HASIL DAN ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2015"

Transkripsi

1 HASIL DAN ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2015 Kabupaten Mojokerto terletak di antara sampai dengan bujur timur dan antara sampai dengan 7 47 lintang selatan. Secara geografis Kabupaten Mojokerto tidak berbatasan dengan laut (pantai), hanya berbatasan dengan wilayah kabupaten lainnya yaitu: sebelah utara dengan Lamongan dan Kabupaten Gresik, sebelah timur dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan, sebelah selatan dengan kota Batu dan Kota Malang, sebelah barat dengan Kabupaten Jombang. Sedangkan ditengah-tengah terdapat wilayah Kota Mojokerto. Luas wilayah Kabupaten Mojokerto adalah Km 2 atau sekitar 2,09% dari luas Provinsi Jawa Timur, dengan rincian penggunaan areal Pemukiman 132,440 Km 2, Pertanian 371,010 Km 2, Hutan 289,480 Km 2, Perkebunan 170,000 Km 2, Rawa-rawa/waduk 0,490 Km 2, Lahan kritis 0,200 Km 2, Padang rumput 1,590 Km 2, Semak-semak/alang-alang 0,720 Km 2. Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Mojokerto ini dari tahun ke tahun mengalami peralihan fungsi, misalnya lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi lahan pemukiman, pekarangan, bangunan dan lahan industri serta sebagian lagi dialihkan menjadi jalan. Luas lahan untuk usaha pertanian seluruhnya Ha, terdiri dari lahan sawah seluas Ha dan lahan bukan sawah Ha. Dari luas lahan sawah tersebut terdapat Ha (67,1%) berpengairan teknis. Sisanya adalah lahan sawah berpengairan setengan teknis, sederhana, desa/non PU dan tadah hujan. Lahan sawah yang dapat ditanami padi sebanyak dua kali luasnya tidak bertambah. Sebaliknya untuk luas lahan sawah yang hanya dapat ditanami padi satu kali (24,33%). Berdasarkan struktur tanahnya, wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung cekung ditengah-tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah pegunungan dengan kondisi tanah yang subur, yaitu meliputi Kecamatan Pacet, Trawas, Gondang, dan Jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran sedang, sedangkan bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang cenderung kurang subur Topografi wilayah Kabupaten Mojokerto cekung di tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah pegunungan yang subur, meliputi Kecamatan Pacet, trawas, Gondang dan jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran, sedangkan bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang kurang subur. Sekitar 30% dari seluruh wilayah Kabupaten Mojokerto kemiringan tanahnya lebih dari 15 derajat, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran dengan tingkat kemiringan lahan kurang dari

2 15 derajat. Letak ketinggian kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto rata-rata berada dibawah 500 m dari permukaan laut, kecamatan yang memiliki ketinggian tertinggi adalah Kecamatan pacet, dimana ketinggiannya lebih dari 700 m dari permukaan laut. Jumlah penduduk Kabupaten Mojokerto pada pertengan tahun 2014 jumlah penduduk jiwa dan pada akhir Tahun 2014 sebanyak jiwa. Dalam analis Neraca Bahan Makanan (NBM) ketersedian per kapida, jumlah penduduk sebagai pembagi total keersedian masing-masing komoditi digunakan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Kabupaten Mojokerto bukanlah daerah pertanian tetapi merupakan daerah industri, hal ini terlihat pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2015 dimana sektor industry menyumbang PDRB sebesar Rp ,0 sedangkan sector pertanian (termasuk kehutanan dan perikanan) hanya sebesar ,0. Hampir separuh PDRB sektor industri diperoleh dari Industri Makanan dan Minuman, sehingga keberlanjutan industri ini perlu didukung oleh perkembangan sektor pertanian Neraca Bahan Makanan (NBM) Kabupaten Mojokerto Tahun Padi-padian Produksi komoditi padi-padian yang terbesar adalah berasal dari padi sebesar ton dan jagung sebesar ton (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kedua komoditi ini dapat menyediakan beras ,30 ton dan jagung sebesar ,28 ton (Tabel 4.1). Selain dari kedua komoditi ini, juga disumbang oleh keberadaan tepung gandum (terigu) sebesar ,92 ton. Tabel 4.1 Ketersediaan berbagai Komoditi Padi-padian serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Padi-padian (Cereal) Padi gagang/gabah Bahan (Ton) Ketersediaan per kapita/per capita availability Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Gabah/Beras ,30 147,43 403, ,24 35,95 5,65 Jagung/Maize ,28 82,78 226,80 724,61 18,78 7,96 Jagung basah/(muda) Gandum/Wheat - Tepung Gandum ,92 10,77 29,50 98,25 2,66 0,30 Total ,50 240,98 660, ,09 57,38 13,91

3 Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ketersediaan beras memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding jenis bahan makanan lainnya yang mencapai 147,43 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 1.466,24 kkal/hari, protein 35,95 gram/hari dan lemak 5,65 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk jenis bahan makanan yang lain yaitu : untuk jagung 82,78 kg/tahun, tepung gandum 10,77 kg/tahun. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi padi-padian adalah sebesar 660,22 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 2.289,09 kkal/hari dan protein sebesar 57,38 gr/hari. Dengan ketersediaan energi dan protein tersesbut sudah memenuhi standar rata-rata AKE dan AKP nasional pada tingkat konsumsi masing-masing adalah 2150 kkal dan 57 g perkapita perhari. Namun menurut Hardinsyah, dkk., (2010), ditinjau dari proporsi protein masih diperlukan anjuran konsumsi protein hewani sebesar 14 gram (25 %) Makanan Berpati Produksi kelompok komoditi makanan berpati yang terbesar adalah dari Ubi kayu sebesar ,00 ton dan Ubi jalar sebesar ,00 ton (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kedua komoditi ini dapat menyediakan Ubi kayu sebesar ,71 ton dan Ubi jalar sebesar ,24 ton (Tabel 4.2). Tabel 4.2 Ketersediaan berbagai Komoditi Makanan Berpati serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Makanan Berpati Bahan Ketersediaan per kapita/ Per capita availability Strach (Ton) Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Ubi jalar/sweet potatoes ,24 34,95 95,75 119,78 1,12 0,34 Ubi kayu/cassava ,71 44,81 122,76 160,69 1,04 0,31 Gaplek /Cassava/ Manioc Tapioka Cassava/ Tapioca Sagu/Tepung sagu Sago pith/ Sago flour Total ,95 79,76 218,51 280,47 2,16 0,66 Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa ketersediaan ubi kayu memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding jenis bahan makanan berpati lainnya yang mencapai 44,81 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 160,69 kkal/hari, protein 1,04 gram/hari dan lemak 0,31 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk jenis bahan makanan berpati selain ubi kayu adalah ubi jalar sebesar 34,95 kg/tahun. Selanjutnya dapat dihitung

4 total ketersediaan per kapita kelompok komoditi makanan berpati adalah sebesar 218,51 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 280,47 kkal/hari dan protein sebesar 2,16 gr/hari. Sebagai makanan sumber karbohidrat kelompok makanan berpati sudah melebihi dari persayaratan AKE yang ditetapkan oleh FAO RAPA yaitu sebesar 102 kkal/hari Komoditi Buah Biji Berminyak Produksi kelompok komoditi Buah Biji Berminyak yang terbesar adalah berasal dari kedelai sebesar 4.623,00 ton diikuti kacang tanah berkulit 3.336,84 ton, kacang tanah lepas kulit 1.902,00 ton, kacang hijau 1.702,00 ton, kelapa berkulit 521,00 ton dan kelapa daging 124,54 ton (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan kedelai sebesar 4.376,13 ton diikuti kacang tanah lepas kulit 1.645,04 ton, kacang hijau 1.582,86 ton, kelapa berkulit 224,97 ton dan kelapa daging 124,54 ton (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Ketersediaan berbagai Komoditi Buah Biji Berminyak serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Buah Bij Berminyak Pulses Nut and Oil Seeds Kacang tanah berkulit Bahan (Ton) Kg/Th Ketersediaan per kapita/ Per capita availability Hari ( kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Kacang tanah lepas kulit 1.645,04 1,40 3,84 15,61 0,87 1,48 Kedelai/Soyabeans 4.376,13 3,73 10,21 23,33 2,47 1,02 Kacg hijau/green bean 1.582,86 1,35 3,69 8,09 0,49 0,04 Kelapa berkulit/coconuts in husk/ 224,97 0,19 0,52 1,00 0,01 0,10 Kelapa daging/kopra/ Coconuts meat/copra Total 7.829,00 6,67 18,26 48,03 3,84 2,64 Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ketersediaan kedelai memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding jenis bahan Buah Biji Berminyak lainnya yang mencapai 3,73 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 23,33 kkal/hari, protein 2,47 gram/hari dan lemak 1,02 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk jenis bahan Buah Biji Berminyak selain kedelai adalah kacang tanah lepas kulit 1,40 kg/tahun, kacang hijau 1,35 kg/tahun, dan kelapa berkulit 0,19 kg/tahun. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita komoditi Buah Biji Berminyak adalah sebesar 18,26 gr/hari yang dapat meng- h a l a m a n 33

5 hasilkan energi sebesar 48,03 kkal/hari dan protein sebesar 3,84 gr/hari. Dengan ketersediaan energi dan protein tersebut, kelompok komoditi ini masih rendah sumbangannya dalam memenuhi standar rata-rata AKE dan AKP nasional pada tingkat konsumsi masing-masing adalah 2150 kkal dan 57 g perkapita perhari (Hardinsyah, dkk., 2010) Komoditi Buah-Buahan Tabel 4.4 Ketersediaan berbagai Komoditi Buah-Buahan serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Buah-Buahan / Fruits Bahan (Ton) Ketersediaan per kapita/per capita availability Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Alpokat/Avocados 1.149,12 0,98 2,68 1,39 0,01 0,11 Jeruk/Oranges 88,59 0,08 0,21 0,06 0,00 0,00 Duku/Lanzon Durian/Durians 1.539,09 1,31 3,59 1,06 0,02 0,02 Jambu/Waterapples 670,23 0,57 1,56 0,63 0,01 0,00 Mangga/Mangoes ,83 22,99 62,97 22,92 0,25 0,08 Nanas/Pineapples 1,42 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Pepaya/Papayas 675,36 0,57 1,58 0,54 0,01 - Pisang/Bananas ,54 21,00 57,53 37,05 0,40 0,12 Rambutan/Rambutans 828,34 0,71 1,93 0,53 0,01 0,00 Salak/Salacia 2.187,78 1,86 5,10 8,24 0,03 0,01 Sawo/Sapodila 395,47 0,34 0,92 0,85 0,01 0,02 Semangka/Watermelon 176,85 0,15 0,41 0,05 0,00 0,00 Belimbing 465,21 0,40 1,09 0,34 0,00 0,00 Manggis Nangka/Cempedak 1.589,70 1,35 3,71 1,10 0,01 0,00 Markisa Sirsak 269,64 0,23 0,63 0,28 0,00 0,00 Sukun 247,73 0,21 0,58 0,64 0,01 0,00 Apel Anggur Lainnya/Others *) Total ,89 52,74 144,49 75,69 0,77 0,37 h a l a m a n 34

6 Produksi kelompok komoditi Jenis Buah-Buahan yang terbesar adalah berasal dari buah mangga sebesar ,00 ton diikuti kelompok besar lainnya yaitu pisang ,90 ton, salak 2.347,40 ton, durian 1,710,10 ton, nangka 1.603,00 ton, alpokat 1.158,50 ton, dan beberapa jenis lainnya dalam jumlah yang lebih rendah (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan buah mangga sebesar ,83 ton diikuti kelompok besar lainnya yaitu pisang ,54 ton, salak 2.187,78 ton, durian 1.539,09 ton, nangka 1.589,70 ton, alpokat 1.149,12 ton, dan beberapa lainnya dalam jumlah yang lebih rendah (Tabel 4.4). Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketersediaan mangga memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding komoditi Jenis Buah-Buahan lainnya yang mencapai 22,99 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 22,92 kkal/hari, protein 0,25 gram/hari dan lemak 0,08 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk komoditi Jenis Buah- Buahan selain mangga adalah yaitu pisang 57,53 gram/hari, salak 5,10 gram/hari, durian 3,59 gram/hari, nangka 3,71 gram/hari, dan alpokat 2,68 gram/hari. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi Jenis Buah-Buahan adalah sebesar 144,49 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 75,69 kkal/hari dan protein sebesar 0,77 gr/hari. Dengan ketersediaan energi yang berasal dari kelompok komoditi Buah- Buahan tersebut jika diakumulasikan dengan sayur-sayuran, kontribusinya untuk memenuhi AKE yang ditetapkan oleh FAO RAPA yaitu sebesar 102 kkal/hari (Hardinsyah, dkk., 2010) Komoditi Sayur-sayuran Produksi kelompok komoditi Jenis Sayur-sayuran yang terbesar adalah berasal dari sayuran cabe sebesar 4.603,20 ton diikuti kelompok besar lainnya yaitu bawang daun 1.911,80 ton, bawang merah 1.234,26 ton, tomat 1,078,20 ton, labu siam 1.000,10 ton, dan beberapa jenis lainnya dalam jumlah yang lebih rendah (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan sayuran cabe sebesar 4.327,93 ton diikuti kelompok besar lainnya yaitu bawang daun 1.851,39 ton, bawang merah 1.128,11 ton, tomat 975,34 ton, dan labu siam 968,40 ton (Tabel 4.5). h a l a m a n 35

7 Tabel 4.5 Ketersediaan berbagai Jenis Sayur-sayuran serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Sayur-sayuran/Vegetable Bahan (Ton) Ketersediaan per kapita/per capita availability Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Bawang Merah 1.128,11 0,96 2,63 0,92 0,04 0,01 Ketimun/Cucumber 9,87 0,01 0,02 0,00 0,00 0,00 Kacang Merah Kacang Panjang 10,26 0,01 0,02 0,01 0,00 0,00 Kentang/Potatoes 937,90 0,80 2,19 1,14 0,04 0,00 Kubis/Cabbage 178,43 0,15 0,42 0,07 0,00 0,00 Tomat/Tomatoes 975,34 0,83 2,27 0,55 0,03 0,01 Wortel/Carrots Cabe/Chilli 4.327,93 3,68 10,09 8,84 0,40 0,21 Terong/Eggplant 341,82 0,29 0,80 0,21 0,01 0,01 Petsai/ Sawi 396,40 0,34 0,92 0,06 0,01 0,00 Bawang Daun/Spring onion 1.851,39 1,58 4,32 0,84 0,05 0,02 Kangkung/Swamp cabbage 550,24 0,47 1,28 0,22 0,03 0,01 Lobak/Radish Labu siam/chayotte 968,40 0,82 2,26 0,43 0,01 0,00 Buncis/Greenbeans 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bayam/Spinach 0,58 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bawang Putih/Garlic 36,90 0,03 0,09 0,07 0,00 0,00 Kembang Kol 0,97 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jamur 796,16 0,68 1,86 0,28 0,07 0,01 Melinjo 7,21 0,01 0,02 0,01 0,00 0,00 Petai 895,21 0,76 2,09 1,07 0,08 0,02 Jengkol Others *) Total ,23 11,42 31,29 14,71 0,77 0,29 Pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa ketersediaan sayuran cabe memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding komoditi Jenis Sayur-sayuran lainnya yang mencapai 3,68 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 8,84 kkal/hari, protein 0,40 gram/hari dan lemak 0,21 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk komoditi Jenis Sayursayuran selain cabe yaitu bawang daun 4,32 gram/hari, bawang merah 2,63 gram/hari, tomat 2,27 gram/hari, dan labu siam 2,26 gram/hari. Selanjutnya dapat dihitung total h a l a m a n 36

8 ketersediaan per kapita kelompok komoditi Jenis Sayur-sayuran adalah sebesar 31,29 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 14,71 kkal/hari dan protein sebesar 0,77 gr/hari. Dengan ketersediaan energi yang berasal dari kelompok komoditi sayur-sayuran tersebut jika diakumulasikan dengan buah-buahan, kontribusinya untuk memenuhi AKE yang ditetapkan oleh FAO RAPA yaitu sebesar 102 kkal/hari (Hardinsyah, dkk., 2010) Komoditi Daging Tabel 4.6 Ketersediaan berbagai Jenis Daging serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Ketersediaan per kapita/per capita availability Bahan Jenis Daging/Meat (Ton) Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Daging Sapi/Beef 8.938,16 7,61 20,85 43,16 3,92 2,92 Daging Kerbau/Buffalo Meat 143,65 0,12 0,34 0,28 0,06 0,00 Daging Kambing/Lamb 1.665,25 1,42 3,88 5,98 0,64 0,36 Daging Domba/Lamb 294,78 0,25 0,69 1,42 0,12 0,10 Daging Kuda/Lainnya 9,20 0,01 0,02 0,03 0,00 0,00 Daging Babi/Pork Daging Ayam Buras 421,58 0,36 0,98 2,97 0,18 0,25 Daging Ayam Ras 101,79 0,09 0,24 0,72 0,04 0,06 Daging Itik/Duck Meat 124,15 0,11 0,29 0,94 0,05 0,08 Jeroan semua jenis 4.071,85 3,47 9,50 12,06 1,49 0,61 Total ,41 13,43 36,78 67,55 6,51 4,38 Produksi kelompok komoditi Jenis Daging adalah berasal dari daging sapi sebesar 9.408,99 ton diikuti kelompok besar lainnya yaitu jeroan semua jenis 4.071,85 ton dan daging kambing 1.752,90 ton, serta beberapa jenis lainnya dalam jumlah yang lebih rendah (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan daging sapi sebesar 8.938,16 ton diikuti kelompok besar lainnya yaitu jeroan semua jenis 4.071,85 ton, dan daging kambing 1.665,25 ton (Tabel 4.6). Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa ketersediaan daging sapi memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding komoditi Jenis Daging lainnya yang mencapai 7,61 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 43,16 kkal/hari, protein 3,92 gram/hari dan lemak 2,92 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk komoditi Jenis daging selain daging sapi yaitu jeroan semua jenis 9,50 gram/hari, dan daging kambing 3,88 gram/hari. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi Jenis Daging adalah sebesar 36,78 h a l a m a n 37

9 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 67,55 kkal/hari dan protein sebesar 6,51 gr/hari. Sebagai bahan makanan sumber energy dan protein, ketersediaan daging di Kabupaten Mojokerto masih rendah. Sebagai bahan pangan hewani komoditi daging ini hanya memberikan AKE sebesar 3,07% sedangkan menurut standar FAO-RAPA untuk menyediakan makanan yang berimbang diperlukan energi dari kelompok hewani sebesar 20%. AKP yang dihasilkan dari kelompok komoditi daging hanya 11,42%, keadaan ini belum memenuhi standar yang ditetapkan, sebagaimana menurut Hardinsyah, dkk., (2010), ditinjau dari proporsi protein diperlukan anjuran konsumsi protein hewani sebesar 14 gram (25 %) Komoditi Telur Produksi kelompok komoditi Jenis Telur yang terbesar adalah berasal dari telur itik sebesar 2.427,04 ton diikuti telur ayam ras 1.903,31 ton dan telur ayam buras 446,13 ton (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan telur itik sebesar 2.004,25 ton diikuti telur ayam ras 1.864,29 ton dan telur ayam buras 317,38 ton (Tabel 4.7). Tabel 4.7 Ketersediaan berbagai Komoditi Telur serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Telur Bahan (Ton) Ketersediaan per kapita/per capita availability Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Telur Ayam Buras 317,38 0,27 0,74 1,28 0,08 0,10 Telur Ayam Ras 1.864,29 1,59 4,35 5,96 0,48 0,42 Telur Itik/Ducks Eggs 2.004,25 1,71 4,67 8,50 0,53 0,69 Total 4.185,92 3,56 9,76 15,73 1,09 1,21 Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa ketersediaan telur itik memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding komoditi Jenis Telur lainnya yang mencapai 1,71 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 8,50 kkal/hari, protein 0,53 gram/hari dan lemak 0,69 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk komoditi Jenis telur selain telur itik yaitu telur ayam ras 4,35 gram/hari, dan telur ayam buras 0,74 gram/hari. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi Jenis Telur adalah sebesar 9,76 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 15,73 kkal/hari dan protein sebesar 1,09 gr/hari. Sebagai bahan makanan sumber energy dan protein, ketersediaan telur di Kabupaten Mojokerto masih rendah. Sebagai bahan pangan hewani komoditi telur ini hanya memberikan AKE sebesar h a l a m a n 38

10 0,72% sedangkan menurut standar FAO-RAPA untuk menyediakan makanan yang berimbang diperlukan energi dari kelompok hewani sebesar 20%. AKP yang dihasilkan dari kelompok komoditi telur ini hanya 1,91%, keadaan ini belum memenuhi standar yang ditetapkan, sebagaimana menurut Hardinsyah, dkk., (2010), ditinjau dari proporsi protein diperlukan anjuran konsumsi protein hewani sebesar 14 gram (25 %) Komoditi Susu Produksi kelompok komoditi Susu berasal dari ketersediaan susu sapi lokal sebesar 2.948,30 ton dan susu impor ,24 ton (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan susu sapi sebesar 2.485,42 ton dan susu impor ,24 ton (Tabel 4.8). Tabel 4.8 Ketersediaan Susu serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Ketersediaan per kapita/per capita availability Bahan Susu (Ton) Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Susu Sapi/Cow Milk 2.485,42 2,12 5,80 3,54 0,19 0,20 Imported Milk ,24 80,00 219,18 133,70 7,01 7,67 Total ,66 82,12 224,98 137,23 7,20 7,87 Pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa ketersediaan susu sapi mencapai 2,12 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 3,54 kkal/hari, protein 0,19 gram/hari dan lemak 0,20 gram/hari. Sedangkan ketersediaan per kapita untuk susu impor 219,18 gram/hari. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi Susu adalah sebesar 224,98 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 137,23 kkal/hari dan protein sebesar 7,20 gr/hari. Sebagai bahan pangan hewani komoditi susu ini hanya memberikan AKE sebesar 6,24% sedangkan menurut standar FAO-RAPA untuk menyediakan makanan yang berimbang diperlukan energi dari kelompok hewani sebesar 20%. AKP yang dihasilkan dari kelompok komoditi susu ini hanya 11,43%, keadaan ini belum memenuhi standar yang ditetapkan, sebagaimana menurut Hardinsyah, dkk., (2010), ditinjau dari proporsi protein diperlukan anjuran konsumsi protein hewani sebesar 14 gram (25 %). h a l a m a n 39

11 4.1.9 Komoditi Ikan Sebagaimana diketahui Kabupaten Mojokerto tidak memiliki laut atau pantai, sehingga tidak ada produksi dari jenis ikan laut. Ketersediaan ikan laut hanya didatangkan dari daerah lain (impor). Ikan yang dihasilkan di Kabupaten ini hanya jenis ikan air tawar, seperti ikan mujair, ikan mas, ikan lele, ikan gurami, ikan tombro, ikan gabus dan udang tawar (sungai). Jenis ikan-ikan ini dan ikan lain-lainya serta ikan yang diimpor, dalam analisa NBM ini dikelompokkan dalam kelompok ikan lainya (other). Dalam kelompok Produksi kelompok komoditi Jenis Ikan adalah berasal dari ikan mujair sebesar 134,52 ton, ikan mas 405,00 ton, udang 1,26 ton dan yang terbesar ikan lainnya 337,49 ton (Lampiran 1. Kolom 3). Hasil analisa neraca bahan makanan setelah dikonversi kelompok komoditi ini dapat menyediakan bahan ikan lainya sebesar ,96 ton, diikuti ikan mas 392,85 ton, ikan mujair 130,17, ikan Mas dan udang 1,23 ton (Tabel 4.9). Tabel 4.9 Ketersediaan berbagai Komoditi Ikan serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Ketersediaan per kapita/per capita availability Minyak dan Lemak/ Bahan Oil and Fat (Ton) Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Tuna/Cakalang/Tongkol Kakap/Giant Seaperch Cucut/Sharks Bawal/Pomfret Teri/Anchovies Lemuru/IndianOil/Sardinella Kembung/Indian Mackerels Tenggiri/Narrow Bard Bandeng/Milk Fish Belanak/Multes Mujair/ 130,17 0,11 0,30 0,22 0,05 0,00 Ikan Mas/ 392,85 0,33 0,92 0,63 0,12 0,01 Udang/Shrimp 1,23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Rajungan/Swim Crab Kerang darah/blood Cockles Cumi-cumi & Sotong Others ,96 9,99 27,37 15,60 2,67 0,41 Total ,21 10,44 28,59 16,45 2,83 0,43 h a l a m a n 40

12 Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa ketersediaan ikan lainnya (aneka ikan) memiliki angka ketersediaan tertingi yang mencapai 9,900 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 15,60 kkal/hari, protein 2,67 gram/hari dan lemak 0,41 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk komoditi jenis ikan mujair 0,30 gram/hari, ikan mas 0,92 gram/hari, dan udang dalam jumlah sedikit. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi Jenis Ikan adalah sebesar 28,59 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 16,45 kkal/hari dan protein sebesar 2,83 gr/hari. Sebagai bahan pangan hewani komoditi ikan ini hanya memberikan AKE sebesar 0,75% sedangkan menurut standar FAO-RAPA untuk menyediakan makanan yang berimbang diperlukan energi dari kelompok hewani sebesar 20%. AKP yang dihasilkan dari kelompok komoditi ikan ini hanya 4,96%, keadaan ini belum memenuhi standar yang ditetapkan, sebagaimana menurut Hardinsyah, dkk., (2010), ditinjau dari proporsi protein diperlukan anjuran konsumsi protein hewani sebesar 14 gram (25 %) Komoditi Minyak dan Lemak Produksi kelompok komoditi Jenis Minyak dan Lemak yang berasal dari lemak sapi sebesar 376,70 ton, diikuti kacang tanah 84,17 ton, lemak kambing 77,53 ton, kopra 72,76 ton, lemak domba 13,30 ton, dan dari jenis yang lainnya dalam jumlah lebih rendah (Lampiran 1. Kolom 3). dikonversi Hasil analisa neraca bahan makanan (produksi dan impor) setelah kelompok komoditi ini dapat menyediakan lemak minyak sawit/minyak goreng sebesar ,57 ton, diikuti lemak sapi sebesar 376,70 ton, kacang tanah 84,17 ton, lemak kambing 76,76 ton, kopra 73,91 ton, lemak domba 13,61 ton (Tabel 4.10). Tabel 4.10 Ketersediaan berbagai Komoditi Minyak dan Lemak serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Minyak dan Lemak/ Oil and Fat Bahan (Ton) Ketersediaan per kapita/per capita availability Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) Kacang tanah/minyak 84,17 0,07 0,20 1,77-0,20 Kopra/Minyak goreng 72,76 0,06 0,17 1,48 0,00 0,17 Minyak sawit/palm Oils - - Minyak sawit/minyak goreng ,57 8,86 24,28 218,96-24,28 Lemak Sapi/Cattle Fats 376,70 0,32 0,88 7,19 0,01 0,79 Lemak Kerbau/Buffalo Fats 6,21 0,01 0,01 0,12 0,00 0,01 Lemak Kambing/Goat Fats 76,76 0,07 0,18 1,46 0,00 0,16 Lemak Domba/Sheep Fats 13,30 0,01 0,03 0,25 0,00 0,03 Lemak Babi/Pig Fats Total ,46 9,40 25,74 231,23 0,02 50,27 h a l a m a n 41

13 Pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa ketersediaan komoditi minyak sawit/minyak goreng memiliki angka ketersediaan per kapita tertingi dibanding komoditi lainnya yang mencapai 8,86 kg/tahun dengan ketersediaan energinya 218,96 kkal/hari dan lemak 24,28 gram/hari. Ketersediaan per kapita untuk komoditi Jenis Minyak dan Lemak yang lainnya yaitu lemak sapi sebesar 0,88 gram/hari, kacang tanah 0,20 gram/hari, lemak kambing 0,18 gram/hari, kopra 0,17 gram/hari, lemak domba 0,25 gram/hari. Selanjutnya dapat dihitung total ketersediaan per kapita kelompok komoditi Jenis Minyak dan Lemak adalah sebesar 25,74 gr/hari yang dapat menghasilkan energi sebesar 231,23 kkal/hari, protein sebesar 0,02 gr/hari dan lemak 50,27 kkal/hari. Ketersediaan energi yang berasal dari kelompok komoditi minyak dan lemak ini sudah memenuhi standar rata-rata AKE yaitu sebesar 10,51% karena menurut standar FAO-RAPA untuk menyediakan makanan yang berimbang diperlukan energi dari kelompok lemak dan minyak ini sebesar 10%. 4.2 Ketersediaan Pangan Tahun Kabupaten Mojokerto 2015 Berdasarkan hasil penghitungan NBM Tahun 2015 diketahui bahwa ketersediaan berbegai jenis bahan bahan makanan (Tabel 4.11) menghasilkan ketersediaan per kapita sebanyak 540,20 kg/tahun atau 1.425,75 gr/hari. Dari ketersediaan ini dapat menghasilkan energi sebanyak 3.281,19 kilo kalori/kapita/hari, protein sebanyak 82,58 gr/kapita/hari dan lemak sebanyak 81,90 gr/kapita/hari. Situasi ketersediaan energi dan protein di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 ini menggambarkan bahwa tingkat ketersediaan energi sudah melebihi Angka Kecukupan Energi (AKE) kkalori/kapita/hari, dan juga melebih Angka Kecukupan Protein (AKP) 57 gr/kapita/hari. Walaupun ketersediaan energi di Kabupaten Mojekorto tahun 2015 sudah melebih AKP, namun ketersediaan energi ini sebagian besar berasal dari kelompok bahan makanan padi-padian 69,8% seperti terlihat pada Gambar 4.1. Kontribusi ketersediaan energi yang juga cukup besar berasal dari kelompok makanan berpati (8,5%) dan minyak dan lemak (7,0%). Sedangkan kontribusi ketersediaan energi dari kelompok bahan makanan lainnya relatif kecil. Demikian juga ketersedian energi dari kelompok bahan pangan hewani relatif rendah hanya 7,2% (daging 2,1%, telur 0,5%, susu 4,2% dan ikan 0,5%), sedangkan menurut FAO RAPA (1989) kontribusi energi dari pangan hewani sebaiknya sekitar 15% dari total energi. h a l a m a n 42

14 Tabel 4.11 Ketersediaan berbagai Jenis Bahan Makanan serta Suplai Kalori, Protein dan Lemak per Kapita di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Jenis Bahan Makanan Ketersediaan per kapita/per capita availability Bahan (Ton) Kg/Th Hari (kkal/hari) (gr/hari) (gr/hari) 1. Padi-padian ,50 240,98 660, ,09 57,38 13,91 2. Makanan Berpati ,95 79,76 218,51 280,47 2,16 0,53 3. Gula ,92 9,90 27,13 104, Buah/Biji Berminyak 7.829,00 6,67 18,26 48,03 3,84 2,64 5. Buah-buahan ,89 52,74 144,49 75,69 0,77 0,37 6. Sayur sayuran ,23 11,42 31,29 14,71 0,77 0,29 7. Daging ,41 13,43 36,78 67,55 6,51 4,38 8. Telur 4.185,92 3,56 9,76 15,73 1,09 1,21 9. Susu ,66 82,12 224,98 137,23 7,20 7, Ikan ,21 10,44 28,59 16,45 2,83 0, Minyak Lemak ,46 9,40 25,74 231,23 0,02 50,27 Total 520, , ,19 82,58 81,90 0.4% 2.3% 1.5% 3.2% 2.1% 0.5% 4.2% 0.5% 7.0% 8.5% 69.8% PADI-PADIAN/ CEREALS MAKANAN BERPATI GULA/SUGAR BUAH BIJI BERMINYAK BUAH-BUAHAN/ FRUITS SAYUR-SAYURAN DAGING/MEAT TELUR/EGGS SUSU/MILK IKAN/FISH MINYAK & LEMAK Gambar 4.1. Proporsi Ketersediaan Kalori Berdasarkan Kelompok Bahan Makanan di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Sumber penyedia protein di Kabupaten Mojekorto pada tahun 2015 ini didominasi kelompok padi-padian padahal sasaran yang diharapkan adalah bergesernya pola konsumsi masyarakat dari kelompok padi-padian menuju kelompok pangan hewani ataupun kelompok kacang-kacangan. Pada Gambar 4.2. terlihat bahwa proporsi ketersediaan protein yang bersumber dari padi-padian sebesar 69,5 persen, pangan hewani 21,3 persen, dan buah biji berminyak sebesar 4,7 persen. Sisanya sebanyak 4,5 persen dari sumber lainnya meliputi h a l a m a n 43

15 umbi-umbian, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Sedangkan menurut Hardinsyah (2010), menyatakan bahwa rata-rata AKE dan AKP nasional pada tingkat konsumsi adalah 57 g perkapita perhari denganproporsi anjuran protein hewani 25 %. 0.9% 0.9% 4.7% 7.9% 1.3% 8.7% 3.4% 0.0% 0.0% 69.5% 2.6% PADI-PADIAN/ CEREALS MAKANAN BERPATI GULA/SUGAR BUAH BIJI BERMINYAK BUAH-BUAHAN/ FRUITS SAYUR-SAYURAN DAGING/MEAT TELUR/EGGS SUSU/MILK IKAN/FISH MINYAK & LEMAK Gambar 4.2. Proporsi Ketersediaan Protein Berdasarkan Kelompok Bahan Makanan di Kabupaten Mojokerto Tahun Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan Pola Pangan Harapan ( PPH) adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan pada sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi penyediaan atau konsumsi pangan yang mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk baik kuantitas, kualitas maupun keragamannya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, agama dan citarasa. PPH ketersediaan berguna sebagai instrumen sederhana menilai situasi ketersediaan berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. Disamping itu juga berguna sebagai basis untuk penghitungan skor PPH yang digunakan sebagai indicator mutu gizi pangan dan pada tingkat ketersediaan. Semakin tinggi skor PPH semakin baik mutu gizi dan keragaman pangan pada tingka ketersediaan pangan. Seteleh dilakukan perhitungan ketersedian masing-masing kelompok bahan makanan secara rinci teah dihasilkan energi yang dapat dihasilkan setiap jenis bahan makanan baik yang diproduksi oleh Kabupaten Mojokerto maupun yang di datangkan dari daerah lain (import) tahun Rekapitulasi energi yang dapat dihasilkan dari setiap kelompok komoditi bahan makanan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menghitung Pola Pangan Harapan (PPH) ketersedian di Kabupaten Mojokerto tahun Hasil perhitungan tersebut sebagaimana yang disajikan pada Tabel 4.12 berikut ini. h a l a m a n 44

16 Tabel Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Ketersediaan Kelompok Bahan Pangan Berdasarkan Analisis NBM Kabupaten Mojokerto 2015 Kelompok Skor Energi (Kal) % AKE Bobot Skor riil Skor PPH Bahan Pangan Maks 1. Padi-padian 2.289,09 104,05 0,50 52,02 25,00 25,00 2. Umbi-umbian 281,61 12,80 0,50 6,40 2,50 2,50 3. Pangan Hewani 224,91 10,22 2,00 20,45 20,45 24,00 4. Minyak dan Lemak 243,30 11,06 0,50 5,53 5,00 5,00 5. Buah/biji berminyak 1,48 0,07 0,50 0,03 0,03 1,00 6. Kacang-kacangan 46,55 2,12 2,00 4,23 4,23 10,00 7. Gula 104,99 4,77 0,50 2,39 2,39 2,50 8. Sayuran dan buah 89,26 4,06 5,00 20,29 20,29 30,00 9. Lain-lain Jumlah 3.281,19 149,15 11,50 111,34 79,89 100,00 Angka Kecukupan Gizi (AKG) di Kabupaten Mojokerto cukup tinggi hingga mencapai 149,15 persen (Gambar 4.3). Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi produksi bahan pangan Kabupaten Mojokerto sudah lebih dari cukup. Namun sebagaimana diketahui bahwa komposisi tingkat ketersediaan pangan di Kabupaten Mojokerto sebagian besar masih didominasi oleh kelompok padi-padian yang mencapai 104,05 persen. Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/biji ber- minyak Kacang- kacangan Gula Sayuran dan buah Lain-lain Jumlah % Gambar 4.3. Persentase Angka Kecukupan Energi (AKE) Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 Perolehan skor PPH yang baru mencapai 79,89 persen, hal ini menunjukkan bahwa keragaman produksi bahan pangan di Kabupaten Mojokerto masih belum cukup baik mutu gizinya. Keragaman produksi yang belum cukup baik dapat dijelaskan dengan Gambar 4.4. Skor PPH riil yang dapat dihasilkan dari kelompok padi-padi adalah 52,02 jauh lebih besar dari skor maksimal yaitu 25, sehingga penilaian skor PPH untuk kelompok padi-padian juga h a l a m a n 45

17 25. Skor PPH riil yang lebih besar dari skor maksimal juga dihasilkan dari kelompok bahan makanan umbi-umbian, minyak dan lemak. Namun skor PPH riil untuk kelompok bahan makanan pangan hewani (20,45), buah/biji berminyak (0,03), kacang-kacang ( 4,23), gula (2,39), sayur dan buah (20,29) masih lebih rendah dari skor maksimal. Guna meningkatkan skor PPH tahun yang akan datang di Kabupaten Mojokerto perlu upaya meningkatkan ketersediaan untuk kelompok komoditi tersebut, terutama untuk kelompok bahan makanan pangan hewani hingga mencapai skor PPH maksimal (24), kacang-kacang hingga mencapai skor PPH maksimal (10) dan kelompok bahan makanan sayuran dan buah hingga mencapai skor PPH maksimal (30) Skor PPH Padipadian Umbiumbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/biji berminyak Kacangkacangan Gula Sayuran dan buah Lain-lain Jumlah Skor riil Skor PPH Skor Maks Gaambar 4.4. Perbandingan Skor PPH dengan skor riil dan Skor Maksimal Kabupaten Mojokerto Tahun 2015 h a l a m a n 46

18 Tabel Perbandingan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Ketersediaan Dengan Standar Nasional Kabupaten Mojokerto 2015 Kelompok Bahan Pangan Skor PPH Perbandingan Skor PPH Dengan Standar Nasional % % Kontribusi Energi di Mojokerto 1. Padi-padian 25,00 29,96 100,00 2. Umbi-umbian 2,50 3,00 100,00 3. Pangan Hewani 20,45 25,59 85,19 4. Minyak dan Lemak 5,00 5,99 100,00 5. Buah/biji berminyak 0,03 0,04 3,36 6. Kacang-kacangan 4,23 5,07 42,32 7. Gula 2,39 2,86 95,44 8. Sayuran dan buah 20,29 24,31 67,62 9. Lain-lain - 0,00 - Jumlah 79,89 100,00 Berdasarkan Tabel 4.12 di atas, skor PPH 79,89 diperoleh kontribusi yang utama adalah dari padi-padian (29,96%), p angan hewani (25,59%), dan sayur-sayuran (24,31%),. Meskipun kelompok pangan hewani dan sayur-sayuran dapat memberikan kontribusi energi yang sudah relatif besar, namun skor PPH yang dicapai belum maksimal. Oleh karena itu, maka ketersediaan dari kedua kelompok komoditi ini perlu ditingkatkan. Skor dari masing-masing komoditi tersebut, apabila dibandingkan dengan standar nasional, ternyata hanya terdapat 3 kelompok komoditi yang sudah memenuhi standar nasional yaitu kelompok komoditi padi-padian, umbi-umbian, dan lemak dan minyak. Sedangkan skor PPH yang masih rendah yaitu komoditi buah/biji berminyak (3,36%) dan kacang-kacangan (42,32%), oleh sebab itu kedua kelompok komoditi ini perlu ditingkatkan ketersediannya yang secara tidak langsung akan dapat menyumbangkan peningkatan skor PPH secara keseluruhan h a l a m a n 47

19 1. Hasil analisa NBM Kabupaten Mojokerto diperoleh ketersediaan kalori, protein dan lemak dari masing-masing jenis bahan makanan sebagai berikut: Ketersediaan per kapita Jenis Bahan Makanan Kalori (kkal/hari) Protein (gr/hari) Lemak (gr/hari) 1. Padi 2.289,09 57,38 13,91 2. Makanan Berpati 280,47 2,16 0,53 3. Gula 104, Buah/ Biji Berminyak 48,03 3,84 2,64 5. Buah-buahan 75,69 0,77 0,37 6. Sayur sayuran 14,71 0,77 0,29 7. Daging 67,55 6,51 4,38 8. Telur 15,73 1,09 1,21 9. Susu 137,23 7,20 7, Ikan 16,45 2,83 0, Minyak Lemak 231,23 0,02 50,27 Total 3.281,19 82,58 81,90 2. Potensi ketersediaan bahan pangan di Kabupaten Mojokerto terutama bersumber dari kelompok padi-padian, makanan berpati, susu, dan minyak lemak. Bedarasarkan analisa NBM Kelompok bahan pangan ini ketersediaannya sudah melebihi kebutuhan penduduk setiap tahunnya. 3. Angka Kecukupan Gizi (AKG) di Kabupaten Mojokerto cukup tinggi hingga mencapai 149,15 persen. Namun komposisi tingkat ketersediaan pangan di Kabupaten Mojokerto sebagian besar masih didominasi oleh kelompok padi-padian yang mencapai 104,05 persen. 4. Sumber penyedia protein di Kabupaten Mojekorto pada tahun 2015 ini didominasi kelompok padi-padian padahal sasaran yang diharapkan adalah bergesernya pola konsumsi masyarakat dari kelompok padi-padian menuju kelompok pangan hewani ataupun kelompok kacang-kacangan. 5. Dari analisa ketersediaan energi Kabupeten Mojokerto menghasilkan PPH ketersediaan yang relatif masih rendah yaitu sebesar 79,98. h a l a m a n 48

20 6. Rendahnya Skor PPH ketersedian yang dapat dihasilkan dari analisa Neraca Bahan Makanan karena belum berimbangnya ketersediaan antar kelompok bahan makanan yang dapat diproduksi di Kabupaten Mojokerto. 7. Skor PPH riil untuk kelompok bahan makanan pangan hewani (20,45), buah/biji berminyak (0,03), kacang-kacang (4,23), gula (2,39), sayur dan buah (20,29) masih lebih rendah dari skor maksimal masing-masing kelompok komoditi REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan di atas dapat direkomendasikan untuk ditindaklanjuti hal-hal berikut ini. 1. Kelompok bahan pangan yang ketersediaannya masih kurang dan perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk adalah bahan pangan hewani, gula, buah/biji berminyak buah-buahan, sayur-sayuran, daging telur dan ikan. 2. Guna meningkatkan skor PPH tahun yang akan datang di Kabupaten Mojokerto perlu upaya meningkatkan ketersediaan untuk kelompok komoditi tersebut, terutama untuk kelompok bahan makanan pangan hewani hingga mencapai skor PPH maksimal (24), kacang-kacang hingga mencapai skor PPH maksimal (10) dan kelompok bahan makanan sayuran dan buah hingga mencapai skor PPH maksimal (30). 3. Perlu kajian lebih mendalam tentang sistem kewaspadaan pangan dan gizi untuk mendapatkan gambaran yang rinci informasi situasi pangan dan gizi, menginvestigasi daerah yang diindikasikan daerah rawan pangan, penyusunan kebijakan dan pelaksanaan intervensi untuk penangan kerawanan pangan dan gizi, serta perencanaan program yang berkaitan dengan ketahanan gizi masyarakat. 4. Perlu dukungan program dan kebijakan politik anggaran yang berorientasi ketahanan pangan untuk mempertahan produksi bahan pangan yang sudah tinggi dan meningkatkan ketersediaan bahan pangan yang masih kurang sehingga mencapai keseimbangan pangan (PPH 100) pada tahun h a l a m a n 49

21 h a l a m a n 50

Lampiran 1: NERACA BAHAN MAKANAN/FOOD BALANCE SHEET KABUPATEN MOJOKERTO

Lampiran 1: NERACA BAHAN MAKANAN/FOOD BALANCE SHEET KABUPATEN MOJOKERTO Lampiran 1: NERACA BAHAN MAKANAN/FOOD BALANCE SHEET KABUPATEN MOJOKERTO dalam Jenis Makanan I. PADI-PADIAN/CEREALS 283.056,50 240,98 660,22 2.289,09 57,38 13,91 Padi gagang/gabah 301.178,00 - - 301.178,00-301.178,0

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN DAN POLA PANGAN HARAPAN PROV.

LAPORAN ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN DAN POLA PANGAN HARAPAN PROV. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh penduduk dalam jumlah mutu,

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Assalamu alaikum Wr. Wb.

Kata Pengantar. Assalamu alaikum Wr. Wb. II Kata Pengantar Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya kami dapat menerbitkan Buku Statistik Ketahanan Pangan Jawa Barat Tahun 2013. Buku ini menyajikan

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan,

BAB I. PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan menghendaki terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN KATA PENGANTAR Sebagai upaya untuk menyediakan data dan informasi tentang ketersediaan dan konsumsi pangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamongan bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Renstra Dispakan RENCANA STRATEGIS DINAS PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN

Renstra Dispakan RENCANA STRATEGIS DINAS PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN RENCANA STRATEGIS DINAS PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2021 Renstra Dispakan DINAS PANGAN DAN PERIKANAN Jl. Raya Soreang Km 17 Soreang 40911 (022) 5891695 dispakan@bandungkab.go.id KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian menerbitkan Buku Statistik Konsumsi Pangan 2012. Buku ini berisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XV No. 1 Bulan Januari 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN (NBM) DAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KABUPATEN SIDOARJO (ANALYSIS OF FOOD BALANCE SHEET (FBS) AND DESIRABLE DIETARY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN

NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN NERACA BAHAN MAKANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan salah satu alat informasi untuk memahami situasi penyediaan pangan di suatu daerah. Gambaran situasi pangan

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU. Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1)

ANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU. Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1) Analisis Kebutuhan Pangan Di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru ANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU 1) Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1) Saff Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate. Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017

Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate. Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017 Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate Neraca Bahan Makanan (NBM) & PPH Ketersediaan Kota Ternate Tahun 2017 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Neraca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara) Tri Bastuti Purwantini, Handewi P.S. Rachman dan Yuni Marisa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 69 KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN Condro Puspo Nugroho 1*, Fahriyah 1, Rosihan Asmara 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Wilayah HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Kondisi Geografis Letak geografis dan luas wilayah. Kabupaten Sinjai merupakan salah satu dari 23 Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Sulawesi selatan yang berjarak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : SUMBER DAYA ALAM : Pertanian, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Peternakan, Perkebunan

Lebih terperinci

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung) Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung) Nasriati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. ZA. Pagar

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN Apa yang sudah dicapai selama ini lebih ditingkatkan, Pemerintah Kota Jayapura akan lebih

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2009-2012 PADI LADANG PADI SAWAH JAGUNG 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 LAROMPONG - - 4

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)

Lebih terperinci

Hardinsyah, Yayuk FB, Martianto D, Handewi SR, Agus W, dan Subiyakto Pengembangan Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan.

Hardinsyah, Yayuk FB, Martianto D, Handewi SR, Agus W, dan Subiyakto Pengembangan Konsumsi Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. 94 DAFTAR PUSTAKA Baliwati YF, Katrin S. 2004. Sistem pangan dan gizi. Di Dalam Baliwati YF, et al (editor). 2004. Pengantar Ketahanan Pangan dan Gizi. Jakarta; Penebar Swadaya. Baliwati YF. 2004. Kaitan

Lebih terperinci

DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Tri Bastuti Purwantini PENDAHULUAN Banyak kemajuan telah dicapai dalam pembangunan pangan

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah karena memiliki peranan yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO AGRISE Volume XIV No. 3 Bulan Agustus 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SIDOARJO (FOOD PROVISION ANALYSIS IN THE EFFORT TO INCREASE FOOD SECURITY

Lebih terperinci

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram Dibawah ini merupakan data nilai satuan ukuran rumah tangga (URT) yang dipakai untuk menentukan besaran bahan makanan yang biasa digunakan sehari- hari dalam rumah tangga. (Sumber: Puslitbang Gizi Depkes

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY)

ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY) AGRISE Volume XIII No. 3 Bulan Agustus 2013 ISSN: 1412-1425 ANALISIS PENYEDIAAN PANGAN DI KABUPATEN MALANG (PROVISION OF FOOD ANALYSIS IN MALANG REGENCY) Anfendita Azmi Rachmatika 1, Nuhfil Hanani 1, Abdul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang meliputi buah-buahan dan sayuran. Buah-buahan berfungsi penting dalam proses metabolisme tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DENGAN KONSUMSI PANGAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DENGAN KONSUMSI PANGAN DI KOTA MEDAN ANALISIS RASIO KETERSEDIAAN DENGAN KONSUMSI PANGAN DI KOTA MEDAN Puji Adelina S 1), Satia Negara Lubis 2) dan Sri Fajar Ayu 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU 2) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 Kuisioner Penelitian Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1 A. Petunjuk Pengisian Kuisioner 1. Adik dimohon bantuannya untuk mengisi identitas diri pada bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Keadaan geografis Keadaan geografis Provinsi Papua terletak antara 2 0 25-9 0 Lintang Selatan dan 130 0-141 0 Bujur Timur. Di sebelah utara Provinsi Papua dibatasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan)

PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan) FAE. Vol. 13, No. 1, 1995: 22 29 PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan) Oleh.. 2 Mewa Arran' 1, Hidayat Syarief dan Clara M.

Lebih terperinci

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang 121 V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA Dalam penelitian ini ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

Peran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan

Peran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan 16 INOVASI, Volume XVIII, mor 2, Juli 2016 Peran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan Diah Tri Hermawati dan Dwi Prasetyo Email : diah_triuwks@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PADANG, DESEMBER 2015 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KATA PENGANTAR PADANG, DESEMBER 2015 KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT Badan Ketahanan Pangan, Prov.Sumbar KATA PENGANTAR Dalam undang - undang nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan pembangunan pangan dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia dan pemerintah bersama

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi, IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografi Daerah Wilayah Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang terluas di Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis Kabupaten Mamuju terletak di posisi : 00

Lebih terperinci

Profil Kabupaten Aceh Tamiang

Profil Kabupaten Aceh Tamiang Profil Kabupaten Aceh Tamiang Ibukota : Karang Baru Batas Daerah : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur, Kota langsa dan Selat Malaka Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Langkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA. Letak dan Luas

KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA. Letak dan Luas 37 KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA Letak dan Luas Kabupaten Jayapura secara yuridis sudah dimekarkan sesuai Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2002 menjadi 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Jayapura dengan

Lebih terperinci