MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Penggunaan Analisis Sidik Lintas Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Penggunaan Analisis Sidik Lintas Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya"

Transkripsi

1 EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Penggunaan Analisis Sidik Lintas Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR 6. PENDALAMAN 1. PENDAHULUAN Epidemi suatu penyakit tumbuhan di alam merupakan interaksi yang kompleks dan dinamis dari tiga faktor utamanya, yakni: patogen, inang dan lingkungan (Zadoks dan Schein, 1979). Tersedianya inokulum patogen yang tinggi (banyak) tidaklah selalu diikuti dengan naikny a epidemi, selama kondisi inang dan lingkungan kurang mendukung. Sebaliknya, meningkatnya kepekaan inang dan kondisi lingkungan yang sesuai mampu memacu patogenisitas patogen untuk terjadinya epidemi. Keadaan serupa ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik yang berjalan menurut waktu dan ruang tertentu, yang dinamikanya dapat dilihat dengan pendekatan matematika/statistika. Respon yang diberikan oleh peubah tidak bebas atas stimulus dari peubah bebas sering ditunjukkan dalam bentuk korelasi sederhana dengan mengabaikan nilai peubah yang lain. Keadaan serupa ini sulit diterapkan pada kasus interaksi yang kompleks dan dinamis seperti kasus tersebut di atas, dimana peubah tidak bebas dipengaruhi oleh sejumlah peubah bebas (Steel dan Torrie, 1980). Sedangkan bila ingin mengadakan pendugaan terhadap nilai sesuatu peubah tidak bebas dengan melalui pengenalan sifat-sifat peubah bebasnya, hal ini akan memerlukan suatu persamaan tunggal yang nampak berguna bagi peramalan. Namun persamaan tersebut tidaklah dapat menggambarkan hubungan yang rumit dari perubahan atau dinamika peubah bebas dan respon peubah tak bebasnya. Sehubungan dengan itu, salah satu bentuk pendekatan lain untuk masalah tersebut di atas dapatlah kiranya dikembangkan model analisis sidik MODUL 6 (SPEED) SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT lintas seperti dalam modul ini.

2 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memberikan pengertian mengenai pentingnya analisis statistika dalam mendekatai kejadian penyakit tanaman di alam. 2. Membangun kebiasaan mahasiswa dalam menggunakan model matematika untuk penelitian epidemiologi. 3. KEGIATAN BELAJAR Model analisis sidik lintas Kembali pada asumsi dasar bahwa terjadinya epidemi penyakit merupakan akibat dari bekerjanya faktor patogen, inang dan lingkungan. Dengan demikian setiap perubahan epidemi sangat tergantung kepada perubahan ketiga faktor penyebabnya. Dalam epidemiologi hal ini digambarkan berupa persentase tingkat serangan pada jaringan tumbuhan ( TS) atau berupa fraksi atau bagian ( ), faktor ini merupakan peubah tidak bebas ( Y). Sedangkan patogen, inang dan lingkungan merupakan peubah bebas ( X), yang masing-masing dapat dirinci menjadi beberapa komponen sehingga dapat diberi symbol sebagai: X 1, X 2, X 3,. X n. Apabila faktor-faktor tersebut di atas dijabarkan dalam analisis sidik lintas, maka bentuknya dapat digambarkan sebagaimana Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa besarnya tingkat serangan penyakit (Y) tergantung pada nilai X 1. X 4 dan R X yang merupakan faktor yang tidak dapat dijelaskan (disebut saja sebagai faktor sisa). Garis dengan arah dua anak panah menunjukkan adanya hubungan timbal balik dari kedua faktor yang berinteraksi yang dinyatakan dalam koefisien korelasi r iy. Sedangkan garis dengan satu panah memberikan gambaran tentang hubungan faktor peubah bebas terhadap tidak bebas yang sifatnya bisa langsung dengan nilai digambarkan oleh P iy dan pengaruh total dari faktor peubah bebas setelah faktor tersebut dipengaruhi oleh faktor peubah lainnya. Gambar 1. Diagram analisis sidik lintas Untuk memperoleh nilai P iy pada analisis sidik lintas, terlebih dahulu dihitung koefisien korelasi dari masing-masing faktor peubah bebas serta koefisien korelasi masing-masing faktor peubah bebas Page 2 of 9

3 terhadap peubah tak bebas. Kemudian nilai r iy yang dihasilkan tersebut disusun dalam suatu matriks yang selanjutnya dibalik atau dengan kata lain dihitung matriks kebalikan dari matriks koefisien korelasi peubah bebasnya. Dari matriks kebalikan tersebut dikalikan dengan koefisiean korelasi antara peubah bebas dengan peubah tak bebas; dan sekarang didapatlah nilai P iy yang merupakan koefisien sidik lintasnya. Kemudian dari matriks tersebut dihitung matriks kebalikannya dan didapat nilai-nilainya sebagai C yang selanjutnya dikalikan dengan matriks koefisien antara peubah bebas dengan peubah tidak bebas, sehingga didapat nilai P. Sedangkan untuk mencari nilai pengaruh sisa atau koefisien analisis sidik lintas sisa adalah sebagai berikut: R 1 ( r yp1 y r2 yp2 y r3 yp3... r 1 y ny ny P ) Sebagai catatan bahwa untuk menghitung berdasarkan matriks tersebut dapat dipelajari dari buku-buku statistika yang ada, misalnya dalam buku Analisa regresi-korelasi karangan Prajitno (1985). Penggunaan praktis analisis path dalam epidemi penyakit Setelah dipelajari langkah-langkah analisis path di atas, pada uraian berikut ini dikemukakan contoh praktisnya untuk mengetahui hubungan antara komponen cuaca dengan tingkat serangan penyakit. Dalam hal ini, komponen cuaca merupakan peubah bebas, sedangkan tingkat serangan sebagai peubah tak bebas (Y). Data yang disajikan disini adalah merupakan hasil penelitian penulis dan kawan-kawan pada berbagai jenis penyakit dan tanaman, yaitu: mosaik pada kacang tanah, karat daun ( Phakopsora vitis) pada anggur, embun palsu ( Plasmopara viticola) pada anggur, antraknose (Colletotrichum ningrum) pada cabai, bercak daun ( Marssonina coronaria) pada apel (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1, jelas bahwa korelasi antara faktor cuaca (X 1...X 7 ) dan jumlah spora di udara (X 8 ) dengan tingkat serangan berbagai macam penyakit (Y) dapat dipecahkan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Pada penyakit mosaik temyata bahwa kelembaban nisbi udara memberikan pengaruh paling dominan terhadap tingkat serangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal pengaruh langsung tampak jelas bahwa adanya koefisien korelasi nyata sebesar -0,92, kontribusi terbesar diberikan oleh kelembaban langsung, dan oleh lama penyinaran matahari secara tidak langsung. Sebaliknya bila dilihat koefisien korelasi suhu udara, penguapan, dan lama penyinaran, masing-masing secara berurutan memberikan pengaruh nyata 0,91; 0,92; 0,88 terhadap tingkat serangan. Nilai pengaruh langsungnya juga tinggi, yakni: -1,75; 1,57; dan -3,95. Namun ternyata pula bahwa adanya pengaruh nyata dari ketiga faktor tersebut diberikan melalui pengaruh tidak langsung kelembaban, yang masing-masing sebesar 5,17; 5,14; dan 4,93. Page 3 of 9

4 Tabel 1. Koefisien path hubungan antara faktor cuaca dan jumlah spora beberapa jenis penyakit tanaman terhadap tingkat serangan Cuaca dan spora Koefisien path I II II IV V A. X 1 0,91* -1,75 5,17 1,48-3,54-0,76 0,14-0,39 0,45-0,12-0,16 0,22 0,16-0,66* 0,28 0,12 0,13 0,006-0,13-0,04-0, ,84 1,29-0,47 0,69-0,64-0,34-0,50-0,35-0,55 0,15-0,06 B. X 2-0,92-5,39 1,67-1,49 3,60-0,28 0,97-0,20-0,50 0,35 0,28 0,18-0,50 0,47-0,15 0,23-0,09 0,01 0,09 0,02 0,34 0,06-1,46 0,75 0,48-0,69 0,64 0,33 0,33-0,63 0,16 0,88-0,25 0,15 C. X 3 0,93* 1,57-1,65 5,14-3,61 0,33-0,85-0,33-0,51-0,77 1,37 0,73-0,66-0,48 D. X 4 0,88* -3,94-1,56 4,92 1,44 0,76-0,73-0,70* -0,65-0,07 0,22-0,31 0,12-0,001-0,24 0,18-0,21 0,08-0,03-0,06-0,02-0,18-0,23 0,74-0,78 1,36-0,50-0,70-0,33-0,57-0,01-0,18 0,55 0,24-0,15 E. X 5 0,26 1,38 0,72* 0,35 0,18-0,07 0,02 Page 4 of 9-0,23-0,83-0,65-0,24 0,34

5 F. X 6 G. X 7 H. X 8-0,28 0,33 0,76-0,04-0,57 1,29-0,76 0,97-0,85-0,73-0,03-0,27 0,59-0,19 0,06-0,82* -0,68 0,12-0,23 0,11 0,19-0,36 0,61 0,39-0,16 0,28 0,003 0,05 0,61 0,02 0,06 0,05-0,001 0,21 0,69* 0,23 0,15-0,06-0,04-0,01 0,04 0,38 0,63 0,13 0,09-0,03-0,03 0,00 0,08 0,39 0,97* 0,72 0,18-0,07-0,04-0,02 0,12 0,07 Page 5 of 9 1,11-0,41 0,62 0,07 0,74* 0,88 0,32-0,54 0,27-0,27-0,07-0,15 0,46-0,74-0,14 0,35 0,20 0,11-0,48 0,74 0,23 Keterangan: * berbeda nyata ; X = tidak diamati, Suhu udara (X 1 ), Kelembaban (X 2 ), Penguapan (X 3 ), Lama sinar (X 4 ), Kecepatan angin (X 5 ), Curah hujan (X 6 ), Lama daun basah (X 7 ), Jumlah spora (X 8 ); I = Mosaik pada kacang tanah, II = Karat daun pada anggur, III = Embun palsu pada anggur, IV = Antraknose pada cabai, V = Bercak daun pada apel. Dalam masalah penyakit karat pada anggur, terlihat bahwa koefisien korelasi yang memberi pengaruh nyata adalah pada lama penyinaran sebesar -0,70, sedangkan komponen lainnya adalah curah hujan. Bila dilihat pengaruh langsung, lama penyinaran tersebut masih memberikan nilai cukup tinggi yaitu -0,66, yang setara dengan koefisien korelasinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lama penyinaran memang kuat dan bereaksi negatif bagi serangan penyakit karat. Pola yang serupa terlihat pula pada pengaruh curah hujan, yang secara total nilainya nyata ( -0,82) jumlah tersebut secara dominan diberikan oleh curah hujan itu sendiri secara langsung ( -0,68). Komponen lain yang

6 menunjukkan pengaruh secara total adalah kecepatan angin, namun secara langsung peranannya kecil dan bagian terbesar justru melalui sinar. Demikian pula dengan jumlah spora di udara walaupun memberikan nilai relatif tinggi secara total, tetapi kontribusi terbesar diberikan melalui curah hujan. Apabila dilihat data pada penyakit embun tepung pada anggur, nampaknya agak berbeda dengan hasil-hasil tersebut di atas. Pada kasus ini peranan komponen cuaca kurang menonjol, sebaliknya jumlah spora di udara memberikan pengaruh positif bagi epidemi penyakit, baik koefisien korelasinya (0,97) maupun pengaruhnya secara langsung (0,72). Meski pada tabel terlihat suhu udara dan curah hujan memberikan nilai koefisien korelasi nyata dengan nilai masing-masing 0,66 dan 0,69, yang berarti peningkatan suhu akan menghambat tingkat serangan dan sebaliknya curah hujan memacu peningkatan tingkat serangan. Namun dengan analisis path temyata asumsi tersebut kurang tepat karena baik pada suhu maupun curah hujan nilai pengaruhnya secara langsung adalah kecil, masing-masing 0,28 dan 0,23. Pengaruh yang besar diperlihatkan melalui jumlah spora diudara dengan nilai masing-masing 0,46 dan 0,38. Selanjutnya dapat dilihat pula hal yang menarik pada penyakit antraknose pada cabai. Dari tabel terlihat hanya curah hujan yang memberikan pengaruh terhadap tingkat serangan, yang nilai koefislen korelasinya setara dengan pengaruh langsung yaitu 0,74 dan 0,88. Namun demikian peranan kelembaban nisbi memberi nilai cukup besar dalam kasus ini, ialah secara tidak langsung 0,54. Demikian pula terhadap komponen lainnya seperti suhu udara, penguapan, lama penyinaran dan kecepatan angin, pengaruhnya secara tidak langsung diberikan melalui kelembaban nisbi dengan nilai tinggi yaitu 1,29, 1,37; 1,36 dan 1,12. Hal ini agaknya yang menyebabkan kurangnya nilai koefisien korelasi pada tiap komponen tersebut. Sedangkan bila dilihat pengaruh langsung kelembaban, nilainya cukup tinggi: -I,46 meskipun koefisien korelasinya tidak nyata ternyata keadaan ini disebabkan ikutnya peranan komponen lain secara tidak langsung yang tersebar merata. Sedangkan untuk penyakit bercak daun pada apel, tampak bahwa hanya lama penyinaran memberikan pengaruh kuat terhadap tingkat serangan secara langsung. Secara Iangsung lama penyinaran berpengaruh negatif sebesar -1,02 dan mempunyai koefisien korelasi nyata -0,57. Peranan tersebut semakin jelas apabila dilihat pada berkurangnya pengaruh komponen lain karena dilewatkan melalui pengaruh lama penyinaran. Kesimpulan dan interpretasi hasil analisis path Kesimpulan pertama yaitu bahwa besamya pengaruh langsung (Piy) menunjukkan adanya kemungkinan mempunyai nilai lebih besar dari 1. Namun pengaruh tersebut tidak akan nampak karena tertutupi peranannya melalui peranan peubah lain secara tidak langsung. Kedua, tampak bahwa koefisien korelasi yang merupakan pengaruh total peubah bebas terhadap peubah tidak bebas dengan nilai yang tinggi (nyata) tidaklah menjamin hubungan sebenarnya di alam. Hal ini terbukti bahwa pada beberapa kasus setelah angka-angka tersebut diuraikan ke dalam koefisien path bisa menjadi kurang nyata secara langsung, dan pengaruhnya justru muncul pada peubah lain. Sebaliknya, kecilnya koefisien korelasi antara peubah bebas dan tidak bebas dapat memberi kesan bahwa peubah bebas Page 6 of 9

7 kurang memberi sumbangan yang berarti terhadap peubah tidak bebasnya. Akan tetapi dengan analisis path menjadi.jelas bahwa kesimpulan tersebut tidaklah benar. Kecilnya koefisien korelasi tersebut karena tertutupi oleh pengaruh tidak langsung melalui peubah lain. Kesimpulan akan menjadi salah apabila dilihat bentuk respon yang muncul dari koefisien korelasi tersebut dalam bentuk positif (+) atau negatif ( -) bertentangan dengan pengaruh langsung peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya, oleh karena itu suatu analisis yang hanya mengandalkan kepada nilai korelasi akan menyesatkan. Kesimpulan ketiga adalah bahwa dengan analisis path dapat terlihat dengan jelas interaksi berbagai faktor peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya. Sehingga dapat memilih faktor-faktor mana yang dominan. Dengan cara ini dapatlah dikembangkan ke arah penentuan persamaan prediksi, yakni mengukur peubah tidak bebas dengan perhitungan peubah bebas yang sudah terseleksi (T abel 2). Selanjutnya dapatlah dikemukakan bahwa munculnya perbedaan antara analisis korelasi dan analisis path adalah disebabkan adanya kenyataan bahwa keduanya mengukur sesuatu yang berbeda. Secara sederhana metode korelasi mengukur hubungan timbal balik tanpa melihat penyebabnya, sedangkan analisis path mengkhususkan kepada penyebabnya serta mengukur tingkat kepentingannya secara relatif. Tabel 2. Persamaan pendugaan tingkat serangan pada beberapa tanaman Penyakit Inang Persamaan Keterangan Tepung Bercak daun Embun palsu Apel Apel Anggur Cacar Teh Y = 8,95 + 6,16X 1 Y = -10, ,14X 1 Y = -39,37 + 0,14X 1 + 4,554X 2 + 2,995X 3 Y = 101,83 0,0028X 4 Y = Tingkat serangan X 1 = Jumlah spora X 2 = Curah hujan X 3 = Lama daun basah X 4 = Intensitas sinar matahari Dari pokok bahasan di atas maka dapat diberikan pedoman pokok dalam penggunaan analisis path yakni: Bila koefisien korelasi antara peubah bebas dan tidak bebas nilainya sama dengan pengaruh langsung, maka korelasi kedua faktor tersebut menunjukkan hubungan yang sesungguhnya. Sehingga pendugaan peubah bebas dan peubah tidak bebas sangat efektif. Bila r bernilai positif, sedangkan pengaruh langsungnya negatif atau kecil maka dapat dibaca bahwa terjadinya korelasi tersebut akibat pengaruh tidak langsung. Dengan demikian faktor-faktor tidak langsung harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Bila r negatif sedangkan pengaruh langsungnya positif dan tinggi, maka hubungan tersebut masih dapat dipertahankan namun perlu diikuti dengan pembatasan, yakni menghilangkan pengaruh tidak langsung dari peubah lainnya. Page 7 of 9

8 Dari data tersebut di atas maka tiga kesimpulan yang menarik, yaitu: 1. Pertama besarnya pengaruh langsung (Piy) menunjukkan adanya kemungkinan mempunyai nilai lebih besar dari 1. Namun pengaruh tersebut akan tidak nampak karena ditutupi peranannya melalui peranan peubah lain secara tidak langsung. 2. Kedua, nampak bahwa koefisien korelasi yang merupakan pengaruh total peubah bebas terhadap peubah tidak bebas dengan nilai yang tinggi (nyata) tidaklah men jamin hubungan sebenarnya di alam. Hal ini terbukti bahwa pada beberapa kasus setelah angka-angka tersebut diuraikan kedalam koefisien path bisa menjadi kurang nyata secara langsung, dan pengaruhya justru muncul pada peubah bebas lain yang kurang memberi pengaruh, sehingga kesimpulan tersebut tidaklah benar. Kecilnya koefisien korelasi tersebut karena tertutup oleh pengaruh tidak langsung melalui peubah lain. Kesimpulan yang didapat akan dapat semakin salah manakala dilihat bentuk respon yang muncul dari koefisien korelasi tersebut dengan bentuk positif (+) atau negatif ( -) bertentangan dengan pengaruh langsung peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya. Oleh karena itu suatu analisis yang hanya mengandalkan kepada nilai korelasinya dapat diperoleh hasil yang menyesatkan. 3. Sebagai kesimpulan ke tiga, bahwa dengan analisis path peubah bebas terhadap peubah tidak bebas sehingga dapat memilih faktor-faktor mana yang dominan. Dengan cara ini dapatlah dikembangkan ke arah penentuan persamaan prediksi, yakni pengukuran peubah tidak bebas dengan perhitungan peubah bebas yang sudah terseleksi. Selanjurnya dapatlah dikemukakan bahwa munculnya perbedaan antara analisis korelasi dan analisis path adalah disebabkan adanya kenyataan bahwa kedua metode tersebut mengukur sesuatu yang berbeda. Secara sederhana metode korelasi mengukur hubungan timbal balik tanpa melihat penyebabnya, sedangkan metode analisis path mengkhususkan pada penyebabnya serta mengukur tingkat kepentingannya secara relatif. 4. REFERENSI Prajitno, D., Analisa regresi dan korelasi untuk penelitian pertanian. Lab. Statistik Pertanian. Faperta UGM. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 84 hal. Sastrahidayat, I.R Pidato pengukuhan Guru Besar. FP.UB. Steel, R.G. dan J.H. Torrie Mathematical statistics; Biomathematics. McGraw-Hill, New York. 633 h. Zadoks, J.C. dan R.D. Schein Epidemiology and plant disease management. Oford Univ. Press, New York. 427 h. Page 8 of 9

9 5. PROPOGASI Mahasiswa melakukan analisis secara berkelompok dari data yang didapat pada modul sebelumnya untuk dikembangkan dengan menggunakan analisis sidik lintas ini sehingga mampu membuat penjelasan terhadap dinamikan pengaruh faktor cuaca terhadap terjadi penyakit secara integratif. 6. PENDALAMAN 1. Dimanakah kelebihan dan kekurangan penggunaan analisis sidik lintas dalam studi epidemiologi penyakit tumbuhan? Penjelasan hendaknya dikemukakan dengan menunjukkan data (angka -angka) sehingga akan lebih mudah dipahami dibandingkan dengan penjelasan yang bersifat verbal. 2. Sampai seberapa jauhkah analisis sidik lintas dapat digunakan sebagai bahan untuk penduga kejadian penyakit (peramalan). Page 9 of 9

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI 5.

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2):

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): 1. Studi Model CP dan MP Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Studi Lapangan Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Studi Lapangan Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Studi Lapangan Epidemiologi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PENELITIAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR

Lebih terperinci

IV. ANALISIS EPIDEMIOLOGI

IV. ANALISIS EPIDEMIOLOGI 4.1. Model Epidemi Penyakit Tanaman IV. Epidemi terjadi sebagai akibat adanya pertumbuhan dan perkembangan suatu populasi patogen pada atau dalam populasi inang. Pada banyak kasus, patogen akan dipindahkan

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Pengendalian Bagian dari Model Dinamik 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Pengendalian Bagian dari Model Dinamik 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Pengendalian Bagian dari Model Dinamik Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. BUKU

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Peramalan Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Peramalan Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): Peramalan Penyakit Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 5.

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): DAUR PERKEMBANGAN PENYAKIT Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): DAUR PERKEMBANGAN PENYAKIT Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): DAUR PERKEMBANGAN PENYAKIT Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2):

EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S2): 1. Contoh Percobaan Rumah Kaca epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3.

Lebih terperinci

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang penyebaran penyakit tumbuhan, serta tipe siklus (daur) hidup patogen. Selanjutnya juga akan disampaikan mengenai

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan cuaca dengan penyakit tumbuhan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan cuaca dengan penyakit tumbuhan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan cuaca dengan penyakit tumbuhan Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4.

Lebih terperinci

ALTERNATIF SISTEM PROSES: SINTESIS PROSES

ALTERNATIF SISTEM PROSES: SINTESIS PROSES SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) ALTERNATIF SISTEM PROSES: SINTESIS PROSES Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Taktik Strategi Pengendalian Epidemi 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Taktik Strategi Pengendalian Epidemi 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Taktik Strategi Pengendalian Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. BUKU

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN Edisi, 2, oleh Firdaus Rivai Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp:

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN Edisi, 2, oleh Firdaus Rivai Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN Edisi, 2, oleh Firdaus Rivai Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak

Lebih terperinci

V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN

V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN 1. Prakiraan penyakit Jika datangnya epidemi dapat diprakirakan (diramal, diprediksi) dengan jangka waktu yang cukup untuk melakukan usaha pencegahan, kerugian-kerugian

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Analisis Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Analisis Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF PENYAKIT TANAMAN (S2): Analisis Epidemiologi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3.

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Hubungan Dalam Proses Epidemi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 4. REFERENSI 5. PROPAGASI MODUL

Lebih terperinci

INTENSITAS DAN LAJU INFEKSI PENYAKIT KARAT DAUN Uromyces phaseoli PADA TANAMAN KACANG MERAH

INTENSITAS DAN LAJU INFEKSI PENYAKIT KARAT DAUN Uromyces phaseoli PADA TANAMAN KACANG MERAH 218 INTENSITAS DAN LAJU INFEKSI PENYAKIT KARAT DAUN Uromyces phaseoli PADA TANAMAN KACANG MERAH INTENSITY AND INFECTION RATE OF RUST LEAF Uromyces phaseoli ON RED BEAN Guntur S.J. Manengkey dan Emmy Senewe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI

Lebih terperinci

DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN. Oleh: Tim Dosen HPT. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2013

DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN. Oleh: Tim Dosen HPT. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2013 DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2013 1 Abiotik Biotik PENYEBAB ABIOTIK Kekurangan air Udara terlalu kering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanaman tembakau memiliki sistem perakaran yang relatif dangkal, namun sangat peka terhadap drainase yang kurang baik, sehingga persediaan air yang cukup didalam

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan hal tersebut. Seperti halnya pada mata pelajaran Geografi yang diajarkan di

I. PENDAHULUAN. akan hal tersebut. Seperti halnya pada mata pelajaran Geografi yang diajarkan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan hanya dengan menempuh pendidikan tertentu maka manusia dapat menguasai

Lebih terperinci

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Materi ini menguraikan tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit tumbuhan. Patogen penyebab penyakit tumbuhan merupakan jasad yang berukuran

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Konsep Dasar Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Konsep Dasar Epidemiologi SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Konsep Dasar Epidemiologi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN SOSIAL: Dr. Lilik Wahyuni, M.Pd

METODE PENELITIAN SOSIAL: Dr. Lilik Wahyuni, M.Pd SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT MODUL II PRAKTIKUM BAHASA INDONESIA: Kegiatan 3. Menganalisis dan Menginterpretasikan Informasi METODE PENELITIAN SOSIAL: Dr. Lilik Wahyuni, M.Pd

Lebih terperinci

PERANCANGAN PABRIK: PENENTUAN LOKASI PABRIK

PERANCANGAN PABRIK: PENENTUAN LOKASI PABRIK SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) PERANCANGAN PABRIK: PENENTUAN LOKASI PABRIK Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PERANCANGAN PABRIK: PERCOBAAN PILOT PLANT Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Email

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan Agroindustri. Lab. Manajemen Agribisnis, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

Manajemen Keuangan Agroindustri. Lab. Manajemen Agribisnis, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT Manajemen Keuangan Agroindustri Riyanti Isaskar, SP, M.Si Lab. Manajemen Agribisnis, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : riyanti.fp@ub.ac.id

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

FAKTOR LINGKUNGAN DAN MODEL PERAMALAN PENYAKIT GUGUR DAUN KARET CORYNESPORA

FAKTOR LINGKUNGAN DAN MODEL PERAMALAN PENYAKIT GUGUR DAUN KARET CORYNESPORA FAKTOR LINGKUNGAN DAN MODEL PERAMALAN PENYAKIT GUGUR DAUN KARET CORYNESPORA Nurhayati 1), A. Situmorang 2), Z. R. Djafar 3) dan Suparman 3) 1) Mahasiswa S 3 Ilmu Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama dibudidayakan di Indonesia, dan seperti kita ketahui bersama sifat multiguna yang ada pada kedelai menyebabkan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

PERANCANGAN PABRIK: TAHAP PERENCANAAN

PERANCANGAN PABRIK: TAHAP PERENCANAAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) PERANCANGAN PABRIK: TAHAP PERENCANAAN Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Asal Kebun 1 651.11 651.11 35.39** 0.0003 Ulangan 2 75.11 37.56 2.04 0.1922 Galat I 2 92.82 46.41 2.52 0.1415 Posisi Batang 2 444.79 222.39

Lebih terperinci

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PERANCANGAN PABRIK: DOKUMENTASI PERANCANGAN PABRIK Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas

Lebih terperinci

SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN. Compilled by N.Istifadah

SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN. Compilled by N.Istifadah SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN SIKLUS penyakit = siklus infeksi = tahap-tahap patogenesis Siklus hidup patogen : perkembangan patogen yang meliputi tahap aseksual dan seksual

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM IV BAHASA INDONESIA: Kegiatan 5 & 6. Menyusun Rangkuman dan Ulasan dari Artikel/Makalah Yang Bertema Agriculture

MODUL PRAKTIKUM IV BAHASA INDONESIA: Kegiatan 5 & 6. Menyusun Rangkuman dan Ulasan dari Artikel/Makalah Yang Bertema Agriculture MODUL PRAKTIKUM IV BAHASA INDONESIA: Kegiatan 5 & 6. Menyusun Rangkuman dan Ulasan dari Artikel/Makalah Yang Bertema Agriculture METODE PENELITIAN SOSIAL: Overview dan RKPS Dra. Lilik Wahyuni, M.Pd. Faculty

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dengan cuaca yang kurang menentu, hujan yang tiba-tiba sangat deras, atau hujan

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dengan cuaca yang kurang menentu, hujan yang tiba-tiba sangat deras, atau hujan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini dengan cuaca yang kurang menentu, hujan yang tiba-tiba sangat deras, atau hujan sedang dengan waktu yang cukup lama, atau hujan di semua bagian Indonesia terutama

Lebih terperinci

MODUL SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT Manajemen Pemasaran Dalam Rancangan Usaha Agribisnis Wisynu Ari Gutama, SP. MMA Lab of Agribusiness Analysis and Management, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

KONSEP PENYAKIT TUMBUHAN

KONSEP PENYAKIT TUMBUHAN KONSEP PENYAKIT TUMBUHAN Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami definisi penyakit tumbuhan, tumbuhan sehat dan tumbuhan sakit serta pengelompokan penyakit tumbuhan. 1. Tumbuhan Sehat Seluruh fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai sekarang pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

ANALISIS TARGET PASAR

ANALISIS TARGET PASAR SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT Manajemen Pemasaran dalam Rancangan Usaha Agribisnis Wisynu Ari Gutama, SP. MMA Lab of Agribusiness Analysis and Management, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

JMP : Volume 6 Nomor 1, Juni 2014, hal REGRESI LINEAR BIVARIAT SIMPEL DAN APLIKASINYA PADA DATA CUACA DI CILACAP

JMP : Volume 6 Nomor 1, Juni 2014, hal REGRESI LINEAR BIVARIAT SIMPEL DAN APLIKASINYA PADA DATA CUACA DI CILACAP JMP : Volume 6 Nomor 1, Juni 014, hal. 45-5 REGRESI LINEAR BIVARIAT SIMPEL DAN APLIKASINYA PADA DATA CUACA DI CILACAP Saniyah dan Budi Pratikno Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknik Universitas

Lebih terperinci

SISTEMATIKA LAPORAN MINGGUAN MAGANG KERJA Halaman Judul Halaman judul memuat laporan mingguan pada minggu ke-n, lokasi magang, serta judul kegiatan

SISTEMATIKA LAPORAN MINGGUAN MAGANG KERJA Halaman Judul Halaman judul memuat laporan mingguan pada minggu ke-n, lokasi magang, serta judul kegiatan SISTEMATIKA LAPORAN MINGGUAN MAGANG KERJA Halaman Judul Halaman judul memuat laporan mingguan pada minggu ke-n, lokasi magang, serta judul kegiatan yang dilakukan dalam minggu tersebut. Log Kerja Harian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN KARAT DAUN PADA KEDELAI. Oleh : Cut Maisyura

IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN KARAT DAUN PADA KEDELAI. Oleh : Cut Maisyura IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN KARAT DAUN PADA KEDELAI Oleh : Cut Maisyura PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan penting yang mempengaruhi perekonomian negara dan menyangkut hajat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik, tabung reaksi, higrometer, altimeter, pipet berskala, labu ukur, oven, spektrofotometer, gunting, plastik, alat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. berarti ramalan atau taksiran pertama kali diperkenalkan Sir Francis Galton pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. berarti ramalan atau taksiran pertama kali diperkenalkan Sir Francis Galton pada BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Istilah regresi yang berarti

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. bebas X yang dihubungkan dengan satu peubah tak bebas Y.

BAB 2 LANDASAN TEORI. bebas X yang dihubungkan dengan satu peubah tak bebas Y. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Regresi linier sederhana merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kawasan wisata ini meliputi wisata outbound (yang berada di Lembah Pertiwi,

Lebih terperinci

Foto: Ibu Mariana (Disertasi Pascasarjana Unibraw)

Foto: Ibu Mariana (Disertasi Pascasarjana Unibraw) APA PENYAKIT ITU? Busuk upih, bercak daun dan Blas pada padi Foto: Ibu Mariana (Disertasi Pascasarjana Unibraw) APA PENYAKIT ITU? Karat, gosong dan Rhizoctonia pada jagung Foto-Foto : ALA APA PENYAKIT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN PROSES PENYAKIT TUMBUHAN Perkembangan Penyakit pada Tumbuhan Patogen: Jamur Bakteri Virus Nematoda Inang: Tingkat ketahanan Lingkungan: Suhu Kelembapan Angin Light intensity, light quality, soil ph, fertility

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK EPIDEMI PENYAKIT REBAH SEMAI DENGAN INOKULASI ACTINOMYCETES

MODEL MATEMATIK EPIDEMI PENYAKIT REBAH SEMAI DENGAN INOKULASI ACTINOMYCETES 201 MODEL MATEMATIK EPIDEMI PENYAKIT REBAH SEMAI DENGAN INOKULASI ACTINOMYCETES DAN VAM PADA TANAMAN KEDELAI PADA DUA MUSIM TANAM (MODEL REGRESI SEDERHANA) Oleh : Gusnawaty HS ABSTRACT The aim research

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA NUR HIDAYATI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN KONSEP PENYAKIT TANAMAN Penyakit tumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada abad ke-19, minuman kopi sangat populer di seluruh dunia dan mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada abad ke-19, minuman kopi sangat populer di seluruh dunia dan mulai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Kopi Pada abad ke-19, minuman kopi sangat populer di seluruh dunia dan mulai menjadi gaya hidup masyarakat. Bahkan di Amerika, kopi menjadi minuman tradisional

Lebih terperinci

STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004

STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004 STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004 Pertemuan 8 Outline: Simple Linear Regression and Correlation Multiple Linear Regression and Correlation Referensi: Montgomery, D.C., Runger, G.C., Applied Statistic and

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan. Variasi

Lebih terperinci

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan

Lebih terperinci

MODUL-12 MENGENAL GEJALA PENYAKIT DAN TANDA PADA TANAMAN. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP A. KOMPTENSI DASAR B.

MODUL-12 MENGENAL GEJALA PENYAKIT DAN TANDA PADA TANAMAN. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP A. KOMPTENSI DASAR B. MENGENAL GEJALA PENYAKIT DAN TANDA PADA TANAMAN MODUL-12 Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic Jl.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Citra MODIS Terra/Aqua Jawa 24 Terkoreksi Radiometrik Data CH Koreksi Geometrik Bogor & Indramayu Malang *) & Surabaya *) Eo Lapang Regresi Vs Lapang Regeresi MODIS Vs lapang Hubungan dengan Kekeringan

Lebih terperinci

ANALISIS LINTAS KOMPONEN UMUR MASAK BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TAHAN KARAT DAUN GENERASI F5

ANALISIS LINTAS KOMPONEN UMUR MASAK BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TAHAN KARAT DAUN GENERASI F5 ANALISIS LINTAS KOMPONEN UMUR MASAK BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TAHAN KARAT DAUN GENERASI F5 Path Analysis Components of Ripe Age A Few Soybean Genotypes Resistance Leaf Rust Disease Generation F5 Mohammad

Lebih terperinci

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP POSTULAT KOCH MODUL-13 Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic Jl. Prof. Herman Yohanes Penfui, PO Box

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Penerapan metode..., Novi Indriyani, FASILKOM UI, Universitas Indonesia

Penerapan metode..., Novi Indriyani, FASILKOM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak kegiatan atau aktifitas manusia yang banyak bergantung pada faktor cuaca. Faktor cuaca ini terkadang memiliki pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan (prediction).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta yang sejak tahun enam puluhan telah diterapkan menjadi suatu direktorat perhubungan

Lebih terperinci

A. Judul : PEMODELAN FUNGSI TRANSFER PADA PERAMALAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN BANDUNG

A. Judul : PEMODELAN FUNGSI TRANSFER PADA PERAMALAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN BANDUNG A. Judul : PEMODELAN FUNGSI TRANSFER PADA PERAMALAN CURAH HUJAN DI KABUPATEN BANDUNG B. Latar Belakang Informasi tentang curah hujan merupakan perihal penting yang berpengaruh terhadap berbagai macam aktifitas

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak digunakan pada industri pangan dan proses pembudidayaannya yang relatif mudah. Hampir sebagian

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

ADE (Analisis Data Eksplorasi)

ADE (Analisis Data Eksplorasi) 3 3 DATA BERPASANGAN & PERSAMAAN GARIS LURUS 1. GARIS RESISTEN 2. PROSES ITERASI DALAM GARIS RESISTEN D10F-3003 / 4 (3-1) SKS ADE (Analisis Data Eksplorasi) Tim Teaching ADE DATA BERPASANGAN & PERSAMAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Mikroba dalam Seduhan Kompos Hasil pengamatan kepadatan mikroba pada seduhan kompos dengan metode pencawanan pengenceran 10-6 pada media PDA menunjukkan bahwa antara seduhan

Lebih terperinci

ESTIMASI KEHILANGAN HASIL EKONOMI

ESTIMASI KEHILANGAN HASIL EKONOMI MONOGRAF ESTIMASI KEHILANGAN HASIL EKONOMI PRODUKSI BAWANG MERAH TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU Hery Nirwanto Penerbit: UPN Veteran Jawa Timur MONOGRAF ESTIMASI KEHILANGAN HASIL EKONOMI PRODUKSI BAWANG

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang pintu air Manggarai secara singkat, hasil analisa data, dan pembahasan hasil penelitian. 4.1 Pintu air Manggarai Secara operasional pintu air Manggarai

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017 ANALISIS KEJADIAN CUACA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meteorologi dan geofisika yang salah satu bidangnya adalah iklim.

BAB 1 PENDAHULUAN. meteorologi dan geofisika yang salah satu bidangnya adalah iklim. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta yang sejak tahun enam puluhan telah diterapkan menjadi suatu direktorat perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan sehari-hari, baik di bidang ekonomi, psikologi, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan sehari-hari, baik di bidang ekonomi, psikologi, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Statistika seringkali digunakan untuk memecahkan masalah dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari, baik di bidang ekonomi, psikologi, sosial, kedokteran, kesehatan,

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci