TINJAUAN PUSTAKA Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia Penuaan adalah proses normal yang dimulai sejak masa konsepsi sampai dengan akhirnya mati (Harris 2004). Lanjut usia sesuai dengan undangundang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, adalah seseorang yang telah mencapai lebih dari 60 tahun ke atas. Klasifikasi lansia berdasarkan usia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu usia lanjut (elderly) (60 74 tahun), usia lanjut tua (old) (75 90 tahun), dan usia lanjut sangat tua (very old) (di atas 90 tahun) (Komnas Lansia 2008). Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan kehilangan massa otot tubuh sekitar 2 3% perdekade. Sarkopenia, kehilangan massa otot yang berkaitan dengan usia, berkontribusi terhadap penurunan kekuatan otot, perubahan pada gaya berjalan dan keseimbangan, kehilangan fungsi fisik, dan meningkatnya risiko penyakit kronis. Selama masa pertumbuhan, proses anabolisme lebih banyak terjadi daripada proses katabolisme. Saat tubuh sampai pada masa kedewasaan, tingkat katabolisme atau perubahan degeneratif menjadi lebih besar daripada regenerasi anabolik (Harris 2004). Stieglietz (1954) dalam Darmojo dan Martono (2006) menerangkan bahwa penyakit pada populasi lansia berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa penyakit pada usia lanjut bersifat multi patologis atau mengenai multi organ atau sistem, degeneratif dan saling terkait, kronis dan cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya kematian, dan biasanya juga mengandung psikologis dan sosial. Selain itu sering terjadi polifarmasi dan iatrogenesis, yaitu menderita penyakit baru akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan dibandingkan dengan diagnosa. Brocklehurst dan Allen (1987) dalam Darmojo dan Martono (2006) menambahkan satu hal lagi yang penting yaitu usia lanjut juga lebih sensitif terhadap penyakit akut. Selama proses penuaan, pembuluh darah menjadi kurang elastis dan meningkatnya resistensi periferal sehingga meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Peningkatan resistensi pembuluh darah dapat mengganggu aliran darah ke jantung sehingga menyebabkan penyakit kardiovaskuler (Harris 2004).

2 Susunan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan gizi tubuh, dapat menciptakan dua kemungkinan, yaitu keadaan gizi kurang atau keadaan gizi lebih (kegemukan). Keadaan obesitas ini banyak dipengaruhi oleh kegiatan yang berlebihan dari kelenjar hipotalamus, banyaknya sel-sel lemak tubuh, umur para lanjut usia, aktivitas jasmani yang kurang, faktor psikologis, faktor keturunan, dan faktor endokrin. Keadaan ini sering pula menimbulkan gangguan dalam tubuh secara mekanis, secara metabolik, traumata (kecelakaan), maupun gangguan kardiovaskuler (Astawan & Wahyuni 1988). Fungsi imunitas juga mengalami penurunan pada lansia, sehingga kemampuan melawan infeksi berkurang dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada lansia. Fungsi ginjal dan kecepatan penyaringan glomerulus mengalami penurunan sekitar 60% pada usia 30 sampai 80 tahun, terutama jumlah nefron yang berkurang menyebabkan menurunnya aliran darah (Harris 2004). Pembuangan sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal akan merupakan beban tersendiri (Darmojo & Martono 2006). Masalah gizi merupakan masalah paling penting dalam perawatan pasien usia lanjut. Penurunan berat badan sebagai akibat kekurangan gizi merupakan masalah utama yang seringkali dijumpai pada usia lanjut yang dirawat (Setiati 2006). Angka kematian yang berhubungan dengan underweight adalah sama dengan angka kematian yang berhubungan dengan obesitas, terutama pada lanjut usia (Harris 2004). Salah gizi adalah keadaan gizi kurang atau gizi lebih karena asupan zat gizi di bawah atau di atas kisaran yang dianjurkan dalam waktu yang lama (Sandjaja et al. 2009). Kejadian salah gizi pada seorang pasien mempunyaki efek negatif untuk mental maupun fisik pasien. Salah gizi pada seorang pasien merupakan faktor yang memperpanjang masa rawat pasien, meningkatkan kebutuhan untuk pelayanan yang dengan tingkat ketergantungan perawat yang lebih tinggi, butuh perawatan intensif yang lebih tinggi, meningkatkan terjadinya komplikasi dari penyakit yang diderita pasien dan tentunya akan meningkatkan angka kematian baik karena penyakitnya atau komplikasi dari penyakitnya (Daldiyono & Syam 2002). Angka kejadian kekurangan energi dan protein pada pasien lansia yang dirawat di rumah sakit berkisar antara 30% sampai dengan 65% (Fogt et al dalam Setiati 2006). Suatu studi di Swedia mendapatkan 29% lansia mengalami salah gizi ketika awal masuk rumah sakit (Thomas et al dalam Setiati

3 2006). Studi lain di luar negeri mendapatkan sekitar 60% lansia yang di rawat di rumah sakit mengalami kekurangan energi dan protein pada saat masuk rumah sakit atau mengalami salah gizi ketika dirawat sampai sebelum keluar dari rumah sakit (Sullivan et al dalam Setiati 2006). Makanan untuk Pasien Rawat Inap Pengaturan makanan pada orang sakit sangat berperan dalam proses penyembuhan penyakitnya, sama halnya dengan perawatan dan pengobatan penyakit (Subandriyo & Santoso 1995). Pelayanan kesehatan paripurna seorang pasien memerlukan tiga jenis asuhan yang terdiri atas asuhan medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi. Tujuan utama dari asuhan gizi adalah memenuhi kebutuhan zat gizi pasien secara optimal baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada pasien rawat jalan. Kerjasama tim dari unsur yang terkait untuk mewujudkan tujuan tersebut meliputi membuat diagnosa masalah gizi, menentukan kebutuhan terapi gizi, memilih dan mempersiapkan bahan atau makanan atau formula khusus (oral, enteral, dan parenteral) sesuai kebutuhan, melaksanakan pemberian makanan, evaluasi/pengkajian gizi dan pemantauan (Depkes RI 2003). Cara pemberian terapi gizi dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu secara oral, enteral, dan parenteral. Pemberian secara oral merupakan cara yang paling aman, mudah, dan terbaik. Pemberian gizi secara suplementasi oral dilakukan bila pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan secara cukup, sehingga diperlukan dukungan gizi untuk memenuhi kebutuhannya (Setiati 2006). Penentuan terapi gizi pasien perlu berpedoman pada tepat gizi (bahan makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis dan waktu (Depkes RI 2003). Porsi makanan yang dikonsumsi hendaknya kecil, tetapi frekuensinya lebih sering, supaya tidak memberi rasa jenuh, pengab atau mual (Roedjito 1989). Perencanaan Menu Perencanaan menu merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan makanan, kebiasaan makan penderita, variasi bahan makan, kombinasi yang dapat diterima oleh penderita, persiapan dan penampilan makanan, dan cara-cara pelayanan. Pola menu sehari yang dianjurkan di Indonesia adalah gizi seimbang yang terdiri dari makanan sumber

4 zat tenaga, makanan sumber zat pembangun, dan makanan sumber zat pengatur (Subandriyo & Santoso 1995). Tujuan dari perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit. Siklus menu pada umumnya direncanakan pada waktu tertentu misalnya 10 sampai dengan 15 hari (Depkes RI 2003). Siklus menu satu sampai dua minggu cocok digunakan pada rumah sakit dengan masa rawat pasien sekitar dua sampai empat hari. Siklus menu selama tiga sampai empat minggu biasa digunakan pada masa rawat dalam jangka waktu yang lama (Gregoire & Spears 2007). Pemilihan Bahan Makanan Kejelian memilih bahan pangan adalah merupakan langkah awal untuk menentukan mutu akhir suatu hidangan. Pemilihan diusahakan bahan makanan yang masih segar secara alami (Astawan & Wahyuni 1988). Konsumsi supaya diutamakan pada makanan yang dapat mendukung penyembuhan penyakit dan menghindari makanan yang malah akan memperburuk kondisi penyakit (Wirakusumah 2001). Pengolahan Bahan Makanan Pengolahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi (Depkes RI 2003). Tujuan dari pemasakan terdiri atas meningkatkan nilai estetik bahan makanan dengan memaksimalkan kualitas (warna, tekstur, dan cita rasa), membunuh organisme berbahaya sehingga makanan yang akan dikonsumsi terjamin aman secara mikrobiologi, dan meningkatkan daya cerna serta mempertahankan nilai gizi (Payhe-Palacio & Theis 2009). Proses pemasakan terdiri dari enam macam, yaitu pemasakan dengan medium udara, pemasakan dengan medium air, pemasakan dengan menggunakan lemak, pemasakan langsung melalui dinding panci, pemasakan dengan kombinasi, dan pemasakan dengan elektromagnetik (Depkes RI 2003). Lansia yang kesulitan mengunyah sebaiknya dipilihkan makanan-makanan yang lunak dan mudah dikunyah, seperti buah-buahan, sari buah, daging giling, susu, ikan, telur, dan lain-lainnya. Beberapa alat dapat digunakan untuk membuat makanan menjadi lebih mudah dikunyah seperti alat pencacah daging, mixer, crusher, grinder, blender dan peralatan-peralatan lainnya perlu disediakan (Astawan & Wahyuni 1988).

5 Standar Porsi dan Pendistribusian Makanan Setelah mengalami proses pemasakan, makanan harus mengalami proses pemorsian dan penyaluran dari dapur ke ruang perawatan. Makanan diporsikan berdasarkan berat, ukuran, atau jumlah makanan. Standar porsi tidak hanya diperlukan untuk kontrol biaya, namun juga untuk menciptakan dan mempertahankan kepuasan konsumen (Payhe-Palacio & Theis 2009). Waktu pemorsian makanan khusus harus dilakukan bersamaan dengan makanan biasa sehingga penyajian pada satu ruangan dapat dilakukan secara serempak. Harus ada tanda khusus untuk plato dengan makanan biasa dan plato dengan makanan khusus (Subandriyo & Santoso 1995). Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani (makanan biasa atau makanan khusus). Tujuannya adalah pasien mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. Terdapat tiga sistem penyaluran makanan yang biasa dilaksanakan di rumah sakit, yaitu sistem yang dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi dan desentralisasi (Depkes RI 2003). Pendistribusian makanan secara sentralisasi dilaksanakan dengan ketentuan makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di tempat pengolahan makanan. Pendistribusian makanan secara desentralisasi yaitu makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang perawatan pasien dalam jumlah besar, untuk selanjutnya disajikan dalam alat makan masing-masing pasien sesuai dengan permintaan makanan. Pendistribusian makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat produksi (dapur), dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam wadah besar, pendistribusiannya dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan (Depkes RI 2003). Waktu khusus bagi pasien untuk makan harus ditetapkan jika terdapat cukup staf. Alat makan seperti sendok, garpu, pisau, barang tembikar, dan tatanan makanan mungkin dibutuhkan (Watson 2003). Kebutuhan Gizi pada Pasien Lansia Masing-masing lansia memiliki kebutuhan gizi yang unik sehingga saran diet seharusnya diberikan secara individu (Harris 2004). Faktor-faktor yang

6 terkait dengan kebutuhan gizi lansia terdiri dari aktivitas fisik, kemunduran biologis, pengobatan, serta depresi dan kondisi mental (Wirakusumah 2001). Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selain tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan berat ringannya penyakit (Almatsier 2005). Lansia yang sedang sakit akut dihitung kebutuhan energi dan zat gizinya berdasarkan peningkatan yang dibutuhkan untuk merespon keadaan hiperkatabolik yang disebabkan oleh stres penyakit (Arisman 2003). Menurut Depkes RI (2003), penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada pasien atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu, perlu juga memperhatikan kebutuhan untuk penggantian zat gizi, kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena kehilangan serta tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit. Energi Kebutuhan energi secara umum menurun seiring bertambahnya usia karena terjadinya perubahan komposisi tubuh, penurunan angka metabolisme basal, dan pengurangan aktivitas fisik. Kebutuhan energi seseorang dapat diketahui dengan menghitung kebutuhan energi sehari, atau menghitung persentase peningkatan dari kebutuhan energi untuk metabolisme basal (Frary & Johnson 2004). Berat badan ideal biasanya lebih sering digunakan dalam perhitungan kebutuhan energi daripada berat badan aktual karena perhitungan menggunakan berat badan aktual dapat menimbulkan kesalahan perhitungan kebutuhan pada kasus gizi kurang atau gizi lebih. Perhitungan menggunakan berat badan aktual untuk kasus salah gizi yang sangat ekstrim adalah sebuah pengecualian (Frary & Johnson 2004). Kebutuhan energi pada pasien gagal jantung kongestif tergantung pada berat badan aktual, pembatasan aktivitas, dan tingkat keparahan. Pasien gagal jantung parah yang kurang gizi kebutuhan energinya meningkat sebesar 30 50% di atas energi metabolisme basal, atau sebesar 35 kkal/kg BB (Krummel 2004). Asupan energi yang dianjurkan bagi pasien gagal ginjal kronik adalah sebesar kkal/kg BB/hari (Hartono 2006). Optimalisasi asupan energi adalah prinsip utama dalam terapi gizi dalam penyakit paru-paru. Keadaan overfeeding atau underfeeding seharusnya dicegah. Secara umum kebutuhan energi pada pasien penyakit paru-paru adalah sebesar 1,2 sampai 1,5 kali dari energi metabolisme basal (Heimburger &

7 Weinsler 1997). Faktor stres pada keadaan infeksi ringan hingga sedang ialah sebesar 1,2 1,4 (Hartono 2006). Secara praktis, perhitungan kebutuhan energi total dalam keadaan akut dapat menggunakan estimasi kebutuhan energi yaitu kkal/kg BB/hari (PDGKI 2008). Protein Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Salah satu fungsi khas protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006). Asupan protein sebanyak 1 sampai 1,25 g/kg berat badan umumnya aman bagi lansia. Kebutuhan protein meningkat sehubungan dengan adanya penyakit infeksi dan kronis. Stres fisik dan psikologis dapat merangsang keadaan keseimbangan nitrogen negatif. Infeksi, penurunan fungsi saluran pencernaan, dan perubahan metabolisme yang disebabkan karena penyakit kronis dapat mengurangi efisiensi penggunaan nitrogen dari makanan dan meningkatkan ekskresi nitrogen (Harris 2004). Menurut Adult Treatment Panel (ATP) III, konsumsi protein yang disarankan adalah 15% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Perencanaan makan bagi penyandang diabetes di Indonesia adalah hidangan dengan asupan protein sekitar 10 15% dari total kebutuhan energi (PERKENI 2002 dalam Hartono 2006). Asupan protein pada pasien paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah sebesar 15 20% dari total kebutuhan energi (Heimburger & Weinsler 1997). Dorfman (2004) menyatakan konsumsi protein sedang atau sebesar 15 20% dari total kebutuhan energi dianjurkan bagi penderita asam urat. Kebutuhan protein dalam situasi stres, seperti alcoholic hepatitis, sepsis, infeksi, perdarahan pada gastrointestinal, dan asites yang parah dapat diberikan minimal 1,5 g protein perkilogram berat badan perhari (Hasse & Matarese 2004). Asupan protein sehari untuk pasien gagal ginjal yang belum mengalami dialisis (predialisis) adalah 0,6 0,8 g/kg BB/hari (PDGKI 2008). Konsumsi diet tinggi protein sebesar 1,5 g/kg BB/hari dalam keadaan anemia digunakan dalam regenerasi sel darah dan menjaga fungsi hati (Stopler 2004). Karbohidrat Asupan karbohidrat diperlukan untuk mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Kontribusi karbohidrat terhadap kebutuhan energi total pada lansia secara umum adalah sekitar 45% sampai 65% (Harris 2004).

8 Selain jumlah, kebutuhan karbohidrat dalam keadaan sakit sering dinyatakan dalam bentuk karbohidrat yang dianjurkan. Contoh pada kasus diabetes melitus dan dislipidemia dengan trigliserida darah tinggi, tidak dianjurkan penggunaan gula sederhana (Almatsier 2005). Sumber karbohidrat kompleks supaya ditingkatkan, seperti sayuran, serealia, kacang-kacangan, serta buah-buahan yang mengandung serat, phytochemicals, vitamin, dan mineral (Harris 2004). Menurut ATP III, konsumsi karbohidrat yang disarankan adalah 50 60% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Persentase kontribusi karbohidrat terhadap pemenuhan kebutuhan energi total pada pasien penyakit paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah 50 60% (Heimburger & Weinsler 1997). Lemak Kontribusi lemak terhadap total kebutuhan energi yang disarankan adalah sebesar 25% sampai 35%, serta meningkatkan asupan lemak tak jenuh ganda dan tunggal, serta mengurangi asupan lemak jenuh (Harris 2004). Kebutuhan lemak dalam keadaan sakit bergantung jenis penyakit. Penyakit tertentu seperti dislipidemia membutuhkan modifikasi jenis lemak (Almatsier 2005). Pembatasan asupan lemak pada makanan bermanfaat dalam mengontrol berat badan dan pencegahan kanker. Pembatasan lemak sampai dengan kurang dari 20% total kebutuhan energi dapat mempengaruhi kualitas diet dan memberikan efek yang negatif dari segi cita rasa, rasa kenyang, dan asupan (Harris 2004). Menurut ATP III, konsumsi lemak yang disarankan adalah 25 35% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Asupan lemak pada penderita asam urat harus lebih sedikit, sedangkan asupan karbohidrat harus mengandung lebih banyak untuk membantu pengeluaran asam urat yang lebih mudah larut dalam urin yang alkalis (Hartono 2006). Perbandingan komposisi zat gizi makro dalam menyumbang kebutuhan energi pada penderita asam urat ialah 50 55% dari karbohidrat, dan lemak tidak lebih dari 30% (Dorfman 2004). Persentase kontribusi lemak terhadap pemenuhan kebutuhan energi total pada pasien penyakit paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah 20 30% (Heimburger & Weinsler 1997). Persentase pemenuhan kebutuhan energi total dalam diet rendah sisa adalah 10-25% dari lemak, dan 60-80% dipenuhi dari karbohidrat. Diet rendah

9 sisa diberikan kepada pasien diare berat, peradangan saluran cerna akut, serta pada pra dan pascabedah saluran cerna (Hartono 2005). Vitamin dan Mineral Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap saja berlangsung pada lansia. Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin dan mineral cenderung sama atau meningkat. Rendahnya status mineral pada lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan fisiologis, dan pengobatan (Harris 2004). Seiring berlangsungnya proses penuaan maka kepadatan zat gizi dalam makanan menjadi lebih diperhatikan. Makanan seseorang harus menyediakan cukup cairan, kalsium, serat, zat besi, protein, asam folat, dan vitamin A, B 12, dan C tanpa energi yang ekstra (Harris 2004). Vitamin A, C, dan E juga sebagai antioksidan yang dapat mengurangi kerusakan sel akibat radikal bebas (Wirakusumah 2001). Fungsi utama vitamin E adalah untuk mencegah oksidasi PUFA pada membran sel. Karena kurangnya data yang mendukung, American Heart Association (AHA) tidak merekomendasikan suplementasi vitamin E untuk mencegah penyakit kardiovaskuler. Suplementasi β-karoten juga tidak memberikan keuntungan pada pencegahan penyakit kardiovaskuler. Karena itu, suplementasi vitamin E dan β-karoten tidak disarankan, sedangkan konsumsi makanan yang kaya antioksidan disarankan (Krummel 2004). Kandungan vitamin C serum pada lansia lebih rendah daripada orang yang lebih muda. Dukungan melalui konsumsi pangan tinggi vitamin C lebih efektif dalam meningkatkan status vitamin C pada lansia (Harris 2004). Penyerapan zat besi dan pencegahan anemia gizi besi dapat dilaksanakan dengan meningkatkan asupan pangan sumber zat besi, vitamin C, daging, ikan, dan unggas setiap waktu makan, serta mencegah mengkonsumsi teh dan kopi dalam jumlah besar bersamaan dengan waktu makan (Stopler 2004). Saran asupan vitamin C pada pasien dengan nefrolitiasis yang berusia di atas 50 tahun adalah kurang dari 2 g perhari (Wilkens 2004). Defisiensi vitamin larut air seperti vitamin B1, B6, B12, dan asam folat berkaitan dengan penyakit alcoholic liver. Jika diduga terjadi defisiensi, suplementasi vitamin B1 dalam dosis besar (100 mg) diberikan selama batas waktu tertentu (Hasse & Matarese 2004). Defisiensi tiamin (B1) karena pemberian obat furosemid pertama kali terjadi pada tikus percobaan. Defisiensi

10 sedang vitamin B1 dapat terjadi pada pasien lansia di rumah sakit serta pada pasien gagal jantung kronik dengan terapi diuretik (Witte & Clark 2004). Eksresi vitamin B1 dilakukan melalui urin dalam bentuk utuh dan sebagian kecil dalam bentuk metabolit (Almatsier 2006). Kebanyakan kasus anemia terjadi karena defisiensi zat gizi yang dibutuhkan untuk sintesis eritrosit, seperti zat besi, vitamin B6, B12, C, dan asam folat (Stopler 2004). Lansia sering juga mengalami masalah dengan vitamin B 12, meskipun sudah mengkonsumsi dalam jumlah yang cukup. Vitamin B 12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif sehingga dapat berfungsi dalam memproduksi sel darah merah. Terganggunya penyerapan vitamin B 12 dapat menyebabkan pernicious anemia (Harris 2004). Lapisan lambung lansia mengalami penipisan, serta sekresi HCL dan pepsin berkurang. Hal itu mengakibatkan penyerapan vitamin B 12 dan zat besi menurun (Arisman 2003). Anemia yang terjadi pada lansia lebih terkait pada penyakit dan pengobatan, atau menurunnya kemampuan penyerapan akibat pengobatan (Harris 2004). Pengobatan pada penyakit TB dapat mengganggu metabolisme pyridoxine (vitamin B6) (Mueller 2004). Isoniazida (Asam Iso Nikotenat Hidroksida atau INH) yang dipakai untuk pengobatan penyakit paru-paru merupakan antagonis vitamin B6 karena membentuk kompleks dengan piridoksal fosfat yang tidak aktif (Almatsier 2006). Osteoporosis terjadi karena proses demineralisasi tulang. Penyebab proses ini ialah defisiensi kalsium karena asupan kurang dan penyerapan kalsium menurun, gangguan keseimbangan hormon seks akibat menopause, dan ketidakaktifan fisik (Arisman 2003). Lansia yang dibatasi atau dilarang makan daging dan ikan berisiko mengalami defisiensi seng karena rendahnya bioavailibilitas seng dari sumber pangan lainnya. Defisiensi seng berhubungan dengan gangguan fungsi imun, anoreksia, dysgeusia (kehilangan nafsu makan), dan lamanya proses penyembuhan (Harris 2004). Lansia yang tidak mengalami masalah dengan tekanan darah dan retensi cairan dapat mengkonsumsi natrium sekitar 2 4 g/hari, dan meningkatkan asupan kalium (Harris 2004). Penyakit-penyakit tertentu seperti sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, dekompensasio kordis, dan hipertensi esensial dapat menyebabkan gejala edema dan atau hipertensi. Dalam keadaan demikian asupan garam natrium perlu dibatasi (Almatsier 2005). Menurut Wirakusumah

11 (2001) makanan yang mengandung cukup tinggi kalium merupakan salah satu obat yang cukup manjur bagi penderita hipertensi. Kalium berfungsi untuk memelihara keseimbangan garam (Na) dan cairan serta membantu mengontrol tekanan darah yang normal. Asupan natrium dalam sehari disarankan bagi pasien dengan gangguan kardiovaskuler adalah kurang dari 2400 mg (6,4 g garam dapur) dan mempertahankan asupan kalium sekitar 90 mmol perhari (3510 mg), serta cukup konsumsi kalsium sesuai kebutuhan (NCEP 2002). Di Indonesia telah direkomendasikan angka kecukupan gizi untuk lansia sehat, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Angka kecukupan vitamin dan mineral pada lansia Zat Gizi Pria Wanita th 65 th th 65 th Vitamin A (RE) 600,0 600,0 500,0 500,0 Vitamin E (mg) 15,0 15,0 15,0 15,0 Vitamin B1 (mg) 1,2 1,0 1,0 1,0 Vitamin B6 (mg) 1,7 1,7 1,5 1,5 Vitamin B 12 (mcg) 2,4 2,4 2,4 2,4 Asam Folat (mcg) 400,0 400,0 400,0 400,0 Vitamin C (mg) 90,0 90,0 75,0 75,0 Kalsium (mg) 800,0 800,0 800,0 800,0 Besi (mg) 13,0 13,0 12,0 12,0 Seng (mg) 13,4 13,4 9,8 9,8 Sumber: WNPG VIII dalam LIPI (2004) Kebutuhan vitamin dan mineral pada orang sakit juga dapat diambil dari AKG yang dianjurkan. Vitamin dan mineral perlu ditambahkan dalam bentuk suplemen untuk menjamin kebutuhan dalam keadaan tertentu (Almatsier 2005). Status Gizi Lansia Status gizi seseorang merupakan refleksi dari mutu makanan yang dimakan sehari-hari (Astawan & Wahyuni 1988). Lansia seperti tahapan-tahapan usia lainnya dapat mengalami baik keadaan gizi lebih maupun gizi kurang (Darmojo & Martono 2006). Status gizi lansia dapat dinilai dengan cara-cara yang baku bagi berbagai tahapan umur yakni penilaian secara langsung dan tidak langsung. Jellife (1966) dalam Gibson (2005) menerangkan bahwa penilaian secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Antropometri merupakan salah satu macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa et al. 2001).

12 Laporan WHO tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa et al. 2001). Klasifikasi IMT berdasarkan WHO untuk populasi Asia ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Cut off point IMT untuk populasi Asia menurut WHO tahun 2004 Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) BB kurang (underweight) < 18,5 Severe underweight < 16,0 Moderate underweight 16,0 16,9 Mild underweight 17,0 18,49 Normal 18,5 24,9 BB Lebih (overweight) 25 Pra-obes 25 29,9 Obes 30 Obes I 30 34,9 Obes II 35 39,9 Obes III 40 ` Sumber: PDGKI (2008).

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan di Instalasi Gizi dan Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi

Lebih terperinci

KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA STATUS GIZI PASIEN LANSIA DI RUANG GAYATRI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR.

KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA STATUS GIZI PASIEN LANSIA DI RUANG GAYATRI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR. KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA STATUS GIZI PASIEN LANSIA DI RUANG GAYATRI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Arina Manasik DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Syarat makanan untuk bayi dan anak :

Syarat makanan untuk bayi dan anak : DIET ORANG SEHAT GOLONGAN ORANG SEHAT 1. BAYI DAN ANAK v masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat v ASI merupakan makanan ideal bagi bayi v Usia > 4 bulan perlu makanan tambahan v Perlu pengaturan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Nutrition in Elderly

Nutrition in Elderly Nutrition in Elderly Hub gizi dg usia lanjut Berperan besar dalam longevity dan proses penuaan Percobaan pada tikus: restriksi diet memperpanjang usia hidup Menurunkan peny kronis Peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan nasional di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial antara lain meningkatnya angka rata-rata usia harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan. kehilangan massa otot tubuh sekitar 2 3% perdekade.

BAB I PENDAHULUAN. bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan. kehilangan massa otot tubuh sekitar 2 3% perdekade. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan kehilangan massa otot tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids Asuhan gizi merupakan komponen penting dalam perawatan individu yang terinfeksi HIV. Mereka akan mengalami penurunuan berat badan dan hal ini berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM. 1 PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS Susilowati, SKM, MKM. 2 Masih ingat pebasket internasional Earvin Johnson? Pemain NBA tersohor itu membuat berita mengejutkan dalam karier bermain basketnya. Bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bedasarkan hasil data riskesdas tahun 2010, rata-rata kecukupan konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

KOMPOSISI TUBUH LANSIA I. PENDAHULUAN II.

KOMPOSISI TUBUH LANSIA I. PENDAHULUAN II. KOMPOSISI TUBUH LANSIA I. PENDAHULUAN Lansia merupakan salah satu bagian dari siklus hidup manusia yang menjadi tahap akhir dari kehidupan. Pada lansia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta NUTRISI PADA ANAK Pemenuhan kebutuhan nutrisi anak Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

Munro, dkk (1987), older elderly: tahun -.85 tahun M. Alwi Dahlan : -. > 60 tahun Gerontologi ilmu yang mempelajari tetang proses penuaan.

Munro, dkk (1987), older elderly: tahun -.85 tahun M. Alwi Dahlan : -. > 60 tahun Gerontologi ilmu yang mempelajari tetang proses penuaan. Gizi Manula Batasan: Usia 65 tahun > Menurut WHO: -.Usia pertengahan ( Middle Age) 45-59 th -.Lanjut usia (Ederly) 60-74 th -.Lanjut Usia Tua (Old) 75 90 th -.Usia sangat tua (Very Oil) > 90 th Durmin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan ukuran tekanan yang digunakan oleh aliran darah melalui arteri berdasarkan dua hal yaitu ketika jantung berkontraksi dan ketika jantung beristirahat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit P e n g e r t i a n D i e t DASAR DIETETIK M u s l i m, M P H l m u D i e t I Cabang ilmu gizi yang mengatur pemberian makan pada kelompok/perorangan dalam keadaan sehat/sakit dengan memperhatikan syarat

Lebih terperinci

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK Oleh : Titian Rahmad S. H0506010 JURUSAN/PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 MINERAL Mineral merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 ) METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu yang tidak berkelanjutan. Penelitian

Lebih terperinci

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan pustaka Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai Aplikasi Informasi Diet Berdasarkan Golongan Darah, aplikasi ini dirancang untuk dapat membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diet Pasca-Bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

Diet Diabetes Mellitus

Diet Diabetes Mellitus Diet Diabetes Mellitus Pemberian diet Diabetes Melitus (DM) bertujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya agar pasien mencapai keadaan faali normal dan dapat melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan suatu proses yang pasti dialami oleh setiap manusia. Banyak faktor yang berperan dalam proses penuaan. Salah satunya adalah obesitas. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I EPIDEMIOLOGI WHO DEGENERATIF Puluhan juta ORANG DEATH DEFINISI Penyakit degeneratif penyakit yg timbul akibat kemunduran fungsi sel Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengetahuan diet dan perilaku membaca informasi nilai gizi makanan kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat pangan adalah makanan berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak terdapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan tidak diserap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

Pedoman umum mengacu pada prinsip gizi seimbang: tumpeng gizi seimbang (TGS) Gizi seimbang bertujuan mencegah permasalahan gizi ganda Bentuk pedoman

Pedoman umum mengacu pada prinsip gizi seimbang: tumpeng gizi seimbang (TGS) Gizi seimbang bertujuan mencegah permasalahan gizi ganda Bentuk pedoman Siti Sulastri SST TERAPI? Sama dengan Pengobatan : Remediasi masalah kesehatan. Suatu cara / proses kegiatan yang berkaitan untuk menanggulangi masalah kesehatan tubuh Terapi Gizi : usaha untuk memulihkan

Lebih terperinci

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami? Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami? Bicara tentang diabetes pasti juga perlu membicarakan mengenai diet makanan bagi penderita diabetes. Diet makanan bagi penderita diabetes dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan Kehamilan pada ibu akan terjadi apabila terjadi pembuahan yaitu bertemunya sel telur (ovum) dan spermatozoa. Yang secara normal akan terjadi di tuba uterina. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gizi a. Definisi Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut cara pengucapan Mesir, ghidza dibaca ghizi. Gizi adalah segala

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit Hiperurisemia 1. Pengertian Penyakit Hiperurisemia Penyakit hiperurisemian adalah jenis rematik yang sangat menyakitkan yang disebabkan oleh penumpukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 No. Responden : Kelas : Diisi oleh peneliti Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP: Gizi Lansia/Manula

GIZI DAUR HIDUP: Gizi Lansia/Manula GIZI DAUR HIDUP: Gizi Lansia/Manula By Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail: suyatnofkmundip@gmail.com Blog: suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp Telp: : 08122815730 / 024-70251915 Usia Lanjut/Lanjut Usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Dislipidemia 1. Definisi Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN JENIS MAKANAN. Rizqie Auliana

PENGERTIAN DAN JENIS MAKANAN. Rizqie Auliana PENGERTIAN DAN JENIS MAKANAN Rizqie Auliana rizqie_auliana@uny.ac.id Pedoman diet Tujuan pedoman adl memelihara status gizi yang baik. Pedoman ada 2, yaitu: pedoman umum dan pedoman rumah sakit. Pedoman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu bagian dari rongga mulut yang digunakan untuk pengunyahan. Jumlah gigi geligi sangat menentukan efektifitas pengunyahan dan penelanan yang merupakan langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan normal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS. 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS. 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang 1.1.Berat Badan Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh.

Lebih terperinci

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola makan vegetarian telah menjadi pola makan yang mulai banyak menjadi pilihan masyarakat saat ini. Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengkonsumsi produk yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Panti Werdha Lanjut Usia

TINJAUAN PUSTAKA Panti Werdha Lanjut Usia 5 TINJAUAN PUSTAKA Panti Werdha Menurut Departemen Sosial RI (1994) diacu dalam Nurlaela (2006) bahwa panti werda merupakan bentuk pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan. secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan. secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan kehilangan massa otot tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk lanjut usia pria lebih rendah dibanding wanita. Terlihat dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi dan proyeksi

Lebih terperinci

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani

Nutrisi Berbasis Tumbuhan. Pola makan sehat tanpa produk hewani Nutrisi Berbasis Tumbuhan Pola makan sehat tanpa produk hewani 1 PERKENALAN LATAR BELAKANG Semakin banyak orang yang memilih untuk mengurangi pemakaian produk- produk hewani dengan alasan yang beragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci