BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA"

Transkripsi

1 176 BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA Setiap nyanyian (termasuk kidung) memiliki unsur estetis yang mengindahkan setiap aturan. Aturan pokok menjadi dasar dari munculnya berbagai macam variasi termasuk juga dalam KTN. Berdasarkan penjelasan pada Bab V, diketahui beberapa faktor sebagai penyebab terjadinya variasi tersebut. Banyak faktor yang memengaruhi adanya variasi tersebut. Untuk itu, pada bab ini secara khusus dibahas mengenai faktor apa saja yang memengaruhinya. Variasi ini secara umum dapat disebabkan oleh faktor linguistik maupun faktor nonlinguistik. 6.1 Faktor Linguistik Beberapa variasi yang terjadi pada setiap representasi fonologi dapat mengontrol tata bahasa dan beberapa kasus lainnya tata bahasa juga dapat mengontrol terjadinya variasi tersebut (Kügler, Frank Caroline Féry & Ruben van de Vijver, 2009:1). Adanya saling kontrol antara variasi tersebut menyebabkan faktor linguistik menjadi perhatian pada bahasan ini. Kontrol variasi terhadap tata bahasa telah membentuk baris pada tiap-tiap bait. Pertama variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor fitur voiceless pada sebuah silabel khususnya fitur [k] dan [t]. Fitur tak bersuara ini menyebabkan munculnya tekanan pada silabel sebelumnya. Selain karena keduanya sama-sama merupakan fitur dengan ciri voiceless, terdapat ciri lainnya. Fitur [t] adalah fitur 176

2 177 dengan ciri [+ koronal] dan [+ anterior], sedangkan [k] adalah fitur dengan ciri [- koronal] dan [- anterior]. Oleh karena itu, keduanya mampu memberikan pengaruh kepada silabel-silabel yang berada dekat lingkungan fitur ini. Contoh pada silabel [se] karena diikuti oleh silabel [kǝː] yang memiliki fitur [k] maka silabel [se] mendapatkan pengaruh pada pelafalannya menjadi [sek]. Fitur [k] merupakan fitur kuat yang berada setelah silabel [se]. Oleh karena itu, terjadi perubahan pelafalan yang menyebabkan munculnya tekanan pada silabel [se]. Gambar 059 Pengaruh fitur [k] pada bait pemawak KTN baris i Silabel ini mengalami perubahan dari fitur-fitur suprasegmental dasar. Sebelumnya silabel ini tidak mendapatkan tekanan, tetapi akibat adanya fitur [k] ini silabel [se] mendapatkan tekanan pada saat penembangannya. Selain fitur [k], pada variasi lain juga muncul akibat hal yang sama, yaitu adanya fitur voiceless [t] pada kata {patrarum}. Silabel [pa] pada fitur-fitur suprasegmental dasar tidak mendapat tekanan, tetapi pada saat penembangan lain fitur ini mendapatkan tekanan. Tekanan ini muncul karena pengaruh dari silabel setelahnya yang mengandung fitur [t]. Awalnya silabel [pa] ditembangkan tetap [pa], tetapi pada

3 178 bentuk variasi ditembangkan menjadi [pat]. Oleh karena itu, silabel ini harus ditekankan untuk mempermudah mengolah suara pada silabel selanjutnya. Hal ini terdapat pada gambar di bawah ini. Gambar 060 Pengaruh fitur [t] pada bait pemawak baris viii Selain pengaruh fitur tak bersuara, fitur [r] dan [ŋ] juga menjadi penyebab terjadinya variasi. Kedua fitur ini dapat memberikan variasi karena keduanya memiliki ciri pembeda. Fitur [r] memiliki ciri pembeda [+sonoran] dan [-lateral] (Schane, 1992: 30-31). Ciri ini memberikan ruang kepada [r] untuk dapat melakukan variasi khususnya pemanjangan durasi dan juga perubahan intonasi karena ciri sonoran dimiliki juga oleh vokal yang dalam pelafalannya dapat diperpanjang. Selain itu, ciri [-lateral] menunjukkan adanya kebebasan ruang untuk diucapkan karena tidak ada hambatan dari lidah (Schane, 1992: 20). Disisi lain, fitur [ŋ] adalah salah satu nasal yang tentu saja memiliki ciri [+sonoran] (Schane, 1992: 20). Hal tersebut menyebabkan fitur [ŋ] dapat ditembangkan dengan suara yang lebih panjang. Pada silabel yang mengandung fitur [r] sering terjadi improvisasi khususnya dalam kontur suara. Fitur ini sering memiliki dua

4 179 kontur sekaligus, yaitu kontur naik dan ataupun kontur turun serta kadang-kadang juga ditembangkan dengan kontur datar. Misalnya pada silabel [tʊːr] yang berubah dari kontur naik-turun, menjadi kontur datar kemudian naik lalu turun dan kembali ke datar. Kejadian ini terekam pada speech analyser di bawah ini. Gambar 061 Pengaruh [r] pada bait kawitan pendek KTN baris vi Adanya faktor [r] menyebabkan silabel ini dapat mengalami improvisasi. Untuk memperkuat pernyataan ini, hal yang sama juga terjadi pada hampir setiap silabel yang mengandung fitur [r], contohnya silabel [r j âːŋ] yang mendapat variasi dengan mengulang jenis kontur naik-turun dua kali dalam sekali penembangannya. Variasi ini terekam dalam speech analyser di bawah ini.

5 180 Gambar 062 Pengaruh fitur [r] pada bait kawitan panjang baris viii Variasi di atas disebabkan oleh adanya fitur [r]. Fitur ini membantu para penyanyi untuk melakukan perubahan-perubahan intonasi tanpa mengubah nada pokok. Selain fitur [r] yang menjadi faktor dalam perubahan ini, terdapat juga fitur nasal koronal [ŋ] yang menyebabkan perubahan variasi. Fitur ini dapat memberikan perubahan variasi karena adanya kesempatan yang luas untuk menambah kembali beberapa kontur yang mungkin dapat ditembangkan, khususnya fitur [ŋ] yang berada di akhir sebuah silabel. Contoh data yang memiliki fitur [ŋ] selain silabel [rîːŋ], yaitu silabel [gɛːŋ]. Silabel ini mendapatkan variasi tekanan dan intonasi sekaligus.

6 181 Gambar 063 Pengaruh fitur [ŋ] pada bait kawitan panjang KTN baris viii Pada gambar di atas silabel ini memiliki kontur naik kemudian mengalami sedikit penurunan kontur. Selain mendapatkan kontur suara yang berbeda, silabel ini juga mengharuskan adanya tekanan di akhir penembangannya. Fitur lain yang menyebabkan terjadinya variasi pada kidung KTN, yaitu palatalisasi [ j ]. Palatalisasi adanya pemendekan suara [ j ] seperti yang terjadi pada silabel [s j ǝː] dan [r j ǝː]. Adanya palatalisasi menyebabkan kedua silabel tersebut dapat ditembangkan dengan kontur naik-turun secara bersamaan dalam sekali penembangan. Fitur tersebut memungkinkan untuk dipendekkan saat menembangkannya. Oleh karena itu, fitur lain yang terdapat pada silabel tersebut dapat diperpanjang ataupun dapat ditembangkan dengan kontur naik-turun-datar secara bersamaan. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

7 182 Gambar 064 Pengaruh fitur [ j ] pada bait pemawak KTN baris iv Pada gambar di atas terjadi perubahan kontur suara dari datar menjadi naik kemudian turun dan kembali datar. Variasi ini dapat diulang berkali-kali sesuai dengan kemampuan penembang. Selain itu, juga dapat dibantu dengan olah napas serta olah suara agar tidak keluar dari fitur-fitur dasar pada tiap-tiap KTN. Faktor linguistik lainnya yang menyebabkan munculnya variasi berada pada tataran sosiolinguistik. Menurut Chamber dan Trudgill (1998), variasi juga dapat disebabkan oleh adanya latar belakang dialek dari penembang. Membicarakan masalah dialek memang cukup rumit karena setiap daerah yang ada di Bali memiliki perbedaan. Secara umum daerah yang berada di Bali selatan (khususnya) daerah Denpasar dan Badung memiliki pelafalan yang mengalami pemendekan. Hal ini juga terjadi pada saat menembangkan kidung tidak terlepas di mana pun penembang berada. Pemendekan yang terjadi, yaitu pada saat menembangkan silabel [r j âːŋ]. Silabel ini berasal dari kata {atʊr h j aŋ} yang saat penembangannya menjadi tiga silabel, yaitu [aː], [tʊːr], dan [r j âːŋ]. Akibat adanya pengaruh dialek pelafalan [h j aŋ] mendapatkan fitur [r] menjadi [r j aŋ].

8 183 Gambar 065 Pengaruh dialek pada bait kawitan panjang KTN baris viii Pada gambar di atas penembangannya dijadikan satu. Hal ini perlu dicermati karena bisa mengubah makna yang terjadi. Untuk itu pada saat penembangan sebaiknya dilakukan interpretasi makna sebelum melakukan penembangan agar tidak membuat kerancuan pada saat penembangan. Meskipun dialek memengaruhi variasi-variasi pada kidung, akan lebih baik bila tidak mengubah makna yang terkandung. Dalam pembahasan makna, selain perubahan makna karena dialek yang terjadi juga ada penyebab lainnya, yaitu perubahan tersebut terjadi karena jeda yang diberikan. Perubahan tersebut juga terjadi pada kata {singapati}, yaitu pada penembangannya terjadi variasi menjadi [siŋǝ] [pati], satu kata utuh dipecah menjadi dua saat penembangan. Hal ini terjadi karena pengaruh jeda pada saat penembangan. Pada awalnya kata tersebut memiliki makna raja, sedangkan saat ada jeda setiap kata memiliki arti yang berbeda {siŋǝ} berarti sinar, sedangkan {pati} dapat berarti mati atapun raja. Kecenderungan berarti raja kata {pati}

9 184 harus berada pada sebuah kompositum agar tidak menimbulkan makna yang berbeda. Gambar 066 Faktor kompositum pada bati kawitan panjang KTN baris iv Tanda panah di atas menunjukkan adanya jeda. Jeda inilah yang memisahkan kompositum menjadi dua buah kata. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan makna. Perubahan makna ini dapat menjadi tidak baik apabila melenceng dari maksud yang diinginkan dan dapat menjadi baik apabila memenuhi maksud yang terdapat dalam alur sebuah bait kidung secara keseluruhan. Munculnya makna baru karena pengaruh variasi jeda sering terjadi pada penembangan kidung karena adanya interpretasi. Selain jeda yang memengaruhi makna, terdapat juga makna yang memengaruhi variasi jeda. Makna sebuah kata atau menekankan makna yang menjadi inti dari sebuah sajak juga terjadi pada penembangan kidung. Setiap pengarang menginginkan adanya penekananpenekanan pada setiap kata yang dibuat tetapi ada sebuah kata yang biasanya menjadi topik utama. Hal ini dapat dilihat pada kata {patrarum}. Sesungguhnya kata ini terdiri atas dua kata yaitu {patra} dan {rum}, jeda terjadi sebelum silabel

10 185 [rʊm]. Adanya jeda ini ingin memberikan penekanan bahwa {patra} yang berarti nama tersebut memiliki keharuman atau kemasyhuran dalam setiap hal yang telah diperbuat. Hal ini tampak pada gambar di bawah ini. Gambar 067 Faktor kompositum pada bait pemawak KTN viii Gambar di atas menunjukkan adanya jeda. Jeda ini berfungsi untuk menekankan topik yang dimaksudkan, yaitu makna antara kedua rangkaian itu. Apabila tidak diberikan jeda, akan muncul makna yang biasa hanya nama yang masyhur, sedangkan diberikan jeda agar maknanya menjadi benar-benar merasuk dalam kata tersebut yang menunjukkan nama tersebut memang benar-benar terkenal dan termasyhur serta dihormati oleh semua kalangan. Faktor linguistik yang telah disebutkan di atas dapat menjadi acuan untuk mengadakan variasi-variasi pada saat penembangan KTN. Meskipun demikian, tembang KTN sudah memiliki aturan tersendiri saat menembangkannya. Untuk variasi dan improvisasi cenderung terjadi karena kemampuan yang dimiliki dalam menyanyi sudah mumpuni. Di samping itu, juga sudah menguasai berbagai ritme,

11 186 tekanan, intonasi, serta pemanjangan dan pemendekan suara agar dapat jatuh dengan harmonis dan indah. 6.2 Faktor Nonlinguistik Faktor nonlinguistik telah disinggung secara singkat pada Bab V, yaitu adanya gaya estetik pada fitur-fitur suprasegmental KTN. Gaya estetik pada sebuah karya sastra adalah hal mutlak yang harus dimiliki. Gaya estetik adalah pengaruh keindahan pada tindakan, dimana maksudnya setiap penembang menginginkan adanya keharmonisan dalam mencapai setiap aturan yang terdapat dalam kidung (Wellek, 1989: ). Gaya estetik ini akan menimbulkan sebuah interpretasi dari hasil analisis linguistik yang telah dilakukan (Wellek, 1989: 226). Interpretasi di sini penembang berusaha menemukan tembang variasinya dan kemudian dengan sengaja melakukan improvisasi dengan tujuan menemukan sebuah gaya estetik sebagai ciri khasnya. Kemampuan penembang dalam melakukan improvisasi dapat terjadi berulang-ulang pada sebuah silabel. Hal ini dapat dilihat pada silabel [ŋǝː] pada kata {singapati} akibat adanya persepsi.

12 187 Gambar 068. Faktor interpretasi pada bait kawitan panjang KTN baris iv Pada gambar di atas tampak bahwa akibat adanya gaya estetik menyebabkan terjadi tekanan pada silabel [ŋǝː]. Gaya estetik ini membantu seseorang untuk melakukan lebih banyak perubahan dalam menembangkan sebuah kidung untuk memperindah jalinan nada yang telah ada. Hal ini diperbolehkan dalam aturan kidung karena penembangannya kidung biasanya lebih bebas dibandingkan dengan metrum lainnya. Selain itu, kidung juga dapat ditembangkan, baik secara perorangan maupun berkelompok. Faktor nonlinguistik lain dalam penembangan kidung termasuk juga kemampuan olah vokal. Kemampuan olah vokal memegang peranan penting dalam setiap nyanyian termasuk kidung. Adanya kemampuan olah vokal yang baik berpengaruh pada variasi-variasi yang diberikan pada tiap-tiap silabel, sebagai contoh misalnya terjadi pada silabel [mpûː] pada bait kawitan panjang.

13 188 Gambar 069 Pengaruh olah vokal pada bait kawitan panjang baris v Pada gambar di atas terjadi perubahan intonasi beberapa kali dalam silabel [mpûː]. Ini dapat terjadi apabila seseorang telah mempunyai kemampuan olah vokal yang baik serta menguasai fitur-fitur suprasegmental yang terdapat pada tiap-tiap bait KTN. Selain itu, adanya kemampuan olah vokal juga menyebabkan terjadi variasi intonasi pada sebuah silabel yang memiliki kontur datar menjadi kontur naik, kemudian memengaruhi silabel berikutnya yang mendapatkan kontur turun. Variasi ini terjadi pada silabel [cǝː] dan [s j ǝː] yang sebelumnya pada fiturfitur suprasegmental dasar kedua silabel ini hanya memiliki kontur datar. Kelebihan seseorang yang mampu mengolah vokal dengan baik akan mampu melakukan berbagai improvisasi. Dalam melakukan improvisasi dengan olah vokal sebaiknya diperkirakan sejauh mana kontur sebuah silabel dapat dinaikkan ataupun diturunkan. Sebagai contoh yang telah disebutkan terekam dalam speech anlyser di bawah ini.

14 189 Gambar 070 Faktor olah vokal pada bait kawitan panjang KTN baris vii Pada gambar di atas tampak bahwa adanya perubahan kontur pada silabel [cǝ] dan [s j ǝ]. Terjadi perubahan kontur naik kemudian turun pada kedua silabel ini. Perubahan ini tidak serta merta terjadi, tetapi harus ada rasa dalam setiap menembangkannya. Kecenderungan sering terjadi perpaduan antara interpretasi dan rasa dalam setiap kidung. Kedua hal ini memegang peranan penting dalam setiap nada dan kontur suara yang ditembangkan. Untuk menimbulkan sebuah keindahan kedua faktor ini patut diperhatikan. Setiap ritme, tekanan, dan intonasi yang terjadi akan menjadi harmonis apabila dihayati dengan sungguh-sungguh. Faktor nonlinguistik ini bergantung pada keinginan seseorang untuk menjadi penembang kidung. Apabila ingin menyanyikan kidung secara professional, maka akan melatih vokal yang dimiliki dan kemampuan mengingat setiap fitur yang melekat pada setiap silabel akan ditingkatkan. Apabila tidak memiliki keinginan ini, maka untuk menembangkannya akan sedikit mengalami kesulitan karena tidak bersungguh-sungguh.

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 190 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama ditemukan pola dasar fitur-fitur suprasegmental yang terdiri atas, enam baris pada bait

Lebih terperinci

BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA 135 BAB V VARIASI FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DALAM KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA Variasi selalu dikaitkan dengan kebebasan oleh penembang dalam berekspresi dan melakukan improvisasi. Tidak selalu demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena

BAB I PENDAHULUAN. tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kidung adalah karya cipta rasa karsa manusia yang menggunakan sistem tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena sastra menggunakan

Lebih terperinci

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA TUGAS KELOMPOK CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA MATA KULIAH : FONOLOGI DOSEN : Yuyun Safitri, S.Pd DISUSUN OLEH: ANSHORY ARIFIN ( 511000228 ) FRANSISKA B.B ( 511000092 ) HAPPY

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA

BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA 39 BAB IV FITUR-FITUR SUPRASEGMENTAL DASAR KIDUNG TANTRI NANDAKAHARANA KTN sebagai kidung yang menggunakan metrum demung sawit memiliki dua jenis bait, yaitu kawitan dan pengawak (penawa dan pemawak).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau

BAB I PENDAHULUAN. jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dharma gita atau seni suara adalah suatu pernyataan atau gambaran dari jiwa manusia, yang dinyatakan dalam bentuk deretan nada yang diciptakan atau dicetak maupun yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 153 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap perubahan fonem pelafalan lirik lagu berbahasa Indonesia dengan menggunakan karakter suara scream dan growl

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi. kehidupan masyarakat. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi. kehidupan masyarakat. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, baik komunikasi antarindividu yang satu dengan yang lain maupun antar kelompok yang satu dengan yang lain. Interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersosial atau hidup bermasyarakat tidak pernah meninggalkan bahasa, yaitu sarana untuk berkomunikasi satu sama lain. Dengan berbahasa kita memahami apa yang orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, tidak langsung dapat berdiri sendiri, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya adalah manusia, manusia sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah satu kelebihan

Lebih terperinci

Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang

Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang mempunyai pengertian mulai (Anandakusuma, 1978:84). Pengawit

Lebih terperinci

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI NAMA : TAUFIQ SHOFYAN HADI NIM : 1402408291 BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab III pada penelitian ini akan dibahas mengenai metode yang berhubungan dengan penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, prosedur

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA)

INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA) INSTRUMEN PENILAIAN AUDIO TERINTEGRASI BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA ASING SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) / MADRASAH ALIYAH (MA) KODE BUKU KOMPONEN A. FUNGSI MENUNJANG PEMBELAJAR AN 1. Menunjang pencapaian kompetensi

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati masyarakat pencinta kesusastraan Bali, sehingga keberadaannya masih tetap hidup seiring

Lebih terperinci

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( ) LAPORAN BACA OLEH: Asep Saepulloh (180210110037) Hikmat Hamzah Syahwali (180210110035) Suherlan (180210110036) Identitas Buku Judul : Linguistik Umum (Bagian 4 TATARAN LINGUISTIK [1]: FONOLOGI halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengenalan lafal manusia agar dapat dilakukan oleh sebuah mesin telah menjadi fokus dari berbagai riset selama lebih dari empat dekade. Ide dasar yang sederhana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap bahasa yang digunakan di masing-masing negara memiliki bunyi yang berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu bahasa,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal Himne. Balada. Epigram. Elegi 1. Puisi baru yang berisi tentang cerita adalah. SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 11. PUISILatihan Soal 11.1 Himne Balada Epigram Elegi Kunci Jawaban : B Himne yaitu puisi yang digunakan sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dialektologi yang meletakkan titik fokus pada kajian kebervariasian penggunaan bahasa dalam wujud dialek atau subdialek di bumi Nusantara, dewasa ini telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Terkait dengan fokus penelitian ini, penutur Indonesia memerlukan ketrampilan

BAB III METODE PENELITIAN. Terkait dengan fokus penelitian ini, penutur Indonesia memerlukan ketrampilan 38 BAB III METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan ketrampilan pragmatik dalam bahasa kedua, penutur Indonesia memerlukan pemahaman lebih dalam mengenai struktur bahasa dan pola penggunaan bahasa kedua dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sekolah. Lerner (dalam Mulyono, 2003:224) berpendapat bahwa menulis adalah

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sekolah. Lerner (dalam Mulyono, 2003:224) berpendapat bahwa menulis adalah 8 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakekat Menulis Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambang-lambang tulisan.

Lebih terperinci

STIKOM, Surabaya 20 November /25/2013 Jemmy Lesmana - STIKOM 1

STIKOM, Surabaya 20 November /25/2013 Jemmy Lesmana - STIKOM 1 STIKOM, Surabaya 20 November 2013 11/25/2013 - STIKOM 1 Komunikasi dalam keseharian Tidak ada yang dapat dilakukan tanpa komunikasi Semua orang membutuhkan komunikasi - Untuk memahami diri sendiri - Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Menurut Felicia (2001), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

LARAS dan RAGAM BAHASA

LARAS dan RAGAM BAHASA LARAS dan RAGAM BAHASA STMIK CIC CIREBON - 2016 Kedudukan Bahasa Indonesia FUNGSI BAHASA LARAS & RAGAM BAHASA Implikasi BI dalam hidup sehari-hari LARAS BAHASA Adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam nada dan syair yang mengandung unsur-unsur keindahan dan dapat mempengaruhi perasaan orang lain.

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

Unsur Musik. Irama. Beat Birama Tempo

Unsur Musik. Irama. Beat Birama Tempo Unsur- Unsur Musik Unsur Musik Bunyi Irama Notasi Melodi Harmoni Tonalitas Tekstur Gaya musik Pitch Dinamika Timbre Beat Birama Tempo Musik adalah bagian dari bunyi, namun bunyi dalam musik berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Arikunto (2010:135) mengemukakkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas. peningkatan proses dan praksis mengajar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Arikunto (2010:135) mengemukakkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas. peningkatan proses dan praksis mengajar. 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Arikunto (2010:135) mengemukakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan perekonomiannya. Pertumbuhan perekonomian China yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan perekonomiannya. Pertumbuhan perekonomian China yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa Mandarin kini menjadi salah satu bahasa penting di dunia seiring dengan perkembangan perekonomiannya. Pertumbuhan perekonomian China yang

Lebih terperinci

TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN

TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN TUGAS PLPG PEMBUATAN MODUL PEMBELAJARAN Disusun oleh : JELLY EKO PURNOMO, S.Pd No Peserta 17046021710161 MODUL SENI BUDAYA 1 Materi Teknik membaca dan bernyanyi solmisasi partitur not angka secara unisono

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk menggambarkan dan memberikan gejala-gejala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa, khususnya membaca puisi. Membaca sastra/puisi sering

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa, khususnya membaca puisi. Membaca sastra/puisi sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran sastra merupakan salah satu aspek yang perlu diajarkan kepada siswa, khususnya membaca puisi. Membaca sastra/puisi sering diistilahkan membaca telaah bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/

BAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/ kanak-kanak, Gending Rare berarti nyanyian untuk bayi/ kanak-kanak. Gending Rare diketahui sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

III.PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian

III.PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian III.PROSEDUR PENELITIAN.1 Metode Penelitian Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif murni atau sur-vei. Penelitian deskriptif murni atau survei merupakan penelitian yang benar-benar

Lebih terperinci

Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2

Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2 Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2 www.juraganles.com I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c atau d di depan jawaban yang paling benar! 1. Bacalah penggalan pidato berikut! Hadirin yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KOMPOSISI

BAB III ANALISIS KOMPOSISI BAB III ANALISIS KOMPOSISI Dalam Bab III ini penulis akan menjelaskan tentang struktur dari semua komposisi. Penulis akan memaparkan secara struktural komposisi, Indahnya Bersama yang terdiri dari lima

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sarana utama dalam berkomunikasi antar sesama manusia. Sebagian besar mengambil bentuk lisan/ tertulis, dan verbal/ ucapan. Tanpa bahasa, manusia akan

Lebih terperinci

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap kali gurindam disebut, maka yang terbesit tidak lain ialah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Seakan-akan hanya Gurindam Dua Belas satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

fonem, kata dan rangkaian kata, misalnya bunyi [0 dilafalkan [0], bunyi [oe]

fonem, kata dan rangkaian kata, misalnya bunyi [0 dilafalkan [0], bunyi [oe] BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Mengingat bahasa yang dipelajari mahasiswa adalah bahasa Perancis yang mempunyai sistem bunyi yang sangat berbeda dengan bahasa yang telah mereka kuasai, yaitu bahasa

Lebih terperinci

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 diuraikan bagian pendahuluan penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Pengertian Metodologi Penelitian Metode penelitian memiliki peranan yang penting dalam suatu penelitian. Untuk dapat memecahkan masalah dalam penelitian dibutuhkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah FERI YANTO, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah FERI YANTO, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah dasar merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia.Pada usia sekolah dasar seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari sebuah kesusastraan, terlepas dari apakah kegiatan bersastra dilakukan didasari ataupun tanpa didasari kesadaran untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. Alterasi adalah istilah yang dipakai untuk perubahan kromatis salah satu nada dalam satu akord.

GLOSSARIUM. Alterasi adalah istilah yang dipakai untuk perubahan kromatis salah satu nada dalam satu akord. GLOSSARIUM Alterasi adalah istilah yang dipakai untuk perubahan kromatis salah satu nada dalam satu akord. Appoggiatura, not hiasan yang ditambahkan sebelum not utama Augmentasi adalah salah satu tekstur

Lebih terperinci

Perspektif Musikalitas Tabuh Lelambatan Banjar Tegaltamu Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Sebagai salah satu

Perspektif Musikalitas Tabuh Lelambatan Banjar Tegaltamu Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Sebagai salah satu Perspektif Musikalitas Tabuh Lelambatan Banjar Tegaltamu Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Sebagai salah satu karya seni musik tradisional tabuh, Lelambatan tentu memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Tri Wahyono Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak Penulisan makalah ini bertujuan untuk 1) mengetahui apakah menyimak cerita

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai salah satu unsur kesenian yang mengandalkan kreativitas pengarang melalui penggunaan bahasa sebagai media. Dalam hal ini, sastra menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang IT (Information

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang IT (Information BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang IT (Information Technology), terutama dalam bagian AI (Artificial Intelligence), telah banyak aplikasiaplikasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini tidak memerlukan tempat yang khusus atau spesifik karena bersifat kualitatif dengan menggunakan kajian pustaka. Penelitian ini tidak

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sanjaya (2009: 26) mengemukakan penelitian tindakan kelas merupakan proses

BAB III METODE PENELITIAN. Sanjaya (2009: 26) mengemukakan penelitian tindakan kelas merupakan proses BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Wina Sanjaya (2009: 26) mengemukakan penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1. Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei 2014 69 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama sekolah : SD NEGERI CIPETE 1 Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V/2 Alokasi waktu : 2 x 35 Menit Pertemuan : 1 Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Mei

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGUAGE EXPERIENCE APPROACH DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA

PENERAPAN LANGUAGE EXPERIENCE APPROACH DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA PENERAPAN LANGUAGE EXPERIENCE APPROACH DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA Tati Sri Uswati dan Itaristansi IAIN Syekh Nurjati Cirebon tatisriuswati@gmail.com Abstrak Apabila seseorang memiliki keterampilan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 58 PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Sri Utami Universitas Wisnuwardhana Malang ABSTRAK Dalam pembelajaran bahasa

Lebih terperinci

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 1 April 2017, 145-158 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA Lodia Amelia Banik Universitas Warmadewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata merupakan alat penyalur gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada orang lain. Kata-kata dijalin-satukan melalui penggabungan dalam suatu konstruksi yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi,

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu.

GLOSSARIUM. Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu. GLOSSARIUM Aksentuasi adalah tekanan yang bersifat lemah dan kuat pada kata-kata maupun melodi lagu. Alliteration, yaitu teknik pengulangan bunyi awal yang sama secara berturutturut. Ambitus (range ),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu dari unsur kebudayaan yang juga sebagai alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh masyarakat, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sebagai hasil seni, sastra merupakan hasil cipta manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan,

Lebih terperinci

SILABUS FONOLOGI BAHASA INDONESIA BIL002. Ardhana Reswari, MA.

SILABUS FONOLOGI BAHASA INDONESIA BIL002. Ardhana Reswari, MA. Halaman : Page 1 of 5 SILABUS FONOLOGI BAHASA INDONESIA BIL002 Ardhana Reswari, MA. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 1 Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya di dunia manusia mengalami banyak peristiwa baik itu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Terkadang beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang pengarang terhadap lingkungan sosial budaya melalui media bahasa. Karya sastra ini hadir sebagai

Lebih terperinci

Bab1. Pendahuluan. Dalam usaha pemenuhan kebutuhannya manusia saling bergantung dengan manusia

Bab1. Pendahuluan. Dalam usaha pemenuhan kebutuhannya manusia saling bergantung dengan manusia Bab1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri. Dalam usaha pemenuhan kebutuhannya manusia saling bergantung dengan manusia lainnya.

Lebih terperinci

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA 49 PENGARUH KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE SIMULASI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Sri Utami Universitas Wisnuwardhana Malang ABSTRAK Dalam pembelajaran bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan serantaian peristiwa masa lampau yang terjadi secara nyata dalam perjalanan hidup manusia. Dalam sebuah negara, sejarah dan kisah yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana paling utama. utama adalah sebagai sarana komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana paling utama. utama adalah sebagai sarana komunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasalah manusia berkomunikasi baik secara lisan maupun tulis. Di dalam komunikasi manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara teratur dan sistematis, mulai dari tahap perencanaan,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara teratur dan sistematis, mulai dari tahap perencanaan, 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian secara teratur dan sistematis, mulai dari tahap perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek belajar yang harus diajarkan guru kepada siswa selain aspek lainnya, yaitu membaca, mendengar, dan berbicara. Menurut Tarigan

Lebih terperinci