BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI"

Transkripsi

1 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh, sehingga dapat dirumuskan beberapa rekomendasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan kawasan. Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis dan pembahasan penelitian Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis dan pembahasan penelitian : 1. Bagaimana kesesuaian potensi kawasan sebagai bangkitan dan tarikan mobilitas terhadap lokasi halte? Potensi kawasan yang menjadi destinasi kawasan pengguna halte Trans Jogja adalah kawasan dengan guna lahan sebagai permukiman, sekolah, pasar, perkantoran, pertokoan, tempat wisata bersejarah di pusat kota, rumah sakit, dan terminal. Terdapat beberapa letak halte yang kurang sesuai dalam perletakannya dalam menjangkau penggunanya, diantaranya: - Lokus 1, halte Condongcatur halte RS JIH Pada halte RS JIH jalur pejalan kaki terdefinisi dengan baik ke dalam Rumah Sakit. Tetapi dari mobilitas pengguna halte yang mengarah ke kawasan sekitar jalur pedestrian tidak terdefinisi dengan baik. Pengguna halte di RS JIH berasal dari kawasan sekitarnya yaitu

2 205 permukiman sekitar dan beberapa dari RS Condong Catur yang aksesibilitasnya kurang baik sebagian mobilitasnya menggunakan moda transportasi yang aksesnya harus berlawanan arah lalu lintas untuk mencapai halte. - Lokus 2, halte Sudirman halte Diponegoro Letak halte Diponegoro yang cukup jauh untuk mobilitas berjalan dengan keadaan membawa beban dari pasar Kranggan. Pasar Kranggan dan aktivitas pendukungnya yang merupakan potensi utama, kondisi ruang jalur pejalan kaki yang terbagi dengan PKL dan parkir sepeda motor juga mengurangi kenyamanan berjalan menuju ke halte atau sebaliknya. - Lokus 3, halte A Yani halte Senopati Pada lokus 3 keterhubungan halte cukup baik, penempatan halte terhadap potensi kawasan cukup baik sehingga tidak ada permasalahan pada lokus 3 - Lokus 4, halte Tegal Turi halte Tegal Gendu Pada halte Tegal Turi yang menjadi potensi utama selain permukiman adalah Jogja Fish Market, Guna lahan ini tidak berfungsi dengan baik, tidak ada aktivitas atau kegiatan di Jogja Fish Market sehingga potensi kawasan yang seharusnya dapat terakses dengan baik oleh Trans Jogja tetapi tidak dapat di optimalkan karena Jogja Fish Market tidak beroperasi, sehingga mobilitas pengguna halte Trans Jogja sebagian besar berasal dari permukiman di kawasan Tegal Turi.

3 206 Pada halte Tegal Gendu yang berada di Kotagede letak halte adalah di lingkar luar kawasan Kotagede, cukup jauh untuk menjangkau pasar legi dan potensi kawasan di sekitarnya yaitu kurang lebih satu kilo meter. Jalur pejalan kaki terdefinisi cukup baik tetapi tidak terlindungi dan teratapi untuk berjalan kurang lebih satu kilo meter ke potensi kawasan. 2. Bagaimana kondisi eksisiting aksesibilitas pada potensi kawasan dan arahan aksesibilitas jalur (pejalan kaki) penghubung antara halte Trans Jogja dengan titik bangkitan dan tarikan? Hubungan jalur pejalan kaki secara keseluruhan dapat disimpulkan melalui aspek aksesibilitas pejalan kaki adalah sebagai berikut: - Lokus 1, halte Condongcatur halte RS JIH a. Konektivitas (Connectivity) Konektivitas di lokus 1 hampir seluruhnya tidak terdefinisi dengan baik tidak ada pedestrian untuk pejalan kaki, aksesibilitas dari halte ke potensi kawasan didominasi oleh moda transportasi pribadi dan umum, berdasarkan pengamatan tidak banyak pengguna halte yang berjalan kaki untuk mencapai tujuannya. Di terminal Condong Catur moda umum tersedia cukup lengkap seperti Becak, Taksi, dan Ojek. Untuk di halte RS JIH moda umum yang tersedia Becak dan Ojek. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan halte Condong Catur dan RS JIH berdasarkan pengamatan dan pengukuran yaitu antara meter menuju ke destinasi potensi kawasan, tidak termasuk jarak nyaman untuk berjalan kaki.

4 207 c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di lokus 1 adalah jenis signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan pada lokus satu untuk pejalan kaki dengan penilaian buruk karena jalur sebagian besar tidak aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki sedangkan kemudahan akses untuk moda transportasi. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan tidak menarik, tidak ada street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 1, Daya tarik aktivitas sepanjang jalur penghubung kurang menarik, berdasarkan pengamatan fungsi aktivitas di sepanjang jalur radius 600 meter dari halte adalah fungsi komersial dan kegiatan perdagangan dan jasa. Karena tidak ada jalur pedestrian maka keterlindungan teduhan dan teratapi untuk pejalan kaki secara keseluruhan tidak ada. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Pada jalur dengan vitalitas kegiatan tinggi tidak didukung dengan penerangan yang cukup pada malam hari sehingga tidak ada aktivitas berjalan kaki pada malam hari, kemudian vitalitas kawasan dengan intensitas kecil semakin tidak didukung dengan penerangan. Pengguna halte yang akan berjalan kaki akan menjumpai banyak conflict dan crossing dengan moda transportasi, pedagang kaki lima non permanen.

5 208 - Lokus 2, halte Sudirman halte Diponegoro a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Sudirman dan Diponegoro seluruhnya terdefinisi sebagai pedestrian ways dan terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian -/+ 2 meter cukup untuk 2 orang berjalan berlawanan arah, ruang pejalan kaki ke kawasan sekitarnya terhubung dengan baik. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Sudirman 2 Halte sudirman 3 dan Halte Diponegoro berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara meter menuju ke destinasi potensi kawasan, sudah termasuk dalam standart nyaman orang berjalan. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di kawasan Halte Sudirman 2 Halte Sudirman 3 dan Halte Diponegoro yaitu Signage adalah jenis untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Untuk difabel, meskipun sebagian besar jalur sudah terdapat guiding block tetapi masih banyak jalur pejalan kaki yang terputus tanpa ramp dengan perbedaan ketinggian yang cukup tinggi.

6 209 d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan cukup menarik, Street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 2 adalah beberapa tempat sampah, bangku di halte umum. Aspek keterlindungan tratapi dan teduhan pada koridor ini tidak seluruhnya terlindungi, sebagian hanya terlindungi dari sinar matahari atau kanopi di pertokoan. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross juga tidak terdapat lampu isyarat untuk menyebrang jalan. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di depan pasar kranggan dan sisi selatan jalan pasar kranggan, conflict dengan kendaraan bermotor yang beraktivitas di pasar kranggan yang memarkir kendaraannya di ruang pejalan kaki. Vitalitas kegiatan dengan intensitas tinggi terdapat pada ruang pejalan kaki Jalan Diponegoro, karena keberadaan pasar Kranggan maka sejumlah pendukung aktivitas berada pada penggal jalan Diponegoro. - Lokus 3, halte A Yani halte Senopati a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Ahmad Yani dan Senopati seluruhnya terdefinisi sebagai pedestrian ways dan terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian -/+ 4 meter ditambah dengan jalur tambahan untuk kelengkapan

7 210 elemen jalan street furniture, ruang pejalan kaki ke kawasan sekitarnya yaitu Jalan Trikora, jalan KH A Dahlan, jalan Pabringan (samping pasar Beringharjo), jalan Sriwedari, jalan Reksobayan. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Sudirman Ahmad Yani Halte Senopati 1 dan Halte Senopati 2 berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara meter menuju ke destinasi potensi kawasan c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di kawasan Halte Ahmad Yani Halte Senopati 1 dan Halte Senopati 2 adalah signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan pada lokus 3 untuk pejalan kaki cukup baik karena jalur sebagian besar aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki. Untuk difabel aksesibilitas sebagian besar terkoneksi dengan baik, sebagian besar jalur sudah terdapat guiding block. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan dan aktivitas penghubung secara keseluruhan cukup menarik, Street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 3 adalah beberapa tempat sampah, bangku, bollard, beberapa elemen cagar budaya seperti sclupture batik di nol area.

8 211 Keterlindungan teratapi dan teduhan pada koridor ini cukup baik meskipun tidak seluruhnya terlindungi pada saat hujan, sebagian besar di seluruh koridor jalan hanya terlindungi dari sinar matahari. Yang menjadi elemen teduhan di sebagian ruang pejalan kaki adalah pohon dengan tajuk yang cukup lebar di hampir semua ruang jalan. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross tidak terdapat lampu isyarat untuk menyeberang jalan. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di beberapa persimpangan jalan, conflict dengan kendaraan bermotor yang beraktivitas di pasar beringharjo yang memarkir kendaraannya hingga memenuhi ruang jalan di Jalan Sriwedari. Vitalitas kegiatan dengan intensitas tinggi terdapat pada sebagian besar ruang pejalan kaki di lokus 3 karena keberadaan fungsi bangunan dan beberapa pendukung aktivitas yang menjadi destinasi pariwisata. - Lokus 4, halte Tegal Turi halte Tegal Gendu a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Tegal Turi dan Tegal Gendu sebagian besar terdefinisi sebagai pedestrian ways tetapi belum terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian 1 2 meter belum seluruhnya menerus untuk jalur pejalan kaki, masih terdapat penggal pedestrian yang terputus, material rusak dll. Pada halte Tegal Turi tidak seluruhnya jalur pejalan kaki tidak terhubung,

9 212 sedangkan untuk halte Tegal Gendu pedestrian sudah terdefinisi dengan baik tetapi masih terputus akibat fungsi lahan komersial atau pesimpangan jalan. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Tegal Turi dan Tegal Gendu berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara meter menuju ke destinasi potensi kawasan. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Signage di lokus keempat sama dengan lokus sebelumnya yaitu jenis signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan jalur sebagian besar aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki tetapi tidak ada fasilitas untuk difabel yaitu guiding block dan tidak ada ramp pada saat jalur pejalan kaki terputus. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan pada ruang jalan halte Tegal Turi kurang menarik karena kondisi pedestrian yang tidak menerus dan material yang rusak di sebagian jalur 1 dan 5. Halte Tegal Gendu secara keseluruhan cukup menarik karena material pedestrian yang cukup baik dan menerus tetapi tidak untuk difabel. Pada ruang jalan halte Tegal Turi sebagian besar terlindungi oleh pohon dengan tajuk yang cukup lebar, tetapi tidak memberi keterlindungan terhadap

10 213 hujan, Pada ruang jalan Tegal Gendu sebagian besar jalur tidak terlindungi dari keterlindungan teduhan dan teratapi, pohon pohon di sepanjang jalur pejalan kaki tidak bertajuk lebar sehingga cukup panas aktivitas berjalan pada siang hari. Untuk ruang pejalan kaki ke arah permukiman di sekitar halte sebagian besar tidak ada fasilitas untuk keterlindungan teduhan dan teratapi. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross lampu isyarat untuk menyeberang jalan tidak berfungsi dengan baik. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di beberapa persimpangan jalan, dan jalur pejalan kaki yang tidak terdefinisi pada beberapa jalur. Pada jalur dengan vitalitas kegiatan rendah, tidak ada penerangan yang cukup pada malam hari sehingga tidak ada aktivitas berjalan kaki pada malam hari. 6.2 Arahan dan Rekomendasi Hasil dari kesimpulan yang sangat penting dari penelitian ini adalah aksesibilitas pengguna halte Trans Jogja ke potensi kawasan kurang didukung aspek - aspek aksesibilitas yang baik di beberapa lokasi penelitian, jika dilihat dari mobilitas penduduk kemauan dan aktivitas untuk berjalan kaki sudah baik tetapi beberapa faktor kenyamanan belum diberikan di ruang pejalan kaki.

11 214 Penyusunan arahan dan rekomendasi akan disusun berdasarkan permasalahan dan dikelompokan menjadi tipologi desain sesusai dengan aspek kenyamanan aksesibilitas yang sudah dibahas pada analisis dan pembahasan: a. Konektivitas (Connectivity) Mengkoneksikan semua jaringan jalan, membuat padat jaringan jalan dan lorong pada kawasan karena jalan jalan yang pendek dan relatif sempit diangggap nyaman oleh pejalan kaki, pejalan kaki semakin banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Semakin rapat jaringan jalan semakin sedikit jalan memutar untuk mencapai tujuan. Untuk dapat mengkoneksikan jaringan jalan terutama untuk pejalan kaki maka harus mendefinisikan jalur pejalan kaki, terdapat perbedaan ketinggian, material yang nyaman untuk berjalan kaki. b. Pencapaian jarak (Proximity) Menciptakan wilayah yang rapat untuk memperpendek jarak perjalanan, mengurangi persebaran pembangunan guna lahan baru dengan mengutamakan pembangunan di kawasan yang berada di sekitar fungsi bangunan yang sudah ada sebelumnya, semakin rapat guna lahan semakin pendek jarak untuk mencapainya. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Signage atau petunjuk akan semakin memudahkan dalam pencapaian ke halte Trans Jogja, penempatan signage di letakkan di tempat yang mudah dibaca oleh pejalan kaki atau signage untuk moda transportasi umum. Menciptakan lingkungan yang mendukung untuk aktivitas berjalan kaki, tidak hanya aktivitas berjalan kaki saja tetapi seluruh aktivitas pencapaian dari potensi kawasan ke halte Trans Jogja atau sebaliknya, aktivitas lainya adalah difabel dan bersepeda,

12 215 menyediakan jalur untuk difabel dengan stadarisasinya dan jalur untuk sepeda di beberapa ruang jalan. Shift and transit adalah salah satu aktivitas untuk mencapai halte selain berjalan kaki, dengan menyediakan tempat parkir yang cukup pengguna moda transportasi pribadi mobil dan sepeda motor akan memarkir kendaraanya dan berjalan ke halte Trans Jogja, moda transportasi umum juga disediakan tempat parkir yang teratur, mulai dari becak, ojek, taksi, angkutan kota. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Jaringan jalur pejalan kaki harus menyediakan akses langsung ke semua tujuan yang menjadi potensi kawasan seperti sekolah, rumah sakit, perkantoran, pertokoan, pasar dan moda transportasi umum. Kelengkapan ini akan membuat kemenarikan pada ruang jalur pejalan kaki dan membuat aktivitas berjalan kaki bertambah, meragamkan aktivitas yang biasa dilakukan di permukiman, perkantoran, pertokoan, tempat wisata dilakukan dalam satu wilayah akan menciptakan kawasan labih baik. Menyediakan beragam jenis vegetasi hijau atau tanaman di ruang terbuka dan dapat di akses pejalan kaki, fungsi bangunan yang memberi sebagian aktivitasnya pada ruang pajalan kaki, keberagaman street furniture, vegetasi hijau dan penataan PKL akan membuat aktivitas berjalan kaki semakin tinggi. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Ruang pejalan kaki yang baik harus melindungi harus melindungi pejalan kaki dari kendaraan bermotor, untuk melidungai dari kendaraan bermotor makan jalur pejalan kaki di beri perbedaan ketinggian untuk meminimalkan conflict

13 216 dengan kendaraan bermotor. Jalur pejalan kaki harus bebas hambatan, menerus, teduh dan terang. Jalur pejalan kaki yang harus terputus dengan crossing kendaaraan bermotor harus diberi alat bantu seperti lampu isyarat untuk menyabrang jalan pada jalan yang intensitan kendaraannya tinggi, perbedaaan warna, zebra cross, polisi tidur untuk jalan dengan intensitas kendaraan rendah. Memberikan ramp pada saat jalur pejalan kaki terputus untuk kemudahan difabel.

14 TIPOLOGI ARAHAN DAN REKOMENDASI ASPEK AKSESIBILITAS UNTUK PEJALAN KAKI No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 1. Konektivitas (Conectivity) Jalur pejalan kaki tidak terdefinisi Jalur pejalan kaki terputus Memperjelas jalur pedestrian melalui walkway, sidewalk, crossing area. Memperjelas melalui perbedaan material, ketinggian dan warna Kemenerusan jalur pejalan kaki, Jalur pejalan kaki sebaiknya tidak terputus 2. Kemudahan Pencapaian jarak ( Proximity) Jarak dari potensi kawasan ke halte Trans Jogja Penyediaan jalur baru yang lebih pendek. Memindah letak halte Trans Jogja untuk memperpendek jarak jangkauan ke destinasi kawasan

15 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Usulan desain signage BRT, 3. Kemudahan Tidak adanya signage walkway, lampu isyarat pencapaian BRT Ketentuan desain signage board: (Convenience) - Tanda tanda yang dipasang harus mudah untuk dibaca, untuk Jalur pejalan kaki itu pemilihan jenis huruf, spasi, (Signage) terputus jumlah kata, bahan, warna terskala terhadap ketinggian dan jarak pandang orang berjalan. - Iluminasi serta cara memasang, jarak pandang, sudut pandang diletakkan ditempat yang tidak terhalang oleh pohon atau signage lain. - Untuk kejelasan signage menggunakan huruf putih dengan warna latar hijau serta tanda panah di sebelah kiri untuk menunjukan arah Ilustrasi Disain signage seperti gambar disamping bisa diletakkan di persimpangan jalan untuk informasi arah layanan shelter. Desain lampu isyarat tambahan dan penanda suara diletakkan di tempat penyebrangan jalan.

16 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 3. Kemudahan pencapaian (Convenience) (Difabel) Jalur tidak aksesibel untuk difabel Kemenerusan dan kejelasan tekstur guiding block Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang utilitas, rambu rambu dan benda pelengkap jalan yang menghalang. Permukaan pedestrian harus stabil, kuat dan tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin dan penempatan (guiding block) yang dapat diakses bagi penyandang cacat. Peletakan ramp Ramp didesain pada jalur pejalan kaki untuk kemenerusan bagi defabel, ramp diletakkan ketika pedestrian harus terhenti dengan crossing, atau pada perbedaan ketinggian untuk crossing kendaraan. Sudut kemiringan ramp maksimal 15 derajat

17 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 3. Kemudahan pencapaian (Convenience) Lebar pedestrian way yang tidak sesuai dan kondisi material yang buruk. Bagi Umum & difable: lebar pedestrian way min 1.5m. Pelebaran dimensi pejalan kaki Dimensi pedestrian ditambahkan lebarnya apabila pada ruang jalan tersebut ada aktivitas lain yang mengganggu ruang pejalan kaki, misalnya sebagian ruang pedestrian untuk penataan PKL atau peletakan halte Trans Jogja. Pelebaran dimensi pejalan kaki Eksisting Pejalan kaki Pelebaran dimensi pejalan kaki Eksisting Pejalan kaki Perbaikan Material Perbaikan yang dilakukan adalah material yang rusak, berlubang, ramp yang terputus, atau jalur pedestrian yang tidak rata Letak halte terhadap ruang pejalan kaki Jalur pejalan kaki tidak terputus oleh peletakan halte Trans Jogja

18 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi 4. Kemenarikan Jalur Tidak adanya street Pengadaan street furniture (Attractivness) furniture (bench, tempat sampah,dll) Ilustrasi Vitalitas kawasan tidak menarik Penataan anktivitas dan penataan PKL

19 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 4. Kemenarikan Jalur (Attractivness) Tidak ada/minim keterlindungan Keterlindungan dengan pohon peneduh dan pergola. Memberikan keterlindungan seperti pohon dengan tajuk yang cukup lebar di sepanjang jalur pejalan kaki dan pergola di titik tertentu atau tidak di sepanjang jalur.

20 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 5. Keselamatan (Safety) Crossing dan tidak ada pengaturan Penyediaan zebra cross, dan perbedaan level, warna, material Fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki menggunakan area dengan perbedaan warna untuk penyeberangan di jalan raya/zebra cross. Penyediaan fasilitas pelican crossing untuk membantu pejalan kaki menyeberang jalan. Fasilitas ini disediakan pada titik crossing dengan arus kendaraan yang ckup padat.

21 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 5. Keselamatan (Safety) Conflict dengan kendaraan lain Terdapat konflik antara pejalan kaki dan moda transportasi lainnya seperti sepeda, motor, dan mobil berimbas terhadap tingkat keselamatan pejalan kaki. Penyediaan barrier (Bollard) Penggunaan bollard sebagai barrier untuk mencegah terjadinya konflik dengan kendaraan. Barrier juga dapat menggunakan perkerasan atau vegetasi hijau.

22 No. Variabel Tipologi Permasalahan Tipologi Arahan dan Rekomendasi Ilustrasi 6. Keamanan (Security) Tidak ada atau kurangnya penerangan sepanjang jalur pedestrian Titik lampu yang ditambahkan adalah untuk pejalan kaki sehingga lampu dengan skala pejalan kaki di sepanjang jalur pejalan kaki guna meningkatkan keamanan.

23 PENERAPAN TIPOLOGI ARAHAN DAN REKOMENDASI PADA LOKASI PENELITIAN

24 227 - Lokus 1, halte Condongcatur halte RS JIH Rekomendasi dan arahan pada lokasi pertama adalah memberikan jalur pedestrian way pada radius 400 meter dari halte Trans Jogja, mendefinisikan aspek aksesibilitas utamanya seperti jalur pejalan kaki dengan perbedaan ketinggian dan material yang nyaman untuk mobilitas berjalan kaki, guiding block dan ramp untuk difabel, signage/petunjuk arah ke halte, jalur pejalan kaki tidak terputus dan memberikan perbedaan warna di tempat tempat crossing dengan kendaraan bermotor, keterlindungan berupa pohon dengan tajuk yang cukup lebar, penerangan dengan skala manusia untuk kenyamanan aktivitas berjalan kaki. Arahan untuk moda transportasi umum dan pribadi yaitu dengan menyediakan space yang cukup untuk parkir, selanjutnya moda umum/pribadi yang berasal dari permukiman/potensi kawasan diparkir kemudian berjalan menuju ke halte Trans Jogja begitu juga sebaliknya. - Lokus 2, halte Sudirman halte Diponegoro Rekomendasi dan arahan pada lokasi kedua adalah kemenerusan jalur pejalan kaki yang terputus, yaitu dengan memberi ramp dan step, ramp untuk difabel dan step atau anak tangga untuk pedestrian yang terputus dengan perbedaan ketinggian yang cukup tinggi. Signage/petunjuk arah ke halte di desain untuk memudahkan mobilitas menemukan halte. Guiding block di sepanjang jalur untuk difabel. Arahan berikutnya adalah menata parkir kendaraan roda dua dan pkl agar tidak menganggu space pejalan kaki. Menambahkan titik lampu untuk penerangan di beberapa ruas jalur pejalan kaki, dan memberi street furniture seperti bangku, tempat sampah.

25 228 - Lokus 3, halte A Yani halte Senopati Rekomendasi dan arahan pada lokasi ketiga adalah meneruskan jalur pedestrian yang terputus di area jalan sekunder, memberi perbedaan warna dan lampu isyarat pada tempat tempat crossing dengan intensitas kendaraan yang cukup tinggi. - Lokus 4, halte Tegal Turi halte Tegal Gendu Rekomendasi dan arahan pada lokasi keempat adalah meneruskan jalur pedestrian yang terputus, melengkapi aspek difabel seperti ramp dan guiding block, memperbaiki material jalur pejalan kaki yang rusak, Signage/petunjuk arah ke halte di desain untuk memudahkan mobilitas menemukan halte. Untuk keterlindungan jalur di sepanjang jalur diarahkan dengan penanaman pohon dengan tajuk yang cukup lebar, kanopi di beberapa penggal jalur pejalan kaki. Memindahkan letak halte Tegal Gendu mendekati potensial kawasan, yaitu kawasan Kotagede, dan letak halte dipindah ke tempat yang tidak menggaggu space pejalan kaki.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Terkait dengan pertanyaan penelitian akan kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi walkability menjadi acuan dalam proses menganalisa dan pembahasan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring dengan pergantian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jalur pedestrian di Jalan Sudirman Kota Pekanbaru dinilai dari aktivitas pemanfaatan ruang dan Pedestrian Level of Service. Jalur pedestrian di Jalan Sudirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada dasarnya sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap dan tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di dalamnya, di mana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA 33 IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA Kuncoro Harsono, Yayi Arsandrie, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya didapat sebuah kesimpulan bahwa kondisi eksisting area sekitar stasiun Tanah Abang bersifat tidak ramah terhadap para pejalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual 2. Geometri jalan lebar, terdapat trotoar yang lebar dan jalur sepeda. Kualitas penghubung akan kuat ketika jalurnya linear dan didukung enclosure serta merupakan konektor dari dua tujuan (Caliandro, 1978)

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Lokasi Penelitian U Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Gambar 5.2 Lokasi Penelitian 30 31 Pemilihan titik lokasi penelitian seperti pada Gambar 5.2, pemilihan lokasi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pedestrian merupakan permukaan perkerasan jalan yang dibuat untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Di mana orang-orang dapat tetap berpindah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Data Umum Jalur sepeda adalah jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan bagi pengguna sepeda, dipisahkan dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa evaluasi fungsi halte sebagai angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung adalah sebagai berikut : V.1.1 Data Sekunder

Lebih terperinci

6.1 Peruntukkan Kawasan

6.1 Peruntukkan Kawasan 6.1 Peruntukkan Kawasan BAB VI RBAN DESIGN GIDELINES Peruntukan kawasan di Sempadan Sungai Jajar ditentukan dengan dasar : 1. Hasil analisis zoning 2. Karakteristik penggunaan lahan Peruntukkan kawasan

Lebih terperinci

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan

selatan Ringroad dan sebagian Sleman yang berada di sebelah utara Ringroad. Meskipun demikian, kondisi wilayah perkotaan yang berada di dalam jalan BAB I PENDAHULUAN Perkotaan merupakan suatu daerah yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi disertai dengan segala macam permasalahannya. Banyak permasalahan yang dapat dikaji dan diteliti mengenai

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP) ABSTRAKSI Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

KUESIONER KENYAMANAN PENGGUNA

KUESIONER KENYAMANAN PENGGUNA LAMPIRAN-A STUDI KENYAMANAN PENGGUNA TERHADAP RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI MEDAN DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Tanggal: Waktu : (Pagi/

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa, didapatkan faktor-faktor pembentuk karakter fisik ruang jalan dan kualitas karakter fisik pada Perempatan Ring Road Condong Catur

Lebih terperinci

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI J U R U S A N T E K N I K P L A N O L O G I F A K U L T A S T E K N I K U N I V E R S I T A S P A S U N D A N B A N D U N G Jl. Dr Setiabudhi No 193 Telp (022) 2006466 Bandung SURVEY TC (Traffic Counting)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Malioboro merupakan salah satu pusat pertumbuhan di Kota Yogyakarta. Dokumen RPJMD Kota Yogyakarta tahun 2012 2016 juga menyebutkan bahwa Kawasan Malioboro

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Daerah Rawan Kecelakaan Daerah rawan kecelakaan yang terdapat pada ruas Jogja-Solo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 LAMPIRAN A HASIL CHECKLIS LANJUAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMAAN JALAN OGAKARA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 79 80 abel 1 Kondisi Umum 1 1.1 Kelas / Fungsi Jalan 1.2 Median/Separator Kondisi Umum a ()/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pedestrian II.1.1 Pengertian Jalur Pedestrian Di era modern sekarang, dalam tata ruang kota jalur pejalan kaki merupakan elemen yang sangat penting. Selain karena memberikan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang studi; rumusan permasalahan; tujuan dan sasaran studi; ruang lingkup penelitian yang terdiri dari latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Besar Kunjungan Wisatawan di Kota Yogyakarta JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Besar Kunjungan Wisatawan di Kota Yogyakarta JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kota Yogyakarta merupakan ibukota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta terbagi menjadi 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan BAB V KESIMPULAN Dari hasil analisis, peneliti menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana kondisi sistem setting dan livabilitas di ruang terbuka publik di Lapangan Puputan dan bagaimana bentuk persepsi

Lebih terperinci

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting

Lebih terperinci

PENATAAN FISIK JALAN TERHADAP KEAMANAN AKTIVITAS PEDESTRIAN

PENATAAN FISIK JALAN TERHADAP KEAMANAN AKTIVITAS PEDESTRIAN PENATAAN FISIK JALAN TERHADAP KEAMANAN AKTIVITAS PEDESTRIAN Kajian kasus : Jalan Malioboro, Jalan Margonda dan Orchard Road oleh ROHILFA RIZA 0404050548 Skripsi ini diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dari ruang lingkup pembahasan yaitu setting fisik, aktivitas

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dari ruang lingkup pembahasan yaitu setting fisik, aktivitas BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ruang lingkup pembahasan yaitu setting fisik, aktivitas dan hubungan antara setting fisik dan aktivitas, maka didapatkan beberapa hasil temuan

Lebih terperinci

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN Pertemuan Ketiga Prodi S1 Teknik Sipil DTSL FT UGM MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN Tipe/jenis angkutan di perkotaan dapat dikategorikan menjadi: 1. Didominasi oleh angkutan pribadi 2. Didominasi oleh angkutan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR Oleh: OKTAFIA RACHMAWATI L2D 004 341 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta)

PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta) PENATAAN ULANG TROTOAR TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI (Studi Kasus Penggal Jalan Babarsari, Sleman, Yogyakarta) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL LAMPIRAN XII PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN TAHUN 2015 2035 KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL 1. MS Mangrove atau

Lebih terperinci

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN Pertemuan Ketiga Prodi S1 Teknik Sipil DTSL FT UGM MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN Tipe/jenis angkutan di perkotaan dapat dikategorikan menjadi: 1. Didominasi oleh angkutan pribadi 2. Didominasi oleh angkutan

Lebih terperinci

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet Parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan running modifikasi, didapatkan beberapa temuan, diantaranya sebagai berikut

Lebih terperinci

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016 Manajemen Pesepeda Latar Belakang 2 Lebih dari setengah jumlah perjalanan seseorang dalam sehari < 4 km Bisa ditempuh dengan bersepeda < 20 menit Perjalanan pendek yang ditempuh dengan kendaraan bermotor,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Pedestrian Ways di Koridor Komersial di Koridor Jalan Pemuda Kota Magelang

Pemanfaatan Pedestrian Ways di Koridor Komersial di Koridor Jalan Pemuda Kota Magelang Pemanfaatan Pedestrian Ways di Koridor Komersial di Koridor Jalan Pemuda Kota Magelang Marcelina Dwi Setyowati Dosen, Program Studi Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Teknik Yogyakarta

Lebih terperinci

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Sebagai Kampus Konservasi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 /2011 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN. 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 Analisis Obyek Rancangan Terhadap Kondisi Eksisting Terdapat beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam analisis obyek perancangan terhadap kondisi eksisting

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen No.315, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU. Sarana Prasarana. Pejalan Kaki. Perkotaan. Pemanfaatan. Penyediaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi kawasan pusat perbelanjaan Paris Van Java yang mencakup karakteristik pusat perbelanjaan Paris Van Java, karakteristik ruas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 6 : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 6 : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 6 : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: 1) Pengaruh elemen pendukung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG Sisca Novia Angrini Universitas Muhammadiyah Palembang Jl. Jend. Ahmad Yani No.13, Seberang Ulu I, Palembang email: siscaangrini@gmail.com Abstrak Jalan Kolonel

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Accessible Infrastructure, Transportation Click to add text and Technology Perundangan. UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2, Setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Ruang Pejalan Kaki Jalur Ruang pejalan kaki Pengertian Pada masa lalu, perancangan ruang pejalan kaki di kota jarang dilakukan. Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA)

ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA) ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA) Niki Anneke R. Nasution nikianneke@yahoo.com Dyah Widiyastuti dwidiyastuti@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Transportasi Massal di Kota Bandung Salah satu kriteria suatu kota dikatakan kota modern adalah tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... vii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Sasaran... 2 1.3. Manfaat...

Lebih terperinci