BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penerbangan di Indonesia berkembang dengan cepat setelah adanya deregulasi mengenai pasar domestik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha. Deregulasi ini kemudian didukung dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara, yang memperbolehkan suatu maskapai penerbangan untuk beroperasi jika memiliki minimal dua armada pesawat terbang dengan status kepemilikan sendiri dan tiga armada pesawat terbang dengan status kepemilikan sewa (Saraswati dan Hanoka, 2013 dalam Mubarak, 2015). Imbas peraturan tersebut adalah munculnya sejumlah maskapai penerbangan baru di Indonesia, terutama maskapai penerbangan rendah (low cost carriers) seperti Lion Air, Wings Air, Indonesia Air Asia, dan lain-lain. Peningkatan jumlah maskapai penerbangan ini juga meningkatkan jumlah permasalahan di dunia penerbangan Indonesia. Salah satunya adalah lalu lintas penerbangan yang semakin padat tetapi tidak diimbangi dengan pengembangan infrastruktur penerbangan (Mubarak, 2015). Selain itu, peningkatan lalu lintas penerbangan ini akan mempengaruhi tingkat kesibukan di bandar udara, salah satunya di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya yang juga biasa disebut dengan Bandara Juanda merupakan bandar udara tersibuk kedua di Indonesia setelah Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta dalam hal jumlah penumpang (Official Aviation Guide, 2014 dalam Mubarak, 2015). Bandara ini melayani 30 rute penerbangan domestik dan 10 rute penerbangan internasional. Berdasarkan data dari PT. Angkasa Pura I, sejak tahun 2011 hingga tahun 2015, rata-rata pertumbuhan penerbangan pesawat adalah 6% per tahun, rata-rata 1

2 2 pertumbuhan penumpang adalah 8% per tahun dan rata-rata pertumbuhan penerbangan kargo adalah 4% per tahun. Gambar 1.1 menunjukkan lalu lintas angkutan udara di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Lalu lintas penerbangan di Bandar Udara Internasional Juanda termasuk lalu lintas yang padat, dengan rata-rata 33 pergerakan pesawat per jam dan 38 pergerakan pesawat per jam saat jam sibuk atau 375 pergerakan pesawat per hari (PT. Angkasa Pura I, 2015). Gambar 1.1 Lalu lintas angkutan udara di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya (PT Angkasa Pura I, 2015) Peningkatan lalu lintas penerbangan akan berpengaruh pada beban kerja otoritas pengatur lalu lintas penerbangan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012, lalu lintas penerbangan di Indonesia diselenggarakan oleh Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia, yang kemudian biasa dikenal dengan Air Nav Indonesia. Salah satu layanan yang diberikan oleh Air Nav Indonesia adalah layanan Air Traffic Service yang melibatkan pemandu lalu lintas

3 3 penerbangan atau Air Traffic Controller di dalamnya. Namun, berdasarkan data Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia, dengan kondisi kepadatan lalu lintas penerbangan Indonesia saat ini, kebutuhan sumber daya manusia untuk pemandu lalu lintas penerbangan sampai dengan 2018 adalah orang. Sementara saat ini jumlah pemandu lalu lintas penerbangan di Indonesia adalah orang (Koran Pikiran Rakyat, 2015). Hal ini berarti Indonesia kekurangan sebanyak orang pemandu lalu lintas penerbangan. Kurangnya jumlah pemandu lalu lintas penerbangan atau Air Traffic Controller (ATC) ini menyebabkan beban kerja yang lebih tinggi bagi operator-operator ATC dalam menjalankan tugasnya saat ini. Dalam dokumen International Civil Aviaton Organization (ICAO) Annex 11 tentang Air Traffic Services, tugas utama pemandu lalu lintas penerbangan adalah mencegah tabrakan antarpesawat, mencegah tabrakan antarpesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut, mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara, memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara, serta memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan. Pekerjaan pemandu lalu lintas penerbangan ini menuntut kemampuan kognitif kompleks yang kemudian berhubungan dengan beban kerja mental (Suarez dkk, 2014). Beban kerja pemandu lalu lintas penerbangan tidak hanya berkaitan dengan jumlah pesawat yang ditangani tetapi juga berkaitan dengan kompleksitas masalah yang dihadapi pada saat penerbangan. Permasalahan dalam penerbangan harus ditangani secara tepat dan efektif dengan mempertimbangkan prosedur yang ada, disesuaikan dengan situasi yang dialami dan tekanan waktu. Tanggung jawab pemandu lalu lintas penerbangan tidak hanya nyawa penumpang dalam pesawat tapi juga berkaitan dengan biaya operasional penerbangan (Costa, 1995 dalam Mubarak, 2015). Oleh karena itu, beban kerja pemandu lalu lintas penerbangan berkaitan erat dengan beban kerja mental. Pekerjaan menuntut pemandu lalu lintas penerbangan untuk selalu siaga, konsentrasi dan fokus setiap saat.

4 4 Pada Februari 2013, jumlah pemandu lalu lintas penerbangan di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya adalah 53 orang ATC aktif dan 10 orang ATC tidak aktif dengan sistem kerja dibagi ke dalam tiga shift kerja dan masingmasing shift memiliki tingkat kepadatan lalu lintas udara yang berbeda. Kepadatan lalu lintas tinggi terjadi pada pukul WIB dan pukul WIB. Saat lalu lintas udara padat, seorang pemandu lalu lintas penerbangan di Bandara Juanda harus menangani lebih dari 30 pesawat per jam, padahal saat waktu normal seorang pemandu lalu lintas penerbangan hanya menangani pesawat per jam (Koran Surya, 2013). Adanya perbedaan kepadatan lalu lintas udara pada saat-saat tertentu menunjukkan bahwa masing-masing shift kerja memiliki beban kerja yang berbeda. Berkaitan dengan hal tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran beban kerja mental pemandu lalu lintas penerbangan di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya pada masing-masing shift kerja menggunakan metode NASA-TLX. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tuntutan kerja yang dialami pemandu lalu lintas penerbangan di masing-masing shift kerja. Kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh shift kerja terhadap beban kerja mental pemandu lalu lintas penerbangan. Setelah itu, dilakukan perhitungan jumlah operator ATC atau pemandu lalu lintas penerbangan optimal di masing-masing shift dengan menggabungkan pendekatan beban kerja tugas per jabatan dengan metode KEP/75/M.PAN/2004 dan beban kerja mental dengan metode NASA-TLX yang kemudian digunakan dalam persamaan yang menggunakan koefisien pembagi antara beban kerja tugas atau fisik dan beban kerja mental. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh shift kerja terhadap beban kerja mental pemandu lalu lintas penerbangan serta berapa jumlah operator ATC atau pemandu lalu lintas penerbangan yang optimal berdasarkan beban kerja yang ada. Penelitian ini diangkat karena sebagian besar penelitian sebelumnya hanya

5 5 membahas mengenai analisis beban kerja mental pada pemandu lalu lintas penerbangan saja dan belum membahas mengenai penentuan jumlah pemandu lalu lintas penerbangan optimal dalam suatu shift kerja berdasarkan beban kerja yang dialami. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka diambil beberapa asumsi dan batasan masalah, sebagai berikut: 1. Asumsi a. Tidak terjadi perubahan Standar Operasional Prosedur, deskripsi kerja dan jumlah pemandu lalu lintas penerbangan saat penelitian ini dilakukan. b. Beban kerja yang diteliti merupakan beban kerja yang dialami pemandu lalu lintas penerbangan saat penelitian ini dilakukan. c. Hasil perhitungan pendekatan beban kerja tugas per jabatan berdasarkan KEP/75/M.PAN/2004 diasumsikan sebagai beban kerja fisik yang diterima oleh pemandu lalu lintas penerbangan. Hal ini dikarenakan pengukuran tersebut yang dihitung sebagai beban adalah waktu pengerjaan tugas atau deskripsi kerja yang dilakukan oleh masing-masing pemandu lalu lintas penerbangan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh pemandu lalu lintas penerbangan maka diasumsikan semakin besar pula beban fisik yang ditanggung. d. Kepadatan lalu lintas udara setiap hari diasumsikan sama, yaitu 375 pergerakan pesawat per hari. 2. Batasan masalah a. Penelitian dilakukan pada pemandu lalu lintas penerbangan Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya di shift pagi, shift siang dan shift malam dengan subjek penelitian yang sama pada masing-masing shift tersebut. b. Jumlah operator optimal dihitung berdasarkan dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan mempertimbangkan beban kerja mental. Pendekatan

6 6 kedua dengan mempertimbangkan gabungan beban kerja fisik dan beban kerja mental melalui suatu persamaan. c. Belum dilakukan cross-validation antar grup maupun grup shift yang sama di hari berbeda pada orang yang sama, jadi responden hanya dilakukan pengamatan di 3 hari dengan shift yang berbeda-beda. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis beban kerja mental yang dialami oleh pemandu lalu lintas penerbangan Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. 2. Menganalisis pengaruh shift kerja terhadap beban kerja mental pemandu lalu lintas penerbangan Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. 3. Menentukan jumlah operator atau pemandu lalu lintas penerbangan optimal berdasarkan nilai beban kerja yang dialami pada masing-masing shift kerja. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan masukan bagi otoritas lalu lintas penerbangan di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya dalam meningkatkan produktivitas kerja dan keselamatan penerbangan serta sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan sistem kerja dalam rangka perbaikan mutu kerja. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan masukan dalam menentukan alokasi operator atau pemandu lalu lintas penerbangan yang optimal di setiap shift kerja dengan memperhatikan kepadatan lalu lintas udara di masing-masing shift.