VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas sistem pemasaran gula tebu dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market structure) yang dianalisis yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar. Sedangkan analisis perilaku pasar (market conduct) mencakup pemasaran, kegiatan praktek penjualan dan pembelian, penentuan dan pembentukan harga, dan kerjasama lembaga pemasaran. Analisis kinerja pasar (market performance) mencakup marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar. Analisis tersebut dapat dilihat pada hasil dan pembahasan yang diuraikan secara rinci di bawah ini Analisis Struktur Pasar (Market Structure) Analisis yang dilakukan terhadap struktur pasar gula yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar (Kohls dan Uhl, 2002). Struktur pasar diidentifikasi dari peranan perusahaan-perusahaan (pabrik) dalam suatu industri gula Pangsa Pasar Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA terhadap Nasional Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat cakupan pemasaran gula PTPN VII UU BUMA (Bungamayang) di Indonesia. Pangsa pasar nasional diperoleh dari nisbah penerimaan penjualan suatu perusahaan terhadap total penerimaan penjualan (Farris et al, 2007). Cara mengukur market share (pangsa pasar) dapat digunakan data penerimaan penjualan atau data kapasitas produksi (Besanko et al, 2010). Adanya keterbatasan data menyebabkan perhitungan 63

2 pangsa pasar PTPN VII UU BUMA terhadap nasional dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi. Artinya, pangsa pasar PTPN VII UU BUMA diperoleh melalui rasio produksi gula tebu PTPN VII UU BUMA terhadap total produksi gula tebu Indonesia Pangsa pasar merupakan sebuah indikator bagaimana perusahaan dapat bekerja dengan baik terhadap para pesaingnya (Farris et all, 2007). Perubahan produksi akan membantu perusahaan dalam mengevaluasi tingkat permintaan dalam suatu pasar. Kehilangan pangsa pasar dapat menjadi sinyal munculnya permasalahan dan perlunya penyesuaian strategi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar dibawah tingkat tertentu akan menyebabkan ketidakberlangsungan perusahaan tersebut dalam jangka panjang. Semakin tinggi persentase pangsa pasar menunjukkan kekuatan perusahaan tersebut di dalam industri gula tebu Indonesia. Perkembangan pangsa pasar nasional PTPN VII UU BUMA dapat dilihat pada Gambar 9. Kurun waktu 2006 hingga 2010, perusahaan ini mengalami pangsa pasar tertinggi tahun 2006 yaitu 3.47 %. Hal ini dikarenakan gula tebu yang dihasilkan pada tahun tersebut mencapai angka tertinggi yaitu sebesar ton. Tahun selanjutnya terjadi fluktuasi produksi yang disebabkan adanya perbedaan hasil produksi gula tebu setiap tahun baik di PTPN VII UU BUMA maupun total produksi gula tebu nasional. Produksi gula tebu PTPN VII UU BUMA pada tahun 2010 mencapai Ton (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010) sedangkan produksi gula tebu Indonesia Tahun 2010 mencapai ton (DGI, 2011). Maka, pangsa pasar gula tebu PTPN VII UU BUMA terhadap Industri gula tebu Indonesia tahun 2010 yaitu sebesar 3.18 %. Hal ini 64

3 menunjukan bahwa PTPN VII UU BUMA memiliki pangsa pasar gula yang rendah terhadap industri gula nasional. Maka, PTPN VII UU BUMA secara nasional memiliki market power yang rendah. Sehingga PTPN VII UU BUMA memiliki pengaruh yang kecil bagi para pesaingnya secara nasional. Gambar 9. Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA Terhadap Produksi Gula Nasional Tahun Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (Diolah), Pangsa Pasar Perusahaan Gula di Provinsi Lampung terhadap Provinsi Lampung Perhitungan pangsa pasar suatu PG di Provinsi Lampung yaitu rasio antara penjualan gula suatu PG di Provinsi Lampung terhadap total penjualan seluruh PG di Provinsi Lampung. Data penjualan suatu PG di Provinsi Lampung dihitung dengan cara mengurangi total produksi suatu PG dengan realisasi perdagangan gula antar pulau dari Provinsi Lampung. Dengan demikian akan diperoleh jumlah gula tebu yang dijual oleh masing-masing PG di Provinsi Lampung. Produksi gula total yang dihasilkan oleh enam PG di Provinsi Lampung sebesar 80.4 % diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Lampung sedangkan sisanya diperdagangkan di luar Provinsi Lampung. PTPN VII UU BUMA melakukan realisasi perdagangan antar pulau dari Provinsi Lampung 65

4 Tahun 2010 sebesar 600 ton (Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010) atau 0.82 % dari total produksi yang dihasilkan perusahaan tersebut. Sedangkan sebanyak ton atau sekitar % gula tebu PTPN VII UU BUMA dipasok ke berbagai daerah di Provinsi Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gula PTPN VII UU BUMA sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Lampung. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Perdagangan Gula di Provinsi Lampung dan Antar Pulau Tahun 2010 (Ton) No Pabrik Gula Total Produksi Perdagangan Gula antar Pulau dari Prov.Lampung Perdagangan Gula untuk Prov Lampung 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) PT.Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram (GPM PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) PT Pemuka Sakti Manis Indah Total Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010 Pangsa pasar menunjukkan kemampuan suatu perusahaan yang dapat mempengaruhi pesaing lainnya. Pangsa pasar dapat menunjukkan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan. Pangsa pasar PTPN VII UU BUMA sebesar % ( Tabel 23) yang berada pada urutan ke empat. Pangsa pasar perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung yaitu PT. Gunung Madu Plantations (GMP) sebesar %. Pangsa pasar yang tinggi mencerminkan kekuatan (market power) suatu perusahaan di pasar dan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Kompetitor/pesaing merupakan perusahaan yang memiliki pilihan 66

5 strategi yang secara langsung mempengaruhi satu dan lainnya (Besanko et al, 2010). PTPN VII UU BUMA merupakan satu-satunya perusahaan milik pemerintah sedangkan perusahaan lainnya merupakan milik swasta. Berdasarkan hal tersebut, industri gula di Provinsi Lampung didominasi pihak swasta dengan total pangsa pasar sebesar %. Tabel 23. Pangsa Pasar Gula Tebu Perusahaan Gula di terhadap Provinsi Lampung tahun 2010 (%) No Pabrik Gula Pangsa Pasar di Prov.Lampung 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) PT. Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram (GPM PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) PT Pemuka Sakti Manis Indah Total 100 Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Konsentrasi Pasar Metode lainnya yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar yaitu dengan melihat konsentrasi pasar. Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (Baye, 2010). Dalam mengukur konsentrasi rasio dapat menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi (Besanko et al, 2010). Semakin besar keempat perusahaan, maka terdapat kecenderungan kekuatan dalam suatu pasar. Hal ini menimbulkan kecenderungan penentuan harga yang tidak seimbang. Empat perusahaan terbesar dalam industri gula di Provinsi Lampung tahun 2006 hingga 2010 yaitu PT.Gunung Madu Plantations (GMP), PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indo Lampung (SIL), dan PT. Indo Lampung 67

6 Perkasa (ILP). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24. Produksi PTPN VII UU BUMA berada pada posisi kelima dari enam perusahaan gula yang ada di Provinsi Lampung. Tabel 24. Produksi Gula Propinsi Lampung Tahun (Ton) N0 Perusahaan Tahun PTPN VII UU BUMA PT.Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) PT Pemuka Sakti Manis Indah Total Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010 Pengukuran tingkat konsentrasi perusahaan dalam suatu industri menurut Baye (2010) dapat dengan menggunakan Four Firm Concentration Ratio (C4) atau Herfindahl-Hirschman Index (HHI). C4 merupakan penjumlahan penjualan keempat perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung dibagi dengan total penjualan gula seluruh perusahaan di Provinsi Lampung. Pengertian lainnya C4 merupakan penjumlahan pangsa pasar keempat perusahaan terbesar dalam suatu industri. Sedangkan HHI merupakan penjumlahan kuadrat dari pangsa pasar perusahaan-perusahaan dalam suatu industri dikalikan dengan 10,000. Berdasarkan hasil analisis konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar di Provinsi Lampung tahun 2010 (Tabel 25) menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu Artinya, empat perusahaan terbesar dalam industri gula di Provinsi Lampung memiliki nilai 85 % dari output total industri. Perusahaan tersebut yaitu 68

7 PT. Gunung Madu Plantations (GMP), PT. Gula Putih Mataram (GPM), PT. Sweet Indo Lampung (SIL), dan PTPN VII UU Bungamayang (BUMA). Nilai C4 yang mendekati nol maka diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan peningkatan banyak persaingan antara produsen untuk menjualnya ke konsumen. Jika nilai C4 mendekati satu maka diindikasikan pasar terkonsentrasi dan mengalami persaingan yang kecil antar produsen untuk menjualnya ke konsumen (Baye, 2010). Maka, berdasarkan perhitungan C4 dapat disimpulkan bahwa pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Tabel 25. Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Terbesar di Provinsi Lampung Tahun 2010 (%) No Nama Perusahaan Penjualan di Provinsi Lampung 1 PT. Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram (GPM) PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) Total Penjualan di Prov.Lampung C Sumber : Dinas Koperindag Provinsi Lampung, 2010 (Diolah) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010 Berdasarkan Tabel 26, nilai HHI industri gula di Provinsi Lampung bernilai Baye (2010) mengemukakan bahwa nilai HHI berada diantara Jika nilai HHI 0, maka terdapat perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat kecil. Namun, jika nilai diatas 0 hingga mengindikasikan bahwa pangsa pasarnya bernilai 1. Artinya C4 berada pada sedikit persaingan antara produsen dan konsumen (pasar terkonsentrasi). Hal ini sesuai dengan kesimpulan pada analisis C4 bahwa pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar dengan tingkat persaingan yang kecil dengan sangat terkonsentrasi. 69

8 Tabel 26. Herfindahl-Hirschman Index (HHI) Industri Gula di lampung Tahun 2010 No Pabrik Gula Penjualan di Prov.Lampung (Si) Pangsa Pasar (wi) 1 PTPN VII UU Bungamayang (BUMA) PT.Gunung Madu Plantations (GMP) PT. Gula Putih Mataram (GPM PT. Sweet Indo Lampung (SIL) PT. Indo Lampung Perkasa (ILP) PT Pemuka Sakti Manis Indah Total Penjualan (ST) HHI = wi Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan. Hambatan masuk pasar dianalisis untuk melihat banyaknya lembaga pemasaran yang dapat masuk untuk bersaing merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi merupakan persaingan yang potensial dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Adanya kesempatan dan peluang dalam melakukan bisnis memungkinkan banyak perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar. Hambatan masuk pasar hal yang dimungkinkan terjadi dalam suatu struktur pasar. Hal tersebut dapat berupa penurunan kesempatan atau cepat masuknya pesaing baru. Masuknya lembaga pemasaran baru akan menimbulkan pesaing sekaligus ancaman bagi lembaga pemasaran yang sudah ada. Hambatan masuk pasar dihitung dengan menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES). MES diperoleh dari output/produksi perusahaan gula terbesar di Provinsi Lampung terhadap total output/produksi gula di Provinsi Lampung. Jika nilai MES > 10 % mengindikasikan terdapat hambatan masuk (Jaya, 2001). Berdasarkan hasil analisis, tahun 2006 hingga 2010 nilai skala 70

9 efisiensi maksimum industri gula di Provinsi Lampung lebih dari 10 % (Tabel 27). Hal ini mengindikasikan adanya hambatan masuk dalam perdagangan gula di Provinsi Lampung. Nilai MES cenderung berfluktuatif selama lima tahun tersebut. PT.Gunung Madu Plantations (GMP) sebagai perusahaan terbesar di Provinsi Lampung tahun 2006 hingga 2010 menghasilkan produksi gula yang fluktuatif sehingga menghasilkan MES yang fluktuatif pula. Hambatan masuk terbesar yaitu % pada tahun 2010 dikarenakan total produksi di Provinsi Lampung paling rendah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (Tabel 27). Nilai rata-rata MES dari tahun 2006 hingga 2010 mencapai % (Tabel 27). Angka tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk bersaing dalam industri gula di Provinsi Lampung. Jika pesaing baru memasuki industri gula di Provinsi Lampung dengan nilai dibawah rata-rata tersebut maka pesaing tersebut tidak dapat bersaing dengan perusahaanperusahaan yang telah ada. Jika pesaing baru tersebut tetap masuk, maka perusahaan tersebut harus menanggung biaya yang lebih tinggi untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Tabel 27. Skala Efisiensi Maksimum (MES) Industri Gula di Provinsi Lampung Tahun (%) No Tahun MES (%) Keterangan Ada Hambatan Masuk Ada Hambatan Masuk Ada Hambatan Masuk Ada Hambatan Masuk Ada Hambatan Masuk Rata-Rata Ada Hambatan Masuk Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (Diolah),

10 Berdasarkan analisis struktur pasar, industri gula tebu di Provinsi Lampung didominasi oleh perusahaan swasta dengan jumlah PG yang cenderung sedikit dan tingkat persaingan yang kecil serta terkonsentrasi. Selain itu, terdapat hambatan masuk bagi pesaing baru di industri gula tebu Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut, maka struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung cenderung membentuk pasar oligopoli Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct) Perilaku pasar di PTPN VII UU BUMA dianalisis secara deskriptif. Perilaku pasar merupakan cerminan dari struktur pasar yang terbentuk. Analisis yang diamati yaitu pemasaran, kegiatan praktek penjualan dan pembelian, penentuan dan pembentukan harga, dan kerjasama lembaga pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977) Pemasaran Gula Tebu Lembaga dan Praktek Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran merupakan pihak-pihak yang terkait dalam penyaluran barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Lembaga saluran pemasaran melaksanakan sejumlah fungsi kunci, seperti : a. Mengumpulkan informasi tentang konsumen dan calon konsumen, pesaing, dan pelaku lainnya di lingkungan pemasaran b. Membangun dan menyebarkan komunikasi persuasif untuk merangsang pembelian c. Mencapai persetujuan harga dan syarat jual beli sehingga transfer kepemilikan dapata dipengaruhi 72

11 d. Melakukan pemesanan ke perusahaan pabrik e. Mendapatkan dana untuk membiayai persediaan pada level saluran pemasaran yang berbeda-beda f. Menanggung risiko yang terkait dengan saluran g. Menyediakan penyimpanan dan perpindahan produk fisik melalui tahap yang berurutan h. Membantu pembeli membayar tagihannya melalui bank dan institusi keuangan lainnya i. Melaksanakan transfer kepemilikan yang sebenarnya dari organisasi atau orang tertentu kepada orang lain. Analisis pihak-pihak yang terkait dengan pemasaran dilakukan dengan mengidentifikasi peran seluruh lembaga pemasaran gula tebu. Adapun lembaga yang terlibat yaitu : a. Petani, yaitu petani tebu rakyat. Pengusahaan tebu di PTPN VII UU BUMA terdiri dari tebu sendiri, tebu rakyat, dan tebu rakyat bebas. Petani dari setiap pengusahaan tebu berbeda-beda. Tebu sendiri merupakan tebu milik pabrik gula. Tebu rakyat merupakan petani yang mendapat paket kredit dari bank melalui pabrik gula PTPN VII UU BUMA. Sedangkan tebu rakyat bebas adalah petani yang memiliki modal cukup besar sehingga tidak memerlukan paket kredit dari bank. b. Kelompok tani, yaitu gabungan dari petani tebu rakyat yang mendapat paket kredit dari pabrik gula PTPN VII UU BUMA c. Koordinator, yaitu perwakilan dari kelompok-kelompok tani yang dapat dipercaya. Selain itu, koordinator yang dipilih oleh beberapa kelompok tani 73

12 harus memiliki lahan sendiri dan tergabung dalam salah satu kelompok tani tersebut. Koordinator bertanggung jawab atas penjualan gula yang sebelumnya telah disepakati oleh sinka (sinder kepala-perwakilan dari PG) seluruh petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani d. Pabrik gula, yaitu perusahaan yang berfungsi sebagai avalis (penjamin) bagi bank yang memberikan paket kredit kepada petani tebu rakyat e. Pedagang besar, yaitu pedagang yang mendapatkan/membeli produk dari PG dalam jumlah besar, kemudian menyortasi, menyimpan, dan menjual kembali kepada distributor ataupun menjual langsung ke retail. Pedagang besar tersebut berasal dari beberapa wilayah di Provinsi Lampung seperti Kotabumi, Bandar Lampung, Dorowati Abung, dan Lampung Utara. f. Distributor yaitu pedagang yang membeli produk dari pedagang besar dan menjualnya langsung ke retail. Distributor bertugas menyalurkan gula dari pedagang besar ke retail g. Retail, yaitu pedagang pengecer yang dalam hal ini adalah pedagang di pasar dan warung lainnya yang menjual langsung gula tebu ke tangan konsumen. Fungsi pemasaran merupakan aktivitas-aktivitas yang ditampilkan oleh perusahaan atau organisasi ketika menciptakan nilai (value) secara spesifik untuk produk atau jasa yang ditawarkannya (Levens, 2010). Fungsi pemasaran dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu fungsi pertukaran (pembelian, penjualan), fungsi fisik (pengolahan, transportasi/pengangkutan, penyimpanan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, informasi pasar) (Kohls dan Uhl, 2002). Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran gula tebu yaitu : 74

13 a. Petani Petani Tebu Rakyat (TR) dalam pemasaran gula tebu bertindak sebagai produsen. Petani melakukan kegiatan budidaya tebu dimulai dari pengolahan lahan, cecah, dan penanaman bibit yang telah direkomendasikan oleh pabrik gula melalui Research & Development (R&D). Selanjutnya petani melakukan kegiatan pemupukan baik secara mekanis dan manual. Penanggulangan hama dan penyakitpun dilakukan dengan menyemprotkan herbisida menggunakan boom sprayer. Selanjutnya dilakukan proses penggemburan tanah dan penyemprotan zat pemacu pemasakan dengan unit traktor serta pesawat ultra light. Setelah pohon tebu cukup untuk ditebang, maka penebangan dilakukan baik secara manual & mekanis. Penebangan dapat dilakukan jika PTPN VII UU BUMA telah mengeluarkan Surat Berita Acara Tebang. Surat ini dapat keluar jika seluruh kelompok dan koordinator mengetahui bahwa tebu tersebut akan ditebang (panen). Selanjutnya dilakukan pengangkutan tebu ke PG dengan menggunakan truk. Truk yang telah mengantri di cane yard akan mengirimkan tebu ke PG untuk diolah menjadi gula. Gula tersebut kemudian di kemas oleh PG dan disimpan di gudang milik PG. Gula tersebut kemudian dibagi kepada petani dan PG. Sistem bagi hasil yang diperoleh PG dari hasil olah gula yaitu 34 % sedangkan petani 66 %. Jumlah bagi hasil gula tebu milik petani sebanyak 90 % dari total bagi hasil petani tersebut dijual ke pedagang besar (yang sebelumnya disimpan telebih dahulu di gudang milik PG) sedangkan 10 % nya disimpan sebagai natura. Penjualan gula dilakukan berdasarkan kesepakatan dari seluruh anggota dalam suatu kelompok tani. Berdasarkan hal tersebut petani melakukan fungsi pertukaran (penjualan 75

14 gula) dan fungsi fisik (transportasi/pengangkutan, penyimpanan). Alur produksi gula dapat dilihat pada Gambar 10. Pengolahan Lahan Cecah & Tanam Bibit Pemupukan Mekanis Pemupukan Manual Tebang Manual Penyemprotan ZPM Penggemburan Tanah Penyemprotan Herbisida Tebang Mekanis Antrian Truk Tebu Cane Yard Tebu Siap Olah Gudang Gula Gula Siap Kemas Gula Siap Dipasarkan Gambar 10. Alur Produksi Gula PTPN VII UU BUMA Sumber. PTPN VII UU BUMA Petani melakukan fungsi fasilitas yaitu berupa penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Penanggungan risiko terjadi ketika petani menyimpan gula di gudang PG sebelum adanya kesepakatan penjualan antara petani dan pedagang besar. Semakin lama gula disimpan (tidak dijual karena menunggu harga jual yang sesuai) maka petani menanggung risiko kerusakan karena tidak adanya biaya penyimpanan di PG. Fungsi fasilitas lainnya yaitu pembiayaan berupa fasilitas kredit yang harus dibayar oleh petani berupa pokok dan bunga pinjaman setelah melakukan penjualan hasil produksi gula dan tetes. Gula 76

15 Selanjutnya, fungsi fasilitas lainnya yaitu informasi pasar berupa harga. Petani mendapatkan informasi harga dari kelompok tani, koordinator, sinka, pedagang besar, dan informan lainnya. Informasi ini berguna untuk menentukan waktu penjualan gula. b. Kelompok Tani Kelompok tani merupakan kumpulan dari petani tebu rakyat yang beranggotakan orang. Kelompok tani melakukan fungsi pertukaran yaitu penjualan gula ke pedagang besar. Jika seluruh petani yang tergabung dalam kelompok tani sepakat terhadap harga yang ditawarkan pedagang besar, maka penjualan gula akan dilakukan berdasarkan harga yang telah ditentukan. Fungsi fisik yang dilakukan kelompok tani yaitu sama dengan yang dilakukan petani. Hal ini dikarenakan dalam proses pengajuan paket kredit kepada bank melalui PTPN VII UU BUMA dilakukan secara kelompok. Hal ini menyebabkan kegiatan transportasi/pengangkutan dan penyimpanan dilakukan dalam kelompok. Fungsi fasilitas pada kelompok tani sama dengan yang dilakukan petani yaitu kegiatan penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Penanggungan risiko berupa gula yang masih belum terjual dan disimpan di gudang milik PTPN VII UU BUMA menjadi tanggung jawab petani dan kelompok tani. Kegiatan pembiayaan yang dilakukan berupa paket kredit dari bank melalui PTPN VII UU BUMA. Petani akan mendapatkan fasilitas kredit jika tergabung dalam kelompok tani tebu rakyat PTPN VII UU BUMA. 77

16 Adapun alur kegiatan pembiayaan (paket kredit) pada kelompok tani yaitu sebagai berikut : 1) Pengajuan menjadi kelompok tani tebu rakyat PTPN VII UU BUMA a. Membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang berisi sebagai berikut : Surat pengajuan mengikuti Program Tebu Rakyat Intensifikasi kepada PTPN VII UU BUMA oleh kelompok tani Rencana kebutuhan pupuk Daftar nama petani dan luas lahan yang menjadi anggotanya b. Pengukuran lahan petani dan pembuatan peta kebun c. Menyerahkan agunan kepada PTPN VII UU BUMA dan dibuatkan tanda terima agunan d. Untuk tanaman baru dibuatkan surat permintaan bibit kepada divisi penelitian dan pengembangan (Litbang) PTPN VII UU BUMA 2) Pengajuan kredit kepada pihak bank a. Surat pengajuan mengikuti Program Tebu Rakyat Intensifikasi kepada PTPN VII UU BUMA oleh koordinator kelompok tani b. Surat kuasa kelompok tani-kelompok tani kepada koordinator kelompok tani c. Surat kuasa koordinator kelompok tani kepada manajer PTPN VII UU BUMA (selaku avalis) untuk mengelola dana yang akan diterima dari pihak bank untuk disalurkan kepada kelompok tani sesuai kebutuhan d. Daftar kelompok tani, luas, dan kebutuhan dana yang diperlukan oleh kelompok tani 78

17 e. Penandatanganan akad kredit antara koordinator kelompok tani dengan pihak bank. Bank yang dimaksud yaitu Bank Agro, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, ANTAM (PKBL). Bank memberikan kredit Rp Rp per hektar. Bunga yang dibebankan tidak flat namun disesuaikan. Misalkan pinjaman yang mampu dikembalikan yaitu 125 hari, maka yang harus dibayarkan sejumlah 125/365 hari * 6%. 3) Penggunaaan biaya garap a. Pemakaian secara bertahap dan sesuai kebutuhan (sesuai dengan kemajuan pekerjaan) b. Pembiayaan meliputi pekerjaan persiapan, dan pengolahan lahan hingga kegiatan panen (tebang muat dan angkut) c. Harga satuan biaya perpekerjaan sesaui dengan kesepakatan d. Pencatatan pemakaian biaya garap dilakukan oleh PTPN VII UU BUMA dan diketahui oleh Kelompok Tani atau koordinator kelompok tani 4) Pengembalian pokok dan pinjaman a. Dilakukan pengembalian pokok dan bunga pinjaman setelah penjualan hasil produksi berupa gula dan tetes yang menjadi hak petani, dimana kegiatan penjualannya dilakukan oleh kelompok tani atau koordinator. b. Perhitungan jumlah pokok dan beban bunga pinjaman pada setiap kelompok tani dilakukan oleh PTPN VII UU Bungamayang sesuai dengan realisasi jumlah pemakaian pada setiap kelompok tani. Selain pembiayaan, kegiatan yang dilakukan kelompok tani yaitu memantau pergerakan harga gula melalui informasi pasar di tingkat internasional, nasional, dan provinsi. Namun, fluktuasi harga gula yang sangat cepat 79

18 menyebabkan petani dan kelompok tani untuk memutuskan secara cepat dan tepat apakah gula yang mereka miliki akan segera dijual atau disimpan dahulu menunggu hingga harga gula akan menguntungkan para petani. c. Koordinator Beberapa kelompok tani tebu rakyat memiliki perwakilan yaitu koordinator. Koordinator dipilih oleh seluruh kelompok-kelompok tani. Koordinator dipilih harus memenuhi syarat yaitu memiliki lahan sendiri, anggota kelompok tani, memiliki jaringan yang luas dalam hal penjualan gula, dan dapat dipercaya oleh seluruh anggota kelompok tani. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh koordinator sama dengan kelompok tani atau petani. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu penjualan gula. Penjualan gula dilakukan jika seluruh petani yang terlibat dalam suatu kelompok tani telah menyepakati harga jual gula dengan pedagang besar. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu transportasi/pengangkutan dan penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas yang dilakukan yaitu penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Koordinator melakukan akad kredit dengan pihak bank. Hal ini dikarenakan kelompok-kelompok tani telah memberi kuasa kepada koordinator kelompok tani kepada manajer PTPN VII UU BUMA (selaku avalis) untuk mengelola dana yang akan diterima dari pihak bank untuk disalurkan kepada kelompok tani sesuai kebutuhan. Selain itu, pencarian informasi harga melalui informasi pasar dilakukan oleh koordinator. Hal ini dikarenakan penjualan gula harus disepakati oleh seluruh anggota kelompok tani berdasarkan harga yang telah disepakati bersama. 80

19 d. Pabrik gula PTPN VII UU Bunga Mayang merupakan salah satu lembaga pemasaran gula tebu yang memiliki peran utama yaitu sebagai avalis (penjamin) paket kredit untuk petani tebu rakyat dengan pihak bank. Paket kredit yang ditawarkan kepada petani tebu rakyat yaitu perolehan bibit, pupuk (urea, TSP, dan KCL) dengan jumlah 9 kuintal/ha, dan tebang muat angkut (TMA) dengan biaya Rp /ha. Seluruh petani yang tergabung dalam kelompok tani yang mendapatkan paket kredit yaitu petani tebu rakyat yang harus membayar kredit tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan tingkat suku bunga flat yaitu 6 % per tahun. Petani yang mendapatkan fasilitas kredit diawasi oleh pihak PG yang disebut dengan sinder. Sinder mengawasi proses dari pemberian kredit, tanam (bibit & pupuk), tebang-muat-angkut (TMA), penggilingan tebu menjadi gula, hingga penjualan gula. Tebu yang digiling menjadi gula diukur tingkat rendemennya. Semakin tinggi rendemennya maka harga jual gula semakin tinggi karena kualitas yang semakin baik. PTPN VII UU BUMA Tahun 2010 rendemen gula di PG yaitu 7.78 dengan harga gula Rp /Ton. Selain itu, PG melakukan pemberian informasi pasar yaitu harga jual gula kepada koordinator melalui sinder. Pengembalian pokok dan bunga pinjaman dilakukan setelah penjualan hasil produksi berupa gula dan tetes yang menjadi hak petani, dimana kegiatan penjualannya dilakukan oleh kelompok tani atau koordinator. Perhitungan jumlah pokok dan beban bunga pinjaman pada setiap kelompok tani dilakukan oleh UU Bungamayang sesuai dengan realisasi jumlah pemakaian pada setiap kelompok tani. PG melakukan kegiatan penanggungan risiko dalam hal 81

20 pengembalian kredit petani dan penyimpanan gula di gudang. Berdasarkan hal tersebut, maka PG melakukan fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi PTPN VII UU Bunga Mayang mengembangkan sistem kemitraan antara petani dan PG. Hal ini menyebabkan proses penjualan gula tebu diserahkan sepenuhnya kepada koordinator (yang telah mendapatkan persetujuan dari seluruh kelompok tani) dan pedagang besar. Dalam hal ini PG hanya bersifat mengawasi penjualan gula tetapi tidak terlibat langsung dalam kegiatan penjualan gula. Namun, PG melakukan penjualan gula bila gula tersebut milik PG. Sistem penjualannya melalui sistem lelang yang dianalisis pada pembahasan selanjutnya. Fungsi fisik yang yang dilakukan PG yaitu pengolahan tebu menjadi gula dan penyimpanan. Gula yang telah diolah kemudian dikemas untuk disimpan dan dipasarkan dengan merk PTPN VII Unit Usaha Bungamayang (Gambar 11). Berat bersih dari gula tersebut yaitu 50 kg. Sedangkan untuk pengangkutan/transportasi gula ke pedagang besar menggunakan sistem DO (Delivery Order) artinya pembeli mengambil langsung ke PG. Jadi, PG tidak melakukan pengangkutan gula ke pedagang besar. Gambar 11. Gula PTPN VII UU BUMA 82

21 e. Pedagang Besar Pedagang besar merupakan pembeli gula langsung dari PG yang terdaftar di PTPN VII UU BUMA. Petani biasanya tidak mengetahui siapa pembeli gula mereka. Koordinator petani yang ditunjuk untuk menjual gula ke pedagang besar. Pedagang besar yang membeli gula dari petani berasal dari daerah di sekitar Provinsi Lampung. Pedagang besar umumnya datang ke pabrik gula jika akan membeli gula. Namun, saat ini antara koordinator petani dan pedagang besar melakukan transaksi dan kesepakatan melalui telepon. Selanjutnya dibuat surat perjanjian jual beli gula petani tebu rakyat antara koordinator dengan pembeli. Surat perjanjian berisi jumlah gula yang dibeli, harga per kilogram, syarat pembayaran, tujuan transfer, penerbitan SPPB (Surat Perintah Penyerahan Barang), syarat penyerahan barang, dan sanksi-sanksi. Syarat pembayarannya yaitu tunai. Sebelum barang diserahkan, Surat Perintah Setor (SPS) untuk harga gula diterbitkan oleh petani TR dengan batas waktu paling lambat satu hari setelah tanggal SPS. Jika lebih dari batas waktu yang ditetapkan maka dianggap batal. Tujuan transfernya yaitu ke rekening PTPN VII UU BUMA. Berdasarkan bukti dari bank, PG akan menerbitkan SPPB gula petani TR. Syarat penyerahan barang yaitu di loko gudang gula PTPN VII UU BUMA. Sanksinya jika pengambilan gula lebih dari batas waktu yang ditetapkan dalam SPPB, maka dikenakan sewa gudang per Rp 250/kuintal gula. Gula yang telah dibeli oleh pedagang besar kemudian dibawa ke gudang masing-masing pedagang besar untuk kemudian di jual ke distributor. Berdasarkan hal tersebut, maka pedagang besar melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian gula dari koordinator petani melalui PG dan penjualan gula ke distributor dan retail. 83

22 Fungsi fisik yang dilakukan meliputi transportasi/pengangkutan gula dari PG ke gudang pedagang besar dan penyimpanan gula di gudang pedagang besar. Sedangkan fungsi fasilitas yang dilakukan yaitu penanggungan risiko dan informasi harga. Penanggungan risiko terjadi jika pengambilan gula lebih dari batas waktu yang ditetapkan, maka akan dikenakan sewa gudang. Pedagang besar sangat menentukan dalam penetapan harga jual gula. hal ini dikarenakan pedagang besar memiliki modal yang besar. Informasi harga akan diberikan kepada koordinator jika akan melakukan penjulan gula. f. Distributor Distributor merupakan penyalur barang dari pedagang besar ke retail. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu kegiatan pembelian gula dari pedagang besar dan penjualan gula ke retail. Pengemasan dan pemberian merek yaitu langsung dari PTPN VII UU BUMA seperti karung yang digunakan masih berlabel PG tersebut. Distributor pun melakukan fungsi fisik seperti transportasi/pengangkutan dan penyimpanan. Biaya pengangkutan yang dikeluarkan oleh distributor yaitu Rp /Ton atau Rp 75/Kg. Fungsi lainnya yaitu melakukan fungsi fasilitas yaitu penanggungan risiko dan informasi pasar. Jika gula yang tidak terjual/rusak, maka akan dikembalikan ke distributor dengan gula yang baru. Informasi pasar berupa informasi harga dari dari pedagang besar. g. Retail (Pedagang Eceran) Retail dalam penelitian ini adalah pedagang eceran yang langsung menjual gula PTPN VII UU BUMA ke tangan konsumen. Pedagang eceran yang menjadi responden yaitu pedagang yang berada di kawasan Pasar Pagi dan Pasar Sentral. 84

23 Hal ini dikarenakan kedua pasar ini merupakan pasar acuan bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Utara dan Provinsi Lampung dalam memantau pergerakan harga yang dibayarkan konsumen. Tabel 28. Fungsi-Fungsi Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran Gula Tebu Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran Keterangan a. Petani b. Kelompok Tani c. Koordinator Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas d. Pabrik Gula Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas Penjualan Transportasi/Pengangkutan Penyimpanan Penanggungan risiko Pembiayaan Informasi pasar Penjualan gula dengan di lelang Pengolahan Penyimpanan Standarisasi Penanggungan Risiko Pembiayaan Informasi pasar e. Pedagang Besar Fungsi Pertukaran Pembelian Penjualan Fungsi Fisik Transportasi/Pengangkutan Penyimpanan Fungsi Fasilitas Penanggungan risiko Informasi pasar f. Distributor Fungsi Pertukaran Pembelian Penjualan Fungsi Fisik Transportasi/Pengangkutan Penyimpanan Fungsi Fasilitas Penanggungan risiko Informasi Pasar g. Retail (Pedagang Pengecer) Fungsi Pertukaran Pembelian Penjualan Fungsi Fisik Pengolahan (pengemasan) Penyimpanan Fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran. Retail membeli gula dari distributor dan pedagang besar kemudian menjualnya kembali ke tangan konsumen. Retail tidak mengeluarkan biaya pengangkutan karena distributor 85

24 langsung mendatangi tempat transaksi dan langsung membawa produk tersebut. Selain itu, retail melakukan kegiatan pengolahan (pengemasan) dan penyimpanan yang termasuk dalam fungsi fisik. Adapun fungsi fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel Analisis Saluran Pemasaran Gula Tebu Saluran pemasaran merupakan suatu jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirnya produk atau jasa dari produsen kepada konsumen (Levens, 2010). Kotler (2003) menyebutkan bahwa saluran pemasaran sebagai sekumpulan organisasi yang saling terkait dalam proses membuat produk atau jasa yang tersedia untuk dikonsumsi atau digunakan. Saluran pemasaran digunakan karena produsen kekurangan sumberdaya untuk melakukan pemasaran langsung ke tangan konsumen. Proses tersebut melibatkan perantara yang berperan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas keseluruhan saluran pemasaran (Levens, 2010). Saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula pada setiap lembaga pemasaran. Saluran pemasaran dianalisis dari produsen hingga ke tangan konsumen. Saluran pemasaran gula tebu PTPN VII UU BUMA dapat dilihat pada Gambar 12. Saluran pemasaran gula tebu PTPN VII UU BUMA terdiri dari dua saluran yaitu : a. Saluran 1 : Petani Kelompok Tani Koordinator Pabrik Gula Pedagang Besar Distributor Retail Konsumen b. Saluran 2. Petani Kelompok Tani Koordinator Pabrik Gula Pedagang Besar Retail Konsumen 86

25 Petani yang diwakili oleh koordinator menjual gula ke pedagang besar. Pedagang besar tersebut telah terdaftar di PG sehingga berada dalam pengawasan PG. Pedagang besar melakukan penjualan melalui distributor atau langsung ke retail. Selanjutnya distributor dapat melakukan penjualan gula tersebut hingga ke tangan konsumen. Petani Lelang Kelompok Tani Pabrik Gula Koordinator 100% Saluran 1 Pedagang Besar Saluran % 87.5% Distributor 100% Retail 100% Konsumen Keterangan : : PG sebagai avalis (penjamin kredit) & Alur pengolahan tebu menjadi gula : Alur penjualan gula dari produsen ke konsumen : Penyerahan gula petani ke pedagang besar dari gudang PG setelah seluruh petani (diwakili koordinator) sepakat untuk menjual gula & pembayaran sudah dilakukan oleh pedagang besar Gambar 12. Saluran Pemasaran Gula Tebu PTPN VII UU BUMA 87

26 Kegiatan Praktek Penjualan dan Pembelian Petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA merupakan petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani. Kelompok-kelompok tani tersebut kemudian memilih koordinator dengan syarat yaitu orang yang dapat dipercaya, memiliki lahan sendiri, memiliki kemampuan dalam menjual gula, memiliki jaringan/akses terhadap pembeli gula serta tergabung dalam salah satu anggota kelompok tani. Kelompok-kelompok tani mendapatkan paket kredit (bagi petani tebu rakyat) dari bank dengan avalis (penjamin) nya yaitu pabrik gula (PTPN VII UU BUMA). Kelompok tani tidak melakukan proses pembelian gula namun melakukan penjualan gula untuk membayar paket kredit. Jika telah membayar paket kredit tersebut, maka kelompok-kelompok tersebut dapat mengajukan permohonan kredit kembali untuk masa tanam berikutnya. PTPN VII UU BUMA melakukan sistem kemitraan dengan kelompokkelompok tani tebu rakyat. Sistem bagi hasil dilakukan bagi PG dan kelompok tani tebu rakyat. Bagi hasil gula yang ditetapkan yaitu 34 % untuk PG dan 66 % untuk kelompok tani. Tebu yang telah dipanen dengan jumlah ku tebu dari lahan seluas 7.3 Ha akan menghasilkan gula sebanyak ku dengan tingkat rendemen tertentu dan menghasilkan tetes sebanyak ku. Maka, gula yang akan diperoleh PG sebanyak kg dan kelompok tani sebanyak kg Gula milik PG sebanyak 34 % yang merupakan bagian dari bagi hasil dijual dengan mekanisme lelang. Proses lelang gula hasil gilingan PTPN VII UU BUMA dilakukan di kantor direksi (Kandir) PTPN di Jakarta. Panitia lelang membuat surat undangan lelang kepada para peserta. Peserta tidak diwajibkan datang, bisa melalui perwakilan atau faksimili. Namun, biasanya lebih diutamakan 88

27 bagi peserta lelang yang hadir. Umumnya peserta lelang adalah para pedagang besar yang memiliki modal besar. Masing-masing peserta lelang memberikan harga penawaran di dalam amplop tertutup kemudian diberikan kepada panitia tim lelang. Selanjutnya panitia akan membuka amplop yang berisi harga penawaran masing-masing peserta dan menjelaskannya kepada forum. Peserta yang memberikan harga tertinggi dan hadir maka akan menjadi pemenang lelang. Jika harga yang diharapkan direksi berbeda dengan hasil lelang, maka dilakukan negosiasi kembali dengan pihak yang menang. Jika tidak terjadi kesepakatan, maka lelang dapat dibatalkan. Namun, jika terjadi kesepakatan maka pihak direksi akan memberikan DO sesuai dengan yang sudah dibayar pemenang lelang.setelah itu, pihak direksi menerbitkan surat perintah kepada pihak direksi cabang (PTPN VII di Lampung) dan PG (PTPN VII UU BUMA) untuk mengeluarkan gula dalam kurun waktu satu minggu. Gula milik kelompok tani sebanyak kg (66 % bagian petani) tidak seluruhnya dijual namun disimpan sebagai natura (untuk dikonsumsi). Jadi, 90 % gula untuk dijual dan 10 % sebagai natura. Gula yang dijual kelompok tani hanya kg sedangkan yang disimpan untuk natura yaitu kg. Jumlah gula yang dijual oleh kelompok tani dikalikan dengan harga gula yang berlaku. Penerimaan kelompok tani dari hasil penjualan gula kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kelompok tani kepada PG seperti karung, finalti tebu trash, pinalti rendemen, finalti tebu bakar, dan lain-lain. Selain itu, penerimaan tersebut dikurangi pula dengan pinjaman (paket kredit) pada periode masa tanam tertentu. Adapun pinjamannya berupa pupuk, bibit, perawatan, tebang muat angkut (TMA). Selain itu, tidak hanya pokok pinjaman dari paket kredit 89

28 tetapi bunga pinjamannya harus dibayar oleh kelompok tani sebesar 6 %. Perhitungan bunga ini disesuaikan dengan jumlah waktu pengembalian. Misalnya, waktu pengembalian yaitu 125 hari. Maka perhitungan bunga yaitu 125 hari dibagi dengan 365 hari (jumlah hari dalam satu tahun) kemudian dikalikan dengan 6 %. Maka, bunga yang harus dibayar yaitu sejumlah tersebut dikalikan dengan pokok pinjaman. Adapula biaya yang harus dibayar kelompok tani setelah menerima hasil penjualan yaitu sekitar 2-5 % dari penjualan gula yang harus diserahkan pada desa setempat tergantung kesepakatan setiap kelompok tani. Hal ini sebagai pemasukan bagi desa tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka akan diperoleh pendapatan kelompok tani yang kemudian akan dibagi pada setiap petani sesuai dengan proporsi jumlah gula yang dihasilkan masing-masing petani. Penjualan gula dari sejumlah petani (diwakili koordinator) ke pedagang besar dilakukan setelah adanya kesepakatan dari seluruh anggota kelompokkelompok tani. Pedagang besar yang dapat membeli gula petani adalah pedagang besar yang telah terdaftar di PTPN VII UU BUMA. Koordinator dapat mencari pembeli gula yang dapat membeli gula petani dengan harga yang sesuai. Koordinator mendapatkan informasi harga jual gula dari pedagang besar, koordinator lain, internet, PG, dan informasi lainnya. Dalam hal ini PG menyarankan agar petani tidak menjual gula dibawah harga Rp 8 000/kg. Hal ini untuk menghindari kerugian dari petani. HPP gula tahun 2011 yaitu Rp 7 000/Kg sehingga petani dapat membayar kredit tersebut kepada bank dan mendapat keuntungan dari kegiatan usaha tersebut. Beberapa tahun yang lalu, penjualan gula milik petani pada awalnya dilakukan dengan mekanisme lelang yang difasilitasi oleh PG, namun dalam 90

29 proses lelang yang dilakukan tidak pernah berhasil untuk mencapai kesapakatan harga. Beberapa alasan lelang tersebut tidak berhasil: (1) harga yang ditawarkan pembeli terlalu murah, dan (2) ada syarat minimal jumlah yang harus dibeli oleh pedagang, dan harus dipenuhi oleh petani. Sehingga kadang jumlah ini sulit dipenuhi oleh petani. Akibat dari pelaksanaan sistem penjualan ini yang tidak berlangsung dengan lancar. Maka akhirnya dibuat sistem penjualan baru dimana petani dapat menjual langsung ke padagang besar. Petani dapat menentukan waktu penjualan gula jika sesuai dengan harga yang ditetapkan. Penentuan harga jual ini masih didominasi oleh pedagang besar meskipun petani memiliki keleluasaan untuk menjual gula kapanpun. Namun, semakin lama gula tersebut disimpan di gudang PG, maka semakin lama pula mereka tidak mendapatkan uang untuk membayar kredit dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika kredit tersebut dapat dilunasi, maka kelompok-kelompok tani akan segera mendapatkan fasilitas kredit selanjutnya untuk musim awal tanam yang baru. Kesepakatan penjualan telah terjadi jika kedua belah pihak (koordinator petani dan pedagang besar) telah menandatangani surat perjanjian jual beli gula petani tebu rakyat yang dibuat oleh PG. Kedua belah pihak sepakat melaksanakan jual beli gula milik petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA dengan penentuan jumlah dan harga/kg. Pembayaran tunai dapat dilakukan oleh pedagang besar paling lambat satu hari setelah tanggal surat perintah setor (SPS) gula ditandatangani. Jika lebih dari itu, maka penjualan dianggap batal. Pedagang besar mentransfer uang tersebut ke rekening PTPN VII BUMA dengan menyerahkan bukti transfer dari bank. Berdasarkan bukti dari bank, PG akan menerbitkan surat penyerahan barang (gula) petani tebu rakyat. Apabila pengambilan gula oleh 91

30 pedagang besar lebih dari batas waktu yang ditetapkan, maka dikenakan sewa gudang per minggu Rp 250/kuintal gula. Biaya lain yang dikeluarkan pedagang besar adalah biaya pengangkutan. Pedagang besar dapat menjual gula yang dibeli dari PG langsung ke distributor atau langsung ke pengecer. Pedagang besar yang menjual langsung ke pengecer biasanya yang memiliki jumlah gula yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pedagang besar lainnya. Gula yang dibeli oleh distributor ataupun pengecer akan diangkut oleh pedagang besar sampai ke tempat. Hal ini menimbulkan biaya pengangkutan yang ditanggung oleh distributor. Biaya angkut mencapai Rp /ton gula atau Rp 75/kg gula. Distributor dapat menjual gula langsung ke pengecer tanpa merubah packaging dari gula tersebut. Sehingga tidak ada biaya pengemasan. Penjualan gula yang dilakukan distributor ke pengecer menimbulkan biaya pengangkutan. Biaya ini ditanggung oleh pengecer sebesar Rp 75/kg gula. Gula diangkut hingga ke kios-kios yang ada di pasar. pengecer melakukan pengemasan dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 1 kg, ½ kg, ¼ kg, 1 ons gula pasir. Hal ini menimbulkan biaya pengemasan. Berat gula dalam satu karung gula PTPN VII UU BUMA yaitu 50 kg. Biaya pengemasan satu karung gula menjadi ukuran yang lebih kecil menimbulkan biaya pengemasan Rp 4 000/karung gula atau Rp 80/kg gula. Jadi, gula yang dijual oleh pengecer ke konsumen sudah memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka yang melakukan proses pembelian gula yaitu pedagang besar, distributor, dan retail (pedagang eceran). Sedangkan yang melakukan kegiatan penjualan gula yaitu petani-kelompoktani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, dan retail (pedagang pengecer). Kegiatan 92

31 penjualan dan pembelian gula setiap lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 29 Tabel 29. Kegiatan Penjualan dan Pembelian Gula Setiap Lembaga Pemasaran No Lembaga Pemasaran Bentuk Kegiatan 1 Petani Kelompok Tani Koordinator Pembelian x Penjualan 2 Pabrik Gula x 3 Pedagang Besar 4 Distributor 5 Retail (Pedagang Pengecer) Penentuan dan Pembentukan Harga Penentuan harga gula di tingkat petani merupakan hal yang penting untuk dianalisis. Petani tebu rakyat dapat mengatur lahannya sendiri dan peran PG sebagai avalis (penjamin) kredit bank bagi petani. Oleh karena itu, PG sebatas pada penyedia fasilitas kredit dan penggilingan/pengolahan. Bagi hasil yang diperoleh petani yaitu sebesar 66 % sedangkan bagi pabrik sebesar 34 %. Bagi hasil yang diperoleh petani sebesar 66 % tidak dijual seluruhnya melainkan hanya 90 % dari bagi hasil petani yang dijual. Sedangkan 10 % dari 66 % digunakan petani sebagai natura. Penentuan pendapatan di tingkat petani diawali dengan penentuan jumlah gula yang akan di jual petani. Penentuannya yaitu dengan mengalikan seluruh komponen ini yaitu jumlah ton tebu ketika panen, rendemen gula, faktor konversi sesuai dengan ketetapan yaitu 1.003, persentase hasil bagi petani sebesar 66 %, dan persentase gula yang dijual yaitu 90 %. Selanjutnya, pendapatan petani diperoleh melalui jumlah gula yang dijual petani dikali dengan harga gula yang telah disepakati oleh petani dan pedagang besar ketika penentuan transaksi jual beli gula. Berdasarkan hal tersebut, maka 93

32 secara ringkas rumusnya dapat dilihat di bawah ini. Penentuan pendapatan di tingkat petani yaitu : Jumlah gula yang dijual petani (kg) = Ton Tebu x Rendemen (%) x faktor (1.003) x hasil bagi petani (66%) x yang diberikan bagi petani (90%) Pendapatan Petani (Rp) = Jumlah gula yang dijual petani (kg) x harga gula (Rp/kg) Rendemen ditentukan berdasarkan pengukuran laboratorium. Rendemen yang tinggi akan memberikan kualitas gula yang baik. Hal ini menyebabkan semakin tinggi harga jual gula jika tingkat rendemennya meningkat dan sebaliknya. Jika sudah diketahui jumlah gula yang akan dijual, maka penentuan harga gula dilakukan antara petani yang diwakili koordinator dengan pedagang besar. Koordinator akan mencari pedagang besar yang dapat memberikan harga yang sesuai dengan keinginan para petani. Koordinator dapat memantau harga harga internasional, harga domestik, dan harga di Provinsi Lampung. Koordinator mendapatkan informasi harga jual gula dari pedagang besar, koordinator lain, internet, PG, dan informasi lainnya. Dalam hal ini PG menyarankan agar petani tidak menjual gula dibawah harga Rp 8 000/kg. Hal ini untuk menghindari kerugian dari petani. HPP gula tahun 2011 berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/5/2011 yaitu Rp 7 000/kg. Penentuan HPP ini dimaksudkan untuk menjamin pendapatan petani tebu dan industri gula. Adanya fluktuasi harga gula menyebabkan perubahan harga setiap waktu. Oleh karena itu, koordinator bersifat menunggu hingga harga telah sesuai dengan petani. Namun, kondisi tersebut tidak akan dilakukan jika petani menginginkan gula tersebut untuk segera dijual meskipun dengan keuntungan yang sangat tipis dikarenakan kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini menunjukkan bahwa peran 94

33 pedagang besar sangat besar dalam menentukan harga kepada petani. Pedagang besar cenderung dapat mempermainkan harga petani. Hal ini menyebabkan petani mendapatkan insentif yang sedikit dan pada akhirnya cenderung meninggalkan usahatani tebu. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya jumlah petani tebu rakyat di PTPN VII UU BUMA tahun 2008 mencapai orang menjadi orang di tahun 2010 (PTPN VII UU BUMA, 2011). Penentuan harga pembelian gula di tingkat pedagang besar didasarkan pada harga penjualan di tingkat petani. Penentuan harga di tingkat pedagang besar juga berdasarkan informasi harga dari harga internasional dan harga domestik. Pedagang besar memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli pada petani. Hal ini dikarenakan jumlah pembeli gula (pedagang besar) yang sedikit sehingga petani cenderung mengikuti harga yang telah ditetapkan pedagang besar. Harga jual gula di tingkat pedagang besar setelah memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Pada umumnya pedagang besar menjual gula ke distributor, namun adapula pedagang besar yang menjual ke tangan konsumen. Pedagang besar yang menjual langsung ke retail merupakan pedagang yang membeli gula dari petani dalam partai yang tidak terlalu besar sehingga dia akan menjualnya langsung ke retail-retail yang ada di Provinsi Lampung. Distributor yang membeli gula dari pedagang besar melakukan pembelian gula berdasarkan harga jual yang ditetapkan pedagang besar. Namun, negosiasi masih dapat dilakukan jika distributor tersebut membeli dalam jumlah banyak, frekuensi tinggi, dan sistem kepercayaan satu sama lain. Distributor menjual gula ke retail telah memperhitungkan harga beli gula dari pedagang besar, biaya-biaya, dan keuntungan. 95

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster 43 Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Klaster 44 Lampiran 1 Usahatani Jahe Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Non Klater 45 Lampiran 2. Output Karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PINJAMAN DANA TANPA BUNGA UNTUK PENGADAAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. diketahui melalui profil perusahaan berdasarkan data yang peneliti peroleh berikut

BAB IV PEMBAHASAN. diketahui melalui profil perusahaan berdasarkan data yang peneliti peroleh berikut BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Tentang Perusahaan Pabrik gula Toelangan merupakan perusahaan milik BUMN yang berperan dalam penyediaan gula. Pabrik gula Toelangan ini merupakan salah satu pabrik peninggalan zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan produk sejenis mengakibatkan persaingan semakin ketat. Menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. dengan produk sejenis mengakibatkan persaingan semakin ketat. Menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis dalam perkembangan di era globalisasi menuntut perusahaan harus mampu bersikap dan bertindak cepat dan tepat dalam menghadapi persaingan di lingkungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016 WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KOMODITI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KOTA SOLOK

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

SISTEM PENGAJUAN PETANI PINJAMAN KKPE (Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi )

SISTEM PENGAJUAN PETANI PINJAMAN KKPE (Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi ) Lampiran 1 Lampiran 2 Beberapa keuntungan (manfaat) yang diperoleh petani mitra dalam mengikuti program kemitraan antara lain: 1. Kemudahan pengadaan bibit unggul. Dengan mengikuti kemitraan, petani tebu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata

I. PENDAHULUAN. bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Di sektor tersebut dikembangkan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1. Sejarah Umum PG. Subang PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, Desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, dengan posisi

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR : 1 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BUKITTINGGI TAHUN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KOMODITI TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KOTA SOLOK

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demi memenuhi Hasil Evaluasi Program Peningkatan Produktivitas Gula Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala Madu yang turut

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan pertanian pada era globalisasi seperti saat ini harus dibangun secara terintegrasi mulai dari pembangunan industri hulu, hilir dan kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa. Luas lahan untuk pertanian

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa. Luas lahan untuk pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang sangat luas yang jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa. Luas lahan untuk pertanian sekitar 107 juta hektar dari

Lebih terperinci

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah memberikan berbagai macam subsidi kepada petani, dan salah satu bentuk subsidi yang menonjol adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal adalah minimalisasi pengeluaran dan maksimalisasi pemasukan.

BAB I PENDAHULUAN. optimal adalah minimalisasi pengeluaran dan maksimalisasi pemasukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu lembaga atau organisasi yang melakukan kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk optimalisasi keuntungan. Faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu merupakan tanaman asli daerah tropika basah. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah subtropika. Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian mempunyai fungsi penting dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan pangan pokok. Salah satu bahan tersebut adalah gula pasir.

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KEGIATAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM KEGIATAN 30 BAB 3 GAMBARAN UMUM KEGIATAN 3.1 Profil UPP Kota Metro UPP Kota Metro adalah wadah bagi pembudidaya ikan di Kota Metro di mana bertempat di Jalan Jenderal Sudirman No.151 Kota Metro dengan Ketua UPP

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pernah mencapai kejayaan produksi gula pasir pada sekitar 1930 di zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, yaitu mencapai 179

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS dan HASIL PENELITIAN 4.1 Pelaksanaan Kegiatan Distribusi Perusahaan Untuk melaksanakan kegiatan pemasarannya, PT. ANUGERAH IDEALESTARI telah menunjuk PT. ANUGERAH CENTRAL AUTOMOTIVE sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR Alexandro Ephannuel Saragih 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) PASAR KARET RAKYAT

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) PASAR KARET RAKYAT 38 tingkat pendidikan tertinggi petani karet mencapai perguruan tinggi (1%). Usia produktif dan tingkat pendidikan berpengaruh dalam respon inovasi teknologi. Selain itu juga, hal ini mengindikasikan bahwa

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

Kartu Tani Bawang. 05 Oktober PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Padang

Kartu Tani Bawang. 05 Oktober PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Padang Kartu Tani Bawang 05 Oktober 2017 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah Padang Latar Belakang 1. Ketahanan Pangan dicanangkan oleh pemerintah melalui berbagai program untuk membentuk masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Perusahaan melakukan kegiatan pemasaran pada saat perusahaan ingin memuaskan kebutuhannya melalui sebuah proses transaksi. Pemasaran juga

Lebih terperinci