II. TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Harjanti Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Agropolitan Konsep Agropolitan Agropolitan terdiri dari kata agro (pertanian) dan kata politan (polis = kota), dengan demikian agropolitan secara tata bahasa dapat diartikan sebagai kota pertanian atau adanya unsur-unsur urbanism di daerah lahan pertanian. Konsep agropolitan pertama kali diperkenalkan oleh Friedmann (1974) sebagai strategi untuk pengembangan perdesaan. Menurut konsep ini agropolitan terdiri dari beberapa distrik dimana distrik-distrik agropolitan (selanjutnya kita sebut desadesa sekitarnya) didefinisikan sebagai kawasan pertanian yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dengan kecenderungan menggunakan pola pertanian modern. Sedangkan, menurut UU Nomor 26 Tahun 2007, kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Djakapermana (2003) dijelaskan bahwa pengembangan kawasan agropolitan tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat Propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agropolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan. Dengan demikian tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan. Di samping itu, pentingnya pengembangan kawasan agropolitan di Indonesia diindikasikan oleh ketersediaan lahan pertanian dan tenaga kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) di sebagian besar petani, jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata (institusi). Kondisi ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive advantage) Indonesia dibandingkan dengan
2 5 negara lain karena kondisi ini sangat sulit untuk ditiru (coping) (Porter, 1998). Lebih jauh lagi, mengingat pengembangan kawasan agropolitan ini menggunakan potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial lokal (local social culture). Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam bentuk perjalanan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Douglas (1986) dalam Djakapermana (2003) menyatakan bahwa dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara terintegrasi, perlu disusun Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah : 1. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai: a. Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center). b. Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services). c. Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market). d. Pusat industri pertanian (agro-based industry). e. Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment). f. Pusat agropolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten). 2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai: a. Pusat produksi pertanian (agricultural production). b. Intensifikasi pertanian (agricultural intensification). c. Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services). d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification).
3 6 3. Penetapan sektor unggulan: a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya. b. Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal). c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor. 4. Dukungan sistem infrastruktur Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan diantaranya : jaringan jalan, irigasi, sumbersumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi). 5. Dukungan sistem kelembagaan. a. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat. b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan agropolitan. Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan produksi pertanian berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produksi kawasan agropolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas Manggis Apabila kawasan agropolitan merupakan suatu sistem, maka sistem tersebut terdiri dari subsistem sumberdaya pertanian dan komoditas unggulan, subsistem sarana prasarana agribisnis, sarana prasarana umum, prasarana kesejahteraan sosial, dan subsistem kelestarian lingkungan. Mengingat kecamatan Leuwiliang sebagai kawasan agropolitan yang sebagian besar memiliki potensi lahan perkebunan (lahan kering), maka dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi wilayah dipilih model kawasan agropolitan berbasis perkebunan yang diarahkan pada perkebunan rakyat. Berdasarkan komoditasnya produk perkebunan yang menonjol adalah manggis. Komoditas ini merupakan andalan
4 7 ekspor non migas yang banyak diusahakan oleh masyarakat di wilayah Kecamatan Leuwiliang khususnya Desa Karyasari, Desa Cibeber II, Desa Pabangbon, Desa Karacak, dan Desa Barengkok (Susanto, 2005). Lebih lanjut Susanto (2005) mengungkapkan bahwa pengembangan komoditas unggulan buah manggis di kawasan agropolitan akan memberikan kontribusi dalam pengembangan ekonomi rakyat setempat dalam bentuk peningkatan pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja musiman khususnya pada saat tanam dan panen. Kesempatan dan peluang ini dapat dimanfaatkan oleh para pemuda tani sebagai penerus yang memiliki kecenderungan dan minat untuk mengembangkan buah manggis. Untuk mendukung pelaksanaan kawasan agropolitan manggis perlu dilakukan penyusunan perencanaan yang dititikberatkan pada aspek-aspek yang terdapat dalam sistem agribisnis manggis dari hulu hingga hilir Perkembangan Struktur Tata Ruang Wilayah Pemahaman mengenai struktur tata ruang diperlukan untuk proses penataan ruang lebih lanjut suatu wilayah. Dalam UU No 26 Tahun 2007, struktur tata ruang sendiri diartikan sebagai susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional Sarana dan Prasarana (Infrastruktur) Pada dasarnya fasilitas mempunyai pengertian yang luas meliputi sarana dan prasarana. Prasarana atau infrastruktur adalah alat (mungkin tempat) yang paling utama dalam kegiatan sosial atau kegiatan ekonomi. Sedangkan sarana adalah alat pembantu dalam prasarana itu. Prasarana dan sarananya adalah misalnya pabrik dengan mesinnya, jalan dengan mobilnya, rumah dengan perabotnya, sawah dengan bajaknya, sungai dengan perahunya, kelas dengan papan tulisnya, toko dengan etalasenya, dan sebagainya (Jayadinata, 1999). Menurut bentuknya prasarana dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) yang berbentuk ruang atau bangunan (space), dan (2) yang berbentuk jaringan (network). Berdasarkan macamnya, prasarana yang berbentuk ruang/bangunan terdiri atas dua macam yaitu:
5 8 1). Ruang tertutup Perlindungan, yaitu rumah Pelayanan umum, yaitu prasarana kesehatan dan keamanan misalnya: balai pengobatan, rumah sakit, pos pemadam kebakaran, dan sebagainya. Kehidupan ekonomi, misalnya: pasar, bangunan bank, bangunan toko, pabrik, dan sebagainya. Kebudayaan pada umumnya, misalnya: bangunan pemerintahan, bangunan sekolah, bioskop, museum, gedung perpustakaan, dan sebagaimya. 2). Ruang terbuka Kebudayaan, misalnya: lapangan olah raga, taman, dan sebagainya. Kehidupan ekonomi (mata pencaharian), misalnya: sawah, kebun, kolam, hutan, pasar, pelabuhan, dan sebagainya. Kehidupan sosial, misalnya: kawasan rumah sakit, kawasan perumahan, dan sebagainya. Sedangkan prasarana yang berbentuk jaringan terdiri atas empat macam yaitu: (1) sistem perangkutan, misalnya: jaringan jalan dan jaringan rel kereta api, (2) utilitas umum, misalnya: jaringan pipa air minum, dan jaringan kawat listrik, (3) sistem komunikasi perseorangan dan komunikasi massa, misalnya jaringan kawat telepon dan jaringan kawat atau kabel telegram, dan (4) sistem pelayanan dalam kehidupan sosial ekonomi, misalnya irigasi dan pengairan (Jayadinata, 1999) Pusat Pelayanan Pusat pelayanan tidak selalu merupakan suatu pusat pertumbuhan, melainkan akan lebih berfungsi sebagai pusat interaksi sosial, pertukaran ide dan informasi mengenai pembangunan yang akan menyebar ke desa-desa. Dusseldorp (1971) dalam Meiriki (2004) mengemukakan bahwa konsep teori pusat pelayanan adalah pemusatan dan fungsi pemusatan, batas ambang serta hirarki dengan adanya kristalisasi penduduk pada daerah inti akan berimplikasi pada terjadinya pemusatan fasilitas pelayanan sekaligus menobatkan daerah inti ini sebagai pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya. Di samping itu, pemusatan pelayanan akan memberikan sekurang-kurangnya tiga keuntungan diantaranya: (1) penggunaan fasilitas pelayanan ini akan lebih intensif daripada tidak dipusatkan, (2) fasilitas
6 9 pelayanan akan berfungsi lebih efisien, (3) berbagai kelembagaan seperti koperasi, pemasaran, kelompok tani, pengolahan hasil-hasil pertanian, dan perbankan dapat berfungsi dengan baik Struktur Tata Ruang Wilayah Perdesaan di Kabupaten Bogor Secara umum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bogor dijelaskan bahwa tata ruang Kabupaten Bogor terbentuk dengan struktur ruang wilayah yang menggambarkan rencana sistem pusat pelayanan permukiman perdesaan dan perkotaan serta sistem perwilayahan pengembangan, merupakan bentuk/gambaran sistem pelayanan berhirarki, yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan pelayanan serta mendorong pertumbuhan kawasan perdesaan dan perkotaan di wilayah Kabupaten Bogor. Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, meliputi: a) Pengelolaan perdesaan ditujukan untuk mendukung kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan pengembangan lingkungan permukiman perdesaan. b) Meningkatkan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi masyarakat desa c) Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan d) Besaran intensitas pemanfaatan lahan diarahkan untuk menjamin kelangsungan budidaya pertanian dan pelestarian lingkungan, dengan pemberian koefisien tutupan rendah antara %. Sedangkan, arahan pengelolaan sistem permukiman perdesaan meliputi : 1. Arahan pengembangan struktur ruang perdesaan dilakukan melalui pengembangan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) diantaranya adalah Desa Pabangbon dan Desa Karacak di Kecamatan Leuwiliang. 2. Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat pertumbuhan di kawasan perdesaan; 3. Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas sosial-ekonomi;
7 10 4. Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan meliputi pusat kegiatan wilayah dan lokal di wilayah perkotaan Profil Kebun Manggis Rakyat di Wilayah Agropolitan Leuwiliang Berdasarkan hasil penelitian PKBT IPB (2004), Lokasi yang menjadi lahan pertanaman manggis ini pada awalnya merupakan lahan perkebunan teh. Pada waktu pabrik teh di daerah tersebut tidak lagi beroperasi, hampir seluruh pohon teh di daerah tersebut ditebang tetapi tidak diikuti dengan upaya konservasi/reboisasi. Lahan yang dibiarkan gundul tanpa vegetasi menyebabkan tingginya laju erosi dan pencucian hara tanah yang mengakibatkan tanah menjadi miskin dan tidak produktif. Upaya pemanfaatan kembali lahan tersebut dilakukan dengan penanaman cengkeh, durian dan manggis. Pada masa kejayaan cengkeh, tanaman buahbuahan kurang diperhatikan sehingga tidak terpelihara. Selanjutnya setelah harga cengkeh jatuh, petani mulai melirik tanaman durian dan tanaman manggis dijadikan sebagai tanaman panjatan atau tangga untuk memanjat pohon durian. Sejak tahun 90-an manggis mulai memberikan pendapatan yang lebih baik sehingga melebihi nilai ekonomi durian. Sejarah pemeliharaan manggis yang kurang baik menyebabkan nilai ekonomi yang diperoleh petani lebih rendah daripada potensi yang sebenarnya sehingga perbaikan tanaman manggis diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomi tanaman manggis. Potensi tanaman manggis di Kecamatan Leuwiliang cukup baik, tetapi tanaman tersebut belum dikelola dengan baik. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan yang terarah dan berkesinambungan mengenai seluruh aspek agribisnis terhadap petani. Tanaman manggis di wilayah agropolitan didominasi oleh tanaman yang sudah menghasilkan atau produktif (berumur 15 tahun ke atas). Tanaman manggis berasal dari hutan sekunder (Agroforestry) dan pekarangan warisan dari orang tuanya. Tanaman kurang terawat dengan baik karena anggapan petani terhadap tanaman ini hanya bersifat tanaman sampingan. Produktivitas buah manggis yang dihasilkan relatif masih rendah yaitu kg/pohon, sedangkan kondisi produktivitas optimalnya adalah
8 11 kg/pohon. Begitupun dengan kualitas buah yang dihasilkan masih rendah terutama untuk kualitas ekspor yaitu kurang dari 1% total produksi (Dinas Pertanian Bogor, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan IPB sebelumnya ternyata dengan menerapkan beberapa teknik budidaya seperti pemupukan dan pemangkasan menunjukkan adanya pengaruh nyata dalam peningkatan produksi dan mutu buah. Dimana produktivitas buah manggis meningkat hingga kisaran kg/pohon, dengan peningkatan buah kualitas ekspor sampai dengan kisaran 40% dari total produksi. Berdasarkan kajian teknik agronomi, iklim, dan kesesuaian tanah oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bogor tahun 2004 tanaman manggis mempunyai kemampuan untuk tumbuh dengan baik di wilayah agropolitan. Hal ini dapat dilihat dari penyebaran komoditas buah manggis hampir di seluruh Kecamatan Leuwiliang, khususnya Desa Barengkok, Pabangbon, Karacak, Karyasari, dan Cibeber II. Lokasi tanaman manggis terdapat hampir merata di setiap desa dengan konsentrasi paling banyak terdapat di desa Karacak. Sebagai komoditas unggulan, produksi buah manggis memiliki potensi yang besar untuk dapat meningkatkan pendapatan petani. Salah satu upaya Dinas Pertanian Kabupaten Bogor untuk melakukan pembinaan dan penyuluhan secara terpadu maka pada tanggal 27 Februari 2001 dilakukan pembentukkan kelompok tani manggis Karya Mekar di Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 33 orang. Kegiatan pembinaan dan penyuluhan dilakukan melalui gelar teknologi spesifik lokasi yaitu mengembangkan agribisnis manggis melalui inovasi teknik budidaya meliputi pemeliharaan tanaman, perbaikan sistem pola tanaman dan jarak tanam, perbaikan media tumbuh dengan sistem terasering, pengendalian hama dan penyakit, serta perbaikan cara panen dan penanganan pasca panen. Pembinaan kebijakan tata niaga dan pemasaran dalam bentuk kelembagaan dan permodalan yang akan dikelola melalui suatu badan usaha kelembagaan yang berbasis pertanian.
9 Pola Pergerakan Penduduk Pergerakan merupakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh seorang individu. Pergerakan ini menyangkut bagaimana individu bergerak setiap hari untuk berbagai macam alasan dan tujuan seperti bekerja, belanja, hiburan, rekreasi, dan sebagainya (Tamin, 2000). Kemudian Jacobson (2003) mengungkapkan bahwa perjalanan dengan maksud bekerja sebagian besar merupakan suatu kebiasaan (habitual) dimana ketika individu melakukan perjalanan secara berulang-ulang dan dengan frekuensi yang tinggi sedangkan perjalanan dengan maksud berbelanja, berjalan-jalan, dan bersantai barangkali merupakan sesuatu yang bersifat impulsive (suatu kesenangan yang biasanya dilakukan pada waktu yang lebih fleksibel atau tidak tetap). Selain itu, perjalanan untuk kunjungan sosial atau personal service cenderung lebih terencana (planned) karena diyakini perlu adanya penggunaan kendaraan dan lain sebagainya yang harus direncanakan terlebih dahulu. Pada prinsipnya, penduduk merupakan aspek utama dalam setiap kegiatan perencanaan wilayah. Jumlah penduduk merupakan faktor utama untuk menentukan banyaknya permintaan bahan konsumsi yang harus disediakan. Begitu juga tentang banyaknya fasilitas umum yang perlu dibangun pada suatu wilayah. Di sisi lain, penduduk dapat dipandang sebagai faktor produksi yang dapat dialokasikan untuk berbagai kegiatan sehingga dapat dicapai suatu nilai tamabah (kemakmuran) yang maksimal bagi wilayah tersebut (Tarigan, 2002). Lebih lanjut Tarigan (2002) mengungkapkan bahwa mobilitas penduduk antar desa pada umumnya lebih banyak diungkapkan dalam studi yang intensif dengan cakupan wilayah yang terbatas. Ciri yang sangat menonjol dari mobilitas antar desa adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan biasanya terbatas pada sektor pertanian. Menurut Meyer dan Straszheim (1971) dalam Maulana (2006), untuk menduga bangkitan perjalanan penduduk, unit yang umum digunakan adalah unit rumah tangga. Pendugaan bangkitan perjalanan dilakukan dengan melihat jumlah perjalanan yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk bekerja, sekolah, rekreasi, dan untuk keperluan lainnya.
PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan
PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pedesaan saat ini menempati bagian paling dominan dalam mengisi wacana pembangunan daerah. Hal tersebut bukan saja didasarkan atas alasan fisik geografis,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan
82 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang adalah dan mengembangakan kegiatan pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Lebih terperinciا ن ف ي خ ل ق الس م او ات و الا ر ض و اخ ت لا ف الل ي ل و الن ه ا ر ل ا ي ات ل ا و ل ي الا ل ب اب
12 BAB I PENDAHULUAN Dalam penyusunan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan Leuwiliang Timur terkait dengan substansi materinya tersirat dalam perintah Allah SWT dalam Q.S. Ali-Imran; 190-191 sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N
1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan
Lebih terperinciStrategi Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor 1 Nurfadhilah, 2 Ivan Chofyan 1,2 Prodi Perencanaan Wilayah dan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
23 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4..1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kawasan Agropolitan Cendawasari merupakan suatu kawasan perdesaan berbasis pertanian yang dirilis menjadi suatu Kawasan Agropolitan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undangundang
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini
Lebih terperinciVI KESIMPULAN DAN SARAN
237 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciBab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional
Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinci3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi
Lebih terperinciArahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan
C12 Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan Ellen Deviana Arisadi dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciKETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG
KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah
Lebih terperinciANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN
ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS
Lebih terperincidan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,
dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Keadilan diartikan sebagai keadilan antar kelompok masyarakat
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi
BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun
Lebih terperinciBAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,
BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan
Lebih terperinciPENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember
PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Dasar Hukum : UUD 1945 UU No. 5 tahun 1960 UU no. 26 tahun 2007 UU no 41 tahun
Lebih terperinciBUPATI MUSI RAWAS 2 TAHUN 2001 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS Menimbang :
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PENELITIAN. Gambaran Umum Kecamatan Leuwiliang
GAMBARAN UMUM PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum penelitian yang dilihat dari gambaran umum Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan agropolitan zona satu dilihat dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciVIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN
VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014
INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih
Lebih terperinciBab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan
122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciAGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 VISI : "MEWUJUDKAN PETANI SEJAHTERA MELALUI PERTANIAN BERKELANJUTAN" MISI 1 TUJUAN : MENINGKATKAN KUALITAS AGROEKOSISTEM : MENINGKATKAN
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen
Lebih terperinciBAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH
II. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 01. A. KEBIJAKAN PROGRAM Pada Urusan pilihan Pertanian diarahkan pada Peningkatan produksi pertanian dan pemberdayaan petani lokal serta peningkatan akses modal dan
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPOLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI
PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi
Lebih terperinciSUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
SUMMARY STRATEGI DAN MODEL PERENCANAAN POPULIS DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Strategi populis dalam pengembangan wilayah merupakan strategi yang berbasis pedesaan. Strategi ini muncul sebagai respon atas
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciHermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh
Lebih terperinci3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis
3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI STRUKTUR DAN ORIENTASI PUSAT-PUSAT PELAYANAN KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus Kawasan Cendawasari, Desa Karacak, Leuwiliang, Bogor)
IDENTIFIKASI STRUKTUR DAN ORIENTASI PUSAT-PUSAT PELAYANAN KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus Kawasan Cendawasari, Desa Karacak, Leuwiliang, Bogor) SONY NUGROHO A14062722 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinciPOHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN SASARAN 1 : Meningkatkan ketersediaan pangan utama (food availability) SASARAN : INDIKATOR KINERJA : KINERJA PROGRAM : INDIKATOR KINERJA :
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinci1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka menengah
Lebih terperinciPROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN
PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD 6.1. Tinjauan Substansi RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
22 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Ciri Kawasan Agropolitan 2.1.1 Pengertian Umum Kawasan Agropolitan Agropolitan terdiri dari dua kata, agro dan politan (polis). Agro berarti pertanian dan politan
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,
Lebih terperinciV BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciPemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal
BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan
Lebih terperinciPROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016
SEKRETARIS PROGRAM PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN SEKRETARIS 3.732.008.000 PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016 1 Kegiatan Penyediaan Jasa Surat Menyurat 36.000.000
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciAnalisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciPengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten 6.1. VISI DAN MISI 6.1.1 Visi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kab. Melalui Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Product 6.1.2.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk
Lebih terperinci