BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan hasil dari proses simulasi yakni tahap penginputan nilai distribusi laplace yang terdiri dari tiga faktor yaitu longitudinal, vertikal dan lateral, tahap penginputan skenario simulasi yang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu routes / airways, no flights per hour, traffic distribution factor, tahap pengolahan hasil output yakni menghitung total jam terbang, menghitung jarak antar pesawat dan menghitung nilai Level of Safety (TLS) dari hasil simulasi. 4.1 Tahap Penginputan Distribusi Pada tahap ini, distribusi laplace yang digunakan sebanyak tiga faktor yaitu Longitudinal, Lateral dan Vertical. Gambar 4. Input Distribusi Laplace 47

2 48 Faktor longitudinal untuk menentukan besarnya simpangan pesawat yang terjadi ketika mengalami turbulensi di udara, nilai inputan ini yang akan menentukann seberapa besar pergeseran pesawat apabila terjadi turbulensi atau hambatan dalam penerbangan baik yang disebabkan oleh keadaan cuaca, angin dan sebagainya maupun pilot error. Pesawat yang mengalami pergeseran akan kembali ke jalurnya secara otomatis. Gambar 4. Visualisasi Longitudinal Faktor vertical untuk menentukan seberapa jauh penyimpangan ketinggian yang terjadi selama perjalanan yang dapat disebabkan karena turbulensi maupun pilot error, apabila terjadi penyimpangan sejauh 100 kaki atau lebih maka sesuai regulasi International Civil Aviation Organization (ICAO) kejadian tersebut harus dicatat sebagai Large Height Deviation (LHD). 48

3 49 Gambar 4. Visualisasii Vertikal Faktor lateral untuk menentukan seberapa optimal penerapan separation standard yang dilakukan pada jalur tersebut untuk melihat nilai optimal okupansi dari jalur tersebut dalam hal ini khususnya jalur A756. Nilai inputan ini akan mempengaruhi kecepatan pesawat selama penerbangan dari bandara keberangkatan hingga bandara tujuan. Gambar 4. Visualisasi Lateral 49

4 50 Penulis memilih penggunaanmetode transformasi Laplace sebagai suatu metode pendekatan untuk menyelesaikan estimasi sebaran secara literatur.penggunaan transformasi Laplace sering digunakan dalam penyelesaian distribusi khususnya distribusi untuk data yang di urut. Nilai yang digunakan dalam distribusi longitudinal, lateral, dan verticalseharusnya berasal dari data real yang diperoleh dari radar, perhitungan ini akan menghasilkan nilai mean danscale yang terjadi. Mengingat keterbatasan data dan kevalid-an data yang dicatat secara manual dari sistem radar maka penginputan nilai mean dan scale di atas dilakukan dengan melihat histori LHD yang terjadi selama tahun 2009 hingga 2010 dengan asumsi bahwa data real di lapangan akan digantikan dengan data TSD yang diperoleh dari simulasi dengan pemakaian nilai mean dan scale yang sama. Gambar 4.5 Kejadian LHD Kejadian LHD dalam ruang udara Indonesia A B C D E F G H I J K L M

5 51 Nilai parameter lateral di tetapkan dengan menggunakan asumsi bahwa rute A576 menggunakan Required Navigation Performance (RNP) 10 yang mengharuskan pesawat untuk mempunyai akurasi dalam 10 NM dari flight path seharusnya dalam 95% waktu terbang di rute RNP tersebut.secara mudah RNP adalah keharusan untuk sebuah pesawat untuk terbang akurat di jalurnya, sebagai gambaran RNP adalah lebar jalan yang bisa dilalui sebuah kendaraan. Untuk bisa menjaga keakuratan navigasi untuk terbang di tengah-tengah jalur RNP, maka pesawat harus mempunyai navigasi yang cukup canggih. Kesalahan navigasi karena human error sangat tinggi di sini antara lain salah memasukkan koordinat, memutuskan autopilot dengan perangkat Area Navigation (RNAV) padahal autopilot tidak terhubung dengan navigasi perangkat RNAV dan terakhir penerbang tidak menyadari bahwa perangkat RNAV atau sensornya tidak berfungsi dengan normal. Dengan begitu nilai parameter lateral menjadi krusial saat mempengaruhi jalur suatu pesawat dan diberikan nilai dua. Untuk parameter longitudinal digunakan data TSD dari FIR Ujung Pandang untuk menghitung kecepatan rata-rata pesawat, dengan pertimbangan data kecepatan ini lebih akuran dibandingkan data TSD dari FIR Jakarta yang masih menggunakan teknologi radar konvensional sedangkan FIR Ujung Pandang telah menggunakan teknologi radar ADS-B. Dengan kecepatan pesawat rata-rata kts (JAK) dan kts (UJU) perbedaan yang tidak signifikan menandakan kecepatan pesawat relatif stabil dan tidak terlalu mempengaruhi perubahan jalur pesawat sehingga diberikan nilai satu. 51

6 52 Dari pengamatan histori LHD pada gambar 4.1 diketahui bahwa terdapat dua faktor utama yang terjadi di ruang udara Indonesia yaitu angka untuk kategori E tertinggi yaitu sebesar enam kejadian tercatat selama durasi 17 menit.yang kedua yakni terjadi selama durasi 28 menit yang disebabkan oleh kegagalan peralatan yang tergolong dalam kategori M. Dengan analisa di atas maka penulis menentukan nilai vertikal paling tinggi yaitu tiga. Nilai mean memiliki nilai nol dengan asumsi pesawat adalah kontinu dengan fungsi bernilai real yang didefinisikan pada interval yang berubah-ubah maka nilai nol menganggap bahwa pesawat selalu konstan.oleh karena itu dalam simulasi ini digunakan angka distribusi sebagai berikut : Tabel 4. Nilai Distribusi yang dipakai dalam simulasi Distribusi Mean Scale Lateral 0 2 Longitudinal 0 1 Vertikal Tahap Penginputan Skenario Simulasi Sebelum simulasi dijalankan, tahap ini memegang peranan penting untuk membantu menciptakan kondisi penerbangan yang akan diuji atau di simulasikan yang ditentukan oleh tiga faktor yaitu routes / airways dimana penentuan jumlah rute dan pesawat yang dikehendaki untuk diuji, no flights per hour untuk menentukan seberapa banyak pesawat yang akan melewati jalur tersebut selama simulasi berlangsung yang ditujukan untuk menguji tingkat kepadatan / stress test di jalur tersebut dan traffic distribution factor yang menentukan seberapa lama 52

7 53 simulasi akan berlangsung dalam hal ini apakah pengujian simulasi untuk mempresentasikan waktu penerbangan dalam jangka waktu yang dibutuhkan. Gambar 4.6 Skenario Simulasi Keterangan setiap input diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Lama simulasi Inputan ini menunjukkan berapa lama simulasi akan berlangsung. Yaitu simulasi dilakukan selama satu bulan dengan data yang diambil dengan jarak waktu selama lima menit, lima belas menit dan tiga puluh menit. 2. Spawn setiap Inputan ini akan menentukan jadwal keberangkatan pesawat untuk menentukan tingkat kepadatan dalam jalur penerbangan yang akan disimulasikan 3. Interval Data Inputan ini digunakan untuk menentukan seberapa sering data simulasi yang di catat selama proses simulasi berlajalan. 4. Air Flight Leve (AFL) Inputan ini menentukan titik Flight Level yang digunakan dalam regulasi penerbangan sesuai dengan RNP type yang dipakai. Dalam hal ini RNP type 10 dengan standard ketinggian dari singapura sebesar 400 NM dan dari bali sebesar 390 NM. 53

8 54 Setelah skenario simulasi telah diatur, maka aplikasi Simulasi Tabrakan Pesawat (STP) selanjutkan akan otomatis menjalankan proses simulasi mengikuti inputan dari skenario yang telah ditentukan dengan target menghasilkan data penerbangan atau Traffic Sample Data (TSD) ke dalam database. Dimana data ini memiliki kemiripan dengan data radar pada kondisi yang sesungguhnya sehingga memungkinkan dilakukannya penilaian angka insiden kecelakaan per jam terbang seperti yang diakukan oleh Australian Airspace Monitoring Agency (AAMA) untuk melihat nilai TLS di ruang udara Indonesia, dalam hal ini khususnya pengukuran pada jalur A576. Gambar 4.7 Simulasi sedang berjalan 54

9 55 Pada gambar di atas terlihat dua titik bandara yakni yang berwarna hijau adalah Bandar Udara International Ngurah Rai Bali dan titik bewarna merah adalah Bandar Udara International Changi Singapura.Point bintang yang bewarna biru merupakan pesawat yang sedang terbang yang ditunjukkan dengan posisi lat, lon pada masing-masing pesawat.data yang dihasilkan dari simulasi ini ditunjukkan pada gambar 4.7. Selama perjalanan dari Singapura menuju Bali terdapat Sembilan waypoint yang akan dilewati oleh pesawat yaitu aktod, sanos, liana, apari, apaga, akula, sabil, sumbu dan siput. Pencatatan data dari hasil simulasi dikelompokkan menjadi dua bagian yakni data murni simulasi dan data TSD yang menyesuaikan data yang diperoleh dari menara Air Traffic Control (ATC) di bandar udara internasional Soekarno-Hatta dimana posisi pesawat hanya dicatat pada saat titik terdekat dengan waypoint yang ditunjukkan pada Tabel 4.2. Gambar 4.8Pengumpulan data saat simulasi berlangsung Gambar di atas memperlihatkan data realtime yang diperoleh selama simulasi berlangsung yang menunjukkan : 55

10 56 Kode Pesawat Kode ini menunjukkan arah posisi pesawat yang mempresentasikan tujuan dan asal pesawat tersebut, untuk GA_East menunjukkan pesawat tersebut menuju ke Bali dari Singapura sebaliknya GA_West menunjukkan pesawat tersebut menuju ke Singapura dari Bali. Koordinat X Memperlihatkan posisi latitude pesawat selamasimulasi berlangsung. Koordinat Y Memperlihatkan posisi longitude pesawat saat simulasi berlangsung. Kecepatan Memperlihatkan kecepatan pesawat dengan satuan ukuran km/jam.. Ketinggian Memperlihatkan ketinggian pesawat dengan satuan feet / kaki. Setiap data yang dihasilkan oleh aplikasi STP akan langsung dimasukkan ke dalam database dalam format TSD (ICAO APANPIRG Conclusion 16/4) untuk memenuhi kebutuhan pemantauan wilayah keamanan udara. Untuk hasil data kemudian dikelompokkan menjadi dua kategori yakni data simulasi dan data TSD, data simulasi merupakan data yang langsung dimasukkan ke database dari hasil simulasi sedangkan data TSD merupakan data simulasi yang telah disaring berdasarkan posisi yang terdekat dengan waypoint, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

11 Tabel 4. Data murni simulasi id callsign aircraft_type dof fixes lat lon eto afl speed 1 GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/ /11/ :00:

12 Tabel 4. Data TSD id callsign aircraft_type dof fixes lat lon eto afl speed 1 GA_East_0 FA99X 9/11/2011 AKTOD /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 SANOS /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 LIANA /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 APARI /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 APAGA /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 AKULA /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 SABIL /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 SUMBU /11/ :00: GA_East_0 FA99X 9/11/2011 SIPUT /11/ :00:

13 59 Gambar 4. 9 Grafik nilai AFL (Air Flight Level) dataa lima menit Gambar Grafik nilai AFL (Air Flight Level) data 15 menit 59

14 60 Gambar Grafik nilai AFL (Air Flight Level) data 30 menit Ketiga grafik di atas menunjukkann intensitas perubahan ketinggian pesawat terbang dalam simulasi berdasarkan rentan waktu spawn yang diuji yaitu selama lima menit, 15 menit dan 30 menit. Turbulensi / pilot errorr di kategorikan berdasarkan titik radar sepanjang jalur A576 yaitu AKTOD, AKULA, APAGA, APARI, LIANA, SABIL, SANOS, SIPUT dan SUMBU, dimana berdasarkan letak geografisnya terdapat tiga titik yang memiliki penyimpangan ketinggian terbesar yaitu AKULA yang di tunjukkan dengan warna kuning, APARI yang ditunjukkan dengan warna hijau dan APAGA yang ditunjukkan dengan warna biru, semakin besar frekuensi kejadiannya maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya tabrakan. 60

15 61 Gambar Grafik nilai kecepatan data 5 menit 61

16 62 Gambar Grafik nilai kecepatan data 15 menit Gambar Grafik nilai kecepatan data 30 menit 62

17 63 Ketiga grafik di atas menunjukkan intensitas perubahan kecepatan pesawat terbang dalam simulasi berdasarkan rentan waktu spawn yang diuji yaitu selama lima menit, 15 menit dan 30 menit. Dimana kemungkinan besar terjadinya turbulensi / error pada kecepatan dengan rentan km/h, di sini semua titik radar mengalami rawan perubahan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya tabrakan apabila kecepatan pesawat tidak dimonitor dan melebihi batas yang telah di tentukan pada jalur A

18 Tahap Pengolahan Hasil Output Dalam tahap ini, data yang telah dihasilkan dari simulasi STP ini kemudian akan di sortir kembali untuk mem-filter data-data yang dinilai tidak valid untuk memperkecil kesalahan perhitungan jika ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan total jam terbang pesawat selama simulasi berlangsung, yaitu dengan menghitung waktu tempuh pesawat dari titik awal keberangkatan hingga titik akhir kedatangan selama simulasi berlangsung.dengan skala perbandingan waktu antara simulasi dan sebenarnya, yakni satu menit dalam simulasi mempresentasikan satu jam dalam waktu sebenarnya. Tabel 4. Hasil perhitungan total jam terbang Data Simulasi Total Jam Terbang (dalam jam) Pertama (5 menit) Kedua (15 menit) 9898 Ketiga (30 menit) Setelah diketahui nilai total jam terbang pesawat maka selanjutnya dilakukan perhitungan jarak antar pesawat berdasarkan waktu EstimatedTimeOver (ETO) yang dapat dilakukan melalui menu perhitungan dalam aplikasi STP, satuan ukur secara standart yang dipilih adalah Nautical Milesseperti yang ditunjukkan pada gambar

19 65 Gambar 4. 15Menu Perhitungan Alur perhitungan jarak pesawat ditunjukkan pada gambar 4.9 di bawah, dimana aplikasi akan melakukan perhitungan berdasarkan waktu eto dengan mengelompokkan pesawat dalam tiap-tiap waktu. Setelah dikelompokkan maka selanjutnya dilakukan perhitungan jarak pesawat dengan formula haversin dan dilakukan looping sebanyak jumlah pesawat yang terdapat dalam kelompok tersebut yang telah dijelaskan pada subbab Gambar 4. 16Alur perhitungan jarak pesawat 65

20 66 Gambar 4.17Hasil perhitungan jarak antar pesawat Langkah terakhir adalah menghitung nilai TLS dari hasil simulasi, dengan menggunakan formula TLS dengan data TSD dengan menggunakan formula Collition Risk Model (CRM) yang telah dijelaskan pada subbab 2.8.Tidak semua komponen-komponen dalam CRM dapat dihitung dengan data simulasi dikarenakan terbatasnya data yang dihasilkan dan masih banyak komponen yang diambil dari asumsi AAMA sebab belum sepenuhnya komponen-komponen rumus CRM dapat ditelusuri asal datanya. Oleh karena itu penulis membagi komponen-komponen tersebut menjadi dua bagian yakni komponen yang dihitung melalui data TSD dan komponen yang diambil dari data laporan AAMA.Komponen-komponen CRM yang dapat dihitung dari data TSD adalah : 66

21 67 Tabel 4. Komponen CRM dari data simulasi Komponen Data 1 (5 menit) Data 2 (15 menit) Data 3 (30 menit) knots knots knots Komponen-komponen CRM yang diambil dari data AAMA adalah : Tabel 4. Komponen CRM dari data AAMA Komponen Nilai ż 1.5 Data pada tabel 4.6 di atas diambil dari laporan AAMA untuk periode Oktober 2009 hingga September 2010, dengan pertimbangan nilai dari komponen tersebut yang digunakan untuk menghitung nilai TLS sebelumnya berdasarkan data TSD untuk FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang dan masih terbatasnya data yang dapat dikumpulkan untuk mengetahui perhitungan nilai tersebut. 67

22 68 Setelah komponen-komponen untuk perhitungan formula CRM di atas lengkap, maka dihitung nilai TLS untuk FIR Jakarta yang dihasilkan dari data TSD oleh simulasi yang telah dijalankan sebelumnya. Nilai TLS ini akan digabungkan dengan nilai TLS dari FIR Ujung Pandang. Nilai Total Technical Risk (*) merupakan gabungan nilai TLS dari dua FIR di Indonesia yakni FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang, untuk FIR Jakarta nilai TLS didapat dari hasil simulasi sedangkan FIR Ujung Pandang didapat dari data ADSB yakni sebesar Hasil Perhitungan Estimasi Resiko Tabrakan Untuk mengetahui estimasi resiko tabrakan yang terjadi, dilakukan perhitungan seperti yang telah dijelaskan pada poin dua dalam subbab dengan menggunakan data TSD.Dalam analisis ini, penulis memeriksa lebih dari penerbangan pada jalur A576 yang dibagi menjadi tiga data yang dikategorikan berdasarkan waktu pemunculan pesawat. Tabel 4. Hasil perhitungan estimasi resiko tabrakan Jumlah Penerbangan Spawn setiap (menit) Restimasi resiko Data pertama Data kedua Data ketiga Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa resiko tabrakan akan semakin besar jika kepadatan bertambah, data perhitungan di atas menggunakan data TSD dengan pemisahan standart sebesar 1000 kaki sesuai dengan penerapan RVSM. 68

23 69 Tentu estimasi ini dapat berubah jika terjadi penyesuaian skenario dan standart pemisahan di kemudian hari, resiko ini menunjukkan bahwa pada data pertama dengan kepadatan penerbangan terdapat risiko tabrakan sebesar 138.7% yang disebabkan jarak antar pesawat melebihi dimensi pesawat sehingga kemungkinan akan terjadi tabrakan. 4.5 Hasil perhitungan rumus CRM Setelah data komponen-komponen formula CRM selesai dikumpulkan, penulis akan menghitung nilai TLS dari masing-masing data simulasi yang dijalankan selama sehari penuh untuk mendapatkan data selama satu bulan penuh dalam waktu simulasi. Penulis akan melihat nilai Technical Risk sebagai pengukur tingkat risiko tabrakan dalam wilayah FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang dan Total Risk sebagai pengukur tingkat risiko tabrakan bagi lajur A576 yang merupakat target dalam penelitian ini. Tabel 4. Hasil perhitungan nilai TLS data pertama Indonesian RVSM Airspace estimated annual flying hours = ,5hours Source of Risk Risk Estimation TLS Remarks Technical Risk 2.44 x x10 Below Technical TLS Operational Risk 3.03 x Total Risk 3.27 x x 10 Meets Overall TLS Tabel 4. Hasil perhitungan nilai TLS data kedua Indonesian RVSM Airspace estimated annual flying hours = 9.898hours Source of Risk Risk Estimation TLS Remarks Technical Risk 2.10 x x 10 Below Technical TLS Operational Risk 3.03 x Total Risk 3.24 x x 10 Meets Overall TLS 69

24 70 Tabel 4. Hasil perhitungan nilai TLS data ketiga Indonesian RVSM Airspace estimated annual flying hours = 5.029,5hours Source of Risk Risk Estimation TLS Remarks Technical Risk 1.84 x x 10 Below Technical TLS Operational Risk 3.03 x Total Risk 3.21 x x 10 Meets Overall TLS Dari tabel hasil perhitungan formula CRM di atas, dapat disimpulkan bahwa aplikasi STP berjalan dengan baik dalam mensimulasikan kondisi lalu lintas pada lajur A576 dengan nilai TLS yang wajar berbanding dengan total jam terbang yang terjadi dan nilai distribusi yang di input.nilai untuk data pertama sebesar 2.44 tidak terlalu jauh dengan perhitungan tim BPPT yaitu sebesar Dari hasil perhitungan ini aplikasi STP melalui diskusi dengan ahli dari tim BPPT, aplikasi ini dinilai mampu untuk merefleksikan kondisi penerbangan yang sebenarnya dengan ketepatan mendekati kenyataan dengan asumsi-asumsi secara empiris sehingga distribusi probabilitas secara teoritis cocok dengan observasi dan digunakan sebagai input untuk model simulasi yang telah diuji dengan pembuatan grafik pada gambar 4.6 Validasi output simulasi Untuk menentukan seberapa representative output simulasi, penulis memvalidasi model simulasi dengan partisipasi analis, pengambil keputusan dan manajer system. Dengan uji validasi model apakah pengambil keputusan dapat mempercayai model yang digunakan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan, karena tidak ada teknik tunggal untuk melakukan validasi model maka 70

25 71 berdasarkan sistem yang sedang dimodelkan dan lingkungan pemodelan penulis menerapkan metode perbandingan output simulasi dengan system nyata yang ditunjukkan pada gambar 4.18 Gambar 4. 8Validasi data hasil simulasi Perbandingan antara model dan system nyata merupakan perbandingan statistic dan perbedaan dalam performa harus diuji untuk signifikansi statistiknya. Perbandingan ini tidak bisa dilakukan dengan sederhana itu, karena peforma yang diukur menggunakan simulasi didasarkan pada periode waktu yang sangat lama, dalam thesis ini simulasi dilakukan selama satu bulan waktu simulasi atau 720 jam waktu sebenarnya. Kinerja yang diukur dalam system nyata sebaliknya didasarkan pada periode waktu yang singkat, dalam kasus ini penilaian yang dilakukan oleh tim BPPT hanya mengambil data TSD dari bulan Desember saja yang dianggap dapat mewakili kondisi lalu lintas yang terpadat. Kendala kedua, semua kondisi awal system yang mempunyai pengaruh pada peforma system secara umum tidak diketahui pada sistem nyata. 71

26 72 Permasalahan lainnya dalam membuat perbandingan statistical antara sistem nyata dengan model simulasi adalah bahwa peforma yang diukur dalam sistem nyata mungkin merefleksikan banyak elemen atau pengaruh dalam sistem yang dikeluarkan dari sistem. Contohnya ukuran penyimpangan pesawat baik untuk ketinggian maupun kecepatan dimasukkan pengaruh nilai distribusi laplace, tipe pesawat dan jadwal pesawat. Pengaruh ini lebih disukai dikeluarkan dari model simulasi karena pengaruhnya akan konstan untuk sembarang alternative model simulasi yang diharapkan untuk dievaluasi. Untuk membandingan data output sistem, maka diambil hasil pemrosesan data TSD dari menara ATC di bandara Soekarno-Hatta yang ditunjukkan pada tabel4.11 dengan data TSD dari model simulasi yang ditunjukkan pada tabel 4.3 lalu melihat hasil perhitungan Technical Riskpada tabel 4.8. Table 4.11 Tabel hasil perhitungan Hasil perhitungan Sistem nyata Sistem model simulasi Tim BPPT Technical Risk Sistem nyata pada tabel di atas menunjukkan hasil perhitungan Technical Risk dari laporan AAMA dengan data TSD yang diambil dari Bandara Soekarno- Hatta pada bulan Desember Perhitungan ini dilakukan secara independen dengan menggunakan modul CRM, data yang dipakai pada system ini dapat dilihat pada table Pada Sistem model simulasi menunjukkan hasil perhitungan dari aplikasi simulasi STP dengan data TSD yang sama dengan yang 72

27 73 dipakai oleh AAMA, dimana pada simulasi STP data yang dihasilkan dibuat dari input yang diambil dari data TSD sehingga dapat mempresentasikan kondisi lalu lintas penerbangan untuk bulan Desember Dari kepadatan pada bulan itu ditentukan pemakaian data simulasi dengan waktu spawn setiap lima menit yaitu data hasil simulasi pada table 4.8. Untuk Tim BPPT menunjukkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPPT dengan referensi data TSD dari simulasi. Ketiga perhitungan di atas dilakukan dengan dasar data yang sama yaitu berlandaskan pada traffic bulan Desember Dari hasil perhitungan ini hasil simulasi dinilai valid dengan melihat perbandingan hasil pengukuran tidak lebih besar dari 0.5, dengan asumsi plot distribusi yang digunakan sama dan diambil berdasarkan data yang diperoleh dari bandara Soekarno Hatta yang digunakan oleh ketiga perhitungan di atas. Langkah validasi ke dua yaitu berdasarkan Robert G. Sargent dalam papernya menyatakan bahwa untuk memvalidasi dan memverifikasi suatu simulasi dibutuhkan beberapa tehnik atau bahkan kombinasi dari tehnik tersebut yang dapat ditunjukkan dengan tabel

28 74 Table 4.12Evaluation Table for Conceptual Model Validity Category/Item Technique(s) Justification for Technique Used Reference to Result / Conclusion Confidence Used Supporting Report in Result Teori Animation - Tehnik animation digunakan untuk Gambar 4.7 Animasi menunjukkan Good Asumsi melihat model CRM berjalan saat prilaku representasi lalu Representasi simulasi dilakukan. lintas pesawat terbang. Model Face Validity - Tehnik Face Validity digunakan Sub Bab 4.6 Tim BPPT melihat sistem Good untuk memverifikasi kepada orang simulasi berjalan dengan yang ahli di bidangnya untuk baik melihat apakah system sudah berjalan reasonable. Event Validity - Tehnik Event Validity digunakan Table 4.11 Perbandingan tidak lebih Good untuk melihat apakah kejadian dari 0.5 dalam perhitungan dalam simulasi mendekati kejadian Techical Risk menunjukkan sebenarnya apabila dibandingan hasil simulasi yang baik 74

29 75 dalam aplikasi ini data yang untuk mempresentasikan dibandingkan adalah resiko kondisi penerbangan yang tabrakan. sesungguhnya. Parameter - Tehnik Parameter Variability Gambar 4.1 Parameter distribusi Good Variability digunakan untuk melihat pengaruh Laplace dan Skenario atas input yang diberikan kepada penjadwalan penerbangan model simulasi dan melihat efeknya sangat mempengaruhi terhadap hasil simulasi tersebut. environtment simulasi yang akan dilakukan. Good Historical Data - Tehnik HistoricalData Validation Table Nilai parameter distribusi Validation digunakan sebab data historis Laplace berdasarkan data digunakan sebagai dasar penentuan LHD dinilai mampu parameter simulasi dalam hal ini membantu menciptakan distribusi Laplace. kondisi penerbangan mendekati kenyataan. 75

30 76 Table 4.12 Data sistem nyata CALLSIGN COUNTER AIRCRAFT_TYPE DOF FIXES_NUM FIXES LAT LON ETO AFL 3AMGA F900 12/5/ ELANG AMGA F900 12/5/ BPN AMGA F900 12/5/ AMGA F900 12/5/ DORIA AMGA F900 12/5/ ZCUC AMGA F900 12/5/ PAL AMGA F900 12/5/ DILAM AMGA F900 12/5/ TAPIR AMGA F900 12/5/ TELES AMGA F900 12/5/ GUGUS AMGA F900 12/5/ AMGA F900 12/5/ AMGA F900 12/5/ ZCUE AMGA F900 12/5/ GOBAL AMGA F900 12/5/ AMGA F900 12/5/ GOBIK AMGA F900 12/5/ PNK AMGA F900 12/5/ OMEGA AMGA F900 12/5/ ROTAN

LAMPIRAN. Lampiran 1 Singkatan yang digunakan

LAMPIRAN. Lampiran 1 Singkatan yang digunakan LAMPIRAN Lampiran 1 Singkatan yang digunakan 1. Data Units NM = Nautical Miles Kts = Knots 2. Glosarium Flight Plan = Informasi mengenai penerbangan dan pesawa terbang termasuk rute penerbangan, ketinggian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat.

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin banyaknya pesawat udara yang melintas di wilayah udara Indonesia, membuat beberapa rute perjalanan pesawat udara bisa saling berdekatan atau berada di atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan

BAB I PENDAHULUAN. anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai bagian dari jalur penerbangan sipil internasional dan anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan peraturan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 2.5%

BAB I PENDAHULUAN. secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 2.5% 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi udara merupakan industri yang memiliki kaitan erat dengan ekonomi global. Peningkatan 1% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) secara global akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN MODEL SIMULASI (NS-3) yang dibutuhkan kedalam database MySQL. Data informasi client (NAVAID)

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN MODEL SIMULASI (NS-3) yang dibutuhkan kedalam database MySQL. Data informasi client (NAVAID) BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN MODEL SIMULASI (NS-3) 3.1 Perancangan Perangkat Lunak (Software) Untuk melihat informasi yang akan dikirimkan dari client (Navigation Aid, NAVAID) ke server (FIR Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandar Udara Rahadi Osman yang terletak di Kota Ketapang, Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Bandar Udara Rahadi Osman yang terletak di Kota Ketapang, Provinsi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bandar Udara Rahadi Osman yang terletak di Kota Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, merupakan salah satu bandar udara di Indonesia yang digunakan untuk melayani kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakseimbangan antara kapasitas suatu infrastruktur transportasi dan volume permintaan akan jasa transportasi telah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC) BAB I PENDAHULUAN I.1. Sistem Air Traffic Control (ATC) Sistem Air Traffic Control (ATC) merupakan sistem kompleks yang melibatkan sumber daya manusia, lembaga otoritas, manajemen, prosedur operasi dan

Lebih terperinci

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng

Analisis Model dan Simulasi. Hanna Lestari, M.Eng Analisis Model dan Simulasi Hanna Lestari, M.Eng Simulasi dan Pemodelan Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Simulasi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING

BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING BAB IV PENGUJIAN ALGORITMA TRACKING Pada Bab III sebelumnya telah dijelaskan mengenai pemodelan dalam Simulink yang dibuat untuk menguji algoritma Filter Kalman dalam sistem Radar Tracking dan juga algoritma

Lebih terperinci

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan PROSES PENGESAHAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN INSTRUMEN 1. Referensi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamtan Penerbangan Sipil Bagian 173 (Civil Aviation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi tidak aman (unsafe condition). Keselamatan merupakan hal yang harus diutamakan dalam dunia penerbangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bandara sebagai transportasi udara memberikan kontribusi yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi karena setiap waktu terjadi pergerakan lalu-lintas

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter

BAB 1. PENDAHULUAN. pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Stres dapat digambarkan sebagai suatu keadaan yang mengganggu pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter Canon untuk pertama

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. dan memudahkan dalam pengembangan sistem selanjutnya. Tujuan dari analisa

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. dan memudahkan dalam pengembangan sistem selanjutnya. Tujuan dari analisa BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN.1. Analisis Sistem Dalam perancangan sebuah sistem diperlukan analisis untuk keperluan sistem. Dengan adanya analisis sistem, sistem yang dirancang diharapkan akan lebih

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Leader Konsultan Pelaksana

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Tim Leader Konsultan Pelaksana KATA PENGANTAR Laporan Akhir ini merupakan laporan terakhir dalam kegiatan Studi Standardisasi di Bidang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan yang merupakan pemenuhan tugas / kontrak yang diberikan oleh

Lebih terperinci

6/15/2015. Simulasi dan Pemodelan. Keuntungan dan Kerugian. Elemen Analisis Simulasi. Formulasi Masalah. dan Simulasi

6/15/2015. Simulasi dan Pemodelan. Keuntungan dan Kerugian. Elemen Analisis Simulasi. Formulasi Masalah. dan Simulasi Simulasi dan Pemodelan Analisis lii Model dan Simulasi Klasifikasi Model preskriptif deskriptif diskret kontinu probabilistik deterministik statik dinamik loop terbuka - tertutup Hanna Lestari, M.Eng Simulasi

Lebih terperinci

TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM CAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235

TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM CAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235 Makalah Seminar Kerja Praktek TRAFFIC ALERT AND COLLISION AVOIDANCE SYSTEM (TCAS) SEBAGAI ALAT NAVIGASI PADA CN-235 Bramono Hanindito (L2F 008 019) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

Sistem, Model dan Simulasi

Sistem, Model dan Simulasi Sistem, Model dan Simulasi Sistem dan model Sistem merupakan kumpulan elemen ng bekerja bersama untuk mencapai tujuan ng diharapkan. Karakteristik atau ciri-ciri system : Sistem terdiri dari berbagai elemen

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Jenis penelitian deskriptif (Narbuko dan Achmadi, 2008) adalah jenis penelitian yang berusaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base).

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Navigasi merupakan hal yang sangat penting dalam lalu lintas udara untuk mengarahkan pesawat dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam prakteknya pesawat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari PT. Angkasa Pura II (Persero), maka

BAB III METODE PENELITIAN. Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari PT. Angkasa Pura II (Persero), maka BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari PT. Angkasa Pura II (Persero), maka Bandara Soekarno-Hatta harus mengikuti dan memenuhi standar yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

Aplikasi Pohon Keputusan dalam Pendaratan Pesawat Terbang

Aplikasi Pohon Keputusan dalam Pendaratan Pesawat Terbang Aplikasi Pohon Keputusan dalam Pendaratan Pesawat Terbang Putu Arya Pradipta - 13515017 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing 747-4 yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan studi literatur dari teori-teori yang

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan studi literatur dari teori-teori yang BAB III METODOLOGI 3.1 Kerangka Penelitian Penelitian ini dimulai dengan studi literatur dari teori-teori yang berhubungan dengan CNS/ATM khususnya bagian ADS-B Flight Monitoring. Observasi dan wawancara

Lebih terperinci

VALIDASI DAN VERIFIKASI MODEL

VALIDASI DAN VERIFIKASI MODEL DAFTAR ISI 1. Tujuan Umum... 2 2. Validasi dan Verifikasi... 2 3. Tipe Validasi... 4 4. Teknik Validasi... 5 4.1. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata... 8 4.2. Uji Kesamaan Dua Variansi... 12 4.3. Uji Kecocokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar. Dengan demikian masyarakat membutuhkan sarana dan prasarana transportasi guna mendukung mobilitas

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRUKTUR RUANG UDARA

MANAJEMEN STRUKTUR RUANG UDARA MANAJEMEN STRUKTUR RUANG UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM RUANG UDARA Ruang udara terdiri dari : 1. Controlled Airspace Controlled Area (CTA) Controlled Zone (CTR) 2. Uncontrolled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi saat ini menjadi umpan bagi para ahli untuk mencetuskan terobosan-terobosan baru berbasis teknologi canggih. Terobosan ini diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor transportasi menjadi salah satu tolok ukur dalam menentukan perkembangan sebuah negara. Sektor transportasi harus memiliki sistem manajemen yang sangat baik

Lebih terperinci

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24 EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24 Ganayu Girasyitia Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penerbangan di Indonesia berkembang dengan cepat setelah adanya deregulasi mengenai pasar domestik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS)

REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) BAGIAN 101 BALON UDARA YANG DITAMBATKAN, LAYANG- LAYANG, ROKET TANPA AWAK DAN BALON UDARA BEBAS TANPA AWAK LAMPIRAN

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.695, 2016 KEMENHUB. Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 55 TAHUN 2016 TENTANG TATANAN NAVIGASI PENERBANGAN

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 2 (dua)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 2 (dua) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 2 (dua) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mendisain sebuah sistem kontrol untuk sebuah plant yang parameterparameternya tidak berubah, metode pendekatan standar dengan sebuah pengontrol yang parameter-parameternya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan pemakaian bahan bakar (Fuel Burn off) pesawat Untuk mencari jumlah pemakaian bahan bakar pada pesawat diperoleh dengan perhitungan Fuel Burn Off: Burn

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM Bab ini akan menyampaikan hasil pemeriksaaan dampak parkir di badan jalan yang ditampilkan melalui indikator kinerja jaringan jalan. Dengan data-data yang diperoleh dan diolah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Untuk menjaga keteraturan di jalan raya dibuat rambu-rambu lalu lintas. Salah satu

ABSTRAK. Untuk menjaga keteraturan di jalan raya dibuat rambu-rambu lalu lintas. Salah satu iv ABSTRAK Untuk menjaga keteraturan di jalan raya dibuat rambu-rambu lalu lintas. Salah satu rambu tersebut adalah lampu lalu lintas. Namun seringkali terjadi kemacetan pada persimpangan jalan karena

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JALUR SEPEDA MOTOR PADA JALAN PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI-MIKRO

EFEKTIVITAS JALUR SEPEDA MOTOR PADA JALAN PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI-MIKRO EFEKTIVITAS JALUR SEPEDA MOTOR PADA JALAN PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI-MIKRO Febri Zukhruf Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 Telp: +62-22-2502350

Lebih terperinci

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015) Estimasi Parameter Model Height-Roll-Pitch-Yaw AR Drone dengan Least Square Method Steven Tanto Teknik Elektro / Fakultas Teknik steventanto@gmail.com Agung Prayitno Teknik Elektro / Fakultas Teknik prayitno_agung@staff.ubaya.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Blanchard (2000) mendefinisikan sistem sebagai sekumpulan dari elemen-elemen yang mempunyai fungsi bersama untuk mencapai suatu tujuan (Miftahol, 2009). Sedangkan Law (2004)

Lebih terperinci

BAB II PROFIL JAKARTA AIR TRAFFIC SERVICE CENTER (JATSC) AIRNAV INDONESIA

BAB II PROFIL JAKARTA AIR TRAFFIC SERVICE CENTER (JATSC) AIRNAV INDONESIA BAB II PROFIL JAKARTA AIR TRAFFIC SERVICE CENTER (JATSC) AIRNAV INDONESIA 2.1. Sejarah AirNav Indonesia Sesuai dengan amanah undang-undang nomor 1 tahun 2009, pemerintah republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan pada Bandar Udara Husein Sastranegara terletak Jalan Pajajaran No.156 Bandung, Propinsi Jawa Barat. Bandara ini berada di

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA Transportasi udara dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: 1. Penerbangan domestik 2. Penerbangan

Lebih terperinci

Mengidentifikasi tingkat akurasi dan satuan ukuran sumber daya yang akan diestimasi / diperkirakan

Mengidentifikasi tingkat akurasi dan satuan ukuran sumber daya yang akan diestimasi / diperkirakan Tidak jarang ditemui proyek teknologi informasi yang gagal dalam menyatukan rencana mengenai ruang lingkup, waktu dan biaya. Para manajer menyebutkan bahwa menyelesaikan proyek tepat waktu merupakan tantangan

Lebih terperinci

BAB II PERSYARATAN DAN TARGET RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

BAB II PERSYARATAN DAN TARGET RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA BAB II PERSYARATAN DAN TARGET RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai persyaratan persyaratan yang dibutuhkan dalam rancang bangun sistem rekonstruksi

Lebih terperinci

Aplikasi Surat Keluar Masuk Versi 1.0

Aplikasi Surat Keluar Masuk Versi 1.0 Aplikasi Surat Keluar Masuk Versi 1.0 1 Implementasi Bagian ini menjelaskan kebutuhan pengguna untuk membuat Aplikasi Surat Keluar Masuk Studi Kasus Biro Kerjasama Dan Kemahasiswaan Bagian ini juga menjelaskan

Lebih terperinci

Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM

Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina, MM ANALISA RADAR ULTRASONIK MENDETEKSI PESAWAT TERBANG LANDING MENGGUNAKAN MATLAB DAN ARDUINO SEBAGAI SISTEM PENGENDALI Dibuat Oleh : Sinta Suciana Rahayu P / 28110177 Dosen Pembimbing : Ir. Fitri Sjafrina,

Lebih terperinci

COMPUTER SYSTEM ENGINEERING

COMPUTER SYSTEM ENGINEERING COMPUTER SYSTEM ENGINEERING Computer system engineering (Rekayasa Sistem Komputer) terdiri atas 2 bagian, yaitu : Hardware engineering Software engineering Elemen-elemen Dari Sistem Berbasis Komputer 1.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Sistem Lampu Lalu Lintas Tujuan utama dari pengaturan lampu lalu lintas dan pemantauan traffic adalah untuk memastikan keamanan pada persimpangan dengan menjaga

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Moda Transportasi Penumpang Antar Terminal Bandara Juanda Surabaya

Studi Perencanaan Moda Transportasi Penumpang Antar Terminal Bandara Juanda Surabaya E77 Studi Perencanaan Moda Transportasi Penumpang Antar Terminal Bandara Juanda Surabaya Indra Denny Priatna, Ervina Ahyudanari, Istiar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1509, 2016 KEMENHUB. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan. Bagian 174. Peraturan Keselamatan Penerbangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan panca indera manusia yang berfungsi sebagai alat penglihatan. Dengan mata kita dapat melihat sesuatu dan mampu melakukan setiap jenis pekerjaan. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISA PERGERAKAN PESAWAT 4.1.1. Data pergerakan pesawat Data yang digunakan dalam menganalisa kebutuhan apron adalah data pergerakan pesawat dimana idealnya disesuaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Runway 3 Mulai Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data 1. Data penumpang pesawat tahun 2005-2015 2. Data Pergerakan Pesawat

Lebih terperinci

LABORATORIUM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DAN INTELIGENSIA BISNIS

LABORATORIUM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DAN INTELIGENSIA BISNIS LABORATORIUM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DAN INTELIGENSIA BISNIS Latar Belakang Pelayanan terpusat di satu tempat Antrian pemohon SIM yg cukup panjang (bottleneck) Loket berjauhan Sumber daya terbatas Lamanya

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Kerangka Umum Pendekatan. Mulai. Studi Litelatur. Penentuan Daerah Studi. Pengumpulan Data

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Kerangka Umum Pendekatan. Mulai. Studi Litelatur. Penentuan Daerah Studi. Pengumpulan Data BAB IV METODE PENELITIAN A. Kerangka Umum Pendekatan Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan dan dilakukan pemodelan lalulintas dengan sistem komputer. Bagan alir yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Litelatur. Penentuan Daerah Studi. Pengumpulan Data

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Litelatur. Penentuan Daerah Studi. Pengumpulan Data BAB IV METODE PENELITIAN A. Kerangka Umum Pendekatan Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan dan dilakukan pemodelan lalulintas dengan sistem komputer. Bagan alir yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Kerangka Umum Pendekatan Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan dan dilakukan pemodelan lalulintas dengan sistem komputer. Bagan alir yang

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Localizer Sebagai Instrument Landing System Dari Perspective Rangkaian Elektronika Telekomunikasi

Analisa Kinerja Localizer Sebagai Instrument Landing System Dari Perspective Rangkaian Elektronika Telekomunikasi Analisa Kinerja Localizer Sebagai Instrument Landing System Dari Perspective Rangkaian Elektronika Telekomunikasi Karimansyah Putra 1), Indra Yasri 2) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Elektro S1, 2) Dosen

Lebih terperinci

Mengenal Lebih Dekat Informasi Cuaca Penerbangan

Mengenal Lebih Dekat Informasi Cuaca Penerbangan Mengenal Lebih Dekat Informasi Cuaca Penerbangan Oleh: Tuwamin Mulyono Kecelakaan pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ 8501 telah menyedot sebagian besar perhatian kita oleh pemberitaan tentang

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peningkatan permintaan jumlah penumpang Sumber : Cetak Biru Transportasi Udara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peningkatan permintaan jumlah penumpang Sumber : Cetak Biru Transportasi Udara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun, industri penerbangan di Indonesia mengalami peningkatan dan perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan infrastruktur seperti

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

VISUALISASI NAVIGASI PESAWAT DALAM FORMAT TIGA DEMENSI

VISUALISASI NAVIGASI PESAWAT DALAM FORMAT TIGA DEMENSI VISUALISASI NAVIGASI PESAWAT DALAM FORMAT TIGA DEMENSI Asro Nasiri, Tohir Ismail STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Berdasarkan penelitian penyebab kecelakaan terbesar pesawat terbang yaitu berkisar 60%

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA

BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA IV.1 Kategori Pesawat Pada Runway Utara Type pesawat yang beroperasi di runway utara pada saat melakukan pendekatan ke runway dikelompokan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Pengembangan Usaha. di kawasan barat indonesia sejak tahun 1984.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Pengembangan Usaha. di kawasan barat indonesia sejak tahun 1984. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Pengembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha PT. Angkasa Pura II adalah Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang bergerak dibidang jasa, pengelolaan kebendaraan dan pelayanan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) yang terletak di Jalan Raya Cogreg, Desa Cogreg, Kampung Kandang, Kecamatan Parung,

Lebih terperinci

TEKNIK SIMULASI. Nova Nur Hidayati TI 5F

TEKNIK SIMULASI. Nova Nur Hidayati TI 5F TEKNIK SIMULASI Nova Nur Hidayati TI 5F 10530982 PENDAHULUAN TUJUAN MEMPELAJARI SIMULASI Melalui kuliah ini diharapkan kita dapat mempelajari suatu sistem dengan memanfaatkan komputer untuk meniru (to

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Loket Bus merupakan tempat dimana masyarakat yang akan memesan atau membeli suatu tiket untuk menggunakan sarana transportasi bus sebagai keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Fasilitas Pelayanan Elektronika Pengamanan terdiri dari X-Ray, Walk

BAB I PENDAHULUAN. 1. Fasilitas Pelayanan Elektronika Pengamanan terdiri dari X-Ray, Walk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandar Udara Soekarno Hatta adalah Bandar Udara Internasional yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II (Persero) bergerak di bidang pelayanan jasa kebandarudaraan.

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA Pada bagian ini akan dievaluasi hasil sistem rekonstruksi lintas terbang pesawat udara yang dibangun. Proses evaluasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL. 5.1 Analisis Peningkatan Kelelahan dengan VAS

BAB V ANALISIS HASIL. 5.1 Analisis Peningkatan Kelelahan dengan VAS BAB V ANALISIS HASIL 5.1 Analisis Peningkatan Kelelahan dengan VAS Simulasi task yang digunakan bertujuan untuk membuat responden merasa lelah. Untuk mengetahui apakah responden tersebut bertambah lelah

Lebih terperinci

PT.LINTAS ANANTARA NUSA DRONE MULTI PURPOSES.

PT.LINTAS ANANTARA NUSA DRONE MULTI PURPOSES. DRONE MULTI PURPOSES Multirotor merupakan salah satu jenis wahana terbang tanpa awak yang memiliki rotor lebih dari satu. Wahana ini memiliki kemampuan take-off dan landing secara vertical. Dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kemacetan Kemacetan adalah situasi atau keadaan terhentinya arus lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi

Lebih terperinci

9.23. Lampu Taxiway Centre Line

9.23. Lampu Taxiway Centre Line 9.22.4.5. Jarak spasi terakhir antara lampu pada bagian lurus harus sama dengan jarak spasi pada bagian melengkung. 9.22.4.6. Jika jarak spasi terakhir pada bagian lurus kurang dari 25 m, jarak spasi kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.

Lebih terperinci

Perlu dicatat bahwa hanya metode yang disetujui yang diterapkan untuk proses perancangan prosedur penerbangan.

Perlu dicatat bahwa hanya metode yang disetujui yang diterapkan untuk proses perancangan prosedur penerbangan. Perlu dicatat bahwa hanya metode yang disetujui yang diterapkan untuk proses perancangan prosedur penerbangan. Software harus digunakan, jika perlu, untuk memastikan konsistensi rancangan. Semua software

Lebih terperinci

Testing dan Implementasi Sistem Informasi

Testing dan Implementasi Sistem Informasi Modul ke: Testing dan Implementasi Sistem Informasi Pada dasarnya, pengujian merupakan satu langkah dalam proses rekayasa perangkat lunak yang dapat dianggap sebagai hal yang merusak daripada membangun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 17 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Fenomena menunggu untuk kemudian mendapatkan pelayanan, seperti halnya nasabah yang menunggu pada loket bank, kendaraan yang menunggu pada lampu merah, produk yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun

Lebih terperinci

BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN

BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN 3.1 PENDAHULUAN Pada Bab ini dievaluasi data keandalan APU. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat kecenderungan laporan kegagalan APU, pengoperasian APU dan pencatatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Survei 4.1.1. Lokasi Penelitian Jalan Ringroad Utara Surakarta dipilih untuk melakukan penelitian dengan panjang jalan 5,5 km, meliputi Jalan Ringroad

Lebih terperinci

MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING

MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tugas Akhir - 2009 MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING Muahamd Syukur¹, Iwan Iwut Tritoasmoro², Koredianto Usman³

Lebih terperinci

ALGORITMA TDOA UNTUK PENGUKUR JARAK ROKET MENGGUNAKAN TEKNOLOGI UHF

ALGORITMA TDOA UNTUK PENGUKUR JARAK ROKET MENGGUNAKAN TEKNOLOGI UHF ALGORITMA TDOA UNTUK PENGUKUR JARAK ROKET MENGGUNAKAN TEKNOLOGI UHF Haris Setyawan 1*, Wahyu Widada 2 1 Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan Tamantirto

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Arus Lalu Lintas Definisi arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Moda Transportasi Penumpang Antar Terminal Bandara Juanda Surabaya

Studi Perencanaan Moda Transportasi Penumpang Antar Terminal Bandara Juanda Surabaya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-85 Studi Perencanaan Moda Transportasi Penumpang Antar Terminal Bandara Juanda Surabaya Indra Denny Priatna, Ervina Ahyudanari,

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR TEORI UMUM Pada bagian teori-teori umum ini, akan dijelaskan mengenai dasar-dasar teori yang berhubungan dengan Sistem Aplikasi dan pemodelan Collision Risk Modelling (CRM). Seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lampu Lalu Lintas 2.1.1 Fungsi lampu lalu lintas Lampu lalu lintas menurut Oglesby dan Hicks (1982) adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi udara sebagai media perpindahan barang, orang dan jasa yang cepat

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi udara sebagai media perpindahan barang, orang dan jasa yang cepat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat membutuhkan transportasi udara sebagai media perpindahan barang, orang dan jasa yang cepat dan murah, terbukti

Lebih terperinci