BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Busa Poliuretan Poliuretan merupakan bahan polimer yang mempunyai ciri khas adanya gugus fungsi uretan (-NCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan dihasilkan dari reaksi antara isosianat dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil (Ashida, 2007). Secara sederhana, reaksi pembentukan poliuretan dapat dituliskan sebagai berikut: O R O + C poliol O O N R' N C diisosianat O O O R O C N R' N C n poliuretan (2.1) Secara prinsip, poliuretan dapat dibuat dengan cara mereaksikan dua bahan kimia reaktif yaitu poliol dengan diisosianat, dan biasanya ditambahkan sejumlah aditif untuk mengontrol proses reaksi dan memodifikasi produk akhir (Woods, 1987). Jenis isosianat, poliol ataupun pemanjang rantai yang digunakan dalam sintesis poliuretan akan mempengaruhi kecepatan reaksi dan sifat dari produk akhir yang dihasilkan. Poliol memberikan fleksibilitas yang tinggi pada struktur poliuretan sehingga poliol disebut sebagai segmen lunak dari poliuretan. Disisi lain, isosianat dan pemanjang rantai memberikan kekakuan atau rigiditas dalam struktur poliuretan sehingga sering disebut sebagai segmen keras.

2 Selain itu, sifat poliuretan (fleksibibilitas, densitas, struktur selular, hidrofilitas dan karakteristik proses) sangat ditentukan oleh struktur molekul. Secara umum, struktur dan sifat poliuretan dipengaruhi oleh: - Berat molekul; bertambahnya berat moleku, sifat-sifat seperti kuat tarik, titik leleh, elongasi, elastisitas dan temperatur transisi gelas akan meningkat hingga titik tertentu. - Gaya antar molekul; termasuk dalam hal ini adalah ikatan hidrogen, momen dipole dan ikatan Van Der Walls. - Kekakuan rantai; adanya struktur aromatik dalam struktur poliuretan akan meningkatkan titik leleh, kekerasan dan menurunkan elastisitas. - Kristalinitas; linearitas dalam rantai polimer akan meningkatkan kristalinitas yang selanjutnya akan menurunkan solubilitas, elastisitas, elongasi dan fleskibilitas namun serta meningkatkan kuat tarik, titik leleh dan kekerasan. - Ikat silang; semakin tinggi tingkat ikat silang, maka poliuretan akan semakin kaku (rigid) yang selanjutnya akan meningkatkan modulus elastisitasnya serta mengurangi elongasi dan swelling terhadap pelarut. Poliuretan berkembang menjadi suatu material khas yang mempunyai tetapan yang amat luas, tidak hanya digunakan sebagai fiber (serat), tetapi dapat juga digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/ plastik), lem, pelapis (coating) dan lain-lain (Nicholson, 1997). Busa poliuretan adalah jenis yang paling banyak aplikasinya di antara semua produk uretan. Busa didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk dengan menjebak gelembung gas di dalam cairan atau padatan. Busa poliuretan (sering disebut sebagai uretan busa) dibuat dengan mereaksikan poliisosianat dan poliol dengan adanya bahan peniup (blowing agent), surfaktan dan katalis tanpa pemanasan eksternal dari sistem foaming. Prinsip penyusunan busa uretan didasarkan pada terjadinya dua

3 reaksi yang bersamaan yaitu pembentukan poliuretan dan pembentukan gas dengan adanya katalis dan surfaktan (Landrock, 1995). Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk membentuk poliuretan yaitu metode one shot dan metode two shot. Metode one shot yaitu semua bahan baku untuk menghasilkan polimer dicampur bersama-sama sebelum dituang kedalam cetakan. Sedangkan, untuk metode two shot, isosianat ditambahkan kedalam campuran pada tahap kedua (Lim dkk, 2008). Sistem one shot umumnya digunakan dalam pembentukan busa poliuretan, sedangkan untuk metode two shot bisanya diaplikasikan pada produksi elastomer. Pada pembentukan busa poliuretan terdapat dua reaksi utama, yaitu reaksi gel dan blow. Reaksi gel terjadi antara isosianat dan gugus hidroksil untuk menghasilkan ikatan uretan dan polimer gel (persamaan reaksi 2.2). Reaksi blow terjadi dalam dua langkah, dimana pada reaksi ini menghabiskan satu molekul air dan dua gugus isosianat. Pertama, air bereaksi dengan isosianat menghasilkan asam karbamat (persamaan reaksi 2.3) yang tidak stabil sehingga cepat terdekomposisi menjadi amina dan melepaskan karbon dioksida (persamaan rekasi 2.4). Karbon dioksida adalah gas peniup yang mengisi sel. Kedua, amina bereaksi dengan isosianat yang belum terkonversi untuk membentuk ikatan urea (persamaan reaksi 2.5). O N C O + O R 2 R 1 R 1 C N O Isosianat Alkohol Uretan R 2 O R 1 N C O + O R 1 N C O (2.2) Isosianat Air Asam karbamat (2.3)

4 O R 1 N C O R 1 N + O C O Asam karbamat Amin CO 2 (2.4) O N C O R 1 + N R 1 N C N R 1 R 1 Isosianat Amin Urea (2.5) Busa poliuretan diklasifikasikan ke dalam 3 tipe yaitu busa fleksibel, busa kaku (rigid) dan busa semi kaku (semi rigid). Perbedaan sifat fisik dari 3 tipe busa poliuretan tersebut berdasarkan pada perbedaan berat molekul, fungsionalitas poliol dan fungsionalitas isosianat. Sedangkan berdasarkan struktur selnya, busa dibedakan menjadi dua yaitu sel terbuka (open cell) dan sel tertutup (closed cell). Busa dengan struktur closed cell merupakan jenis busa kaku sedangkan busa dengan struktur opened cell adalah busa fleksibel (Cheremisinoff, 1989). Busa dengan struktur sel terbuka memiliki pori-pori yang saling terhubung satu sama lain untuk membentuk jaringan interkoneksi. Selain itu, jenis busa ini memiliki kerapatan relatif lebih rendah dan penampilannya seperti spons. Busa struktur sel tertutup tidak memiliki jaringan sel yang terhubung. Busa dengan struktur sel tertutup merupakan bahan busa padat. Biasanya jenis busa ini memiliki kuat tekan yang lebih tinggi karena strukturnya, memiliki stabilitas dimensi yang lebih tinggi, serapan air rendah dan memiliki kekuatan yang lebih tinggi jika dibandingkan busa sel terbuka. Busa-busa yang fleksibel dipakai sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis tempat tidur, karpet dasar, spons sintetis dan berbagai pemakaian lainnya. Busa-busa kaku

5 paling umum dipakai dalam panel-panel konstruksi, untuk pengemasan barangbarang yang lunak, furnitur ringan dan perlengkapan flotasi kapal laut (Steven, 2001) Isosianat Isosianat merupakan gugus fungsi utama yang menjadi dasar dari industri poliuretan modern. Secara komersial, isosianat organik tersedia dalam bentuk alifatik, sikloalifatik, aromatik dan heterosiklik poliisosianat. Isosianat memiliki gugus fungsi (-N=C=O) yang memiliki reaktifitas tinggi terhadap nukleofil yang memiliki proton. Reaksi yang terjadi merupakan adisi nukleofilik melalui ikatan ganda karbon nitrogen. Secara umum, isosianat aromatik lebih reaktif dibandingkan isosianat alifatik dan gugus diisosianat pada atom karbon primer dapat bereaksi lebih cepat dibandingkan gugus diisosianat pada ataom karbon sekunder maupun tersier. Adanya substituen penarik elektron pada cicin aromatik akan meningkatkan reaktifitas gugus isosianat, sedangkan donor elektron akan menurunkan reaktifitas karena pengaruh halogen sterik sebagai tambahan terhadap adanya efek induksi. Poliisosianat aromatik telah digunakan untuk persiapan isosianat berbasis busa. Isosianat alifatik tidak digunakan karena poliisosianat alifatik bereaksi lambat dengan gugus hidroksi, sedangkan untuk reaksi busa membutuhkan reaktivitas tinggi. Poliisosianat utama yang digunakan adalah toluen diisosianat (TDI) dan metilen difenildiisosianat (MDI). C 3 C 3 a) NCO OCN NCO NCO isomer-2,4 isomer-2,6

6 OCN b) OCN C 2 NCO OCN C 2 isomer-4,4 isomer-2,4 OCN NCO NCO NCO C 2 C* 2 C 2 NCO isomer-2,2 n:0-3 polimer MDI (oligomer MDI) n Gambar 2.1 Struktur isomer a) toluen diisosianat dan b) metilen difenildiisosianat TDI memiliki senyawa dasar toluena, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 (20%) yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan busa poliuretan. Jenis kedua adalah TDI dengan campuran 65% isomer 2,4 dan 35% isomer 2,6. TDI ini memiliki reaktifitas berbeda yang mana kedudukan 4-isosianat adalah lebih reaktif dari pada 2 atau 6 isosianat atau dapat dinyatakan gugus NCO pada kedudukan 4 adalah sepuluh kali lebih reaktif dari letak 2 atau 6 pada temperature kamar (Frisch, 1974). Pada penelitian ini jenis isosianat yang digunakan dalam pembuatan busa poliuretan yaitu produk komersial toluene diisosianat (TDI) campuran antara 80% isomer 2,4-TDI dan 20% isomer 2,6-TDI Poliol Salah satu komponen penting dalam pembuatan poliuretan adalah poliol. Poliol dapat bereaksi dengan isosianat untuk membentuk poliuretan. Poliol yang memiliki dua gugus hidroksi disebut diol dan yang memiliki tiga gugus hidroksi disebut triol dan seterusnya. Poliol yang digunakan untuk produksi busa poliuretan adalah oligomer. Oligomer merupakan polimer berat molekul rendah yang memiliki setidaknya dua

7 gugus hidroksil yang dapat bereaksi dengan gugus isosianat. Terdapat banyak sekali jenis poliol, tetapi secara keseluruhan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu: 1. Polieter poliol Polieter poliol diproduksi oleh polimerisasi anionik alkilena oksida, (misalnya: propilena oksida, etilen oksida) dengan adanya inisiator dan katalis. Polieter poliol adalah senyawa utama yang digunakan dalam busa kaku dan busa fleksibel. Polieter poliol diproduksi oleh polimerisasi anionik alkilena oksida (misalnya: propilena oksida, etilen oksida) dengan adanya inisiator dan katalis. Polieter poliol untuk busa poliuretan kaku diproduksi menggunakan inisiator fungsionalitas tinggi seperti gliserol, sorbitol dan sukrosa. 2. Poliester poliol Poliester poliol untuk busa poliuretan dapat diproduksi oleh reaksi di-basic acids (misalnya: asam adipat dan asam ftalat) dengan glikol (misalnya: etilena glikol dan propilen glikol) ataupun dibuat dengan pembukaan cincin polimerisasi lakton. Contoh dari jenis poliol ini adalah poli(1,6-heksanadiol) karbonat. Bahan-bahan ini digunakan dalam pembuatan poliuretan yang fleksibel. Namun, untuk busa poliuretan kaku, poliol poliester aromatik adalah tipe poliol yang paling sering digunakan karena dapat meningkatkan ketahanan busa terhadap api dan asap yang dihasilkan sedikit. (Eaves, 2004) Saat ini pembuatan poliol yang digunakan untuk membuat poliuretan telah dikembangkan agar mempunyai tingkat reaktifitas yang lebih tinggi dengan isosianat untuk memproduksi poliuretan dengan sifat khusus. Selain itu, penggunaan poliol triol dalam pembuatan poliuretan yaitu polipropilen glikol (PPG), gliserol dan lainnya mulai digalakkan. Penggunaan poliol triol ini mulai dikembangkan karena, apabila monomer yang digunakan untuk polimerisasi mempunyai lebih dari dua gugus fungsi

8 (Gambar 2.2) akan membentuk ikatan silang (crosslinking) dalam jaringan polimernya sehingga akan dihasilkan poliuretan dengan sifat khusus. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan sintesis busa poliuretan menggunakan polipropilen glikol (PPG) sebagai sumber poliolnya. O C 2 C O n C 3 Gambar 2.2 Struktur molekul polipropilen glikol (PPG) Bahan peniup Bahan atau zat yang menghasilkan struktur sel dalam massa polimer didefinisikan sebagai bahan peniup (blowing agent). Bahan peniup meliputi gas yang mengembang saat tekanan dilepaskan, cairan yang mengembangkan sel-sel ketika berubah menjadi gas dan bahan kimia yang terurai atau bereaksi di bawah pengaruh panas/ katalis untuk membentuk gas (Eaves, 2004). Bahan peniup memainkan peran yang sangat penting baik dalam pembuatan maupun kinerja busa polimer. Bahan peniup merupakan faktor yang paling dominan dalam pengendali kepadatan busa. Selain kepadatan, bahan peniup juga mempengaruhi mikrostruktur dan morfologi sel busa yang nantinya menjadi penentu penggunaan akhir busa. Bahan peniup dalam pembuatan busa poliuretan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Bahan peniup fisika Contohnya: gas-gas (udara, nitrogen atau karbondioksida) yang oleh tekanan larut dalam polimernya 2. Bahan peniup kimia yang terurai oleh pemanasan untuk melepaskan gas. Contohnya: cairan bertitik didih rendah seperti klorofluorokarbon (CFC), metilen klorida (MC) dan aseton (Steven, 2001)

9 2.1.4 Katalis Pembuatan poliuretan biasanya dipercepat oleh adanya katalis berupa senyawa basa (amina), garam logam atau senyawa organo logam. Senyawa amina fungsinya untuk mempercepat reaksi isosianat-air dan reaksi isosianat-poliol. Sedangkan kompleks organo logam sebagai katalis yang kuat untuk reaksi isosianat-poliol (Eaves, 2004). Katalis diperlukan terutama pada pembuatan busa pada temperatur kamar, khususnya bila digunakan senyawa dengan gugus hidroksi sekunder (seperti polipropilen glikol). Contoh katalis busa antara lain Stannous 2-ethylhexanoate, Di-butil tin di-laurat, pentamethyldiethylene triamin, dimethylcyclohexylamine, tris-dimethylaminopropyl hexahydrotriazine, kalium oktoat, kalium asetat dan lainnya Surfaktan Surfaktan adalah senyawa yang molekul - molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dan merupakan bahan baku utama untuk pembuatan busa poliuretan. Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara cair - cair atau cair - padat. Selain itu, surfaktan berfungsi untuk mencampur komponen - komponen yang tidak saling larut, stabilisasi ekspansi busa saat mengembang, pengontrolan ukuran sel dan menghasilkan tipe struktur sel yang diinginkan seperti sel terbuka atau sel tertutup (Landrock, 1995). Surfaktan yang dapat digunakan merupakan surfaktan berbasis surfaktan silikon. Surfaktan silikon muncul sebagai produk komersial pada sekitar tahun Penggunaan surfaktan silikon dan katalis amina tersier maupun katalis timah dimungkinkan untuk menghasilkan busa fleksibel berbasis polieter dengan metode one shot Pemanjang rantai

10 Pemanjang rantai (chain extender) pada busa poliuretan digunakan untuk meningkatkan panjang segmen keras (hard segment) agar diperoleh pemisahan mikrofase yang lebih sempurna. Tanpa penambahan pemanjang rantai, poliuretan yang dihasilkan biasanya memiliki properti mekanis yang kurang baik dan menunjukkan adanya pemisahan mikrofase yang tidak sempurna (Wang, 1998). Pemanjang rantai dapat dikategorikan menjadi dua kelas, yaitu diol dan diamine. Secara umum, pemanjang rantai yang berupa diol atau diamine alifatik akan menghasilkan material yang lebih lembut daripada pemanjang rantai aromatik. 2.2 Karakterisasi Karakterisasi poliemer merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu industri polimer guna menentukan aplikasi dari polimer. Aplikasi polimer ini ditentukan oleh sifat yang dimiliki oleh bahan polimer tersebut. Untuk mengetahui sifat-sifat polimer yang telah disintesis maka dilakukan karakterisasi terhadap sifat fisik dan kimia antara lain morfologi, struktur molekul dan sifat termal. Pada penelitian ini digunakan beberapa metode karakterisasi antara lain: Identifikasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD), analisis struktur molekul dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR), analisa permukaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dan analisis sifat termal menggunakan Thermogravimetric Analysis (TGA) Difraksi sinar-x Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yaitu 1 Å (10-10 m). Spektrum sinar-x terletak antara sinar-γ dengan sinar ultraviolet. Sinar-X ditemukan pada tahun 1895 dan digunakan untuk mempelajari struktur kristal hingga tingkat atomik. Difraksi sinar-x adalah metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi sinar elektromagnetik sinar-x (Dann, 2000). Difraksi sinar-x merupakan metode analisis utama dalam identifikasi zat atau material padatan. ampir setiap Kristal memiliki jarak antar atom atau jarak bidang kristal yang berukuran hamper sama dengan panjang gelombang (λ) sinar-x.

11 Metode serbuk difraksi sinar-x (XRD) merupakan salah satu teknik primer yang digunakan ahli mineral dan ahli kimia zat padat untuk mempelajari sifat fisika dan kimia material yang belum dikenal. Teknik ini dilakukan dengan menempatkan sampel materi yang ingin dipelajari pada wadah sampel. Radiasi sinar-x pada panjang gelombang tertentu ditembakkan pada sampel. Intensitas radiasi hasil difraksi dicatat oleh goniometer. asil analisis ditunjukkan dalam bentuk 2θ yang dapat dikonversikan ke satuan jarak d. Analisis difraktogram dilakukan untuk menentukan interatom spacing (d) melalui pencocokan dengan database. Perubahan pada lebar puncak atau posisi puncak menentukan ukuran, kemurnian serta tekstur kristal. Sinar-X berinteraksi dengan elektron-elektron pada materi. Tembakan pada suatu materi anorganik akan dihamburkan ke berbagai arah. Sebagai sumber sinar-x pada beberapa analisis difraksi berasal dari Cu. Penembakan elektron berenergi tinggi mengakibatkan elektron pada orbital 1s akan terionisasi, kekosongan ini mengakibatkan elektron pada orbital 2p dan 3p jatuh mengisi kekosongan tersebut dan membebaskan sejumlah energi dalam bentuk radiasi sinar-x. Transisi elektron dari orbital 2p ke 1s disebut radiasi Kα dengan panjang gelombang 1,5418 Å. Sedangkan transisi elektron orbital 3p ke 1s disebut Kβ dengan panjang gelombang 1,3922 Å. Radiasi Kα lebih umum dipakai dari pada Kβ. Pada difraksi sinar-x, cahaya yang dihamburkan jatuh pada bidang paralel dari suatu sampel terlihat pada Gambar 2.3. Agar terjadi interferensi konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda jarak lintasannya harus memenuhi pola nλ.

12 Gambar 2.3 Difraksi sinar-x pada kristal ukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. ukum Bragg mengemukakan hubungan antara panjang gelombang dan sinar-x pada dua bidang yang paralel sebagai berikut: 2d sin θ = nλ (2.6) Keterangan: n = suatu bilangan bulat θ = sudut difraksi λ = panjang gelombang sinar-x d = jarak kisi pada kristal dalam bidang (Masrukan, 2008) Identifikasi senyawa dapat dilakukan secara cepat dengan membandingkan atom intensitas spektrum sampel dengan intensitas standar, karena intensitas spektrum suatu senyawa sangat spesifik dan berbeda untuk setiap senyawa. Setiap jenis mineal memiliki susunan atom yang spesifik sehingga menghasilkan bidang atom karakteristik yang dapat memantulkan sinar-x. Sinar-X dapat dipantulkan oleh atom-atom yang tersusun dalam bidang kristal dan menghasilkan pola-pola khas dari setiap jenis mineral sewaktu dianalisis. Montmorilonit dicirikan oleh puncak difraksi

13 sinar-x tingkat pertama sebesar 12,3 Å yang bergeser ke 17,7 Å setelah contoh mengalami solvasi (Tan, 1998) Fourier Transform Infrared Spectroscopy Spektroskopi inframerah pada umumnya digunakan untuk melakukan penentuan jenis gugus fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan pada daerah sidik jarinya. Spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Ketika sinar inframerah dilewatkan melalui suatu sampel polimer, maka sejumlah frekuensi diabsorbsi sementara yang lain akan diteruskan (ditransmisikan). Jika persena absorbansi atau persen transmitan digambarkan terhadap frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum inframerah. Transisi yang terlibat dalam absorbansi sinar inframerah berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi dalam molekul. Ada dua jenis vibrasi molekul yang umum yaitu: vibrasi ulur (ritme gerakan sepanjang sumbu ikatan sebagai interaksi pertambahan atau pengurangan jarak antar atom) dan vibrasi tekuk (perubahan sudut ikatan antara ikatan-ikatan dengan suatu atom). Penggunaan spektroskopi inframerah dalam karakterisasi polimer menggunakan daerah cm cm -1 (2,5-15 μm). Daerah dengan frekuensi 700 cm cm -1 (14,3-50 μm) disebut inframerah jauh dan daerah dengan frekuensi cm cm -1 (0,7-2,5 μm) disebut inframerah dekat. Daerah serapan inframerah beberapa gugus fungsi ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Sistem analisa spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa infra merah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas

14 ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya (ummel, 1985). adirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam spektrum inframerah merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah berarti bahwa gugus fungsi yang menyerap pada daerah tersebut tidak ada (Pine, 1988). Tabel 2.1 Daerah serapan inframerah No Gugus fungsi Daerah frekuensi (cm -1 ) Vibrasi 1 Karbonil (C = O) ulur 2 Alkohol O ulur C O ulur C O in-plane bend C O wag 3 Alkana C wag C rock 4 Amina N ulur C N ulur 5 Ester C O C asimetri ulur 6 Aromatik C ulur aromatik

15 C C 1.400, 1.500, ulur pada cincin Scanning Electron Microscopy Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan sebuah tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron. Elektron berinteraksi dengan atom-atom yang membentuk sampel dan menghasilkan sinar yang mengandung informasi tentang komposisi topografi permukaan sampel dan sifat lain seperti konduktivitas listrik. Scanning Electron Microscope telah menjadi alat yang berharga dalam perkembangan teori ilmiah dan memberikan andil besar di bidang biologi, obatobatan dan ilmu material. Penggunaan SEM sebagai salah satu mikroskop elektron didasarkan pada fakta bahwa mereka dapat digunakan untuk mengamati dan mengkarakterisasi bahan dengan skala mikrometer (μm) hingga nanometer (nm) (Voutou dan Stefanaki, 2008). Dalam SEM, lensa yang digunakan adalah suatu lensa elektromagnetik, yakni medan magnet dan medan listrik yang dibuat sedemikian rupa sehingga elektron yang melewatinya dibelokkan seperti cahaya oleh lensa eletromagnetik tersebut. Sebagai pengganti sumber cahaya dipergunakan suatu pemicu elektron (electron gun), yang berfungsi sebagai sumber elektron yang dapat menembaki elektron yang berenergi tinggi, biasanya antara 20 KeV-200KeV dan terkadang sampai 1 MeV (Yulizar, 2005) Thermogravimetry Analysis Termogravimetri analisis merupakan teknik analisa yang digunakan untuk menentukan stabilitas termal dari suatu material dengan memantau perubahan berat yang terjadi pada material yang dipanaskan. Berat sampel secara terus-menerus dipantau saat peningkatan temperatur, baik pada tingkat yang konstan atau melalui

16 serangkaian langkah-langkah. Komponen polimer atau formulasi elastomer menguap atau terurai pada temperatur yang berbeda. al ini menyebabkan serangkaian langkah penurunan berat komponen dapat diukur secara kuantitatif. Termogravimetri analisis merupakan salah satu teknik analisa termal yang telah banyak digunakan untuk karakterisasi berbagai bahan. TGA mengukur jumlah dan laju (kecepatan) perubahan massa dari sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu yang terkontrol. Dalam bidang polimer, tekni TGA terutama dipakai untuk mengevaluasi kestabilan termal suatu polimer, studi kinetika reaksi dekomposisi polimer serta identifikasi polimer. Jika polimer dipanaskan dalam atmosfir inert, maka dapat terjadi dua jenis reaksi yaitu polimerisasi atau depolimerisasi dengan kalor yang menyertainya. Selain itu, teknik ini sangat berguna untuk memperlajari material termoplastik, termoset, elastomer, komposit, film, serat, pelapis dan cat. Pengukuran TGA memberikan informasi berharga yang dapat digunakan untuk memilih material untuk penggunaan aplikasi akhir, memprediksi kinerja produk dan meningkatkan kualitas produk (Sichina, 2010). 2.3 Sungai Belawan Sungai Belawan yang mempunyai luas catchment area dihitung dari garis pantai/ muara sebesar 647 km 2, merupakan sungai di wilayah Kabupatan Deli Serdang yang mempunyai luas terbesar setelah Sungai Padang sebesar 684 km 2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Belawan berada pada daerah Kampung Lalang dengan satu staff gauge seluas 353,20 km 2 (Dokumen UKL/UPL, PDAM Tirtanadi IPA Sunggal). ulu Sungai Belawan berada di daerah Kecamatan Pancur Batu, melintasi Kecamatan Sunggal, Kecamatan amparan Perak dan Kecamatan Labuhan Deli sebelum akhirnya bermuara di Selat Malaka sepanjang 53 km, dengan lebar sungai rata-rata meter. Disepanjang aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Sunggal terdapat berbagai macam aktivitas manusia, seperti pemukiman penduduk, pertanian, rekreasi, lalu lintas truk, PDAM Tirtanadi Sunggal,

17 dan kegiatan industri. Dengan adanya berbagai aktivitas tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, diantaranya perubahan faktor fisik maupun kimia perairan (Siregar, 2009). Dewasa ini masalah utama sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik terus menurun khususnya untuk air minum. Salah satu kondisi geologis yang mempengaruhi kualitas secara kimia adalah unsur besi dan mangan yang berlebihan dalam lapisan tanah tempat sumber air berada. Pemantauan air Sungai Belawan sebelum Instalasi Pengolahan Air (IPA) pada tahun 2005 bila dibandingkan dengan Baku Mutu Air peruntukan kelas I termasuk Kelas D (buruk/ tercemar berat). Parameter yang melampaui baku mutu air adalah Ammonia, Mn, BOD, COD, total E. coli. Selanjutnya pada tahun 2006, termasuk Kelas B (baik/ pencemaran ringan) dengan parameter yang melampaui baku mutu air yaitu BOD dan COD. Pada tahun 2007, kualitas air Sungai menurun dan tergolong Kelas C (sedang) dengan parameter yang melampaui baku mutu air yaitu amonia, BOD dan COD (arahap, 2005). 2.4 Kualitas Air Air merupakan kebutuhan dasar bagi semua makhluk hidup. Air selalu digunakan oleh masyarakat dalam berbagai aktivitas seperti dalam rumah tangga, pertanian, industri, peternakan dan sebagainya. Kualitas air yang digunakan sangat penting untuk diketahui dalam mengurangi resiko-resiko buruk yang akan terjadi. Oleh karena itu, kualitas air sangat diperhatikan dan memenuhi syarat-syarat yang terutama baik bagi kesehatan. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menguji kualitas air sehingga dapat digunakan dan menjadi air yang murni, yaitu : - Parameter Fisik

18 Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik seperti kondisi air yang jernih atau tidak keruh, warna dari air tersebut, rasa yang ditimbulkan oleh air itu, tidak berbau, temperatur air yang normalnya sekitar (20-26 o C) dan tidak mengandung zat padatan - Parameter Kimia p air selalu netral (p=7), tidak mengandung bahan kimia beracun, kesadahan airnya rendah, tidak mengandung bahan organik dan tidak mengandung garam atau ion-ion garam. - Parameter Bakteriologi Tidak mengandung bakteri-bakteri patogen dan non patogen yang dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak, lendir dan kerak pada pipa p Nilai p menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai p berkisar antara 6,5-7,5. Air yang mempunyai p lebih kecil dari p normal akan bersifat asam, sedangkan air yang memiliki p lebih besar dari p normal akan bersifat basa. Nilai p ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk zat-zat yang secara kimia dan biokimia tidak stabil. Kondisi perairan yang sangat asam ataupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi. Kondisi p yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sedangkan kondisi p yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan p di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme.

19 2.4.2 Total padatan terlarut Total padatan terlarut atau Total Dissolved Solid (TDS) adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air. Senyawa-senyawa ini umumnya berupa ion positif atau ion negatif. Selain itu, gas-gas yang terlarut misalnya oksigen, karbondioksida, hidrogen sulfida dan lain-lain. Total zat padat terlarut menyatakan jumlah total perpindahan pertukaran ion (mobile charged ions), termasuk mineral-mineral, garam-garam atau logam-logam yang terlarut dalam sejumlah tertentu suatu larutan dinyatakan dalam satuan mg/l atau ppm. TDS bergantung pada kemurnian suatu larutan (sampel air). Secara umum, nilai TDS merupakan jumlah kation dan anion dalam air. Kadar TDS yang cukup tinggi biasanya menggambarkan adanya kandungan ion K +, Na + dan Cl -, dimana ionion ini hanya akan menimbulkan sedikit bahaya dalam waktu singkat. Akan tetapi, mungkin saja dalam sampel air tersebut terdapat pula beberapa logam berat seperti Pb 2+ dan Cd 2+ yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia Total padatan tersuspensi Total padatan tersuspensi atau Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air. Kekeruhan air yang meningkat juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme. Menurut Priyono (1994), bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang

20 disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan dan mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis. Selain itu, air buangan industri mengandung jumlah padatan teruspensi dalam jumlah yang bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industriindustri makanan, terutama industri farmasi dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi Kekeruhan Kekeruhan (turbiditas) merupakan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabakan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya, lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 1991). Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, setara dengan 1 mg/liter SiO 2. Peralatan yang pertama kali digunakan untuk mengukur turbiditas atau kekeruhan adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silika. Kemudian Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standar bagi pengukuran kekeruhan. 2.5 Adsorben Adsorben merupakan bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan

21 tersebut. Adsorben yang digunakan dalam proses pemurnian terdiri dari tipe polar (hidrofilik) dan non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel, alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben tipe ini umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan lebih polar dari cairannya. Adsorben non polar antara lain arang (karbon dan batubara) dan arang aktif, yang biasa digunakan untuk menghilangkan zat warna yang kurang polar Bentonit Bentonit merupakan istilah perdagangan untuk lempung mineral yang mengandung montmorillonit sebagai komponen utamanya. Bentonit berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau atau kehijauan tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya. Bentonit bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah, dan terasa seperti sabun. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) bentonit sekitar 70 meq/100 g, luas permukaan spesifik yaitu sekitar m 2 /g dan oleh karena besarnya nilai ini maka montmorilonit memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah (Olpen, 1997). Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida tetrahedral. Pada tetrahedral, empat atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Sedangkan pada oktahedral atom alumunium berikatan dengan enam atom oksigen pada ujung struktur (Soedjoko, 1987).

22 Gambar 2.4 Struktur molekul mineral monmorillonit Mineral-mineral bentonit umumnya berupa butiran sangat halus yang mempunyai struktur kristal berlapis dan berpori. Mineral tersebut mempunyai kemampuan mengembang (swellability) karena ruang antar lapis yang dimilikinya, dan dapat mengakomodasi ion-ion atau molekul terhidrat dengan ukuran tertentu. Potensi mengembang-mengerut dan adanya muatan negatif yang tinggi merupakan penyebab mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion logam dan kation-kation organik menghasilkan senyawa komplek berupa organo-mineral. Kation organik diyakini mampu menggantikan kation-kation anorganik pada posisi antar lapis (Tan, 1993). Proses substitusi isomorfik dianggap sebagai sumber utama muatan negatif dalam mineral liat tipe 2:1. Sebagian dari silikon dalam lapisan tetrahedral dapat diganti oleh ion yang berukuran sama, yang biasanya adalah Al 3+. Dengan cara yang sama, sebagian dari Al dalam lembar oktahedral dapat digantikan oleh Mg 2+, tanpa mengganggu struktur kristal. Penggantian oleh satu ion bervalensi tiga (Al 3+ ) untuk satu ion bervalensi empat (Si 4+ ) merupakan sebab timbulnya satu muatan negatif pada lempeng silikat yang sebelumnya netral. Banyaknya penggantian menentukan jumlah muatan negatif (Soepardi, 1983). Ada 2 (dua) jenis bentonit yang banyak dijumpai, yaitu:

23 1. Swelling bentonite (bentonit yang dapat mengembang) atau sering juga disebut sebagai bentonit jenis Wyoming atau Na-bentonit. Bentonit jenis ini merupakan mineral montmorilonit yang mempunyai lapisan partikel air tunggal (single water layer particles) yang mengandung kation Na + yang dapat dipertukarkan. Bentonit ini mempunyai kemampuan mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan kedalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau kuning gading, sedangkan dalam keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilat. Perbandingan antara kation Na + dan kation Ca + yang terdapat didalamnya sangat tinggi, suspensi koloidalnya mempunyai p 8,5 sampai 9,8. Kandungan Na 2 O dalam bentonit jenis ini, pada umumnya lebih besar dari 2%. 2. Non swelling bentonite (bentonit yang kurang dapat mengembang) atau sering juga disebut Ca-bentonit. Bentonit jenis ini merupakan mineral montmorilonit yang kurang dapat mengembang apabila dicelupkan di dalam air, namun setelah diaktifkan dengan asam memiliki sifat sedikit menyerap air dan mengendap dengan cepat tanpa membentuk suspensi. Bentonit jenis ini memiliki p sekitar 4,0-7,1, daya tukar ion yang juga cukup besar, mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan kandungan natriumnya. Karena sifat-sifat yang dimilikinya, maka bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap warna Arang aktif cangkang kelapa sawit Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar yaitu mencapai 30% dari produk minyak. Cangkang kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin. Cangkang kelapa sawit mengandung kadar air 7,8%, kadar

24 abu 2,2%, zat mudah menguap 69,5% dan kadar karbon 20,5% (artanto dan Ratnawati, 2010). Cangkang sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat bagi industri dan rumah tangga. Beberapa diantaranya adalah produk bernilai ekonomis tinggi yaitu arang aktif. Arang aktif adalah senyawa berbahan dasar karbon yang telah diolah sehingga memiliki porositas tinggi dan luas permukaan besar. Dua sifat ini menyebabkan arang aktif dapat digunakan sebagai adsorben yang efektif untuk berbagai senyawa organik pada pengolahan air limbah. Aktifasi merupakan suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan. Arang yang diaktifasi akan mengalami perubahan sifat fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar yang berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Sembiring dan Sinaga (2003) menyebutkan bahwa metode aktifasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif yaitu: - Aktifasi kimia Aktifasi kimia adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan kimia. Metode ini dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia ( 3 PO 4, ZnCl 2, CaCl 2, K 2 S, Cl, 2 SO 4, NaCl, Na 2 CO 3 ) dan diaduk dalam jangka waktu tertentu, kemudian dicuci dengan akuades selanjutnya dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengganggu dan menata kembali letak atom yang dapat dipertukarkan. - Aktifasi fisika ktivasi fisika adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO 2. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori arang aktif sehingga luas permukaan karbon aktif bertambah besar. Pemanasan dengan uap atau CO 2 pada

25 temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan. Luas permukaan arang aktif berkisar antara m 2 /gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal, struktur pori ini menjadikan celah-celah dalam arang aktif mampu dilewati oleh molekul pada saat adsorpsi. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas, molekul netral, asam atau basa organik tetapi tidak mampu menyerap secara maksimal ion logam atau garam-garam yang terinonisasi dengan kuat. Daya serap arang aktif sangat besar yaitu % terhadap berat arang aktif (Sembiring dan Sinaga, 2003). Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk serbuk (powder) yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000Å, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat penganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara Å, tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Arang aktif ini diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras. Pengujian mutu arang aktif dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan arang aktif agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Syarat mutu arang aktif berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor Tahun 1995 ditunukkan pada Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Syarat mutu arang aktif berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor Tahun 1995

26 Uraian Butiran Persyaratan Serbuk Kadar zat terbang (%) Mask 15 Mask 25 Kadar air (%) Maks 4.5 Maks 15 Kadar abu (%) Maks 2.5 Maks 10 Daya jerap I 2 (mg/g) Min 750 Min 750 Karbon aktif murni (%) Min 80 Min 65 Daya jerap terhadap benzena (%) Min 25 - Daya jerap terhadap biru metilen (mg/g) Min 60 Min 120 Bobot jenis curah (g/ml) Lolos mesh - Min 90 Kekerasan (%) min Adsorpsi Adsorpsi (penyerapan) adalah suatu proses pemisahan komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap. Dalam adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban. Adsorbat adalah substansi yang terserap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorban merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon (Webar, 1972). Proses adsorpsi umumnya dilakukan dengan cara mengontakkan larutan/ gas dengan padatan, sehingga sebagaimana komponen larutan dan gas diserap pada permukaan padatan dan akibatnya akan mengubah komposisi larutan keluar. Proses adsorpsi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika terjadi apabila molekul adsorbat ditahan secara fisika yaitu oleh gaya tarik Van Der Walls. Adsorpsi ini terjadi akibat adanya gaya tarik menarik antar molekul adsorben dengan adsorbat. Proses ini merupakan proses dapat balik. Bahan yang terserap tidak mengalami perubahan kimia dan tidak menembus kedalam kristal adsorben, tetapi hanya terserap pada permukaan adsorben. Adsorpsi

27 kimia terjadi akibat adanya pertukaran elektron pada permukaan. Adsorpsi ini terjadi akibat adanya interaksi kimia antara adsorben dengan bahan yang terserap dan merupakan reaksi searah. Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Pada proses adsorpsi terbagi menjadi beberapa tahap yaitu: - Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben. - Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion process). - Difusi zat terlarut yang teradsopsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore diffusion process). - Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan adsorben. Menurut Droste (1997) proses adsorpsi dipengaruhi oleh : - Bahan penyerap Bahan yang digunakan untuk menyerap mempunyai kemampuan berbeda-beda, tergantung dari bahan asal dan juga metode aktivasi yang digunakan. - Ukuran butir Semakin kecil ukuran butir, maka semakin besar permukaan sehingga dapat menyerap kontaminan semakin banyak. Secara umum kecepatan adsorpsi ditujukan oleh kecepatan difusi zat terlarut ke dalam pori-pori partikel adsorben. - Derajat keasaman (p larutan) Pada p rendah, ion + akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan diserap, sehingga efisiensi penyerapan turun. Proses penyerapan akan berjalan baik bila p larutan tinggi. Derajat keasaman mempengaruhi adsorpsi karena p menentukan tingkat ionisasi larutan, p yang baik berkisar antara 8-9. Senyawa asam organik dapat diadsorpsi pada p rendah dan sebaliknya basa organik dapat diadsorpsi pada p tinggi.

28 - Waktu serap Waktu serap yang lama akan memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang terserap berlangsung dengan baik. - Konsentrasi Pada konsentrasi larutan rendah jumlah bahan diserap sedikit, sedangkan pada konsentrasi tinggi jumlah bahan yang diserap semakin banyak. al ini disebabkan karena kemungkinan frekuensi tumbukan antara partikel semakin besar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar berikut: Gambar 2. 1 Struktur Ikatan Uretan

Tinjauan Pustaka. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar berikut: Gambar 2. 1 Struktur Ikatan Uretan Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Poliuretan 2.1.1. Sintesis Poliuretan Poliuretan ditemukan pertama kali oleh Prof. Otto Bayer pada tahun 1937 sebagai pembentuk serat yang didesain untuk menandingi serat Nylon.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN POLIMER A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali Logam alkali adalah kelompok unsur yang sangat reaktif dengan bilangan oksidasi +1,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) telah berkembang sejak tahun 90-an. Telah banyak penelitian yang dipatenkan dalam bidang ini (Tamrin, 1997). Polimer Jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air bersih adalah kebutuhan yang sangat vital untuk kehidupan masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu, air bersih di Indonesia sulit untuk diperoleh. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Air Keberadaan air di bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut dan berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal dengan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( ) KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 3 ) R I N I T H E R E S I A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 2 ) Menetukan Sistem Periodik Sifat-Sifat Periodik Unsur Sifat periodik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Poliuretan memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai busa tempat tidur, sofa, asesoris mobil, serat, elastomer, dan pelapis (coating). Produk Poliuretan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Senyawa gliserol yang merupakan produk samping utama dari proses pembuatan biodiesel dan sabun bernilai ekonomi cukup tinggi dan sangat luas penggunaannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

*ÄÂ ¾½ Á! ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo / *ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â Okki Novian / 5203011009 Michael Wongso / 5203011016 Jindrayani Nyoo / 5203011021 Chemical Engineering Department of Widya Mandala Catholic University Surabaya All start is difficult Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lignin merupakan polimer alam yang terdapat dalam tumbuhan. Struktur lignin sangat beraneka ragam tergantung dari jenis tanamannya. Namun, secara umum lignin merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Sungai Sebagian besar air hujan turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempattempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR 1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 Oleh KIKI NELLASARI (1113016200043) BINA PUTRI PARISTU (1113016200045) RIZQULLAH ALHAQ F (1113016200047) LOLA MUSTAFALOKA (1113016200049) ISNY

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah lempung mempunyai cadangan yang cukup besar di hampir seluruh wilayah Indonesia namum pemanfaatannya masih belum optimal. Tanah lempung merupakan bahan alam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci