BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi, 2003: 558) Fonem dan Sistem Fonem Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna. Fonem merupakan bagian dari ilmu fonologi yang membahas mengenai bunyi. Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui struktur bunyi suatu bahasa. Dalam penelitian fonologi dibicarakan aspek bunyi dan aspek fonem suatu bahasa. Secara tepat tidak ada dua bunyi bahasa yang sama benar yang diucapkan oleh seorang pembicara. Untuk menentukan status bunyi bahasa apakah sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang melibatkan berbagai teori fonologi. Menurut Verhaar (1982: 36), fonologi adalah ilmu yang menyelidiki perbedaan minimal antarujaran yang selalu terdapat dalam kata sebagai konstituen, contohnya adalah hapas dan hipas.(hapas = kapas dan hipas = sehat). Pasangan kata tersebut memiliki dua bunyi yang berbeda yaitu [a] dan [i]. Hal itu menunjukkan bahwa /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang berbeda. Jadi, pasangan minimal adalah dua ujaran yang berbeda maknanya tetapi memiliki minimal satu perbedaan bunyi.

2 Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan (Alwi dkk, 2003: 49). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (Alwi dkk, 2003: 50), sedangkan konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau penyempitan aliran udara. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat, yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan (Alwi, 2003:52). Fonem tidak sama dengan bunyi bahasa. Fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi bahasa yang merealisasikannya. Misalnya: konsonan bilabial, konsonan bersuara, konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas, dan lain sebagainya. Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem dinamakan kaidah fonotaktik (Alwi dkk, 2003: 28). Bahasa Indonesia, misalnya, mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) dan /-st-/ (pasti), tetapi tidak mengizinkan jejeran seperti /-pk-/ dan /-pd/. Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkaikan fonem untuk membentuk satuan fonologis yang lebih besar. Di dalam bidang fonologi bunyi terkecil dalam analisis generatif adalah fitur yang berarti suatu bentuk yang hanya memperlihatkan hubungan secara eksplisit sifat atau ciri setiap segmen. Fitur adalah ciri umum yang membedakan

3 satu benda atau bunyi dari satu jenis benda (bunyi) yang lain. Misalnya: elecric electricity (bahasa Inggris) listrik (Schane 1992 : 26). Dalam contoh di atas [k] pada kata electric dan [s] pada kata electricity sudah memiliki ciri pembeda yang spesifik. Terdapat suatu bunyi yang eksplisit yaitu [k] sehingga muncul bentuk [s] menjadi kata trisiti pada kata electricity yang sebelumnya adalah trik pada kata electric. Hal itulah yang menunjukkan peranan fonetik dalam kajian fonologi generatif. Berbeda halnya dengan fitur distingtif atau ciri pembeda. Fitur distingtif adalah ciri khusus yang membedakan suatu bunyi dari satu jenis bunyi yang lain menjadi bunyi yang sama. Misalnya bunyi [p] dan [b]. Bunyi [p] dan [b] mempunyai unsur pembentuk tuturan yang hampir sama yaitu [p] dan [b] merupakan bunyi labial dan [p] merupakan bunyi hambat tak bersuara sedangkan [b] merupakan bunyi hambat bersuara atau hal itu dapat disimpulkan [p] dan [b] adalah konsonan hambat labial penyuaraannya berbeda. Atau dapat digambarkan sebagai berikut: b + bilabial p + bilabial +bersuara +plosif - bersuara + plosif Bunyi ujaran pada dasarnya adalash udara yang dikeluarkan dari paru-paru yang dimodifikasi oleh alat ucap manusia. Udara yang keluar dari paru-paru itu berbeda-beda. Ada yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami hambatan. Maksud dari kata mengalami hambatan tersebut adalah hambatan yang

4 terjadi pada artikulasi aktif atau bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan. Ada dua macam bunyi dalam bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan berdasarkan ada tidaknya hambatan atau halangan dalam proses pembentukan bunyi. Jika bunyi tersebut dapat membedakan arti maka disebutlah sebagai fonem. Untuk membuktikan fonem vokal dan konsonan dapat ditentukan melalui pasangan minimal, misalnya / batu/ dengan /bata/ yang membuktikan adanya perbedaan fonem /a/ dan fonem /u/. Sistem fonem dapat dinyatakan dengan struktur fonemis contohnya sistem fonem dalam bahasa Jawa ialah /pr/, /tr/, /kr/, /cr/, /br/, /dr/, /gr/, /jr/, /sr/, /mr/, /nr/, /ňr/, /ŋr/, tetapi tidak ada */hr/, */lr/, dan */yr/ yang mana kelompok tersebut di luar */hr/, */lr/, dan */yr/ dimasukkan ke dalam kelompok /r/. Hal yang sama berlaku juga pada /l/. Struktur fonemis kedua fonem itu dapat dinyatakan secara umum bahwa kelompok /r/ dan /l/ di dalam bahasa Jawa terdapat sesudah semua konsonan kecuali /h/, /y/, /l/, /r/. Di dalam sistem fonem bahasa Indonesia terdapat struktur fonemis yang bisa dinyatakan kecuali /b, d, j, g, c, ǝ/. ň, Semua fonem terdapat pada akhir suku kata (Samsuri, 1994: 127). Sistem fonem diklasifikasikan dalam dua dua bunyi yaitu bunyi segmental dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang bersambung- sambung terus- menerus dan diselang- seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang

5 disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat fonemik ciri- ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata mental (dengan tekanan pada suku pertama) bermakna bersangkutan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga, sedangkan pada kata mental (dengan tekanan pada suku kedua) yang berarti terpelanting, terpental. Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata itu yang telah menunjukkan unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. Klasifikasi fonem segmental baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif. Hal itu boleh dilihat dari sekian banyaknya fonem dalam bahasa Indonesia. Untuk menentukan bahwa suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan salah satu fonem maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya menunjukkan fonem yang berbeda. Dua fonem yang saling menggantikan dalam kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada bahasa Batak Toba. Contoh: 1. /baba/ : /bapa/ [p,b] 2. /martapian/ : /partapian/ [m,p] 3. /lean/ : /leas/ [n,s] 4. /toras/ : /horas/ [t,h]

6 2.1.2 Bahasa Batak Toba Bahasa adalah alat komunikasi yang tak terlepas dari manusia karena tanpa bahasa segala apa pun tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan bersama. Tanpa bahasa interaksi antarsesama manusia tidak akan berjalan dengan baik. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007: 32). Bahasa Batak Toba termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila dibedakan antara protomalaya (Melayu Kuno) dari Deutoromalaya (Melayu Muda, Melayu Pesisir) maka bahasa Batak Toba adalah cabang dari Protomalaya sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu Kuno (Anicetus,2002: vii). Bahasa Batak Toba ini digunakan oleh masyarakat penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya di daerah Sumatera Utara. Bahasa Batak Toba adalah salah satu dari sekian ratus bahasa yang ada di tanah air yang secara gramatikal adalah khas yaitu mempunyai sistem tatabahasa sendiri dan arti kata sendiri. Bahasa Batak Toba mempunyai fonetik sendiri dan cara melafalkannya berbeda dengan penulisannya. Misalnya Godang hian hepeng ni Omak [Godak- kian- hepeng- ni- omak], banyak sekali uang ibu atau uang ibu banyak sekali. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, untungnya memang ada yaitu fonetik bahasa Batak Toba dapat dirumuskan dan tidak khas seperti kebanyakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, ucapan dalam bahasa Batak Toba cukup sederhana dan keras sehingga tidak harus memakai bermacam- macam fonem.

7 2.2 Landasan Teori Fonologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk menganalisis bunyi-bunyi ujaran dalam suatu kata maupun kalimat. Bunyi ujaran tersebut dibagi menjadi dua buah kajian, yaitu kajian fonetik dan kajian fonemik. Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombanggelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak (O Connor, 1982 : 10-11, Ladefoged, 1982 : 1 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik berkaitan erat dengan bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses ujaran yang diterima. Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu fonetik fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris/persepsi (Dew dan Jensen, 1997: 3 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik fisiologis mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia karena manusia normal tentu mampu menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya lidah, bibir, dan gigi bawah (yang digerakkan oleh rahang bawah). Fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi bahasa dan bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi bahasa yang diterima atau bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi oleh mekanisme pertuturan manusia, bagaimana pergerakan bunyi-bunyi bahasa di dalam ruang udara yang dapat merangsang proses pendengaran manusia. Fonetik auditoris atau persepsi merupakan kajian yang menentukan pilihan bunyi- bunyi yang diterima alat

8 pendengaran manusia atau bagaimana seseorang menanggapi bunyi yang diterimanya sebagai bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi bahasa bermakna dan apakah ciri bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam usahanya untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang didengar (Singh dan Singh, 1976: 5 dalam Muslich, 2008: 10). Sedangkan fonemik adalah ilmu fonologi yang mempelajari sistem fonem suatu bahasa. Penelitian ini diarahkan pada pemahaman tentang fonologi generatif untuk melepaskan diri dari penelitian yang bersifat struktural. Salah satu hal yang membedakannya adalah satuan terkecil pada fonologi generatif yang berupa fitur dan hal itu sangat berbeda dengan kajian struktural yang menempatkan fonem sebagai satuan terkecil dalam kajiannya. Untuk dapat memahami fitur, penelitian ini tidak dapat terlepas dari segmen sebagai kesatuan yang terbentuk dari perangkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat secara ekspilist dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tataran fonologi generatif. Analisis fonologi suatu bahasa di dalam teori generatif dilakukan dengan cara menentukan dulu hipotesis representasi dasar dari representasi fonetik yang ada. Hal ini dilakukan karena fonologi generatif menganggap bahwa beberapa aspek realisasi fonetik suatu morfem merupakan ciri idiosinkratik dari morfem itu sedangkan aspek realisasi yang lain mengikuti prinsip keteraturan yang sistemik. Oleh sebab itu, setelah hipotesis tentang representasi dasar ditentukan kemudian dicari aturan-aturan yang dapat mengubah representasi dasar menjadi representasi fonetik. Aturan-aturan yang disusun itu harus diaplikasikan kepada data yang

9 tersedia. Hipotesis-hipotesis tersebut kemudian diverifikasi untuk memperoleh hipotesis yang paling bisa diterima sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari sistem fonologi bahasa tersebut. Fonologi Generatif membicarakan bunyi-bunyi suatu bahasa berubah secara alamiah. Ada 4 kaidah yang diusulkan, yakni Kaidah perubahan ciri Kaidah pelesapan dan penyisipan, Kaidah permutasi dan perpaduan, Kaidah bervariasi. Selanjutnya Schane juga menyebutkan tataran generatif berhubungan dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang tidak hanya disebabkan karena adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen dari morfem yang berdekatan kadang mengalami perubahan. Perubahan itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan dua morfem,

10 misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan vokal bertekanan yang mana perubahan itu disebut dengan proses fonologis. Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan oleh fonem yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis atau syarat-syarat lainnya, dalam hal ini ciri distinctive feature (fitur distingtif) ini sendiri dibedakan menjadi 17 ciri bahasa saja yang akan disebut ultimate disctinctive entities of language yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Ini adalah rincian mengenai ciri distingtif itu sendiri yang secara garis besar dikelompokkan menjadi enam, yaitu cirri golongan utama, ciri daerah artikulasi, dan ciri cara artikulasi, ciri batang lidah, ciri tambahan, ciri prosodi. Selanjutnya, keenam ciri ini dijabarkan dalam 17 ciri pembeda, yaitu 1) silabis, 2) sonoran, 3) konsonantal, 4) malar (kontinuan), 5) penglepasan tertunda, 6) kasar (striden), 7) nasal, 8) lateral, 9) anterior, 10) koronal, 11) tingggi, 12) rendah, 13) belakang, 14) bulat, 15) tegang, 16) bersuara, 17) panjang, 18) tekanan. Dalam bahasa Batak Toba, keenam ciri pembeda itu dijabarkan sebagai berikut: 1.Ciri Golongan Utama: Persamaan dan perbedaan antar vokal dan konsonan dapat dilihat dari sifat yan berkaitan dengan silabisitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri tersebut silabis, sonoran, dan, konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur

11 silabelnya. Pada umumnya, vokal [+silabis] dan konsonan [-silabis]. Ciri ini juga diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan likuid silabis dengan pasangannya yang nonsilabis. Ciri sonoran merujuk ke kualitas resonan suatu bunyi vokal selalu [+sonoran], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikat, dan luncuran laringal [-sonoran]. Ciri konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan likuid adalah [+konsonantal], sedangkan vokal dan semivokal adalah [- konsonantal]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-konsonantal] karena bunyi ini tidak memiliki penyempitan dalam rongga mulut. a. Consonantal [kons] Bunyi ini ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara pada waktu kita mengucapkan bunyi bahasa: [+kons] adalah bunyi-bunyi obstruenthambat, frikatif dan afrikat, bunyi nasal, dan alir (liquids). [-kons] adalah bunyibunyi vocal, semivocal, hambat glottal dan frikatif glotal (h). b. Silabik [sil] Ciri silabik ini menandai bunyi yang berfungsi sebagai inti suku kata: [+sil] dalam hal ini adalah bunyi vocal, alir dan nasal berfungsi sebagai inti suku kata, yaitu fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/. [-sil] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, g, k, p, t/, fonem konsonan frikatif /h, s/, fonem konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.

12 c. Sonoran [son] Bunyi sonoran ditandai dengan terbukanya pita suara sehingga menghasilkan bunyi yang dapat dilagukan pada titik nada tertentu. [+son] adalah bunyi-bunyi vocal /a, i, u, ɛ, ͻ/, semivokal /w/, alir /l, r/, dan nasal /m, n, ŋ, ň/. [- son] adalah bunyi-bunyi obstruen. 2.Ciri Daerah Artikulasi Secara sederhana, ciri distingtif yang didasarkan pada daerah artikulasi bunyi ujar dapat dikelompokkan menjadi dua ciri, yaitu koronal dan anterior. a. Koronal [kor] Bunyi koronal ditandai dengan (1) posisi glottis menyempit sehingga apabila ada hembusan udara yang melewatinya, pita suara akan secara otomatis bergetar; (2) langit-langit lunak terangkat, dan (3) psosisi lidah bagian depan terangkata sampai berada di atas posisi netral. [+kor] adalah bunyi hambat eksplosif /t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s/, fonem konsonan likuida /l, r/. [-kor] adalah bunyi hambat eksplosif /b, g, k, p/, fonem konsonan frikatif /h/, fonem konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/. b. Anterior [ant] Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai sumber bunyi berada disebelah depan pangkal gusi (alveolar-ridge). [+ant] adalah fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, p, t/, frikatif /s/,

13 nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/. [-ant] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /j, g, k/, frikatif /h/, konsonan nasal /ň, ŋ/. 3.Ciri Cara Artikulasi Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives), dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi enam ciri, yaitu delayed-release (penglepasan tertunda), strident, malar, nasal, dan lateral. a. Delayed-release [delrel] (penglepasan tertunda) Pada dasarnya ada dua cara bagaimana bunyi yang dihambat di dalam rongga mulut itu di lepaskan, yaitu (1) di letupakan segera setelah penutupan alatalat ucap yakni untuk bunyi-bunyi hambat dan secara perlahan-lahan sehingga menghasilkan bunyi afrikat. Cara yang kedua itulah yang menjadi ciri delayedrelease ini. [+delrel] adalah bunyi-bunyi afrikat. [-delrel] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, g, k, t, p/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/. b. Strident [strid] Kelompok bunyi ini ditandai dengan pelepasan bunyi dalam intensitas yang tinggi, yakni bunyi-bunyi frikatif dan afrikat. [+strid] adalah fonem frikatif /s, h/. [-strid] adalah konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, g, k/. Hambat nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/.

14 c. Kontinuant [kont] Kelompok bunyi ini dihasilkan dengan mengalirkan udara ke rongga mulut dengan bebas. [+kont] adalah fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem frikstif /s, h/, fonem likuida /l, r/. d. Nasal Bunyi ini ditandai dengan ditariknya langit-langit lunak ke bawah dengan menyentuh bagian belakang lidah sehingga aliran darah berhembus melewati hidung. [+nasal] yaitu fonem nasal /m, n, ň, ŋ/. [ -nasal] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, g, k/, frikatif /s, h/, likuida /l, r/. e. Lateral [lat] Ciri ini juga membedakan antara bunyi lateral alir [l] dan nonlateral, misalnya, [r]. [+lat] adalah bunyi [l]. [-lat] adalah bunyi lainya, terutama [r]. 4. Ciri Batang lidah Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang lidah dapat dikelompokkan menjadi empat ciri, yaitu tinggi, rendah, belakang, bulat. a. Tinggi [+tinggi] adalah fonem vokal tinggi /i, u/, hambat eksplosif /j, k, g/, konsonan nasal /m, n, ŋ, ň/. [ -tinggi] adalah fonem vokal /a, ɛ, ͻ/, fonem hambat eksplosif /p, b, t, d/, fonem frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, n/, fonem konsonan likuida /l, r/.

15 b. Rendah [+rendah ] adalah fonem vokal /a/, fonem konsonan faringal /h/. [-rendah] adalah fonem vokal /i, u, ɛ, ͻ/, konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k,g/, konsonan frikatif /s/, konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/. c. Belakang [+belakang] adalah fonem vokal /u, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /k, g/, fonem konsonan nasal /ŋ/. [ -belakang] adalah bunyi fonem vokal /a, i, ɛ/, fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/. d. Bulat [+bulat] adalah bunyi fonem vokal /u, ͻ/. [ -bulat] adalah bunyi fonem vokal /a, i ɛ/, fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k, g/, fonem konsonan hambat frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, ŋ, n, ň/, dan fon em konsonan likuida /l, r/, dan fonem semivokal /j/. 5. Ciri Tambahan Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang tambahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tegang dan bersuara. a. Tegang [+tegang] adalah fonem vokal tegang /i, u, a, e, o/. [-tegang] adalah bunyi fonem vokal kendur /ɛ, ͻ/.

16 b. Bersuara [+bersuara] adalah bunyi fonem vokal /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif bersuara /b, d, j, g/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/, ň, fonem konsonan likuida /l, r/. [-bersuara] adalah bunyi fonem hambat tak bersuara /p, t, k/, fonem konsonan frikatif tak bersuara /s, h/. 6. Ciri Prosodi Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri prosodi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu panjang dan tekanan. a. Panjang [+panjang] adalah fonem vokal panjang /a, ɛ, ͻ/. [-panjang] adalah fonem vokal tidak panjang /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/. b. Tekanan [+tekanan] adalah fonem vokal bertekanan /i, á, é, ú, ó/. [-tekanan] adalah bunyi vokal /ə/. Contoh: [bagãs] dalam dengan [bãgas] rumah [gέllɛŋ] kecil dengan [gɛllέŋ] anak Demikian diatas adalah beberapa pengertian tentang fitur distingtif yang akan digunakan untuk memembedakan ciri menurut fonetiknya sehingga akan terlihat bentuk perubahan dalam kata menurut bunyi pada masing-masing bahasa. Perubahan bunyi yang dapat mempengaruhi ciri pembeda atau fitur distingtif itu

17 dapat dikategorikan sebagai asimilasi (segmen-segmennya menjadi semakin serupa), struktur silabel (ada alternasi dalam distribusi konsonan dan vokal), pelemahan dan penguatan (segmen-segmennya dimodifikasi menurut posisinya dalam kata itu), dan netralisasi (segmen-segmennya begabung dalam lingkungan tertentu). Asimilasi adalah sebuah segmen yang mendapat ciri- ciri dari segmen yang berdekatan. Ciri-ciri yang dimaksud berupa konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri vokal, vokal berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, dan vokal berasimilasi dengan ciri-ciri vokal. Struktur silabel mempengaruhi distribusi relatif antara konsonan dan vokal dalam kata. Konsonan dan vokal dapat dilesapkan atau disisipkan. Dua segmen dapat berpadu menjadi satu segmen dan sebuah segmen dapat mengubah ciri-ciri kelas utama, seperti bunyi vokal menjadi bunyi luncuran. Dua segmen dapat saling bertukar tempat. Setiap proses ini dapat menyebabkan alternasi dalam struktur silabel yang asli. Pada pelemahan dan penguatan tidak semua perubahan dalam struktur silabel selalu berakibat struktur silabel yang lebih sederhana. Struktur silabel akan menjadi kompleks. Hal ini memaparkan bahwa sinkope dan apokope dapat menganalisis sistem fonologi dalam sebuah bahasa. Pelemahan dan penguatan dibagi menjadi sinkope dan apokope, kontraksi vokal, diftongisasi, dan perubahan vokal.

18 Netralisasi adalah proses yang pembedaan fonologisnya dihilangkan dalam lingkungan tertentu. Jadi, segmen-segmen yang berkontras dalam satu lingkungan mempunyai representasi yang sama dalam lingkungan netralisasi. Hal ini dapat kita lihat pada netralisasi konsonan dan netralisasi vokal.(dalam Schane 1992:51). 2.3 Tinjauan Pustaka Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi 2005: 912). Penelitian mengenai bahasa Batak toba memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (1981) dalam skripsinya yang berjudul Struktur Fonem dalam Bahasa Batak Toba. Dalam kajiannya dia membahas struktur fonemnya saja dan menggunakan analisis struktural. Begitu juha dengan Rosmalinda (2000) dalam skripsinya yang berjudul Sistem Fonem Vokal Bahasa Melayu Langkat Dialek Tanjung Pura. Dia mengidentifikasi mengenai bunyi vokal dan mendiskripsikan sistem fonem vokal bahasa Melayu Langkat dialek Tanjung Pura. Dalam penelitian tersebut dia hanya membahas mengenai sistem fonem vokalnya saja tanpa memperhatikan fungsi fonem konsonannya. Penelitian ini tentunya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan karena dalam analisisnya dia menggunakan teori struktural. Dalam skripsinya juga, Sitindaon (1999) membahas Sistem Fonologi dalam Struktur Morfologi Bahasa Batak Toba yang menganalisis fonem- fonem, distribusi,

19 persukuan, dan persengauan (nasalisasi). Sementara, Siahaan (2009) dalam tesisnya juga membahas Fonotaktik Bahasa Toba. Di dalam kajiannya, dianalisis struktur fonotaktik dalam deret vokal dan konsonan dan penetapan kaidah struktur bahasa Toba. Semua penelitian yang dilakukan di atas sama-sama membahas fonologi dan menggunakan analisis struktural. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan dalam penelitian penulis sendiri, yaitu menggunakan analisis generatif karena dalam perkembangan teori fonologi belum banyak yang menggunakan analisis ini.

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM Nota Kuliah BBM3202 Pendahuluan Fitur Distingtif (ciri pembeza) ialah unit terkecil nahu yang membezakan makna. Cth: Pasangan minimal [pagi] dan [bagi] yang dibezakan maknanya pada fitur tak bersuara [p]

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 1 April 2017, 145-158 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA Lodia Amelia Banik Universitas Warmadewa

Lebih terperinci

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI NAMA : TAUFIQ SHOFYAN HADI NIM : 1402408291 BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Nama : Nugraheni Widyapangesti NIM : 1402408207 TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI BAB 4 Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( ) LAPORAN BACA OLEH: Asep Saepulloh (180210110037) Hikmat Hamzah Syahwali (180210110035) Suherlan (180210110036) Identitas Buku Judul : Linguistik Umum (Bagian 4 TATARAN LINGUISTIK [1]: FONOLOGI halaman

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fonologi adalah suatu kajian bahasa yang berusaha mengkaji bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah pembentukan fonem-fonem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : 1402408303 BAB 4 FONOLOGI Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyibunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya,

Lebih terperinci

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.

Lebih terperinci

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.pada bidang linguistic yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan

Lebih terperinci

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M.

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. FONOLOGI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. Pd oleh: Konsentrasi Bahasa Indonesia Semester 7 Kelompok

Lebih terperinci

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA TUGAS KELOMPOK CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA MATA KULIAH : FONOLOGI DOSEN : Yuyun Safitri, S.Pd DISUSUN OLEH: ANSHORY ARIFIN ( 511000228 ) FRANSISKA B.B ( 511000092 ) HAPPY

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya celah di antara kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi (Chaer, 2002:30). Bahasa merupakan alat terpenting dalam berkomunikasi antar manusia. Pada hakikatnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA 1. Nama Mata kuliah : Fonologi Bahasa Nusantara 2. Kode/SKS : BDN 120 1/2 SKS 3. Prasyarat : Pengantar

Lebih terperinci

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN D PENDAHULUAN Modul 1 Hakikat Fonologi Achmad H.P. Krisanjaya alam modul linguistik umum, Anda telah mempelajari bahwa objek yang dikaji oleh linguistik umum adalah bahasa. Bidang-bidang kajian dalam linguistik

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd. Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : 1402408022 Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd. PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Lebih terperinci

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 diuraikan bagian pendahuluan penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK Deni Nofrina Zurmita 1, Ermanto 2, Zulfikarni 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam melakukan sebuah penelitian, tentu harus ada acuan atau teori-teori yang digunakan oleh peneliti. Begitu pula dalam penelitian ini. Penelitian tentang gejala kelainan pelafalan

Lebih terperinci

REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA

REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA PHONETIC REALIZATION OF CONSONANT ALVEOLAR TRILL IN INDONESIAN BY MALE AND FEMALE Sang Ayu Putu Eny Parwati

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo Penelusuran kepustakaan menunjukkan bahwa bunyi-bunyi dalam bahasa nusantara (bahasa

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 153 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap perubahan fonem pelafalan lirik lagu berbahasa Indonesia dengan menggunakan karakter suara scream dan growl

Lebih terperinci

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008 KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI (ARAB MELAYU) INDONESIA KARYA ILMIAH Dra. Fauziah, M.A. NIP : 131 882 283 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008 KATA PENGANTAR Alhamdulillah

Lebih terperinci

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra FONOLOGI Pengantar Linguistik Umum 13 November 2013 Nadya Inda Syartanti PENGANTAR 1 2 Aspek Fisiologis Bahasa Bagaimana bunyi ujaran terjadi; Darimana udara diperoleh; Bagaimana udara digerakkan; Bagaimana

Lebih terperinci

FONETIK DAN FONOLOGI. Ahmad Fazil Bin Zainal Abidin Jabatan Pengajian Melayu IPG Kampus Tuanku Bainun

FONETIK DAN FONOLOGI. Ahmad Fazil Bin Zainal Abidin Jabatan Pengajian Melayu IPG Kampus Tuanku Bainun FONETIK DAN FONOLOGI Ahmad Fazil Bin Zainal Abidin Jabatan Pengajian Melayu IPG Kampus Tuanku Bainun FONETIK DAN FONOLOGI Pengenalan Fonetik dan Fonologi. FONETIK FONOLOGI BIDANG ILMU FONETIK FONETIK Fonetik

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1

IDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1 IDENTITAS MATA KULIAH Mata kuliah Kode mata kuliah Jumlah SKS Prodi/jurusan : Artikulasi : PLB221 : 2 SKS : Pend. Luar Biasa 16/03/2008 HERMAN 1 KOMPETENSI Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA Muh. Faisal P ada unit IV dalam bahan ajar cetak mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia SD ini dibahas mengenai Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa

Lebih terperinci

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN Pendahuluan Pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1950-an fonologi adalah cabang linguistik yang banya dibicarakan di antara cabang-cabang linguistik lainnya. Pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA FON PENDAHULUAN Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas retno.hdyn@gmail.com Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi terasa mudah

Lebih terperinci

Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna.

Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna. Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna. Pertuturan ialah bunyi-bunyi yang bermakna kerana apabila dua

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2007 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SILONGO KABUPATEN SIJUNJUNG. Jimy Zulfihendri

ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SILONGO KABUPATEN SIJUNJUNG. Jimy Zulfihendri ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SILONGO KABUPATEN SIJUNJUNG Jimy Zulfihendri Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh bunyi semivokoid / w / yang banyak digunakan oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 190 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama ditemukan pola dasar fitur-fitur suprasegmental yang terdiri atas, enam baris pada bait

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Fonologi DR 411. Dr. Yayat Sudaryat, M.Hum. Hernawan, S.Pd., M.Pd.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Fonologi DR 411. Dr. Yayat Sudaryat, M.Hum. Hernawan, S.Pd., M.Pd. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Fonologi DR 411 Dr. Yayat Sudaryat, M.Hum. Hernawan, S.Pd., M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 1 SATUAN

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia baik berupa huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya mengalami stroke (Afasia

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR Charmilasari (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP) charmila_s@yahoocom ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd

DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd Bicara Pemerolehan Bahasa,kesiapan Bicara DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd Pengertian Bicara suatu proses pengucapan bunyi-bunyi bahasa dengan alat ucap manusia. merupakan produksi suara secara

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori

BAB 2. Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori Pada Bab 2 ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan penulis pakai dalam menganalisa data pada Bab 4. Teori-teori ini adalah teori fonologi, teori fonetik dan teori fonem.

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA PROGRAM SARJANA MUDA PENGAJARAN SEMESTER/TAHUN: MEI / 2012 KOD KURSUS: HBML1203

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA PROGRAM SARJANA MUDA PENGAJARAN SEMESTER/TAHUN: MEI / 2012 KOD KURSUS: HBML1203 FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA PROGRAM SARJANA MUDA PENGAJARAN SEMESTER/TAHUN: MEI / 2012 KOD KURSUS: HBML1203 TAJUK KURSUS: PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NO. MATRIK : 701113035210001 NO.

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NO. MATRIKULASI : 720925135253001 NO. KAD PENGNEALAN : 720925135253 NO. TELEFON : 012-8832169 E-MEL : aubrey_austin@oum.edu.my

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam bahasa Mandarin sangat penting ketepatan pelafalan vokal dan konsonan. Hal ini disebabkan untuk menghindari kesalahan dalam komunikasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Please purchase 'e-pdf Converter and Creator' on to remove this message.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Indonesia. Please purchase 'e-pdf Converter and Creator' on  to remove this message. 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Berkaitan dengan permasalahan dan tujuan yang telah diungkapkan dalam bab sebelumya, penulis akan menggunakan berbagai teori dalam bab ini. Teori yang akan digunakan

Lebih terperinci

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan KOMPETENSI LULUSAN Berkomunikasi tertulis Berfikir Analitis Bekerja dalam Tim Ilmu Pengetahuan Teknologi Bekerja Mandiri Berfikir Logis Berkomunikasi Lisan Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik yang sedang dibahas agar dapat membantu melengkapi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Fonetik dan Fonologi Fonetik dan fonologi sangat berkaitan dan keduanya berhubungan dengan satuan terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1),

Lebih terperinci

Unit ini memberi tumpuan kepada definisi pengantar fonetik dan fonologi

Unit ini memberi tumpuan kepada definisi pengantar fonetik dan fonologi TAJUK 1 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI SINOPSIS Unit ini memberi tumpuan kepada definisi pengantar fonetik dan fonologi HASIL PEMBELAJARAN Pada akhir Unit 2.1 ini pelajar dapat i. Mentakrif dan mengkategori

Lebih terperinci

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang FONETIK Pengantar Linguistik Jepang Fonetik 10 Maret 2014 DEFINISI Definisi dari Para Linguis Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana 1. Ilmu yang

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI HBML 1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI HBML 1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI 2012 HBML 1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NAMA : AHMAD RAZALI BIN BAHARAN NO MATRIKULASI : 830504105141002 NO KAD PENGENALAN : 830504105141

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan

Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan Oleh : Arry Akhmad Arman Dosen dan Peneliti di Departemen Teknik Elektro ITB email : aa@lss.ee.itb.ac.id, aa_arman@rocketmail.com 2.5.1 Sistem Pembentukan

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan

Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan Proses Pembentukan dan Karakteristik Sinyal Ucapan (Pertemuan ke-3) Disampaikan oleh: Dr. R. Rizal Isnanto, S.T., M.M., M.T. Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro 1. Sistem Pembentukan Ucapan

Lebih terperinci

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 55 67

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 55 67 K A N D A I Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 55 67 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK FONEM BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA LASALIMU (The Comparison of Phoneme Characteristic in Indonesian and Lasalimu Language)

Lebih terperinci

Nota Kuliah 7 BBM3202

Nota Kuliah 7 BBM3202 Nota Kuliah 7 BBM3202 Pengenalan Analisis sempadan ini penting kerana analisis yang hanya bergantung pada lingkungan segmen sahaja tidak dapat menjelaskan semua proses fonologi. Misalnya: /dia/ [di.ja]

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses

Lebih terperinci

MAKALA LINGUISTIK UMUM FONOLOGI

MAKALA LINGUISTIK UMUM FONOLOGI MAKALA LINGUISTIK UMUM FONOLOGI DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 2B: 1. ENDANG FITRIANI (312010121) 2. MIFTHAHUL JANNAH (312010107) 3. PUTRIANA (312010131) DOSEN PEMBIMBING : HADI PRAYITNO, S.pd., M.pd. PROGRAM

Lebih terperinci

Tahap Pemrolehan Bahasa

Tahap Pemrolehan Bahasa Tahap Pemrolehan Bahasa Setelah Anda mempelajari KB 2 dengan materi teori pemerolehan bahasa, Anda dapat melanjutkan dan memahami materi KB 3 mengenai tahapan pemerolehan bahasa. Tahapan ini biasa disebut

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA 176 BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA Setiap nyanyian (termasuk kidung) memiliki unsur estetis yang mengindahkan setiap aturan. Aturan pokok

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Dr. Jauharoti Alfin, M. Si Zudan Rosyidi, MA

Dr. Jauharoti Alfin, M. Si Zudan Rosyidi, MA Dr. Jauharoti Alfin, M. Si Zudan Rosyidi, MA i KATA PENGANTAR DARI REKTOR Merujuk pada PP 55 tahun 2007 dan Kepmendiknas No 16 tahun 2007, Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Penyusunan Kurikulum Pendidikan

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 HBML1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 HBML1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NO. MATRIKULASI : 001 NO. KAD PENGNEALAN : 750630-12 - 5717 NO. TELEFON : 0138576005 E-MEL : pang5tausug@yahoo.com

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA

KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA PETUNJUK KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI 1. Bibir atas 2. Bibir bawah 3. Gigi atas 4. Gigi bawah 5. Gusi 6. Lelangit keras 7. Lelangit lembut 8. Anak tekak

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA Tri Wahyu Retno Ningsih 1 Endang Purwaningsih 2 Fakultas Sastra Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina Depok 1 t_wahyu@staff.gunadarma.ac.id Abstrak Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu fonologi adalah suatu kajian bahasa dalam hal bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah bentukan fonem-fonem yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir semua anak yang dilahirkan. Kemampuan itu dapat diperoleh tanpa harus memberikan pengajaran khusus

Lebih terperinci

Halimiyah 1, Ermanto 2, Novia Juita 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang

Halimiyah 1, Ermanto 2, Novia Juita 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang PERBANDINGAN SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI DESA TALAWI HILIR KECAMATAN TALAWI DENGAN DESA KOLOK NAN TUO KECAMATAN BARANGIN KOTA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT Halimiyah 1, Ermanto 2, Novia

Lebih terperinci

Proses Fonologis Dan Kaidah-Kaidah Fonologis

Proses Fonologis Dan Kaidah-Kaidah Fonologis Proses Fonologis Dan Kaidah-Kaidah Fonologis Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan proses fonologis

Lebih terperinci

PROSES FONOLOGIS BAHASA ARAB DALAM ALQURAN SUATU TINJAUAN FONOLOGI GENERATIF. Oleh : Drs. ABDUL AZIZ, WAHAB, M. Ag AHMAD FAUZI, M. Pd AINOL, M. Pd.

PROSES FONOLOGIS BAHASA ARAB DALAM ALQURAN SUATU TINJAUAN FONOLOGI GENERATIF. Oleh : Drs. ABDUL AZIZ, WAHAB, M. Ag AHMAD FAUZI, M. Pd AINOL, M. Pd. Proposal Penelitian PROSES FONOLOGIS BAHASA ARAB DALAM ALQURAN SUATU TINJAUAN FONOLOGI GENERATIF Oleh : Drs. ABDUL AZIZ, WAHAB, M. Ag AHMAD FAUZI, M. Pd AINOL, M. Pd. I SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM(STAI)

Lebih terperinci

BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA

BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA Iyos A. Rosmana PENDAHULUAN Ilmu bahasa terdiri atas empat tataran, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip tiani.riris@gmail.com Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dapat diketahui struktur fonologi, morfologi,

Lebih terperinci

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Program Strata 1 THE DIFFICULTY OF PRONOUNCING ENGLISH FRICATIVES BY SPEAKERS OF INDO-EUROPEAN LANGUAGE Cristine Natalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi berbahasa secara fonologis hampir dimiliki setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi berbahasa secara fonologis hampir dimiliki setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetensi berbahasa secara fonologis hampir dimiliki setiap manusia ketika terlahir ke dunia. Baik melalui proses yang lama maupun singkat, seseorang akan mampu berkomunikasi

Lebih terperinci

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih KONSEP DAN KOMPONEN Oleh: Pujaningsih (puja@uny.ac.id) Target : Pada bahasan ini Mahasiswa akan dapat menjelaskan: 1. Konsep dasar bahasa 2. Komponen bahasa Definisi Wicara : ekspresi bahasa dengan suara.

Lebih terperinci

FONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: )

FONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: ) Bahasa Melayu Kertas 1 STPM FONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: 2006-2010) 01 Udara dari paru-paru keluar melalui rongga mulut. Udara tersekat pada dua bibir yang dirapatkan. Udara dilepaskan

Lebih terperinci

Bahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif

Bahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif Bahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif Mohammad Andi Hakim Mahasiswa Magister Linguistik Universitas Diponegoro @andyhachim@gmail.com Abstraksi This research investigates the content

Lebih terperinci

ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SIMARASOK KECAMATAN BASO

ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SIMARASOK KECAMATAN BASO ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SIMARASOK KECAMATAN BASO Skripsi Ini Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Fatimah Mardhatillah

Lebih terperinci

PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF

PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF DEIKSIS Vol. 09 No.01, Januari 2017 p-issn: 2085-2274, e-issn 2502-227X hal. 70-78 PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF Saidatun Nafisah Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas

Lebih terperinci