Ruang Rumah Burung Walet Kondisi rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis saling berdekatan (Gambar 3), ramai dan sangat berbeda dengan suasana yang sepi di sekitar habitat aslinya di dalam gua. Namun menurut Mardiastuti et al. (1998), burung walet dapat berkembangbiak dengan baik dan mampu beradaptasi dengan suasana kota karena burung walet memiliki indra pendengaran yang kurang baik dan toleransi yang tinggi terhadap aktivitas manusia. Gambar 3. Rumah Burung Walet yang Saling Berdekatan 15

4 Rumah burung walet A, B, C dan D (Gambar 4) memiliki desain yang berbeda. Rumah burung walet A, B dan D merupakan bangunan yang terpisah dari rumah pemilik, sedangkan rumah burung walet C menempel dengan bangunan rumah pemilik. (a) (b) (c) Gambar 4. Rumah Burung Walet yang Diamati: (a) Rumah Burung Walet A, (b) Rumah Burung Walet B, (c) Rumah Burung Walet C dan (d) Rumah Burung Walet D Pembuatan rumah burung walet tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan modal yang dimiliki oleh pemilik. Jika kepadatan populasi burung walet yang menempati rumah burung walet tersebut terlalu tinggi, biasanya pemilik membangun rumah burung walet dengan menambah luas bangunan atau menambah lantai menjadi lebih tinggi. Hal tersebut terjadi pada rumah burung walet B yang merupakan hasil perombakan dari bangunan lama karena populasi burung walet sudah cukup tinggi. Rumah burung walet A, B, C dan D dikelilingi oleh pagar besi dan beton yang berukuran 1,23 meter. (d) 16

5 Rumah burung walet A berupa ruangan tanpa sekat (Gambar 4 dan 5) dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papanpapan sirip. Lubang masuk burung walet terdapat dua buah yang terletak pada sisi kanan di lantai dua dan mengarah ke selatan. Rumah burung walet A memiliki dua kolam air yang terletak pada sisi kiri dan kanan di lantai satu, serta satu kolam air pada sisi kanan di lantai dua. Selain itu, di sisi kiri di lantai dua terdapat 58 tempayan tanah liat dengan diameter 30 cm dan tinggi 35 cm yang disusun membentuk huruf U. Peletakan tempayan tersebut dikarenakan pada sisi kiri ruangan di lantai dua tidak terdapat kolam air. U T B S 30 o 6,6 m Lantai 2 Lantai 1 2 m 5 m 1,5 m 3 m 15 m Keterangan: = lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai = kolam air = tempat peletakan tempayan = pipa sprayer Gambar 5. Desain Rumah Burung Walet A Rumah burung walet B (Gambar 4 dan 6) memiliki tata ruang yang sama dengan rumah burung walet A, yaitu berupa ruangan tanpa sekat dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papanpapan sirip. Namun, rumah burung walet B memiliki bentuk dengan pola huruf L (Gambar 6). Rumah burung walet B memiliki satu lubang masuk burung walet yang terletak pada lantai dua dan mengarah ke barat. Meskipun lubang masuk burung walet menghadap ke arah datangnya sinar matahari pada sore hari (barat), namun sinar yang datang tidak akan langsung masuk ke dalam rumah burung walet tersebut karena di depan lubang masuk burung 17

6 tersebut terhalang oleh tembok (Gambar 11). Rumah burung walet B memiliki dua kolam air yang terletak berdampingan pada sisi kiri di lantai satu, sedangkan di lantai dua rumah burung walet B tidak terdapat kolam air. Sumber air di lantai dua rumah burung walet B hanya dari pipa sprayer yang dioperasikan setiap dua kali sehari sehingga kondisi di dalam rumah burung walet B kering dan panas (Tabel 6). B U S T 8 m 30 o Lantai 2 Lantai 1 9,7 m 9 m 4 m 10,28 m 4 m 3 m 27 m Keterangan: = lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai = kolam air = pipa sprayer Gambar 6. Desain Rumah Burung Walet B Rumah burung walet C (Gambar 4 dan 7) terdiri dari dua bangunan yang menyatu, masingmasing memiliki dua dan tiga lantai. Namun, bangunan yang difungsikan di rumah burung walet tersebut hanya lantai dua dan tiga pada bagian depan, sedangkan bagian belakang merupakan bangunan baru yang tidak difungsikan karena belum selesai dibangun dan populasi burung walet di dalamnya hanya sedikit (Gambar 7). Tata ruang pada rumah burung walet C sama dengan rumah burung walet A dan B, yaitu berupa ruangan tanpa sekat dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papanpapan sirip. Rumah burung walet C memiliki dua lubang masuk burung walet yang terletak di sisi kiri pada lantai tiga dan menghadap ke arah utara. Rumah burung walet C memiliki 16 kolam air yang terletak pada lantai dua dan tiga. Lantai dua rumah burung walet C memiliki 15 kolam air, 5 kolam air 18

7 terletak pada tengah ruangan dan 10 kolam air mengelilingi ruangan tersebut. Sedangkan pada lantai tiga hanya terdapat satu kolam air yang terletak pada sisi kiri ruangan dengan 100 tempayan plastik berukuran 30 x 20 x 3 cm yang disusun membentuk huruf U pada sisi kanan ruangan. Penempatan tempayan tersebut sama halnya pada rumah burung walet A, yaitu karena pada sisi kanan ruangan di lantai tiga tidak terdapat kolam air. U T 45 o B S Lantai 3 2,85 m Lantai 2 2,85 m 5,7 m Lantai 1 2,85 m 7 m Keterangan: = lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai 12 m = kolam air = tempat peletakan tempayan Gambar 7. Desain Rumah Burung Walet C Rumah burung walet D (Gambar 4 dan 8) memiliki tata ruang yang berbeda jika dibandingkan rumah burung walet A, B dan C. Rumah burung walet D memiliki pembagian ruang roving room dan nesting room di dalamnya (Gambar 8), berbeda dengan rumah burung walet A (Gambar 5), B (Gambar 6) dan C (Gambar 7) yang hanya berupa ruangan tanpa sekat. Roving room pada rumah burung walet D terletak pada sisi kanan ruangan, sedangkan nesting room terletak pada sisi kiri ruangan di lantai dua dan tiga masingmasing berjumlah dua dan tiga ruang. Terdapat sekat tembok yang terletak pada atap setiap lantai yang menyatukan roving room dengan ketiga lantai tersebut, masingmasing berukuran 20, 30 dan 40 cm. Sekat tembok tersebut bertujuan untuk membuat kondisi cahaya pada setiap lantai menjadi gelap. Rumah burung walet D memiliki dua lubang masuk burung walet yang menghadap 19

8 ke arah utara. Lubang masuk burung walet tersebut terletak pada sisi kanan atas roving room dan pada sisi kiri di lantai tiga. Kolam air yang terdapat pada rumah burung walet D berjumlah empat kolam. Tiga kolam air terdapat di dalam rumah burung walet yang terletak mengelilingi ruangan di setiap lantai, sedangkan satu kolam air terdapat pada atap rumah burung walet tersebut. S B T 20 cm U Lantai 3 2,5 m 30 cm 40 cm 9,9 m Lantai 2 2,7 m Lantai 1 3 m 40 cm 8,45 m 12,45 m Keterangan: = roving room = nesting room = kolam air = lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai = pipa sprayer Gambar 8. Desain Rumah Burung Walet D Tata letak rumah burung walet yang terbaik adalah pada rumah burung walet D (Gambar 8). Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet D memiliki pembagian ruang yang jelas (terdapat roving room dan nesting room), penempatan kolam air yang merata di setiap lantai, lubang masuk burung walet yang mengarah ke utara (berlawanan dengan arah datangnya sinar matahari), dan terdapat kolam air pada atap rumah burung walet. Tata letak tersebut berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di dalamnya menjadi lebih stabil (Tabel 6). Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet Rumah burung walet yang diamati memiliki karakteristik fisik yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. 20

9 Tabel 3. Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat Rumah Burung Walet No. Karakteristik A B C D 1. Ukuran p x l x t (m) 15x5x5,6 27x19,28x8 12,7x7x8,55 12,45x8,45x9,9 2. Lantai Jumlah Bahan 3. Dinding Bahan Ketebalan (cm) Warna 4. Atap Bahan Kemiringan 5. Penggunaan Ruang Roving area Keberadaan/Letak Roving room Keberadaan Ukuran (m 3 ) Nesting room Keberadaan Ukuran (m 2 ) Jumlah (ruang) 6. Pintu untuk Manusia Bahan Ukuran (m 2 ) Jumlah 7. Lubang Burung Walet Ukuran (cm) Jumlah Letak Arah 8. Sirip Bahan Ukuran (cm) Ketebalan (cm) Jarak (cm) Posisi 9. Kolam Keberadaan Ukuran (m) Jumlah Letak (jumlah) 2 Papan kayu dan dilapisi semen Bata merah 15 Kapur (putih) Genteng dan Asbes 30 o Ada/Lantai 2 Baja double 1,8 x x15x15 2 Lantai 2 Selatan Kayu Jati 300x Tegak lurus Ada 3,5x3x0,2 3 Lantai 1 (2) Lantai 2 (1) 2 Dak beton Bata merah 40 Kapur (putih) Genteng 30 o Ada/Lantai 2 Besi single 2x1 1 50x20x40 1 Lantai 2 Barat Kayu Jati 300x Tegak lurus Ada 6x6x0,6 2 Lantai 1 3 Dak beton Bata merah 20 Semen (abu) Genteng 45 o Ada/Lantai 3 Kayu 2x1 1 40x20x20 2 Lantai 3 Utara Kayu Jati 300x Tegak Lurus Ada 2,5x2,5 16 Lantai 2 (15) Lantai 3 (1) 10. Lubang udara Diameter (inc) Pipa sprayer Keberadaan Diameter (inc) Letak Ada ½ Lantai 1, 2 dan luar Ada ½ Lantai 1 dan 2 3 Dak beton Bata merah 70 Semen (abu) Dak beton Ada/Lantai 3 Ada 3x8,45x9,9 Ada 1,8x1,8 5 Baja beton 1,7x0,7 1 30x20x70 2 Lantai 3 Utara Kayu Jati 300x Sejajar Ada Mengelilingi setiap lantai (l=0,7,t=0,4) 3 Lantai 13 Ada ½ Lantai 1, 2 dan 3 21

10 Ukuran Rumah Burung Walet Rumah burung walet yang diamati memiliki ukuran bangunan yang berbeda. Ukuran rumah burung walet dari yang terbesar sampai terkecil secara berurutan adalah rumah burung walet B (27 x 19,28 x 8 m 3 ), rumah burung walet D (12,45 x 8,45 x 9,9 m 3 ), rumah burung walet C (12,7 x 7 x 8,55 m 3 ) dan rumah burung walet A (15 x 5 x 5,6 m 3 ). Ukuran dari bangunan rumah burung walet dapat mempengaruhi populasi burung walet yang terdapat di dalamnya. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan produksi sarang burung walet pada keempat rumah yang diamati, populasi burung walet tertinggi terdapat pada rumah burung walet B, diikuti oleh rumah burung walet D, A dan C (Tabel 9). Namun, populasi burung walet pada rumah burung walet A lebih tinggi dibandingkan dengan populasi pada rumah burung walet C yang ukurannya lebih besar. Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet A dilakukan pengelolaan yang baik, seperti penyemprotan cacing sutera setiap pemanenan sarang dan pengoperasian tweeter setiap hari. Jumlah Lantai pada Rumah Burung Walet Rumah burung walet A dan B terdiri dari dua lantai, sedangkan rumah burung walet C dan D terdiri dari tiga lantai. Namun, pada rumah burung walet C, hanya dua lantai yang difungsikan, yaitu lantai dua dan tiga (Gambar 7). Lantai pada rumah burung walet A terbuat dari papan kayu yang dilapisi dengan semen. Sedangkan pada rumah burung walet B, C dan D terbuat dari dak beton. Lantai yang terbuat dari papan kayu dengan lapisan semen pada rumah burung walet A kurang baik jika dibandingkan dengan lantai yang terbuat dari dak beton. Lantai pada rumah burung walet A yang terbuat dari papan kayu tidak memerlukan biaya yang tinggi dalam pembuatannya. Namun kekurangannya adalah tidak tahan lama, mudah rusak dan dapat menimbulkan getaran pada papan sirip yang dapat menyebabkan kenyamanan burung walet terganggu saat berada di dalam sarangnya. Sedangkan lantai yang terbuat dari dak beton sangat awet, tidak menimbulkan getar pada papan sirip, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatannya. Lantai satu dengan lantai yang lainnya pada rumah burung walet A, B, C dan D dihubungkan oleh tangga dengan bahan yang berbeda. Rumah burung walet A, C dan D menggunakan tangga portable yang terbuat dari bambu dan kayu yang hanya digunakan pada saat pengelola memeriksa keadaan ruangan. Sedangkan tangga pada 22

11 rumah burung walet B merupakan tangga permanen yang terbuat dari beton. Rumah burung walet sebaiknya menggunakan tangga portable agar burung yang akan masuk ke lantai lain tidak terhalangi tangga. Selain itu, tangga portable juga dapat mencegah pencurian sarang burung walet pada setiap lantai karena pencuri tersebut akan kesulitan untuk mencapai lantai satu dengan lantai lainnya. Dinding Rumah Burung Walet Dinding pada rumah burung walet A, B, C dan D menggunakan bata merah sebagai bahan pembuatnya. Penggunaan bata merah sebagai bahan pembuat dinding dikarenakan bata merah memiliki poripori sehingga mampu meredam panas, menstabilkan suhu dan kelembaban ruangan (Mardiastuti et al., 1998). Warna dinding rumah burung walet A dan B adalah putih (dikapur), sedangkan dinding rumah burung walet C dan D berwarna semen (abuabu tanpa dikapur) (Gambar 9). Pengapuran pada dinding rumah burung walet bertujuan untuk menghindari masuknya binatang pengganggu kedalamnya, seperti semut, kecoak dan cicak. (a) (b) (c) Gambar 9. Warna Dinding pada Rumah Burung Walet: (a) Rumah Burung Walet A, (b) Rumah Burung Walet B, (c) Rumah Burung Walet C dan (d) Rumah Burung Walet D (d) 23

12 Ketebalan dinding pada keempat rumah burung walet yang diamati berbeda satu sama lain. Dinding pada rumah burung walet A dan D memiliki ketebalan yang berbeda antara lantai satu dengan lantai lainnya. Dinding di lantai satu pada rumah burung walet A memiliki ketebalan 100 cm, sedangkan dinding di lantai dua memiliki ketebalan 15 cm. Dinding di lantai satu pada rumah burung walet D memiliki ketebalan 70 cm, sedangkan dinding di lantai dua dan tiga memiliki ketebalan 30 cm. Dinding pada rumah burung walet B dan C memiliki ketebalan masingmasing 40 dan 20 cm. Menurut Mardiastuti et al. (1998), dinding yang dibuat lebih tebal pada lantai satu bertujuan untuk mencegah pencurian sarang burung walet dengan cara membobolnya dan juga untuk menjaga iklim mikro di dalam rumah burung walet lebih stabil. Atap Rumah Burung Walet Rumah burung walet pada umumnya menggunakan genteng sebagai bahan atap, kecuali pada rumah burung walet D menggunakan atap yang terbuat dari dak beton. Penggunaan genteng sebagai bahan atap dikarenakan genteng memiliki poripori sehingga suhu di dalam ruangan menjadi lebih sejuk. Namun pada rumah burung walet A, penggunaan genteng sering menyebabkan kebocoran sehingga genteng yang retak diganti dengan asbes. Kebocoran atap genteng tersebut membuat air hujan merembes ke dalam rumah dan membuat papan sirip basah sehingga sarang banyak yang jatuh dan tidak ditempati oleh burung walet. Selain itu, papan sirip juga menjadi tidak tahan lama, berjamur dan harus sering diganti. Atap pada rumah burung walet A dan B memiliki kemiringan 30 o (Gambar 5 dan 6), sedangkan kemiringan atap pada rumah burung walet C adalah 45 o (Gambar 7). Menurut Mardiastuti et al. (1998), penggunaan genteng dengan kemiringan yang tajam di dalam rumah burung walet baik digunakan di daerah panas karena akan membuat rumah tersebut memiliki udara sejuk dengan sirkulasi yang baik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap iklim mikro, rumah burung walet D dengan atap dak beton memiliki kondisi suhu yang lebih stabil (28,60±0,61 o C). Hal ini dikarenakan pada atap burung walet D terdapat kolam air (Gambar 8) yang dapat berfungsi meredam panas matahari dan membuat iklim mikro di dalamnya lebih stabil. Sedangkan menurut Mardiastuti et al. (1998), kemiringan atap yang baik pada rumah burung walet adalah >30 o. 24

13 Penggunaan Ruangan pada Rumah Burung Walet Pembagian ruang pada rumah burung walet menurut Mardiastuti et al. (1998) terdiri dari roving area, roving room dan nesting room. Rumah burung walet A, B, C dan D memiliki roving area yang terletak di depan lubang masuk burung walet. Ukuran roving area sulit ditentukan, tetapi di depan pintu burung walet harus tersedia lahan kosong setidaknya 4 x 4 x 4 m 3 tanpa terhalangi pohon atau tiang listrik yang bertujuan untuk memudahkan burung walet berputarputar sebelum memasuki rumah burung walet (Mardiastuti et al.,1998). Roving area pada salah satu lubang masuk burung di rumah burung walet D terhalang oleh pohon petai (Parkia speciosa) (Gambar 9 d). Hal tersebut harus dihindari dengan cara menebang bagian pohon yang menghalangi lubang masuk burung walet tersebut. Roving room dan nesting room hanya terdapat di dalam rumah burung walet D (Gambar 8). Roving room tersebut berjumlah satu ruang yang berukuran 3 x 8,45 x 9,9 m 3. Roving room berfungsi sebagai tempat peralihan dari suasana terang menjadi gelap atau sebaliknya (pada saat burung keluar dan masuk ruangan), tempat anakan belajar terbang sebelum meninggalkan sarang dan sering digunakan sebagai tempat burung seriti membuat sarang. Nesting room di rumah burung walet D berjumlah lima ruang yang terletak di lantai dua dan tiga serta berukuran 1,8 x 1,8 m 2, masingmasing berjumlah tiga dan dua ruang. Menurut Mardiastuti et al. (1998), nesting room berfungsi menciptakan suasana yang lebih gelap di dalam rumah burung walet Pembagian ruang di dalam rumah burung walet ini dapat membuat kondisi ruangan tersebut sesuai dengan habitat asli walet di dalam gua sehingga burung walet dapat lebih nyaman tinggal dan bersarang didalamnya. Hal ini dibuktikan dengan populasi burung walet yang cukup banyak pada rumah burung walet D (Tabel 9). Pintu Masuk Manusia Setiap rumah burung walet yang diamati memiliki satu pintu masuk untuk manusia. Pintu masuk pada rumah burung walet A, B dan C terdapat di dalam ruangan, sedangkan pada rumah D, pintu masuk terdapat di luar ruangan yang terletak di belakang rumah pengelola. Pintu masuk manusia pada rumah burung walet A, B, C dan D memiliki karakteristik yang berbeda (Gambar 10). 25

14 (a) (b) (c) (d) Gambar 10. Pintu Masuk Manusia pada Rumah Burung Walet: (a) Pintu Baja Ganda dengan Kunci Perancis (Rumah Burung Walet A), (b) Pintu Besi Satu Lapis (Rumah Burung Walet B), (c) Pintu Kayu Ganda (Rumah Burung Walet C) dan (d) Pintu Baja Beton (Rumah Burung Walet D) Pintu masuk pada rumah burung walet A merupakan pintu ganda yang terbuat dari baja dan berukuran 1,8 x 1 m. Rumah burung walet B memiliki pintu masuk dengan ukuran 2 x 1 m yang terbuat dari besi satu lapis dan dilengkapi dengan electric alarm. Pintu masuk pada rumah burung walet C terbuat dari kayu ganda dengan ukuran 2 x 1 m. Sedangkan pintu masuk pada rumah burung walet D terbuat dari baja yang dilapisi beton dan berukuran 1,7 x 0,7 m. Pintu yang terbuat dari besi dan beton bertujuan untuk mencegah pencurian sarang burung walet dan dapat menjaga kestabilan iklim mikro. Namun, biaya untuk pembuatan pintupintu tersebut mahal. Sedangkan pintu yang terbuat dari papan kayu membutuhkan biaya yang murah, tetapi kurang dapat menjaga kestabilan iklim mikro di dalamnya. 26

15 Lubang Masuk Burung Walet Rumah burung walet A, C dan D memiliki lubang masuk burung walet sebanyak dua buah yang terletak di lantai dua (pada rumah burung walet A) dan di lantai tiga (pada rumah burung walet C dan D). Sedangkan pada rumah burung walet B hanya memiliki satu lubang masuk burung walet pada lantai dua yang terhalangi tembok setinggi atap (Gambar 11). (a) (b) Gambar 11. Tembok Lubang Masuk Burung pada Rumah Burung Walet B: (a) Rumah Burung Walet B Tampak Samping dan (b) Pintu Masuk Rumah Burung Walet B Tembok pada lubang masuk burung walet tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang cahaya yang masuk dan disesuaikan dengan cara burung terbang saat memasuki dan keluar rumah. Menurut Mardiastuti et al. (1998), pada saat memasuki rumah burung walet, burung walet meluncur dan sedikit menjatuhkan diri, sebaliknya pada saat akan meninggalkan sarang, burung tersebut akan menjatuhkan diri terlebih dahulu dan kemudian meluncur terbang setelah berputarputar beberapa saat. Kondisi lubang burung walet ini berbeda dengan lubang burung walet pada umumnya yang terbuka dan memberikan ruang gerak yang bebas bagi burung walet memasuki rumah. Namun, lubang masuk burung walet yang terhalangi tembok justru disukai burung walet. Hal ini terlihat dari banyaknya burung walet yang memasuki rumah dan berputarputar di sekitar pintu burung walet yang kemudian akan memasuki rumah tersebut dengan cara meluncur. Berdasarkan pola terbang burung walet tersebut, lubang masuk yang paling sesuai untuk burung walet adalah yang terhalang oleh tembok. Hal ini juga terbukti dari banyaknya populasi burung walet yang terdapat pada rumah burung walet B (Tabel 9). 27

16 Kedua lubang masuk burung walet pada rumah burung walet A dan C berdekatan, sedangkan kedua lubang masuk burung walet pada rumah burung walet D terletak pada sisi kanan dan kiri bangunan. Berdasarkan hasil pengamatan pada rumah burung walet A dan C, terlihat bahwa kedua lubang masuk burung walet tersebut sering dilewati. Sedangkan pada rumah burung walet D, lubang masuk burung walet yang sering dilewati adalah lubang yang terletak pada sisi kanan atas roving room, padahal di depan lubang masuk burung walet tersebut terhalang pohon petai. Hal ini dikarenakan pada saat burung walet akan memasuki rumahnya, burung tersebut akan berputarputar untuk mencari serangga pakan terlebih dahulu sedangkan serangga banyak terdapat pada area bervegetasi. Selain itu, pada lantai dasar roving room terdapat tumpukan pellet yang dapat menyebabkan serangga banyak terdapat disekitarnya. Lubang masuk burung walet pada rumah burung walet A, B, C dan D berbentuk kotak dengan masingmasing ukuran adalah 70 x 15 x 15 cm 3, 50 x 20 x 40 cm 3, 40 x 20 x 20 cm 3 dan 30 x 20 x 70 cm 3. Arah lubang masuk burung walet yang diamati menghadap selatan (rumah A), barat (rumah B) dan utara (rumah C dan D) (Gambar 5, 6, 7 dan 8). Lubang masuk burung walet seharusnya tidak dibuat menghadap pada arah datangnya sinar matahari (timur dan barat) karena dapat menyebabkan cahaya masuk secara langsung dan mempengaruhi keadaan habitat mikro rumah burung walet tersebut sehingga intensitas cahaya tidak 0 atau tidak gelap total. Sirip dan Tata Letaknya pada Rumah Burung Walet Langitlangit di dalam rumah burung walet dibuat petakpetak dengan dibatasi tembok untuk menempatkan papanpapan sirip. Papanpapan sirip tersebut berfungsi sebagai tempat peletakan sarang burung walet. Bahan yang digunakan untuk sirip adalah kayu jati karena kayu tersebut dinilai lebih tahan lama dan memiliki kualitas baik (tidak cepat ditumbuhi jamur). Petak pada langitlangit rumah burung walet A, B dan D berukuran 3 x 3 m 2, sedangkan pada rumah burung walet C berukuran 2,5 x 2,5 m 2. Papan kayu yang digunakan berukuran lebar 1215 cm dengan ketebalan 12 cm dan jarak antar sirip 2030 cm. Langitlangit dengan ukuran petak lebih besar akan lebih baik karena dapat menampung jumlah papan sirip yang lebih banyak. Sedangkan papan kayu yang lebih lebar dapat membuat burung walet 28

17 lebih leluasa saat membentuk sarangnya. Ketebalan papan sirip yang baik adalah 2 cm karena menurut Mardiastuti et al. (1998), sirip yang terlalu tipis akan mudah bergetar pada saat burung walet hinggap sehingga menyebabkan burung walet merasa terganggu keamanannya. Sistem sirip digunakan bertujuan untuk meningkatkan jumlah sarang dengan memperbanyak lokasi bersarang bagi burung walet (Taufiqurohman, 2002). Selain itu, sistem sirip juga dapat menentukan bentuk sarang burung walet sehingga mempengaruhi kualitas sarang yang dihasilkan. Pada umumnya, burung walet menyukai tempat bersarang pada bagian pojok sirip, namun sarang yang terbentuk memiliki kualitas yang rendah sehingga pada pojok sirip di keempat rumah burung walet yang diamati ditempatkan papan penyangga (Gambar 12) sehingga dapat menghasilkan sarang oval yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan sarang pojok. (a) (b) Gambar 12. Papan Sirip di dalam Rumah Burung Walet A: (a) Penempelan Sarang pada Badan Sirip dan (b) Penempelan Sarang pada Pojok Sirip dengan Papan Penyangga Posisi sirip terhadap lubang masuk burung walet dapat mempengaruhi pencahayaan pada tempat burung walet membuat sarang. Berdasarkan hasil pengamatan pada rumah burung walet A, B, dan C, posisi sirip terhadap lubang masuk burung walet adalah vertikal (tegak lurus), sedangkan pada rumah burung walet D horizontal terhadap lubang masuk burung walet (sejajar). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah sarang burung walet (Tabel 8), pada rumah burung walet D dengan posisi sirip sejajar terhadap lubang masuk burung walet memiliki jumlah sarang yang tinggi. Kondisi ini tidak sesuai dengan pernyataan Mardiastuti et al. (1998), yaitu posisi sirip yang sejajar terhadap lubang masuk burung walet dan 29

18 searah dengan arah datangnya sinar matahari akan menyebabkan sinar masuk dan menyebar secara merata di seluruh sisi sirip sehingga kondisinya menjadi terang dan tidak disukai burung walet. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain yang mendukung burung walet untuk tinggal dan bersarang di dalamnya, seperti kondisi iklim mikro yang cukup stabil (suhu 28,60±0,61 o C, kelembaban 85,61±3,47% dan intensitas cahaya 0 lux), pembagian ruang yang jelas (terdapat roving room dan nesting room), dan pengelolaannya yang baik (penyediaan serangga pakan tambahan dan penyemprotan pipa sprayer). Kolam Air pada Rumah Burung Walet Rumah burung walet A memiliki tiga kolam air didalamnya yang berukuran 3,5 x 3 m 2 dengan kedalaman 20 cm. Dua kolam air yang berada di dalam rumah burung walet tersebut terletak di lantai satu, sedangakan di lantai dua terdapat satu kolam air dengan 58 buah tempayan air yang terbuat dari tanah liat (Gambar 13 a). Rumah burung walet B memiliki dua kolam air yang terdapat di lantai satu dan berukuran 6 x 6 m 2 dengan kedalaman 0,6 m. Kolam air di dalam rumah burung walet C sebagian besar menutupi lantai. Terdapat lima petak kolam air pada lantai dua yang masingmasing berukuran 2,5 x 2,5 m 2 dan 10 kolam air dengan ukuran 2,5 x 0,8 m 2. Jalan selebar 14 cm dengan ketinggian 12 cm dari dasar kolam menjadi pembatas pada setiap bagian kolam air tersebut. Sedangkan pada lantai tiga hanya terdapat satu bak penampung air yang terletak memanjang dan dilengkapi dengan 100 buah tempayan yang terbuat dari plastik yang diisi air sebagai pengganti kolam (Gambar 13 b). Tempayan yang terbuat dari tanah liat lebih baik digunakan di dalam rumah burung walet dibandingkan dengan tempayan yang terbuat dari plastik. Tempayan tanah liat memiliki poripori yang lebih memudahkan penguapan air dibandingkan dengan tempayan plastik. Rumah burung walet D memiliki tiga kolam air yang terlatak pada masingmasing lantai dan mengelilingi ruangan. Kolam air tersebut berukuran 10,25 x 0,7 x 0,4 m 3. Selain itu, pada atap rumah burung walet D juga terdapat kolam air yang berukuran 9 x 6 x 0,6 m 3. Taufiqurohman (2002) menyatakan bahwa kolam air pada atap berfungsi sebagai tempat burung mencari pakan, minum, mandi dan tempat penampung air. Selain itu, kolam air yang dibuat di atap bertujuan meredam panas radiasi matahari pada siang hari. Pembuatan kolam air di dalam rumah burung walet 30

19 bertujuan untuk menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban di dalam rumah tersebut. (a) (b) Gambar 13. Tempayan Air pada Rumah Burung Walet: (a) Tempayan Tanah Liat pada Rumah Burung Walet A dan (b) Tempayan Plastik pada Rumah Burung Walet C Lubang Udara Sirkulasi udara di dalam rumah burung walet dapat dijaga melalui pembuatan lubanglubang udara. Lubang udara pada rumah burung walet A, B, C dan D masingmasing berjumlah 56, 97, 52 dan 90 buah dengan diameter 1 inc, kecuali pada rumah burung walet B (diameter 2 inc). Lubang udara pada rumah burung walet B dan D ditutupi dengan ram kawat (Gambar 14 a). Pemasangan ram kawat ini bertujuan untuk menghindari masuknya binatangbinatang pengganggu. Sedangkan lubang udara pada rumah burung walet A dan C dibuat dengan menambahkan pipa L yang menghadap ke arah bawah (Gambar 14 b) yang terletak pada dinding dalam untuk mengurangi bias cahaya yang masuk. Menurut Ibrahim et al. (2009), penambahan pipa L pada lubang udara lebih baik digunakan di dalam rumah burung walet karena dapat mencegah masuknya cahaya matahari secara langsung. Jumlah lubang udara yang banyak (97 buah) dengan diameter yang besar (2 inc) seperti pada rumah burung walet B dapat berpengaruh terhadap iklim mikro di dalamnya menjadi kurang stabil. Hal ini dikarenakan peluang masuknya udara dari luar ruangan menjadi besar sehingga kondisi suhu dan kelembaban di dalamnya akan dipengaruhi kondisi suhu dan kelembaban udara di luar ruangan. 31

20 (a) Gambar 14. Lubang Udara: (a) Lubang Udara dengan Ram Kawat pada Rumah B dan D dan (b) Lubang Udara dengan Pipa L Tanpa Ram Kawat pada Rumah A dan C Pipa Sprayer dan Ketersediaan Air di Dalam Rumah Burung Walet Pipa sprayer terdapat pada rumah burung walet A, B dan D yang terbuat dengan melubangi pipa yang memiliki diameter ½ inc. Pipa sprayer pada rumah burung walet A terdapat tiga buah yang terletak di lantai satu dan lantai dua serta satu buah pipa menempel pada dinding luar. Pipa sprayer pada rumah B terdapat di lantai satu dan dua, sedangkan pada rumah burung walet D di lantai satu, dua dan tiga. Pengoperasian pipa sprayer di rumah burung walet A hanya dilakukan saat musim kemarau. Pengoperasian pipa sprayer pada rumah burung walet B adalah dua kali sehari masingmasing selama satu jam, yaitu pada jam dan WIB, sedangkan pada rumah D dioperasikan satu kali sehari pada jam WIB. Pemasangan pipapipa yang dilubangi sebagai sprayer yang terdapat di dalam rumah burung walet merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kelembaban di dalam rumah burung walet tersebut (Sawitri, 2007). Namun, pada rumah burung walet B yang mengoperasikan sprayer tersebut dua kali sehari justru memiliki nilai kelembaban harian yang rendah (62,29±2,48). Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet B yang memiliki ukuran bangunan paling besar (Tabel 3) hanya memiliki dua buah kolam air di lantai satu yang menyebabkan kelembaban di dalamnya menjadi rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kelembaban di dalamnya seperti penyesuaian jumlah air yang dibutuhkan dengan volume rumah burung walet B tersebut (Tabel 4). (b) 32

21 Tabel 4. Ketersediaan Air dan Perkiraan Jumlah Air yang Seharusnya Disediakan di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D Komponen Rumah Burung Walet A B C D Volume Rumah (m 3 ) ,76 499, ,51 Ketersediaan Air (liter) 248, ,80 393,60 Perkiraan jumlah air yang harus disediakan* (liter) Perkiraan jumlah kolam air yang harus disediakan* (buah) ,38 249,54 520, Keterangan: *Asumsi: setiap 200 m 3 volume rumah burung walet memerlukan sekitar 100 liter air dalam bak terbuka 2,5 m 3. Tabel 4 menunjukkan ketersediaan air dan perkiraan jumlah air yang harus disediakan di dalam rumah burung walet A, B, C dan D. Ketersediaan air di rumah burung walet A telah mencukupi kebutuhan jumlah air yang harus tersedia, sedangkan rumah burung walet B, C dan D masih harus menambah jumlah ketersediaan air di dalamnya. Penambahan jumlah air di dalam rumah burung walet B, C dan D dapat dilakukan dengan menempatkan tempayan atau penambahan jumlah kolam air di dalamnya. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan pengoperasian pipa sprayer. Ketersediaan air pada rumah burung walet B masih sangat kurang (387,38 liter) dibandingkan dengan jumlah air yang harus disediakan sehingga menyebabkan kelembaban di dalamnya rendah (62,29±2,48%). Menurut Taufiqurohman (2002), naiknya kelembaban dan suhu disebabkan adanya kolam di lantai dalam rumah yang menyebabkan penguapan air dari kolam tersebut. Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet Habitat makro burung walet adalah daerah tempat burung walet mencari pakan dan minum. Habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup burung walet karena serangga pakan burung walet bergantung pada kondisi habitat makronya yang terdiri dari area bervegetasi dan berair. Menurut Mardiastuti et al. (1998), burung walet menempati berbagai tipe habitat untuk mencari pakan, yaitu pesawahan, padang rumput, hutanhutan terbuka, pantai, danau, sungai dan rawa. 33

22 Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah Burung Walet Rumah burung walet A, B, C dan D yang diamati memiliki kondisi lingkungan makro yang berbeda. Kondisi tersebut diperlihatkan pada Tabel 5, sedangkan tata letak rumah burung walet dalam kaitannya dengan lingkungan makro ditunjukkan pada Gambar 15. Tabel 5. Kondisi Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis Rumah Burung Walet A B C D Tipe Habitat Persawahan Hutan Sungai Kebun Pemukiman Persawahan Sungai Pantai Jenis Vegetasi Padi (Oryza sativa) Akasia (Acacia mangium) Jati (Tectona grandis) Mahoni (Swietenia mahaagoni) Akasia (Acacia mangium) Kayu Putih (Melaleuca lecadendra) Singkong (Manihot utilissima) Mangga (Mangifera indica) Akasia (Acacia mangium) Mangga (Mangifera indica) Akasia (Acacia mangium) Padi (Oryza sativa) Petai (Parkia speciosa) Mangga (Mangifera indica) Tumbuhan Ceriops Jarak dari Rumah Burung Walet (km) 24 0,0050, ,007 0,0100,500 0,0100,050 0,0030, , ,006 0,0100,

23 Gambar 15. Tata Letak Rumah Burung Walet dalam Kaitannya dengan Lingkungan Makro 35

24 Rumah burung walet A berada di kawasan pemukiman, namun masih dekat dengan persawahan (24 km). Rumah burung walet B berada di kawasan kebun singkong dan terdapat pepohonan di sekitarnya. Sedangkan rumah burung walet C berada di kawasan pemukiman dan hanya terdapat pohon mangga dan akasia. Rumah burung walet D berjarak 14 meter dari persawahan dan terdapat beberapa pohon petai dan mangga di sekitarnya. Kawasan sungai dan pantai berada pada jarak 714 km dan 23 km dari rumah burung walet D. Sedangkan kawasan hutan berada di selatan Kecamatan Haurgeulis (Gambar 15) yang berjarak 521 km. Mardiastuti et al. (1998) menyatakan bahwa burung walet dapat menjangkau daerah dengan jarak mencapai 23 km tersebut karena kemampuannya menjelajahi home range dengan radius 2540 km dan dapat terbang terusmenerus selama 40 jam. Secara umum, Kecamatan Haurgeulis terdiri dari ha kawasan persawahan dan 204 ha kebun (masingmasing 65,71% dan 3,35% dari total luasan lahan Kecamatan Haurgeulis) (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Kecamatan Haurgeulis juga dikelilingi 4.753,55 ha hutan jati (Tectona grandis) yang terletak di Kecamatan Gantar, Cikandung, dan Tamansari (BKPH Haurgeulis, 2011). Pada kawasan hutan jati, terdapat jenis vegetasi lain, seperti Akasia (Acacia mangium), Mahoni (Swietenia mahagoni), Kesambi (Schleichera oleosa) dan Kayu Putih (Melaleuca leucadendra). Selain itu, Kecamatan Haurgeulis dilalui sungai Cipunagara yang berjarak 57 km dan laut (Pantura) yang berjarak 24 km dari rumah burung walet A (Gambar 16). (a) (b) Gambar 16. Area Perairan: (a) Sungai Cipunagara dan (b) Garis Pantai Utara 36

25 Kawasan vegetasi yang cukup luas di Kecamatan Haurgeulis sangat memungkinkan tersedianya serangga sebagai pakan burung walet di daerah tersebut. Daerah perairan juga merupakan tempat burung walet mencari pakan serangga, minum dan mandi. Menurut Mardiastuti et al. (1998), tempattempat yang mampu menyediakan serangga pakan burung walet adalah tempat yang ditumbuhi banyak vegetasi dan tempat berair. Namun pada saat penelitian berlangsung, lahan sawah dan ladang di Kecamatan Haurgeulis dalam kondisi kering karena sedang musim kemarau dan sebagian besar persawahan merupakan sawah tadah hujan (Gambar 17 a). Hutan di kawasan Haurgeulis juga tidak rindang yang disebabkan hutan jati tersebut telah mengalami penebangan dan sedang dalam tahap peremajaan sehingga pohonpohon jati belum cukup tinggi (Gambar 17 b). Beberapa sumber air seperti sungaisungai kecil yang mengalir di kawasan Haurgeulis, tegalan, serta waduk buatan juga hampir mengering. Selain itu, pohonpohon tinggi di kawasan tersebut juga semakin berkurang yang menyebabkan burung walet sudah jarang ditemui. Kondisi habitat makro di Kecamatan Haurgeulis tersebut menyebabkan serangga pakan burung walet semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan banyaknya burung walet yang tidak lagi menempati rumahrumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis dan pada akhirnya berdampak pada pengurangan produksi sarang burung walet secara drastis di wilayah tersebut. (a) (b) Gambar 17. Tipe Habitat di Kecamatan Haurgeulis: (a) Area Sawah Tadah Hujan dan (b) Peremajaan Hutan Jati Arah Angin dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Burung Walet Mencari Pakan Burung walet mencari pakan secara soliter, namun seringkali juga terlihat terbang secara berkelompok (Gambar 18). Menurut Mardiastuti et al. (1998), burung 37

26 walet sering dijumpai berkumpul mencari pakan di tempat yang sama karena serangga pakan burung walet seringkali terdapat dalam suatu kumpulan yang besar. (a) (b) Gambar 18. Tempat Burung Walet Mencari Pakan Secara Berkelompok: (a) Tegalan dan (b) Pohon Akasia (Acacia mangium) Burung walet keluar dari rumahnya untuk mencari pakan pada pagi hari (pukul ) dan kembali lagi ke rumah burung walet pada sore hari menjelang malam ( ) (Gambar 19). Pagi hari pukul , pada saat angin bertiup ke arah selatan, banyak burung walet ditemui di sekitar rumahnya dan berada di tegalan yang berjarak 6 km dari rumah burung walet D. Pukul burung walet banyak ditemui di daerah pantai (pantura) yang berjarak 23 km dari rumah burung walet D. Siang hari (pukul ) saat angin bertiup ke barat, banyak burung walet terlihat di sawah (jarak 3 km dari rumah burung walet C), sungai (jarak 6 km dari rumah burung walet A) dan sangat banyak bergerombol di atas pohon Akasia (Acacia mangium) (jarak 4 km dari rumah burung walet C). Sedangkan menjelang sore (pukul ), burung walet banyak terlihat di hutan jati yang terdapat aliran sungai Cipunagara yang berjarak 7 km dari rumah burung walet A. Sore menjelang malam (pukul 18.00), pada saat angin bertiup ke utara, burung walet telah banyak berterbangan di masingmasing area rumah burung walet. Namun, pada saat cuaca mendung atau setelah hujan turun, burung walet banyak terlihat berterbangan di sekitar rumahnya. 38

27 Gambar 19. Skema Aktivitas Burung Walet Mencari Pakan pada Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet 39

28 Berdasarkan hasil penelitian, arah angin tidak mempengaruhi arah terbang burung walet. Namun pada saat arah angin berlawanan dengan arah terbang burung, terbang burung walet tersebut menjadi tidak stabil. Menurut Campbell et al. (2004), gelombang udara pada umumnya menghasilkan arus yang memiliki daya angkat untuk burung, sehingga burung dapat terbang dengan cara membumbung atau meluncur dalam hembusan angin. Kondisi Iklim Mikro di Dalam Rumah Burung Walet Hasil pengukuran suhu, kelembaban harian dan intensitas cahaya di dalam rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Suhu, Kelembaban Harian dan Intensitas Cahaya di Dalam Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat a Parameter Rumah Burung Walet A B C D Rataan Rataan suhu (T) 28,06±1,34 30,85±0,63 26,41±0,72 28,60±0,61 28,44±2,24 harian ( o C) b T min ( o C) 26,10 30,03 25,35 27,70 27,30±2,07 T maks ( o C) 29,73 31,98 27,50 29,25 29,62±1,84 Rataan Kelembaban (Rh) harian (%) b 77,32±5,78 62,29±2,48 86,54±4,98 85,61±3,47 77,94±11,23 Rh min (%) 69,50 59,00 77,75 83,25 72,38±10,56 Rh maks (%) 85,50 65,00 92,00 93,25 83,94±13,07 Intensitas cahaya (lux) Lantai 1 Lantai 2 Lantai Keterangan: a selama tujuh hari pengamatan b pengukuran dilakukan di lantai satu pada rumah burung walet A, B, dan D, serta di lantai tiga pada rumah burung walet C (yang terdapat sarang burung waletnya). Suhu dan Kelembaban di Dalam Rumah Burung Walet Rataan suhu dan kelembaban di dalam rumah burung walet A, B, C dan D berfluktuasi (Gambar 20 dan 21)

29 Gambar 20. Grafik Rataan Suhu Harian di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D Gambar 21. Grafik Rataan Kelembaban Harian di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D Suhu optimum untuk rumah burung walet menurut Sofwan dan Winarso (2005) adalah berkisar 2729 o C dengan kelembaban 7095%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rumah burung walet A dan D telah mencapai suhu dan kelembaban optimum yang dibutuhkan oleh burung walet. Namun, rumah burung walet B memiliki kisaran suhu di atas (2,453,25 o C) suhu optimum dengan kelembaban yang lebih rendah (10,1930,23%) daripada kelembaban optimum. Hal ini disebabkan kurangnya sumber air di dalam rumah tersebut, yaitu hanya terdapat 41

30 dua kolam air yang terletak di lantai satu (Gambar 6). Sedangkan kisaran suhu rumah burung walet C lebih rendah (1,311,87 o C) dari suhu optimum yang dikarenakan kondisi lantai di dalamnya sebagian besar terdiri dari kolam air (Gambar 7). Pengelola rumah burung walet yang diamati telah melakukan upayaupaya untuk mengatur suhu dan kelembaban di dalamnya (Tabel 7). Namun, masih terdapat kekurangan dalam pengelolaannya, seperti kurangnya penyesuaian antara kebutuhan air dalam kolam yang harus disediakan dengan luas bangunan (Tabel 4) sehingga suhu dan kelembaban di dalam rumah burung walet yang diamati belum stabil. Tabel 7. Upaya Penstabilan Suhu dan Kelembaban Rumah Burung Walet No Upaya yang Dilakukan Bahan bangunan Dinding (bata merah) Atap (genteng) Arah gedung tidak menghadap timur atau barat Ketinggian rumah burung walet (lebih dari 2 meter pada setiap lantai) Penggunaan sekam atau kulit kerang Penempatan kolam/tempayan Penyediaan sprayer Rumah Burung Walet A B C D Menurut Mardiastuti et al. (1998), upaya penstabilan suhu dan kelembaban dapat dilakukan melalui: (1) pemilihan bahan bangunan (dinding terbuat dari bata dan atap terbuat dari genteng), (2) penentuan arah gedung sehingga dapat mengurangi panas matahari yang dapat meningkatkan suhu dalam ruangan, (3) penentuan disain rumah burung walet yang dibuat cukup tinggi agar sirkulasi udara baik, (4) penggunaan sekam atau kulit kerang pada bagian plafon, (5) penempatan kolam atau tempayan berisi air di dalam rumah burung walet, dan (6) penyediaan dan penggunaan sprayer di dalam rumah. Pengaturan iklim mikro di dalam rumah burung walet sangat penting dilakukan oleh pengelola agar dapat menciptakan kondisi ruangan yang dibutuhkan oleh burung walet seperti di habitat aslinya (di dalam gua). Pengaturan iklim mikro tersebut dikontrol dengan alat bantu, seperti thermohygrometer (alat pengukur suhu dan kelembaban) dan lightmeter (alat 42

31 pengukur intensitas cahaya). Rumah burung walet yang memiliki thermohygrometer adalah rumah burung walet A dan B tetapi kondisinya sudah tidak dapat difungsikan. Sedangkan lightmeter tidak ditemukan di rumah burung walet A, B, C dan D. Intensitas Cahaya di Dalam Rumah Burung Walet Intensitas cahaya rumah burung walet A, B, C, dan D adalah 0 lux, kecuali di lantai dua pada rumah burung walet A yang mencapai 7 lux (Tabel 5). Menurut Francis (1987), intensitas cahaya yang disukai oleh burung walet adalah 0 lux (gelap total). Nilai intensitas cahaya di lantai dua rumah burung walet A yang mencapai 7 lux (Tabel 5) dikarenakan terdapat dua lubang masuk burung walet yang berdekatan dengan jarak 30 cm dan memiliki ukuran 70 x 15 x 15 cm 3 sehingga kondisinya terang. Dinding yang tebal, seperti pada rumah burung walet B dan D (4070 cm) dapat mempengaruhi kondisi cahaya di dalam rumah burung walet tersebut. Hal ini dikarenakan terowongan pada lubang masuk burung walet lebih panjang sehingga cahaya yang masuk hanya sampai pada terowongan tersebut. Dinding pada rumah burung walet C yang memiliki ketebalan 20 cm dipasang karung goni dengan jarak satu meter dari lubang masuk burung walet yang bertujuan menghalangi cahaya. Mardiastuti et al. (1998) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kondisi rumah dengan intensitas cahaya 0 lux dapat dilakukan dengan cara: (1) menutup permanen semua pintu dan jendela bagi rumah burung walet yang berasal dari bangunan tua, (2) menempatkan pintu burung walet di bagian utara atau selatan, (3) meminimalkan jumlah lubang, (4) meminimalkan ukuran lubang masuk burung walet, (5) menempatkan kotak kayu tepat di dalam lubang masuk untuk mengarahkan cahaya yang masuk pada suatu titik tertentu, dan (6) menempatkan karung goni di depan pintu burung walet agar cahaya yang masuk tertahan karung. Populasi dan Jumlah Sarang Burung Walet Burung yang bersarang dan menempati rumah burung walet A, B, C dan D adalah burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) (Gambar 22 a). Sedangkan burung seriti (Collocalia esculenta linchi) (Gambar 22 b) hanya terdapat di dalam rumah burung walet A. Keberadaan burung tersebut terlihat dengan adanya tiga keping sarang seriti yang menempel pada sirip tepat di depan lubang masuk burung walet. 43

32 Tungging berwarna coklat cerah Perut berwarna putih (a) Gambar 22. Burung Penghuni Rumah Burung Walet: (a) Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan (b) Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi) (MacKinnon, 1995) Perbedaan antara burung walet dan burung seriti menurut MacKinnon (1995) ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Perbedaan Antara Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi) Karakteristik Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Morfologi Ukuran 12 cm, warna coklat kehitaman, tungging abuabu pucat, perut coklat Pola terbang Terbang tinggi, sayap lebih kaku, jarang berputarputar rendah. Bahan Pembuat Sarang Tempat peletakan sarang Terbuat sepenuhnya dari air liur burung Di dalam gua atau bangunan rumah dengan kondisi cahaya gelap total. (b) Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi) Ukuran 10 cm, warna hitam kehijauhijauan, perut putih Terbang sangat lemah, berputarputar tidak menentu Terbuat dari lumut, rumput atau tumbhan lainnya dan direkatkan dengan air liur Di mulut gua atau di dekat lubang masuk burung pada bangunan rumah dengan kondisi cahaya agak terang. Sarang burung seriti berbeda dari sarang burung walet (Gambar 23). Menurut MacKinnon (1995), sarang burung walet sepenuhnya terbuat dari air liur, sedangkan sarang burung seriti terbuat lumut, rumput atau tumbuhan lainnya yang direkatkan dengan air liurnya dan dibuat di tempat yang agak terang, seperti di dekat lubang masuk burung. 44

33 (a) (b) Gambar 23. Sarang Burung yang Terdapat di dalam Rumah Burung Walet A: (a) Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan (b) Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi) Perhitungan jumlah sarang dan populasi burung pada rumah burung walet A, B, dan D dilakukan pada keseluruhan bagian rumah. Namun, pada lantai satu rumah burung walet C tidak dilakukan perhitungan sarang karena lantai tersebut tidak difungsikan. Rumah burung walet yang memiliki populasi dan jumlah sarang burung walet tertinggi dan terendah masingmasing pada rumah burung walet B dan C. Hasil pengamatan populasi dan jumlah sarang burung walet di dalam rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Populasi dan Jumlah Sarang Burung Walet a Rumah Burung Walet Jumlah Sarang (unit) Populasi (ekor) b A B C D Keterangan: a Selama tujuh hari pengamatan b Rumus perkiraan populasi burung walet (Mardiastuti dan Mranata, 1996): Populasi = ( sarang x 2) + 25% ( sarang x 2). Asumsi: monogami dan 25% non breeding. 81 Proses Pemanenan Sarang Burung Walet Rumah burung walet A, B, C dan D telah lama berproduksi. Pemanenan sarang dimulai sejak burung walet tinggal dan bersarang di dalamnya, kecuali pada rumah burung walet C pemanenan sarang baru dilakukan satu kali, yaitu pada awal rumah tersebut dibangun dan hingga saat ini panen sarang burung walet belum pernah dilakukan lagi. Hal ini dikarenakan sarang burung walet yang telah terbentuk

34 sengaja tidak dipanen agar populasi burung walet meningkat. Panen sarang burung walet pada umumnya dilakukan setiap 40 hari sekali, tetapi pada musim kemarau panen biasanya dilakukan tiga sampai enam bulan sekali. Hal ini dikarenakan serangga pakan burung walet berlimpah pada musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau, populasi serangga menurun drastis karena area bervegetasi dan perairan tempat berkembang biak serangga mengalami kekeringan. Proses pemanenan sarang burung walet di rumah burung walet A, B, C dan D diperlihatkan pada Gambar 24, 25, 26 dan 27. Setiap 40 hari sekali Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet Sarang berisi anakan burung walet Sarang kosong Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai anakan bisa terbang (45 hari) Sarang berisi satu telur Menunggu sampai telur menjadi dua butir (35 hari) Sarang berisi dua telur Telur diambil dan disimpan pada tempat peletakkan telur Pemanenan sarang burung walet Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Kaki sarang dilepas dengan scraper Sarang disimpan di dalam plastik Sarang dan telur burung walet diambil untuk dijual Gambar 24. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet A 46

35 Setiap 40 hari sekali Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet Sarang berisi anakan burung walet Sarang kosong Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai anakan bisa terbang (45 hari) Telur diambil dan disimpan pada tempat peletakan telur Pemanenan sarang burung walet Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Kaki sarang dilepas dengan scraper Sarang disimpan di dalam ember Sarang dan telur burung walet dibawa untuk dijual Gambar 25. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet B Setiap satu minggu sekali Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet Sarang berisi anakan burung walet Sarang kosong Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai anakan bisa terbang (45 hari) Dibiarkan sampai berisi telur dan menetas serta anakan bisa terbang (80 hari) Menunggu hingga telur menetas dan anakan bisa terbang (60 hari) Tidak dipanen sampai produksi sarang bertambah banyak (budidaya) Gambar 26. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet C 47

36 Setiap 40 hari sekali Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet Sarang berisi anakan burung walet Sarang kosong Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai anakan bisa terbang (45 hari) Menunggu sampai telur menetas dan anakan bisa terbang (60 hari) Pemanenan sarang burung walet Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Kaki sarang dilepas dengan scraper Sarang disimpan di dalam ember Sarang dijual Sarang dikonsumsi Gambar 27. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet D Kegiatan pemanenan sarang dilakukan pada pagi hingga siang hari ( ) pada saat induk burung burung walet tidak sedang berada di dalam ruangan atau sedang mencari pakan. Panen sarang burung walet pada umumnya dilakukan oleh tiga orang yang merupakan orang kepercayaan pemilik rumah burung walet. Alatalat yang digunakan untuk pemanenan sarang burung walet adalah alat penerangan (senter atau lampu), tangga, alat pengikis sarang burung walet (scraper), botol sprayer untuk membasahi kaki sarang burung walet, wadah tempat meletakan sarang dan tempat peletakan telur. Perbedaan proses pemanenan sarang burung walet di rumah A, B, C dan D terletak pada kontrol terhadap sarang yang berisi telur burung walet. Pemanenan sarang pada rumah burung walet A (Gambar 24) adalah sarang yang baru berisi satu butir telur tidak dipanen, sedangkan pada rumah burung walet B (Gambar 25) sarang dipanen tanpa memperhatikan kondisi telur di dalam sarang. Rumah walet C dan D 48

37 (Gambar 26 dan 27) tidak memanen sarang yang terdapat telur di dalamnya. Telur yang terdapat di dalam sarang tersebut dibiarkan hingga menetas sampai anakan dapat terbang. Hal tersebut bertujuan untuk budidaya burung walet agar populasi burung walet di dalam rumah tersebut dapat terus meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan, pola panen yang paling baik dilakukan adalah pada rumah burung walet A. Hal ini dikarenakan pola panen pada rumah burung walet A lebih memperhatikan kelestarian burung walet (dengan tidak mengambil sarang yang baru berisi satu butir telur) dan kualitas sarangnya (mengambil sarang yang telah berisi dua butir telur agar mendapatkan sarang dengan bentuk yang sempurna dan lebih bersih). Kualitas Sarang Burung Walet Pemanenan sarang burung walet hanya dilakukan di rumah burung walet A karena rumah burung walet B, C dan D belum dilakukan pemanenan selama penelitian berlangsung. Bentuk sarang burung walet hasil panen dari rumah burung walet A ditunjukkan pada Gambar 28. Sarang mangkuk memiliki tingkat kebersihan yang paling tinggi karena hanya terdapat sedikit bulu yang menempel. Sedangkan sarang oval lebih bersih daripada sarang sudut karena hanya terdapat sedikit kotoran dan bulu yang menempel. Sarang sudut memiliki tingkat kebersihan sarang yang paling rendah. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kotoran dan bulu yang menempel pada sarang sudut dan warnanya menjadi lebih coklat. Kualitas sarang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya daerah asal, pola panen, musim, kebersihan sarang dan bentuk sarang. Pola panen yang dilakukan pada rumah burung walet A, B, C dan D adalah panen tetasan dan buang telur. Panen buang telur menghasilkan sarang yang bersih dan tebal dengan ukuran memadai. Sedangkan panen tetasan menghasilkan sarang yang kotor dan tebal karena ada bekas anakan menetas dan biasanya terdapat banyak bulu yang menempel pada sarang. Sarang yang dihasilkan pada musim hujan akan berukuran lebih besar dibandingkan hasil sarang pada musim kemarau yang berukuran lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada musim hujan, kandungan air sarang burung walet lebih tinggi. Selain itu, air liur yang disekresikan burung walet lebih banyak karena serangga pakan melimpah pada musim hujan. 49

38 (a) (b) (c) Gambar 28. Berbagai Bentuk Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga): (a) Sarang Mangkuk, (b) Sarang Oval dan (c) Sarang Sudut Bentuk dan kondisi kebersihan dari sarang burung walet yang dihasilkan akan menentukan harga jualnya, seperti diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Harga Jual Sarang Burung Walet di Pengumpul Sesuai dengan Bentuknya Harga Jual ke Pengumpul * Bentuk Sarang (Per kg) Mangkuk (tiga jari) Rp ,00 Rp ,00 Oval Rp ,00 Rp ,00 Sudut Rp ,00 Rp ,00 Patahan Rp ,00 Rp ,00 Remahan Rp ,00 Rp ,00 Keterangan: Harga sarang yang dijual bergantung pada kebersihan dan keutuhan sarang burung walet. * Daftar harga pada pengumpul sarang burung walet di daerah Tangerang (Juli, 2011) Pengelolaan Rumah Burung Walet Pengelolaan rumah burung walet menurut Kepmenhut Nomor 449/Kpts II/1999 adalah upaya pembinaan habitat dan populasi serta pemanfaatan burung walet di habitat alami maupun habitat buatan. Pembinaan habitat burung walet dilakukan dalam bentuk kegiatan pengamanan habitat burung walet dari gangguan hewan, hama dan peyakit serta manusia dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan (ekosistemnya). Pengelolaan rumah burung walet yang dilakukan oleh pengelola meliputi pemikatan burung walet, pengecekan volume air di dalam kolam, pemberantasan binatang pengganggu, dan pemberian serangga sebagai pakan tambahan burung walet yang ditunjukkan pada Tabel

39 Tabel 11. Pengelolaan yang dilakukan oleh Pengelola Rumah Burung Walet A, B, C dan D Pengelolaan Rumah Burung Walet A B C D Pemikatan burung walet Pengecekan volume air di dalam kolam/tempayan Pemberantasan binatang pengganggu Penyediaan serangga sebagai pakan tambahan Pemikatan burung walet hanya dilakukan di rumah burung walet A dan D, yaitu dengan memasang tweeter di samping lubang masuk burung walet dan di dalam ruangan (hanya pada rumah burung walet D). Tweeter tersebut dioperasikan selama 12 jam setiap hari, yaitu pada jam Pengelola rumah walet biasanya melakukan pengecekan volume air di dalam kolam setiap satu minggu sekali pada pukul Batas air yang harus tersedia di dalam kolam adalah ¾ bagian dari kedalaman kolam air tersebut. Binatang pengganggu sering muncul pada rumah burung walet adalah kecoak (Periplaneta americana). Hal ini dikarenakan kondisi di dalam rumah burung walet lembab dan kotor. Pemberantasan kecoak seperti yang dilakukan rumah burung walet D adalah dengan menaburkan racun serangga yang berbentuk crumble di dekat pintu masuk dan di dekat tempat peletakkan campuran pellet dan air. Pemberian serangga pakan tambahan hanya dilakukan oleh pengelola rumah burung walet C dan D. Pengelola rumah burung walet C menggunakan gaplek (potongan singkong kering) sebagai media pertumbuhan serangga. Pemberian gaplek tersebut dilakukan dengan cara ditumpuk didekat pintu masuk burung walet (Gambar 29) dan dilakukan setiap enam bulan sekali. Sedangkan pada rumah burung walet D, pengelola menggunakan pellet pakan yang dicampur dengan air untuk memancing datangnya serangga di dalam rumah tersebut. Campuran pellet dan air tersebut diletakkan di dalam kolam sedalam 40 cm di lantai dasar pada roving room dan di dalam bakbak plastik yang terletak lantai dua (tujuh bak) dan tiga (10 bak) (Gambar 30). Selain itu, pengelola rumah burung walet dapat memberikan serangga pakan 51

40 tambahan dengan cara menangkap serangga dari alam untuk kemudian melepaskannya kembali di dalam rumah burung walet. Lubang masuk burung walet Tumpukan gaplek Gambar 29. Penempatan Gaplek pada Rumah Burung Walet C Tempat peletakan pellet 40 cm Gambar 30. Peletakan Bakbak Berisi Pellet di Rumah Burung Walet D Rumah burung walet yang diamati pada penelitian ini telah berproduksi sejak didirikan. Namun, tidak semua rumah burung walet yang begitu selesai dibangun langsung ditempati oleh burung walet dan burung walet bersarang di dalamnya. Data waktu pendirian rumah, waktu produksi, dan metode yang dilakukan oleh pengelola rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel

41 Tabel 12. Waktu Pendirian Rumah, Waktu Produksi dan Metode Pemikatan Burung Walet yang dilakukan oleh Pengelolanya Rumah Burung Walet Lama Pembuatan Tahun Berdiri Waktu Produksi Pertama Metode Pemikatan BurungWalet A Beli jadi 2000 Penyemprotan dengan cacing sutera yang diblender dan dicampur air di dalam ruangan dan lubang masuk burung walet, pengoperasian tweeter B 2 tahun 1995 Segera setelah dibangun Tidak dilakukan C 2 tahun Penaburan kotoran burung walet pada lantai rumah, pengoperasian tweeter D 1 tahun Penaburan kotoran burung walet pada lantai rumah, pengolesan telur itik pada papan sirip, pengoperasian tweeter Tabel 12 menunjukkan bahwa lamanya burung walet masuk dan bersarang di dalam rumah yang sengaja dibangun sangat bervariasi. Rumah burung walet A pada saat dibeli dalam kondisi kosong, belum ada burung walet di dalamnya. Metode pemikatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan cacing sutera (Glycera dibranchiata) yang dicampur dengan air dan diblender, kemudian disemprotkan pada lubang masuk burung walet dan di seluruh ruangan. Sampai saat ini pengelola rumah burung walet A masih menggunakan tweeter sebagai bentuk pemikatan burung. Tweeter adalah salah satu alat yang digunakan dalam metode pemikatan burung dengan menggunakan rekaman suara burung, biasanya dalam bentuk CD. Lama burung walet menempati rumah dan bersarang di dalamnya adalah tiga bulan setelah pemikatan dilakukan. Burung walet menempati rumah burung walet B segera setelah pembangunan selesai karena pada saat masih dalam tahap pembangunan, di sekitar area bangunan rumah tersebut sudah terdapat banyak burung walet yang terbang. Namun, pada rumah burung walet C dan D, pengelola membutuhkan waktu yang cukup lama (dua 53

42 tahun) untuk memikat burung walet masuk dan menempati kedua rumah tersebut. Bahkan pada rumah burung walet C, burung walet yang bersarang baru ada pada tiga tahun terakhir (tahun 2008). Selama dua tahun setelah dibangun, pengelola rumah burung walet C menggunakan tweeter untuk memancing burung agar datang dan bersarang di rumah tersebut. Upaya yang dilakukan tersebut pun membuahkan hasil sehingga terdapat beberapa pasang burung yang bersarang. Namun, hal itu justru menambah masalah bagi rumah burung walet C karena rumah tersebut sering didatangi burung Tyto alba (Barn Owl) (Gambar 31) yang menyerang burung walet dan memakan anakanaknya sehingga populasi burung walet di rumah burung walet C tersebut tidak berkembang bahkan membuat burung walet yang sebelumnya ada menjadi pergi dan tidak pernah kembali. Sejak saat itu, rumah tersebut tidak berproduksi selama bertahuntahun, dan baru ditempati burung walet lagi sejak tahun 2008 secara alami. Rumah burung walet D tidak berproduksi selama dua tahun sejak dibangun. Sampai saat ini, pada rumah tersebut masih dipasang tweeter sebagai upaya untuk memancing burung walet. Kendala Pengelolaan Rumah Burung Walet Kendala yang dihadapi oleh pemilik rumah burung walet dalam pengelolaannya adalah penurunan produksi sarang burung walet, adanya binatang pengganggu yang terdapat di dalam rumah burung walet, pencurian sarang dan pungutan liar yang harus dibayarkan setiap panennya (Tabel 13). Tabel 13. Kendala Pengelolaan Rumah Burung Walet Rumah Burung Walet Permasalahan A B C D Penurunan produksi sarang Binatang pengganggu Pencurian sarang Pungutan liar Penurunan Produksi Sarang Burung Walet Kecamatan Haurgeulis merupakan sentra produksi sarang burung walet terbesar kedua setelah Pemalang di Indonesia, pada tahun 1995 produksinya 54

43 mencapai kg (Mardiastuti et al., 1998). Produksi sarang burung walet di Kecamatan Haurgeulis dilaporkan mengalami penurunan yang sangat drastis sejak tahun Namun, tidak ada pencatatan khusus mengenai data produksi sarang burung walet pada tahun tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola rumah burung walet, warga, dan aparat desa, tahun 2000 merupakan awal mula terjadinya penurunan produksi sarang burung walet di Kecamatan Haurgeulis. Beberapa rumah burung walet yang menjadi sentra produksi di Haurgeulis sebelum tahun 2000 dapat menghasilkan sarang burung walet 30 kg per panen, namun berangsurangsur mengalami penurunan produksi dan hingga saat ini hanya dapat panen 1 kg sarang burung walet per panen, bahkan beberapa rumah burung walet tidak dapat berproduksi sama sekali. Kondisi ini sangat merugikan pemilik rumah burung walet karena rumah burung walet yang tidak berproduksi masih tetap harus membayar pajak bumi dan bangunan untuk rumah burung walet. Selain itu, pemilik rumahrumah burung walet yang kosong masih harus mengeluarkan biaya untuk perawatannya agar tidak ditempati binatangbinatang yang mengganggu, seperti tikus, kecoa, burung hantu, dan kelelawar. Penurunan produksi sarang burung walet di Haurgeulis diperkirakan karena adanya pengurangan habitat makro secara besarbesaran pada tahun Penjarahan dan penebangan hutan secara liar marak terjadi sehingga kelimpahan serangga pakan burung walet yang berasal dari pohonpohon tersebut kian menurun. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan habitat makro juga terlihat bahwa hutan jati sedang dalam tahap peremajaan dan lahan sawah mengering. Musim yang tidak menentu juga dapat mempengaruhi produksi sarang burung walet. Musim kemarau di Kecamatan Haurgeulis lebih panjang daripada musim hujan. Rataan hari hujan pada tahun 2010 di Haurgeulis hanya 11 hari per bulan sepanjang tahun sehingga terjadi kekeringan yang menyebabkan serangga tidak dapat berkembangbiak secara optimal karena habitat serangga berada pada area bervegetasi dan berair. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas sarang burung walet di Haurgeulis adalah kurang diperhatikannya pola panen yang lestari. Panen yang dilakukan sebagian besar pemilik rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis adalah panen rampasan karena harga sarang burung walet saat itu sangat tinggi sehingga panen dilakukan agar dapat menghasilkan sarang sebanyak 55

44 banyaknya dalam waktu yang singkat. Namun, kini pengelola rumah burung walet lebih memperhatikan pola panen yang dilakukan dengan tujuan populasi burung walet dan produksi sarangnya akan meningkat lagi. Binatang Pengganggu di Rumah Burung Walet Binatang pengganggu yang biasanya muncul di dalam rumah burung walet yang diamati adalah kecoak (Periplaneta americana), burung hantu (Tyto alba) dan tokek rumah (Gekko gecko). Kecoak (Periplaneta americana) banyak berkeliaran di rumah burung walet karena kondisi dalam rumah tersebut sangat kotor dan bau yang disebabkan ekskreta burung walet yang menumpuk bahkan menutupi lantai dalam rumah burung walet. Dampak dari keberadaan kecoak di dalam rumah burung walet diantaranya: (1) kecoak memakan sarang burung walet sehingga banyak ditemukan sarang yang bentuknya tidak utuh lagi saat dipanen, (2) bau busuk yang dikeluarkan kecoak sangat mengganggu, dan (3) kotoran kecoak mengotori sirip dan sarang burung walet. Adapun cara yang dilakukan pengelola rumah burung walet unuk membasmi kecoak adalah dengan menaburkan racun serangga yang berbentuk crumble di bagian dalam rumah burung walet. Selain itu, pencegahan berkembangnya populasi kecoa di dalam rumah burung walet dapat dilakukan dengan mencegah adanya celah antara papan sirip dengan tembok tempelannya karena kecoak seringkali tinggal bersembunyi diantara celah papan tersebut. Burung hantu yang sering mengganggu dan berkeliaran di Kecamatan Haurgeulis adalah burung keak (Tyto alba) (Gambar 31). Burung ini sering terlihat pada pukul WIB. Burung keak sering memasuki rumah burung walet untuk mencari mangsa berupa burung walet dewasa, anak burung walet, telur burung walet, maupun tinggal di dalam rumah burung walet tersebut. Selain itu, suara burung keak sangat keras dan nyaring sehingga mengganggu ketenangan burung walet pada malam hari saat beristirahat. Burung keak menjadi masalah saat rumah burung walet C yang menggunakan tweeter untuk memancing burung walet agar berdatangan ke dalam rumah tersebut. Namun, suara tweeter tersebut justru mendatangkan burung keak dan seringkali memakan anak burung walet. Sejak tweeter tidak lagi digunakan, burung tersebut tidak pernah kembali ke rumah burung walet C. Pengelola rumah burung walet biasanya mencegah burung keak memasuki rumah burung walet dengan menembak burung tersebut. Menurut Mardiastuti et al. 56

45 (1998), cara lain yang dapat digunakan untuk mencegah burung hantu memasuki rumah burung walet adalah mempersempit lubang burung walet. Gambar 31. Barn Owl (Tyto alba) Sebagai Predator Burung Walet di Rumah Burung Walet C Tokek (Gekko gecko) dijumpai di rumah burung walet C. Tokek merupakan hewan yang aktif pada malam hari sehingga seringkali mengganggu burung walet yang sedang beristirahat. Dampak adanya tokek di dalam rumah burung walet adalah suaranya yang keras mengganggu ketenangan burung walet saat beristirahat pada malam hari atau saat mengerami telurnya. Selain itu, tokek juga seringkali memakan sarang burung walet, telur, maupun anak burung walet. Tokek ditangani dengan cara ditembak. Selain itu, menurut Mardiastuti et al. (1998), tokek juga dapat ditanggulangi dengan meletakkan gerigi seng sebagai penghalang pada sekeliling pintu burung walet. Binatang lain yang mengganggu burung walet di Kecamatan Haurgeulis adalah kelelawar pemakan serangga (Hipposideros diadema) atau penduduk setempat menamainya lawa (Diadem Roundleaf Bat). Kelelawar ini tidak mengganggu individu burung walet secara langsung, akan tetapi dalam jumlah besar mampu mengusir secara tidak langsung populasi burung walet yang ada di dalam suatu rumah burung walet dan menempati rumah tersebut untuk tempat tinggal populasinya. Populasi kelelawar yang sangat banyak ini sangat merugikan pemilik rumah burung walet yang diambil alih menjadi tempat tinggalnya, karena selain burung walet yang berada di dalam rumah tersebut kabur, rumah burung walet yang telah lama ditinggali kelelawar menjadi roboh sehingga pemilik mengalami kerugian materi yang sangat besar. Setelah rumah burung walet tersebut roboh, seluruh 57

46 populasi kelelawar di dalamnya secara berkelompok pindah dan menempati beberapa rumah burung walet lain. Salah satunya adalah rumah burung walet yang berjarak 3 km dari dari rumah burung walet D (Gambar 32 a). Rumah burung walet yang telah ditempati kelelawar tidak pernah dirawat lagi oleh pemilik karena sulitnya mengusir kelelawarkelelawar tersebut. (a) (b) Gambar 32. Rumah Kelelawar: (a) Rumah Burung Walet yag Diambil Alih Populasi Kelelawar dan (b) Kelelawar (Hipposideros diadema) yang Menempati Rumah Burung Walet Binatang pengganggu sering menjadi ancaman bagi burung walet dan merugikan pemilik rumah burung walet. Selain binatangbinatang tersebut, sarang labalaba juga sering mengganggu burung walet saat terbang di dalam rumah sehingga perlu dilakukan pembersihan sarang labalaba didalamnya. Rumah burung walet yang diamati sejauh ini tidak mengalami kerugian yang besar dengan adanya binatangbinatang tersebut, kecuali pada rumah burung walet C. Kemunculan binatangbinatang ini dapat diatasi dengan perawatan dan konstruksi rumah burung walet yang baik, seperti mempersempit lubang masuk burung walet agar tidak dimasuki oleh burung hantu atau meminimalisasi adanya lubanglubang di dalam rumah burung walet agar tidak ditempati kecoak. Pencurian Sarang Burung Walet Pencurian sarang burung walet sering terjadi saat rumah burung walet yang terdapat di Kecamatan Haurgeulis berproduksi optimal. Berbagai cara dilakukan pencuri untuk mendapatkan sarang burung walet, diantaranya: (1) masuk melalui lubang burung walet; (2) menggunakan bahan kimia (air raksa), (3) mengelas pintu 58

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut MacKinnon (1995), spesies ini berukuran

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN BAB III III.1 Gambaran Umum Kabupaten Indramayu III.1.1 Kondisi Geografis dan Topografi Kabupaten Indramayu berada di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

Opsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air

Opsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air Echo Asia Notes, Issue 26 December 2015 Gundukan, Tandon Air dan Model Sawah Opsi bagi Petani Kecil: Prinsip- prinsip Rancangan Tata Kelola Air Dicetak ulang dengan seijin Natural Farming Journal, September

Lebih terperinci

Brooding Management. Danang Priyambodo

Brooding Management. Danang Priyambodo Brooding Management Danang Priyambodo Tujuan Brooding manajemen memiliki tujuan untuk menyediakan lingkungan pemeliharaan yang nyaman dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi anak ayam agar pertumbuhannya

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER) PENULIS : HAJAR SUWANTORO, ST. NIP. 132 30 6868 DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti 1. PENDAHULUAN Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti itu, maka kehidupan sosialnya pun berbeda dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA 4 IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : MENGENALI POTENSI GEOGRAFIS DESA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tanggal : 15 April 2009 TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. Pendahuluan Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Oleh Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. A. Latar Belakang Budidaya jamur merang di dalam kumbung merupakan teknik budidaya jamur yang dilakukan secara modern dengan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2). A. Bagan Alir Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian Strata I (100-199 m ) Strata VII (700-799 m ) Strata II (200-299 m ) Strata VI (600-699 m ) Strata III (300-399

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna. DISCLAIMER Seluruh nilai/angka koefisien dan keterangan pada tabel dalam file ini didasarkan atas Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987), dengan hanya mencantumkan nilai-nilai

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS III.1 TROPIS Iklim tropis merupakan iklim yang terjadi pada daerah yang berada pada 23,5 lintang utara hingga 23,5 lintang selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peranan sumberdaya dalam pertanian dan permasalahannya

Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peranan sumberdaya dalam pertanian dan permasalahannya Peranan sumberdaya dalam Pertanian Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan peranan sumberdaya dalam pertanian dan permasalahannya Sumberdaya Pertanian : Sumberdaya Alam Modal Sumberdaya Manusia Manajemen

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur, BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah sebagai tempat menerima pendidikan dan mengasah keterampilan yaitu mengambil

Lebih terperinci

PENGARUH ANGIN PADA BANGUNAN. 1. Perbedaan suhu yang horisontal akan menimbulkan tekanan.

PENGARUH ANGIN PADA BANGUNAN. 1. Perbedaan suhu yang horisontal akan menimbulkan tekanan. PENGARUH ANGIN PADA BANGUNAN DEFINISI Angin adalah udara yang bergerak karena bagian-bagian udara didorong dari daerah bertekanan tinggi (suhu dingin) ke daerah yang bertekanan rendah (suhu panas). Perbedaan

Lebih terperinci

GENTONG PENAMPUNGAN CARA CETAKAN (KAPASITAS 250 LITER)

GENTONG PENAMPUNGAN CARA CETAKAN (KAPASITAS 250 LITER) GENTONG PENAMPUNGAN CARA CETAKAN (KAPASITAS 250 LITER) 1. PENDAHULUAN Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebuah keluarga akan membutuhan puluhan liter air bersih per hari untuk minum, membasuh mulut,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Simulasi 3.1.1. Lokasi Ke-1 Lokasi Ke-1 merupakan ruang semi tertutup yang terletak di Jalan Tambak Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1

Lebih terperinci

BAB V PENDEKATAN & KONSEP. Pendekatan konsep didasarkan kepada karakteristik baik gua maupun kondisi lingkungan kawasan karst.

BAB V PENDEKATAN & KONSEP. Pendekatan konsep didasarkan kepada karakteristik baik gua maupun kondisi lingkungan kawasan karst. BAB V PENDEKATAN & KONSEP 5.1 Pendekatan Konsep Pendekatan konsep didasarkan kepada karakteristik baik gua maupun kondisi lingkungan kawasan karst. 5.1.1 Pendekatan Karakteristik Tapak Karakteristik kawasan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Dilihat dari peta Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan terletak diantara dua pegunungan kendeng yang membujur dari arah ke timur dan berada

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN KONSERVASI AIR TANAH MELALUI SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pintu Masuk Kendaraan dan Manusia Dari analisa yang telah dibahas pada bab sebelumnya pintu masuk kendaraan dan manusia akan

Lebih terperinci

personal space Teks oleh Indra Febriansyah. Fotografi oleh Fernando Gomulya.

personal space Teks oleh Indra Febriansyah. Fotografi oleh Fernando Gomulya. Area komunal (living room, dapur dan balkon) justru terletak di lantai 2 dengan bukaan yang besar menghadap ke vegetasi yang asri. Contemporarily Hidden tersembunyi di halaman yang asri. mungkin itu kalimat

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Survey (Observasi) Lapangan Dalam penelitian ini, secara garis besar penyajian data-data yang dikumpulkan melalui gambar-gambar dari hasil observasi lalu diuraikan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali KONSTRUKSI PONDASI 9.1 Konstruksi Pondasi Batu Kali atau Rollaag Konstruksi pondasi ini merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung dan sangat penting karena sangat menentukan kekokohan bangunan.

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara selama 5 bulan (Maret hingga Agustus 2006).

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated.

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated. MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT DIREKTORAT PEMBEKALAN ANGKUTAN SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : 20-251 I. BAHAN. 1. Kain filament polyester 100% double side coated. a. Lebar kain,cm (inchi)

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 3 dan RW 4 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia menimbulkan meningkatnya kebutuhan akan pangan. Bahan makanan merupakan sumber gizi bagi masyarakat. Kebutuhan gizi

Lebih terperinci

BAB V DATA DAN ANALISIS

BAB V DATA DAN ANALISIS 37 BAB V DATA DAN ANALISIS 5.1 Kondisi Umum Pine Forest Pine Forest merupakan salah satu kluster di Sentul City yang lokasinya di bagian barat Sentul City. Salah satu konsep pembangunan kluster ini adalah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci