BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP, LANDASARN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588) Fonem dan Fitur Distingtif, Segmen Vokal dan Konsonan. Dalam kajian Fonologi Struktural, fonem dianggap sebagai unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna (Gleason,1955: 9), sejalan dengan penelitian fonologi yang merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui struktur bunyi suatu bahasa. Berdasarkan definisi tersebut maka setiap bunyi bahasa, baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti dapat disebut fonem. Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang sama untuk menjadi fonem. Namun, tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu harus diuji dengan beberapa pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri fonem, dan watak fonem berasal dari bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem sama dengan jumlah bunyi bahasa, tetapi sangat jarang terjadi. Lain halnya dalam kajian Fonologi Generatif yang menganggap fitur distingtiflah sebagai satuan terkecil yang membedakan makna. Fitur Distingtif merupakan suatu bentuk perkembangan baru dari fonologi yang bertujuan menganalisis bunyi bahasa sampai ke tahap ciri tertentu yang membedakan sebuah fonem dari yang lain. Tujuan utama teori ini adalah untuk menemukan ciri-ciri minimal yang dapat digunakan untuk membedakan bunyi-bunyi bahasa yang signifikan, dengan demikian dapat membedakan sebuah bahasa dari yang lain. Teori ini diperkenalkan oleh Roman Jakobson seorang pendiri dan tokoh utama Aliran Praha. Dalam pencariannya Jakobson menggunakan partikel-partikel subfonemik yang tidak dapat diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Berawal dari pendapat Bloomfield yang kurang memuaskan mengakibatkan muncul beberapa paham lain mengenai fonem dan fitur distingtif. Pertama, pada kenyataanya fonem-fonem itu dapat diuraikan menjadi beberapa ciri yang membedakannya satu dengan yang lainnya. Kedua, pada saat teori itu dikemukakan oleh Bloomfield data fonetis ini belum dapat digunakan sebagaimana mestinya karena pada saat itu fonologi masih 6

2 mengalami empirisasi. Ketiga, karena ketiadaan data fisik mengenai bunyi-bunyi bahasa maka penjelasan tentang bunyi-bunyi bahasa lebih didasarkan pada psikologis ( Jakobson, R : 1971 ). Bunyi ujaran terbentuk secara alamiah oleh dan di dalam alat-alat pengucapan. Bunyi itu berkelompok dan membentuk dengan apa yang disebut kelas-kelas bunyi bahasa alamiah ( nasal, vokal, hambat, frikatif, dan likuid). Setiap kelompok itu pun akhirnya memiliki karakter bunyi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Dengan memperhatikan letak dan pengucapan bunyi serta ditunjang oleh sifat dan kualitas bunyi ujar itu, para ahli bahasa umumnya berpendapat bahwa ada seperangkat ciri yang menandai perbedaan bunyi-bunyi itu, fitur distingtif inilah yang nantinya disebut sebagai basic units of phonology atau unsur terkecil dalam fonologi. Namun, walaupun dalam tatanan Fonologi Generatif menganggap fitur distingtiflah satuan unit terkecil, istilah fonem masih diperbincangkan dan digunakan sebagai bagian di atas fitur distingtif yang bisa disegmenkan sehingga setiap fonem mengandung ciri pembeda dan ciri fitur distingtifnya tersendiri. Sehingga fonem dapat diselevelkan dengan sebutan segmen. Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara, bunyi bahasa dibedakan menjadi dua kelompok yaitu vokal dan konsonan. Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan, sedangkan konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau penyempitan aliran udara (Alwi dkk, 2003: 49-52). Sistem segmen vokal dan konsonan diklasifikasikan dalam dua bunyi yaitu bunyi segmental dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtutan bunyi yang bersambung-sambung terus-menerus dan diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat fonemik ciri-ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional, atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam BAM /ba gas/ (dengan tekanan pada suku kata pertama) bermakna rumah tempat tinggal, sedangkan kata /bagas / (dengan tekanan pada suku kata kedua) yang bermakna dalam. Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata tersebut yang telah menunjukkan unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. 7

3 Untuk menentukan suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan salah satu segmen vokal atau konsonan maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya menunjukkan segmen yang berbeda. Dua segmen yang saling mengantikan dalam kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada BAM. Misalnya: 1. /bolu/ : /tolu/ /b/ dan /t/ pada awal kata 2. /hayu/ : /halu/ /y/ dan /l/ pada tengah kata 3. /sale/ : /sali/ /e/ dan /i/ pada akhir kata Setiap segmen memiliki hubungan yang sistematis dalam lingkungan atau tempat segmen itu direalisasikan. Perangkat lingkungan tempat perealisasian segmen dinamakan distribusi (periksa Carr, 1994: 15). Melalui distribusi ini dapat dilihat apakah sebuah segmen dapat diekspresikan pada semua lingkungan atau hanya pada lingkungan tertentu saja. Jika sebuah segmen mampu menempati diseluruh lingkungan, segmen itu berdistribusi lengkap. Sebaliknya, bila segmen itu hanya menempati lingkungan tertentu berarti segmen itu berdistribusi tidak lengkap Bahasa Angkola-Mandailing Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipakai untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena bahasa selalu mengikuti setiap aktifitasnya. Samsuri (1987:3) mengatakan bahwa bahasa erat hubungannya dengan pemakai bahasa, karena bahasa merupakan alat yang paling vital bagi kehidupan manusia. Lebih lanjut Samsuri mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat yang dipakai untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan. Bahasa juga merupakan alat untuk mempengaruhi manusia. Dari uraian di atas tampaklah bahwa bahasa adalah dasar utama yang paling berakar pada manusia. Masyarakat Indonesia pada umumya masyarakat yang dwibahasawan, sekurangkurangnya mengenal dua bahasa. Pertama bahasa daerah, sedangkan yang kedua adalah bahasa Indonesia (Samsuri, 1987:56). Keanekaragaman bahasa daerah mencerminkan kekayaan budaya nasional, maka sangat penting dijaga dan dilestarikan di tengah masyarakat penuturnya. 8

4 Bahasa daerah yang dipakai di wilayah nusantara menurut politik bahasa nasional berkedudukan sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional dan dilindungi oleh negara. Salah satu di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah BAM. Hingga saat ini BAM tetap dapat bertahan dari derasnya pengaruh bahasa lain terutama bahasa Indonesia. Keberadaan BAM yang tetap bertahan tidak lepas dari pengaruh sikap dan perilaku penuturnya. BAM termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila dibedakan antara protomalaya (Melayu Kono) dari Dutoromalaya (Melayu Muda, Melayu Pesisir) maka BAM adalah cabang dari Protomalaya sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu Kuno (Anicetus, 2002: vii). BAM merupakan bahasa dari provinsi Sumatera Utara yang masih satu keluarga dengan bahasa Batak Toba, bahasa Pakpak, bahasa Simalungun, dan bahasa-bahasa di Sumatera Utara lainnya. BAM digunakan masyarakat penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraki dengan sesamanya khususnya di daerah Kecamatan Sipirok. BAM juga merupakan salah satu dari sekian banyaknya bahasa-bahasa daerah di nusantara yang secara gramatikal mempunyai khas, sistem tata bahasa, dan arti kata tersendiri. Ada perdebatan antara bahasa Mandailing dan Angkola yang menyatakan kedua bahasa ini sama atau tidak. Bahasa Mandailing dan Angkola sebenarnya tidak terpisahkan karena kedekatan kultural dan geografis. Berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan oleh Tim Pemetaan Bahasa, Balai Bahasa Medan, Pusat Bahasa, tahun 2007 menunjukkan bahwa antara bahasa Angkola dan Mandailing tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Penggunaan nama bahasa Angkola dan bahasa Mandailing tidak bisa diterima sebab masing-masing masyarakat pengguna bahasa tersebut masih dapat melakukan komunikasi dengan baik, walaupun pada beberapa makna tertentu mereka saling tidak memahami. Setelah dilakukan penghitungan dialektometri terhadap kedua bahasa tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa penggunaan nama atau istilah bahasa untuk bahasa Angkola dan Mandailing tidak bisa digunakan sebab persentase perbedaannya hanya 48,75%. Ini berarti istilah yang cocok digunakan untuk bahasa bahasa tersebut adalah Angkola Mandailing karena perbedaannya hanya pada subdialek. Jadi, bahasa Angkola dan Mandailing merupakan satu bahasa yang sama. Sibarani (1997) menjelaskan, pembagian linguistik bahasa Batak di Sumatera Utara terdiri atas bahasa Batak Toba, bahasa Batak Karo, bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Pakpak Dairi, dan bahasa Batak Angkola-Mandailing. Artinya Sibarani menganggap bahasa Angkola dan Mandailing merupakan bahasa yang sama. Begitu pula 9

5 dengan Kozok (1999) mengatakan bahasa Angkola dan Mandailing adalah dua bahasa yang mempunyai sedemikian banyak persamaan sehingga pada umumnya disebut bahasa Angkola-Mandailing saja. Berdasarkan hasil wawancara singkat peneliti terhadap beberapa masyarakat di Kecamatan Sipirok, beberapa dari mereka mengaku bahasa yang ia gunakan adalah bahasa Angkola, ada yang mengaku bahasa Mandailing, dan ada pula yang mengaku bahasa Angkola-Mandailing. Untuk itu berdasarkan beberapa fakta-fakta dan sumber referensi di atas, peneliti memilih bahasa Angkola-Mandailinglah (BAM) yang menjadi nama dari objek penelitian ini. 2.2 Landasan Teori Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Muslich (2008) mengatakan fonologi adalah kajian mendalam tetang bunyi-bunyi ujaran. Sedangkan Schane (1992) secara singkat mengatakan fonologi adalah kajian linguistik yang menelahan struktur bunyi. Fonologi mempunyai dua cabang kajian. Pertama, fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu: fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan, fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyibunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya), dan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita ( Dew dan Jensen, 1997: 3 dalam Muclich, 2008: 8-10). Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran. Kedua, fonemik yaitu kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [labu] dan [rabu] 10

6 jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem [l] dan [r]. Sebuah fonem atau gabungan dari beberapa fonem yang dihembuskan dalam satu ketukan sehingga membentuk sebuah kata disebut suku kata. Untuk memecahkan permasalan suku kata para linguis menggunakan teori sonoritas dan teori prominans. Teori sonoritas menjelaskan bahwa suatu rangkaian bunyi bahasa yang diucapkan oleh penutur selalu terdapat puncak-puncak kenyaringan (sonoritas) di antara bunyi-bunyi yang diucapkan. Puncak kenyaringan ini ditandai dengan denyutan nada yang menyebabkan paru-paru mendorong udara keluar. Misalnya dalam BAM, kata /sega/ terdiri atas dua puncak kenyaringan yaitu /e/ pada /se/ dan /a/ pada /ga/. Teori prominans menitikberatkan pada gabungan sonoritas dan ciri-ciri suprasegmental, terutama jeda. Ketika rangkaian bunyi diucapkan selain terdengan satuan kenyarngan bunyi, juga terasa adanya jeda di antaranya, yaitu kesenyapan sebelum dan sesudah puncak kenyaringan. Atas anjuran teori ini, batas di antara bunyi-bunyi puncak diberi tanda plus (+). Jadi kata /sega/ ditranskripsikan menjadi /se+ga/. Ini berarti kata tersebut terdiri dari dua suku kata. Berdasarkan teori sonoritas dan teori prominans diketahui bahwa sebagian besar struktur suka kata terdiri dari satu bunyi sonor yaitu vokal, baik didahului konsonan atau tidk didahului konsonan. Penyataan tersebut dirumuskan sebagai berikut: (K) V (K) Rumusan diatas menjelaskan bahwa vokal merupakan unsur yang harus dimiliki dalam sebuah suku kata, sedangkan konsonan adalah unsur manasuka. Bunyi puncak sonoritas suku kata disebut nuklus, konsonan yang mendahului vokal disebut onset, dan konsonan yang mengikuti vokal disebut koda ( Muslich, 2008: ) Fonologi Generatif merupakan teori yang mutahir untuk saat ini dan teori ini juga akan diaplikasikan pada penelitian ini. Teori Fonologi Generatif muncul dan berkembang seiring menurunnya pamor teori Fonologi Deskriptif dan Fonologis Struktural. Munculnya teori ini sebagai konsekuensi logis perkembangan ilmu linguistik. Tata bahasa generatif pertama kali dikenalkan oleh Noam Chomsky dalam bukunya yang berjudul Syntactic Structure (1957). Menurut model tata bahasa generatif ini, proses pembentukan kalimat harus melewati tiga rumus, yaitu rumus struktur frase, rumus transformasi dan rumus 11

7 morfofonemik. Apabila ketiga rumus tersebut diterapkan, maka akan didapatkan hasil yang berupa serangkaian fonem dalam bahasa yang bersangkutan dan digunakan dalam struktur fonetik berupa ujaran yang didengar. Chomsky pada mulanya hanya berbicara generatif pada level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi. Namun teori Fonologi Generatif yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu teori yang dikemukakan oleh Schane (1992). Salah satu yang membedakan Fonologi Struktural dengan Fonologi Generatif adalah Fonologi Struktural menganggap satuan unit terkecil ialah fonem sedangan Fonologi Generatif mengganggap fonem masih dapat diperkecil lagi sehinga satuan yang paling terkecil ialah fitur distingtif. Untuk memahani fitur distingtif, penelitian ini tidak akan terlepas dari segmen sabagai satuan yang terbentuk dari peragkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat secara eksplilis dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tatanan Fonologi Generatif. Konsep signifikansi dalam fonologi menyangkut perbedaan segmen pada level fonetis, apakah bersifat fonemis atau alofonis. Segmen yang berbeda secara fonemis digolongkan sebagai segmen asal. Untuk mengidentifikasi segmen asal akan diadopsikan mekanisme Pike (1961: 73), yang menyebutkan bahwa segmen cendrung dimodifiksi oleh segmen lain dalam lingkungannya. Dua prosedur dari mekanisme itu (yang lazim itu lazim disebut pasangan minimal) yaitu 1) segmen yang secara fonetis mirip harus digolongkan kedalam kelas yang berbeda apabila terdapat dalam lingkungan yang mirip dan 2) segmen yang secara fonetis mirip harus digolongkan kedalam kelas yang berbeda apabila terdapat dalam lingkungan yang sama. Segmen fonologi memiliki dua tataran representasi, yaitu representasi fonemis dan representasi fonetik. Kedua representasi ini selain berbeda dalam penggunaan notasi, juga berbeda dalam tingkat keabstrakannya. Representasi fonemis dan dianggap lebih abstrak dibandingkan representasi fonetis sebab rincian fonetisnya lebih terbatas. Bagaimana realisasi dari kedua representasi ini ditunjukkan dalam bagan berikut. representasi fonemis (/ /) representasi fonetis ([ ]) Representasi di atas pada dasarnya menggambarkan proses penurunan sebuah segmen. Schane (1992: 43) mengatakan apabila terjadi proses fonologis biasanya: 12

8 1. Ada satu atau lebih segmen yang dipengruhi. 2. Segmen yang dipengaruhi itu akan mengalami perubahan. 3. Perubahan itu pada umumnya terjadi pada lingkungan tertentu. Jika proses yang terjadi berlangsung secara sistematis tentunya dapat dikaidahkan. Melalui kaidah fonologis, semua varian segmen dalam lingkungan yang berbeda dapat diderivasikan dari segmen asalnya. Deskripsi proses derivasi dari sebuah segmen bisa dipetakan dalam empat kaidah fonologis, (Schane 1993: 65) yaitu. 1. Kaidah perubahan ciri Tujuan kaidah perubahan ciri yaitu ingin mengetahui tiga hal, 1) segmen mana yang berubah, 2) bagaimana segmen itu berubah, dan 3) dalam kondisi apa segmen itu berubah. 2. Kaidah pelepasan dan penyisipan Pelepasan dan penyisipan dinyatakan dengan Ø, simbol nol. Segmen yang mengalami pelepasan muncul di sebelah kiri tanda panah, dan Ø di sebelah kanan. 3. Kaidah permutasian dan perpaduan 4. Kaidah variabel Keempat kaidah di atas tidak hanya diterapkan dalam sebuah segmen dalam suatu morfem, tetapi juga pada hubungan antarmorfem atau di antara morfem-morfem yang berdekatan. Untuk proses fonologis yang melibatkan sebuah segmen, terlihat pada bagan berikut. /x/ -----> [y] / z z Keterangan: 1. Segmen yang dipengaruhi muncul di sebelah kiri tanda panah ( /x/ ). 2. Perubahan itu muncul disebelah kanan ( [y] ) 3. Lingkungan itu ditemukan sesudah garis miring ( z z) 4. z z artinya perubahan terjadi apabila terdapat pada sesudah atau sebelum konsonan atau vokal tertentu. Selanjutnya Schane (1992) juga menyebutkan, tata bahasa generatif berhubungan dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang tidak hanya disebabkan adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga dipengaruhi oleh aspekaspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi pada tingkat kata sebagai satu unit morfem 13

9 bebas maupun gabungan antara morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung mengalami perubahan, perubahan itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan kedua morfem, misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan vokal bertekanan yang mana parubahan itu disebabkan dengan proses fonologis. Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan oleh segmen yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis atau syaratsyarat lainnya. Dalam hal ini fitur distingtif yang disebut ultimate disctinctive entities of language yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil, secara garis besar dikelompokkan menjadi enam ciri utama yaitu, 1) ciri golongan utama, 2) ciri berdasarkan cara artikulasi, 3) ciri berdasarkan tempat artikulasi, 4) ciri batang lidah, 5) ciri tambahan, dan 6) ciri prosidi. Keenam ciri tersebut memiliki 18 ciri pembeda pula. Namun dalam BAM hanya terdapat 5 ciri pembeda dan melalui keenam ciri pembeda tersebut dapat dilihihat BAM memiliki 16 fitur distingtif. Untuk pembuktian ada tidaknya sifat ciri-ciri pembeda itu digunakan sistembiner (plus dan minus) (Schane, 1992: 27-43). Tanda plus (+) digunakan untuk menyatakan bahwa sifat ciri pembeda itu ada, sebaliknya tan minus (-) digunakan untuk menyatakan bahwa sifat ciri pembeda itu tidak ada. Berikut penjabaran mengenai kelima ciri pembeda tersebut dalam BAM ( berdasarkan Schane, 1992: 28-35). 1. Ciri golongan utama Persamaan dan perbedaan antara vokal dan konsonan dapat dilihat melalui ciri ini dengan sifat yang berkaitan dengan silabitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri tersebut silabitas, sonoran, dan konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur silabelnya. Pada umumnya, vokal [+sil] dan konsonan [-sil]. Ciri sonoran merujuk ke kulaitas resonan suatu bunyi vokal selalu [+son], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikatif, dan luncuran laringal [-son]. Ciri konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan likuid adalah [+kons], sedangkan vokal 14

10 dan semivokal adalah [-kons]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-kons] karena bunyi ini tidak memiliki penyempit dalam rongga mulut. a. Konsonantal [kons] Bunyi konsonantal ialah bunyi yang dihasilkan dengan cara berlakunya penyekatan atau penyempitan pada terusan ujaran. Bunyi-bunyi tidak konsonantal dihasilkan tanpa sembarang sekatan. Yang termasuk ke dalam [+kons] adalah bunyi konsonan hambat [p, t, c, k, b, d, j, g,?], konsonan frikatif [s, h], konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], konsonan likuid [l, r]. Yang termasuk ke dalam [-kons] adalah bunyi-bunyi vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U] dan semivokal [w,y]. b. Silabis [sil] Silabis adalah bunyi yang menjadi puncak suku kata, sehingga apabila bunyi tidak silabis tidak boleh dipuncakkan. Yang termasuk ke dalam [+sil] adalah bunyi vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U,] dan bunyi semivokal [y, w]. Yang termasuk ke dalam [-sil] adalah konsonan hambat [p, t, c, k, ʔ, b, d, j, g], konsonan frikatif [h, s], konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], konsonan likuid [l, r], dan semivokal [w, y]. c. Sonoran [son] Bunyi sonoran dihasilkan dengan terusan ujaran terbuka luas dan dengan itu tekanan udara di bagian dalam dan luar mulut menjadi seimbang. Yang termasuk ke dalam [+son] adalah bunyi vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], semivokal [w, y], likuid [l,r], dan nasal [m, n, ň, ŋ]. Yang termasuk ke dalam [-son] adalah bunyi konsonan hambat [p, t, c, k, ʔ, b, d, j, g], konsonan frikatif [h, s] 2. Ciri daerah artikulasi Secara sederhana, fitur distingtif yang didasarkan pada tempat artikulasi bunyi ujar dapat dikelompokkan menjadi koronal dan anteror. a. Koronal [kor] 15

11 Bunyi koronal dihasilkan dengan cara menaikkan daun lidah ke bahagian antara gigi (dental) dan lelangit keras (palatal). Yang termasuk ke dalam [+kor] adalah bunyi hambat [t, d, j, c], konsonan frikatif alveolar [s], konsonan likuid [l, r], konsonan nasal dental [n], dan konsonan nasal palatal [ň]. Yang termasuk ke dalam [-kor] adalah bunyi vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], semivokal [y,w] konsonan hambat [b, g, k, p,?], konsonan frikatif glotal [h], konsonan nasal bilabial [m], dan konsonan nasal velar [ŋ]. b. Anterior [ant] Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai sumber bunyi berada di sebelah depan pangkal gusi. Yang termasuk ke dalam [+ant] adalah bunyi vokal, konsonan hambat bilabial [p, b], konsonan hambat dental [d, t], konsonan frikatif alveolar [s], konsonan nasal bilabial [m], konsonan nasal dental [n], dan konsonan likuid [l, r]. Yang termasuk ke dalam [-ant] adalah bunyi vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], semivokal [w, y] konsonan hambat palatal [j, c], konsonan hambat velar [k,g], konsonan hambat glotal [?] frikatif glotal [h]. 3. Ciri berdasarkan cara artikulasi Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives), dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi kontinuan, pelepasan tidak segera, striden, nasal, dan lateral. a. Kontituan [kont] Kelompok bunyi ini dihasilkan dengan mengalirkan udara ke rongga mulut dengan bebas. Yang termasuk ke dalam [+kont] adalah bunyi frikatif [s, h] dan konsonan getar alveolar [r]. Yang termasuk ke dalam [-kont] adalah bunyi vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], semivokal [w, y], konsonan hambat [p, t, c, k, b, d, j, g,?], konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], dan lateral [l]. b. Pelepasan tidak segera [pts] Pada dasarnya ada dua cara bagaimana bunyi yang dihambat di dalam rongga mulut itu dilepaskan, yaitu 1) diletupkan segera setelah penutupan 16

12 alat-alat ucap yakni untuk bunyi-bunyi hambat dan 2) secara perlahan-lahan sehingga menghasilkan bunyi. Yang termasuk ke dalam [+pts] adalah bunyi hambat palatal [c, j]. Yang termasuk ke dalam [-pts] adalah konsonan hambat selain palatal [p, b, t, d, k, g,?], konsonan frikatif [s, h], konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], konsonan likuid [l, r], vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], dan semivokal [w, y]. c. Striden [strid] Striden merupakan kelompok segmen yang dihambat dengan pelepasan dalam intensitas yang tinggi. Yang termasuk ke dalam [+strid] merupakan bunyi konsonan frikatif glotal [h]. Yang termasuk ke dalam [-strid] merupakan bunyi konsonan hambat [p, b, d, t, c, k, g, j,?], konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], konsonan alveolar [s, l, r], vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], dan semivokal [w, y]. d. Nasal [nas] Bunyi ini ditandai dengan ditariknya langit-langit lunak ke bawah dengan menyentuh bagian belakang lidah sehingga aliran darah berhembus melewati hidung. Yang termasuk ke dalam [+nas] yaitu bunyi konsonan nasal [m, n, ň, ŋ]. Yang termasuk ke dalam [-nas] yaitu bunyi konsonan hambat [p, b, d, t, c, k, g, j,?], konsonan frikatif glotal [h], konsonan alveolar [s, l, r], vokal [a, i, u, ɛ, o, I, U, ɔ], dan semivokal [w, y]. e. Lateral [lat] Bunyi lateral dihasilkan dengan cara udara keluar melalui sisi lidah. Yang termasuk ke dalam [+lat] adalah bunyi [l]. Yang termasuk ke dalam [- lat] adalah bunyi vokal dan konsonan lainnya selain [l]. 4. Ciri batang lidah Fitur distingtif yang didasari pada ciri batang lidah dapat dikelompokkan menjadi empat ciri yaitu tinggi, rendah, belakang, dan bulat. a. Tinggi [ting] Bunyi tinggi dihasilkan dengan cara mengangkat badan lidah ke arah palatal. Yang termasuk ke dalam [+ting] adalah vokal tinggi [i, I, u, U], 17

13 semivokal [w, y], hambat [c, j, k, g], dan konsonan nasal velar [ŋ] konsonan nasal palatal [ň]. Yang termasuk ke dalam [-ting8] adalah bunyi vokal [a, ɔ, ɛ, o], konsonan hambat [p, b, t, d,?], konsonan frikatif [s, h], konsonan nasal bilabial [m], konsonan nasal dental [n], konsonan likuid [l, r]. b. Rendah [ren] Bunyi rendah dihasilkan dengan cara menarik badan lidah jauh ke bawah dari bumbung mulut. Yang termasuk ke dalam [+ren] adalah bunyi vokal [ɛ], konsonan frikatif glotal [h], dan konsonan hambat glotal [?].Yang termasuk ke dalam [-ren] adalah bunyi vokal [a, i, u, o, I, U, ɔ], konsonan hambat [p, b, t, d, j, c, k, g,?], konsonan frikatif [s], konsonan nasal [m, n, ň, ŋ], dan konsonan likuid [l, r]. c. Belakang [bel] Bunyi belakang dihasilkan dengan keadaan badan lidah ditarik ke belakang. Yang termasuk ke dalam [+bel] adalah vokal [u, U, ɔ, o], semivokal [w], konsonan hambat velar [k, g], konsonan nasal velar [ŋ]. Yang termasuk ke dalam [-bel] adalah vokal [a, i, I, ɛ] konsonan hambat [p, b, t, d, j, c], konsonan frikatif [s, h], konsonan nasal [m, n, ŋ], dan konsonan likuid [l,r]. d. Bulat [bul] Bunyi bundar dihasilkan dengan cara membundarkan bibir. Yang termasuk ke dalam [+bul] adalah bunyi vokal [u, U, o, ɔ] dan semivokal [w]. Yang termasuk ke dalam [-bul] adalah vokal [a, i, I, ɛ], semivokal [y], konsonan hambat [p, b, t, d, j, c, k, g,?], konsonan frikatif [s, h], konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], dan konsonan likuid [l, r]. 5. Ciri tambahan Fitur distingtif yang didasarkan pada ciri batang tambahan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu tegang dan bersuara. a. Tegang [teg] Yang termasuk ke dalam [+teg] adalah vokal [a, i, u, o], konsonan hambat [p, b, t, d, j, c, k, g], konsonan frikatif [s, h], konsonan likuid [l, r], 18

14 konsonan nasal [m, n, ŋ, ň], dan semivokal [w, y]. Yang termasuk ke dalam [- teg] adalah vokal [I, U, ɛ, ɔ] dan hambat glotal [?]. b. Bersuara [sur] Bunyi yang dihasilkan sambil menggetarkan pita suara. Yang termasuk ke dalam [+sur] adalah vokal [ a, i, I, u, U, o, ɔ, ɛ], semivokal [w, y], hambat [b, d, k,?], dan konsonan frikatif glotal [h]. Yang termasuk ke dalam [-sur] adalah bunyi hambat [p, t, c, j, g], konsonan frikatif [s], konsonan likuid [l,r], dan konsonan nasal [m, n, ň, ŋ]. Demikian di atas adalah beberapa pengertian tentang fitur distingtif yang akan digunakan untuk membedakan ciri menurut fonetiknya sehingga akan terlihat bentuk perubahan dalam kata menurut bunyi pada BAM. Perubahan bunyi yang dapat memengaruhi ciri pembeda atau fitur distingtif itu dapat dikategorikan dalam kaidahkaidah fonologis. 2.3 Tinjauan Pustaka Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan pustaka adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, prambon (Alwi, 2005:912). Tinjauan pustaka bertujuan menyelidiki penelitian-penelitian terdahulu sehingga peneliti yang sekarang tahu kedudukan penelitiannya. Lapoliwa (1991) merupakan perintis penelitian bahasa Indonesia dalam bidang kajian Fonologi Generatif. Lapoliwa (1981) penelitiannya yang berjudul Fonologi Bahasa Indonesia: Suatu Pendekatan Generatif, menemukan dalam bahasa Indonesia mempunyai 23 bunyi konsonan dan 6 vokal. Ada 11 ciri pembeda untuk membedakan 29 segmen. Ada 27 kaidah fonologi, yaitu kaidah degiminasi, pelesapan trill, penyisipan glotal stop, realisasi glotal stop dari /k/, pelesapan /h/, despirantisasi (naturalisasi) /f/, naturalisasi /h/, pengedepanan (naturalisasi) /s/, naturalisasi /x/, penyisipan schwa, pelesapan nasal dan asimilasi, penyatuan konsonan, pelesapan dua segmen pertama dari /mǝn/, pelemahan vokal, penarikan kembali vokal, pelesapan schwa, nasalisasi vokal, perendahan vokal, penyatuan vokal, penyisipan luncuran, desilabitasi, desilabitasi, desimilasi vokal, akhir kata pinjaman, dan penempatan tekanan. Dalam penelitian itu ditemukan adanya rangkaian konsonan s-t, s-l, k-t, k-s, k-d, k-n, k-l, k-r, k-z, p-t, h-t, h-k, 19

15 h-s, h-b, h- l, h-y, h-w, s-h, m-r, m-l, l-m, dan b-r dan rangkaian vokal i-a, i-u, i-o, u-a, u-e, u-u, a-i, a-u, a-e, a-a, o-a. Fitri (2001) juga telah menganalisis fonologi bahasa Minang melalui teori Fonologi Generatif dalam tulisannya yang berjudul Fonologi Bahasa Minangkabau Di Sawah Lunto Sijunjung. Fitri mengatakan jumlah bunyi konsonan bahasa Minangkabau di Sawah Lunto Sijunjung adalah sebanyak 17 buah segmen konsonan asal yaitu /p/, /b/, /t/, /d/, /c/, /j/,/k/, /g/, /s/, /m/, /n/, /ñ/, /ŋ/, /r/, /l/, /w/, dan /y/, dan secara fonemis ditemukan lima buah segmen asal vokal yaitu /a, i, u, e, dan o/. Namun secara fonetis empat buah segmen asal mengalami pengenduran yaitu /I, U, ε, dan ɔ/. Dengan demikian terdapat 9 segmen vokal. Dalam makalah ini ditemukan 19 segmen konsonan asal dan 9 segmen vokal asal bahasa Minangkabau. Hasil penelitian Fitri mengatakan bunyi glotal frikatif tak bersuara ([h]) dan bunyi glotal hambat tak bersuara ([ʔ]) tidak digunakan oleh masyarakat Minangkabau di Sawah Lunto Sijunjung. Ekayani (2004) dalam tulisannya yang berjudul Sistem Fonologi Bahasa Kodi di Pulau Sumba, telah mengkaji Fonologi Generatif. Penelitian ini berfokus pada sebuah bahasa di Pulau Sumba, yakni bahasa Kodi (BK). Dua masalah yang melandasi penelitian ini adalah (1) bagaimanakah inventarisasi fonem BK di Pulau Sumba dan (2) bagaimanakah fitur distingtif inventarisasi fonem BK di Pulau Sumba? Analisis dilakukan terhadap data 350 leksikon BK, yang dijaring melalui wawancara tidak terstruktur kepada lima informan penutur asli BK. Dengan berpijak pada teori fonologi generatif, penelitian kualitatif ini menghasilkan dua temuan.temuan pertama adalah BK memiliki lima fonem vokal /i, e, a, o, u/, dengan dua buah alofon di dalam, yaitu fonem /e/ dengan alofon [e] dan [ɛ] serta fonem /o/dengan alofon [o] dan [ɔ]. BK memiliki 20 fonem konsonan, yakni konsonan /p, t, c, k, ʔ, ɓ, ɗ, ɠ, m, n, ŋ, mb, nd, nj, ŋg, l, h, r, w, y/. Persukuan BK terdiri atas minimum V (vokal) dan maksimum KV (konsonan+vokal), mengingat bahasa ini merupakan bahasa vokalis terbuka. Jumlah suku terbanyak dalam leksikon adalah empat suku, dengan pola KV.KV.KV.KV. Temuan kedua adalah bahwa atas dasar fitur distingtif, fonem BK terbagi atas lima kelompok (atas dasar ciri golongan utama, ciri tempat artikulasi, ciri cara artikulasi, ciri batang lidah, dan ciri tambahan) dan berjumlah 18 ciri pembeda. Shaumiwaty (2012) dalam penelitian yang berjudul Fonologi Bahasa Gayo: Suatu Analisis Fonologi Generatif. Hasil penelitian ini menemukan 6 segmen vokal fonemis /i,u,e,ǝ,o,a/ dan memiliki realisasi fonetik [i,u,e,ǝ,o,a,i,ʊ,ԑ,ɔ]. Konsonan Bahasa Gayo ditemukan sebanyak 18 buah, yaitu /p,b,t,d,c,j,k,g,s,h,m,n, ɲ,ŋ,l,r,y,w/. Memiliki distribusi 20

16 yang lengkap, yaitu dapat mendeskripsikan awal, tengah dan akhir kata. Segmen konsonan /c,j,ɲ,y,w/ hanya dapat menduduki posisi awal dan tengah kata. Diperlukan 15 ciri-ciri pembeda, segmen yang digambarkan sebanyak 24 buah, sehingga penggambaran keseluruh segmen tersebut memakai 360 fitur. Ditemukan 136 kaidah redundansi yang bisa digabung-gabungkan, sehingga menjadi 38 kaidah. Pola morfem pangkal asal ditemukan dalam 24 macam, yaitu pola satu sukukata 6 macam, dan 4 macam, dua sukukata 3 macam. Ditemukan 11 kaidah fonologi ( KF ) yang berguna untuk menjelaskan proses fonologi yang terjadi. KF penambahan luncuran semivokal, KF penggantian konsonan [k], KF penggantian konsonan [b], KF pelesapan konsonan [h], KF pelesapan vokal [ǝ], KF penaksuaraan konsonan hambat, KF pengenduran vokal dan penempatan tekanan dalam Bahasa Gayo. Sartini (2012) juga telah meneliti Fonologi Generatif dalam tulisannya yang berjudul Bahasa Pergaulan Remaja: Analisis Fonologi Generatif. Dalam penelitian ini ditemukan analisis fonologi generatif, pada tipe-tipe kata yang terdapat dalam bahasa pergaulan remaja cenderung singkat atau pendek. Pemendekan ini terjadi dalam dua proses yaitu kontraksi dan akronim. Kecenderungan lain adalah modifikasi bentuk, menggunakan verba dengan akhiran in. Sedangkan ciri-ciri fonologis yang terdapat dalam bahasa pergaulan remaja adalah cenderung menggunakan vokal /e, o dan ә/; melesapkan bunyi, pengenduran, penguatan, dan perpaduan vokal. Kajian fonologi yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu dapat memperkaya khazanah penerapan teori Fonologi Generatif, khususnya pada bahasa-bahasa Nusantara. Hal itu menjadi penting karena teori Fonologi Generatif tersebut lahir dari kajian pada bahasa Inggris saja. Kajian tersebut akan dapat merumuskan, antara lain, bunyi-bunyi yang khas pada bahasa tertentu; jumlah fitur yang diperlukan dalam penggambaran bunyibunyi bahasa Nusantara; dan kaidah-kaidah yang diperlukan dalam realisasi bentuk asal dan turunannya. Demikian juga dengan kajian fonologi terhadap BAM sehingga dapat ditemukan bagaimana kedudukan sistem fonologi BAM dengan menggunakan teori Fonologi Generatif. 21

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal

Lebih terperinci

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM Nota Kuliah BBM3202 Pendahuluan Fitur Distingtif (ciri pembeza) ialah unit terkecil nahu yang membezakan makna. Cth: Pasangan minimal [pagi] dan [bagi] yang dibezakan maknanya pada fitur tak bersuara [p]

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Nama : Nugraheni Widyapangesti NIM : 1402408207 TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fonologi adalah suatu kajian bahasa yang berusaha mengkaji bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah pembentukan fonem-fonem

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI NAMA : TAUFIQ SHOFYAN HADI NIM : 1402408291 BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa

Lebih terperinci

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( ) LAPORAN BACA OLEH: Asep Saepulloh (180210110037) Hikmat Hamzah Syahwali (180210110035) Suherlan (180210110036) Identitas Buku Judul : Linguistik Umum (Bagian 4 TATARAN LINGUISTIK [1]: FONOLOGI halaman

Lebih terperinci

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI BAB 4 Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi

Lebih terperinci

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA

FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 1 April 2017, 145-158 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret FONOLOGI BAHASA KANAUMANA KOLANA Lodia Amelia Banik Universitas Warmadewa

Lebih terperinci

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.pada bidang linguistic yang mempelajari, menganalisis,dan membicarakan

Lebih terperinci

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : 1402408303 BAB 4 FONOLOGI Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyibunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA 1. Nama Mata kuliah : Fonologi Bahasa Nusantara 2. Kode/SKS : BDN 120 1/2 SKS 3. Prasyarat : Pengantar

Lebih terperinci

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA TUGAS KELOMPOK CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA MATA KULIAH : FONOLOGI DOSEN : Yuyun Safitri, S.Pd DISUSUN OLEH: ANSHORY ARIFIN ( 511000228 ) FRANSISKA B.B ( 511000092 ) HAPPY

Lebih terperinci

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M.

FONOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. FONOLOGI MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S. Pd. M. Pd oleh: Konsentrasi Bahasa Indonesia Semester 7 Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd. Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : 1402408022 Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd. PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo BAB II KAJIAN PUSTAKA,KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Sebelumnya Terhadap Bahasa Gayo Penelusuran kepustakaan menunjukkan bahwa bunyi-bunyi dalam bahasa nusantara (bahasa

Lebih terperinci

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN Pendahuluan Pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1950-an fonologi adalah cabang linguistik yang banya dibicarakan di antara cabang-cabang linguistik lainnya. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA

REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA REALISASI FONETIS KONSONAN GETAR ALVEOLAR BAHASA INDONESIA PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DEWASA PHONETIC REALIZATION OF CONSONANT ALVEOLAR TRILL IN INDONESIAN BY MALE AND FEMALE Sang Ayu Putu Eny Parwati

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK Deni Nofrina Zurmita 1, Ermanto 2, Zulfikarni 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri

Lebih terperinci

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN BAB I PENDAHULUAN Dalam bab 1 diuraikan bagian pendahuluan penelitian. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian,

Lebih terperinci

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN D PENDAHULUAN Modul 1 Hakikat Fonologi Achmad H.P. Krisanjaya alam modul linguistik umum, Anda telah mempelajari bahwa objek yang dikaji oleh linguistik umum adalah bahasa. Bidang-bidang kajian dalam linguistik

Lebih terperinci

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu fonologi adalah suatu kajian bahasa dalam hal bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah bentukan fonem-fonem yang

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota

Lebih terperinci

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang FONETIK Pengantar Linguistik Jepang Fonetik 10 Maret 2014 DEFINISI Definisi dari Para Linguis Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana 1. Ilmu yang

Lebih terperinci

Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna.

Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna. Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna. Pertuturan ialah bunyi-bunyi yang bermakna kerana apabila dua

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NO. MATRIKULASI : 720925135253001 NO. KAD PENGNEALAN : 720925135253 NO. TELEFON : 012-8832169 E-MEL : aubrey_austin@oum.edu.my

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pembahasan dalam bab V terbagi menjadi dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV sebelumnya. 5.1 Simpulan Tujuan utama penelitian

Lebih terperinci

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra FONOLOGI Pengantar Linguistik Umum 13 November 2013 Nadya Inda Syartanti PENGANTAR 1 2 Aspek Fisiologis Bahasa Bagaimana bunyi ujaran terjadi; Darimana udara diperoleh; Bagaimana udara digerakkan; Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir semua anak yang dilahirkan. Kemampuan itu dapat diperoleh tanpa harus memberikan pengajaran khusus

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya celah di antara kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi (Chaer, 2002:30). Bahasa merupakan alat terpenting dalam berkomunikasi antar manusia. Pada hakikatnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 55 67

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 55 67 K A N D A I Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 55 67 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK FONEM BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA LASALIMU (The Comparison of Phoneme Characteristic in Indonesian and Lasalimu Language)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2007 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori

BAB 2. Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori Pada Bab 2 ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan penulis pakai dalam menganalisa data pada Bab 4. Teori-teori ini adalah teori fonologi, teori fonetik dan teori fonem.

Lebih terperinci

ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SILONGO KABUPATEN SIJUNJUNG. Jimy Zulfihendri

ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SILONGO KABUPATEN SIJUNJUNG. Jimy Zulfihendri ANALISIS FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KANAGARIAN SILONGO KABUPATEN SIJUNJUNG Jimy Zulfihendri Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh bunyi semivokoid / w / yang banyak digunakan oleh masyarakat

Lebih terperinci

Fonologi Dan Morfologi

Fonologi Dan Morfologi Fonologi Dan Morfologi 4. 2 Fonologi Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam melakukan sebuah penelitian, tentu harus ada acuan atau teori-teori yang digunakan oleh peneliti. Begitu pula dalam penelitian ini. Penelitian tentang gejala kelainan pelafalan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA

KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA PETUNJUK KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI 1. Bibir atas 2. Bibir bawah 3. Gigi atas 4. Gigi bawah 5. Gusi 6. Lelangit keras 7. Lelangit lembut 8. Anak tekak

Lebih terperinci

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan KOMPETENSI LULUSAN Berkomunikasi tertulis Berfikir Analitis Bekerja dalam Tim Ilmu Pengetahuan Teknologi Bekerja Mandiri Berfikir Logis Berkomunikasi Lisan Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008 KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI (ARAB MELAYU) INDONESIA KARYA ILMIAH Dra. Fauziah, M.A. NIP : 131 882 283 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008 KATA PENGANTAR Alhamdulillah

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA

SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA SISTEM FONOLOGI BAHASA LAMALERA Tri Wahyu Retno Ningsih 1 Endang Purwaningsih 2 Fakultas Sastra Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina Depok 1 t_wahyu@staff.gunadarma.ac.id Abstrak Sistem

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. sosial walaupun istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. sosial walaupun istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Malo, dkk. (1985:47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. kanak-kanak atau pertumbuhan bahasa kanak-kanak telah menjadi satu disiplin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. kanak-kanak atau pertumbuhan bahasa kanak-kanak telah menjadi satu disiplin BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa yang sering juga disebut perkembangan bahasa kanak-kanak atau pertumbuhan bahasa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 153 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap perubahan fonem pelafalan lirik lagu berbahasa Indonesia dengan menggunakan karakter suara scream dan growl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 HBML1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 HBML1203 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / TAHUN 2012 PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NO. MATRIKULASI : 001 NO. KAD PENGNEALAN : 750630-12 - 5717 NO. TELEFON : 0138576005 E-MEL : pang5tausug@yahoo.com

Lebih terperinci

FONETIK DAN FONOLOGI. Ahmad Fazil Bin Zainal Abidin Jabatan Pengajian Melayu IPG Kampus Tuanku Bainun

FONETIK DAN FONOLOGI. Ahmad Fazil Bin Zainal Abidin Jabatan Pengajian Melayu IPG Kampus Tuanku Bainun FONETIK DAN FONOLOGI Ahmad Fazil Bin Zainal Abidin Jabatan Pengajian Melayu IPG Kampus Tuanku Bainun FONETIK DAN FONOLOGI Pengenalan Fonetik dan Fonologi. FONETIK FONOLOGI BIDANG ILMU FONETIK FONETIK Fonetik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM 2

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM 2 Pendahuluan Dialektologi generatif ialah cabang teori nahu transformasi generatif yang menghuraikan dan membandingkan kelainan yang wujud antara dialek. Aspek fonologi merupakan aspek yang paling banyak

Lebih terperinci

MAKALA LINGUISTIK UMUM FONOLOGI

MAKALA LINGUISTIK UMUM FONOLOGI MAKALA LINGUISTIK UMUM FONOLOGI DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 2B: 1. ENDANG FITRIANI (312010121) 2. MIFTHAHUL JANNAH (312010107) 3. PUTRIANA (312010131) DOSEN PEMBIMBING : HADI PRAYITNO, S.pd., M.pd. PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR

SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR SISTEM FONOLOGIS BAHASA MAKASSAR DIALEK CIKOANG KABUPATEN TAKALAR Charmilasari (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP) charmila_s@yahoocom ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya

BAB I PENDAHULUAN. huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia baik berupa huruf, kata dan bahasa. Bunyi bahasa yang dihasilkan penderita khususnya mengalami stroke (Afasia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1

IDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1 IDENTITAS MATA KULIAH Mata kuliah Kode mata kuliah Jumlah SKS Prodi/jurusan : Artikulasi : PLB221 : 2 SKS : Pend. Luar Biasa 16/03/2008 HERMAN 1 KOMPETENSI Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF

PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF DEIKSIS Vol. 09 No.01, Januari 2017 p-issn: 2085-2274, e-issn 2502-227X hal. 70-78 PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI GENERATIF Saidatun Nafisah Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam bahasa Mandarin sangat penting ketepatan pelafalan vokal dan konsonan. Hal ini disebabkan untuk menghindari kesalahan dalam komunikasi

Lebih terperinci

TOTOBUANG Volume 4 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 27 39

TOTOBUANG Volume 4 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 27 39 TOTOBUANG Volume 4 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 27 39 DISTRIBUSI FONEM BAHASA DI PULAU SAPARUA: DATA NEGERI SIRISORI ISLAM (Phoneme Distribution of Language in Saparua Island) Erniati, S.S. Kantor Bahasa

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA PROGRAM SARJANA MUDA PENGAJARAN SEMESTER/TAHUN: MEI / 2012 KOD KURSUS: HBML1203

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA PROGRAM SARJANA MUDA PENGAJARAN SEMESTER/TAHUN: MEI / 2012 KOD KURSUS: HBML1203 FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA PROGRAM SARJANA MUDA PENGAJARAN SEMESTER/TAHUN: MEI / 2012 KOD KURSUS: HBML1203 TAJUK KURSUS: PENGENALAN FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU NO. MATRIK : 701113035210001 NO.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional. 1.4.2 Manfaat Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba. b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah

Lebih terperinci

Rona Almos. Pendahuluan

Rona Almos. Pendahuluan Fonologi Bahasa Minangkabau... FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU: KAJIAN TRANSFORMASI GENERATIF Rona Almos Abstract Regional language spoken in the archipelago according to the national language policy serves

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 190 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama ditemukan pola dasar fitur-fitur suprasegmental yang terdiri atas, enam baris pada bait

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. a. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. a. Latar Belakang BAB I Pendahuluan a. Latar Belakang Dalam premis telah disebutkan bahwa bunyi bunyi lingual condong berubah karena lingkungannya. Dengan demikian, perubahan bunyi tersebut bias berdampak pada dua kemungkinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses

Lebih terperinci

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA FON PENDAHULUAN Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas retno.hdyn@gmail.com Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi terasa mudah

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Fonetik dan Fonologi Fonetik dan fonologi sangat berkaitan dan keduanya berhubungan dengan satuan terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas suku bangsa yang beragam dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah

Lebih terperinci

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA Muh. Faisal P ada unit IV dalam bahan ajar cetak mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia SD ini dibahas mengenai Struktur Fonologi dan Morfologi Bahasa

Lebih terperinci

Nota Kuliah 7 BBM3202

Nota Kuliah 7 BBM3202 Nota Kuliah 7 BBM3202 Pengenalan Analisis sempadan ini penting kerana analisis yang hanya bergantung pada lingkungan segmen sahaja tidak dapat menjelaskan semua proses fonologi. Misalnya: /dia/ [di.ja]

Lebih terperinci