Bab V Konsep Perancangan Kawasan TOD Dukuh Atas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Konsep Perancangan Kawasan TOD Dukuh Atas"

Transkripsi

1 Bab V Konsep Perancangan Kawasan TOD Dukuh Atas Melalui Hasil Analisis dirumuskan konsep perancangan bagi kawasan transit intermoda Dukuh Atas sebagai berikut V.1 Visi dan Misi Pengembangan Kawasan Dukuh Atas V.1.1 Visi Pengembangan Kawasan Dukuh Atas Pengembangan kawasan Dukuh Atas memiliki visi sebagai berikut: Pengembangan Menciptakan Perancangan Distrik Transit yang Terintegrasi dan Menawarkan Keramahan serta Pengalaman Unik dalam Berkegiatan dan Mengenal Jakarta 1 Visi ini kemudian disederhanakan dalam bentuk slogan pemasaran (marketing slogan) sebagai berikut : Hospiltality of Jakarta Transit City Dengan visi tersebut, Kawasan Dukuh Atas diarahkan untuk menjadi kawasan pusat kota yang memiliki kekhasan sebagai area transit sekaligus mewakili keunikan Jakarta. Dengan demikian setiap orang yang datang ke kawasan ini, baik penduduk asli Jakarta, penduduk komuter, wisatawan bisnis, maupun wisatawan mancanegara merasakan keberadaannya di pusat kota Jakarta. Gambar V.1. Hospitality of Jakarta Transit City. Sumber: gettyimages.com 1 Hasil adaptasi dari Visi Perencanaan Kawasan Dukuh Atas_ Mendorong terjadinya integrasi fungsi kawasan Dukuh Atas dan sekitarnya, khususnya dalam hal mengintegrasikan layanan antar moda sehingga dapat mendukung pengembangan kawasan ekonomi prospektif Thamrin- Sudirman (Bapeko Jakarta Pusat, 2006)_dengan konsep perencanaan kompetensi utama dan keunikan kawasan. 98

2 V.1.2 Misi Pengembangan Kawasan Dukuh Atas Untuk mencapai visi diatas maka dirumuskan misi pengembangan kawasan Dukuh Atas sebagai berikut: (1) Menciptakan kawasan transit yang aktif dan akomodatif bagi berbagai kegiatan. Misi ini dimaksudkan agar kawasan Dukuh Atas dapat berkembang optimal bagi berbagai jenis kegiatan dengan adanya sinergi dengan fungsi transit secara efektif dan efisien. Pada kerangka ini peluang-peluang yang dimunculkan oleh fungsi transit akan membawa kekhasan bagi pengembangan kawasan. (2) Menciptakan identitas dan Sense of Place yang kuat bagi kawasan Sebuah kawasan akan memiliki arti saat identitasnya dikenal dan memiliki kesan yang kuat sebagai sebuah place. Tanpa memunculkan identitasnya, Kawasan Dukuh Atas dengan predikatnya sebagai kawasan transit hanya akan menjadi sebuah tempat peralihan (transit). Dengan demikian Kawasan ini harus memunculkan identitasnya sebagai kawasan pusat dati jantung kota Jakarta. V.1.3 Tujuan dan Sasaran Visi dan misi pengembangan kawasan Dukuh Atas ini harus dijabarkan menjadi seperangkat tujuan dan sasaran sehingga dapat dirinci menjadi kriteria, dan indikator yang dituangkan dalam sebuah rancangan (lihat Tabel V.1.1). Dalam menjalankan misi Menciptakan Kawasan Transit yang Aktif dan Akomodatif bagi Berbagai Kegiatan, perlu dicapai tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Menciptakan kawasan TOD yang bersinergi dengan fungsi transit. Untuk itu, kawasan TOD Dukuh Atas harus dapat mendukung kegiatan transit dengan standar perencanaannya, serta mengatasi permasalahan tersebarnya titik transit dalam sebuah integrasi. Selain itu, sebuah pergerakan adalah sebuah fungsi aktifitas yang melibatkan interaksi abstrak dari manusia. Oleh karena itu fungsi mixed use dalam sebuah fasilitas transit dapat menjadi respon terhadap 99

3 interaksi ini. Sehingga sasaran-sasaran yang perlu dijadikan fokus pengembangan antara lain adalah: a. menciptakan fasilitas transit intermoda yang terintegrasi b. Memaksimalkan potensi konfigurasi land use pada mixed use akibat fungsi transit c. Menata elemen sirkulasi dalam kawasan yang akomodatif bagi kegiatan transit (2) mendukung vitalitas dan kekuatan pusat pertumbuhan. Untuk mencapai tujuan ini, maka pengembangan aruslah berfokus untuk mempromosikan kegiatan berbasis perhotelan, bisnis, dan kreatifitas budaya secara berkelanjutan. Sedangkan dalam menjalankan misi Menciptakan Identitas dan Sense of Place yang Kuat bagi Kawasan, Pengembangan Kawasan Dukuh Atas perlu dititik beratkan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut: (1) Menciptakan kawasan yang kontekstual terhadap daerah tepi air Kali Malang dan Kali Krukut serta kawasan konservasi Menteng. Untuk mencapai tujuan ini perlu dirumuskan beberapa sasaran yang menjadi fokus dari pengembangan, yakni: a. menciptakan kawasan yang melindungi dan mengapresiasi sumber ruang hijau dan konservasi air b. menciptakan kawasan yang ramah terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya (2) Menciptakan kawasan dengan identitas Jakarta. Untuk mencapai tujuan ini perlu dirumuskan beberapa sasaran yang menjadi fokus dari pengembangan: a. menciptakan bagian kawasan dengan kekhasan fisik Jakarta b. menampung aktifitas dan kreatifitas yang berbasis budaya khas Jakarta Sasaran-sasaran tersebut dapat dirumuskan menjadi kriteria-kriteria perancangan sesuai dengan kriteria perancangan TOD berdasarkan optimalisasi sirkulasi (Tabel II.8) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel V.1 100

4 Tabel V.1 Penurunan Visi dan Misi menjadi Indikator Misi Tujuan Sasaran Aspek Prinsip Indikator Menciptakan kawasan transit yang aktif dan akomodatif bagi berbagai kegiatan Menciptakan kawasan TOD yang bersinergi dengan fungsi transit Memaksimalkan potensi konfigurasi land use pada mixed use akibat fungsi transit densitas Densitas urban TOD antara land use komersial: hunian: publik maksimal = 70:20:10 Jenis land use Mempromosikan aktifitas pagi hingga malam hari dan meningkatkan keamanan lokasi menempatkan fungsi komersial, permukiman, pekerjaan, dan fungsi umum dalam jangkauan berjalan kaki dari fungsi transit Melibatkan orientasi kegiatan berjalan kaki pada daerah komersial, area sekunder, dan area publik lainnya pada jarak10 menit berjalan kaki Kepadatan hunian pada Urban TOD sebaiknya minimal 12 unit/acre (30 unit/ha) dan rata-rata 15 unit/acre (37,5 unit/ha) yang harus dihubungkan dengan peraturan setempat mixed use pada setiap area pengembangan dengan jenis fungsi berdasarkan analisis pasar dan analisis tapak Pusat area komersial berada pada Jangkauan 5 menit berjalan kaki ( 380 m) Fungsi fublik berada pada jangkauan 5 menit berjalan kaki (380 m) Area permukiman berada pada jangkauan 10 menit berjalan kaki. (760 m) Area sekunder berada pada jangkauan Jangkauan lebih dari 10 menit berjalan kaki Bangunan institusional dan bangunan komunitas lingkungan harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat berdekatan dengan perhentian transit. Konfigura-si Mengintegrasikan peruntukan yang secara mutual berkesesuaian dan mendukung satu sama lain konfigurasi land use sesuai dengan kompetensi kawasan yang ditentukan dan potensi yang telah ada berdasarkan analisis pasar, tapak dan taksonomi intermoda luasan Luas masing-masing peruntukan mendukung fungsi transit ukuran area transit sebagai pusat area komersial paling sedikit 10 % dari total daerah perancangan modul TOD yang ada. Harus memiliki minimal sqft (926 m2) area retail yang berbatasan dengan daerah perhentian transit. menciptakan fasilitas transit intermoda yang Lokasi Transit Lokasi jalur transit harus ditentukan secara terintegrasi dengan kepadatan lokasi dan kualitas pengembangan suatu kawasan Lokasi titik transit menjadi pusat dari area komersial dekat dengan ruang terbuka publik terintegrasi 101

5 Menata elemen sirkulasi dalam kawasan yang akomodatif bagi kegiatan transit Titik transit Menyediakan, menyambungkan titik transit dan memisahkan jalur dari moda-moda transportasi yang berbeda. Meminimalkan adanya konflik pada area crossing Pemisahan jalur moda yang berbeda dengan memanfaatkan level ground underground dan upperground Penggabungan titik transitnya dengan bangunan atau jalur pejalan kaki Jalur kendaraan berupa drop off. bangunan parkir dan basement Adanya jalur sepeda yang terpadu dengan keseluruhan desain TOD. parkir Memudahkan pencapaian Mendukung fungsi transit Penempatan garasi dan tempat parkir diintegrasikan dalam bentuk Parkir di sisi jalan (sejajar) sekitar 7 8 feet (2,1 2,4 m) dan diterapkan di berbagai tipe jalan, kecuali jalan arteri, bangunan/ parkir, ataupun penggunaan bangunan parkir. Penyediaan parkir bagi sepeda Mengurangi kebutuhan parkir kendaraan dari standar Konfigurasi jalan dibutuhkan akses langsung yang menghubungkan komunitas setempat bagi kendaran dalam jarak tercepat dan termudah. Konfigurasi jalur kendaraan dan pejalan kaki pada area komersial pusat seimbang Adanya pemisahan jalur tiap moda transportasi dengan elemen penghubung yang tercepat dan termudah Trotoar bersisian dengan jalur kendaraan. Gang kecil sebagai alternatif penghubung permukiman dengan fungsi komersial atau antar permukiman Orientasi jalan Aksesibilitas berupa pengaturan jalur-jalur penghubung menuju dan dari area transit jelas dan mudah adanya orientasi jelas ke arah titik-titik transit melalui vista dan sistem wayfinding Tingkat pelayanan jalan Adanya distribusi pergerakan yang baik Los jalan maksimal C sesuai dengan hirarki jalan dan bangkitan fungsi. tidak menimbulkan kemacetan Kecepatan kendaraan Kecepatam lalu lintas menciptakan skala pejalan kaki yang nyaman Batas kecepatan jalan-jalan bagian dalam kawasan rencana diperlambat yakni 15 miles/hour (24 km/jam) Ukuran jalan Ukuran, bentuk, dan lebar menciptakan skala pejalan kaki yang nyaman Lebar harus dikurangi menjadi lebar lintasan bersih 8-10 feet (2,42-3,03 m) dan lebar jalan 7,27 7,88 m sesuai hirarki jalan Visual jalan Adanya kualitas visual yang baik Pembentukan arah jalan terhadap alam dan bangunan yang membentuk 102

6 Penera-ngan jalan Tipe pengguna jalur pejalan kaki Keterhubu ngan jalur pejalan kaki Orientasi pejalan kaki Penerangan jalur pejalan kaki Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki Kecepatan pejalan kaki vista yang baik, khususnya pada area stasiun. Perlunya penerangan tidak hanya pada jalur kendaraan namun juga gang dan jalur Perlunya penerangan yang cukup berada pada jarak meter pejalan kaki Memperhitungkan berbagai skenario pergerakan bagi berbagai pengguna dan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan Trotoar harus menyediakan jalur sepeda dan difabel sesuai standar pada lokasi-lokasi yang sesuai Jalur-jalur pejalan kaki menerus dan saling berhubungan dengan jarak tercepat dan termudah. Ada akses penghubung antar bangunan atau jalan setapak / gang. ini dibutuhkan terutama antar bangunan hunian dan area komersial. Penggunaan zebracross, jenis perkerasan yang berbeda, jembatan, skybridge/skywalk untuk menandakan jalur pejalan kaki yang menghubungkan titik transit Desain persimpangan harus mengakomodasi integrasi antara jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan Daerah drop off dari moda transportasi tidak mengganggu pejalan kaki adanya orientasi jelas Adanya pembentukan vista dan sistem wayfinding. pola sirkulasi dapat terbaca, berhirarki, dan sesuai kebutuhan fungsi yang dikaitkannya menciptakan skala pejalan kaki yang nyaman. Semua ini tanpa mengurangi aspek Adanya penerangan pada setiap jarak m keamanan pejalan kaki, parkir sisi jalan (onstreet parking) dan jalur sepeda. Adanya distribusi pergerakan yang baik, menekankan kenyamanan berjalan kaki dengan daya dukung yang sesuai area transit Konfigurasinya seimbang antara jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan. Tingkat pelayanan jalar pejalan kaki pada area transit pfm (LOS C), publik dan komersial (LOS D) serta hunian (maksimal LOS jalur pejalan kaki C) memudahkan aksesibilitas transit- fungsi dan transit-transit dalam jarak ternyaman, termudah & tercepat Jalur pejalan kaki penghubung titik transit dalam jangkauan 5 menit menggunakan kombinasi taksonomi vertikal dan horizontal. Penggunaan escalator, ramp, skywalk/pedestrian bridge, dan underground tunnel secara proporsional 103

7 Menciptakan identitas dan Sense of Place yang kuat bagi mendukung vitalitas dan kekuatan pusat pertumbuhan ekonomi Menciptakan kawasan yang kontekstual terhadap daerah tepi air Kali Mempromosikan kegiatan berbasis perhotelan, bisnis, dan kreatifitas budaya menciptakan kawasan yang melindungi dan mengapresia-si sumber ruang Lebar jalur pejalan kaki Lebar jalur pejalan kaki harus memberi kenyamanan, kemudahan dilihat dan dicapai Jalur pejalan kaki didesain sepanjang sisi jalan menerus (tanpa terputus), dengan lebar 5 feet (1,5 m). Lebar ini akan bertambah pada daerah komersial. Keselamatan pejalan kaki Pejalan kaki terlindung dari kecelakaan kendaraan bermotor Menyediakan dan memisahkan jalur pejalan kaki, sepeda, dan moda-moda kendaraan yang berbeda. Meminimalkan adanya konflik pada area crossing dengan jembatan penyeberangan Penggunaan bollard. visual Adanya akses visual yang baik Pembentukan vista terhadap alam dan bangunan yang menarik khususnya pada area stasiun Aktifitas Adanya aktifitas yang menjamin keamanan pejalan kaki selama 24 jam Memberikan wadah interaksi sosial dan kegiatan 24 jam khusunya pada area transit melalui penempatan fungsi dan kegiatan 24 jam pada bagian-bagian kawasan Akses visual pejalan kaki mudah dilihat dari jalan Bersisian dengan jalan mobil, sehingga terlihat langsung dari jalan raya. Magnet aktifitas Magnet aktifitas dari perhotelan, binis dan kreatifitas dapat dikenal dengan jelas dari titik-titik transit. Magnet aktifitas dari perhotelan, binis dan kreatifitas berada pada titik terdekat dari titik transit dan terjauh dari titik transit dan magnet aktifitas lain Desain ruang luar Plaza dan taman umum harus didesain untuk penggunaan ruang publik aktif dan pasif Menempatkan aktifitas tematik pada ruang-ruang luar secara rutin maupun berkala Adanya elemen-elemen lansekap yang mendukung terjadinya aktifitas, seperti amphiteater, public art, panggung, bangku gerobak dan sebagainya Aktifitas Memberikan wadah interaksi sosial dan kegiatan 24 jam bagi pelaku pergerakan penempatan fungsi komersial 24 jam di level ground atau perencanaan kegiatan 24 jam Sumber ruang terbuka dikonservasi sebagai aset ruang terbuka dan Difungsikan sebagai ruang terbuka aktif maupun pasif dilibatkan dalam perencanaan lingkungan Aliran air Penanganan air, limbah dan reklamasi air mencegah banjir, polusi,& eksternalitas negatif lainnya penggunaan system penanganan air limbah di tempat dengan pengolahan system biologis alami (Reclaimed water) harus dapat dipakai irigasi setempat 104

8 kawasan Malang dan Kali Krukut hijau dan konservasi air serta kawasan konservasi Menteng menciptakan kawasan yang ramah terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya Mencipta-kan menampung kawasan dengan aktifitas dan kreatifitas yang identitas Jakarta berbasis budaya khas Jakarta menciptakan bagian kawasan dengan kekhasan fisik Sumber: hasil hasil analisa Jakarta Peneduh jalur pejalan kaki ternaungi dan sejuk dan sesuai dengan kebutuhan pergerakan. parkir Disarankan parkir dalam bangunan parkir atau basement Intensitas Intensitas mendukung fungsi transit dengan tetap memperhatikan skyline yang baik terhadap kawasan cagar budaya menteng dan tepi air Kali Malang dan Kali Krukut. Intensitas retail dan perkantoran diterapkan dengan tepat untuk mendapatkan lahan optimal aktifitas Aktifitas tradisional dan semi tradisional baik rutin maupun insidental dilibatkan pada bangunan dan jalur pejalan kaki pada koridor tertentu dan pada ruang-ruang hijau aktif Facade bangunan Bangunanan mempunyai facade yang mencerminkan Jakarta yang tradisional dan Jakarta yang modern 105 Pepohonan ditanam dengan jarak maksimal 30 feet (9 m), sekaligus menjadi pengarah bagi pejalan kaki. Perhentian transit dilengkapi dengan area tunggu dan nyaman dan terlindung dari cuaca. Menempatkan basement pada area yang jauh dari aliran air Jumlah lantai di area komersial boleh melewati FAR standar akibat penambahan intensitas dan dengan penambahan lantai untuk fungsi rumah susun. Intensitas retail dan perkantoran di sekitar jalan blora dan kendal dapat menggunakan TDR dan khusus retail tidak boleh dikurangi. Disesuaikan aturan KLB rata-rata ditambah penambahan intensitas Skyline ke arah kawasan menteng dan Kali Malang dan Krukut menurun dengan seimbang Adanya ruang-ruang yang mengakomodasi aktifitas tradisional dan semi tradisional pada bangunan dan jalur pejalan kaki dan pada ruang-ruang hijau aktif yang dikonsepkan bagi aktifitas tersebut Penggunaan ornamen betawi pada bangunan sepanjang koridor yang ditujukan bagi kegiatan budaya. Penggunaan langgam arsitektur modern pada bangunan sepanjang koridor yang ditujukan bagi kegiatan bisnis

9 V.2 Konsep Besar dan Strategi Pengembangan Dalam mencapai tujuan, sasaran sesuai dengan prinsip dan indikator-indikator yang telah dirumuskan perlu direncanakan sebuah konsep besar yang menjadi strategi perancangan yakni interlocking antara kawasan pengembangan dengan fasilitas transit. Dalam konsep ini kawasan pengembangan diumpamakan sebagai sebuah lubang kunci dan fasilitas transit diumpamakan sebagai kuncinya. Keduanya memiliki hubungan spesifik yang hanya dapat berkesesuaian dengan satu sama lain. Perancangan TOD akan optimal dalam aspek sirkulasi, memiliki karakter berorientasi pejalan kaki, mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan memperhitungkan pergerakan transit serta pergerakan alami kawasan untuk meningkatkan intensitas kawasan dan mensinergikannya dengan land use. Bentuk hubungan dapat dilustrasikan dalam tahapan sebagai berikut: (1) adanya transit intermoda yang melibatkan moda-moda transportasi massal pada satu kawasan yang berjangkauan 5 menit berjalan kaki akan menjadi salah satu aspek yang memprovokasi perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum. (2) dengan asumsi hal tersebut dapat tercapai sesuai studi yang telah dilakukan, akan terjadi penurunan volume kendaraan bermotor pada jalan yang secara langsung akan menaikkan tingkat pelayanan (level of service) jalan dan mengurangi kebutuhan parkir (3) hal tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan intensitas pengembangan kawasan (4) kenaikan intensitas pengembangan juga akan menaikkan besarnya bangkitan kawasan (trip attraction) yang jika desesuaikan dengan analisis pasar yang benar dapat diasumsikan merepresentasikan anemo pasar terhadap kawasan. (5) bangkitan kawasan_bagi pengguna kendaraan pribadi, pengguna transit yang berdestinasi ke kawasan ataupun yang hanya akan berkegiatan transit_akan meningkatkan vitalitas bagian-bagian kawasan bagi kegiatan komersial, bisnis dan budaya khususnya pada jalur pejalan kaki dan bangunan. (6) terpencarnya titik-titik transit dapat menjadi kondisi yang mengaktifkan pergerakan tersebut pada seluruh bagian kawasan khususnya pada jalur pejalan kaki dan bangunan 106

10 (7) jalur pejalan kaki dan bangunan menjadi aktif dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan komersial (8) dengan demikian jalur pejalan kaki harus cukup lebar untuk mengakomodasi pergerakan dan ativitas tersebut serta tetap harus dapat memenuhi syarat kegiatan transit yakni memiliki jangkauan 5 menit ke titik transit lainnya. (9) persayaratan ini dapat merubah struktur jalur pejalan kaki yang umumnya berada pada level ground menjadi berada pada level lantai tertentu pada bangunan (10) hal tersebut akan memodifikasi land use level tertentu pada bangunan tersebut menjadi peruntukan komersial yang akan mengaktifkan level tersebut (11) kawasan akan memiliki banyak elemen tembusan yang meningkatkan aksesibilitas bagian-bagian kawasan. Dengan demikian pengguna dapat berlalu lalang ke berbagai bagian kawasan dan memperoleh kesempatan menikmati Sense of Place kawasan yang telah diciptakan oleh aktifitas dan desain Melalui hubungan tersebut keaktifan kawasan akan meningkat bersama dengan sinergisnya hubungan timbal balik antara land use dan transit. Dengan demikian kawasan pengembangan dan fasilitas transit benar-benar berperan sebagai sebuah Transit Oriented Development yang mensinergikan pengembangan kawasan dengan kegiatan transit. Konsep di atas dapat dilakukan melalui beberapa rekayasa yakni: (1) melalui rekayasa elemen sirkulasi, dengan cara: a. menentukan elemen sirkulasi yang sesuai bagi jarak antar titik transit, agar antar satu sama lain dapat dicapai dalam waktu maksimal 5 menit. b. menentukan lebar jalur pejalan kaki yang optimal sesuai bagi pergerakan transit yakni dengan tingkat pelayanan (level of service/los) C. c. menentukan taksonomi transit intermoda yang mempersingkat waktu perjalanan. 107

11 (2) Melalui rekayasa land use tidak hanya secara horizontal, tapi juga secara vertikal. Dalam rekayasa ini land use yang berbeda dapat saling mengintervensi sesuai dengan vitalitas level vertikal land use tersebut. Selain itu, elemen sirkulasi dapat mempengaruhi intervensi land use maupun sebaliknya. V.2.1 Konsep Struktural Terlebih dahulu dahulu titik-titik transit dan magnet-magnet aktifitas ditempatkan sebagai dasar penerapan konsep interlock (lihat Gambar V.2). Gambar V.2. Penempatan Magnet Aktifitas dan Titik Transit. Sumber: hasil hasil analisa Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam analisis tapak, maka dirumuskan rencana secara struktural sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar V.3. Kawasan dibagi menjadi 4 area magnet aktifitas (area komersial pusat) pada ujung-ujung area transit yang saling berjauhan untuk membangkitkan pergerakan dan keaktifan pada seluruh bagian kawasan secara merata. Daerah di sekitar keempat magnet aktifitas pun dikembangkan sesuai tema magnet aktifitas, yakni pusat komersial 108

12 transit, pusat budaya, pusat bisnis, dan pusat ikan hias. Magnet-magnet ini diperuntukkan bagi fungsi-fungsi yang menjadi anchor point, seperti swalayan skala besar, toko buku, pasar kerajinan, pasar ikan serta pusat konvensi. Peruntukan lahan lainnya adalah konfigurasi area mixed use antara komersial, perkantoran, dan hunian sebagai pengikat antara magnet-magnet aktifitas. Gambar V.3 Rencana Struktural. Sumber: hasil hasil analisa V.2.2 Konsep Land Use Dalam perencanaan land use terdapat beberapa indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (lihat Tabel V.1) sebagai tolak ukur. Dengan tolak ukur tersebut, perletakan land use pun disesuaikan dengan kriteria bagi masing-masing jenis land usenya (lihat Gambar V.4). Magnet aktifitas (core area) keseluruhannya berada pada jangakauan 5 menit berjalan kaki dari titik-titik transit terdekat. Area hunian (area permukiman) diletakkan pada bagian pusat kawasan dimana tidak terdapat kebisingan. Area ini dapat dicapai dengan jarak perjalanan 7 menit dari titik transit terjauh yakni halte busway dukuh atas. Daerah aliran air yang berada pada perifer kawasan dimanfaatkan sebagai daerah sekunder (area sekunder) yang mendapatkan perlindungan ekologis dan dapat 109

13 dicapai dengan mudah dari titik-titik transit karena letaknya yang berbatasan langsung dengan titik-titik transit tersebut. Gambar V.4 Perletakan Land Use. Sumber: hasil hasil analisa Selain itu disebutkan bahwa konfigurasi land use perlu meninjau analisis pasar, tapak, serta taksonomi intermoda. Mixed use pada setiap area pembangunan pun perlu disesuaikan dengan jenis fungsi berdasarkan analisis pasar dan analisis tapak. Dengan demikian konfigurasi land use diatas perlu dimodifikasi berdasarkan analisis taksonomi intermoda dan analisis pasar. Analisis taksonomi intermoda berkesimpulan bahwa dari level underground 2 hingga level lantai 3 pada area fungsi publik dan sebagian area komersial dapat menjadi sebuah taksonomi vertical separation bagi terminal monoraíl, waterway, MRT, kereta api, dan x- trans dengan pergerakan yang aktif. Dengan demikian 5 level ini memiliki potensi menjadi penghubung berupa jalur sirkulasi yang aktif dan fungsi komersial. Begitu pula jalur yang menghubungkan area tersebut dengan halte tosari, halte sudiman, dan halte latuharhari pada 3 level underground, ground, dan lantai satu. Untuk memanfaatkan potensi tersebut, land use bagi kelima level tersebut perlu direncanakan sesuai dengan hasil analisis pasar. 110

14 Pada level underground 2 (lihat Gambar V.5) direncanakan adanya area transit yang menghubungkan titik transit waterway kendal, dan MRT. Titik transit waterway Galunggung tidak dapat diakses pada level ini karena adanya kali Malang, sehingga untuk mencapai titik transit tersebut perlu mengakses level ground terlebih dahulu. Diluar area transit ini terdapat area komersial bagi fungsi retail yang akan mengaktifkan dan menjamin keamanan area undergound ini. Pada level underground (lihat Gambar V.6) Area retail ini dapat diteruskan hingga titik transit halte tosari secara opsional. Diluar area retail terdapat area basement bagi parkir bawah tanah (underground parking) yang satu sama lain dihubungkan dengan jalur pejalan kaki. Gambar V.5 Peruntukan pada Level Underground 2. Sumber: hasil hasil analisa 111

15 Gambar V.6 Peruntukan pada Level Underground. Sumber: hasil analisa Pada level ground (lantai 1) dan lantai 2 (lihat Gambar V.7) area transit berhubungan langsung dengan area publik seperti plaza transit, dan pusat ekshibisi (cultural center) berisi pusat konvensi, concert hall & pasar budaya (cultural market). Fungsi-fungsi publik ini pun lebih didekatkan dengan area taman umum tepi kali Malang. Selain fungsi tersebut, keseluruhan lantai ground didominasi fungsi komersial seperti retail dan hotel. Fungsi retail yang direncanakan menyesuaikan tema magnet aktifitas, yakni retail yang dibutuhkan area transit seperti swalayan 24 jam, apotik, dan kuliner; retail yang berkaitan dengan kegiatan bisnis seperti elektronik, dan toko buku; retail yang berkaitan dengan kegiatan budaya seperti kuliner lokal, butik, dan kerajinan; dan retail yang berkaitan dengan kegiatan eksisting penjualan ikan hias seperti bunga, hewan peliharaan, dan lain-lain. Direncanakan pula taman umum sepanjang kali Malang dan Krukut sebagai area sekunder. Taman umum juga terdapat pada daerah transit plaza, pusat kawasan dan persimpangan. 112

16 Gambar V.7. Peruntukan pada Level Ground (lantai 1) dan lantai 2. Sumber: hasil analisa Level lantai 3 (lihat Gambar V.8) berhubungan langsung dengan jembatan jalan Sudirman dan Thamrin serta berhubungan langsung pula dengan lobby utama area transit sehingga level ini disebut pula level upperground. Pada level ini direncanakan adanya taman umum melayang dekat area transit (public park). Taman ini menerus hingga level upperground (lantai 3) dari bangunan. Bangunan-bangunan yang berhubungan langsung dengan taman ini memiliki peruntukan sebagai area publik dan komersial. Area publik yang direncanakan memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan (cultural center) berisi museum, pusat konvensi, concert hall dan pasar budaya (cultural market). Sedangkan area komersial yang direncanakan memiliki fungsi-fungsi retail yang dibutuhkan oleh kegiatan transit seperti kuliner, swalayan 24 jam, penitipan anak, dan pusat kebugaran dan kecantikan. Area komersial lainnya yang terdapat pada kawasan memiliki fungsi yang mengikuti magnet aktifitas yakni retai berbasis bisnis, kreativitas dan budaya. 113

17 Gambar V.8. Peruntukan pada Level Upperground (lantai 3). Sumber: hasil hasil analisa Level selanjutnya yakni level upperground 2 (lantai 4) (lihat Gambar V.9). Pada level ini tidak terdapat jalur jalur sirkulasi antar area transit, sehingga level ini lebih sesuai bagi peruntukan yang lebih privat. Dengan demikian jenis peruntukan yang direncanakan pada level ini sebagian besar adalah fungsi komersial dan fungsi hunian. Sedangkan fungsi publik berupa transit mall bagi stasiun monorail tidak memiliki keterikatan secara langsung dengan bangunan karena jalur sirkulasi transit akan lebih efisien dengan mengakses level dibawahnya. Fungsi pada area komersial yang direncanakan adalah kantor sewa (perkantoran), dan hotel transit. Sedangkan fungsi pada area hunian yang direncanakan adalah apartemen, soho, dan apartemen kelas menengah. Terdapat pula parkir pada atap bangunan. 114

18 Gambar V.9 Peruntukan pada level upperground 2 (lantai 4). Sumber: hasil hasil analisa Dari perencanaan peruntukan masing-masing level ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya sinergi dengan kegiatan transit, land use dapat termodifikasi tidak hanya secara horizontal tapi juga secara vertikal. Setelah merencanakan peruntukan masing-masing level, perlu direncanakan kepadatan hunian pada Urban TOD sebagai indikator lainnya dalam perencanaan land use. Disebutkan sebelumnya bahwa kepadatan hunian pada Urban TOD sebaiknya minimal 12 unit/acre (30 unit/ha) dan rata-rata 15 unit/acre (37,5 unit/ha). Sedangkan batas maksimal ditentukan oleh peraturan setempat. dengan mengetahui bahwa luas keseluruhan persil dari daerah perencanaan adalah m 2 atau 8,9 hektar, maka banyaknya unit hunian selayaknya 333 unit. Sedangkan pada kota Jakarta tidak ada batasan maksimal densitas untuk kawasan tertentu. Dengan demikian, pada kawasan Dukuh Atas ini densitas yang direncakan adalah 466 unit (lihat Tabel V.3). Selain itu disebutkan pula dalam indikator perancangan bahwa ukuran area transit sebagai pusat area komersial paling sedikit 10 % dari total daerah perancangan modul TOD yang ada. Harus memiliki minimal

19 sqft (926 m 2 ) area retail yang berbatasan dengan daerah perhentian transit. Dengan demikian direncanakan luas area transit adalah 19 % dari total modul TOD yang ada (lihat Tabel V.2: akumulasi luas lantai dasar transit mall, plaza transit kereta, waterway dan monorail dibagi dengan total luas lantai dasar). Dan dengan demikian pula, direncanakan area retail yang berbatasan dengan daerah perhentian transit adalah seluas m 2 (lihat Tabel V.3). V.2.3 Konsep Tata Massa Dalam perencanaan tata masa terdapat beberapa indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (lihat Tabel V.1) sebagai tolak ukur. Dengan demikian dalam perencanaan tata masa perlu direncanakan intensitas bangunan di atas KLB standar yakni KLB yang telah memperhitungkan penambahan intensitas. Besar KLB baru ini dapat dihitung dengan mengkonversikan besar volume pergerakan yang boleh dibangkitkan dari kawasan menjadi luas lantai pengembangan mixed use yang diperbolehkan. Dengan besar pergerakan yang boleh dibangkitkan kawasan sebesar 4676 smp dan perbandingan persentase pengembangan seperti tercantum pada Tabel V.2 (kolom persentase pengembangan), maka besar KLB yang baru dapat dihitung. Perhitungan ini dilakukan dengan terlebih mencari rasio bangkitan dari persentase pengembangan yang dipilih, atau dengan menggunakan rasio bangkitan mixed use 0,013. Didapatkan rasio (koefisien) bangkitan sebesar 0,0109 (lihat tabel 5.2.4). koefisien ini kemudian dikalikan dengan total perkiraan pengembangan dan dibagi dengan luas persil sehingga didapatkan besar KLB baru adalah 4,8 (lihat Tabel V.3). Dengan luas persil sebesar m 2, maka luas seluruh pengembangan yang diperbolehkan adalah 4,8 dikali dengan m 2 yaitu m 2. Untuk itu dikombinasikan pembangunan agar sesuai dengan luas ini yakni sebesar m 2 (luas keseluruhan pengembangan dikurangi luas area parkir). Dengan angka ini diketahui bahwa total pengembangan tidak melewati batas KLB. 116

20 Tabel V.2 Spesifikasi Pengembangan Sumber: hasil hasil analisa Tabel V.3 Perhitungan KDB dan KLB kawasan Sumber: hasil analisa Telah disebutkan pula dalam indikator perancangan bahwa Skyline ke arah kawasan menteng dan Kali Malang dan Krukut menurun dengan seimbang (lihat Gambar V.2.9). Maka direncanakan ketinggian bangunan sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel V

21 Gambar V.10. Konsep Intensitas Bangunan. Sumber: hasil analisa V.2.4 Konsep Aktifitas Pendukung Dalam perencanaan aktifitas pendukung terdapat beberapa indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (lihat Tabel V.1) sebagai tolak ukur. Dalam indikator tersebut disebutkan bahwa diperlukan adanya aktifitas tematik pada ruang-ruang luar secara rutin maupun berkala. Hal ini memerlukan adanya elemen-elemen lansekap yang mendukung terjadinya aktifitas, seperti amphiteater, public art, panggung, bangku, gerobak dan sebagainya. Selain itu, dibutuhkan juga adanya penempatan bagi fungsi komersial 24 jam di level ground atau perencanaan kegiatan 24 jam seperti kuliner, dan swalayan. Oleh karena direncanakan jenis-jenis aktifitas rutin dan insidentai pada jalur-jalur sirkulasi melalui konsep berikut ini: (1) Konsep penataan tema jalur sirkulasi Melalui penataan tema ini akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan perencanaan even, dan aktifitas pendukung lainnya (lihat Gambar V.11). pada jalur tersebut akan direncanakan adanya gerobak PKL (pedagang kaki lima), jenis komoditas PKL dan ekstensi cafe. 118

22 Gambar V.11 Konsep aktifitas pada jalur pejalan kaki. Sumber: hasil analisa Dari konsep aktifitas tersebut, direncanakan adanya jalur pejalan kaki yang diperuntukkan kegiatan insidental yakni jalur cultural promenade. Pada jalur ini diselenggarakan even-even budaya seperti perayaan tujuh belas Agustus, betawi festival, festival anak, festival bunga, dan festival ikan hias. (2) Konsep penataan jalur yang diperuntukkankan bagi PKL Penataan jalur PKL dapat menjaga keamanan jalur-jalur pejalan kaki. Namun tidak semua jalur pejalan kaki cocok untuk diperuntukkan bagi PKL. Oleh karena itu perlu ada penataan jalur PKL dan jenis komoditas PKL tersebut. Melalui penataan jalur-jalur PKL ini akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan lot bagi aktifitas pendukung berupa PKL (lihat Gambar V.12). 119

23 Gambar V.12 Konsep Penataan PKL. Sumber: hasil analisa (3) Konsep penataan jalur yang membutuhkan ekstensi cafe Melalui penataan jalur-jalur ini akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan aktifitas pendukung 24 jam berupa ekstensi cafe. Gambar V.13 Konsep Penataan Ekstensi Kuliner. Sumber: hasil analisa 120

24 V.2.5 Konsep Sirkulasi dan Parkir Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam konsep interlock antara kawasan pengembangan dengan fasilitas transit, diupayakan pengembangan benar-benar berperan sebagai sebuah Transit Oriented Development yang mensinergikan pengembangan kawasan dengan kegiatan transit. Karena itu perancangan TOD akan optimal dalam aspek sirkulasi, memiliki karakter berorientasi pejalan kaki, mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan memperhitungkan pergerakan transit serta pergerakan alami kawasan untuk meningkatkan intensitas kawasan dan mensinergikannya dengan land use. Oleh karena itu direncanakan sistem parkir sebagaimana yang telah dijelaskan pada Gambar V.5. Selain itu, perlu menyediakan parkir pada jalan. Sehingga jalan dibuat dengan lebar 7 hingga 8 meter (lihat gambar V.14). Dalam penyediaan parkir pun jumlah kebutuhan parkir telah dikurangi yakni menjadi 80% dari kebutuhan parkir standar (lihat Tabel V.2). Pengurangan ini didasari oleh asumsi bahwa kebutuhan parkir dikurangi 30% yang berasal dari pengguna mobil telah beralih ke transit, dan ditambah kembali dengan 10% yang berasal dari pengguna mobil yang memarkir mobilnya di kawasan untuk beralih ke transit. Gambar V.14 Konsep Sirkulasi Mobil dan Akses Menuju Parkir. Sumber: hasil analisa 121

25 Jalur dan parkir sepeda juga direncanakan (lihat Gambar V.15). Melalui penataan tersebut akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan ruang bagi jalur sepeda. Untuk menghindari tidak terintegrasinya kawasan dengan kawasan di sekitarnya, maka jalur sepeda pun dibuat untuk dapat menembus jalan-jalan arteri dan batas alam menuju kawasan di sekitarnya. Penempatan parkir sepeda pun di dekatkan dengan titik-titik transit untuk memudahkan pengguna sepeda untuk mengakses fasilitas transit. Gambar V.15 Konsep Perencanaan Jalur Sepeda. Sumber: hasil analisa V.2.6 Konsep Jalur Pejalan Kaki Untuk mencapai pengembangan TOD yang benar-benar mensinergikan pengembangan kawasan dengan kegiatan transit, perancangan TOD dalam aspek pejalan kaki menekankan kebutuhan pejalan kaki, dan memperhitungkan pergerakan transit. Oleh karena itu diterapkan indikator yang sebelumnya telah ditentukan bagi aspek pejalan kaki (lihat Tabel V.1). 122

26 Dengan demikian direncanakanlah jalur pejalan kaki untuk memenuhi kriteria tingkat pelayanan C dan waktu perjalanan antara titik transit selama 5 menit. Untuk itu direncanakan jenis elemen penghubung untuk mengintegrasikan segmen-segmen kawasan yang terpecah dengan penggunaan skywalk, underground mall, landscraper/landscape bridge, dan movingwalkway (lihat gambar V.16). Gambar V.16 Elemen Penghubung Segmen Kawasan Sumber: hasil analisa Dilakukan pula perhitungan untuk menemukan lebar jalur pejalan kaki yang dibutuhkan. Besarnya volume pejalan kaki adalah bangkitan transit secara mandiri ditambah dengan 30% dari bangkitan land use kawasan TOD. Besarnya pegerakan oleh kegiatan transit harus didistribusikan sesuai dengan jalur-jalur antar titik transit (lihat Gambar V.17), dimana besar masing-masing pergerakan pada jalur tersebut diasumsikan sebanding dengan kapasitas angkut masingmasing moda (lihat Lampiran 1: Tabel Pergerakan Bangkitan Pejalan Kaki dari Transit). Sedangkan pada pergerakan yang dibangkitkan oleh land use kawasan TOD, distribusi pergerakan dipengaruhi oleh tarikan-tarikan magnet aktifitas, 123

27 sehingga diperoleh besar pergerakan pada masing-masing jalur. Setelah mengetahui besar pergerakan masing-masing jalur, dicari lebar jalur pejalan kaki yang akomodatif bagi pergerakan tersebut melalui perhitungan: P = S/M P = V/W Maka, W (lebar jalur pejalan kaki) = (V x M)/S Jika pejalan kaki membutuhkan ruang bebas (buffer zone) selebar 0,75 m, maka lebar jalur pejalan kaki adalah, W = ((V x M)/S)+0.75 (meter) Melalui perhitungan tersebut didapatkanlah lebar masing-masing jalur sirkulasi ditambah dengan fungsi dan aktifitas pendukung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel V.4. Gambar V.17 Jalur-jalur sirkulasi pejalan kaki Sumber: hasil analisa Tabel V.4. Lebar jalur pejalan kaki pada setiap jalur sirkulasi Jenis Kebutuhan Nomor Lebar Baku Total Sepeda Lot.PKL Ekstensi even Curb Lampu Jalur (m) *) (m) (1,2 m) (1,5 m) Café (3 m) (3 m) (1 m) (0.5 m) 0 5,33 3 0,5 9,00 1 7,67 3 0,5 11,17 124

28 2 2,70 1 0,5 4,20 3 4,65 1 0,5 5,77 4 3,93 1 0,5 5,43 5 6,40 0,5 6,90 6 1,60 1,2 1 2,5 3 0,5 8,80 7 3,90 1,2 1 6,10 8 2,33 1 3,33 9 2,25 1 3, ,16 1 3, , , , ,5 6, , , ,60 1, ,5 5, ,60 1, ,5 7, ,60 1, ,5 5, ,60 3 0,5 4, ,60 1, ,5 7, ,60 3 0,5 4, ,60 1,2 0,5 3, ,60 0,5 2, ,60 1, ,5 7, ,60 1, ,5 7, ,60 1,2 1 0,5 4, ,60 1, ,5 7, ,60 1 0,5 3, ,60 1,2 1 0,5 4, ,60 1,2 3 0,5 6, ,60 1,2 1 3, ,60 1 2, ,60 1 0,5 3, ,17 1 3, ,60 1, ,5 10, ,60 1, ,5 5, ,60 1,2 1 0,5 4, ,20 1,2 0,5 4, ,60 0,5 2, ,60 0,5 2, ,60 0,5 2, ,60 0,5 2, ,14 1 0,5 3, ,60 1 0,5 3, ,60 1,2 1 0,5 4, ,60 1,2 0,5 3, ,60 1,2 0,5 3, , ,5 4, ,60 1 0,5 3,10 Sumber: hasil analisa Keterangan: *) = lihat Lampiran 1 Sedangkan pada jarak antara titik transit yang lebih dari 400 m, akan menyebabkan jangkauan antara titik-titik ini menjadi lebih dari 5 menit. Maka permasalahan ini dijawab dengan menempatkan moving walkway seperti yang biasa diterapkan pada taksonomi linked adjacent. Kecepatan moving walkway akan memungkinkan pengguna fungsi transit untuk mencapai titik transit terjauh 125

29 dalam waktu lima menit (2,5 menit dengan moving walkway, dan 2,5 menit sisanya dengan berjalan kaki biasa). Moving walkway ini diletakkan pada level lantai 3 pada bangunan. V.2.7 Konsep Ruang Terbuka dan vegetasi Pada perancangan ruang terbuka, telah dirumuskan indikator-indikator yang dapat dijadkan tolak ukur pada tabel V.1 Dengan demikian, direncanakan tema-tema pada ruang terbuka berupa Ruang Hijau Transit, Ruang Hijau Preservasi dan budaya, Ruang hijau lingkungan dan ruang hijau berbentuk pulau-pulau. Pada ruang hijau transit dapat digunakan sebagai ekstensi bagi kegiatan transit yang aktif. Ruang hijau preservasi lebih diutamakan bagi fungsi rekreasi, Pada ruang ini pun dapat diusulkan adanya kegiatan seperti atraksi seni dan budaya. Pada ruang hijau lingkungan aktivitas yang diusulkan adalah olah raga dan permainan anak. Ruang hijau pulau dimaksudkan bagi penghijauan jalan. Gambar V.18. Konsep Ruang Terbuka dan Vegetasi Penanaman pohon pun diatur baik jarak maupun vegetasinya. Pepohonan ditanam dalam jarak 10 meter hingga 15 meter. Pohon yang digunakan pun diseragamkan kecuali pada akses utama kawasan yang berbentuk loop. Sedangkan jenis vegetasi 126

30 yang yang diusulkan adalah pohon Dukuh. Hal ini dimaksudkan untuk memberi identitas yang khas bagi kawasan Dukuh Atas. Sedangkan pada akses utama kawasan di tanam pohon palem pada median jalan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesan diterima oleh kawasan. 127

Bab VI Simulasi Rancangan Kawasan TOD Dukuh Atas

Bab VI Simulasi Rancangan Kawasan TOD Dukuh Atas Bab VI Simulasi Rancangan Kawasan TOD Dukuh Atas VI.1 Simulasi Rancangan Rancangan kawasan TOD Dukuh Atas merupakan hasil akhir dari penulisan tesis ini. Hasil rancangan memperlihatkan bahwa kawasan ini

Lebih terperinci

Bab IV Analisa Prarancangan

Bab IV Analisa Prarancangan Bab IV Analisa Prarancangan IV.1 Analisa Pasar Banyak di antara kasus-kasus praktik TOD dalam merespon anemo pasar. Contoh dari kasus ini adalahblock 17 Chicago. Oleh karena itu analisa pasar dalam perancangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini berupa hasil jawaban dari pertanyaan penelitian dan tujuan awal dari penelitian yaitu bagaimana karakter Place kawasan,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan dalam laporan ini berupa konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil analisa pada bab sebelumnya. Pemikiran yang melandasi proyek kawasan transit

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 1.1.1. Data Non Fisik Sebagai stasiun yang berdekatan dengan terminal bus dalam dan luar kota, jalur Busway, pusat ekonomi dan pemukiman penduduk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 368 Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur Fahrani Widya Iswara dan Hari Purnomo Departemen Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan 15 Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Panca Budi Jurnal ArchiGreen Jurnal ArchiGreen Vol. 3 No. 5 (2016) 15 23 Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua orang di dunia bergantung pada transportasi untuk melangsungkan hidupnya, seperti

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Bangunan Terhadap Tema Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian terpadu dengan berbagai kelengkapan fasilitas. Fasilitas

Lebih terperinci

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kepadatan penduduknya dengan berada ditingkat keempat. Angka kepadatan penduduk yang terus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. minimal 13 aliran air yang dapat dimanfaatkan menjadi waterways transport, sekaligus menjadi

Bab I Pendahuluan. minimal 13 aliran air yang dapat dimanfaatkan menjadi waterways transport, sekaligus menjadi Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan perkotaan, fasilitas transit intermoda dan kawasan transit telah menjadi aspek yang tidak terlepaskan. Daerah di sekitar titik transit merupakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

Bab III Tinjauan Karakteristik Kawasan Dukuh Atas

Bab III Tinjauan Karakteristik Kawasan Dukuh Atas Bab III Tinjauan Karakteristik Kawasan Dukuh Atas III.1 Tautan Makro Kawasan Dukuh Atas memiliki peranan yang penting bagi lingkup regional DKI Jakarta. Hal ini dilandasai oleh direncanakannya kawasan

Lebih terperinci

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : TINGGA PRADANA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD)

BAB IV: KONSEP Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD) BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1. Pengertian Konsep Transit Oriented Development (TOD) Pada tahun 1993 Peter Calthorpe menawarkan sebuah sistem mengenai Konsep Transit Oriented Development ( TOD

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI

Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI 1 Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI Membuat analisa pada tapak, mencakup orientasi matahari, lingkungan, sirkulasi dan entrance, kontur. Analisa Zoning, mencakup zona public, semi public dan private serta

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat bagi seluruh kegiatan ekonomi Indonesia. Seluruh pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesiamenempatkan kantor utama

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Analisa Lahan Perencanaan Dalam Konteks Perkotaan 4.1.1 Urban Texture Untuk Urban Texture, akan dianalisa fungsi bangunan yang ada di sekitar tapak yang terkait dengan tata

Lebih terperinci

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN MAHASISWA: AMELIA LESTARI (NIM: 41211010044) PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN DESAIN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW Proses Perancangan Arsitektur 6 (PA6) merupakan obyek riset skripsi untuk pendidikan sarjana strata satu (S1) bagi mahasiswa peserta skripsi alur profesi. Pelaksanaan PA6

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap dan tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di dalamnya, di mana

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4. 1 Ide awal (conceptual idea) Ide awal dari perancangan stasiun ini muncul dari prinsip-prinsip perancangan yang pada umumnya diterapkan pada desain bangunan-bangunan transportasi.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN CONTEXTUAL ARCHITECTURE

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN CONTEXTUAL ARCHITECTURE LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN STASIUN TERPADU MANGGARAI JAKARTA SELATAN CONTEXTUAL ARCHITECTURE DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK ARSITEKTUR

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA Perancangan Kawasan Stasiun Terpadu Manggarai BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik Gambar 29 Stasiun Manggarai Sumber : Google Image, diunduh 20 Februari 2015 3.1.1. Data Kawasan 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal BAB IV KONSEP 4.1 Ide Awal Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian yang baru dengan kelengkapan berbagai fasilitas. Fasilitas utama pada kawasan

Lebih terperinci

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa BAB 6 HASIL PERANCANGAN 6.1. Hasil Perancangan Hasil perancangan Pusat Seni dan Kerajinan Arek di Kota Batu adalah penerapan konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan merupakan Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai daerah otonom dan memiliki status sebagai Kota Metropolitan, pembangunan Kota Medan

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki BAB V KONSEP 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pencapaian Pejalan Kaki Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki Sisi timur dan selatan tapak terdapat jalan utama dan sekunder, untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB 5 REVITALISASI KAWASAN ARJUNA

BAB 5 REVITALISASI KAWASAN ARJUNA BAB 5 REVITALISASI KAWASAN ARJUNA 5.1 Strategi Penataan Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya Kawasan Arjuna terdiri atas bagian-bagian kawasan ( cluster ) yang beragam permasalahan dan potensinya.

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1 Data Fisik dan Non Fisik Gambar 3. Peta Lokasi Lahan LKPP Data Tapak Lokasi : Lot/Kavling 11B, CBD Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan Luas lahan : 4709 m² Koefisien Dasar Bangunan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Gambar 5.1 Lokasi Proyek Luas total perancangan Luas bangunan : 26976 m 2 Luas tapak : 7700 m 2 KDB 60% : 4620 m 2

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI

BAB IV PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BAB IV PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi merupakan penjelasan lebih lanjut dari RTRW Kota Cimahi. Beberapa ketentuan yang belum diatur dan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN Tinjauan Kawasan Kebon Kacang Raya dan Kebon Kacang 30 3.1 Gambaran Kawasan Proyek Nama : Kawasan Kebon Kacang dan sekitarnya. Lokasi : Jl. Kebon Kacang Raya dan Jl.Kebon Kacang

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Building form Bentuk dasar yang akan digunakan dalam Kostel ini adalah bentuk persegi yang akan dikembangkan lebih lanjut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan dalam laporan ini berupa konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil analisa pada bab sebelumnya. Pemikiran yang melandasi proyek peremajaan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Senen termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas wilayah 422 ha. Menurut data statistik 2004, peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LOKASI Lokasi berada di Jl. Stasiun Kota 9, dan di Jl. Semut Kali, Bongkaran, Pabean Cantikan.

LOKASI Lokasi berada di Jl. Stasiun Kota 9, dan di Jl. Semut Kali, Bongkaran, Pabean Cantikan. PENGENALAN OBYEK LATAR BELAKANG Stasiun Semut merupakan salah satu bangunan bersejarah yang memiliki peranan penting dalam perkembangan kota Surabaya dalam hal penyediaan layanan transportasi massal. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan masyarakat Jakarta dengan kendaraan pribadi sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan masyarakat Jakarta dengan kendaraan pribadi sudah sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemacetan merupakan isu paling besar di Jakarta. Banyak sekali isu-isu soal kemacetan yang bermunculan di Jakarta, seperti Tahun 2014 Jakarta akan Macet Total, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep utama yang mendasari Rancang Ulang Stasiun Kereta Api Solobalapan sebagai bangunan multifungsi (mix use building) dengan memusatkan pada sistem dalam melayani

Lebih terperinci

Sampit. Desain Shopping Arcade ini juga merespon akan natural setting, Dalam aktivitas urban, desain Shopping Arcade dapat menjadi

Sampit. Desain Shopping Arcade ini juga merespon akan natural setting, Dalam aktivitas urban, desain Shopping Arcade dapat menjadi ZDhoppinq Arcade Mahendrata - 015 12131 X BAB IV LAPORAN PERANCANGAN 4.1 Perkembangan desain 4.1.1 Kriteria Desain Shopping Arcade Desain Shopping Arcade yang dirancang di kota Sampit ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar mengacu kepada tema yang telah diusung yaitu Ekspos Arsitektur untuk Rakyat, dalam tema ini arsitektur haruslah beradaptasi dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI Unsur-unsur bangunan seperti Ketinggian bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) / Building

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERANCANGAN

BAB IV ANALISA PERANCANGAN BAB IV 4.1 Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya. 4.1.1 Analisa Pelaku

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB VI. Hasil Perancangan. dengan berbagai aspek desain, baik berdasarkan faktor fisik maupun non-fisik

BAB VI. Hasil Perancangan. dengan berbagai aspek desain, baik berdasarkan faktor fisik maupun non-fisik BAB VI Hasil Perancangan 6.1 Proses Pembentukan Masa dan Tampilan Pembentukan masa merupakan awal proses perancangan secara fisik, dengan melalui berbagai pertimbangan pada proses analisis sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN LRT

BAB V PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN LRT BAB V PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN LRT 5.1 Urban Street Guideline Dalam Slow Ottawa Urban Design, dapat dijabarkan beberapa prinsip desain Transit-Oriented Development (TOD) yang menjelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI SENI TEATER JAKARTA

SEKOLAH TINGGI SENI TEATER JAKARTA BAB V KONSEP 5.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep perancangan Sekolah Tinggi Seni Teater ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah INTERAKSI. Interaksi dapat diartikan sebuah bangunan yang dirancang

Lebih terperinci