BAB IV PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI
|
|
- Sudomo Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi merupakan penjelasan lebih lanjut dari RTRW Kota Cimahi. Beberapa ketentuan yang belum diatur dan ketentuan yang dapat menimbulkan berbagai interpretasi, dijelaskan lebih lanjut dalam petunjuk teknis RTRW Kota Cimahi. Beberapa ketentuan dalam RTRW dianggap tidak jelas lokasinya, kurang spesifik berdasarkan fungsi/perannya, tidak ada kriteria/tolak ukur, dan persoalan kontekstual. Mengenai ketentuan pemanfaatan ruang, petunjuk teknis RTRW Kota Cimahi mempertimbangkan beberapa aturan normatif (peraturan perundangan), yaitu UU No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Permendagri No.2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Dalam peraturan perundangan tersebut telah dipaparkan mengenai rencana pengelolaan kawasan pusat kota dan koridor perdagangan dan jasa. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi. Dalam tinjauan terhadap substansi Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi dijelaskan bahwa ketentuan yang sudah jelas dalam pengelolaan kawasan pusat kota dan koridor perdagangan dan jasa adalah ketentuan mengenai peremajaan dan perbaikan kawasan. Namun terdapat beberapa ketentuan yang belum ada dalam Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi tersebut dan salah satunya adalah ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan kapasitas jalan. Oleh karena itu, studi ini dilakukan sebagai bahan masukan terhadap ketentuan teknis pemanfaatan ruang Kota Cimahi tersebut. 4.1 Penilaian Ketentuan Intensitas Bangunan Koridor Jalan Raya Cimahi dalam RTRW Kota Cimahi Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketentuan intensitas bangunan koridor Jalan Raya Cimahi telah ditetapkan dalam RTRW. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak dibuat berdasarkan kemampuan kapasitas jalannya. Oleh karena itu, ketentuan 83
2 KLB maksimum yang ditetapkan saat ini mungkin saja tidak sesuai dengan kapasitas jalan yang tersedia. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengujian terhadap ketentuan intensitas bangunan koridor Jalan Raya Cimahi yang ditetapkan di dalam RTRW Kota Cimahi tersebut. Tujuan dari pengujian tersebut adalah untuk melihat apakah ketentuan intensitas bangunan (dalam hal ini, Koefisien Lantai Bangunan) maksimum koridor Jalan Raya Cimahi masih dapat ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia atau tidak. Hasil dari pengujian tersebut menghasilkan suatu penilaian yang menentukan apakah ketentuan KLB koridor Jalan Raya Cimahi yang ditetapkan dalam RTRW Kota Cimahi masih sesuai atau harus diturunkan. Tahap pertama adalah melakukan simulasi penerapan ketentuan KLB maksimum RTRW pada kapling eksisting di setiap segmen koridor Jalan Raya Cimahi saat ini. Tahap ini menghasilkan luas lantai bangunan maksimum setiap segmen. Tahap kedua adalah memperkirakan bangkitan tarikan kendaraan (trip attraction) maksimum yang ditimbulkan dari setiap segmen tersebut. Tahap ketiga adalah memperkirakan volume kendaraan maksimum setiap segmen Jalan Raya Cimahi dan tahap terakhir adalah memperkirakan volume per capacity (VCR) setiap segmen Jalan Raya Cimahi. Perkiraan VCR inilah yang dijadikan acuan penilaian ketentuan KLB maksimum RTRW tersebut. Dari perkiraan VCR tersebut dapat terlihat apakah ketentuan KLB maksimum RTRW tersebut masih dapat ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia atau sudah melebihi kapasitas yang tersedia. Apabila ternyata melebihi kapasitas yang tersedia saat ini, maka ketentuan KLB maksimum tersebut terlalu tinggi dan harus diturunkan. Penilaian ketentuan intensitas bangunan RTRW ini dilakukan dalam dua skenario. Perbedaan antara kedua skenario tersebut terletak pada aktivitas/fungsi yang dikembangkannya. Pada Skenario I, aktivitas/fungsi koridor Jalan Raya Cimahi diarahkan untuk mengikuti aturan dalam RTRW Kota Cimahi. Sedangkan pada Skenario II, aktivitas/fungsi yang dikembangkan mengikuti proporsi aktivitas/fungsi eksisting Jalan Raya Cimahi. 84
3 4.1.1 Penerapan Ketentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimum RTRW Kota Cimahi pada Koridor Jalan Raya Cimahi Skenario I Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam skenario I ini, aktivitas/fungsi Jalan Raya Cimahi diarahkan untuk mengikuti arahan aktivitas/fungsi yang ditetapkan dalam RTRW Kota Cimahi. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab 3.2.1, berdasarkan petunjuk teknis (zoning regulation) Kota Cimahi, koridor Jalan Raya Cimahi memiliki dua peruntukan tanah, yaitu sebagai kawasan pusat kota (Segmen Alun Alun Kota - Jl.Gatot Soebroto) dan koridor perdagangan dan jasa (Seluruh koridor Jalan Raya Cimahi). Aktivitas yang mendominasi kawasan tersebut adalah kegiatan komersial dan jasa. Oleh karena itu, pada skenario I ini, penerapan KLB maksimum pada koridor Jalan Raya Cimahi pun disesuaikan dengan peruntukan tanah yang ditetapkan dalam RTRW Kota Cimahi tersebut, yaitu: Tabel IV.1 Ketentuan Intensitas Bangunan Koridor Jalan Raya Cimahi Hirarki 1 Lingkup Studi Hirarki 2 Hirarki 3 KLB Max Kawasan Pusat Kota Segmen 1 Pusat Kota - Perdagangan (PD) Pusat Kota Perkantoran (PK) PD-3 1 Bangunan deret berhimpit dengan GSB=0, untuk kegitan komersial umum, dan berupa rumah toko PK -2 2 Kegiatan perkantoran umum dengan KDB rendah, baik perkantoran tunggal maupun kompleks pusat bisnis. Dimungkinkan terdapat kegiatan perdagangan sebagai penunjang Kawasan Khusus Segmen 2-6 Khusus Koridor Perdagangan dan Jasa (KP) KP - 1 Koridor yang berada di jalan arteri primer Sumber: Petunjuk Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi Keterangan: 1Berdasarkan hasil pengamatan, bangunan perdagangan di pusat Kota Cimahi mayoritas adalah bangunan deret berhimpit dengan GSB=0, oleh karena itu hirarki 3 yang dipilih adalah PD-3. 2 Berdasarkan hasil pengamatan, bangunan perkantoran di pusat Kota Cimahi mayoritas adalah bangunan KDB rendah dan merupakan bangunan tunggal, oleh karena itu hirarki 3 yang dipilih adalah PK
4 Berdasarkan kondisi eksistingnya (sub-bab 3.2.2), bangunan di sepanjang koridor Jalan Raya Cimahi belum terbangun penuh sesuai dengan ketentuan KLB maksimum yang ditetapkan. Aktivitas/fungsi yang berkembang di koridor Jalan Raya Cimahi saat ini pun belum menunjukkan kesesuaian dengan ketentuan pemanfaatan ruang RTRW Kota Cimahi. Walaupun koridor ini sudah didominasi oleh kegiatan komersial. Namun masih terdapat beberapa kapling yang tidak sesuai dengan peruntukan tanah koridor Jalan Raya Cimahi, seperti hunian (3,82%), industri (24,04%) dan lahan kosong (9,14%). Untuk mengikuti arahan peruntukan tanah dalam RTRW Kota Cimahi, maka segmen yang berada pada kawasan pusat kota (segmen 1) dikonversikan untuk memiliki fungsi komersial dan perkantoran, sedangkan segmen yang berada di koridor perdagangan dan jasa (segmen 2-6), dikonversikan menjadi 100% komersial. Dalam penerapan pemanfaatan ruang tersebut, terdapat pengecualian terhadap bangunan institusional (tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, lembaga pelayanan sosial, dan transmisi induk, relay, dan distribusi komunikasi) dan kantor pemerintahan. Telah dijelaskan pada sub-bab bahwa bangunan tersebut tidak memiliki fungsi komersial, namun memiliki fungsi sebagai pelayanan publik dan sosial. Dengan ditempatkannya bangunan tersebut di jalan utama Kota Cimahi, tentu akan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat yang membutuhkannya. Dalam RTRW Kota Cimahi pun disebutkan bahwa perkantoran pemerintah dan fasilitas umum/sosial pendukung harus tetap ada di kawasan pusat kota dan koridor perdagangan dan jasa. Oleh karena itu, baik fungsi, maupun intensitas bangunannya akan tetap dipertahankan sebagaimana kondisi eksistingnya. Berikut ini adalah hasil penerapan aktivitas/fungsi dan ketentuan KLB maksimum pada kapling eksisting di koridor Jalan Raya Cimahi (Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran): 86
5 Tabel IV.2 Fungsi, Luas Kapling, KLB Maksimum dan Luas Lantai Bangunan Maksimum Koridor Jalan Raya Cimahi Berdasarkan Skenario I Peruntukan Tanah Fungsi pada Skenario I Luas Kapling (m 2 ) KLB Max Skenario I Luas Lantai Bangunan Max Skenario I (m 2 ) Kawasan Pusat Kota Koridor Perdagangan Dan Jasa Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah TETAP Institusional TETAP SUB TOTAL Komersial 22601,79 3, ,73 Perkantoran Pemerintah Institusional 1767,3 TETAP 3534,6 SUB TOTAL Komersial , Perkantoran Pemerintah 94192,19 TETAP 17212,91 Institusional 34328,34 TETAP 30056,34 SUB TOTAL Komersial , Perkantoran Pemerintah 421,18 TETAP 222,87 Institusional 833,23 TETAP 908,65 SUB TOTAL Komersial , Perkantoran Pemerintah 43421,36 TETAP 13018,8 Institusional 32132,26 TETAP 16931,32 SUB TOTAL Komersial , Perkantoran Pemerintah Institusional SUB TOTAL Sumber: Lampiran 1 Keterangan : TOTAL , = Aktivitas perkantoran pemerintah dan institusional tetap pada fungsi, luas kapling, KLB dan luas lantai bangunan ekistingnya. 87
6 Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa seluruh kapling di sepanjang Jalan Raya Cimahi telah mengalami perubahan fungsi dan KLB sesuai dengan ketentuan dalam RTRW Kota Cimahi, kecuali bangunan institusional dan kantor pemerintahan yang tetap dipertahankan sebagaimana kondisi eksistingnya. Perubahan tersebut menyebabkan luas lantai bangunan setiap fungsi pun ikut mengalami perubahan Skenario II Pada Skenario II ini, sama halnya seperti pada Skenario I, seluruh kapling di sepanjang koridor Jalan Raya Cimahi disimulasikan terbangun penuh sesuai dengan ketentuan KLB maksimum. Ketentuan KLB maksimum yang diterapkan sama dengan Skenario I (Lihat Tabel IV.3). Akan tetapi, aktivitas/fungsi yang dikembangkan dalam Skenario II ini mengikuti proporsi aktivitas/fungsi eksisting koridor Jalan Raya Cimahi. Sama halnya dengan Skenario I, dalam Skenario II ini pun dilakukan pengecualian terhadap bangunan institusional dan kantor pemerintahan. Berikut ini adalah hasil penerapan ketentuan intensitas bangunan RTRW Kota Cimahi berdasarkan Skenario II (Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran): Tabel IV.3 Fungsi, Luas Kapling, KLB Maksimum dan Luas Lantai Bangunan Maksimum Koridor Jalan Raya Cimahi Berdasarkan Skenario II Peruntukan Tanah Fungsi pada Skenario II Luas Kapling (m 2 ) KLB Max Skenario II Luas Lantai Bangunan Max Skenario II (m 2 ) Kawasan Pusat Kota 1 Hunian , Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah TETAP Institusional TETAP Industri 3,2 Ruang Terbuka Hijau - SUB TOTAL
7 Peruntukan Tanah Fungsi pada Skenario II Luas Kapling (m 2 ) 2 KLB Max Skenario II Luas Lt.Bgnan.Max. Skenario II (m 2 ) Hunian , Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah TETAP Institusional TETAP Industri 3,2 Koridor Perdagangan Dan Jasa Ruang Terbuka Hijau SUB TOTAL Hunian - 3,2 - Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah TETAP Institusional TETAP Industri , Ruang Terbuka Hijau SUB TOTAL Hunian - 3,2 - Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah TETAP Institusional TETAP Industri , Ruang Terbuka Hijau SUB TOTAL Hunian - 3,2 - Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah TETAP Institusional TETAP Industri , Ruang Terbuka Hijau SUB TOTAL Hunian , Komersial , Perkantoran , Perkantoran Pemerintah Institusional TETAP TETAP Sumber: Lampiran 1 Keterangan : Industri - 3,2 - Ruang Terbuka Hijau SUB TOTAL TOTAL = Aktivitas perkantoran pemerintah dan institusional tetap pada fungsi, luas kapling, KLB dan luas lantai bangunan ekistingnya. 89
8 4.1.2 Perkiraan Bangkitan Tarikan Kendaraan (trip attraction) Maksimum Jalan Raya Cimahi Tahapan ini bertujuan untuk memperkirakan Jumlah bangkitan tarikan (trip attraction) yang dihasilkan oleh bangunan di sepanjang Jalan Raya Cimahi berdasarkan skenario yang telah dibuat. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu permodelan untuk memperkirakan bangkitan tarikan (trip attraction) tersebut. Perkiraan trip attraction ini dilakukan dengan menggunakan model trip rate. Trip rate ini merupakan suatu konstanta yang digunakan untuk meramalkan jumlah trip attraction yang dihasilkan berdasarkan luas bangunannya. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Trip Attraction Skenario = Luas lantai bangunan maksimum Skenario x trip rate...(4.1) Trip rate yang digunakan untuk setiap fungsi berbeda-beda tergantung dari standar trip rate yang digunakan untuk masing-masing fungsi tersebut (Standar trip rate yang digunakan dalam studi ini dapat dilihat pada lampiran). Standar trip rate tersebut merupakan standar yang didapatkan dari beberapa studi traffic impact yang pernah dilakukan di area perkotaan (DKI Jakarta, Kota Semarang, Cirebon dan Sandiego,AS). Trip rate yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap kota, tergantung dari karakteristik kawasannya. Standar Trip rate yang ditetapkan di Indonesia tentu berbeda dengan luar negeri. Oleh karena itu, pemilihan trip rate yang digunakan dalam studi ini pun harus disesuaikan dengan karakteristik Kota Cimahi. Akan lebih baik jika trip rate yang digunakan adalah trip rate yang dihasilkan dari studi yang dilakukan di Indonesia, yaitu trip rate di Kota Jakarta, Cirebon dan Semarang. Walaupun karakteristik Kota Jakarta, Cirebon dan Semarang tidak sepenuhnya sama persis dengan karakteristik Kota Cimahi, namun standar trip rate tersebut tentu akan lebih tepat untuk digunakan daripada standar trip rate yang diterapkan di luar negeri. Perhitungan perkiraan trip attraction yang dilakukan dalam studi ini adalah untuk mencari tahu sebenarnya seberapa besar prasarana Jalan Raya 90
9 Cimahi menerima beban puncak dari trip attraction pada masing-masing skenario tersebut. Oleh karena itu, standar trip rate yang digunakan pun adalah standar trip rate maksimum pada waktu puncak dari masing-masing aktivitas/fungsi. Waktu puncak tersebut umumnya terjadi pada pagi hari dan sore hari Skenario I Berdasarkan luas lantai bangunan maksimum Skenario I dan standar trip rate untuk masing-masing fungsi tersebut, didapatlah jumlah perkiraan bangkitan tarikan kendaraan (trip attraction) maksimum Jalan Raya Cimahi sebagai berikut (Untuk lebih jelasnya, perhitungan trip attraction per kapling dapat dilihat pada lampiran): Tabel IV.4 Perkiraan Bangkitan Tarikan Kendaraan Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I Jam Puncak Pagi Jam Puncak Sore Tarikan Bangkitan Total Tarikan Bangkitan Total 1 408,12 189,8 597,85 212,56 421,93 634, ,33 324,25 950,62 384,65 740, , ,84 980, , , , , ,23 884, ,21 985, , , ,45 926, , , , , ,61 950, , , , ,26 Sumber: Lampiran 1 Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa trip attraction yang dihasilkan oleh setiap segmen berbeda-beda. Hal tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh luas kapling eksisting yang tersedia pada masing-masing segmen, dan aktivitas/fungsi yang dikembangkan. Trip attraction tertinggi di Jalan Raya Cimahi berada pada segmen 5, yaitu segmen Fly Over Cimindi Jl.Kebon Kopi. Hal tersebut dikarenakan pada segmen tersebut terdapat beberapa kapling eksisting industri yang memiliki luas yang 91
10 sangat tinggi. Pada segmen tersebut perkiraan trip attraction yang dihasilkan pada pagi hari adalah 3069,43 smp/jam dan 3084,11 smp/jam pada sore hari. Perkiraan trip attraction dengan menggunakan model trip rate ini hanya mempertimbangkan satu variabel, yaitu luas lantai bangunan. Oleh karena itu, nilai trip attraction yang dihasilkan pun sangat tergantung pada luas bangunannya. Pada segmen yang memiliki luas bangunan yang tinggi, maka tingkat bangkitan tarikan kendaraannya pada segmen tersebut pun akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, trip attraction pada segmen 1 memiliki nilai yang sangat rendah, karena luas lantai bangunan pada segmen tersebut pun rendah Skenario II Berikut ini adalah jumlah perkiraan trip attraction Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II (Untuk lebih jelasnya, perhitungan trip attraction per kapling dapat dilihat pada lampiran): Tabel IV.5 Perkiraan Bangkitan Tarikan Kendaraan Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II Jam Puncak Pagi Jam Puncak Sore Tarikan Bangkitan Total Tarikan Bangkitan Total 1 373,32 179,46 552,69 197,86 376,79 574, ,33 200,8 604,1 223,46 435,82 659, ,01 865, ,34 798, , , ,66 759, ,09 554, , , ,66 819, ,49 625, , , ,98 830, ,64 678, , ,52 Sumber: Lampiran 1 92
11 Sama halnya dengan Skenario I, perhitungan perkiraan bangkitan tarikan (trip attraction) pada Skenario II pun dilakukan dengan menggunakan model trip rate. Perbedaan aktivitas/fungsi dalam Skenario I dan II menyebabkan jumlah trip attraction antara kedua skenario ini berbeda. Pada skenario II ini dapat terlihat bahwa trip attraction tertinggi di Jalan Raya Cimahi terjadi pada segmen 5, yaitu segmen Fly Over Cimindi Jl.Kebon Kopi (jam puncak pagi). Sedangkan untuk jam puncak sore, trip attraction tertinggi terjadi pada segmen 3, yaitu segmen Jl.Cihanjuang Jl.Pesantren. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan trip rate pagi hari dan sore hari untuk tiap-tiap aktivitas/fungsi. Trip attraction pada skenario II ini lebih rendah dari skenario II karena aktivitas/fungsi yang dikembangkan dalam skenario II memiliki trip rate yang lebih rendah daripada aktivitas/fungsi komersial yang dikembangkan pada skenario I. Trip attraction tertinggi Jalan Raya Cimahi pada Skenario II ini adalah 2631,46 smp/jam pada pagi hari dan 2522,72 smp/jam pada sore hari Perkiraan Lalu Lintas Maksimum Jalan Raya Cimahi Untuk menghitung perkiraan volume maksimum Jalan Raya Cimahi, maka jumlah bangkitan tarikan kendaraan yang dihasilkan oleh setiap segmen harus dijumlahkan dengan jumlah kendaraan yang melakukan pergerakan menerus (volume through traffic) yang melalui Jalan Raya Cimahi. Pada sub-bab telah dibahas mengenai pergerakan menerus (through traffic) di Jalan Raya Cimahi. Dari sub-bab tersebut didapatkan gambaran mengenai pergerakan kendaraan di Jalan Raya Cimahi. Proporsi kendaraan through traffic rata-rata di Jalan Raya Cimahi adalah 31%. Artinya, dari 100 smp yang masuk ke Jalan Raya Cimahi, 69 smp merupakan bangkitan tarikan (trip attraction) koridor Jalan Raya Cimahi dan 31 smp merupakan pergerakan menerus (through traffic). Dari 69 smp bangkitan tarikan kendaraan Jalan Raya Cimahi, dihasilkan 31 smp pergerakan menerus. Proporsi through traffic tersebutlah yang digunakan untuk memperkirakan volume lalu lintas maksimum Jalan Raya Cimahi dengan menggunakan persamaan berikut: 93
12 Lalu Lintas Maksimum Skenario = Trip Attraction Skenario + Through Traffic...(4.2) Dimana, Through Traffic = (31/69) x Trip Attraction Skenario.(4.3) Skenario I Berdasarkan persamaan tersebut didapatlah volume kendaraan maksimum Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I sebagai berikut: Tabel IV.6 Perkiraan Lalu Lintas Maksimum Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I Trip Attraction Jam Puncak Pagi Through Traffic Maksimum Trip Attraction Jam Puncak Sore Through Traffic Maksimum 1 597,85 268,60 866,45 634,52 285,07 919, ,62 427, , ,77 505, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa volume maksimum terjadi pada segmen 5, yaitu 4448,45 smp/jam (pagi hari) dan 4554,00 smp/jam pada sore hari (segmen 6) Skenario II Perhitungan yang dilakukan dalam memperkirakan volume maksimum pada Skenario II pun sama dengan Skenario I, yaitu dengan menambahkan proporsi volume through traffic pada perkiraan jumlah trip attraction yang didapatkan (menggunakan persamaan 4.2 dan 4.3). 94
13 Tabel IV.7 Perkiraan Lalu Lintas Maksimum Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II Trip Attraction Jam Puncak Pagi Through Traffic Maksimum Trip Attraction Jam Puncak Sore Through Traffic Maksimum 1 552,69 248,31 801,00 574,69 258,19 832, ,1 271,41 875,51 659,27 296,19 955, , , , , , , , , , ,27 882, , , , , ,74 995, , , , , , , ,93 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Dibandingkan dengan hasil Skenario I, jumlah volume pada Skenario II cenderung lebih rendah. maksimum terjadi pada segmen 5 (jam puncak pagi) dan segmen 3 (jam puncak sore). Nilai volume maksimum masing-masing skenario ini menunjukkan jumlah total volume kendaraan maksimum yang dibebankan ke setiap segmen Jalan Raya Cimahi apabila ketentuan KLB maksimum RTRW Jalan Raya Cimahi diterapkan sesuai dengan skenario II, yaitu 3813,75 smp/jam (pagi hari) dan 3656,12 smp/jam (sore hari) Perkiraan per Capacity Ratio (VCR) Jalan Raya Cimahi Berdasarkan data volume maksimum tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menghitung perkiraan VCR Jalan Raya Cimahi. Perhitungan VCR ini didasarkan pada kapasitas jalan. Studi ini menganggap kapasitas jalan sebagai konstrain yang tidak akan bertambah jumlahnya, sehingga kapasitas jalan yang digunakan dalam perhitungan perkiraan VCR ini pun adalah kapasitas eksisting Jalan Raya Cimahi. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah : VCR Skenario B B = Lalu Lintas Maksimum Skenario Kapasitas Jalan BeksistingB 95.(4.4)
14 Skenario I Berdasarkan persamaan di atas, maka data yang dibutuhkan untuk menghitung perkiraan VCR skenario ini adalah volume kendaraan maksimum dan kapasitas jalan eksisting. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan perkiraan VCR untuk Skenario I ini, yaitu: Tabel IV.8 Perkiraan per Capacity Ratio (VCR) Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I Maksimum Jam Puncak Pagi Kapasitas Jalan Perkiraan VCR Maksimum Jam Puncak Sore Kapasitas Jalan Perkiraan VCR 1 866, ,91 0,17 919, ,91 0, , ,46 0, ,1 4824,46 0, , ,75 0, , ,75 0, , ,72 0, , ,72 0, , ,59 0, , ,59 1, , ,59 0, ,59 1,02 Sumber: Hasil Perhitungan, Skenario II Tabel IV.9 Perkiraan per Capacity Ratio (VCR) Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II Maksimum Jam Puncak Pagi Kapasitas Jalan Perkiraan VCR Maksimum Jam Puncak Sore Kapasitas Jalan Perkiraan VCR ,91 0,16 832, ,91 0, , ,46 0,18 955, ,46 0, , ,75 0, , ,75 0, , ,72 0, , ,72 0, , ,59 0, , ,59 0, , ,59 0, , ,59 0,75 Sumber: Hasil Perhitungan,
15 4.1.5 Perbandingan Antara Perkiraan Lalu Lintas Maksimum Skenario I dan Skenario II Dengan Kapasitas Jalan Raya Cimahi Dari hasil perhitungan, dapat terlihat bahwa karakteristik VCR antara Skenario I dan Skenario II tidak terlalu berbeda. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 4.1 Perbandingan Lalu Lintas Maksimum Skenario I, Skenario II dengan Kapasitas Eksisting Jalan Raya Cimahi (Jam Puncak Pagi dan Sore Hari) Sumber: Hasil Analisis, 2007 Dapat terlihat pada gambar di atas bahwa volume terendah terjadi pada segmen 1 dan 2. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh luas lantai bangunan yang tersedia pada masing-masing segmen. Luas lantai bangunan maksimum segmen 1 dan 2 memiliki nilai yang rendah. Dengan begitu, dianggap bahwa bangkitan tarikan (trip attraction) yang dihasilkan pun rendah. Kemungkinan volume tertinggi terjadi pada segmen 3, 5 dan 6. Segmen ini memiliki luas kapling eksisting yang tinggi, sehingga saat diterapkan ketentuan KLB maksimum pada segmen tersebut, maka tingkat trip attraction pun ikut meningkat dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap 97
16 lalu-lintas Jalan Raya Cimahi secara keseluruhan. Pada umumnya, volume lalu lintas maksimum tersebut masih dapat ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia, kecuali pada segmen 6 (jam puncak sore). Pada segmen ini volume kendaraan maksimum adalah 4554 smp/jam, sementara kapasitas jalan hanya dapat menampung 4480,59 smp/jam sehingga nilai VCR yang dihasilkan adalah 1,02. Berdasarkan stándar tingkat pelayanan jalan, kondisi ini berada pada LOS F, dimana terdapat antrian panjang dan aliran telah mengalami kemacetan. Kondisi seperti ini seharusnya benar-benar dihindari, mengingat bahwa Jalan Raya Cimahi merupakan jalan arteri primer yang seharusnya memiliki LOS sekurang-kurangnya B (memiliki kondisi arus yang stabil). Segmen lain (segmen 3,4 dan 5) umumnya masih dapat ditampung oleh kapasitas jalan yang tersedia (VCR 1,00), namun VCR yang dimiliki cukup tinggi, yaitu 0,49 1. Apabila dinilai dari standar LOS, maka segmen tersebut memiliki LOS B dan C, dimana dekskripsi arus pada LOS tersebut adalah memiliki arus stabil, namun kecepatannya terbatas dan memiliki hambatan yang semakin besar. Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat bahwa ketentuan KLB maksimum RTRW telah menghasilkan bangkitan tarikan yang begitu besar, sehingga volume kendaraan yang terkontribusi pada Jalan Raya Cimahi pun cukup besar. Dengan membandingkan hasil perhitungan pada Skenario I dan Skenario II, dapat terlihat bahwa VCR pada skenario II memiliki nilai yang lebih rendah daripada Skenario I. Hal tersebut dipengaruhi oleh aktivitas/fungsi yang dikembangkan di koridor Jalan Raya Cimahi pada masing-masing skenario. Pada skenario I, Jalan Raya Cimahi dikembangkan menjadi 100% kawasan komersial. Berdasarkan stándar trip rate, aktivitas komersial ini memiliki trip rate yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Pengembangan koridor Jalan Raya Cimahi menjadi kawasan 100% komersial ini tentu menimbulkan bangkitan tarikan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bangkitan tarikan yang dihasilkan oleh proporsi aktivitas/fungsi eksisting. Hasil tersebut dapat menjadi masukan dalam pengembangan aktivitas/fungsi Jalan Raya Cimahi. 98
17 4.1.6 Penilaian Ketentuan KLB Maksimum RTRW Kota Cimahi berdasarkan Skenario I dan II Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, telah didapatkan perkiraan VCR maksimum yang dapat terjadi di Jalan Raya Cimahi apabila ketentuan KLB maksimum dalam RTRW diterapkan di sepanjang koridor Jalan Raya Cimahi. Hasil perkiraan VCR tersebut kemudian digunakan sebagai acuan penilaian ketentuan KLB maksimum yang ditetapkam dalam RTRW Kota Cimahi saat ini. Telah dijelaskan pada Bab 2, bahwa batas maksimum VCR yang digunakan sebagai ukuran penilaian adalah 0,70. Batas maksimum 0,70 tersebut merupakan kondisi terburuk yang masih dapat ditolerir (acceptable worst scenario). Kondisi yang diambil adalah kondisi dimana Jalan Raya Cimahi memiliki LOS yang berada satu tingkat lebih buruk dari LOS minimal yang ditetapkan untuk jalan arteri primer dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan, yaitu LOS C. Pada LOS C ini ditetapkan bahwa VCR maksimum adalah 0,70. Batas maksimum VCR 0,70 tersebutlah yang dijadikan sebagai batas kelayakan kapasitas Jalan Raya Cimahi. Apabila VCR RTRW 0.70, maka volume kendaraan masih dapat ditampung dan ketentuan intensitas bangunan dalam RTRW masih sesuai dengan kapasitas jalan. Sedangkan bila VCR RTRW > 0.70, maka volume kendaraan sudah melampaui kapasitas dan ketentuan KLB maksimum dalam RTRW dinilai terlalu tinggi. Berikut ini adalah hasil penilaian ketentuan RTRW tersebut: 99
18 Tabel IV.10 Penilaian Ketentuan KLB Maksimum Koridor Jalan Raya Cimahi (Jam Puncak Pagi) Perkiraan Trip Attraction Through Traffic Perkiraan Maksimum Kapasitas Jalan Eksisting Perkiraan VCR Penilaian Ketentuan KLB RTRW SKENARIO I SKENARIO II 1 597,85 268,60 866, ,91 0,17 0,70, masih sesuai 2 950,62 427, , ,46 0,29 0,70, masih sesuai , , , ,75 0,88 >0,70, terlalu tinggi , , , ,72 0,64 0,70, masih sesuai , , , ,59 0,99 >0,70, terlalu tinggi , , , ,59 0,92 >0,70, terlalu tinggi 1 552,69 248,31 801, ,91 0,16 0,70, masih sesuai 2 604,1 271,41 875, ,46 0,18 0,70, masih sesuai , , , ,75 0,78 >0,70, terlalu tinggi , , , ,72 0,57 0,70, masih sesuai , , , ,59 0,85 >0,70, terlalu tinggi , , , ,59 0,80 >0,70, terlalu tinggi Sumber: Hasil Analisis, 2007 Tabel IV.11 Penilaian Ketentuan KLB Maksimum Koridor Jalan Raya Cimahi (Jam Puncak Sore) Perkiraan Trip Attraction Through Traffic Perkiraan Maksimum Kapasitas Jalan Eksisting Perkiraan VCR Penilaian Ketentuan KLB RTRW SKENARIO I SKENARIO II 1 634,52 285,07 919, ,91 0,18 0,70, masih sesuai ,77 505, , ,46 0,34 0,70, masih sesuai , , , ,75 0,91 >0,70, terlalu tinggi , , , ,72 0,69 0,70, masih sesuai , , , ,59 1,00 >0,70, terlalu tinggi , , , ,59 1,02 >0,70, terlalu tinggi 1 574,69 258,19 832, ,91 0,16 0,70, masih sesuai 2 659,27 296,19 955, ,46 0,20 0,70, masih sesuai , , , ,75 0,75 >0,70, terlalu tinggi ,27 882, , ,72 0,49 0,70, masih sesuai ,74 995, , ,59 0,72 >0,70, terlalu tinggi , , , ,59 0,75 >0,70, terlalu tinggi Sumber: Hasil Analisis,
19 Berdasarkan hasil analisis di atas dapat terlihat bahwa ketentuan KLB maksimum pada beberapa segmen masih sesuai dan pada beberapa segmen lainnya dapat terlihat bahwa ketentuan KLB maksimum Jalan Raya Cimahi tersebut terlalu tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan KLB maksimum tersebut terlalu tinggi. Walaupun pada segmen tertentu dapat terlihat bahwa kapasitas jalan masih dapat menampung ketentuan tersebut, namun bukan berarti ketentuan tersebut masih sesuai untuk Jalan Raya Cimahi secara keseluruhan. Jalan Raya Cimahi terdiri dari beberapa segmen yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Jika ada salah satu segmen saja yang tidak dapat menampung ketentuan KLB maksimum tersebut, maka dapat diartikan bahwa ketentuan KLB tersebut terlalu tinggi untuk seluruh segmen Jalan Raya Cimahi dan harus diturunkan. Walaupun kapasitas jalan pada beberapa segmen (segmen dengan VCR rendah) masih dapat menerima tambahan bangkitan tarikan kendaraan, namun bukan berarti luas lantai bangunan pada masing-masing segmen dapat ditambah sesuai dengan kapasitas segmen tersebut. Ketentuan luas lantai bangunan maksimum yang boleh dibangun pada segmen tersebut tentu harus tetap mempertimbangkan kapasitas segmen yang sudah tidak dapat menerima tambahan bangkitan tarikan kendaraan lagi, yaitu segmen dengan nilai VCR tertinggi (Segmen 6 yang memiliki VCR 1,02) sebagai konstrain. Karena dalam hal ini, kendaraan yang dibangkitkan/ditarik oleh segmen ber VCR rendah tersebut tentu tidak akan menimbulkan masalah pada saat melewati segmen tersebut. Namun terdapat kemungkinan bahwa kendaraan tersebut akan melewati segmen yang menjadi konstrain (segmen 6). Hal inilah yang menjadi masalah, karena kapasitas jalan segmen 6 sudah tidak dapat menerima beban kendaraan lagi maka akibat yang ditimbulkan adalah kemacetan lalu lintas pada beberapa segmen jalan. 101
20 4.2 Penentuan Intensitas Bangunan Koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Kemampuan Kapasitas Jalan Dalam menentukan intensitas bangunan, terdapat skenario yang dibuat dalam dua kondisi, yaitu kemungkinan terbaik yang dapat dicapai dan acceptable worst scenario, yaitu kemungkinan terburuk yang masih dapat ditolerir. Skenario tersebut kemudian diterapkan pada skenario yang telah ditetapkan pada tahap analisis sebelumnya, sehingga terdapat empat skenario Tabel IV.12 Skenario yang Digunakan dalam Menentukan Intensitas Bangunan Jalan Raya Cimahi Skenario A 1 : LOS B (VCR 0,45) LOS yang diinginkan Skenario B 2 : LOS C (VCR 0,70) Skenario I: Mengikuti arahan aktivitas/fungsi yang ditetapkan dalam RTRW Kota Cimahi Skenario I-A 1. VCR 0,45 2. Fungsi yang dikembangkan: - Komersial, - Perkantoran - Institusional Skenario I-B 1. VCR 0,70 2. Fungsi yang dikembangkan: - Komersial, - Perkantoran - Institusional Fungsi yang akan dikembangkan Skenario II: Mengikuti proporsi aktivitas/fungsi eksisting koridor Jalan Raya Cimahi saat ini Skenario II-A 1. VCR 0,45 2. Fungsi yang dikembangkan: - Hunian - Komersial - Jasa Komersial - Perkantoran - Institusional - Pelayanan Dan Jasa Kendaraan Bermotor - Ruang Terbuka Hijau Skenario II-B 1. VCR 0,70 2. Fungsi yang dikembangkan: - Hunian - Komersial - Jasa Komersial - Perkantoran - Institusional - Pelayanan Dan Jasa Kendaraan Bermotor - Ruang Terbuka Hijau Sumber: Hasil Analisis, 2007 Keterangan: 1. Skenario A: Kondisi dimana Jalan Raya Cimahi berada dalam kondisi ideal yang memungkinkan, yaitu LOS B dengan VCR 0,45 dan kecepatan km/jam. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan No.KM 14 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa jalan arteri primer sekurang-kurangnya memiliki level of service (LOS) B. Sehingga dibuatlah suatu skenario untuk mewujudkan ketentuan tersebut. 102
21 2. Skenario B: Kondisi terburuk yang masih dapat ditolerir (acceptable worst scenario), yaitu kondisi Jalan Raya Cimahi berada pada LOS satu tingkat lebih rendah dari Skenario A, yaitu LOS C dengan VCR 0,7 dan kecepatan km/jam. Penentuan intensitas bangunan ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan dengan menetapkan VCR maksimum. Nilai VCR maksimum yang diterapkan disesuaikan dengan kondisi yang diinginkan pada masing-masing skenario. Tahap selanjutnya adalah memperkirakan batas maksimum volume kendaraan yang melewati suatu segmen jalan berdasarkan VCR maksimum yang telah ditetapkan pada masing-masing skenario. tersebut dikurangi dengan volume through traffic untuk mendapatkan jumlah trip attraction yang diperbolehkan. Jumlah trip attraction tersebut merupakan trip ceiling / plafond trip yang menjadi batas dalam menentukan luas lantai bangunan yang boleh dibangun pada suatu segmen jalan. Luas lantai bangunan tersebut tidak diperbolehkan melebihi batas tersebut. Karena apabila luas bangunan melebihi batas maksimum tersebut, maka volume kendaraan yang dihasilkan pun akan melebihi batas maksimum volume kendaraan yang diinginkan. Tahap terakhir, batas luas lantai maksimum yang boleh dibangun tersebut digunakan untuk menentukan KLB maksimum untuk masingmasing aktivitas/fungsi yang dikembangkan sesuai skenarionya masing-masing Penentuan Intensitas Bangunan Koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan berdasarkan Skenario I-A Pada skenario I-A ini, Jalan Raya Cimahi diharapkan memiliki VCR maksimum 0,45 untuk seluruh segmen jalan. Nilai VCR maksimum tersebut digunakan untuk menghitung trip attraction maksimum yang diperbolehkan pada skenario I ini. Perhitungan trip attraction dilakukan dengan menghitung volume maksimum yang dapat ditampung oleh setiap segmen Jalan Raya Cimahi. maksimum tersebut dikurangi dengan volume through traffic, sehingga didapatkan nilai trip attraction maksimum yang boleh dihasilkan oleh masing-masing segmen. Berikut ini adalah hasil perhitungan trip attraction maksimum pada masing-masing segmen Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I-A: 103
22 Tabel 1V.13 Trip Attraction Maksimum koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I-A VCR Maksimum Kapasitas Jalan Maksimum 1 Through Traffic 2 Trip Attraction Maksimum 3 1 0, , ,61 693, ,13 2 0, , , , ,70 3 0, , , , ,68 4 0, , , , ,57 5 0, , , , ,39 6 0, , , , ,39 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Keterangan: Persamaan yang digunakan dalam menghitung volume kendaraan maksimum tersebut adalah sebagai berikut: 1 kendaraan maksimum Skenario = VCR Maksimum Skenario x C eksisting..(4.5) 2 Through Traffic = (31/100) x kendaraan maksimum Skenario...(4.6) 3 Trip Attraction = kendaraan maksimum Skenario Through Traffic...(4.7) Langkah selanjutnya adalah menentukan trip ceiling (trip attraction yang diperbolehkan) /plafond trip (batas tertinggi trip yang dihasilkan). Perhitungan trip ceiling ini menggunakan persamaan berikut:.(4.8) Trip Ceiling = Trip Attraction - Trip Attraction Aktivitas/fungsi yang dipertahankan Trip attraction yang digunakan adalah trip attraction terendah dari seluruh segmen Jalan Raya Cimahi. Hal tersebut menggunakan pertimbangan hasil analisis pada subbab yang menyebutkan bahwa dalam menentukan KLB maksimum, yang perlu dipertimbangkan adalah segmen jalan yang menjadi konstrain (dalam hal ini, kapasitasnya tidak dapat menampung beban volume kendaraan). Oleh karena itu, trip ceiling yang digunakan untuk menentukan KLB maksimum seluruh Jalan Raya Cimahi pun menggunakan trip attraction maksimum dengan nilai terendah yang dimiliki oleh segmen yang dijadikan konstrain, yaitu 1411,39 smp/jam. 104
23 Jumlah trip attraction tersebut harus dikurangi dengan trip attraction bangunan yang dipertahankan pada segmen konstrain tersebut. Karena trip ceiling yang digunakan di sini adalah batas maksimum trip attraction bangunan-bangunan yang mengalami simulasi. Berdasarkan asumsi awal yang telah ditetapkan, aktivitas/fungsi yang tidak akan mengalami perubahan dalam setiap skenario adalah bangunan institusional dan kantor pemerintahan. Oleh karena itu, jumlah trip attraction 1411,39 smp/jam tersebut harus dikurangi dengan trip attraction bangunan institusional dan kantor pemerintah pada segmen masing-masing segmen. Trip Ceiling = 1411,39 smp/jam - Trip Attraction Aktivitas/fungsi yang dipertahankan i Keterangan: i = segmen 1-6 Tahap selanjutnya adalah menentukan luas lantai bangunan maksimum yang boleh dibangun pada masing-masing segmen. Perhitungan luas lantai bangunan ini menggunakan persamaan sebagai berikut: Luas Lantai Maksimum yang boleh dibangun = Trip Ceiling Trip Rate..(4.9) Dalam skenario ini, aktivitas/fungsi yang berkembang adalah 100% komersial. Oleh karena itu trip rate yang digunakan adalah trip rate untuk fungsi komersial. Nilai trip rate yang digunakan adalah trip rate tertinggi, yaitu trip rate pada jam puncak sore, yaitu 0,0145 smp/jam. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa KLB maksimum yang harus diterapkan untuk dapat mencapai kondisi seperti pada Skenario I-A ini adalah sebagai berikut: 105
24 Tabel IV.14 Ketentuan KLB Maksimum koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario I-A Trip Ceiling untuk Bangunan Komersial Trip Rate Untuk Bangunan Komersial (smp/jam/m 2 ) Luas Lantai Bangunan Komersial Yang boleh Dibangun (m 2 ) Luas Kapling Komersial (m 2 ) Ketentuan KLB Maksimum ,74 0, , ,19 7, ,4 0, , ,79 4, ,37 0, , ,98 0, ,28 0, , ,05 1, ,77 0, , ,92 1, ,39 0, , ,66 1,2 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa untuk mencapai kondisi seperti pada skenario I-A, dimana aktivitas/fungsi yang dikembangkan di Jalan Raya Cimahi mengikuti arahan ketentuan pemanfaatan ruang dalam RTRW Kota Cimahi dan VCR Jalan Raya Cimahi adalah 0,45, maka KLB maksimum yang ditetapkan untuk bangunan komersial berbeda-beda untuk setiap segmennya. Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh luas kapling eksisting yang tersedia pada masing-masing segmen. Pada segmen 1 dan 2 terlihat bahwa nilai KLB maksimum yang ditetapkan sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan luas kapling eksisting pada segmen tersebut sangat rendah. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai luas lantai bangunan yang ditetapkan, maka bangunan tersebut harus menambah jumlah lantainya. Peningkatan KLB maksimum yang begitu besar pada segmen 1 dan 2 tersebut tidak akan menjadi masalah, karena dalam penentuan luas lantai bangunan maksimumnya, jumlah batas trip ceiling yang dipergunakan adalah batas trip attraction maksimum yang menjadi konstrain. Walaupun segmen 1 dan 2 mengalami penambahan yang begitu besar, namun volume kendaraan yang dihasilkan tetap terbatasi oleh konstrain yang ada, sehingga VCR maksimum pada seluruh jalan sesuai dengan yang ditetapkan pada skenario ini, yaitu 0,45. Apabila nilai KLB maksimum 106
25 tersebut dilewati, maka volume kendaraan pada segmen 6 akan melebihi batas VCR masksimum tersebut Penentuan Intensitas Bangunan Koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II-A Pada Skenario II-A ini, aktivitas/fungsi Jalan Raya Cimahi diarahkan untuk mengikuti proporsi eksistingnya. Oleh karena itu KLB maksimum yang ditetapkan pun berbeda-beda untuk masing-masing fungsi. Nilai VCR maksimum yang ditetapkan dalam Skenario ini sama dengan skenario I-A, yaitu 0,45. Tabel IV.15 Trip Ceiling koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II-A VCR Maksimum Kapasitas Jalan Maksimum Through Traffic Trip Ceiling 1 0, , ,61 693, ,13 2 0, , ,01 651, ,70 3 0, , ,69 662, ,68 4 0, , ,52 787, ,57 5 0, , ,27 604, ,39 6 0, , ,27 604, ,39 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Sama halnya dengan Skenario II-A, VCR maksimum yang ditetapkan pada skenario II-A ini pun adalah 0,45. Oleh karena itu jumlah trip ceiling yang ditetapkan untuk seluruh segmen pun sama, yaitu Trip Ceiling = 1411,39 smp/jam - Trip Attraction Aktivitas/fungsi yang dipertahankan i Keterangan: i = segmen 1-6 Penentuan luas lantai bangunan yang dilakukan pada segmen ini berbeda dengan Skenario I-A yang aktivitas/fungsinya 100% komersial. Dalam Skenario II-A ini, fungsi yang dikembangkan mengikuti proporsi fungsi eksistingnya. Oleh karena 107
26 itu, trip rate yang digunakan oleh masing-masing aktivitas/fungsi pun berbeda-beda. Perhitungan luas bangunan maksimumnya pun harus disesuaikan dengan trip rate nya. Persamaan yang dipergunakan untuk menghitung luas lantai bangunan maksimumnya adalah sebagai berikut: Dimana, a i. X i = trip ceiling...(4.10) Keterangan: i = aktivitas/fungsi yang dikembangkan a i = trip rate pada tiap aktivitas/fungsi X i = Luas bangunan setiap aktivitas/fungsi Karena proporsi luas bangunan tidak diketahui, maka proporsi trip rate setiap aktivitas/fungsi disesuaikan dengan proporsi luas kapling eksisting. Hal tersebut dilakukan dengan anggapan bahwa dengan KLB yang sama, maka proporsi luas kapling dan proporsi luas lantai bangunan setiap fungsi akan selalu sama. Sehingga persamaan yang digunakan untuk menghitung luas lantai bangunan adalah sebagai berikut: a i. (b i. X) = trip ceiling...(4.11) Keterangan: i = aktivitas/fungsi yang dikembangkan Dimana, Maka, a i = trip rate pada tiap aktivitas/fungsi b i = proporsi luas kapling eksisting X = total luas lantai bangunan maksimum seluruh aktivitas/fungsi Luas Lantai Bangunan Maksimum = Trip Ceiling a i. b i.....(4.12) Setiap aktivitas/fungsi yang dikembangkan pada skenario ini tentu akan ditetapkan KLB yang berbeda-beda. Akan sangat rancu apabila KLB maksimum untuk seluruh aktivitas/fungsi disamaratakan, karena setiap aktivitas/fungsi memiliki karakteristik intensitas kegiatan yang kebutuhan luas lantai bangunannya berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk memberikan perbandingan yang proposional terhadap KLB 108
27 maksimum tiap aktivitas/fungsi, digunakan perbandingan KLB tiap aktivitas/fungsi yang telah ditentukan dalam standar atau aturan yang sudah ada. Untuk itu, terlebih dahulu diperlukan identifikasi terhadap aktivitas/fungsi yang akan dikembangkan pada skenario ini untuk menentukan KLB maksimum yang akan ditetapkan. Dalam setiap skenario, bangunan institusional dan kantor pemerintah dipertahankan sebagaimana kondisi eksistingnya. Oleh karena itu, dalam perhitungan ini, aktivitas/fungsi tersebut pun tidak diikutsertakan. Selain itu, aktivitas/fungsi yang tidak dimasukkan dalam perhitungan adalah ruang terbuka hijau. Ketentuan KLB tidak digunakan untuk lahan yang merupakan ruang terbuka hijau. Lahan tersebut tetap dipertahankan sebagaimana kondisi eksistingnya sehingga tidak membutuhkan ketentuan KLB. Ketentuan KLB maksimum tersebut dapat diterapkan pada aktivitas/fungsi lainnya. Berdasarkan kondisi eksisting, aktivitas/fungsi lainnya yang berkembang di Jalan Raya Cimahi adalah komersial, hunian, industri dan perkantoran. Namun dalam hal ini, aktivitas/fungsi industri akan dikonversikan menjadi fungsi hunian, komersial dan perkantoran. Karena walaupun skenario ini menggunakan proporsi aktivitas/fungsi eksisting, namun akan sangat rancu jika aktivitas industri tetap dipertahankan. Karena dalam petunjuk teknis RTRW pun disebutkan bahwa pemanfaatan ruang industri tidak diizinkan di koridor Jalan Raya Cimahi. Oleh karena itu, fungsi industri tersebut akan dikonversikan menjadi aktivitas/fungsi hunian, komersial, dan perkantoran. Dapat disimpulkan bahwa dalam skenario ini, aktivitas/fungsi yang perlu ditetapkan nilai KLB maksimumnya adalah aktivitas/fungsi hunian, komersial dan perkantoran. Langkah selanjutnya adalah membuat perbandingan nilai KLB yang proporsional antara ketiga fungsi tersebut. Untuk itu, dilakukan penelusuran terhadap standar ketentuan KLB yang sudah ada, yaitu ketentuan KLB dalam Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi. Berikut ini adalah ketentuan KLB maksimum dalam Petunjuk Teknis RTRW Kota Cimahi untuk fungsi hunian, komersial dan perkantoran: 109
28 Tabel 1V.16 Ketentuan KLB Maksimum untuk Fungsi Hunian, Komersial, Industri dan Perkantoran berdasarkan RTRW Kota Cimahi Aktivitas/ Fungsi Hirarki 2 Hirarki 3 KLB Max Hunian Perumahan Kepadatan Tingggi (RT) Bangunan tunggal atau kelompok bangunan yang memiliki kepadatan tinggi RT -1 Rumah tunggal dengan KDB dasar max 80% dengan jumlah lantai maksimum 2 PD-2 Rumah kopel atau deret dengan KDB dasar max 80% dengan jumlah lantai maksimum 2 1,6 1,6 Komersial Perkantoran Perdagangan (PD) Kawasan ini berupa bangunan tunggal atau kelompok bangunan dengan fungsi utamanya untuk kegiatan perdagangan, baik retail maupun grosir dan dimungkinkan terdapat kegiatan penunjang berupa jasa dan perkantoran. Perkantoran (PK) Kawasan ini berupa bangunan tunggal atau kelompok bangunan dengan fungsi utamanya untuk kegiatan perkantoran, bank dan dimungkinkan terdapat kegiatan penunjang berupa kegiatan perdagangan ritel maupun grosir. PD -1 Kegiatan komersial umum, ritel skala kecil maupun besar dengan kepadatan renggang, baik pertokoan tunggal, maupun pusat belanja PD-2 Bangunan deret untuk kegiatan komersial umum, berupa ritel dan manufaktur terbatas PD-3 Bangunan deret berhimpit dengan GSB=0, untuk kegitan komersial umum, dan berupa rumah toko PK -1 Perkantoran pemerintah baik berupa bangunan tunggal maupun kompleks PK - 2 Kegiatan perkantoran umum dengan KDB rendah, baik perkantoran tunggal maupun kompleks pusat bisnis. Dimungkinkan terdapat kegiatan perdagangan sebagai penunjang PK -3 Kegiatan perkantoran umum dengan bangunan berderet. Dimungkinkan juga kegiatan perdagangan ritel skala kecil dan manufaktur terbatas PK - 4 Kegiatan perkantoran dengan GSB=0, untuk kegiatan perkantoran umum berupa rumah/kantor Sumber: Petunjuk Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi Dari ketentuan KLB maksimum di atas, maka diketahui bahwa KLB maksimum untuk hunian umumnya adalah 1,6, KLB maksimum untuk komersial umumnya 3,2, dan untuk perkantoran adalah 2,4. Ketentuan yang dijadikan patokan tersebut didasarkan pada kondisi eksisting hirarki 3 yang diberi tanda pada tabel di atas. Dari ketentuan tersebut dapat terlihat bahwa KLB maksimum untuk masing-masing fungsi 110
29 tersebut seharusnya berbeda-beda karena intensitas kegiatannya pun berbeda-beda. Perbandingan yang digunakan adalah sebagai berikut: KLB Max hunian : KLB Max Komersial : KLB Max Perkantoran = 2 : 4 : 3.(4.13) Perbandingan tersebutlah yang digunakan untuk menentukan KLB maksimum yang ditetapkan di koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II-A ini. Persamaan untuk menentukan KLB maksimum adalah sebagai berikut: KLB Maksimum = Luas Lantai Bangunan Maksimum Luas Kapling Eksisting.(4.14) Langkah selanjutnya adalah melakukan substitusi antara persamaan (4.12) dengan persamaan (4.14), sehingga didapatkan persamaan: Trip Ceiling KLB Maksimum i. Luas Kapling Eksisting i = a i. b i Keterangan: i = aktivitas/fungsi yang dikembangkan....(4.15) Karena setiap aktivitas/fungsi memiliki KLB maksimum dan luas kapling eksisting yang berbeda-beda, maka nilai KLB maksimum dan luas kapling eksisting yang dimasukkan ke persamaan (4.15) pun disesuaikan dengan aktivitas/fungsinya. Nilai yang dicari adalah nilai KLB maksimum setiap aktivitas/fungsi yang dimisalkan dengan nilai X, Y, dan Z sebagai berikut: KLB max hunian = X KLB max komersial = Y KLB max perkantoran = Z, Sehingga, KLB Maksimum i. Luas Kapling Eksisting i = (X. Luas Kapling Eksisting hunian ) + (Y. Luas Kapling Eksisting komersial ) + (Z. Luas Kapling Eksisting perkantoran ) Dimana, X : Y : Z = 2 : 4 : 3 (lihat persamaan (4.13)), sehingga:...(4.16) Y = 2X dan Z = 3/2 X.....(4.17) 111
30 Nilai Y dan Z tersebut kemudian dimasukkan ke persamaan (4.16) dan (4.16) sehingga didapatlah nilai X. Nilai X tersebut merupakan nilai KLB maksimum untuk aktivitas/fungsi hunian. Dengan persamaan (4.17), maka didapatlah nilai KLB maksimum untuk aktivitas/fungsi komersial dan perkantoran. Berikut ini adalah nilai KLB maksimum hunian, komersial, perkantoran yang didapat dari hasil perhitungan: Tabel IV.17 Ketentuan KLB Maksimum koridor Jalan Raya Cimahi berdasarkan Skenario II-A Trip Ceiling a i. b i (smp/jam/m 2 ) (X) KLB Max Hunian (Y) KLB Max Komersial (Z) KLB Max Perkantoran ,74 0, ,9 5,0 2, ,4 0, ,4 3,7 2, ,37 0, ,2 0,6 0, ,28 0, ,5 1,3 0, ,77 0, ,4 0,9 0, ,39 0, ,4 1,1 0,7 Sumber: Hasil Perhitungan, 2007 Berdasarkan perhitungan tersebut dapat terlihat bahwa KLB maksimum yang diterapkan di masing-masing segmen, berbeda-beda untuk setiap aktivitas/fungsinya. KLB maksimum tertinggi tentu dimiliki oleh aktivitas/fungsi komersial, mengingat bahwa aktivitas/fungsi tersebut memiliki trip attraction tertinggi. Hasil tersebut dapat diterapkan pada kondisi eksisting Jalan Raya Cimahi untuk mendapatkan VCR maksimum 0,
ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN
ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2007 Penulis : Beri Titania Pembimbing : Ir. Denny Zulkaidi, MUP Diringkas oleh : Rezky John
Lebih terperinciANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN
ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN TUGAS AKHIR Oleh : Beri Titania 15403053 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan studi ini merupakan beberapa hal yang ditemukan saat melakukan studi, terlepas dari dari sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Temuan studi tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan umum yang terjadi di area perkotaan adalah masalah pertumbuhan kegiatan dan kemacetan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menangani masalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS DAN TEKNIK ANALISIS PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN
BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN TEKNIK ANALISIS PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN Kota merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, terdiri dari banyak komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara
Lebih terperinciBAB III KARAKTERISTIK PEMANFAATAN RUANG DAN LALU LINTAS KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI
BAB III KARAKTERISTIK PEMANFAATAN RUANG DAN LALU LINTAS KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI Dalam menentukan intensitas bangunan koridor Jalan Raya Cimahi, maka dibutuhkan suatu identifikasi terhadap kondisi eksisting
Lebih terperinciLatar Belakang. Ketidakseimbangan volume lalu lintas dengan kapasitas jalan (timbul masalah kemacetan)
Latar Belakang Ketidakseimbangan volume lalu lintas dengan kapasitas jalan (timbul masalah kemacetan) Integrasi land use dan transportasi Fungsi jalan: Kolektor Primer LOS standar (Menteri Perhubungan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Arahan pengaturan intensitas penggunaan lahan di sepanjang koridor Jalan Arteri Daendels Kota Tuban dilakukan dalam beberapa skenario dengan memperhatikan rencana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia
Lebih terperinciRUAS JALAN ANDI MALLOMBASANG DAN JALAN USMAN SALENGKE SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA
BANGKITAN PERGERAKAN LALU LINTAS TERHADAP TATA BANGUNAN DAN TINGKAT PELAYANAN (LoS) DI RUAS JALAN ANDI MALLOMBASANG DAN JALAN USMAN SALENGKE SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA Iyan Awaluddin Staf Pengajar Teknik
Lebih terperinciPENGARUH INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG TERHADAP KINERJA JALAN PEMUDA KOTA SEMARANG
PENGARUH INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG TERHADAP KINERJA JALAN PEMUDA KOTA SEMARANG Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita, S.T., M.T. Adam Ardiansyah 3606100043 1 Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 1.553.778
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang
I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat di wilayah perkotaan berdampak pada bertambahnya fungsi-fungsi yang harus diemban oleh kota tersebut. Hal ini terjadi seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkup penelitian yang meliputi ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup materi,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D
IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : S u y a d i L2D 301 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam RTRW Kota Bandar Lampung tahun 2011-2030 Jalan Raden Intan sepenuhnya berfungsi sebagai jalan arteri sekunder, jalan ini cenderung macet terutama pagi dan sore
Lebih terperinciArahan Intensitas Pemanfaatan Ruang Perdagangan Jasa Berdasarkan Peluang Telecommuting
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 C-11 Arahan Intensitas Pemanfaatan Ruang Perdagangan Jasa Berdasarkan Peluang Telecommuting Ariyaningsih dan Haryo Sulistyarso Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN
BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan : 1. Tarikan perjalanan pada kawasan bandara dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu perjalanan masuk, perjalanan keluar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KOTA BEKASI
BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA BEKASI Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari 5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi
Lebih terperinciPengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan
Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan Ruas Penggunaan Lahan Hambatan Samping On street Parking Through traffic Kategori Jalan Veteran Jalan Kartini Jalan Dr Wahidin Jalan Gresik-
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D
KONTRIBUSI TAMAN BERMAIN WONDERIA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SRIWIJAYA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D 301 321 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciARAHAN PENENTUAN JENIS KEGIATAN DI KORIDOR KH.MUKMIN SIDOARJO
ARAHAN PENENTUAN JENIS KEGIATAN DI KORIDOR KH.MUKMIN SIDOARJO LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN Perkembangan dan perubahan jenis guna lahan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kinerja sebuah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PERENCANAAN
BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.
Lebih terperinciKINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS
KINERJA RUAS JALAN KORIDOR JALAN TJILIK RIWUT AKIBAT TATA GUNA LAHAN DI SEKITAR KORIDOR BERDASARKAN KONTRIBUSI VOLUME LALU LINTAS Theresia Susi, ST., MT 1) Abstrak Salah satu permasalahan yang dihadapi
Lebih terperinciKAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)
KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Arus Lalu Lintas Definisi arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi
Lebih terperinciPengendalian Jenis Kegiatan pada Koridor Jalan Bukit Darmo Boulevard Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Pengendalian Jenis Kegiatan pada Koridor Jalan Bukit Darmo Boulevard Surabaya Satria Witaradya Pratama, dan Dosen Ir. Sardjito, MT Perencanaan Wilayah dan
Lebih terperinciAditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil analisa dan pembahasan pada BAB IV yaitu : (1) Karakteristik Lalu lintas Kecepatan Tempuh : 40 km/jam Volume lalu lintas pada jam puncak
Lebih terperinciKata kunci: Bangkitan Pergerakan, Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan.
ABSTRAK Rumah sakit dengan segala fasilitas serta pelayanan kesehatan yang dimiliki cenderung menimbulkan bangkitan pergerakan sehingga berpengaruh terhadap tingkat pelayanan jalan raya di sekitar lokasi
Lebih terperinciStudi Amdal Lalu Lintas Pada Ruas Jalan dan Persimpangan (Studi Kasus Pembangunan Perumahan Baturaja Permai)
Studi Amdal Lalu Lintas Pada Ruas Jalan dan Persimpangan (Studi Kasus Pembangunan Perumahan Baturaja Permai) Oleh: Ferry Desromi Abstract The housing development is closely related to the performance of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional dipandang sebagai daerah yang kotor, sumber kemacetan lalu lintas dan tempat berasalnya para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian sebelumnya tentang ruas jalan yang digunakan sebagai tinjauan pustaka adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan Software Vissim untuk evaluasi hitungan MKJI 1997
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS SISTEM TRANSPORTASI JALAN CIHAMPELAS
49 BAB 4 ANALISIS SISTEM TRANSPORTASI JALAN CIHAMPELAS Analisis pada bagian ini terdiri atas analisis sub sistem jaringan, analisis sub sitem pergerakan, analisis sub sistem aktivitas, analisis permasalahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jakarta sebagai ibukota negara dan sebagai tempat perputaran ekonomi terbesar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan sebagai tempat perputaran ekonomi terbesar di Indonesia, Menjadikan Jakarta sebagai tempat tujuan untuk mendapatkan peruntungan
Lebih terperinciJurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO
Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO James A. Timboeleng Staf Pengajar Jurusan Sipil, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung adalah sebuah kota di Propinsi Jawa Barat yang juga merupakan ibukota propinsi tersebut. Bandung terletak di koordinat 107 BT and 6 55 LS. Luas Kota Bandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Lokasi rumah sakit Royal. Rencana Royal. PT. Katrolin. Bank Central Asia. Jl. Rungkut. Industri I
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya dengan jumlah penduduk mencapai 3 juta jiwa mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. lalu lintas keluar masuk lokasi tersebut. Mobilitas penghuni perumahan tesebut
BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Proyek Pembangunan Perumahan baru berkaitan erat dengan kinerja lalu lintas di jaringan jalan sekitarnya. Hal ini terjadi disebabkan oleh pergerakan arus lalu lintas
Lebih terperinci2. TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI
2. TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI Status Hukum dan Materi Penyusunan Klasifikasi Zonasi Penyusunan Daftar Kegiatan Penetapan/Deliniasi Blok Peruntukkan Penyusunan Aturan Teknis Peraturan Zonasi PENYUSUNAN
Lebih terperinciKonferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, Mei 2007
Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 12 Mei 2007 KAJIAN ANALISIS FASILITAS LAHAN PARKIR GEDUNG GALLERY SENI BUDAYA DAN PENGARUH PARKIR BAGI LALU
Lebih terperinciPENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR
PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 192-201 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal
Lebih terperinciPERTEMUAN 14 : PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI
TPL301 PERENCANAAN KOTA PERTEMUAN 14 : PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinci28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No
28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-9292 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG PADA KORIDOR JL. LANGKO PEJANGGIK SELAPARANG DITINJAU TERHADAP RTRW KOTA MATARAM Oleh : Eliza Ruwaidah Dosen tetap Fakultas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORI
BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas
Lebih terperinciRENCANA RINCI RENCANA UMUM RTRW NASIONAL RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL RENCANA TATA RUANG PULAU /KEPULAUAN RTRW PROPINSI
ZONING REGULATION LATAR BELAKANG PERLUNYA ZONING REGULATION RTRW Kota dengan skala 1:10.000 dan RTRW Kabupaten dengan skala 1: 100.000 belum operasional sehingga sulit dijadikan rujukan untuk pengendalian
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran
Lebih terperinciTENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciKAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG
KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG Fikhry Prasetiyo, Rahmat Hidayat H., Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Lebih terperinciPENETAPAN TARIF PARKIR SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALI PENGGUNA JASA PARKIR DI KAWASAN SIMPANGLIMA SEMARANG TUGAS AKHIR
PENETAPAN TARIF PARKIR SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALI PENGGUNA JASA PARKIR DI KAWASAN SIMPANGLIMA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: Ramadan Sabran L2D 300 374 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang
Lebih terperinciSTUDI AMDAL LALU LINTAS PADA RUAS JALAN DAN PERSIMPANGAN (Studi kasus Pembangunan Perumahan Spring of Tomorrow Sidoarjo) ABSTRAK
16 NEUTRON, VOL.10, NO.1, PEBRUARI 2010: 16-27 STUDI AMDAL LALU LINTAS PADA RUAS JALAN DAN PERSIMPANGAN (Studi kasus Pembangunan Perumahan Spring of Tomorrow Sidoarjo) Sri Utami Seyowati ABSTRAK Pembangunan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan
29 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Data Hotel Malioboro Hotel direncanakan memliki kamar sebanyak 30 unit dan fasilitas parkir yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan sekitar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan
Lebih terperinciVI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET
42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan
Lebih terperinciARAHAN PENGATURAN LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN SETYABUDI RAYA POTROSARI SEBAGAI DAMPAK MUNCULNYA PUSAT PERBELANJAAN ADA, BANYUMANIK SEMARANG
ARAHAN PENGATURAN LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN SETYABUDI RAYA POTROSARI SEBAGAI DAMPAK MUNCULNYA PUSAT PERBELANJAAN ADA, BANYUMANIK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : PRIHARTANTO AGUNG P L2D 399 245 JURUSAN
Lebih terperinciMANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN DE PAPILIO TAMANSARI SURABAYA
MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN DE PAPILIO TAMANSARI SURABAYA M. Ekky Gigih Prakoso, Cahya Buana, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan
Lebih terperinciANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR
ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR Oleh: CAHYAWATI YULY FITRIANI HARYOPUTRI L2D 303 285 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bagian ini diuraikan mengenai latar belakang studi; rumusan persoalan; tujuan dan sasaran studi; ruang lingkup studi, yang meliputi ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah;
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sebagai bahan referensi dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa jurnal penelitian sebelumnya sabagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah kepemilikan kendaraan dewasa ini sangat pesat.
14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah kepemilikan kendaraan dewasa ini sangat pesat. Semakin tinggi jumlah kendaraan, tentu akan membawa dampak pada kelancaran lalu lintas. Gangguan
Lebih terperinciTeknik Perencanaan Prasarana, Universitas Hasanuddin. Teknik Transportasi Pascasarjana, Universitas Hasanuddin
BANGKITAN PERGERAKAN LALU LINTAS TERHADAP TATA BANGUNAN DAN TINGKAT PELAYANAN (LoS) DI RUAS JALAN ANDI MALLOMBASANG DAN JALAN USMAN SALENGKE KABUPATEN GOWA TRAFFIC MOVEMENT GENERATION OF BUILDING STRUCTURE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju
Lebih terperinciKAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG
KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG Arbillah Saleh, Moh. Prima Sudarmo, Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
130 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kondisi eksisting ruas jalan yang terkena
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Pemerataan pembangunan di seluruh penjuru tanah air merupakan program pemerintah kita sebagai usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi.
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
185 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisa dan perhitungan pada setiap skenario pengembangan ruas jalan Ahmad Yani Surabaya, maka dapat disimpukan beberapa hal yaitu sebagai
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH TERHADAP KINERJA JARINGAN JALAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SAMARINDA
PENGARUH PERUBAHAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH TERHADAP KINERJA JARINGAN JALAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SAMARINDA TUGAS AKHIR oleh : Syaiful Anwar L2D 302 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciSTUDI ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS PEMBANGUNAN SURABAYA GRAMEDIA EXPO
STUDI ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS PEMBANGUNAN SURABAYA GRAMEDIA EXPO Yeni Kartika Dewi Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UWKS Email : yeni.kartikadewi@gmail.com ABSTRAK Rencana pembangunan Surabaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sarana dan prasarana transportasi di dalam suatu wilayah memegang peranan yang amat sangat penting dalam proses pembangunan wilayah tersebut baik dalam bidang ekonomi,
Lebih terperinciANALISA DAMPAK PEMBANGUNAN HOTEL IBIS MANADO TERHADAP LALU LINTAS DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO
ANALISA DAMPAK PEMBANGUNAN HOTEL IBIS MANADO TERHADAP LALU LINTAS DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO F. C. Woran. Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado F. Jansen, E. Lintong. Dosen Pascasarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam pengolahan data ini, data-data yang dibutuhkan adalah : 1. Data Jumlah Mahasiswa pada setiap Fakultas Menggunakan data tersebut karena mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat lain. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D
STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini semakin pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan kota tentunya membutuhkan perkembangan transportasi pula. Dalam hal ini
Lebih terperinciLAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan
LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI KABUPATEN BADUNG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 03 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciBesar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)
Hambatan Samping Bobot Faktor Jumlah (per jam) Besar Bobot Pejalan Kaki 0,5 189 94,5 Parkir, kendaraan 1,0 271 271 berhenti Keluar-masuk 0,7 374 261,8 kendaraan Kendaraan lambat 0,4 206 82,4 Total 709,7
Lebih terperinciEVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I
EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Namun pada kenyataannya yang terjadi saat ini perkembangan kota selalu lebih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini semakin pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan kota tentunya membutuhkan perkembangan transportasi pula. Dalam hal ini
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dimulai karena ada suatu permasalahan pada ruas dan simpang jalan Pamulang II di kota Tangerang Selatan. Berikut diagram alur pikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut :
BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN Penelitian mengenai analisis daya dukung dan daya tampung terkait kebutuhan perumahan di Kota Cimahi dilakukan dengan tujuan mengetahui daya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN 2.1. KAJIAN PUSTAKA 2.1.1.Bangkitan Perjalanan Metode Gravitasi dapat digunakan untuk memperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan lokasi lain disekitarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara
Lebih terperinciAnalisis Dampak Lalu Lintas Akibat Pembangunan Apartemen Puncak Kertajaya
Jurnal APLIKASI Volume 11, Nomor 2, Agustus 2013 Analisis Dampak Lalu Lintas Akibat Pembangunan Apartemen Puncak Kertajaya Akhmad Yusuf Zuhdy, Rachmat Basuki, M. Singgih Purwanto Program Studi Diploma
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kinerja Lalu Lintas Jalan Menurut PKJI 2014 derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh merupakan hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya. kepemilikan kendaraan di perkotaan akan mempengaruhi pertumbuhan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kepemilikan kendaraan di perkotaan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kegiatan manusia di dalamnya,
Lebih terperinciPENILAIAN ANALISA DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PERTUMBUHAN BANGKITAN DAN TARIKAN LALU LINTAS (Studi Kasus Industri Cold Storage Banyuwangi)
PENILAIAN ANALISA DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PERTUMBUHAN BANGKITAN DAN TARIKAN LALU LINTAS (Studi Kasus Industri Cold Storage Banyuwangi) Irawati Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciPEMODELAN TARIKAN PERJALANAN PADA UNIVERSITAS AL MUSLIM BIREUEN
PEMODELAN TARIKAN PERJALANAN PADA UNIVERSITAS AL MUSLIM BIREUEN Hamzani 1), Mukhlis 2) Juli 3) 1), 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh, 3) Alumni Teknik Sipil email: 1) hamzani.hasbi@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik
Lebih terperinci