HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (RSMM) terletak di Jalan dr. Semeru No. 114 Bogor. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 1 Juli 1882 sebagai rumah sakit jiwa pertama di Indonesia dan diresmikan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki sistem perawatan pasien gangguan jiwa yang sebelumnya dirawat di rumah sakit umum, rumah sakit tentara, penjara, dan kantor polisi dengan cara perawatan kurungan menjadi perawatan rumah sakit jiwa yang lebih manusiawi. Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya perubahan status rumah sakit menjadi status badan layanan umum, maka pihak RSMM berusaha untuk memenuhi dan mengembangkan berbagai pelayanan, baik di pelayanan umum, pelayanan NAPZA, maupun di bagian pelayanan psikiatrik. Salah satu pengembangan di bidang pelayanan umum adalah dibentuknya pelayanan Psikogeriatri (Ruang Akut) yang merupakan salah satu pelayanan yang bersifat khusus dengan memerlukan keterampilan tersendiri karena begitu kompleks permasalahan yang dihadapi oleh pasien lansia, sehingga dibutuhkan perawatan yang komprehensif dan bersifat spesialistik yang menangani rawat jalan, rawat inap, emergensi, dan homecare. British Geriatric Society yang mempelopori ilmu ini, mendefinisikan geriatri sebagai cabang ilmu penyakit dalam yang berkepentingan dengan aspek pencegahan, peningkatan, pengobatan, rehabilitasi, dan psikososial dari penderita usia lanjut. Psikogeriatri atau psikiatri geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau psikiatri pada usia lanjut (Darmojo & Martono 2006). Ada empat ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu (Komnas Lansia 2008): 1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia. 2. Adanya akumulasi dan penyakit-penyakit degeneratif lanjut usia secara psikososial. 3. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia ke arah kerusakan atau kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak.

2 4. Munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, atau trauma psikis. Pelayanan psikogeriatrik RSMM diresmikan oleh Direktur Utama RSMM pada tanggal 8 Juni 2009 dengan nama Ruang Gayatri serta memiliki visi, misi, dan tujuan yang mengacu pada rumah sakit dan kebutuhan masyarakat yang berkembang, dan merupakan satu-satunya ruang rawat lansia di Kota Bogor. Pelayanan psikogeriatrik RSMM mengedepankan pelayanan berbentuk Tim Psikogeriatrik yang terdiri dari Konsultan Geriatrik, Spesialis Gizi, Spesialis Internis, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Perawat Profesional. Kriteria pasien yang dirawat di ruangan ini adalah berusia di atas 60 tahun, didiagnosa memiliki satu penyakit dan dua komplikasi yang dikonsultasikan ke bagian dokter Konsultan Geriatrik dan dokter Tim-nya. Visi Ruang Gayatri adalah mengutamakan pelayanan yang bermutu, memuaskan, dan tepat bagi lansia sehingga dapat menjadi lansia yang sehat dan sejahtera. Misi ruang rawat inap ini adalah memberikan pelayanan secara profesional dengan mengedepankan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Ruang Gayatri memiliki slogan yang berbunyi Bertambah Umur, Bertambah Sehat dan Berguna. Ketenagaan dalam pelayanan keperawatan di Ruang Gayatri berjumlah 13 orang tenaga perawat, satu orang tenaga administrasi, dan dua orang cleaning service. Kapasitas ruang geriatrik adalah tujuh buah tempat tidur, yang terdiri dari empat tempat tidur untuk pasien perempuan, dan tiga tempat tidur untuk pasien laki-laki. Selain itu, terdapat pula Ruang Rehabilitasi Medik, dua kamar mandi untuk laki-laki dan perempuan, satu ruang perawatan, satu ruang pertemuan, untuk keluarga dan Tim Psikogeriatrik dan satu ruang dapur. Dinding di Ruang Gayatri dipasangi handball stainless hingga kamar mandi. Alat-alat kesehatan yang dipergunakan disesuaikan dengan kondisi lansia, mulai dari alatalat standar hingga alat-alat kesehatan khusus. Ruang Gayatri termasuk dalam ruang rawat inap kelas II plus (Lampiran 2 dan 3). Gambaran Umum Instalasi Gizi Instalasi Gizi Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor memberikan pelayanan gizi bagi pasien NAPZA, psikiatri, dan umum. Dapur untuk pasien psikiatri, NAPZA, dan umum terletak dalam satu gedung namun tempat pengolahan makanan untuk masing-masing pelayanan berbeda. Gedung Instalasi Gizi RSMM terdiri dari beberapa bagian, antara lain kantor administrasi;

3 tempat penerimaan bahan makanan; tempat penyimpanan bahan makanan pasien NAPZA, MPKP, dan Psikiatri; tempat penyimpanan bahan makanan kering; dapur untuk persiapan dan pengolahan, serta tempat distribusi makanan untuk pasien NAPZA, MPKP, dan Psikiatri; dapur untuk persiapan dan pengolahan makanan untuk pasien Umum; dapur pembuatan snack; tempat pemasakan air; tempat penyimpanan alat-alat masak; mushola dan tempat penitipan barang karyawan; dan dua buah toilet. Penyelenggaraan makanan untuk pasien umum ditujukan pada pasien kelas VIP, I, II, dan III. Penyelenggaraan makanan untuk pasien Ruang Gayatri dilaksanakan seperti kepada pasien kelas II. Instalasi Gizi RSMM Bogor memiliki 54 pegawai yang terdiri dari 11 orang ahli gizi, lima orang tenaga gizi, 10 orang pramusaji, dan 28 orang juru masak. Sebanyak lima orang tenaga gizi dan 10 orang pramusaji ditugaskan dalam penyelenggaraan makanan di pantry pasien umum (Lampiran 4). Perencanaan Menu Siklus menu 11 hari digunakan dalam penyelenggaraan makanan untuk pasien psikiatri, NAPZA, MPKP, dan pasien umum. Menu yang digunakan berbeda antar masing-masing pelayanan. Kerangka menu yang diperuntukkan bagi pasien umum adalah sama untuk setiap kelas perawatan. Perbedaan terletak pada jumlah satuan penukar (SP) dan jenis bahan makanannya. Lauk hewani pada makan pagi dan siang untuk pasien kelas VIP dan kelas I adalah 2 SP yang terdiri dari satu jenis lauk yang sama dengan kelas II dan III, serta satu jenis lauk yang berbeda. Kelas II dan III mendapatkan 1 SP lauk hewani untuk setiap waktu makan. Buah dan snack atau makanan selingan bagi pasien VIP jenisnya dibedakan dengan kelas I, II, dan III. Buah yang diberikan pada saat makan malam kepada pasien VIP berjumlah 2 SP yang terdiri dari satu jenis buah yang sama dengan kelas I, II, dan III, serta satu jenis buah yang berbeda. Pasien kelas III mendapatkan buah hanya saat makan siang saja, yaitu sebanyak 1 SP. Ruang Gayatri yang merupakan ruang rawat inap kelas II plus memiliki siklus menu dan kerangka menu seperti pasien kelas II (Lampiran 5). Kerangka menu pada penyelenggaraan makanan bagi pasien umum di RSMM dapat dilihat pada Tabel 10.

4 Tabel 10 Kerangka menu berdasarkan kelas perawatan Waktu makan Kerangka Menu Jumlah SP setiap kelas perawatan VIP I II III Makanan pokok Pagi Lauk hewani* Sayur Selingan I Snack** Makanan pokok Lauk hewani* Siang Lauk nabati Sayur Buah*** Selingan II Snack** Makanan pokok Lauk hewani Sore Lauk nabati Sayur Buah*** Keterangan: * lauk hewani tambahan jenisnya berbeda ** snack untuk kelas VIP berbeda dengan kelas I, II, dan III ***buah untuk kelas VIP berbeda dengan kelas I, II, dan III Bahan Makanan, Standar Porsi, dan Pengolahannya Bahan Makanan Bahan makanan yang digunakan hampir semuanya adalah bahan makanan dalam keadaan segar, hanya bakso, kembang tahu, makaroni, dan soun saja bahan makanan olahan yang digunakan untuk pelengkap masakan. Bahan makanan pokok secara umum adalah beras (nasi, nasi tim, atau bubur). Havermut, kentang, dan roti diberikan pada pasien dengan permintaan khusus. Pasien dalam penelitian ini mendapatkan nasi, nasi tim, atau bubur sebagai makanan pokok. Lauk hewani yang digunakan terdiri dari ayam, daging sapi, ikan kakap, telur puyuh, telur ayam, dan ikan gurame. Lauk nabati yang digunakan antara lain tahu, tempe, kentang, dan makaroni. Sayuran yang digunakan terdiri dari wortel, kapri, buncis, kembang kol, brokoli, paprika, sawi hijau, labu siam, jagung manis, jamur kuping, sedap malam, bayam, labu siam, terung panjang, oyong, semi, jamur supa, dan kacang panjang. Buah-buahan yang diberikan antara lain jeruk, pisang raja sereh, semangka, pisang ambon, papaya, melon, dan anggur. Bahan makanan dalam pembuatan makanan selingan terdiri dari kacang hijau, agar-agar, tepung susu, tepung terigu, tepung beras, tepung hunkwe, maizena, telur ayam, margarin, cokelat manis, cokelat chips, cokelat bubuk, keju, gula aren, gula pasir, santan, sirup, pisang raja, semangka, melon, papaya,

5 stroberi, jeruk manis, pisang tanduk, dan jambu biji. Bahan makanan tersebut kemudian diolah menjadi makanan dalam bentuk kue-kue, bubur, dan minuman. Standar Porsi dan Pengolahan Bahan Makanan Daya tampung pasien pada pelayanan rawat inap pasien umum adalah sebanyak 100 orang, sehingga jumlah porsi maksimal yang disiapkan adalah 100 porsi. Instalasi gizi menetapkan standar porsi untuk setiap bahan makanan. Standar porsi yang diberikan untuk pasien lansia Ruang Gayatri adalah sama dengan standar porsi untuk pasien umum. Standar porsi tersebut diperoleh dari dokumentasi Unit Perencanaan dan Perbekalan dan ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Standar porsi bahan makanan untuk pasien umum kelas II Bahan makanan Satuan Jumlah Keterangan Beras Gram 400 Sehari Ayam Gram 125 Sekali penyajian Daging sapi Gram 60 Sekali penyajian Ikan Gram 65 Sekali penyajian Telur ayam Gram 60 Sekali penyajian Telur puyuh Gram 40 Sekali penyajian Tempe Gram 50 Sekali penyajian Tahu Gram 50 Sekali penyajian Sayur Gram 100 Sekali penyajian Buah Gram 150 Sehari Snack Buah 2 Sehari Pengumpulan data ketersediaan tidak menggunakan dokumen standar porsi tersebut tetapi dari hasil penimbangan sampel makanan. Proses pengolahan yang dilakukan antara lain terdiri dari perebusan, pengetiman, pengukusan, penggorengan, penumisan, pemasakan dengan oven, ataupun kombinasi dari cara memasak tersebut. Proses pengolahan tersebut ditujukan pada penyelenggaraan makanan pasien umum, termasuk pasien lansia Ruang Gayatri. Pendistribusian Makanan RS Setelah makanan untuk pasien umum matang, selanjutnya makanan diantarkan menggunakan mobil dari Instalasi Gizi menuju pantry yang dikhususkan untuk ruang rawat umum. Selanjutnya makanan didistribusikan sesuai dengan diet masing-masing pasien dan diberi label. Makanan yang sudah disiapkan selanjutnya diantarkan oleh pramusaji kepada pasien. Berdasarkan proses tersebut terlihat bahwa Instalasi Gizi RSMM Bogor menerapkan sistem distribusi desentralisasi, yaitu makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan menuju dapur dalam jumlah banyak untuk selanjutnya disajikan dalam alat makan masing-masing pasien sesuai dengan permintaan

6 makanan. Peralatan makan yang digunakan untuk pelayanan makanan pasien Ruang Gayatri terdiri dari satu pasang plato aluminium beserta tutupnya, satu buah piring keramik, satu buah sendok plastik, dan satu buah nampan. Selain itu, setiap kali waktu makan pasien juga mendapatkan satu gelas air mineral kemasan. Diet konsistensi biasa, lunak, dan saring terdiri dari tiga kali makan utama (pagi, siang, dan sore) dan dua kali selingan. Diet dengan konsistensi cair memiliki waktu dan frekuensi yang telah disesuaikan dengan resep diet yang diberikan oleh dokter gizi. Secara umum, penyelenggaraan makanan yang dimulai dari proses perencanaan anggaran belanja makanan hingga tahap pendistribusian makanan bagi pasien lansia di Ruang Gayatri adalah sama dengan penyelenggaraan makanan bagi pasien umum lainnya (Lampiran 6). Karakteristik Pasien Sebanyak 63,3% pasien berjenis kelamin wanita. Usia pasien berkisar antara 60 hingga 100 tahun. Klasifikasi lansia berdasarkan usia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu usia lanjut (elderly) (60 74 tahun), usia lanjut tua (old) (75 90 tahun), dan usia lanjut sangat tua (very old) (di atas 90 tahun) (Komnas Lansia 2008). Rata-rata usia pasien adalah 72 tahun. Sebanyak 60% pasien termasuk dalam kategori usia lanjut/elderly. Pasien yang berstatus sebagai duda atau janda yaitu sebesar 63,3%. Sebelum pasien dirawat di RS, sebagian besar yaitu 93,3% pasien mengaku tinggal serumah bersama keluarga. Berdasarkan Komnas Lansia (2008), lansia yang hidupnya sendirian atau karena meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat akan mengalami kesepian. Keadaan lansia tersebut terkadang diperburuk dengan menurunnya kondisi kesehatan. Lansia yang mengalami kesepian seringkali merasa jenuh dan bosan dengan hidupnya, sehingga ia berharap agar kematian segera datang menjemputnya. Sebanyak 60% pasien mendapat biaya perawatan RS dari keluarga. Kisaran lama rawat pasien adalah 3 33 hari. Sebanyak 43,3% pasien dirawat selama 3 6 hari. Sebesar 30% pasien keluar dari Ruang Gayatri atas permintaan keluarga (APK) atau sebelum dokter menyatakan pasien sudah diperbolehkan pulang. Alasan keluarga meminta pasien untuk dipulangkan antara lain pertimbangan biaya, pindah ke ruang dengan kelas yang lebih tinggi, ataupun karena pertimbangan ketiadaannya anggota keluarga yang mampu menunggu pasien selama dirawat di RS (Lampiran 7). Sebaran pasien berdasarkan karakteristiknya ditunjukkan pada Tabel 12.

7 Tabel 12 Sebaran pasien berdasarkan karakteristik Karakteristik pasien n % Total Jenis kelamin Wanita 19 63,3 30 Pria 11 36,7 Usia Usia lanjut (60 74 tahun) 18 60,0 Usia lanjut tua (75 90 tahun) 11 36,7 30 Usia lanjut sangat tua (> 90 tahun) 1 3,3 Status pernikahan Menikah dan masih memiliki pasangan Duda atau janda ,7 63,3 30 Pihak yang merawat sebelum dirawat di RS Tinggal sendiri Keluarga ,7 93,3 30 Sumber pembiayaan Keluarga 18 60,0 Asuransi kesehatan 10 33,3 30 Lainnya (bantuan dari pihak lain) 2 6,7 Lama rawat 3 6 hari 13 43, hari 7 23,3 > 10 hari 1 3,3 APK 9 30,0 Jenis Penyakit Jenis Penyakit dan Status Gizi Setiap pasien yang dirawat di Ruang Gayatri adalah pasien lansia yang didiagnosa memiliki minimal tiga jenis penyakit. Jenis penyakit yang diderita oleh contoh dikelompokkan menjadi gangguan sistem syaraf, sistem kardiovaskuler, sindrom metabolik dan asam urat, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal dan hati, sistem urinaria, dan sindrom Steven Johnson. Gangguan sistem syaraf meliputi penyakit stroke, vertigo, parase, dan tekanan intrakranial. Stroke merupakan serangan mendadak gangguan pembuluh darah otak yang dapat berupa stroke iskemik maupun stroke hemoragik (Hartono 2006). Parese adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan, atau gerakan terganggu. Jenis parese yang diderita pasien adalah hemiparese dan tetraparese. Vertigo merujuk pada halusinasi dari gerakan yang dapat linear, jatuh, atau goyang. Seringkali digambarkan sebagai sensasi berputar baik pada salah satu dari rotasi sendiri (subjective vertigo) atau rotasi dari lingkungan sekelilingnya (objective vertigo). Pada kebanyakan kasuskasus, gejala dari vertigo menyiratkan penyakit dari telinga bagian dalam atau sistim vestibular (keseimbangan) (Anonim 2008a). Tekanan intrakranial adalah peningkatan tekanan otak normal yang dapat disebabkan karena peningkatan 30

8 tekanan cairan serebrospinal atau karena adanya tumor dalam otak (Anonim 2009a). Gangguan sistem kardiovaskuler meliputi hipertensi, gagal jantung kongestif, dan kardiomegali. Hipertensi merupakan tekanan darah arteri yang abnormal tinggi, ditandai dengan tekanan darah sistolik di atas 140 mmhg atau tekanan darah diastolik di atas 90 mmhg (Krummel 2004). Gagal jantung kongestif adalah sindrom yang dicirikan oleh ketidakmampuan jantung dalam mempertahankan aliran darah yang memadai di dalam sistem sirkulasi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, retensi cairan dan natrium yang berlebihan, edema perifer dan paru, serta jantung yang keletihan dan membengkak. Kardiomegali adalah istilah untuk pembesaran jantung (Hartono 2006). Sindrom metabolik adalah kumpulan keadaan seperti kegemukan perut dan gangguan toleransi glukosa, kenaikan kadar trigliserida, hipertensi ringan dan mikroalbuminuria. Diabetes melitus merupakan kumpulan keadaan yang disebabkan oelh kegagalan pengendalian gula darah. Kegagalan ini terjadi karena dua hal, yaitu (1) produksi hormon insulin yang tidak memadai atau tidak ada, atau (2) resistensi insulin yang meningkat. Asam urat berhubungan dengan gangguan metabolisme purin yang menimbulkan hiperurisemia jika kadar asam urat dalam darah melebihi 7,5 mg/dl (Hartono 2006). Gangguan sistem pernafasan terdiri dari tuberkulosis, bronko pneumonia, dan efusi pleura. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacteria, khususnya Mycobacterium tuberculosis, M. bovis, atau M. africanum (Mueller 2004). Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur. Jadi bronkopneumonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama alveoli atau parenkim (Anonim 2009b). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak di antara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada (Anonim 2011). Gangguan gastrointestinal dan hati meliputi dispepsia, tukak peptik, hematemesis, melena, gastroenteritis, fatty liver, dan hepatoma. Dispepsia adalah gangguan pada saluran pencernaan yang ditandai dengan rasa sakit pada perut bagian atas yang berulang atau kronis, atau perut terasa cepat penuh atau kenyang, dapat disertai kembung, mual, atau sakit pada ulu hati (Sandjaja

9 et al 2009). Hematemesis-melena adalah keadaan muntah dan buang air besar berupa darah akibat luka atau kerusakan pada saluran cerna (Hartati 2005). Gastroenteritis (diare) dicirikan dengan buang air besar sering berkonsistensi cair dengan volum biasanya melebihi 300 ml, disertai dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, terutama narium dan kalium. Fatty liver adalah salah fase awal dalam patogenesis penyakit Alcoholic liver (Beyer 2004). Kanker hati adalah suatu kanker yang timbul dari hati, dan dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma (Anonim 2008b). Mukosa lambung dan duodenum secara normal terlindung dari aksi pencernaan oleh asam lambung dan pepsin dengan mensekresi mukus, memproduksi bikarbonat, membuang kelebihan asam melalui aliran darah normal, serta memperbarui dan memperbaiki sel epitel yang terluka. Tukak peptik adalah terdapatnya tukak yang terjadi akibat adanya gangguan terhadap mekanisme dan pertahanan ini (Beyer 2004). Gangguan sistem urinaria meliputi sistitis, nefrolitiasis, dan gagal ginjal kronis. Sistitis adalah infeksi kandung kemih sedangkan nefrolitiasis adalah terdapatnya batu ginjal (Anonim 2008c). Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel karena suatu penyakit. Terapi diet hanya bersifat membantu memperlambat progresivitas gagal ginjal kronis (Hartono 2006). Sindrom Steven Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Sekitar 50% penyebab SSJ adalah obat. Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Proses hipersensitivitas itu memicu kerusakan kulit sehingga terjadi: (1) kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, (2) stres hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia, dan glukosuria, (3) kegagalan termoregulasi, (4) kegagalan fungsi imun, dan (5) infeksi (Harsono 2006). Beberapa pasien juga mengalami gangguan penyerta seperti anemia, penurunan kemampuan ataupun nafsu makan sehingga menyebabkan low intake, dan masalah status gizi lebih ataupun kurang. Penyakit yang paling banyak diderita adalah gangguan kardiovaskuler, selanjutnya sindrom metabolik

10 dan asam urat, gastrointestinal dan hati, pernafasan, syaraf, ginjal, dan sindrom Steven Johnson. Selain diagnosa utama, sebanyak 36,7% pasien menderita anemia. Pasien yang dinyatakan berisiko low intake karena adanya gangguan seperti penurunan kesadaran, mual, muntah, ataupun penurunan nafsu makan adalah 60% pasien. Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit dan gangguan penyerta dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit Jenis penyakit dan gangguan penyerta n % Gangguan kardiovaskuler 24 80,0 Sindrom metabolik dan asam urat 10 33,3 Gangguan gastrointestinal dan hati 10 33,3 Gangguan pernafasan 7 23,3 Gangguan syaraf 6 20,0 Gangguan ginjal 4 13,3 Sindrom Steven Johnson 1 3,3 Status Gizi Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa et al. 2001). Klasifikasi IMT untuk populasi Asia Pasifik berdasarkan WHO (2004) dalam PDGKI (2008) adalah kurang (IMT< 18,5), normal (IMT= 18,5 24,9), dan lebih (IMT 25). Kisaran IMT pasien adalah 12,6 hingga 26,5. Rata-rata nilai IMT pasien adalah 19,0 sehingga digolongkan berstatus gizi normal. Setengah dari pasien berstatus gizi normal. Sebaran pasien berdasarkan status gizi ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran pasien berdasarkan status gizi Status gizi n % Kurang ( 18,5) 12 40,0 Normal (18,5 25,0) 15 50,0 Lebih (>25,0) 3 10,0 Total ,0 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Kebutuhan energi berubah dalam keadaan sakit. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan energi orang sakit dapat dilakukan dengan menurut persen kenaikan kebutuhan di atas Angka Metabolisme Basal (AMB), yaitu dengan mengalikan AMB dengan faktor aktivitas dan faktor trauma atau stres (Almatsier 2005). Kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat ditentukan berdasarkan keadaan penyakit yang diderita pasien, serta disesuaikan dengan asupan zat gizi makro bagi lansia yang disarankan dalam Harris (2004). Kebutuhan vitamin dan mineral berdasarkan Angka Kecukupan

11 Gizi untuk lansia ditetapkan sesuai ketentuan dalam WNPG VIII tahun Kebutuhan energi dan zat gizi pasien disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 15 Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi Energi dan zat gizi Rata-rata±SD Energi (kkal) ± 244 Protein (g) 51,6 ± 13,3 Lemak (g) 37,8 ± 6,8 Karbohidrat (g) 203,8 ± 33,8 Vit.A (RE) 537 ± 49 Vit. E (mg) 15 ± 0 Vit. B1 (mg) 1,0 ± 0,1 Asam folat (mcg) 400 ± 0 Vit. B6 (mg) 1,6 ± 0,1 Vit. B12 (mcg) 2,4 ± 0,0 Vit. C (mg) 81 ± 7 Kalsium (mg) 800 ± 0 Besi (mg) 12 ± 1 Seng (mg) 11,1 ± 1,8 Selama dirawat di RS, pasien memperoleh energi dan zat gizi untuk memenuhi kebutuhannya melalui makanan RS (makanan olahan RS dan formula komersial) yang dikelola oleh Instalasi Gizi RS dan makanan dari luar RS yang dibawa oleh keluarga pasien yang berkunjung. Selain memperoleh dalam bentuk pangan, sebanyak 90% (27 orang) pasien juga memperoleh energi dan zat gizi dari cairan infus (Futrolit, Asering, Renosan, Ringer Laktat, Aminofluid, NaCl, dan Dekstrosa 5%) serta sebanyak 26,7% (8 orang) pasien mendapatkan suplemen (Bion 3, Neurobion, Lesichool, Cal 95, dan Neurodex). Pemberian cairan infus dan suplemen ditangani oleh bagian farmasi. Ketersediaan Energi dan Zat Gizi dari Makanan RS Makanan RS yang diberikan oleh pihak Instalasi Gizi RS terdiri dari makanan olahan RS dan formula komersial. Pemberian makanan olahan RS dan formula komersial ini disesuaikan dengan keadaan pasien dan diresepkan oleh dokter (preskripsi diet). Makanan RS diberikan kepada pasien berupa makanan olahan RS saja, formula komersial saja, atau kombinasi makanan olahan RS bersama dengan formula komersial. Makanan olahan RS merupakan hasil penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh pihak Instalasi Gizi RS. Makanan olahan RS meliputi makanan utama (pagi, siang, dan sore) dan makanan selingan. Formula komersial yang dimaksud adalah makanan cair yang tersedia di pasaran. Almatsier (2005) menggolongkan formula komersial sebagai makanan cair penuh. Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk cair atau semi cair pada suhu ruang dengan kandungan serat minimal dan tidak tembus pandang bila diletakkan

12 dalam wadah bening. Makanan ini dapat diberikan melalui oral atau enteral (pipa), secara bolus atau drip (tetes). Makanan cair penuh diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan, dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Formula komersial yang diberikan kepada pasien selama penelitian berlangsung terdiri dari Entrasol, Peptisol, Diabetasol, dan Hepatosol. Makanan Olahan RS Data ketersediaan energi dan zat gizi makanan olahan RS diperoleh dari 25 orang (83,3%) pasien. Sebagian dari mereka mendapatkan makanan olahan RS selama tiga hari berturut-turut, sebagian lagi mendapatkan makanan olahan RS selama dua hari, dan sisanya mendapatkan makanan olahan RS selama satu hari. Ketersediaan Energi Rata-rata ketersediaan energi dari makanan olahan RS adalah ± 101 kkal atau 117,5% terhadap kebutuhan energi pasien. Depkes (1996) dalam Sukandar (2007) mengkategorikan tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan menjadi tiga, yaitu defisit (< 90% angka kebutuhan), normal (90 119% angka kebutuhan), dan lebih ( 120% angka kebutuhan) sehingga ratarata ketersediaan energi dari makanan olahan RS tersebut dikategorikan normal. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan energi ialah kkal dan kkal sehingga dapat menyumbang sekitar 104,6 129,4% terhadap rata-rata kebutuhan energi pasien. Hal ini menunjukkan bahwa makanan olahan RS dapat memberikan energi kepada pasien dalam jumlah yang normal hingga berlebih. Tabel berikut menunjukkan sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi makanan olahan RS terhadap kebutuhan pasien. Tabel 16 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi makanan olahan RS terhadap kebutuhan Kategori n % Defisit 3 12,0 Normal 14 56,0 Lebih 8 32,0 Total ,0 Lebih dari separuh pasien (56%) memiliki tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan yang termasuk dalam kategori normal dan 32% pasien termasuk kategori lebih. Hanya sebagian kecil pasien (12%) yang mengalami defisit terhadap ketersediaan energi. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika pasien

13 mampu mengkonsumsi makanan RS dengan baik maka kebutuhan energinya akan terpenuhi. Ketersediaan Protein Rata-rata ketersediaan protein sehari dari makanan olahan RS adalah 74,5 ± 8,6 g atau 1,8 g/kg berat badan (BB). Nilai minimum dan maksimum ketersediaan protein adalah 61,0 g dan 105,2 g, sehingga bila rata-rata BB pasien adalah 44,9 kg maka asupan dari ketersediaan protein makanan olahan RS adalah sekitar 1,4 2,3 g/kg BB. Harris (2004) menjelaskan bahwa asupan protein sebanyak 1 sampai 1,25 g/kg BB umumnya aman bagi lansia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka sebagian besar pasien mendapatkan protein dari makanan olahan RS dengan jumlah yang melebihi dari ketentuan asupan protein bagi lansia. Hal ini terjadi karena standar porsi lauk hewani dan nabati yang diberikan kepada pasien lansia masih disamakan dengan pasien umum lainnya. Tidak ada pasien yang mendapatkan protein dari makanan olahan RS dalam jumlah yang kurang. Sebanyak 16% pasien mendapatkan protein dalam jumlah asupan yang disarankan bagi lansia dan sebagian besar pasien (84%) mendapatkan protein dalam jumlah berlebih. Hal ini terjadi karena pasien lansia di Ruang Gayatri mendapatkan lauk nabati dan hewani dengan standar porsi yang sama dengan pasien umum. Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan karbohidrat dari makanan olahan RS ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan protein makanan olahan RS Ketersediaan protein n % < 1 g/kg BB 0 0,0 1 1,25 g/kg BB 4 16,0 > 1,25 g/kg BB 21 84,0 Total ,0 Fungsi ginjal dan kecepatan penyaringan glomerulus mengalami penurunan sekitar 60% pada usia 30 sampai 80 tahun, terutama jumlah nefron yang berkurang menyebabkan menurunnya aliran darah (Harris 2004). Pembuangan sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal akan merupakan beban tersendiri (Dharmojo & Martono 2006). Ketersediaan Karbohidrat Rata-rata ketersediaan karbohidrat perhari dari makanan olahan RS adalah 222,4 ± 38,2 g atau 66,6% dari total kebutuhan energi. Haris (2004) mengatakan bahwa asupan karbohidrat yang disarankan bagi lansia adalah sebanyak 45 65% dari total kebutuhan energi perhari. Berdasarkan ketentuan

14 tersebut maka rata-rata ketersediaan karbohidrat dari makanan olahan RS dikategorikan lebih. Nilai minimum dan maksimum sebesar 176,3 g dan 373,5 g, sehingga makanan RS dapat menyumbangkan sebanyak 51,8 109,7% dari rata-rata total kebutuhan energi perhari. Hal ini menunjukkan bahwa makanan olahan RS dapat memberikan karbohidrat kepada pasien dalam jumlah yang normal hingga berlebih. Sebagian besar pasien (60%) mendapatkan karbohidrat dari makanan RS dengan jumlah sesuai ketentuan bagi lansia dan sisanya (40%) mendapatkan dalam jumlah berlebih. Hal ini terjadi karena pasien lansia di Ruang Gayatri mendapatkan makanan pokok dengan standar porsi yang sama dengan pasien umum. Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan karbohidrat dari makanan olahan RS ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan karbohidrat makanan olahan RS Ketersediaan Lemak Ketersediaan karbohidrat n % < 45% keb. E 0 0, % keb. E 15 60,0 > 65% keb. E 10 40,0 Total ,0 Rata-rata ketersediaan lemak dalam sehari dari makanan RS adalah 50,1 ± 6,6 g atau 34,1% dari total kebutuhan energi. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan lemak makanan RS adalah sebesar 40,3 g dan 68,2 g, sehingga makanan RS dapat menyumbangkan lemak sebanyak 26,6 45% dari rata-rata kebutuhan energi pasien sehari. Harris (2004) menjelaskan bahwa asupan lemak yang disarankan bagi lansia adalah sebanyak 25 35% dari total kebutuhan energi sehari. Tabel berikut menunjukkan sebaran pasien berdasarkan ketersediaan lemak dari makanan olahan RS. Tabel 19 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan lemak makanan olahan RS Ketersediaan lemak n % < 25% keb. E 5 20, % keb. E 11 44,0 > 35% keb. E 9 36,0 Total ,0 Harris (2004) menjelaskan bahwa asupan lemak pada lansia tidak hanya diperhatikan masalah jumlah tetapi juga perlu ditekankan untuk mengurangi konsumsi asam lemak jenuh dan memilih asam lemak tak jenuh. Sumber asam lemak jenuh yang digunakan dalam makanan RS adalah minyak kelapa sawit,

15 margarin, santan, dan VCO (Virgin Coconut Oil). Penggunaan minyak kelapa sawit dan santan dalam pengolahan makanan sangat dibatasi, bahkan pada beberapa pasien dengan diet tertentu dibebaskan dari minyak goreng dan santan. Penggunaan margarin hanya terbatas pada pembuatan kue sebagai snack, sehingga penggunaan margarin jarang digunakan. VCO adalah minyak kelapa yang pembuatannya tidak menggunakan proses pemanasan seperti pembuatan minyak kelapa pada umumnya. VCO mengandung asam lemak jenuh rantai sedang atau medium chain triacylglysera (MCT) yang lebih mudah diserap, lebih cepat diutilisasi (Sandjaja 2009). Asam laurat di dalam VCO cukup tinggi yaitu 53%. MCT yang masuk ke dalam tubuh akan langsung dibakar untuk menghasilkan energi sehingga menciptakan kenetralan terhadap kolesterol. Monolaurin yang merupakan bentuk ubahan dari asam lemak ini di dalam tubuh manusia adalah suatu bentuk senyawa monogliserida. Senyawa ini bersifat sebagai antivirus, antibakteri, dan antijamur (Rindengan & Novarianto 2006). Beberapa pasien juga diberikan tambahan minyak kanola dan minyak zaitun ke dalam campuran makanannya. Minyak kanola dan minyak zaitun merupakan sumber asam lemak tak jenuh tunggal (Ettinger 2004). Pemberian minyak kanola dan minyak zaitun masih dilakukan hanya kepada pasien dengan rekomendasi dokter, sehingga tidak semua pasien mendapatkannya. Ketersediaan Vitamin dan Mineral Tingkat kecukupan vitamin dan mineral diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu kurang (< 77% AKG) dan cukup ( 77% AKG) (Depkes 1996 dalam Sukandar 2007). Berdasarkan data pada Tabel 20 dan ketentuan dalam Depkes (1996) tersebut, terlihat bahwa jika pasien mengkonsumsi makanan olahan RS dengan baik maka kecukupan vitamin A, vitamin B1, B6, B12, C, kalsium, besi, dan seng akan terpenuhi. Berbeda dengan kecukupan vitamin E dan asam folat yang tidak akan terpenuhi walaupun sudah mengkonsumsi makanan olahan RS dengan baik, karena ketersediaan vitamin E dan asam folat yang masih kurang dari 77% rata-rata AKG.

16 Tabel 20 Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari makanan olahan RS terhadap AKG Vitamin dan mineral Makanan RS Rata-rata % terhadap AKG Vitamin A (RE) ± ,4 Vitamin E (mg) 4±1 27,5 Vitamin B1 0,8 ± 0,2 78,5 Asam folat 213 ± 29 53,3 Vitamin B6 1,9 ± 0,2 123,4 Vitamin B12 (mcg) 3,4 ± 0,5 140,3 Vitamin C (mg) 115 ± ,2 Kalsium (mg) 791 ± 94 98,9 Besi (mg) 16 ± 1 132,6 Seng (mg) 11,6 ± 1,6 106,3 Natrium (mg) ± Kalium (mg) ± Tingkat kecukupan vitamin A terhadap AKG mencapai 587,4%, namun ini tidak berarti bahwa pasien berisiko kelebihan vitamin A. Berdasarkan Almatsier (2006), kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila memakan vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan, misalnya takaran RE untuk jangka waktu yang lama atau RE perhari. Rendahnya konsumsi lemak dari makanan olahan RS mengurangi keoptimalan dalam penyerapan vitamin A. Vitamin A merupakan suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak (Almatsier 2006). Rata-rata ketersediaan natrium dan kalium dari makanan olahan RS adalah 1008 ± 511 mg dan 1933 ± 143 mg. Disarankan untuk membatasi asupan natrium sekitar 2 4 g perhari dan meningkatkan asupan mineral seperti kalium (Harris 2004). Kalium berfungsi untuk memelihara keseimbangan garam (Na) dan cairan serta membantu mengontrol tekanan darah yang normal. Asupan natrium yang disarankan bagi pasien dengan gangguan kardiovaskuler ialah kurang dari 2400 mg (6,4 g garam dapur) dan mempertahankan asupan kalium sekitar 90 mmol perhari (3510 mg), serta cukup konsumsi kalsium sesuai kebutuhan (NCEP 2002). Formula Komersial Ketersediaan energi dan zat gizi dari formula komersial diperoleh dari dua orang (6,7%) pasien. Kedua orang pasien tersebut selama tiga hari pengamatan memperoleh makanan RS berupa formula komersial saja. Salah satu pasien merupakan pasien dengan diagnosa stroke, dan satu pasien lainnya adalah pasien yang mengalami tukak peptik dan hematemesis.

17 Ketersediaan Energi Rata-rata ketersediaan energi dari formula komersial adalah 875 ± 177 kkal atau 65,1% terhadap kebutuhan sehingga dikategorikan defisit. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan energi adalah 750 kkal dan kkal sehingga formula komersial dapat menyumbang energi sebanyak 55,1 73,4% terhadap rata-rata kebutuhan energi dan dikategorikan defisit. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian formula komersial tidak akan memenuhi seluruh kebutuhan energi pasien. Salah satu syarat diet dari makanan cair penuh (formula komersial) adalah bila diberikan lebih dari tiga hari harus dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein (Almatsier 2005). Ketersediaan Protein Rata-rata ketersediaan protein dari formula komersial adalah 24,5 ± 4,9 g atau 0,5 g/kg BB. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan protein adalah 21,0 dan 28,0 g sehingga formula komersial dapat menyediakan protein sebanyak 0,5 g/kg rata-rata berat badan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian formula komersial saja tidak akan memenuhi seluruh kebutuhan protein pasien. Ketersediaan Karbohidrat Rata-rata ketersediaan karbohidrat dari formula komersial adalah 147,0 ± 29,7 g atau 43,7% terhadap kebutuhan energi pasien. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan karbohidrat adalah 126,0 g dan 168,0 g sehingga karbohidrat dari formula komersial dapat menyumbangkan 37,0 49,3% terhadap rata-rata kebutuhan energi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian formula komersial saja tidak akan memenuhi seluruh kebutuhan karbohidrat pasien. Ketersediaan Lemak Rata-rata ketersediaan lemak dari formula komersial adalah 21,0 ± 4,2 g atau 14,1% terhadap kebutuhan energi pasien. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan lemak adalah 18,0 g dan 24,0 g sehingga lemak dari formula komersial dapat menyumbangkan 11,8 16,3% terhadap rata-rata kebutuhan energi. Ketersediaan Vitamin dan Mineral Ketersediaan vitamin A, E, B1, B6, C, dan mineral seng formula komersial mampu memenuhi minimal 77% AKG, sedangkan ketersediaan asam folat, vitamin B12, mineral kalsium, dan besi masih kurang dari 77% AKG. Rata-rata

18 ketersediaan natrium dan kalium dari formula komersial adalah 455 ± 92 mg dan 630 ± 127 mg sehingga kandungan natrium masih lebih rendah dari batas maksimal dan kandungan kalium lebih rendah daripada yang dianjurkan. Tabel berikut menunjukkan ketersediaan vitamin dan mineral yang terkandung pada formula komersial. Tabel 21 Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari formula komersial Vitamin dan Mineral Rata-rata ketersediaan % terhadap AKG Vitamin A (RE) 589 ± ,7 Vitamin E (mg) 12 ± 2 77,0 Vitamin B1 1,6 ± 0,3 161,0 Asam folat 235 ± 47 58,6 Vitamin B6 1,3 ± 0,3 86,3 Vitamin B12 (mcg) 1,8 ± 0,4 72,9 Vitamin C (mg) 60 ± 12 79,3 Kalsium (mg) 466 ± 94 58,2 Besi (mg) 6 ± 1,2 49,6 Seng (mg) 11,6 ± 2,3 117,9 Natrium (mg) 455 ± 92 - Kalium (mg) 630 ± Makanan Olahan RS dan Formula Komersial Diet makanan olahan RS yang disertai dengan pemberian formula komersial terdiri dari makanan olahan RS yang diberikan sebagai makanan utama (pagi, siang, dan sore) serta formula komersial sebagai selingan. Data ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan olahan RS dan formula komersial berasal dari enam orang (20%) pasien. Ketersediaan Energi Rata-rata ketersediaan energi dari makanan olahan RS dan formula komersial adalah ± 291 kkal atau 141,2% terhadap kebutuhan sehingga dikategorikan lebih. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan energi adalah kkal dan kkal sehingga makanan olahan RS dan formula komersial dapat menyumbang energi sebanyak 90,3 151,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian makanan olahan RS dan formula komersial mampu memenuhi kebutuhan energi pasien bahkan hingga dikategorikan berlebih. Berikut adalah tabel sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi dari makanan olahan RS dan formula komersial terhadap kebutuhan. Tabel 22 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi makanan olahan RS dan formula komersial terhadap kebutuhan Kategori n % Defisit 0 0,0 Normal 1 16,7 Lebih 5 83,3 Total 6 100,0

19 Hanya satu orang (16,7%) dari pasien yang mendapatkan energi dari RS dikategorikan normal, selebihnya (83,3%) dikategorikan berlebih. Ketersediaan Protein Rata-rata ketersediaan protein dari makanan olahan RS dan formula komersial adalah 78,2 ± 12,4 g atau 2,3 g/kg berat badan (BB). Nilai minimum dan maksimum ketersediaan protein adalah 60,5 g dan 92,6 g atau sekitar 1,3 2,1 g/kg rata-rata berat badan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian makanan olahan RS yang disertai formula komersial sebagai selingan menyediakan protein dengan kategori lebih (> 1,25 g/kg BB). Seluruh pasien (enam orang) mendapatkan protein dengan jumlah yang melebihi dari asupan protein yang disarankan bagi lansia. Ketersediaan Karbohidrat Rata-rata ketersediaan karbohidrat perhari dari makanan olahan RS dan formula komersial adalah 241,8 ± 50,8 g atau 66,6% dari total kebutuhan energi sehingga dikategorikan lebih. Nilai minimum dan maksimum sebesar 170,3 g dan 225,3 g, sehingga makanan olahan RS dan formula komersial dapat menyumbangkan sebanyak 50,0 66,2% total kebutuhan energi perhari dari karbohidrat. Hal ini menunjukkan bahwa makanan olahan RS dan formula komersial dapat memberikan karbohidrat kepada pasien dalam jumlah yang normal hingga berlebih. Hanya 16,7% (satu orang) pasien yang mendapatkan karbohidrat dari makanan olahan RS dan formula komersial dalam jumlah yang sesuai dengan asupan yang disarankan bagi lansia sedangkan sebagian besar pasien (lima orang) mendapatkan karbohidrat yang dikategorikan berlebih. Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan karbohidrat dari makanan olahan RS dan formula komersial terhadap kebutuhan ditampilkan pada Tabel 23. Tabel 23 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan karbohidrat makanan olahan RS dan formula komersial Ketersediaan Lemak Ketersediaan karbohidrat n % < 45% keb. E 0 0, % keb. E 1 16,7 > 65% keb. E 5 83,3 Total 6 100,0 Rata-rata ketersediaan lemak dalam sehari dari makanan olahan RS dan formula komersial adalah 55,0 ± 13,9 g atau 40,1% dari total kebutuhan energi. Nilai minimum dan maksimum ketersediaan lemak makanan olahan RS dan

20 formula komersial adalah sebesar 35,4 g dan 78,3 g, sehingga kombinasi antara makanan olahan RS dan formula komersial dapat menyumbangkan lemak sebanyak 23,4 51,7% dari rata-rata kebutuhan energi pasien sehari. Sebagian besar pasien (66,7%) mendapatkan lemak dari makanan olahan RS dan formula komersial dengan jumlah yang lebih banyak dari 35% total kebutuhan energi. Tabel berikut menunjukkan sebaran pasien berdasarkan ketersediaan lemak dari makanan olahan RS dan formula komersial. Tabel 24 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan lemak makanan olahan RS dan formula komersial Ketersediaan lemak n % < 25% keb. E 1 16, % keb. E 1 16,7 > 35% keb. E 4 66,6 Total 6 100,0 Ketersediaan Vitamin dan Mineral Jika pasien mengkonsumsi makanan olahan RS dan formula komersial dengan baik maka kecukupan vitamin A, vitamin B1, B6, B12, C, kalsium, besi, dan seng akan terpenuhi. Berbeda dengan kecukupan vitamin E dan asam folat yang tidak akan terpenuhi walaupun sudah mengkonsumsi makanan RS dengan baik, karena ketersediaan vitamin E dan asam folat yang masih kurang dari 77% rata-rata AKG. Rata-rata ketersediaan natrium dan kalium dari makanan olahan RS dan formula komersial adalah 979 ± 335 mg dan ± 338 mg sehingga kandungan natrium masih lebih rendah dari batas maksimal dan kandungan kalium lebih rendah daripada yang dianjurkan. Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari makanan RS dan formula komersial terhadap AKG diperlihatkan pada Tabel 25. Tabel 25 Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari makanan olahan RS dan formula komersial terhadap AKG Vitamin dan mineral Makanan RS Rata-rata % terhadap AKG Vitamin A (RE) ± ,3 Vitamin E (mg) 8 ± 4 55,6 Vitamin B1 2,0 ± 1,9 197,2 Asam folat 275 ± 68 68,8 Vitamin B6 2,3 ± 0,4 146,0 Vitamin B12 (mcg) 3,6 ± 0,7 151,6 Vitamin C (mg) 125 ± ,6 Kalsium (mg) 900 ± ,4 Besi (mg) 18 ± 3 139,3 Seng (mg) 15,6 ± 2,7 136,8 Natrium (mg) 979 ± Kalium (mg) ± 338 -

21 Konsumsi Makanan RS Makanan RS terdiri dari makanan olahan RS dan formula komersial. Selanjutnya akan dibahas mengenai konsumsi makanan olahan dan formula komersial untuk melihat preferensi pasien terhadap setiap jenis makanan RS. Batasan konsumsi minimal merupakan konsumsi minimal terhadap makanan RS yang harus dicapai oleh pasien agar kebutuhan gizi dapat tercukupi dari kandungan energi dan zat gizi yang tersedia di dalam makanan RS. Konsumsi Makanan Pokok Makanan pokok merupakan sumber utama energi dan karbohidrat bagi pasien yang memperoleh makanan olahan RS. Makanan pokok yang diberikan oleh RS kepada pasien lansia di Ruang Gayatri meliputi nasi, nasi tim, dan bubur. Berdasarkan rata-rata ketersediaan energi yang terkandung di dalam makanan olahan RS maka pasien perlu mengkonsumsi minimal 75% dari makanan pokok agar kebutuhan energi dapat terpenuhi (Lampiran 8). Jika diamati dari setiap pemberian makanan olahan RS maka semua makanan pokok cenderung dikonsumsi kurang dari 75%. Tabel 26 menampilkan konsumsi setiap makanan pokok terhadap ketersediaan. Tabel 26 Konsumsi setiap makanan pokok terhadap ketersediaan Konsumsi dari ketersediaan Total Bahan makanan < 75% 75% n n % n % Nasi ,8 5 15,2 Nasi tim ,0 0 0,0 Bubur , ,2 Konsumsi Lauk Hewani dan Nabati Lauk hewani dan nabati merupakan sumber utama protein bagi pasien yang mendapatkan makanan olahan RS. Berdasarkan rata-rata ketersediaan protein dari makanan olahan RS maka pasien perlu mengkonsumsi minimal 50% dari setiap porsi lauk hewani dan nabati yang disediakan agar kebutuhan protein dapat terpenuhi (Lampiran 8). Lauk hewani dari makanan RS meliputi daging ayam, daging sapi, ikan kakap, telur puyuh, telur ayam, dan ikan gurame. Lauk yang berasal dari ikan kakap dan telur ayam pasien cenderung dikonsumsi di bawah 50%. Lauk yang berasal dari ikan gurame tidak memiliki kecenderungan untuk dikonsumsi kurang dari 50% atau lebih dari sama dengan 50%. Lauk yang berasal dari daging ayam, daging ayam suwir, daging sapi, daging sapi cincang, dan telur puyuh cenderung dikonsumsi lebih dari 50%. Jika diamati dari besar persentase maka

22 daging ayam suwir lebih cenderung dikonsumsi lebih dari sama dengan 50% dibandingkan daging ayam, sedangkan daging sapi cincang lebih cenderung dikonsumsi lebih dari sama dengan 50% dibandingkan daging sapi. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsistensi makanan mempengaruhi konsumsi pasien. Tabel 27 menunjukkan konsumsi setiap lauk hewani terhadap ketersediaan. Tabel 27 Konsumsi setiap lauk hewani terhadap ketersediaan Konsumsi dari ketersediaan Total Bahan makanan < 50% 50% n n % n % Daging ayam , ,7 Daging ayam suwir , ,7 Daging sapi , ,5 Daging sapi cincang , ,0 Ikan kakap ,9 8 47,1 Ikan gurame ,0 8 50,0 Telur puyuh , ,0 Telur ayam ,6 4 36,4 Lauk nabati yang disediakan oleh instalasi gizi RS meliputi tahu, tempe, makaroni, dan olahan kentang. Tabel 28 menampilkan konsumsi setiap lauk nabati terhadap ketersediaan. Tabel 28 Konsumsi setiap lauk nabati terhadap ketersediaan Konsumsi dari ketersediaan Total Bahan makanan < 50% 50% n n % n % Tahu , ,2 Tempe , ,4 Olahan kentang 9 0 0, ,0 Olahan makaroni ,0 1 50,0 Berdasarkan Tabel 28 terlihat bahwa lauk nabati yang berasal dari tahu dan olahan kentang cenderung dikonsumsi lebih dari sama dengan 50%, sedangkan tempe cenderung dikonsumsi kurang dari 50%. Lauk olahan makaroni tidak memiliki kecenderungan dikonsumsi kurang atau lebih dari sama dengan 50%. Data-data yang diperoleh tentang konsumsi lauk hewani dan nabati tersebut menunjukkan bahwa aspek konsistensi makanan adalah hal yang perlu diperhatikan. Selain itu, diperlukan dukungan mental melalui konsultasi tentang pangan dan gizi agar konsumsi lauk hewani dan nabati dari RS dapat dikonsumsi secara optimal. Konsumsi Sayuran dan Buah-buahan Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber utama vitamin dan mineral bagi pasien yang mendapatkan makanan olahan RS. Berdasarkan rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari makanan olahan RS maka pasien perlu

23 mengkonsumsi minimal 75% dari sayuran dan buah-buahan yang disediakan agar kebutuhan vitamin dan mineral dapat terpenuhi (Lampiran 8). Tabel 29 menunjukkan bahwa konsumsi seluruh sayuran cenderung kurang dari 75% ketersediaan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan konsumsi sayuran dari makanan RS yang seperti itu maka pasien belum bisa memenuhi kebutuhan vitamin dan mineralnya. Tabel 29 Konsumsi sayuran terhadap ketersediaan Konsumsi dari ketersediaan Total Bahan makanan < 75% 75% n n % n % Wortel , ,6 Kapri , ,2 Buncis , ,0 Kembang kol , ,0 Terung panjang ,6 3 21,4 Bayam ,3 5 22,7 Oyong ,0 1 20,0 Sawi hijau ,7 9 17,3 Kentang ,4 3 17,6 Labu siam , ,0 Jagung manis , ,7 Jamur kuping ,9 9 39,1 Jamur supa ,4 4 28,6 Kacang panjang ,0 1 25,0 Jagung kecil ,0 2 25,0 Tauge ,5 3 37,5 Brokoli ,0 1 25,0 Jamur merang ,0 1 25,0 Berdasarkan pengamatan, buah-buahan yang disediakan oleh Instalasi Gizi RS dalam penyelenggaraan makanan meliputi pepaya, melon, semangka, jeruk, apel, anggur, pisang ambon, dan pisang raja sereh. Tabel berikut menunjukkan sebaran konsumsi pada setiap jenis buah-buahan yang diberikan RS. Tabel 30 Konsumsi buah-buahan terhadap ketersediaan Konsumsi terhadap ketersediaan Total Bahan makanan < 75% 75% n n % n % Pepaya , ,5 Melon , ,6 Semangka , ,0 Jeruk , ,7 Apel ,0 0 0,0 Anggur ,7 1 14,3 Pisang ambon ,7 3 33,3 Pisang raja sereh , ,1 Jus buah ,0 9 60,0

24 Berdasarkan Tabel 30 konsumsi buah-buahan seperti jeruk, apel, anggur, pisang ambon, dan pisang raja sereh masih kurang dari 75%. Konsumsi buah seperti pepaya, melon, semangka, dan jus buah sudah lebih dari sama dengan 75%. Hal ini dikarenakan buah pepaya, melon, semangka, dan buah-buahan yang disajikan dalam bentuk jus memiliki tekstur yang mudah dikonsumsi oleh pasien dari pada buah-buahan yang lain. Konsumsi Makanan Selingan dan Formula Komersial Makanan selingan yang diberikan oleh Instalasi Gizi RS dapat dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok besar, yaitu bubur kacang hijau, bubur sumsum, puding atau agar-agar, kue, minuman, buah, biskuit dan krakers, serta formula komersial. Secara umum terdapat kecenderungan pasien untuk menghabiskan (konsumsi 100%) setiap makanan selingan yang diberikan, kecuali biskuit dan krakers yang cenderung tidak dikonsumsi sama sekali (konsumsi 0%). Hal ini terjadi diduga karena kurangnya motivasi contoh untuk mengkonsumsi biskuit dan krakers tersebut. Biskuit dan krakers diberikan dalam bentuk biasanya tanpa meningkatkan penampilan atau bentuk yang menarik. Formula khusus komersial merupakan jenis selingan yang memiliki kecenderungan dihabiskan paling besar terlihat dengan persentase yang tertinggi. Hal ini terjadi diduga karena konsistensinya yang cair lebih memudahkan pasien untuk mengkonsumsinya, namun biaya untuk pemberian formula komersial ini tergolong mahal. Berdasarkan pemberian setiap selingan kepada seluruh pasien yang diamati selama tiga hari, konsumsi makanan selingan ditunjukkan pada Tabel 31. Tabel 31 Konsumsi makanan selingan dan formula komersial terhadap ketersediaan Konsumsi terhadap ketersediaan Total Jenis selingan 100% 75% 50% 25% 0% n n % n % n % n % n % Bubur kc.hijau ,3 2 13,3 2 13,3 4 26,7 2 13,3 Bubur sumsum ,3 1 9,1 1 9,1 1 9,1 1 9,1 Puding ,7 0 0,0 9 26,5 1 2,9 2 5,9 Kue ,4 4 8,3 5 10,4 0 0, ,8 Biskuit dan krakers ,0 0 0,0 2 25,0 0 0,0 4 50,0 Buah ,7 0 0,0 0 0,0 0 0,0 2 33,3 Minuman ,4 0 0,0 5 22,7 3 0,0 6 7,1 Formula komersial ,1 2 7,1 1 3,6 0 0,0 2 7,1 Astawan dan Wahyuni (1988) menjelaskan, pada lansia yang mengalami kesulitan mengunyah maka makanan-makanan keras yang sulit dikunyah harus dihindari. Berdasarkan pengamatan, pada pasien dengan resep diet lunak

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan di Instalasi Gizi dan Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan,

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan/konsultasi

Lebih terperinci

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram Dibawah ini merupakan data nilai satuan ukuran rumah tangga (URT) yang dipakai untuk menentukan besaran bahan makanan yang biasa digunakan sehari- hari dalam rumah tangga. (Sumber: Puslitbang Gizi Depkes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit Hiperurisemia 1. Pengertian Penyakit Hiperurisemia Penyakit hiperurisemian adalah jenis rematik yang sangat menyakitkan yang disebabkan oleh penumpukan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe

Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe Hari VIP Kelas Ruangan I Pagi Pagi Pagi Ikan acar kuning Telur dadar Telur dadar Tempe goreng Tempe goreng Tempe goreng Tumis bayam Tumis bayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian Lampiran 1. Angket Penelitian KATA PENGANTAR Ibu yang terhormat, Pada kesempatan ini perkenankanlah kami meminta bantuan Ibu untuk mengisi angket yang telah kami berikan, angket ini berisi tentang : 1)

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

Lebih terperinci

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Apa itu Nutrisi???? Defenisi Nutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Setiap anak mempunyai kebutuhan Setiap anak mempunyai

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya DBMP DBMP Pengertian : DBMP adalah daftar yang berisi 7 golongan bahan makanan. pada tiap golongan, dalam jumlah (dapat berbeda setiap makanan) yang dinyatakan bernilai energi dan zat gizi yang sama. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids Asuhan gizi merupakan komponen penting dalam perawatan individu yang terinfeksi HIV. Mereka akan mengalami penurunuan berat badan dan hal ini berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN ANGKET / KUESIONER PENELITIAN Kepada yth. Ibu-ibu Orang tua Balita Di Dusun Mandungan Sehubungan dengan penulisan skripsi yang meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Balita

Lebih terperinci

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON LAMPIRAN 65 KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON No Sampel : Enumerator : Tanggal Wawancara : Nama Responden : Alamat

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT Nur Indrawaty Liputo Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Disampaikan pada Seminar Apresiasi Menu Beragam Bergizi Berimbang Badan Bimbingan

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari

CATATAN PERKEMBANGAN. Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, Menggali pengetahuan orang tua kurang dari Lampiran 1 CATATAN PERKEMBANGAN Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Nutrisi Kamis, 04 10.00-4. Menggali pengetahuan orang tua kurang dari Mei 2017 12.00 tentang asupan nutrisi pada anak yaitu menggali

Lebih terperinci

Diet Diabetes Mellitus

Diet Diabetes Mellitus Diet Diabetes Mellitus Pemberian diet Diabetes Melitus (DM) bertujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya agar pasien mencapai keadaan faali normal dan dapat melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH Berdasarkan Surat Ijin/Penugasan Dekan FIK UNY No 1737/H.34.16/KP/2009 FAKULTAS

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 Kuisioner Penelitian Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 A. Petunjuk Pengisian Kuisioner 1. Adik dimohon bantuannya untuk mengisi identitas diri pada bagian

Lebih terperinci

ANEKA RESEP JUS SEHAT. Mastoso Slow Juicer MT-67. Bagian 1

ANEKA RESEP JUS SEHAT. Mastoso Slow Juicer MT-67. Bagian 1 ANEKA RESEP JUS SEHAT Slow Juicer MT-67 Bagian 1 Apa itu Slow Juicer? Berbeda dengan juicer yang menggunakan metode kecepatan tinggi dengan pisau yang tajam, Slow Juicer menggunakan Low Speed Technology

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN 1 KUESIONER A. Identitas Sampel LAMPIRAN 1 KUESIONER KARAKTERISTIK SAMPEL Nama : Umur : BB : TB : Pendidikan terakhir : Lama Bekerja : Unit Kerja : Jabatan : No HP : B. Menstruasi 1. Usia awal menstruasi : 2. Lama

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi Supported by : Pedoman Gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

01/04/ TAHUN (USIA(Th)) x 2 + 8) RUMUS PERKIRAAN TINGGI BADAN TAHUN USIA (th) x RUMUS PEERKIRAAN BERAT BADAN PERHITUNGAN

01/04/ TAHUN (USIA(Th)) x 2 + 8) RUMUS PERKIRAAN TINGGI BADAN TAHUN USIA (th) x RUMUS PEERKIRAAN BERAT BADAN PERHITUNGAN By Yetti Wira Citerawati SY Apa yang di makan bayi sejak usia dini merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. SDM akan optimal jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid)

DISLIPIDEM IA. Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEM IA Gangguan Metabolisme Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA DIS = Salah ; Gangguan LIPID = Lemak (Kolesterol, Trigliserid) DISLIPIDEMIA : gangguan metabolisme lemak Metabolisme lemak

Lebih terperinci

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd TERDAPAT 6 REKOMENDASI 1. Konsumsi menu Gizi Seimbang 2. Sesuaikan konsumsi zat gizi dengan AKG 3. Selalu Sarapan 4. Pelihara Otak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit Sindrom Metabolik Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspekaspek promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif secara tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan nasional di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial antara lain meningkatnya angka rata-rata usia harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN TAHUN 2012

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 ) METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu yang tidak berkelanjutan. Penelitian

Lebih terperinci

PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS

PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS PERENCANAAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS Oleh: Fitri Rahmawati, MP JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA DAN BUSANA FAKULTAS TEKNIK UNY email: fitri_rahmawati@uny.ac.id Diabetes Mellitus adalah penyakit

Lebih terperinci

DIET RENDAH PURIN untuk penderita asam urat. Rizqie Auliana, M.Kes

DIET RENDAH PURIN untuk penderita asam urat. Rizqie Auliana, M.Kes DIET RENDAH PURIN untuk penderita asam urat Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id 1 Merupakan salah satu jenis rematik dengan ciri khas menyerang dibagian sendi terutama sendisendi jari atau dikenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hiperurisemia telah dikenal sejak abad ke-5 SM. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria daripada perempuan, karena pria memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi daripada perempuan

Lebih terperinci

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Banyak yang bilang bahwa penggunaan obat herbal diabetes jauh lebih aman daripada penggunaan obat kimia Menanggapi kutipan yang tertera

Lebih terperinci

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) dr. Maria Ulfa, MMR Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id

POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id Manfaat utama : Sumber energi untuk seluruh aktivitas dan metabolisme tubuh. (Lihat Tabel I : Sumber Makanan) Akibat bagi kesehatan Kelebihan :

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua.

Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein atau penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua. PENDIDIKAN KESEHATAN PERAWATAN LANSIA Apa Itu ASAM URAT...?? Nilai normal asam urat : Pria 3,4 7 mg/dl Wanita 2,4 5,7 mg/dl Zat yang secara normal dihasilkan tubuh yang merupakan sisa pembakaran protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. UPTD Pelayanan Terpadu Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha di Jalan Sitara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. UPTD Pelayanan Terpadu Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha di Jalan Sitara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian UPTD Pelayanan Terpadu Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha di Jalan Sitara Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan, lansia yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan gizi merupakan suatu pelayanan yang bertujuan membantu masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit untuk memperoleh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA Dengan Hormat, Saya adalah mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat, akan mengadakan penelitian

Lebih terperinci

DIET PASIEN HEMODIALISA (CUCI DARAH)

DIET PASIEN HEMODIALISA (CUCI DARAH) DIET PASIEN HEMODIALISA (CUCI DARAH) PENDAHULUAN Diit pada Hemodialisis adalah diit yang diberikan pada penderita gagal ginjal kronik yang mendapat terpai pengganti HD. HD sebagai pengganti sebagian kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

Memperkenalkan Makanan pada Bayi.

Memperkenalkan Makanan pada Bayi. Memperkenalkan Makanan pada Bayi. Bayi sangat membutuhkan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama dan utama bayi pada enam bulan pertama kehidupannya.

Lebih terperinci

Penyusunan Menu Bayi & Balita. Catur Saptaning W, S.Gz, MPH

Penyusunan Menu Bayi & Balita. Catur Saptaning W, S.Gz, MPH Penyusunan Menu Bayi & Balita Catur Saptaning W, S.Gz, MPH Sub Topik 1. Prinsip dasar menyusun menu seimbang 2. Tahap pengaturan menu bayi dan balita 3. Keterampilan makan bayi dan balita 4. Panduan untuk

Lebih terperinci

GAYA HIDUP SEHAT. Faktor Mempengaruhi Kesehatan Usia Dewasa

GAYA HIDUP SEHAT. Faktor Mempengaruhi Kesehatan Usia Dewasa By Yetti Wira Citerawati SY TUJUAN PEMENUHAN GIZI MASA DEWASA usia ini masa yg penting untuk pendidikan dan pemeliharaan kesehatan mencegah tjdnya penyakit degeneratif dimasa usia lanjut nantinya. Beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia TINJAUAN PUSTAKA Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia Penuaan adalah proses normal yang dimulai sejak masa konsepsi sampai dengan akhirnya mati (Harris 2004). Lanjut usia sesuai dengan undangundang Nomor

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum RS Royal Taruma

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum RS Royal Taruma HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RS Royal Taruma Rumah Sakit Royal Taruma didirikan pada tanggal 29 Maret 2007, berlokasi di Jl Daan Mogot N0 34, Jakarta Barat 11470. Gambar rumah sakit dan lokasi RS

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM)

KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM) KUESIONER SAKIT GULA (DIABETES MELITUS/DM) I. SOSIAL Identitas Diri 1. Nama Inisial : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 5. BB terakhir : kg 6. TB terakhir : cm 7. Pendidikan

Lebih terperinci

CREATED BY: WINDA DARPIANUR, SKep

CREATED BY: WINDA DARPIANUR, SKep CREATED BY: WINDA DARPIANUR, SKep Program Profesi Ners PSIK FK USU 2009 Gout (asam urat) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang Penyakit asam urat adalah penyakit yang menyerang sendi dan tendon

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari

BAB V PEMBAHASAN. Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari 43 BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Data Dari hasil penelitian, pada tabel 4.1 diketahui bahwa menu yang ada di Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari ditambah menu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia, telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

Syarat makanan untuk bayi dan anak :

Syarat makanan untuk bayi dan anak : DIET ORANG SEHAT GOLONGAN ORANG SEHAT 1. BAYI DAN ANAK v masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat v ASI merupakan makanan ideal bagi bayi v Usia > 4 bulan perlu makanan tambahan v Perlu pengaturan

Lebih terperinci

TANGGAL TERBIT. 01 januari 2013

TANGGAL TERBIT. 01 januari 2013 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Kata pengantar... ii Daftar Isi... iii 1. Perencanaan anggaran belanja... 1 2. Perencanaan menu... 2 3. Persiapan pelaksanaan produksi distribusi sebelum masuk ruang kerja...

Lebih terperinci

POLA MAKAN SEHAT BAGI LANSIA

POLA MAKAN SEHAT BAGI LANSIA POLA MAKAN SEHAT BAGI LANSIA WHO : usia pertengahan (45-59 tahun) lansia (60-74 tahun) lansia tua ( 75-90 tahun) sangat tua ( > 90 tahun) Indonesia : Pasal 1 UU RI no 13 tahun 1998 > 60 tahun keatas Bertambah

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

Master Menu Rumah Sakit (siklus 10 hari) Hari ke-1 Porsi. Nasi merah Sop kacang merah. Sate jamur Empal genthong. Capcay basah Sate pusut tempe

Master Menu Rumah Sakit (siklus 10 hari) Hari ke-1 Porsi. Nasi merah Sop kacang merah. Sate jamur Empal genthong. Capcay basah Sate pusut tempe Makan Pagi Nasi tim Cah brokoli+ goreng Ayam bacem Pepaya Air Putih Master Menu Rumah Sakit (siklus 0 hari) Hari ke- Porsi Porsi Porsi Makan Siang Makan Malam URT gram URT gram URT gram Nasi merah Sop

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Kesehatan Bayi Sub Pokok Bahasan : Penyuluhan MP ASI Sasaran : Ibu yang mempunyai Bayi usia 0-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Cilandak Waktu : 30 menit (08.00-08.30)

Lebih terperinci

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR BATASI KONSUMSI GULA, GARAM, LEMAK UNTUK MENGHINDARI PENYAKIT TIDAK MENULAR Latar Belakang Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang, karena mengandung kalori,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Anak bukan miniatur orang dewasa Anak sedang tumbuh dan berkembang Anak membutuhkan energi per kg BB lebih tinggi Anak rentan mengalami malnutrisi Gagal

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman anggota kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung SATUAN ACARA PENYULUHAN ( Gizi Seimbang Pada Lansia ) Topik Sasaran : Gizi Seimbang Pada Lansia : lansia di ruang Dahlia Hari/tanggal : Sabtu, 29 April 2017 Waktu Tempat : 25 menit : Wisma Dahlia di UPT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 2009 merupakan strategi untuk

Lebih terperinci