KERANGKA TEORI. Rangkaian kegiatan industri tepung terigu Indonesia meliputi kegiatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERANGKA TEORI. Rangkaian kegiatan industri tepung terigu Indonesia meliputi kegiatan"

Transkripsi

1 III. KERANGKA TEORI Formatted: Left: 4 cm, Right: 3 cm, Top: 3 cm, Bottom: 3 cm, Width: 21 cm, Height: 29,7 cm Tahapan Produksi dan Pasar Tepung Terigu Rangkaian kegiatan industri tepung terigu Indonesia meliputi kegiatan Formatted: Line spacing: Multiple 2,2 li pengadaan biji gandum dari luar negeri (impor), penggilingan biji gandum menjadi tepung terigu di dalam negeri, dan tataniaga (kebijakan impor biji gandum dan tepung terigu, permintaan dan penawaran tepung terigu domestik maupun dunia). Analisis model yang dilakukan meliputi tahapan sejak biji gandum ditawarkan di pasar gandum dunia, dikirim ke penggilingan sebagai indus tri primer untuk diproses menjadi tepung terigu, kemudian tepung terigu dijual ke pasar untuk keperluan rumah-tangga (konsumsi langsung) maupun industri sekunder untuk diproses menjadi bahan makanan, namun tidak mengkaji pasar input untuk usaha tani gandum (antara lain: pengadaan pupuk, pestisida, dan benih) (antara lain: pengadaan pupuk, pestisida dan benih) dan pasar produk akhir dari industri makanan (antara lain mie, roti, dan biskuit) (antara lain: mie, roti dan biskuit). Gambar 4 5 menunjukkan bahwa setiap tahapan pengadaan biji gandum dan produksi tepung terigu Indonesia terkait dengan penawaran dan permintaan yang membentuk aliran penawaran produk, baik dalam bentuk biji gandum dan tepung terigu dan aliran permintaan input dari suatu tahapan produksi ke tahapan selanjutnya Permintaan Input dan Penawaran Output

2 39 Permintaan input suatu usaha ekonomi dapat diturunkan dari fungsi produksi suatu usaha ekonomi, dengan asumsi bahwa produsen dimaksud bersifat rasional dan memaksimumkan keuntungan pada berbagai kendala teknologi dan pasar. Penawaran Varian (1993) Output menyatakan Pasar bahwa Produk permintaan Akhir ataupun pilihan terhadap Indonesia input yang berdampak kepada biaya produksi yang minimal akan tergantung pada harga dari input dan tingkat atau besarnya produksi yang akan diproduksi, selanjutnya dikenal sebagai derived factor demand. Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah Indonesia Permintaan Tepung Terigu Industri Rumah Tangga Indonesia Penawaran Output Permintaan Input Penawaran Output Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan dan Minuman Permintaan Input Permintaan Tepung Terigu Rumah Tangga Indonesia Formatted: F ont: 11 pt, Italian (Italy ) Permintaan Input Permintaan Akhir Penawaran Output Pasar Tepung Terigu Indonesia Penawaran Output Industri Primer Penggilingan Tepung Terigu iluar Indonesia

3 40 Industri Primer Penggilingan Tepung Terigu Indonesia Permintaannawara n Input (Impor) Permintaan Inputnawaran (Impor) Formatted: Italian (Italy ) Produsen Biji Gandum unia Penawaran Output Pasar Biji Gandum unia Gambar 45. Tahapan Produksi dan Pasar Produk Industri Tepung Terigu Indonesia Varian (1993) menyatakan bahwa permintaan ataupun pilihan terhadap input yang berdampak pada biaya produksi yang minimal akan tergantung pada, Indent: F irst line: 1,27 cm, Line spacing: ouble harga dari input dan tingkat atau besarnya produksi yang akan diproduksi, selanjutnya dikenal sebagai derived factor demand. engan menggunakan asumsi derived factor demand maka fungsi permintaan terhadap faktor produksi dari produk tepung terigu sebenarnya merupakan turunan permintaan yang tergantung dan diturunkan dari tingkat output perusahaan dan biaya input, modal, tenaga kerja dan input lain yang digunakan dalam proses pengadaan biji gandum hingga industri tepung terigu Permintaan Biji Gandum dan Penawaran Tepung Terigu oleh Pengolah Pada industri tepung terigu, biji gandum digunakan sebagai input atau Formatted: Italian (Italy ) Formatted: Line spacing: single Formatted: pace Before: 18 pt bahan baku utama. ecara teknis, fungsi produksi dari penggilingan tepung terigu sebagai industri primer dinotasikan sebagai berikut:

4 41 T = t (G, L)..... (1) dimana : T = jumlah tepung terigu yang dihasilkan oleh penggilingan G = jumlah biji gandum sebagai input L = himpunan jumlah input lain yang digunakan dalam proses di penggilingan dengan harga masing-masing Adapun fungsi tujuan (K t ) dari penggilingan tepung terigu dirumuskan Formatted: pace Before: 18 pt, on't adjust space betw een Latin and A sian text sebagai berikut: K t = P t.t(g,l) (P g.g + P l.l) dimana: P t = harga tepung terigu (output) perunit P g = harga biji gandum (input) perunit Pl = harga input lain perunit Jika F g dan F l adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi terhadap input li, on't adjust space betw een Latin and A sian text G dan L, maka kondisi keuntungan maksimum perusahaan adalah jika: P t.f g = P g.. (2) P t.f l = P l.... (3) Kedua persamaan tersebut dibentuk dari suatu sistim dua persamaan dengan dua variable endogen (G,L) serta tiga variable eksogen (Pt, P g, P l ), maka untuk menentukan fungsi permintaan input dari perusahaan dapat diselesaikan secara simultan:

5 42 G = g(p t, P g, P l ).... (4) L = l(p t, P g, P l ) (5) Persamaan G dan L merupakan derived factor demand terhadap biji gandum yakni jumlah permintaan biji gandum sebagai fungsi dari harga produk (P t ), harga biji gandum (P g ), dan harga input lain (P l ). engan mensubstitusikan persamaan 4 dan 5 terhadap persamaan 1, maka akan diperoleh persamaan penawaran tepung terigu (output) dari penggilingan tepung li terigu adalah: T = t(p t, P g, P l )..(6) li, on't adjust space betw een Latin and A sian text Permintaan Tepung Terigu dan Penawaran Produk oleh Industri Mak anan dan Minuman Fungsi produksi dari industri sekunder yang menggunakan tepung terigu Formatted: Line spacing: single Formatted: utch (Netherlands) li Formatted: pace Before: 18 pt, Line spacing: Multiple 2,1 li sebagai bahan baku dan input lain, misalnya adalah: dimana: M = m(t, R) li M = jumlah makanan (output) yang diproduksi oleh industri sekunder T = jumlah tepung sebagai input R = himpunan jumlah input lain dengan harga masing-masing

6 43 P m = harga makanan (output) perunit P t = harga tepung terigu perunit li, on't adjust space betw een Latin and A sian text P r = harga input lain perunit Adapun fungsi tujuan dari industri sekunder tepung terigu dapat dirumuskan: K m = P m. M(T,R) - (P t.t + P r.r) (7) Jika Ft dan Fr adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi terhadap input T dan R, maka kondisi keuntungan maksimum perusahaan adalah jika: P m.f t = P t li li, on't adjust space betw een Latin and A sian text, Line spacing: Multiple 2,1 li li, on't adjust space betw een Latin and A sian text (8) P m.f r = P r (9) Kedua persamaan tersebut terbentuk dari suatu system dua persamaan dengan dua variable endogen (T, R) serta tiga variable eksogen (Pm, Pt, Pr), maka untuk li menentukan fungsi permintaan input perusahaan dapat diselesaikan secara simultan dari persamaan-persamaan: T = t (P m, P t, P r ) (10) li, on't adjust space betw een Latin and A sian text Formatted: English (U..) R = r(p m, P t, P r )... (11)

7 44 Persamaan 10 dan 11 merupakan derived factor demand industri sekunder terhadap input yakni jumlah permintaan makanan sebagai fungsi dari harga produk (P m ), harga tepung terigu (P t ), dan harga input lain (P r ). engan mensubstitusikan persamaan 10 dan 11 terhadap persamaan 6, akan diperoleh persamaan produk industri tepung terigu (output) sebagai berikut: M = m(p m, P t, P r ) (12) Intervensi Kebijak an dan Liberalisasi Perdagan gan Campur tangan (intervensi) pemerintah seringkali dilakukan apabila terjadi kegagalan pasar dan atau membangun tujuan-tujuan tertentu, namun yang harus diperhatikan adalah tidak semua campur tangan pemerintah memberikan hasil yang baik. Banyak faktor yang menyebabkan intervensi tidak memberikan hasil yang diharapkan. alah satu masalah terbesar yang dihadapi pemerintah dalam menentukan kebijakan adalah adanya konflik antara tujuan-tujuan yang hendak dicapai. ebagai contoh, pemerintah memberikan subsidi harga bahan bakar minyak tanah agar dapat terjangkau rakyat kecil dan berpenghasilan rendah. alam kasus ini, masalah efisiensi diabaikan agar rakyat dapat menjangkau bahan bakar minyak. Rahardja, dkk (2004) menyebutkan tujuan dilakukannya campur tangan pemerintah adalah sebagai berikut:; a.1. Menjamin agar kesamaan hak bagi setiap individu dapat tetatp terwujud dan eksploitasi dapat dihindarkan; Formatted: Indent: Left: 0 cm, Hanging: 0,96 cm Formatted: Bullets and Numbering

8 45 b.2. Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalami perkembangan Formatted: Bullets and Numbering yang teratur dan stabil; c.3. Mengawasai kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaanperusahaan besar yang dapat mempengaruhi pasar, agar mereka tidak menjalankan praktek-praktek monopoli yang merugikan; d.4. Menyediakan barang publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; Formatted: Indent: Left: 0 cm, Hanging: 0,96 cm, Line spacing: Multiple 2,1 li e.5. Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan masyarakat dapat dihindari atau dikurangi Pengaruh negatif dari perdagangan bebas dan ketatnya persaingan dagang antar negara menyebabkan masing-masing negara berusaha melindungi li kepentingan domestiknya. elanjutnya pengaruh negatif tersebut mendorong timbulnya intervensi kebijakan berupa praktek-prakt ek proteksionisme, yakni praktek melindungi produksi domestik dari serbuan barang impor. isisi lain, terdapat upaya untuk meminimalkan adanya intervensi dalam perdagangan. Houck (1986) mengatakan kebijakan proteksi dilakukan dalam rangka: (1) melindungi industri domestik, (2) melindungi keamanan nasional, (3) melindungi kesehatan nasional, (4) masyarakat dari perdagangan internasional yang tidak adil, (5) melindungi program nasional, (6) menjaga neraca perdagangan, (7) menciptakan penerimaan negara, dan (8) melindungi negara dari kelesuan akonomi. Formatted: Indonesian

9 46 alam rangka membatasi intervensi negara pada perdagangan dunia, maka dibentuklah GATT. Adapun konsep GATT dan WTO yang diterapkan selama ini, dilaksanakan dalam rangka membatasi keinginan negara-negara untuk memberlakukan tarif terhadap komoditi impor, sehingga upaya membuat kebijakan yang dapat melindungi kepentingan negara dari dan melalui proteksi dapat berjalan dengan saling menguntungkan. Berkaitan dengan kondisi tersebut, analisis tentang kebijakan perdagangan yang terkait dengan upaya penghapusan dan pengenaan pajak, tarif, subsidi maupun hambatan non tarif sangat diperlukan Intervensi Kebijak an, Pas ar Biji Gandum dan Tepung Terigu unia etiap eksportir dan importir biji gandum maupun tepung terigu Formatted: pace Before: A uto, Line spacing: single Formatted: pace Before: 18 pt mempunyai kepentingan masing-masing sehingga proses pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan kedua komoditi tersebut saja melainkan juga ditentukan oleh kebijakan perlindungan atau intervensi dari pemerintah. Mekanisme pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia secara Formatted: Indent: F irst line: 0 cm teoritis dapat dianalisa. Analisa pembentukan harga akibat penerapan beberapa kebijakan seperti: (1) jika negara importir memberlakukan tarif, sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 6, (2) jika negara eksportir memberlakukan tarif, sedangkan negara importir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 7, dan (3) jika negara importir maupun eksportir saling memberlakukan tarif, kondisi ini disajikan pada Gambar

10 47 8. X P T P W P T* M t M M1 M3 T W X2 X4 M2 M4 X1 X3 (a ) Pasar omestik (b) Pasar unia (c ) Pasar Negara Asing Gambar 56. Proses Pembentukan Tepung Terigu/Biji Gandum unia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif Formatted: F ont: (efault) Times New Roman, 12 pt Mekanisme pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia secara teoritis dapat dianalisa. Analisa pembentukan harga akibat penerapan Formatted: Line spacing: Multiple 1,9 li beberapa kebijakan seperti: (1) jika negara importir memberlakukan tarif, sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 5, (2) jika negara eksportir memberlakukan tarif, sedangkan negara importir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 6, dan (3) jika negara importir maupun eksportir saling memberlakukan tarif, kondisi ini disajikan pada Gambar 7. Gambar 56 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir membebaskan pasar dari tarif, maka harga gandum di negara importir dan Formatted: Line spacing: Multiple 1,9 li, on't adjust space betw een Latin and A sian text eksportir sebesar P w. Ketika negara importir melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t, maka negara eksportir tidak akan mengirimkan biji

11 48 gandum ke negara importir sampai harga di negara importir meningkat minimal sebesar t. Jika tidak ada biji gandum yang dikirimkan ke negara importir, maka akan terjadi ekses permintaan demand di negara importir dan ekses penawaransupply di negara eksportir. ehingga harga di negara importir menjadi meningkat dan di negara eksportir turun. Pengenaan tarif, kemudian akan menyebabkan perbedaan antara harga di dua pasar. Peningkatan harga di negara importir menjadi P T dan penurunan harga di neagara eksportir menjadi P T * = P T t. i negara importir penawaransupply cenderung pada harga yang tinggi, Formatted: F ont: Not Italic ketika permintaan menjadi berkurang, sehingga impor diperlukan. i negara eksportir harga rendah menyebabkan berkurangnya supply penawaran dan meningkatnya permintaan, serta bagian kecil untuk ekspor. ehingga volume biji gandum yang diperdagangkan berkurang dari w (volume pada perdagangan pasar bebas) menjadi T (volume pada perdagangan yang dikenakan tarif). Pada volume perdagangan T, permintaan impor sama dengan penawaransupply negara ekportir, ketika P T - P T *= t. Peningkatan harga di negara importir dari P w menjadi P T lebih rendah dari tarif yang ditetapkan, sebab bagian dari tarif ditunjukkan pada penurunan di tingkat harga ekspor dan tidak melalui negara impor. Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort) Formatted: panish (International ort)

12 49 X Formatted: Line spacing: Multiple 1,9 li P T P W P T* M M t M1 M2 M3 M4 T W Pasar unia X1 X2 X3 X4 Pasar omestik Pasar Negara Asing Gambar 6. Proses Pembentukan Tepung Terigu/Biji Gandum unia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif Formatted: F ont: (efault) Times New Roman, 12 pt Gambar 6. Proses Pembentukan Tepung Terigu/Biji Gandum unia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif Gambar 67 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir membebaskan pasar dari tarif tertentu, maka harga biji gandum di negara importir dan eksportir sebesar P w. Ketika negara eksportir dengan alasan tertentu Formatted: F ont: (efault) Times New Roman, 12 pt Formatted: Line spacing: Multiple 1,9 li, on't adjust space betw een Latin and A sian text melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t sedangkan negara importir tidak melakukan pembalasan, maka harga yang terjadi di negara eksportir menjadi lebih mahal dari harga domestik sebelumnya, yang mengakibatkan jumlah ekspor berkurang dari X 1 X 4 menjadi X 2 X 3 karena insentif bagi produsen menjadi berkurang. Pajak ekspor ini akan menyebabkan terjadinya distorsi domestik yakni turunnya jumlah ekspor.. Keadaan ini memungkinkan terjadinya pasar gelap dan menyebabkan terjadinya distorsi bagi negara pasangan dagang

13 50 dengan naiknya harga dunia. Hal ini menyebabkan turunnya volume perdagangan bersamaan dengan turunnya volume ekspor, dari X 1 X 4 menjadi X 2 X 3 dan sebagai akibatnya maka negara importir akan mengalami kenaikan harga impor. Kondisi ini tidak mencerminkan liberalisasi perdagangan dan menyebabkan distorsi di pasar domestik maupun pasangan dagang. X T X P T* P W P T M M1 M3 T W M2 M4 X1 X3 Ga mbar Pasar 67. Proses omestik Pembentukan Tepung/Biji Pasar unia Gandum unia, Jika Negara Eksportir Memberlakukan Tarif Gambar 78 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir X2 X4 Formatted: F ont: Italic Formatted: F ont: Italic Formatted: F ont: Italic Formatted: F ont: Italic membebaskan pasar dari tarif, maka harga gandum di negara importir dan eksportir sebesar P w. Jika dengan alasan tertentu negara eksportir dan importir melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t, maka kejadian pada kedua proses dalam Gambar 6 dan Gambar 7 akan terjadi serentak, dan kerugian akan dirasakan oleh kedua belah pihak, karena tindakan masing-masing menciptakan distorsi dalam pasar domestiknya maupun dunia. Baik tarif, subsidi maupun pajak ekspor dan berbagai bentuk restrik perdagangan atau proteksi lainnya, hakekatnya adalah intervensi pemerintah untuk kepentingan domestiknya.

14 51 X1 X PT Pw* PW PT M1 M Pasar omestik T* W Pasar unia Pasar Negara Asing Gambar 78. Proses Pembentukan Tepung/Biji Gandum unia, Jika Negara Importir maupun Eksportir Memberlakukan Tarif Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesia memberlakukan tarif impor bea masuk biji gandum atau tepung terigu, sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan atas perlakuan Indonesia. elain kebijakan tarif, intervensi bisa dilakukan dengan pengenaan kuota terhadap impor biji gandum atau tepung terigu dalam periode waktu tertentu. Pada Gambar 8 diperlihatkan kurva permintaan dan penawaran suatu Formatted: F ont: Not Bold Formatted: Line spacing: ouble Formatted: F ont: Not Bold Formatted: Indent: F irst line: 1,27 cm, Line spacing: Multiple 2,1 li, No bullets or numbering, on't adjust space betw een Latin and A sian text komoditi yang ditunjukkan oleh kurva dan, sedangkan kuota impor digambarkan pada garis horisontal. iasumsikan bahwa 4 1 adalah bagian dari jumlah barang yang diimpor dari perdagangan bebas. Oleh karena adanya penetapan kuota impor sebesar 3 2, maka harga di tingkat domestik meningkat menjadi Pq. Formatted: No bullets or numbering

15 52 Pq* PW umber : Krugman, and Obstfeld, Gambar 88. Pengaruh Kuota Impor roses Pembentukan Tepung/Biji Gandu m unia, Jika Negara I ti Ek ti M b l k k T if ecara keseluruhan dampak dari sebuah kebijakan tarif dan quota adalah sama, yakni harga di tingkat domestik meningkat, permintaan domestik turun, harga dan impor dunia turun (Houck, 1986). li, No bullets or numbering Formatted: F ont: Not Bold Intervensi Kebijakan Fiskal Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia Penerapan kebijakan fiskal terhadap perdagangan biji gandum dan tepung Formatted: Line spacing: single Formatted: pace Before: 12 pt terigu yang diterapkan oleh pemerintah dapat memberikan dampak yang merugikan atau menguntungkan produsen dan konsumen. Kebijakan yang diberikan pada periode adalah pengenaan tarif bea masuk tepung terigu impor sebesar 5 persen%. Pengenaan tarif bea masuk sebesar 5 persen% Gambar 88. Pengaruh Kuota Impor terhadap umber tepung : terigu Krugman, impor diharapkan P.R. and M. dapat Obstfeld. mempengaruhi 2000roses pasar tepung Pembentukan terigu T /Biji G d i Jik N I ti Ek ti M b l k k sehingga dapat melindungi industri penggilingan tepung terigu domestik dari masuknya tepung terigu impor.

16 53 elain itu sejak tahun 2007, pemerintah memberikan kebijakan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap biji gandum dan tepung, Indent: F irst line: 1,27 cm, pace Before: 12 pt terigu dari seharusnya sebesar 10 persen%. X1 PwT * PW 1T* 2T 3T* 4T* umber : Nicholoson, Gambar 98. Pengaruh Pengenaan Tarif Bea Masuk Tepung Terigu P b t k H T /Biji G d i Jik M C P tm P d 1 P w

17 54 t ds M MR tsd d sd Gambar 9. Pasar Tepung Terigu Indonesia Pada Gambar 99 terlihat bahwa keinginan pemerintah untuk melindungi, Indent: Left: 0 cm industri penggilingan biji gandum ternyata merugikan konsumen karena harga tepung terigu menjadi lebih tinggi dan permintaan tepung terigu yang berkurang ( 3 ).. alam kondisi ini konsumen akan lebih mampu membeli tepung terigu pada harga P ww, yakni ketika perdagangan tidak dikenakan tarif bea masuk, tetapi ini akan meningkatkan impor tepung terigu sehingga merugikan produsen tepung terigu domestikdomestik ( 4 ).. alam era perdagangan bebas, upaya untuk meningkatkan surplus produsen tidak ada pilihan lain kecuali menggeser penawaran tepung terigu Formatted: pace Before: A uto, A fter: A uto, on't adjust space betw een Latin and A sian text menjadi 1 dengan tingkat harga dunia Tingk at Intervensi dari Kebijakan engan diterapkannya tarif bea masuk terhadap tepung terigu impor, maka akan ada perbedaan antara harga tepung terigu dunia dengan harga tepung terigu domestik. alam kasus proteksi impor, udaryanto (1987) memformulasikan intervensi kebijakan sebagai variable eksogen. Namun oleh karena tidak tersedianya data effective protection rate (EPR), maka tingkat intervensi sebagai

18 55 tingkat proteksi dari tarif dan non tarif diukur dengan nominal protection rate (NPR) sebagai berikut: NPR = (P d /P w-1 ) * 100% atau NPR = (P d -P w )/P w * 100% dimana P d dan P w diukur dalam nilai mata uang yang sama. Jika NPR bertanda positif berarti pemerintah memberlakukan proteksi untuk mengurangi impor, dan jika NPR bertanda negatif pemerintah memberlakukan proteksi untuk mengurangi ekspor. NPR dipergunakan sebagai ukuran besaran proteksi pemerintah atau tingkat intervensi terhadap harga tepung terigu suatu negara, diberi notasi PT.., sebagai variable eksogen, dengan rumus: PX = (1 + PT..) * PW....(13) PM = (1 + PT..) * PW... (14) dimana: PX = harga ekspor PM = harga impor edangkan dalam kasus proteksi ekspor, inaga (1989) mengukur tingkat intervensi melalui pendekatan: I = P w.e P d (15 ) dimana: I = tingkat intervensi dalam suatu pasar produk (Rp/satuan)

19 56 P w = harga ekspor FOB dari produk (U$/satuan) P d = harga domestik di pedagang besar (Rp/satuan) E = nilai tukar (Rp/U$) Persamaan 15 menunjukkan bahwa tingkat intervensi dapat diformulasikan sebagai variable endogen yang merupakan fungsi dari harga dunia, nilai tukar dan variable lain. Lebih lanjut pengukuran tingkat intervensi dilakukan tersendiri terhadap masing-masing produk untuk setiap sektor industri. Adapun persamaan perilaku tingkat intervensi kebijakan diformulasikan sebagai berikut: I = f(p w, E, Z, X). (16) dimana: Z = variabel kebijakan terhadap produk X = bukan variabel kebijakan terhadap produk 3.5. ampak Ek onomi dari Kebijak an Formatted: Left, Indent: F irst line: 0 cm Formatted: Indent: F irst line: 0 cm P d P w A s B sd dd umber : Nicholson, Gambar 108. ampak PPengenaan Tarif Bea Masuk terhadap urplus Produsen dan Konsumenroses Pembentukan Tepung/Biji C d

20 57 Gambar 10. ampak Pengenaan Bea Masuk terhadap urplus Produsen dan Konsumen, Indent: Left: 0 cm, pace Before: A uto, A fter: A uto, Line spacing: 1,5 lines X 1 Pw* R B E2 PW A C F E1 2T* 4T * 3T* 1T* Formatted: Left, Indent: Left: 0 cm Pada Gambar 100 di atas terlihat bahwa pada kondisi perdagangan bebas, harga tepung terigu domestik (Indonesia) akan sama dengan harga dunia yakni P w, dan impor akan mencapai sebesar 1d 2s, namun karena adanya pengenaan tarif bea masuk, maka harga domestik akan meningkat menjadi P Rd * (harga dunia ditambah tarif bea masuk). elain itu, pengenaan tarif bea masuk mendorong peningkatan produksi domestik (dari 2s ke 4sd ) dan menurunkan konsumsi dalam negeri (dari 1d ke 3dd ). Kondisi in menyebabkan terjadinya perubahan surplus konsumen menjadi: C = - (PRE 2 E 1 P ) - A B C W Formatted: Indent: F irst line: 1,27 cm

21 58 sedangkan produsen surplus berubah sebagai berikuti: P = + (AP R BAP W ) ari keadaan tersebut, pemerintah akan memperoleh penerimaan sebesar sejumlah tarif bea masuk yang diterapkan dikali dengan jumlah tepung terigu yang di impor (dalam Gambar 100 sebesar segi empat BE2FC). Perubahan kesejahteraan yang terjadi sebesar C ditambah P ditambah dengan penerimaan pemerintah (-P R E 2 E 1 P W + P R BAP W + BE 2 FC - A B C + A + = - ABC E 2 E 1 F - B C). egitiga B ABC dan C E 2 E 1 F menggambarkan kehilangan yang terjadi akibat diterapkannya tarif bea masuk. elanjutnya Gambar 11 menggambarkan kondisi perdagangan bebas, Formatted: F ont: Not Italic Formatted: F ont: Not Italic Formatted: F ont: Not Italic impor tepung terigu mencapai sebesar d s, namun karena adanya pengenaan kuota, maka impor tepung terigu menjadi dd - sd, dan harga domestik meningkat menjadi P d. elain itu, pengenaan kuota mendorong peningkatan produksi domestik (dari s ke sd ) dan menurunkan konsumsi dalam negeri (dari d ke dd ). Kondisi in menyebabkan terjadinya perubahan surplus konsumen menjadi: C = - A B C sedangkan produsen surplus berubah: P = A Formatted: Portuguese (Brazil) ari keadaan tersebut, terdapat nilai kuota (dalam Gambar 12 sebesar C). Perubahan kesejahteraan yang terjadi sebesar C ditambah P (- A B C + A = - B C - ). Nilai B dan C serta menggambarkan kehilangan yang Formatted: Portuguese (Brazil) Formatted: Portuguese (Brazil) terjadi akibat diterapkannya kuota.

22 59 Formatted: F ont: Not Bold X1 Pwd * PW A B C urplus konsumen dikenal sebagai tambahan nilai yang diterima oleh individu-individu dari mengkonsumsi suatu barang dibandingkan dengan harga yang mereka bayar dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan: C dimana: C TIN = TIN B (RPTP RPTP B) (TIN TIN B ) (RPTP RPTP B ) B st* sd dd dt* umber : Houck, Gambar 118. ampak PPengenaan Kuota Impor terhadap urplus Produsen dan Konsu men = Perubahan surplus konsumen = Permintaan tepung terigu sebelum perlakuan Formatted: Indent: F irst line: 1,27 cm Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 11 pt, ubscript Formatted: F ont: 11 pt Formatted: F ont: 12 pt

23 60 TIN RPTP B RPTP = Permintaan tepung terigu setelah perlakuan = tepung terigu sebelum perlakuan = tepung terigu setelah perlakuan Formatted: F ont: 12 pt Formatted: F ont: 12 pt Formatted: F ont: 12 pt urplus produsen dikenal sebagai tambahan nilai lebih yang diterima oleh produsen dari suatu produk yang melebihi biaya oportunitas yang muncul karena memproduksi barang itu, dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan: P = TIN B (RPTP RPTP B) (TIN TIN B ) (RPTP RPTP B ) dimana: P = Perubahan surplus produsen TIN B = Produksi tepung terigu sebelum perlakuan TIN RPTP RPTP B = Produksi tepung terigu setelah perlakuan = tepung terigu sebelum perlakuan = tepung terigu setelah perlakuan Kesejahteraan masyarakat pada penelitian ini merupakan penjumlahan dari surplus konsumen, surplus produsen dan pendapatan pemerintah dari tarif impor yang ditetapkan. alam penelitian ini yang dimaksud dengan surplus konsumen adalah penjumlahan dari surplus konsumen tepung terigu industri makanan, surplus konsumen tepung terigu industri kecil menengah, surplus konsumen tepung terigu industri rumagtangga, surplus konsumen tepung terigu untuk penggunaan sendiri, sedangkan surplus produsen adalah penjumlahan dari surplus produsen tepung terigu dan surplus konsumen biji gandum.

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia

Lebih terperinci

Formatted: Bottom: 1.6" Formatted: Tab stops: 6.69", Left

Formatted: Bottom: 1.6 Formatted: Tab stops: 6.69, Left Formatted: Bottom: 1.6" Formatted: Tab stops: 6.69", Left Formatted: Font: 5 pt, Not Bold, Font color: Auto Formatted: Left, None, Indent: Left: 0", First line: 0", Space Before: 0 pt, Don't keep with

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 37 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN Jumlah Penduduk di Indonesia 3 Juta/Th PERTANIAN DI INDONESIA Penghasil biji-bijian nomor 6 di dunia Penghasil beras nomor 3 setelahchina dan India Penghasil

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Definisi Variabel: Berdasarkan Susunan Alphabetis

Lampiran 1. Definisi Variabel: Berdasarkan Susunan Alphabetis 228 Lampiran 1. Definisi Variabel: Berdasarkan Susunan Alphabetis 1. Variabel Endogen DGIDN = Permintaan biji gandum Indonesia DGM = Permintaan biji gandum untuk makanan Indonesia DTIDN = Permintaan tepung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. Konsep Elastis & Aplikasinya.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. Konsep Elastis & Aplikasinya. Konsep Elastis & plikasinya Meet -5 Hariyatno reat By HRY 6 Okt 211 1 Elastisita permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan salah satu faktor yang

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A.

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A. K-13 Kelas X ekonomi INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK & METODE PENELITIAN. Penelitian mengambil objek penelitian berupa perhitungan harga jual pokok

BAB III OBYEK & METODE PENELITIAN. Penelitian mengambil objek penelitian berupa perhitungan harga jual pokok 35 BAB III OBYEK & METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Penelitian mengambil objek penelitian berupa perhitungan harga jual pokok tiket penumpang dengan menggunakan pendekatan variable costing di PT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu membiayai pembangunan nasional, sedangkan impor dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. membantu membiayai pembangunan nasional, sedangkan impor dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang ikut serta dalam kerjasama internasional, maka dari itu perekonomian Indonesia tidak lepas dari yang namanya ekspor dan impor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan 3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada

I. PENDAHULUAN. sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan sektor perdagangan luar negeri dalaln perekonomian Indonesia akan sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada impor selain

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Landasan Teori Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku sebagai landasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN 1. Pemerintah atas permintaan sebagian perusahaan pengolah kakao yang tergabung dalam Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) sedang mempertimbangkan untuk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN FAKTOR EKONOMI TERHADAP KESEJAHTERAAN

VII. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN FAKTOR EKONOMI TERHADAP KESEJAHTERAAN VII. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN FAKTOR EKONOMI TERHADAP KESEJAHTERAAN 7.1. Evaluasi Dampak Kebijabn Periode 29981999 Anaiisis perubahan kesejahteraan pada rentang waktu Tahun 1990-1999 (periode

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH TIK ; MAHASISWA DIHARAPKAN DAPAT MENJELASKAN SYARAT - SYARAT POKOK PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEBIJAKAN PENDUKUNGNYA PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI Tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Style Definition: Heading 1: Font color: Auto, Space Before: 0 pt Formatted: Heading 1, Line spacing: Double

BAB 1 PENDAHULUAN. Style Definition: Heading 1: Font color: Auto, Space Before: 0 pt Formatted: Heading 1, Line spacing: Double BAB 1 PENDAHULUAN Style Definition: Heading 1: Font color: Auto, Space Before: 0 pt Formatted: Heading 1, Line spacing: Double 1.1. Latar Belakang Penelitian Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Permintaan Menurut Sugiarto (2002), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA Oleh : IRFAN NUR DIANSYAH (121116014) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

Materi Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi

Materi Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 10 Materi Minggu 2 Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi Dari materi sebelumnya, kita mengerti bahwa Ekonomi Internasional adalah ilmu ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Permintaan Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al (2012:23)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional

SILABUS OLIMPIADE EKONOMI. : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi. 150 menit tingkat nasional SILABUS OLIMPIADE EKONOMI Bidang studi Jenjang Alokasi waktu : Ekonomi : SMA/MA : 120 menit tingkat kabupaten/kota dan provinsi 150 menit tingkat nasional Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran 1. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

Manual Prosedur. PENGEMBANGAN Instruktur DI/Dietetic Internship PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Manual Prosedur. PENGEMBANGAN Instruktur DI/Dietetic Internship PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Manual Prosedur PENGEMBANGAN Instruktur DI/Dietetic Internship PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Style Definition: Heading 1: All caps, Centered Style Definition: Heading

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kakao Menurut Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Barat (2009), tanaman

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan

I. PENDAHULUAN. Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan indikator makroekonomi yang menjadi target untuk dicapai tahun berjalan. Indikator makroekonomi

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

: POB-Layanan- Tanggal Berlaku

: POB-Layanan- Tanggal Berlaku POB-Layanan- Formatted Space Before 3 pt, After 3 pt Formatted Left, Space Before 3 pt, After 3 pt Nomor Revisi 004 keep keep TUJUAN.. Memberikan kemudahan pelayanan TIK bagi Civitas Akademik IPB melalui

Lebih terperinci

Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian

Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian Putri Irene Kanny Thursday, April 28, 2016 Pokok bahasan pertemuan ke-4 Arus lingkar pendapatan dalam perekonomian tertutup dua sektor Arus lingkar pendapatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan komoditas yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi suatu negara, karena pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, yaitu penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, yaitu penelitian III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA KEBIJAKAN SELAMA PERIODE 1966-1969 Pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

Jenis Sistem Ekonomi

Jenis Sistem Ekonomi Jenis Sistem Ekonomi 1. Sistem Ekonomi Pasar Perekonomian yang kegiatannya dikendalikan sepenuhnya oleh interaksi anatar pembeli dan penjual di pasar 2. Sistem Ekonomi Campuran Sistem Ekonomi pasar yang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu 1. Kelapa Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa Indonesia dalam dua tahun terakhir cenderung stabil. Jumlah kelapa yang terserap

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi 2. Pengantar Ekonomi 2. MODEL PEREKONOMIAN MR Alfarabi Istiqlal. Pendahuluan. Model Perekonomian 4/3/2017 A. PEREKONOMIAN DUA SEKTOR

Pengantar Ekonomi 2. Pengantar Ekonomi 2. MODEL PEREKONOMIAN MR Alfarabi Istiqlal. Pendahuluan. Model Perekonomian 4/3/2017 A. PEREKONOMIAN DUA SEKTOR MODEL PEREKONOMIAN MR Alfarabi Istiqlal Pendahuluan Terbagi menjadi 3: a. Model Perekonomian dua sektor b. Model Perekonomian tiga sektor c. Model Perekonomian empat sektor 2 A. PEREKONOMIAN DUA SEKTOR

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses

Lebih terperinci

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional ekonomi KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 01 Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR Perdagangan internasional merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan antara negara satu dengan negara lainnya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci