III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka teoritis terdiri dari konsep daya saing, keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dampak kebijakan pemerintah, dan matriks analisis kebijakan Konsep aya aing aya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional, komoditi tersebut diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi, sehingga dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya (imanjuntak,1992). Konsep daya saing berawal dari pemikiran dam mith dengan teori keunggulan absolut. Teori tersebut menjelaskan bahwa apabila suatu negara memproduksi suatu komoditi lebih efisien dan kurang efisien dalam memproduksi komoditi kedua (alternatif) dari negara lainnya, maka keuntungan dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi dalam meproduksi komoditi unggulan tersebut. Teori dam mith tersebut diperluas oleh avid Ricardo yang dipopulerkan melalui bukunya Principles of Political Economy and Taxation, yaitu teori keunggulan komparatif (Hadi, 2004) Keunggulan Komparatif avid Ricardo pertama kali memperkenalkan konsep keunggulan komparatif pada awal abad ke 19 dengan hukum keunggulan komparatif yang 20

2 menyatakan bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar dengan barang lain (Lindert dan Kindleberger, 1995). ementara Hadi (2004) mengemukakan bahwa menurut teori keunggulan komparatif berdasarkan faktor efisiensi tenaga kerja, suatu negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengimpor barang di mana negara tersebut relatif kurang efisien dalam berproduksi. Heckscher-Ohlin kemudian mengembangkan teori keunggulan komparatif Ricardo dengan menyatakan bahwa negara-negara mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang melimpah secara intensif dan mengimpor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang langka secara intensif. iaya untuk faktor-faktor produksi diterangkan dengan Teori iaya lternatif (Opportunity ost Theory), bahwa biaya dari suatu komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan agar diperoleh faktor-faktor produksi atau sumber produksi yang memadai untuk menghasilkan satu unit tambahan dari komoditi pertama. uatu negara dikatakan mempunyai keunggulan komparatif dalam suatu komoditi bila biaya alternatif yang dikeluarkan lebih rendah dari biaya untuk komoditi lain. Menurut teori Heckscher-Ohlin, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara (Hadi, 2004). chydlowsky (1984) dalam ulinuriman (1998) menyebutkan beberapa faktor yang memengaruhi keunggulan komparatif, diantaranya: 21

3 1) Perubahan keadaan ekonomi dunia ilihat dari sisi keunggulan komparatif, tingkat harga yang terjadi adalah apabila suatu negara dapat membeli atau menjual pada pasaran dunia. Hargaharga ini akan berubah setiap waktu dan tempat selain pengaruh inflasi dunia. Perubahan harga dunia merupakan unsur penting dalam perubahan keunggulan komparatif. 2) Lingkungan domestik alah satu unsur yang terpenting dari keunggulan komparatif adalah biaya faktor produksi. iaya tidak mungkin tetap setiap waktu. Mulai dari perubahan sumberdaya yang ada, misalnya proses kenaikan penyimpanan modal fisik dan manusia, proses reproduksi yang mengubah persediaan tenaga kerja dan kemudian memengaruhi perhitungan harga bayangan. Harga bayangan merupakan bagian dari faktor domestik yang hakikatnya merupakan komponen yang dinamis dari keunggulan komparatif. 3) Perubahan teknologi dan efisiensi dalam transportasi Perubahan teknologi setiap saat akan berpengaruh pada penggunaan input dalam usaha menghasilkan suatu output. Keadaan ini akan mengubah penggunaan biaya sumberdaya domestik dalam aktivitas tersebut. Teknologi yang lebih tinggi akan menghemat dalam penggunaan faktor domestik. elain itu biaya transportasi yang efisien juga berpengaruh dalam biaya yang digunakan Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif merupakan ukuran daya saing suatu komoditi pada kondisi harga aktualnya (harga pasar), yaitu tingkat harga yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Warr (1994) dalam ulinuriman (1998) menerangkan 22

4 bahwa konsep keunggulan kompetitif bukan merupakan konsep yang sifatnya menggantikan konsep keunggulan komparatif, tetapi merupakan konsep yang sifatnya melengkapi. Keunggulan kompetitif dapat diartikan sebagai keunggulan komparatif dengan distorsi pasar yaitu adanya sistem pemasaran dan intervensi pemerintah. pabila keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing yang relevan bagi suatu negara, maka keunggulan kompetitif merupakan ukuran daya saing untuk suatu perusahaan individu. Teori keunggulam kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter (1990) sebagai perluasan dari teori keunggulan komparatif. Menurut Porter keunggulan kompetitif tidak bergantung pada kondisi alam suatu negara, namun lebih ditekankan pada produktivitas. Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat penting dalan peningkatan daya saing selain faktor produksi (Lindert dan Kindleberger, 1995). Keunggulan dapat diciptakan antara lain melalui implementasi kebijakan pemerintah Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah bertujuan meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut biasanya diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam keadaan perdagangan bebas (harga sosial) (Hidayat, 2009). da dua bentuk kebijakan pemerintah yang bisa diterapkan pada suatu komoditi, yaitu subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi dibedakan menjadi dua, yaitu subsidi 23

5 positif dan subsidi negatif (pajak),sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan kuota. Monke dan Pearson (1989) menjelaskan tentang kebijakan harga (price policies) dibagi menjadi tiga tipe kriteria, yaitu tipe instrumen (subsidi atau kebijakan perdagangan), penerimaan atau keuntungan yang akan diperoleh (produsen dan konsumen), dan tipe komoditi (impor atau ekspor). Tabel 5. Klasifikasi Kebijakan Pemerintah terhadap Harga Komoditi Instrumen ampak pada ampak pada Produsen Konsumen Kebijakan ubsidi ubsidi pada Produsen ubsidi pada Konsumen a. Tidak mengubah a. Pada barang-barang a. Pada barang-barang harga pasar dalam substitusi impor (+PI; substitusi impor (+I; negeri -PI) -I) b. Mengubah harga b. Pada barang-barang b. Pada barang-barang pasar dalam negeri orientasi ekspor orientasi ekspor (+PE; -PE) (+E; -E) Kebijakan Perdagangan (mengubah harga pasar dalam negeri) Keterangan : + : ubsidi - : Pajak PE : Produsen barang orientasi ekspor PI : Produsen barang substitusi impor E : Konsumen barang orientasi ekspor I : Konsumen barang substitusi impor TE : Hambatan barang ekspor TPI : Hambatan barang impor umber : Monke dan Pearson, ) Tipe Instrumen Hambatan pada barangbarang impor (TPI) Hambatan pada barangbarang ekspor (TE) Pada kriteria ini terdapat perbedaan antara kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan. Menurut alvatore (1997), subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Kebijakan subsidi dibedakan menjadi subsidi positif dan subsidi negatif. ubsidi positif adalah subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah, sedangkan subsidi negatif yaitu pembayaran kepada pemerintah yang biasanya 24

6 berbentuk pajak. Kebijakan subsidi bertujuan untuk melindungi konsumen dan produsen dengan menciptakan harga domestik agar berbeda dengan harga luar negeri. Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor komoditi (Monke dan Pearson, 1989). Kebijakan perdagangan bisa berbentuk pajak (tarif) atau pembatasan jumlah komoditi yang diperdagangkan (kuota). Tujuan diterapkan kebijakan perdagangan adalah untuk mengurangi jumlah komoditi impor komoditi yang diperdagangkan dan menciptakan perbedaan harga di dalam dan luar negeri sehingga dapat mempertahankan daya saing komoditi di dalam negeri. Kebijakan perdagangan umumnya untuk melindungi produsen domestik. Monke dan Pearson (1989) menjelaskan perbedaan antara kebijakan perdagangan dengan kebijakan subsidi yang dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu:. Implikasi terhadap nggaran Pemerintah Monke dan Pearson (1989) menerangkan bahwa kebijakan perdagangan tidak akan berpengaruh pada anggaran pemerintah, sebaliknya kebijakan subsidi akan memengaruhi anggaran pemerintah. ubsidi negatif akan menambah anggaran pemerintah sedangkan subsidi positif justru akan mengurangi anggaran pemerintah.. Tipe lternatif Kebijakan da delapan tipe alternatif kebijakan perdagangan yang dilakukan pemerintah pada barang orientasi ekspor dan barang substitusi impor yang dapat dijelaskan dari Tabel 5, yaitu: 25

7 (a) ubsidi positif kepada produsen barang substitusi impor (+PI) (b) ubsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (+PE) (c) ubsidi negatif kepada produsen barang substitusi impor (-PI) (d) ubsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (-PE) (e) ubsidi positif kepada konsumen barang substitusi impor (+I) (f) ubsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (+E) (g) ubsidi negatif kepada konsumen barang substitusi impor (-I) (h) ubsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (-E) ubsidi positif yang dikenakan pada produsen maupun konsumen akan menyebabkan harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi dan lebih rendah bagi konsumen. ubsidi negatif seperti pajak akan menyebabkan harga yang diterima produsen lebih rendah dan membuat harga yang diterima oleh konsumen menjadi lebih tinggi. Kebijakan perdagangan terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang impor (TPI) dan hambatan perdagangan pada barang ekspor (TPE). Menurut Monke dan Pearson (1989), aliran impor atau ekspor dapat dibatasi oleh pajak perdagangan atau kebijakan kuota selama pemerintah mampu memiliki mekanisme yang efektif dalam mengontrol penyelundupan dan pasar gelap.. Tingkat Kemampuan Penerapan Kebijakan subsidi bisa diterapkan pada komoditi tradable dan komoditi non tradable, sedangkan kebijakan perdagangan hanya bisa diberlakukan pada komoditi tradable. 26

8 2) Kelompok Penerimaan Klasifikasi kelompok penerimaan adalah kebijakan yang dikenakan pada produsen dan konsumen. uatu kebijakan subsidi dan perdagangan menyebabkan terjadinya transfer antara produsen, konsumen, dan anggaran pemerintah. Jika tidak ada kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan, pemerintah melalui anggarannya harus membayar keseluruhan transfer ketika produsen mendapatkan keuntungan dan konsumen mengalami kerugian, atau konsumen mengalami keuntungan dan produsen mengalami kerugian. 3) Tipe Komoditi Pada kebijakan perdagangan terdapat komoditi yang akan diekspor dan komoditi yang diimpor. pabila pemerintah tidak memberlakukan kebijakankebijakan dalam komoditi ekspor-impor, maka harga domestik akan sama dengan harga internasional. Harga FO (harga di pelabuhan) digunakan untuk barang yang akan diekspor, sedangkan harga IF (harga di pelabuhan ekspor) berlaku untuk barang impor. Kebijakan pemerintah dapat dikenakan pada komoditi pertanian baik input ataupun output yang tentu saja dapat memengaruhi kesejahteraan produsen (petani) maupun konsumen. Umumnya kebijakan ini diberlakukan pada harga input dan harga output Kebijakan Harga terhadap Input Kebijakan harga input bisa merupakan pemberian subsidi atau pajak pada sarana produksi seperti pupuk, pestisida atau lainnya. Gambar 1(a) menunjukkan efek pajak terhadap input tradable yang digunakan. Pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output 27

9 domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah segitiga, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang dari Q2Q1 dengan biaya produksi dari output Q2Q1. Gambar 1 (b) memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga input maupun biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi meningkat dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang sebesar, merupakan perbedaan antara biaya produksi setelah terjadi peningkatan output Q1Q2 dan peningkatan penerimaan output Q1Q2. P P Pw Pw Q 2 Q 1 Q Q 1 Q 2 Q (a) - II (b) + II Keterangan: - II = Pajak untuk input impor + II = ubsidi untuk input impor umber: Monke dan Pearson (1989) Gambar 1. ubsidi dan Pajak pada Input Pada input nontradable, intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi positif dan subsidi negatif (pajak) dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2(a) memperlihatkan sebelum diberlakukan pajak input, harga dan jumlah keseimbangan berada pada 28

10 Pd dan Q1. Ketika diberlakukan pajak (Pc-Pd) menyebabkan produk yang dihasilkan turun menjadi Q2. Harga di tingkat produsen turun menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen sebesar E dan dari konsumen sebesar. Gambar 2(b) menunjukkan adanya subsidi menyebabkan produksi meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari perbandigan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya biaya produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar. P P Pc Pd Pp Pp Pp Pd Pc O Q Q Q 3 Q 2 Q 1 Q 1 Q 2 (a) - N (b) + N Keterangan: N = Pajak untuk barang nontradable +N = ubsidi untuk barang nontradable umber: Monke dan Pearson (1989) Gambar 2. ampak ubsidi dan Pajak terhadap Input Non Tradable Kebijakan Harga terhadap Output Kebijakan terhadap output diterapkan pada produsen yang menghasilkan komoditi yang merupakan barang substitusi impor dan barang yang berorientasi ekspor. Gambar 3(a) menunjukkan bentuk subsidi positif untuk produsen pada barang impor dimana harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga pasaran dunia. Hal ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari 29

11 Q1 ke Q2 sedangkan konsumsi tetap sama dengan harga di pasaran dunia. ubsidi menyebabkan jumlah impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q3-Q2. Tingkat subsidi per output sebesar (Pd-Pw) pada output Q2, maka transfer total dari pemerintah ke produsen sebesar Q2 x (Pd-Pw) arau PdPw. ubsidi menyebabkan barang yang tadinya diimpor, diproduksi sendiri dengan biaya yang dikorbankan Q1Q2. edangkan opportunity cost jika barang tersebut diimpor sebesar Q1Q2 sehingga efisiensi yang hilang sebesar. Gambar 3(b) menunjukan subsidi untuk produsen barang ekspor. danya subsidi dari pemerintah menyebabkan harga yang diterima produsen lebih tinggi daripada harga di pasar dunia. Harga yang tinggi berakibat pada peningkatan output produksi dalam negeri dari Q3 ke Q4, sedangkan konsumsi menurun dari Q1 ke Q2 sehingga jumlah ekspor meningkat dari Q3-Q1 menjadi Q4-Q2. Tingkat subsidi yang diberikan pemerintah adalah HG. Gambar 3(c) menunjukkan subsidi positif pada konsumen untuk output yang diimpor. Harga pasar dunia (Pw) lebih tinggi dari harga domestik (Pd). Tingkat subsidi positif sebesar Pw-Pd kepada konsumen menurun menyebaban produksi menurun dari Q1 menjadi Q2, tetapi konsumsi akan meningkat dari Q3 menjadi Q4 karena kebijakan subsidi akan mengubah harga dalam negeri menjadi lebih rendah. ubsidi tersebut menyebabkan impor meningkat dari Q2-Q1 menjadi Q4-Q2. Transfer pemerintah sebesar PwGHPd yang terdiri dari dua bagian, yaitu transfer dari produsen dan konsumen sebesar PwPd dan transfer dari pemerintah ke konsumen sebesar HG. engan demikian akan terjadi inefisiensi ekonomi pada sisi konsumsi dan produksi. i sisi produksi output yang 30

12 turun dari Q2 menjadi Q1 menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar Pw (Q2- Q1) atau sebsesar Q2FQ1 sedangkan besarnya input yang dapat dihemat sebesar Q2FQ1 sehingga terjadi inefisiensi sebesar F. i sisi konsumsi opportunity cost akibat meningkatnya konsumsi dari Q3 menjadi Q4 yaitu sebesar Pw (Q4- Q3) atau sebesar Q3EGHQ4. edangkan kemampuan membayar konsumen sebesar Q3EHQ4 sehingga inefisiensi yang terjadi sebesar F dan EGH. Gambar 3(d) memperlihatkan subsidi untuk barang ekspor, pada grafik tersebut harga dunia (Pw) lebih besar dari harga yang diterima produsen (Pd), harga lebih rendah menyebabkan konsumsi barang ekspor menjadi meningkat semula Q1 menjadi Q2. Perubahan ini akan menyebabkan opportunity cost sebesar Pw (Q2-Q1) atau area yang sama dengan kemampuan membayar konsumen sebesar Q1Q2, efisiensi ekonomi yang hilang sebesar kurva. 31

13 P P Pd E Pd Pw F Pw P Q 1 Q 3 Q 2 (a) + PI Q Pw P Q 2 Q 1 Q 3 Q 4 (b) + PE Q Pd Pw F Pd Q 2 Q 1 Q 3 E Q 4 Q Q 1 Q 2 Q (c) + I Keterangan: Pw : Harga di pasar dunia Pd : Harga domestik + PI : ubsidi kepada produsen untuk barang impor + PE : ubsidi kepada produsen untuk barang ekspor + I : ubsidi kepada konsumen untuk barang impor + E : ubsidi kepada konsumen untuk barang ekspor umber: Monke dan Pearson (1989) (d) + E Gambar 3. ampak ubsidi Positif terhadap Konsumen dan Produsen pada arang Ekspor dan Impor Kebijakan selain subsidi pada output adalah kebijakan restriksi (hambatan) perdagangan pada barang-barang impor. Gambar 4(a) menunjukkan adanya hambatan perdagangan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar Pd-Pw sehingga menaikkan harga di dalam negeri baik untuk produsen maupun 32

14 konsumen. Output domestik meningkat dari Q1 ke Q2 dan turunnya konsumsi dari Q3 ke Q4. engan demikian impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q4-Q2. Terdapat transfer penerimaan dari konsumen sebesar PdPw yaitu kepada produsen sebesar PdEFPw dan kepada pemerintah sebesar FE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost konsumen dalam mengubah konsumsi sebesar Q4Q3 dengan kemampuan membayar pada tingkat yang sama Q4Q3. ehingga efisiensi ekonomi yang hilang pada konsumen sebesar dan pada produsen sebesar EFG. Untuk 4(b) adalah kebalikan dari Gambar 4(a) P P Pw F H Pd E G Pd Pw F E J Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 K Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q (a) TPI (b) TE Keterangan: TPI = Hambatan perdagangan pada produsen untuk barang impor TE = Hambatan perdagangan pada konsumen untuk barang impor umber: Monke dan Pearson (1989) Gambar 4. Hambatan Perdagangan pada Komoditi Impor Matriks nalisis Kebijakan Policy nalysis Matrix (PM) adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi serta intervensi pemerintah dan dampaknya pada usahatani. Empat aktivitas yang terdapat dalam sistem komoditi yang dapat 33

15 dipengaruhi terdiri dari tingkat usahatani, distribusi dari usahatani ke pengolah, pengolahan, dan pemasaran secara keseluruhan dan sistematis. Metode PM dikemukakan oleh Monke dan Pearson pada tahun nalisis ini dapat digunakan pada sistem komoditi dengan berbagai daerah, tipe usahatani dan teknologi. Kelebihan analisis PM adalah perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan, sistematis dan dengan output yang sangat beragam. Namun, kekurangannya adalah tidak membahas masing-masing analisis secara mendalam dan analisis hanya berlaku pada suatu saat saja (Nurmalina et al., 2009) Matriks PM dapat mengidentifikasi tiga analisis, yaitu analisis keuntungan (privat dan sosial), analisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) dan analisis dampak kebijakan yang memengaruhi sistem komoditi. elain itu metode PM dapat membantu pengambilan keputusan baik di pusat maupun di daerah untuk menelaah tiga isu sentral kebijakan pertanian. Isu pertama berkaitan dengan daya saing suatu sistem usaha tani pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Isu ini dapat ditelaah melalui perbedaan harga privat sebelum dan setelah kebijakan diterapkan. Isu kedua adalah dampak investasi publik, dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang berpengaruh pada tingkat efisiensi suatu sistem usaha. Efisiensi suatu sistem usaha tersebut dapat diukur melalui keuntungan sosial. Isu terakhir adalah dampak investasi baru dalam bentuk riset dan teknologi terhadap efisiensi suatu sistem usaha (Monke dan Pearson, 2004). Monke dan Pearson (1989) menggunakan beberapa asumsi dalam membangun matriks PM, asumsi-asumsi tersebut adalah: 34

16 1) Perhitungan berdasarkan harga privat (private cost) yaitu harga yang benarbenar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga ang benarbenar terjadi setelah adanya kebijakan. 2) Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan atau intervensi pemerintah. Pada komoditi yang dapat diperdagangkan (tradable) harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional. 3) Output bersifat tradable (dapat diperdagangkan) dan input dapat dipisahkan ke dalam komponen asing dan domestik. 4) Eksternalitas positif dan negatif saling meniadakan Kerangka Operasional Jambu biji merupakan salah satu buah yang memiliki nilai komersial dan memiliki potensi dalam perdagangan antar negara. Memasuki -FT (EN- hina Free Trade rea), Indonesia dituntut untuk menghasilkan komoditi pertanian yang mampu bersaing tak hanya di pasar domestik, tetapi juga di pasar internasional. erdasarkan Road Map Komoditi Unggulan Kota ogor (2008), Pemerintah Kota ogor berencana menjadikan jambu biji sebagai komoditi unggulan Kota ogor. iantara 6 kecamatan yang ada di Kota ogor, Kecamatan Tanah areal merupakan sentra produksi jambu biji. elain itu, tujuan dari Road Map tersebut adalah membangun pertanian yang berdaya saing untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani. Upaya pengembangan usahatani jambu biji di Kecamatan Tanah areal masih mengalami beberapa kendala, yaitu produktivitas tanaman jambu biji yang 35

17 masih rendah, keterbatasan luas areal penanaman jambu biji akibat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman, kualitas produksi jambu biji yang masih rendah, penurunan harga jambu biji akibat supply jambu biji yang melimpah pada saat musim panen, masalah distribusi dan pemasaran jambu biji, serta kebijakan pemerintah berupa pengurangan subsidi pupuk yang akan menyebabkan kenaikan harga pupuk di tingkat petani. Hal-hal tersebut dapat menghambat pengembangan usahatani jambu biji di Kecamatan Tanah areal dan pada akhirnya akan memengaruhi daya saing jambu biji. Oleh karena itu dibutuhkan analisis mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif pada usahatani jambu biji di Kecamatan Tanah areal agar pemerintah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung pengembangan usahatani jambu biji. nalisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Policy nalysis Matrix (PM), yaitu matriks analisis kebijakan yang bertujuan untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditi, mengetahui keuntungan ekonomi dan finansial dari suatu usahatani, serta menghitung transfer effects sebagai dampak dari sebuah kebijakan. nalisis keunggulan komparatif dilihat dari nilai keuntungan sosial dan rasio biaya sumberdaya domestik, sedangkan keunggulan kompetitif dilihat dari keuntungan privat dan rasio biaya privat. ampak kebijakan pemerintah yang berlaku pada kondisi existing dilihat dari Transfer Output, Transfer Input, Transfer ersih, Transfer Faktor, Koefisien Proteksi, Koefisien Keuntungan, dan Rasio ubsidi Produsen. Namun metode PM hanya mampu menganalisis pada kondisi existing saja. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui dampak apabila terjadi perubahan keadaan atau kebijakan yang dapat memengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif pada usahatani jambu biji di 36

18 Kecamatan Tanah areal. Kerangka pemikiran operasional dapat dijelaskan lebih lanjut pada Gambar 5. Road Map Komoditi Unggulan Kota ogor (Jambu biji sebagai komoditi unggulan Kota ogor) 1. Produktivitas rendah 2. Keterbatasan luas areal penanaman jambu biji 3. Rendahnya harga jambu biji saat musim panen 4. Kualitas rendah 5. Kenaikan harga pupuk 6. Masalah distribusi dan pemasaran aya aing Usahatani Jambu iji nalisis ensitivitas Policy nalysis Matrix (PM) ampak Kebijakan 1. Transfer Output 2. Transfer Input 3. Transfer Faktor 4. Transfer ersih 5. Koefisien Proteksi 6. Koefisien Keuntungan 7. Rasio ubsidi Produsen Keunggulan Komparatif 1. Keuntungan Ekonomi 2. iaya umberdaya omestik Keunggulan Kompetitif 1. Keuntungan Finansial 2. Rasio iaya Privat lternatif Kebijakan Keterangan: : Hubungan ntar Variabel : lat nalisis umber: Penulis (2010) Gambar 5. lur Kerangka Pemikiran Operasional 37

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan 3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan Agribisnis Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah (Depkimpraswil, 2003).

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu I. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Terdahulu Tentang Padi Organik Prihtanti (2014) meneliti tentang Kinerja dan Multifungsionalitas Usahatani Padi Organik dan Konvensional di Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran dibentuk dengan mendekatkan permasalahan dan tujuan penelitian dengan teori-teori yang relevan serta penelitian empiris yang telah

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun 2012... 5 2. Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2012... 6 3. Luas panen, produktivitas, dan produksi manggis

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PENYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF Wahono Diphayana 1. MERKANTILISME a. Pandangan Merkantilisme Mengenai PI Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... i MODUL 1: PENGANTAR EVALUASI PROYEK 1.1 Pengertian Proyek dan Evaluasi Proyek... 1.3 Latihan... 1.12 Rangkuman.... 1.13 Tes Formatif 1..... 1.13 Konsep Dasar Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan luaran (output) dengan masukan (input). Dimana produktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL I. TEORI PRA KLASIK MERKANTILISME MERKANTILISME ADALAH SUATU ALIRAN EKONOMI YANG TUMBUH DAN BERKEMBANG PESAT PADA ABAD XVI XVIII DI EROPA BARAT. IDE POKOK MERKATILISME ADALAH

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

Prinsip Ekonomi dalam Usaha Perikanan. Kuliah Ke-3 EKONOMI PERIKANAN

Prinsip Ekonomi dalam Usaha Perikanan. Kuliah Ke-3 EKONOMI PERIKANAN Prinsip Ekonomi dalam Usaha Perikanan Kuliah Ke-3 EKONOMI PERIKANAN Pengantar Peran ilmu ekonomi dalam bidang usaha perikanan berkaitan erat dengan bagaimana seorang pengusaha perikanan mengelola (manage),

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI Oleh Farina Fauzi NIM. 021510201206 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN KETIGA Outline Gambaran Tentang Teori Perdagangan Merkantilisme

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Permintaan Menurut Sugiarto (2002), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... DAFTAR ISI Halaman Judul... ii Lembar Pengesahan... iii Lembar Pernyataan... iv Kata Pengantar... V Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... X Daftar Lampiran... xi Abstrak... Xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan

Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Sawah sebagai Dampak dari adanya Subsidi Pupuk di Kabupaten Tabanan NI LUH PRIMA KEMALA DEWI Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Univesitas Udayana Jalan

Lebih terperinci