5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hirarki Wilayah di Kabupaten Blitar Penentuan hirarki didasarkan atas tingkat perkembangan dan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah. Tingkat hirarki ini penting dalam penentuan kapasitas suatu wilayah, apakah suatu wilayah merupakan wilayah pusat/inti atau wilayah hinterland. Konsep wilayah nodal menjadi penting karena pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk mendorong wilayah pusat untuk menyediakan berbagai fasilitas sehingga mampu mendorong perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya (hinterland). Tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Blitar ditentukan dengan metode skalogram yang dimodifikasi dan dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK). Umumnya, semakin tinggi nilai IPK, maka semakin tinggi pula kapasitas pelayanan suatu desa dan tingkat perkembangannya. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPK berarti semakin rendah kapasitas pelayanan suatu desa dan tingkat perkembangannya. Variabel yang digunakan dalam analisis skalogram secara umum dapat dibedakan menjadi empat variabel, yaitu : aksesibilitas, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas ekonomi. Hasil perhitungan skalogram secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai IPK yang dihasilkan berada pada kisaran sampai yang dapat dilihat secara rinci pada Tabel 10. Nilai IPK tertinggi sebesar dimiliki oleh kecamatan dengan hirarki/orde pertama, yaitu Kecamatan Wlingi sedangkan nilai IPK terkecil sebesar dimiliki oleh kecamatan dengan hirarki/orde ketiga, yakni Kecamatan Ponggok. Hasil perhitungan nilai IPK disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil perhitungan skalogram, nilai IPK seluruh kecamatan yang tersebar di Kabupaten Blitar dikelompokkan ke dalam tiga hirarki pusat pelayanan sebagai berikut : a. Tingkat hirarki I (tinggi) merupakan wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan tinggi. Terdapat 4 kecamatan yang termasuk dalam hirarki I, yaitu : Kecamatan Wlingi, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Srengat, dan Kecamatan Sutojayan. Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam tingkat hirarki ini memiliki IPK antara (rata-rata 31.14). Kecamatan-kecamatan dengan hirarki I umumnya memiliki ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, lebih lengkap, dan tentunya lebih memadai daripada kecamatan-kecamatan dengan hirarki yang lebih rendah (hirarki II dan III). Kecamatan yang termasuk dalam hirarki I memiliki kecenderungan terkonsentrasi pada jalur utama di Kabupaten Blitar. Kondisi tersebut terjadi karena jalur utama merupakan lokasi yang paling strategis dalam kaitannya dengan aliran orang, barang, maupun jasa. Semakin banyak aktivitas orang, barang, maupun jasa maka membutuhkan fasilitas umum dalam menunjang aktivitas tersebut. Sehingga tidak salah apabila kawasan di sekitar jalur utama lebih berkembang dibandingkan kawasan yang tidak dilalui jalur utama. b. Tingkat hirarki II (sedang) merupakan wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan sedang. Terdapat 6 kecamatan yang termasuk dalam

2 42 hirarki II, yaitu : Kecamatan Kanigoro, Kecamatan Wates, Kecamatan Talun, Kecamatan Bakung, Kecamatan Sanankulon, dan Kecamatan Wonodadi. Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam tingkat hirarki ini memiliki IPK antara (rata-rata 26.09). Adapun wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat hirarki II mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Ketersediaan sarana dan prasarana di wilayah tersebut lebih sedikit dari hirarki I. Umumnya letaknya berada di pinggir wilayah berhirarki I dengan tingkat kehidupan yang relatif kurang maju dibandingkan dengan wilayah di hirarki I. Tabel 9. Nilai IPK dan Hirarki Kecamatan di Kabupaten Blitar No. Kecamatan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Hierarki 1. Wlingi Hierarki 1 2. Kesamben Hierarki 1 3. Srengat Hierarki 1 4. Sutojayan Hierarki 1 5. Kanigoro Hierarki 2 6. Wates Hierarki 2 7. Talun Hierarki 2 8. Bakung Hierarki 2 9. Sanankulon Hierarki Wonodadi Hierarki Wonotirto Hierarki Kademangan Hierarki Doko Hierarki Garum Hierarki Selorejo Hierarki Nglegok Hierarki Selopuro Hierarki Udanawu Hierarki Gandusari Hierarki Panggungrejo Hierarki Binangun Hierarki Ponggok Hierarki 3 c. Tingkat hirarki III (rendah) merupakan wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan rendah. Terdapat 12 kecamatan yang termasuk dalam hirarki III, yaitu : Kecamatan Wonotirto, Kecamatan Kademangan, Kecamatan Doko, Kecamatan Garum, Kecamatan Selorejo, Kecamatan Nglegok, Kecamatan Selopuro, Kecamatan Udanawu, Kecamatan Gandusari, Kecamatan Panggungrejo, Kecamatan Binangun, dan Kecamatan Ponggok. Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam tingkat hirarki ini memiliki IPK antara (rata-rata 18.02). Kecamatan-kecamatan pada tingkat hirarki III pada umumnya memiliki tingkat kehidupan yang relatif kurang maju dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang termasuk ke dalam

3 43 tingkat hirarki yang lebih tinggi. Adapun wilayah kecamatan-kecamatan dengan tingkat hirarki III mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Ketersediaan sarana dan prasarana di kecamatan-kecamatan tersebut relatif kurang. Akses masing-masing kecamatan ke pusat-pusat pelayanan maupun pusat-pusat aktivitas pemerintahan relatif lebih sulit. Pada dasarnya, untuk fasilitas-fasilitas tertentu dengan kapasitas pemenuhan kebutuhan yang lebih kompleks, kecamatan-kecamatan dengan tingkat hirarki yang lebih rendah masih harus mengaksesnya di kecamatan-kecamatan dengan tingkat hirarki yang lebih tinggi. Oleh karena itu, umumnya letak kecamatankecamatan yang berhirarki lebih rendah berlokasi di sekitar atau pinggir kecamatan-kecamatan dengan tingkat hirarki yang lebih tinggi. Secara spasial hasil perhitungan skalogram dengan tiga hirarki dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Hirarki Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar

4 Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar Pada dasarnya, tipologi wilayah bertujuan untuk menggabungkan beberapa unit wilayah ke dalam kelas yang sama berdasarkan persamaan karakteristiknya. Teknik analisis yang digunakan dalam penentuan tipologi wilayah kecamatankecamatan di Kabupaten Blitar adalah analisis gerombol (cluster analysis) lalu diuji dengan menggunakan analisis diskriminan. Analisis gerombol yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu analisis gerombol berhierarki yang digunakan untuk mendapatkan gambaran awal jumlah gerombol yang akan dibentuk dan analisis gerombol tidak berhierarki yang digunakan untuk pengelompokkan akhir. Metode berhirarki sering digunakan apabila jumlah kelompok yang dibentuk belum diketahui, sedang metode tak berhirarki dipakai bila banyaknya kelompok yang akan dibentuk telah ditentukan. Metode yang digunakan untuk proses clustering secara berhirarki adalah Ward s Method. Dalam metode ini jarak antar gerombol adalah jumlah kuadrat antar gerombol untuk seluruh variabel. Metode ini cenderung digunakan untuk mengkombinasi gerombol-gerombol dengan jumlah kecil. Variable yang digunakan pada analisis gerombol berhirarki dan tidak berhirarki seperti tertera pada Lampiran 2. Hasil analisis gerombol berhirarki dapat dilihat pada Gambar Analisis Gerombol Berhirarki Lingkage Distance Ponggok Doko Garum Nglegok Gandusari Selorejo Wlingi Kesamben Srengat Kanigoro Selopuro Udanawu Sanankulon Talun Wonodadi Sutojayan Wates Binangun Panggungrejo Kademangan Wonotirto Bakung Gambar 8. Hasil Analisis Gerombol Berhirarki. Dendogram seperti tertera pada Gambar 8 menggambarkan proses pembentukan gerombol yang dinyatakan dalam bentuk gambar. Selanjutnya untuk menetapkan jumlah kelompok optimum, maka dapat dilakukan dengan mengamati jarak terpanjang pada linkage distance dari satu pautan ke pautan berikutnya. Dapat dilihat bahwa, dua tahap terakhir dari dendogram, yaitu tahap tiga gerombol dan tahap dua gerombol memiliki jarak paling besar. Dari kedua

5 hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan tiga gerombol merupakan yang terbaik. Setelah dilakukan tahap analisis gerombol berhirarki maka tahap selanjutnya dilakukan analisis gerombol tidak berhirarki. Berdasarkan analisis gerombol berhirarki diputuskan bahwa tiga gerombol merupakan yang terbaik sehingga pada tahap analisis gerombol tidak berhirarki ditetapkan kecamatan-kecamatan di wilayah studi dikelompokkan menjadi tiga gerombol (cluster). Anggota tiap gerombol dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisis Gerombol (Cluster) No. Kecamatan Cluster 1. Sutojayan 1 2. Kanigoro 1 3. Talun 1 4. Selopuro 1 5. Sanankulon 1 6. Ponggok 1 7. Srengat 1 8. Wonodadi 1 9. Udanawu Kesamben Selorejo Doko Wlingi Gandusari Garum Nglegok Bakung Wonotirto Panggungrejo Wates Binangun Kademangan 3 45 Hasil analisis gerombol tidak berhirarki dapat menunjukkan pola perbedaan karakteristik antara ketiga gerombol melalui grafik nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masing-masing kelompok kecamatan di Kabupaten Blitar. Nilai tertinggi atau terendah tiap faktor utama akan menjadi penciri/karakter untuk masing-masing gerombol di Kabupaten Blitar seperti terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan plotting nilai tengah masing-masing cluster (Gambar 9), penciri yang signifikan pada Cluster 1 terdiri dari : rendahnya variabel rasio luas lahan padi sawah, tingginya variabel rasio luas lahan kering, rendahnya variabel kepadatan penduduk, dan rendahnya variabel indeks perkembangan kecamatan. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa karakteristik Cluster 1 adalah daerah penghasil utama komoditas pertanian lahan kering dengan kondisi perkembangan

6 46 wilyah yang masih rendah. Cluster 1 terdiri dari 6 kecamatan atau sekitar persen dari seluruh jumlah kecamatan di Kabupaten Blitar. 2.0 Plotting Nilai Tengah Masing-Masing Cluster Padi Sawah Perkebunan Lahan Kering Variables Kepadatan Pekarangan IPK Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Gambar 9. Hasil Cluster Analysis dengan metode K-Means. Cluster 2 memiliki dua penciri utama yang signifikan, yaitu : rendahnya variabel rasio luas lahan kering dan tingginya variabel rasio luas lahan perkebunan. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat diartikan bahwa karakteristik Cluster 2 adalah penghasil komoditas perkebunan dengan kondisi perkembangan wilyah yang sedang. Kecamatan-kecamatan pada Cluster 2 ada sebanyak 7 kecamatan atau sekitar persen dari seluruh kecamatan di Kabupaten Blitar. Penciri utama yang signifikan untuk Cluster 3 meliputi : tingginya variabel rasio luas lahan padi sawah, rendahnya variabel rasio luas lahan perkebunan, tingginya variabel rasio luas pekarangan dan tingginya variabel indeks perkembangan kecamatan. Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa karakteristik Cluster 3 adalah penghasil komoditas padi sawah dengan kondisi perkembangan wilyah yang sudah maju. Cluster 3 terdiri dari 9 kecamatan atau sekitar persen dari seluruh jumlah kecamatan di Kabupaten Blitar. Karakteristik pada masing-masing Cluster merupakan karakteristik pada masing-masing tipologi. Secara spasial, tipologi wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Blitar dapat dilihat pada Gambar 10.

7 47 Gambar 10. Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar Berdasarkan rangkaian hasil analisis yang dilakukan dalam penentuan tipologi wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Blitar, diperoleh karakteristik tipologi tiap wilayah seperti tertera pada Tabel 11.

8 48 Tabel 11. Karakteristik Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Blitar Cluster Karakteristik Tipologi Wilayah Kesimpulan Cluster 1 Jika dilihat dari sumberdaya alamnya, aktivitas Wilayah berbasis budidaya padi sawah cukup potensial untuk komoditas dikembangkan. Namun ada sebagian wilayah pertanian tanaman yang perlu mendapat perhatian khusus karena pangan dengan merupakan kawasan rawan bencana letusan kondisi gunung berapi. perkembangan Jika dilihat dari sumberdaya buatan, kecamatan yang pengembangan sarana dan prasarana permukiman tinggi. sudah cukup memadai. Selain itu aktivitas peternakan juga sangat menonjol dalam menunjang perekonomian wilayah yang dapat dilihat berdasarkan besarnya rasio luas lahan pekarangan. Cluster 2 Jika dilihat dari sumberdaya alamnya, aktivitas Wilayah berbasis budidaya komoditas perkebunan paling menonjol dibandingkan aktivitas ekonomi lainnya. Selain itu luas lahan padi sawah juga sangat potensial untuk dikembangkan. komoditas tanaman perkebunan dengan kondisi perkembangan Jika dilihat dari sumberdaya buatan, kecamatan yang pengembangan sarana dan prasarana permukiman sedang. sudah sangat memadai apalagi ditunjang kemudahan aksesibilitas. Cluster 3 Jika dilihat dari sumberdaya alamnya, aktivitas Wilayah berbasis pertanian lahan kering paling menonjol komoditas dibandingkan aktivitas ekonomi lainnya. Potensi pertanian lahan luas lahan untuk dikembangkan juga sangat kering dengan melimpah yang dapat dilihat dari tingkat kondisi kepadatan penduduk yang rendah. perkembangan Jika dilihat dari sumberdaya buatan, kecamatan yang pengembangan infrastruktur perhubungan dan rendah. ketersediaan air sangat kurang sehingga indeks perkembangan kecamatan juga relatif kecil. 5.3 Komoditas Unggulan Cluster Agropolitan Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah adalah keberadaan sektor unggulan. Sektor unggulan merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan ini maka diharapkan terdapat efek positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah (Syahidin, 2006). Salah satu alat analisis yang bisa digunakan untuk mengetahui keberadaan sektor unggulan ini adalah teori basis ekonomi. Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori ini menyatakan bahwa sektor basis dapat membangun dan memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal sehingga diidentifikasi sebagai mesin ekonomi lokal.

9 Menurut Rustiadi et al. (2011), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum berkembang. Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas. Metode LQ juga dapat digunakan untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis karena merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Suatu wilayah yang memiliki nilai koefisien lokalisasi (LQ) lebih dari satu untuk suatu kegiatan maka wilayah tersebut berpotensi ekspor sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi wilayahnya serta memiliki daya saing ekonomi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Dalam konteks perencanaan pengembangan wilayah, upaya untuk mengidentifikasi aktivitas ekonomi basis menjadi bagian yang penting untuk dapat memetakan komoditas atau sektor unggulan. Asumsi yang digunakan dalam analisis sektor basis dengan menggunakan metode LQ ini adalah (1) kondisi geografis unit wilayah relatif seragam, (2) pola aktivitas antar unit wilayah bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan kualitas produk yang sama dan dinilai dalam satuan yang sama (Pribadi et al., 2010). Analisis LQ juga memberikan gambaran mengenai sektor atau kegiatan ekonomi mana yang terkonsentrasi (memusat) dan yang tersebar. Tarigan (2008) menyatakan bahwa analisis LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, metode LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Variabel yang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan potensi komoditas pertanian masing-masing cluster dalam analisis LQ adalah luas lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian lahan kering, aktivitas perkebunan, serta aktivitas pertanian lahan basah tahun 2011 dengan wilayah referensi Kabupaten Blitar. Komoditas yang merupakan sektor basis adalah komoditas dengan nilai LQ > 1, yang menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di wilayah yang bersangkutan secara relatif dibandingkan dengan total wilayah yang lebih luas atau terjadi pemusatan aktifitas di wilayah yang bersangkutan. Berdasarkan hasil analisis LQ dapat diketahui bahwa untuk Cluster 1 dari 7 komoditas terdapat 2 komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, Cluster 2 dari 7 komoditas terdapat 4 komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, dan Cluster 3 dari 8 komoditas terdapat 7 komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12, 13, dan

10 50 Tabel 12. Nilai LQ komoditas pertanian lahan kering pada Cluster 1 No. Komoditas LQ Keterangan 1. Padi Sawah 1.49 Memiliki keunggulan komparatif 2. Padi Ladang 0.06 Tidak memiliki keunggulan komparatif 3. Jagung 0.97 Tidak memiliki keunggulan komparatif 4. Ketela Pohon 0.18 Tidak memiliki keunggulan komparatif 5. Ketela Rambat 0.76 Tidak memiliki keunggulan komparatif 6. Kacang Tanah 1.04 Memiliki keunggulan komparatif 7. Kedele 0.03 Tidak memiliki keunggulan komparatif Tabel 13. Nilai LQ komoditas perkebunan pada Cluster 2 No. Komoditas LQ Keterangan 1. Tebu 1.02 Memiliki keunggulan komparatif 2. Tembakau 2.08 Memiliki keunggulan komparatif 3. Kenanga 0.25 Tidak memiliki keunggulan komparatif 4. Cengkeh 2.68 Memiliki keunggulan komparatif 5. Kopi 2.56 Memiliki keunggulan komparatif 6. Kakau 0.86 Tidak memiliki keunggulan komparatif 7. Kelapa 0.66 Tidak memiliki keunggulan komparatif Tabel 14. Nilai LQ komoditas pertanian lahan sawah pada Cluster 3 No. Komoditas LQ Keterangan 1. Padi Sawah 0.21 Tidak memiliki keunggulan komparatif 2. Padi Ladang 2.09 Memiliki keunggulan komparatif 3. Jagung 1.21 Memiliki keunggulan komparatif 4. Ketela Pohon 1.55 Memiliki keunggulan komparatif 5. Kacang Tanah 1.56 Memiliki keunggulan komparatif 6. Kedele 2.22 Memiliki keunggulan komparatif 7. Tebu 1.19 Memiliki keunggulan komparatif 8. Kelapa 1.16 Memiliki keunggulan komparatif Nilai analisis LQ ini merupakan nilai perbadingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas (Rustiadi et al. 2011). Dengan demikian, maka nilai LQ yang di bawah 1 bukan berarti wilayah tersebut memiliki luas areal dan produksi suatu komoditas yang rendah. Demikian pula sebaliknya nilai LQ komoditas yang di atas 1 belum tentu memiliki jumlah luas areal dan produksi suatu komoditas yang tinggi. Karena nilai analisis LQ adalah nilai perbandingan relatif suatu komoditas tertentu di suaatu wilayah tertentu dengan perbandingan total komoditas di suatu wilayah tertentu terhadap wilayah agregat yang lebih luas. Penggunaan analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menggambarkan sisi keunggulan komparatif suatu wilayah terhadap aktivitas ekonomi tertentu. Dari analisis LQ yang dilakukan, maka perlu dikuatkan dengan Shift Share Analysis untuk mengetahui keunggulan dari sisi kompetitifnya. Menurut Rustiadi

11 et al. (2011), Shift Share Analysis (SSA) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Analisis SSA juga dapat digunakan untuk menganalisis pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah yang dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran. Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu : komponen regional share (komponen laju pertumbuhan total), komponen proportional shift (komponen pergeseran proporsional) dan Komponen differential shift (komponen pergeseran diferensial). Untuk mengetahui posisi, daya saing dan kinerja masing-masing komoditas pertanian masing-masing cluster dibandingkan dengan komoditas pertanian di wilayah Kabupaten Blitar digunakan metode SSA. Analisis SSA yang dimaksud dalam pembahasan ini hanya ditinjau dari komponen differential shift. Hal ini dilakukan karena ingin mengetahui pertumbuhan masing-masing komoditas pertanian masing-masing cluster yang hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan/pergeseran aktivitas sektor-sektor tersebut pada masing-masing cluster itu sendiri apabila dibandingkan dengan cluster lain di wilayah Kabupaten Blitar, bukan karena pengaruh pertumbuhan proporsional (proportional shift) maupun pertumbuhan total (regional share). Apabila komponen differential shift bernilai positif maka cluster tersebut dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif karena pada dasarnya masih memiliki potensi untuk terus tumbuh dan berkembang meskipun faktor-faktor eksternal (komponen proportional shift dan regional share) tidak mendukung. Variabel yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif ini adalah luas lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian lahan kering, aktivitas perkebunan, serta aktivitas pertanian lahan basah pada Tahun 2007 dan Tahun Berdasarkan hasil analisis SSA dapat diketahui bahwa untuk Cluster 1 dari 7 komoditas terdapat 5 komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, Cluster 2 dari 7 komoditas terdapat 4 komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, dan Cluster 3 dari 8 komoditas terdapat 5 komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15, 16, dan Tabel 15. Nilai DS komoditas pertanian lahan kering pada Cluster 1 No. Komoditas DS Keterangan 1. Padi Sawah 0.36 Memiliki keunggulan kompetitif 2. Padi Ladang 0.40 Memiliki keunggulan kompetitif 3. Jagung 0.08 Memiliki keunggulan kompetitif 4. Ketela Pohon Tidak memiliki keunggulan kompetitif 5. Ketela Rambat Tidak memiliki keunggulan kompetitif 6. Kacang Tanah 2.33 Memiliki keunggulan kompetitif 7. Kedele Tidak memiliki keunggulan kompetitif

12 52 Tabel 16. Nilai DS komoditas perkebunan pada Cluster 2 No. Komoditas DS Keterangan 1. Tebu Tidak memiliki keunggulan kompetitif 2. Tembakau Memiliki keunggulan kompetitif 3. Kenanga Memiliki keunggulan kompetitif 4. Cengkeh Memiliki keunggulan kompetitif 5. Kopi Memiliki keunggulan kompetitif 6. Kakau Tidak memiliki keunggulan kompetitif 7. Kelapa Tidak memiliki keunggulan kompetitif Tabel 17. Nilai DS komoditas pertanian lahan sawah pada Cluster 3 No. Komoditas DS Keterangan 1. Padi Sawah Memiliki keunggulan kompetitif 2. Padi Ladang Tidak memiliki keunggulan kompetitif 3. Jagung Memiliki keunggulan kompetitif 4. Ketela Pohon Memiliki keunggulan kompetitif 5. Kacang Tanah Tidak memiliki keunggulan kompetitif 6. Kedele Tidak memiliki keunggulan kompetitif 7. Tebu Memiliki keunggulan kompetitif 8. Kelapa Memiliki keunggulan kompetitif Hasil analisis LQ dan SSA dapat dikombinasikan sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengelompokkan komoditas berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitifnya. Untuk komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif direkomendasikan sebagai komoditas unggulan. Hasil kombinasi analisis LQ dan SSA dapat diketahui komoditas unggulan untuk Cluster 1 adalah komoditas : padi sawah dan kacang tanah. Komoditas unggulan untuk Cluster 2 adalah komoditas : kopi, cengkeh, dan tembakau. Komoditas unggulan untuk Cluster 3 adalah : komoditas ketela pohon, jagung, tebu, dan kelapa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13. Keunggulan Komparatif Komoditas Non basis Komoditas Basis Padi Ladang Jagung Ketela Pohon Ubi Jalar Kedelai Padi Sawah Kacang Tanah - Positif Negatif Keunggulan Kompetitif Gambar 11. Komoditas Unggulan Cluster 1.

13 53 Keunggulan Komparatif Komoditas Non basis Komoditas Basis Kenanga Kakau Kelapa Tembakau Cengkeh Kopi Tebu Positif Negatif Keunggulan Kompetitif Gambar 12. Komoditas Unggulan Cluster 2. Keunggulan Komparatif Komoditas Non basis Komoditas Basis Padi Sawah - Jagung Ketela Pohon Tebu Kelapa Padi Ladang Kacang Tanah Kedelai Positif Negatif Keunggulan Kompetitif Gambar 13. Komoditas Unggulan Cluster Lokasi Pusat Pengembangan Cluster Agropolitan Menurut Anwar (2004), pengertian agropolitan adalah tempat pusat (central places) yang mempunyai struktur berhierarki, dimana agropolis mengandung arti adanya kota-kota kecil dan menengah di sekitar wilayah perdesaan (micro urbanvillage) yang dapat tumbuh dan berkembang karena berfungsinya koordinasi pada sistem kegiatan-kegiatan utama usaha agribisnis, serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian di kawasan sekitarnya. Oleh karenanya kawasan agropolitan diartikan sebagai sistem fungsional satu atau lebih kota-kota pertanian pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem hierarki keruangan (spatial hierarchy) satuan-satuan permukiman petani, yang terdiri dari pusat agropolitan dan pusat-pusat produksi disekitarnya. Lokasi yang akan ditetapkan sebagai pusat pengembangan cluster agropolitan harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah sekitarnya. Rushton (1979), mengatakan bahwa ada satu simpul dalam jaringan yang meminimumkan jarak terpendek yang berbobot dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu, dimana simpul tersebut juga merupakan bagian dari jaringan tersebut. Dengan adanya jarak yang tetap di antara simpul-simpul yang ada dalam

14 54 jaringan, maka akan ditemukan satu simpul di antara semua simpul yang ada yang memiliki jarak terpendek dan memiliki kriteria bobot yang ditetapkan. Simpul atau titik yang dimaksud adalah titik tengah dari jaringan, ini merupakan teori yang penting karena dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penaksiran simpul-simpul alternatif pada jalur jaringan. Salah satu cara menganalisis lokasi yang most accessible di suatu wilayah adalah dengan spatial interaction analysis location-allocation models. Metode tersebut merupakan salah satu pendekatan dari model-model optimasi dalam penentuan lokasi suatu aktifitas yang dapat meminimumkan biaya, jarak, waktu, dan faktor kendala lainnya. Menurut Rahman dan Smith (2000) salah satu analisis interaksi spasial melalui pendekatan dari location-allocation models adalah penggunaan metoda The P-Median Problem. Penyelesaian fungsi-fungsi dari The P-Median Problem ini dilakukan dengan menggunakan program komputer/ software Java Applets P- Median Solver. Software P-Median Solver ini disediakan secara gratis melalui situs Untuk mengolah data harus dalam keadaan on line dengan situs tersebut. Program ini dapat digunakan untuk menganalisa suatu wilayah dengan jumlah simpul yang besar sampai dengan 99 simpul. The P-Median Problem adalah metoda pemecahan masalah dalam penentuan lokasi optimal untuk penempatan P fasilitas di suatu wilayah dengan upaya meminimalkan kendala atau constraints. Dalam metoda The P-Median Problem ada dua faktor yang sangat berpengaruh, yaitu faktor jarak antar simpul dan faktor bobot dari simpul yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini yang dimasud dengan faktor jarak adalah jarak antar kecamatan dan yang dimaksud dengan bobot dari simpul adalah jumlah penduduk kecamatan serta luas lahan pertanian masing-masing kecamatan. Variabel yang digunakan dalam metoda The P-Median Problem dapa dilihat pada Lampiran 8, 9, dan 10. Hasil analisis P- Median diperoleh pada Cluster 1 yang menjadi lokasi pusat pengembangan adalah Kecamatan Sanankulon, pada Cluster 2 yang menjadi lokasi pusat pengembangan adalah Kecamatan Wlingi, dan pada Cluster 3 yang menjadi lokasi pusat pengembangan adalah Kecamatan Panggungrejo. Proses analisis P-Median masing-masing cluster dapat dilihat pada Gambar 14, 15, dan 16. Gambar 14 menunjukkan hasil analisis P-Median penentuan lokasi pusat pengembangan yang optimal pada Cluster 1 berdasarkan faktor pendorong berupa jumlah penduduk kecamatan serta luas lahan pertanian masing-masing kecamatan dan faktor kendala berupa jarak antar kecamatan, lokasi yang terpilih adalah Kecamatan Sanankulon. Gambar 15 menunjukkan hasil analisis P-Median penentuan lokasi pusat pengembangan yang optimal pada Cluster 2 berdasarkan faktor pendorong berupa jumlah penduduk kecamatan serta luas lahan pertanian masing-masing kecamatan dan faktor kendala berupa jarak antar kecamatan, lokasi yang terpilih adalah Kecamatan Wlingi. Gambar 16 menunjukkan hasil analisis P-Median penentuan lokasi pusat pengembangan yang optimal pada Cluster 3 berdasarkan faktor pendorong berupa jumlah penduduk kecamatan serta luas lahan pertanian masing-masing kecamatan dan faktor kendala berupa jarak antar kecamatan, lokasi yang terpilih adalah Kecamatan Panggungrejo.

15 55 Udanawu Ponggok Talun Kanigoro Wonodadi Selopuro Srengat Sanankulon Sutojayan Keterangan : : faktor bobot : faktor jarak : lokasi pusat pengembangan Gambar 14. Proses Penentuan Pusat Pengembangan pada Cluster 1. Doko Gandusari Kesamben Nglegok Garum Wlingi Selorejo Keterangan : : faktor bobot : faktor jarak : lokasi pusat pengembangan Gambar 15. Proses Penentuan Pusat Pengembangan pada Cluster 2.

16 56 Kademangan Binangun Panggungrejo Wates Bakung Keterangan : Wonotirto : faktor bobot : faktor jarak : lokasi pusat pengembangan Gambar 16. Proses Penentuan Pusat Pengembangan pada Cluster 3. Konsep Agropolitan sebenarnya lahir sebagai respon dari munculnya ketimpangan desa-kota dan kebijakan pembangunan yang bersifat urban bias yang dalam jangka pendek merugikan bagi perkembangan kawasan perdesaan dan dalam jangka panjang merugikan tatanan kehidupan bangsa secara nasional. Agropolitan adalah suatu konsep yang berbasis pada pengembangan suatu sistem kewilayahan yang mampu memfasilitasi berkembangnya kawasan perdesaan dalam suatu hubungan desa-kota yang saling memperkuat (Rustiadi et al. 2011). Ditetapkannya lokasi pusat pengembangan masing-masing cluster diharapkan dapat mewujudkan hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Pengembangan lokasi pusat pengembangan masingmasing cluster dalam bentuk kota-kota dalam skala kecil dan menengah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Hal ini karena dengan tumbuhnya kota-kota kecil menengah tersebut fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan dan pasar untuk produk-produk perdesaan juga bisa dikembangkan. Pembentukan tiga cluster agropolitan di Kabupaten Blitar beserta lokasi pusat pengembangannya sudah cukup tepat dari sisi pengembangan wilayah. Kecamatan Sanankulon untuk mendukung perkembangan wilayah Kabupaten Blitar ke barat, Wlingi untuk mendukung perkembangan wilayah Kabupaten Blitar ke timur, dan Panggungrejo untuk mendukung perkembangan wilayah Kabupaten Blitar ke selatan. Apalagi saat ini perkembangan wilayah di Kabupaten Blitar masih terkonsentrasi pada jalur transportasi utama. Wilayah Kabupaten Blitar yang cukup luas (meliputi 22 kecamatan) kurang efektif dan efisien apabila hanya mengandalkan satu lokasi pusat pengembangan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi perkembangan wilayah pada kawasan Blitar Selatan yang masih tertinggal dibandingkan kawasan Blitar Utara. Semakin banyak kutub-kutub pertumbuhan di Kabupaten Blitar diharapkan dapat menimbulkan multiplier effect bagi wilayah sekitar. Namun yang lebih penting, adanya lokasi pusat pengembangan cluster

17 57 agropolitan diharapkan dapat mewujudkan hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Sehingga tercapai hubungan antar wilayah yang saling menguatkan (generatif) dan bukan saling melemahkan (eksploitatif). Secara spatial, lokasi pusat pengembangan cluster agropolitan dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Lokasi pusat pengembangan cluster agropolitan.

18 Arahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Arahan Pengembangan Kawasan Agropolitan Pengembangan kawasan agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan. Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan. Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam bentuk pergerakan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud. Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara terintegrasi, perlu disusun arahan pengembangan kawasan agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan program pengembangan. Menurut Friedmann dan Douglass (1976) muatan yang terkandung didalam pengembangan kawasan agropolitan adalah : a. Lokasi pusat pengembangan kawasan agropolitan berfungsi sebagai : Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center). Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services). Pasar konsumen produk non pertanian (nonagricultural consumers market). Pusat industri pertanian (agro based industry). Penyedia pekerjaan non pertanian (nonagricultural employment). b. Wilayah hinterland kawasan agropolitan berfungsi sebagai : Pusat produksi pertanian (agricultural production). Intensifikasi pertanian (agricultural intensification). Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services). Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification). Berdasarkan pendapat tersebut maka dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Blitar disusun arahan sebagai berikut : a. Lokasi pusat pengembangan agropolitan di tingkat Kabupaten Blitar diarahkan di Ibukota Kabupaten Blitar. Sesuai dengan PP No.3 Tahun 2010 disebutkan Ibukota Kabupaten Blitar ditetapkan di Kecamatan Kanigoro. Lokasi ini berfungsi sebagai : Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center). Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services).

19 59 Pasar konsumen produk non pertanian (nonagricultural consumers market). b. Lokasi pusat pengembangan cluster agropolitan diarahkan untuk Cluster 1 adalah Kecamatan Sanankulon, Cluster 2 adalah Kecamatan Wlingi, dan Cluster 3 adalah Kecamatan Panggungrejo. Lokasi ini berfungsi sebagai : Pusat industri pertanian (agro based industry). Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center). c. Wilayah hinterland kawasan agropolitan diarahkan pada seluruh kecamatan di luar pusat pengembangan agropolitan sesuai dengan cluster agropolitan. Lokasi ini berfungsi sebagai : Pusat produksi pertanian (agricultural production). Intensifikasi pertanian (agricultural intensification). Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification). Arahan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Blitar dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Arahan pengembangan kawasan agropolitan.

20 Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Menurut Rangkuti (2009), proses perumusan strategi dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahap analisis yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Strategi yang akan diterapkan pada pengembangan masing-masing cluster dalam penelitian ini mengacu pada 3 (tiga) tahapan tersebut. Strategi pengembangan kawasan agropolitan terpilih hasil analisis sebelumnya difokuskan pada tiga cluster, yaitu : a). Cluster 1 dengan komoditas utama berupa komoditas pertanian lahan kering; b). Cluster 2 dengan komoditas utama berupa tanaman perkebunan; c). Cluster 3 dengan komoditas utama berupa komoditas tanaman pangan. Penyusunan strategi pengembangan untuk ketiga cluster tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis A WOT melalui penggalian informasi kepada pihak terkait. Narasumber tersebut adalah BAPPEDA Kabupaten Blitar, Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar, Kadin Kabupaten Blitar, Tokoh Petani, Tokoh Perkebunan, dan Tokoh Masyarakat. Metode A WOT yang diaplikasikan dalam penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menentukan pembobotan pada saat analisis SWOT. Tujuan penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah mengurangi subjektifitas dalam pembobotan masing-masing faktor dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Bobot dari masing-masing faktor internal dan eksternal tersebut juga diperoleh dengan pengolahan data yang didukung oleh program Expert Choice 11 dan Microsoft Excell. Dalam penelitian ini berbagai faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diperoleh dari penggalian persepsi dan wawancara dari berbagai narasumber pada saat penelitian pendahuluan yang kemudian dikombinasikan dengan berbagai referensi yang terkait. Dari berbagai faktor kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats), akan dinilai tingkat atau bobot kepentingannya dengan menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan. Inilah titik tekan metode A WOT dalam penelitian ini, dimana pembobotan terhadap berbagai faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tidak ditentukan oleh peneliti, melainkan didasari pada jawaban responden yang expert dibidangnya untuk mengurangi unsur subyektifitas dalam penelitian ini. Adapun strategi pengembangan cluster agropolitan diuraikan sebagai berikut : Strategi Pengembangan Cluster 1 Untuk merumuskan strategi pengembangan Cluster 1 dengan komoditas utama berupa komoditas tanaman pangan dalam penyusunannya diawali dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh baik faktor internal maupun faktor eksternal. Identifikasi faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penggalian informasi kepada pihak yang memahami pengembangan komoditas peternakan. Kemudian hasil identifikasi informasi tersebut diberikan bobot dengan menggunakan bobot skala perbandingan Saaty. Adapun hasil identifikasi setiap faktor baik internal maupun eksternal dan pembobotannya selengkapnya disajikan pada Gambar 19.

21 61 Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Konversi Fluktuasi harga Fenomena musim Persaingan Minat Agrowisata Tingginya inovasi Adanya KUR Permintaan Ketahanan Akses petani Konsumsi pribadi Rendahnya SDM Kelompok tani Pengolahan LP2B Kelompok tani Unit kerja Pengairan Sosiokultural Gambar 19. Hasil Analisis AHP Faktor Internal dan Eksternal Cluster 1. Berdasarkan hasil pembobotan terhadap faktor SWOT pengembangan Cluster 1 (Gambar 19), diketahui untuk faktor internal kekuatan yang dimiliki adalah sistem pengairan yang cukup bagus dan sudah mulai terbentuk kelompok tani. Faktor yang menjadi kelemahan adalah rendahnya akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar serta sebagian hasil pertanian untuk konsumsi pribadi. Faktor eksternal berupa peluang adalah tingginya permintaan komoditas perkebunan serta adanya kebijakan ketahanan pangan nasional. Faktor ancaman yang masih dijumpai adalah fluktuasi harga di pasaran yang tidak menentu serta konversi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun. Setelah dilakukan pembobotan terhadap faktor SWOT dengan menggunakan metode AHP langkah selanjutnya adalah membuat matriks IFAS dan EFAS. Penyusunan matriks IFAS dan EFAS bertujuan untuk mengetahui tingkatan kepentingan dan pengaruhnya dalam penentuan strategi pengembangan cluster agropolitan di Kabupaten Blitar. Matrik IFAS dan EFAS pengembangan Cluster 1 seperti tertera pada Tabel 18 dan 19.

22 62 Tabel 18. Hasil analisis matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) Pengembangan Cluster 1 Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kekuatan 1. Faktor sosiokultural yang sangat mendukung Sistem pengairan yang cukup bagus Tersedianya unit kerja yang memiliki tupoksi dibidang pertanian Sudah mulai terbentuk kelompok tani Sudah ditetapkannya lahan pertanian pangan berkelanjutan Kelemahan 1. Tingkat pengolahan produk pertanian masih rendah Belum optimalnya kinerja kelompok tani Rendahnya SDM Sebagian hasil pertanian untuk konsumsi pribadi Rendahnya akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar Jumlah Tabel 18 matriks IFAS Cluster 1 menunjukkan bahwa skor total perkalian bobot dan rating dari semua faktor kekuatan dan kelemahan bernilai Nilai ini berasal dari skor faktor kekuatan yaitu dan skor faktor kelemahan dengan nilai Dalam kolom bobot diketahui bobot masing-masing faktor yang merupakan hasil pengolahan data kuesioner dengan metode AHP. Bobot yang diperoleh masing-masing faktor dikalikan 0.5 agar bobot total faktor kekuatan dan kelemahan bernilai 1.00 (Rangkuti, 2009). Pada kolom rating terlihat bahwa sebagian besar faktor kekuatan memiliki rating 3 (agak kuat), kecuali sistem pengairan yang cukup bagus dengan rating 4 (sangat kuat). Pada faktor kelemahan terlihat bahwa sebagian besar faktor kekuatan memiliki rating 3 (agak kuat). Tabel 19. Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS) Pengembangan Cluster 1 Faktor-Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Peluang 1. Kebijakan ketahanan pangan nasional Tingginya permintaan produk pertanian Adanya KUR Tingginya inovasi produk olahan tanaman pangan Maraknya pembangunan dan pengembangan pertanian berbasis wisata Ancaman 1. Semakin kecilnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian Persaingan produk sejenis dengan daerah lain Fenomena musim yang sulit diprediksi Fluktuasi harga di pasaran yang tidak menentu Konversi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun Jumlah

23 Tabel 19 matriks EFAS Cluster 1 menunjukkan bahwa skor total perkalian bobot dan rating dari semua faktor peluang dan ancaman bernilai Nilai ini berasal dari skor faktor peluang yaitu dan skor faktor ancaman dengan nilai Dalam kolom bobot diketahui bobot masing-masing faktor yang merupakan hasil pengolahan data kuesioner dengan metode AHP. Bobot yang diperoleh masing-masing faktor dikalikan 0.5 agar bobot total faktor kekuatan dan kelemahan bernilai 1.00 (Rangkuti, 2009). Pada kolom rating terlihat bahwa sebagian besar faktor peluang memiliki rating 3 (agak kuat), kecuali tingginya permintaan produk pertanian dengan rating 4 (sangat kuat). Pada faktor ancaman hampir semuanya mendapat rating 3 (agak kuat) kecuali semakin kecilnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian serta persaingan produk sejenis dengan daerah lain mendapat rating 2 (agak lemah). Berdasarkan hasil skor pada matriks IFAS dan EFAS Cluster 1, selanjutnya disusun analisis matriks space. Selisih skor kekuatan dan kelemahan pada matriks IFAS dan selisih skor peluang dan ancaman pada matriks EFAS akan mengisi posisi nilai x dan y dari kuadran di matriks space-nya. Dengan demikian, dapat diketahui posisi kuadran strategi pengembangan Cluster 1 dengan berbagai faktor internal dan eksternal yang sudah dianalisis sebelumnya. Berdasarkan analisis IFAS dan EFAS, maka diperoleh selisih skor kekuatan dan kelemahan pada matriks IFAS yaitu dan selisih skor peluang dan ancaman pada matriks EFAS Kombinasi nilai ini akan menghasilkan posisi di kuadran II. Menurut Marimin (2008), kuadran II, menunjukkan Cluster 1 menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan menerapkan strategi diversifikasi. Hasil perhitungan matriks space pengembangan Cluster 1 seperti terlihat pada Gambar Berbagai Peluang Kuadran III Kuadran I Kelemahan Internal Kekuatan Internal (0.1893, ) Kuadran IV Kuadran II Berbagai Ancaman Gambar 20. Hasil Analisis Matriks Space pada Cluster 1.

24 64 Tahap terakhir dari perumusan strategi (Rangkuti, 2009) adalah tahap pengambilan keputusan. Tahap ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks analisis SWOT. Berdasarkan matriks SWOT, terdapat empat kuadran strategi yang dapat diterapkan dengan mengkolaborasikan berbagai faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman), yaitu : a. Strategi SO yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi ST yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi segala ancaman yang mungkin timbul. c. Strategi WO yaitu pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi WT yaitu strategi yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Hasil analisis matriks SWOT pada Cluster 1 dapat dilihat pada Gambar 21. EKSTERNAL INTERNAL Kekuatan 1. Faktor sosiokultural yang sangat mendukung. 2. Sistem pengairan yang cukup bagus. 3. Tersedianya unit kerja yang memiliki tupoksi dibidang pertanian. 4. Sudah mulai terbentuk kelompok tani. 5. Sudah ditetapkannya lahan pertanian pangan berkelanjutan. Kelemahan 1. Tingkat pengolahan produk pertanian masih rendah. 2. Belum optimalnya kinerja kelompok tani. 3. Rendahnya SDM. 4. Sebagian hasil pertanian untuk konsumsi pribadi. 5. Rendahnya akses petani terhadap permodalan, teknologi dan pasar. Peluang S-O W-O 1. Kebijakan ketahanan pangan nasional. 2. Tingginya permintaan produk pertanian. 3. Adanya KUR. 4. Tingginya inovasi produk olahan tanaman pangan. 5. Maraknya pembangunan dan pengembangan pertanian berbasis wisata. 1. Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen. 2. Pengembangan industri pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan nilai tambah. 1. Pengembangan teknologi tepat guna berbiaya murah di tingkat petani. 2. Pengembangan SDM petani melalui diseminasi maupun pelatihan. 3. Sosialisasi dan fasilitasi kelompok tani dalam mengakses KUR. Ancaman S-T W-T 1. Semakin kecilnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. 2. Persaingan produk sejenis dengan daerah lain. 3. Fenomena musim yang sulit diprediksi. 4. Fluktuasi harga di pasaran yang tidak menentu. 5. Konversi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun. 1. Menyediakan jaringan usaha antara gapoktan dengan pihak swasta. 2. Diversifikasi komoditas yang lebih ekonomis. 3. Penyediaan klinik konsultasi dan sistem data dan informasi pengembangan pertanian yang integratif dan mudah diakses oleh petani. 4. Pembatasan ijin konversi lahan pertanian produktif. 1. Mendorong gapoktan untuk mengembangkan usaha di bidang penyedia sarana produksi pertanian yang dikelola secara mandiri. 2. Mentransformasikan peran gapoktan menjadi lembaga koperasi. Gambar 21. Hasil Analisis Matriks SWOT pada Cluster 1.

25 Pengembangan Cluster 1 jika merujuk hasil analisis matriks space yang berada pada kuadran II maka strategi yang akan digunakan dalam matriks SWOT menggunakan strategi ST (Strengths-Threats) sebagai strategi utama yang meliputi : a. Menyediakan jaringan usaha antara gapoktan dengan pihak swasta. b. Diversifikasi komoditas yang lebih ekonomis. c. Penyediaan klinik konsultasi dan sistem data dan informasi pengembangan pertanian yang integratif dan mudah diakses oleh petani. d. Pembatasan ijin konversi lahan pertanian produktif Strategi Pengembangan Cluster 2 Dalam penyusunan strategi pengembangan Cluster 2 dengan komoditas utama berupa komoditas perkebunan diawali dengan mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh baik faktor internal maupun faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan komoditas perkebunan. Adapun hasil identifikasi setiap faktor baik internal maupun eksternal dan pembobotannya selengkapnya disajikan pada Gambar 22. Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Lahan terlantar Pasokan yang kontinue Standar mutu Persaingan usaha Harga saprodi Agrowisata Tingginya inovasi Tingginya harga Tingginya permintaan Diversifikasi Kondisi topografi Infrastruktur Rendahnya SDM Minimnya teknologi Produktivitas Revitalisasi perkebunan Kelompok tani Unit kerja Potensi lahan Faktor sosiokultural Gambar 22. Hasil Analisis AHP Faktor Internal dan Eksternal Cluster 2. Berdasarkan hasil pembobotan terhadap faktor SWOT pengembangan Cluster 2 (Gambar 22), menunjukkan untuk faktor internal kekuatan yang

26 66 dominan mempengaruhi adalah luasnya lahan perkebunan di Kabupaten Blitar dan faktor sosiokultural dan program revitalisasi perkebunan. Faktor internal berupa kelemahan adalah masih rendahnya produktivitas komoditas perkebunan dan infrastruktur penunjang yang belum memadai. Faktor eksternal peluang yang ada yaitu tingginya permintaan komoditas perkebunan dan diversifikasi komoditas perkebunan. Faktor ancaman yang ada adalah diberlakukannya standar mutu komoditas perkebunan dan harga saprodi yang relatif mahal. Setelah dilakukan pembobotan terhadap faktor SWOT dengan menggunakan metode AHP langkah selanjutnya adalah membuat matriks IFAS dan EFAS. Matrik IFAS dan EFAS pengembangan Cluster 2 tertera pada Tabel 20 dan 21. Tabel 20 matriks IFAS Cluster 2 menunjukkan bahwa skor total perkalian bobot dan rating dari semua faktor kekuatan dan kelemahan bernilai Nilai ini berasal dari skor faktor kekuatan yaitu dan skor faktor kelemahan dengan nilai Dalam kolom bobot diketahui bobot masingmasing faktor yang merupakan hasil pengolahan data kuesioner dengan metode AHP. Bobot yang diperoleh masing-masing faktor dikalikan 0.5 agar bobot total faktor kekuatan dan kelemahan bernilai 1.00 (Rangkuti, 2009). Pada kolom rating terlihat bahwa sebagian besar faktor kekuatan memiliki rating 3 (agak kuat), kecuali potensi lahan perkebunan yang cukup luas serta program revitalisasi perkebunan dengan rating 4 (sangat kuat). Pada faktor kelemahan terlihat bahwa sebagian besar faktor kekuatan memiliki rating 3 (agak kuat), kecuali infrastruktur penunjang yang belum memadai dengan rating 4 (sangat kuat). Tabel 20. Hasil analisis matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) Pengembangan Cluster 2 Kekuatan Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1. Faktor sosiokultural yang sangat mendukung Potensi lahan perkebunan yang cukup luas Tersedianya unit kerja yang memiliki tupoksi dibidang perkebunan Sudah mulai terbentuk kelompok tani perkebunan Program revitalisasi perkebunan Kelemahan 1. Masih rendahnya produktivitas komoditas perkebunan Minimnya sentuhan teknologi pengolahan pasca panen Rendahnya SDM Infrastruktur penunjang yang belum memadai Kondisi topografi yang bergelombang membutuhkan ketepatan dalam pola tanam Jumlah Tabel 21 matriks EFAS Cluster 2 menunjukkan bahwa skor total perkalian bobot dan rating dari semua faktor peluang dan ancaman bernilai Pada kolom bobot hasil pengolahan dengan metode AHP yang diperoleh dengan

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL PENDAHULUAN

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL PENDAHULUAN P R O S I D I N G 118 ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL Oki Wijaya 1 1 Program Studi Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: okiwijaya.umy@gmail.com

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Blitar yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di sebelah Selatan Jawa Timur.

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tulang yang terdiri dari 13 kecamatan. Waktu pelaksanaan penelitian selama kurang lebih 8 (delapan) bulan,

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Blitar, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar, Bagus Sunggono, SE.MM.

Sekapur Sirih. Blitar, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar, Bagus Sunggono, SE.MM. Sebagai pengemban amanat Undang undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010 (Population

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT

Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT 32 Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu metode yang meneliti suatu objek pada masa sekarang (Nazir,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup tentang pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan atau

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan atau III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan atau mendeksripsikan tentang kajian pemekaran daerah Kabupaten Lampung Tengah dengan

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU Almasdi Syahza Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ikan hias selain dinikmati dari segi estetika juga memiliki nilai keuntungan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ikan hias selain dinikmati dari segi estetika juga memiliki nilai keuntungan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan hias selain dinikmati dari segi estetika juga memiliki nilai keuntungan yang tinggi dari segi pengembangbiakannya. Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 01/06/3505/Th. I, 13 Juni 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BLITAR Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang harus di kembangkan dalam Pariwisata di Pulau Pasaran.

III. METODE PENELITIAN. yang harus di kembangkan dalam Pariwisata di Pulau Pasaran. 37 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Strategi Pengembangan Pariwisata di Pulau Pasaran dan juga untuk mengetahu apa saja

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 47 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas unggulan, keragaman (diversitas), tingkat konsentrasi, dan tingkat spesialisasi komoditas tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ)

ABSTRAK PENDAHULUAN. Kata kunci : Komoditi Unggulan, Spesialisasi, Lokalisasi dan Lokasi (LQ) Julian Mukhtar 00, 0. Analisis Keunggulan Komoditi Jagung Dengan Pendekatan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Agropolitan 2.1.1. Konsep Agropolitan Agropolitan terdiri dari kata agro (pertanian) dan kata politan (polis = kota), dengan demikian agropolitan secara tata bahasa

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang III. METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada metodologi akan dijelaskan mengenai metode pendekatan studi, metode analisa dan metode pengumpulan data yang akan digunakan pada saat menyusun laporan Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS. Oleh *) Rian Destiningsih

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS. Oleh *) Rian Destiningsih ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS Oleh *) Rian Destiningsih Email : riandestiningsih@untidar.ac.id Abstrak Stabilitas ketahanan pangan dapat terwujud salah satunya ketika ketersediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih adalah Objek Wisata Air Terjun Lepo, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan September Desember 2009 dengan wilayah studi yang dikaji untuk lokasi optimal pasar induk adalah Bogor yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya sektor produksi primer seperti kegiatan sektor pertanian di negara negara yang sedang berkembang merupakan sektor yang masih cukup dominan. Secara logis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Salak Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak merupakan tanaman

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input ANALISIS SWOT Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah, sebelumnya perlu dilakukan suatu analisa yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan Analisis

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Wilayah dan Kawasan Perdesaan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Wilayah dan Kawasan Perdesaan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Wilayah dan Kawasan Perdesaan Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komoditas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komoditas adalah: 1. Barang dagangan utama, benda niaga, hasil bumi dan kerajinan setempat dapat dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri. Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri. Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis SWOT untuk menentukan Strategi Pengembangan Industri Biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta Strategi pengembangan pada Industri Biofarmaka D.I.Yogyakarta

Lebih terperinci

Analisis SWOT Deskriptif Kualitatif untuk Pariwisata

Analisis SWOT Deskriptif Kualitatif untuk Pariwisata CHAPTER-09 Analisis SWOT Deskriptif Kualitatif untuk Pariwisata SWOT Filosofi SWOT Analisis SWOT atau Tows adalah alat analisis yang umumnya digunakan untuk merumuskan strategi atas identifikasi berbagai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Magelang yang ditentukan berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wilayah di Kecamatan Ungaran Barat dalam usaha pengembangan agribisnis sapi

BAB III METODE PENELITIAN. wilayah di Kecamatan Ungaran Barat dalam usaha pengembangan agribisnis sapi 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini merupakan rangkaian studi untuk menganalisis potensi wilayah di Kecamatan Ungaran Barat dalam usaha pengembangan agribisnis sapi perah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung BPK-RI Perwakilan Provinsi Lampung didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat Keputusan BPK RI Nomor 23/SK/

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK)

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis SWOT (strengths-weaknessesopportunities-threats)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis SWOT (strengths-weaknessesopportunities-threats) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Strategi Pemasaran Strategi Pemasaran ialah paduan dari kinerja wirausaha dengan hasil pengujian dan penelitian pasar sebelumnya dalam mengembangkan keberhasilan strategi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Tabel Input-Output Tabel input-output (I-O) yang dianalisis adalah Tabel I-O Kabupaten Ciamis tahun 2008 dengan menggunakan data transaksi domestik, dengan data ini

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANAK TIDAK MELANJUTKAN SEKOLAH KE TINGKAT SMA DI KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR. Galuh Perdana Rahmanto

KARAKTERISTIK KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANAK TIDAK MELANJUTKAN SEKOLAH KE TINGKAT SMA DI KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR. Galuh Perdana Rahmanto KARAKTERISTIK KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANAK TIDAK MELANJUTKAN SEKOLAH KE TINGKAT SMA DI KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR Galuh Perdana Rahmanto Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari 2013 hingga April 2013. Dengan tahapan pengumpulan data awal penelitian dilaksanakan pada Bulan

Lebih terperinci

Riyatus Shalihah (1), Zainol Arifin (2), Mohammad Shoimus Sholeh (3) Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura (3)

Riyatus Shalihah (1), Zainol Arifin (2), Mohammad Shoimus Sholeh (3) Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura (3) 135 STRATEGI USAHA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR JUMIANG DI KELOMPOK USAHA BERSAMA MITRA BAHARI DESA TANJUNG KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR Tahun Anggaran 2016

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR Tahun Anggaran 2016 DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir DPPA SKPD 2.2 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR Tahun Anggaran 2016 Urusan Pemerintahan : 1 Urusan Wajib Bidang Pemerintahan : 1. 02 Kesehatan

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum menjadi prioritas. Belum ada strategi pengelolaan air limbah

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERTANIAN DAN PANGAN hal 1 dari 10

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR. RKPD: DINAS PERTANIAN DAN PANGAN hal 1 dari 10 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2017 KABUPATEN BLITAR 1.02.03.3.03.1 Urusan Pemerintahan Bidang Pangan 1.02.03.3.03.1.11 Program Peningkatan Ketahanan Pangan 1.02.03.3.03.1.11.24 Peningkatan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Penelitian ini berlokasi pada obyek wisata alam Pantai Siung yang ada di Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) 1 BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA MASTERPLAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA LATAR BELAKANG Kemiskinan dan ketertinggalan pembangunan di kawasan perdesaan selama ini

Lebih terperinci

FORMULASI RANCANGAN KEBIJAKAN KETENAGAAN DOKTER UMUM DI KABUPATEN BLITAR. Agung Dwi Laksono Widodo J. Pudjirahardjo Iwan M.

FORMULASI RANCANGAN KEBIJAKAN KETENAGAAN DOKTER UMUM DI KABUPATEN BLITAR. Agung Dwi Laksono Widodo J. Pudjirahardjo Iwan M. FORMULASI RANCANGAN KEBIJAKAN KETENAGAAN DOKTER UMUM DI KABUPATEN BLITAR Agung Dwi Laksono Widodo J. Pudjirahardjo Iwan M. Mulyono Jumlah Kunjungan Rawat jalan Latar Belakang 600,000 500,000 503,87 400,000

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek/ Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah UMKM Kipas Bambu yang terletak di Desa Jipangan Bangunjiwo Kasihan Bantul. Kemudian subjek dari penelitian ini

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Teknik Sampling

METODE Lokasi dan Waktu Teknik Sampling METODE Metode yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data adalah kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Pangan Bahan pangan di setiap wilayah berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya. Biasanya tanaman pangan yang digunakan adalah berasal

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wisata Agro Tambi yang terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci