4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN"

Transkripsi

1 4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang diuji diduga kuat adalah Mesophilobacter sp. (Lampiran 1). Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri dan pigmen dengan menggunakan media marine broth (ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element) pada suhu 25 o C, 30 o C dan 35 o C dengan ph 7 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pigmen pada suhu 25 o C, 30 o C dan 35 o C disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan sel bakteri pada percobaan ini mengalami beberapa fase seperti yang dinyatakan oleh Middlebeek et al. (1992 a ), yaitu fase adaptasi, fase logaritmik, fase stasioner dan akhirnya mengalami fase kematian. Konsentrasi Sel (OD 540 nm) dan Konsentrasi Pigmen (OD 463 nm) 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, Keterangan : s: sel bakteri p: pigmen Waktu Kultivasi (jam) 25oC, ph 7s 30oC, ph 7s 35oC, ph 7s 25oC, ph 7p 30oC, ph 7p 35oC, ph 7p Gambar 3 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25 o C, 30 o C, dan 35 o C dengan ph 7. 36

2 37 Bakteri yang diikultivasi pada suhu 30 o C dan 35 o C segera menunjukkan peningkatan sel (pertumbuhan) pada masa inkubasi 3 jam, sedangkan bakteri yang dikultivasi pada suhu 25 o C mengalami peningkatan sel setelah 9 jam inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa medium pertumbuhan pada ph 7 dengan suhu 30 o C dan 35 o C merupakan lingkungan yang sesuai bagi Mesophilobacter sp. untuk bertumbuh dan memperbanyak sel. Masa adaptasi yang panjang dapat merugikan suatu proses produksi, terutama produk yang merupakan hasil metabolit sekunder seperti pigmen. Pigmen merupakan hasil metabolit sekunder yang pada umumnya dihasilkan atau dibentuk setelah fase logaritmik berakhir (Sa id, 1987). Namun ada juga beberapa dari metabolit sekunder yang dibentuk bersamaan dengan fase logaritmik. Variasi terbentuknya metabolit sekunder ini menurut Bu Lock et al., 1975 in Vining, 1986 dipengaruhi juga oleh nutrien yang digunakan dalam medium pertumbuhan, terutama dalam kultur tertutup. Pigmen yang dihasilkan pada percobaan ini adalah pigmen warna orange yang mempunyai absorban maksimum pada λ 463 nm. Secara deskriptif, berdasarkan hasil pengamatan kecepatan bakteri memasuki setiap fase pertumbuhan terlihat bahwa 30 o C merupakan suhu inkubasi yang paling baik dibanding dengan suhu 25 o C dan 35 o C. Pada suhu 30 o C dan 35 o C, sel bakteri segera tumbuh dan memperbanyak sel hingga memasuki fase stasioner masing-masing setelah 24 jam dan 48 jam. Pada suhu 25 o C bakteri memerlukan masa adaptasi yang panjang sebelum tumbuh, yaitu 9 jam. Setelah itu baru memasuki fase logaritmik hingga 30 jam inkubasi. Fase stasioner dimasuki setelah 48 jam inkubasi. Laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang diperoleh selama bakteri berada pada fase logaritmik, pada suhu 25 o C, 30 o C dan 35 o C secara berturut-turut adalah 0,19; 0,24 dan 0,06 jam -1. Nilai µ merupakan slope dari persamaan garis regresi linier dari data konsentrasi sel (ln OD 540 nm) pada fase pertumbuhan eksponensial (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai µ sel dapat disimpulkan bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30 o C mempunyai laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25 o C dan 35 o C. Laju pembentukan pigmen spesifik (q p ) pada suhu 25 o C, 30 o C dan 35 o C secara berturut-turut adalah 0,01; 0,02 dan 0,003 jam -1. Nilai q p adalah merupakan

3 38 perbandingan antara konsentrasi pigmen dengan konsentrasi sel dan dikali dengan laju spesifik pertumbuhan sel (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai q p dapat disimpulkan juga bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30 o C mempunyai laju pertumbuhan pigmen spesifik (q p ) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25 o C dan 35 o C. Contoh perhitungan µ dan q p disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan q p hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 8. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah hasil inkubasi pada suhu 25 o C sebesar 3,51 + 0,55 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm adalah sama untuk suhu 25 o C dan 30 o C yaitu 0,12. Akan tetapi nilai µ dan q p terbesar adalah pada suhu 30 o C, yaitu sebesar 0,24 dan 0,02 jam -1. Tabel 8 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada ph 7, suhu kultivasi berbeda T o ( C) µ -1 (jam ) 0,19 0,24 0,06 q p -1 (jam 0,01 0,02 0,003 ) X (OD 540 nm ) 1,61 + 0,32 a 1,37 + 0,11 a a 1,55 + 0,20 BK (g/l) 3,51 + 0,55 2,83 + 0,16 3,17 + 0,34 P intraseluler (OD 463 nm) 0,12 + 0,02 a 0,12 + 0,003 a 0,08 + 0,002 b Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. T, suhu inkubasi; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; q p, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner. Hasil di atas menunjukkan bahwa suhu medium pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Dari hasil analisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dapat disimpulkan bakteri Mesophilobacter sp. dapat tumbuh dengan baik dan tidak berbeda nyata pada ketiga suhu yang dicobakan pada selang kepercayaan 95%. Analisis konsentrasi pigmen yang dihasilkan pada ketiga suhu percobaan dengan RAL, terbukti bahwa pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30 o C adalah sama dan tidak berbeda

4 39 nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25 o C. Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Fang dan Cheng (1993) dalam penelitiannya mendapati bahwa suhu yang optimum dalam pertumbuhan massa sel Phaffia rhodozyma adalah 15 C 20 C, tetapi suhu optimum dalam pembentukan pigmen astaxanthin adalah 15 o C. Sementara itu Lin (1973) in Lin dan Demain (1991), serta Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa pertumbuhan yang optimum untuk Monascus sp. adalah suhu 37 C, dilain pihak Yoshimura et al. (1975) menyatakan bahwa Monascus sp. dari strain yang lain lebih menyukai suhu yang lebih rendah, yaitu 25 C. Johnson dan Lewis (1979), melaporkan bahwa suhu optimum bagi pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari P. rhodozyma adalah antara 20 o C sampai 22 o C. Pada ketiga suhu inkubasi terlihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan sel, walaupun dengan konsentrasi yang rendah yaitu 0,016 pada OD 463 nm. Kondisi ini memperjelas bahwa pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. pada medium pertumbuhan ini merupakan produk dari metabolit sekunder yang pembentukannya berasosiasi dengan pertumbuhannya (growth associated). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan RAL ternyata pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30 o C adalah sama dan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25 o C, akan tetapi nilai laju pertumbuhan spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen pada suhu 30 o C lebih tinggi dibanding suhu 25 o C. Suhu 30 o C kemudian dijadikan sebagai suhu yang optimum dan digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya. 4.2 Pengaruh ph terhadap pembentukan pigmen ph medium diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan produk seperti pigmen. Semua bakteri laut mempunyai kisaran ph tertentu untuk tumbuh dengan baik. Kebanyakan lingkungan perairan memiliki ph pada kisaran antara 5 dan 9 dan umumnya ph optimum mikroorganisme berada pada kisaran ini (Middelbeek dan de Haas, 1992).

5 40 Konsentrasi sel dan pigmen yang diperoleh dari medium pertumbuhan yang terdiri dari ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element; ph percobaan 5, 7 dan 9; dan diinkubasi pada suhu 30 o C dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 4 memperlihatkan bahwa pada medium pertumbuhan dengan ph 5 memerlukan masa adaptasi yang panjang yaitu 48 jam. Penyebab utama hal ini terutama adalah karena bakteri Mesophilobacter sp. diisolasi dari terumbu karang laut yang mempunyai kisaran ph 7,5 8,5 (Austin, 1988). Meskipun memerlukan adaptasi yang lebih lama, namun bakteri menunjukkan peningkatan jumlah konsentrasi sel yang lebih tinggi yaitu dari konsentrasi 0,05 pada jam pengamatan 48 menjadi 3,0 pada jam pengamatan 96. Pengamatan pertumbuhan sel bakteri pada ph 7 dan 9 menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi sel pada ph 7 dan 9 tersebut berturutturut mencapai maksimum pada 1,5 dan 1,74. Bakteri yang diinokulasi pada medium pertumbuhan dengan ph 7 dan 9 tidak mengalami fase adaptasi tetapi segera memasuki fase logaritmik. Terlihat bakteri segera menunjukkan peningkatan konsentrasi yang cepat hingga 24 jam masa inkubasi. Setelah itu pada kedua kondisi ph, bakteri memasuki fase stasioner hingga akhir pengamatan. Konsentrasi sel (OD 540 nm) dan Konsentrasi Pigmen (OD 463 nm) 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, Waktu Kultivasi (jam) 30oC, ph 5s 30oC, ph 7s 30oC, ph 9s 30oC, ph 7p 30oC, ph 9p Gambar 4 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan ph 5, 7 dan 9 suhu 30 o C.

6 41 Selama pengamatan terlihat bahwa Mesophbilobacter sp. yang diinokulasi pada ph 5 tidak menghasilkan pigmen. Tetapi terjadi perubahan pada medium pertumbuhan menjadi sangat kental dan membentuk gel-gel. Perubahan kekentalan ini akibat usaha dari Mesophbilobacter sp. untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim baginya agar dapat tetap hidup dan tumbuh dengan cara mengeluarkan lapisan lendir (Volk dan Wheeler, 1984). Dari perubahan medium serta beberapa percobaan di laboratorium, dapat disimpulkan bahwa Mesophbilobacter sp. yang dikultivasi pada ph 5 menghasilkan polisakarida dalam jumlah yang cukup tinggi. Kesimpulan tersebut ditunjang oleh Sutherland (1990) juga mengatakan bahwa pada medium cair, kultur yang menghasilkan polisakarida akan menjadi sangat kental, bahkan kadang-kadang memadat seperti gel. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) bakteri yang diinokulasi pada ph 9 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya; nilainya mencapai 0,42 jam -1. Laju spesifik pembentukan pigmen (q p ) tertinggi juga didapatkan dari medium dengan ph 9, dengan nilai sebesar 0,17 jam -1. Dapat dilihat bahwa q p yang terbesar adalah dari ph 9. Contoh perhitungan µ dan q p disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan q p hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 9. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah pada ph 5 sebesar 4,84 + 0,96 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm adalah ph 9 yaitu 0,14 + 0,006. Hasil di atas menunjukkan bahwa ph medium pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Analisis konsentrasi pigmen pada fase stasioner dengan RAL memperlihatkan bahwa pigmen yang dihasilkan pada ph 9 lebih tinggi dibanding dengan ph 7 dan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Juga dapat disimpulkan konsentrasi sel pada ph 5 lebih tinggi dibanding dengan ph 7 dan 9 serta berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium dengan ph 5, tetapi konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan ph 9. Belum diperoleh bandingan

7 42 literatur bakteri laut lainnya untuk penelitian pigmen dan pertumbuhannya. Tetapi Johnson dan Lewis (1979) menemukan ph optimum bagi mikroorganisme lainnya yaitu kapang Phaffia rhodozyma adalah berbeda, dimana mikroorganisme tersebut memproduksi sel maksimum dan kecepatan pertumbuhannya tertinggi terdapat pada ph 4,5. Tabel 9 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada ph percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30 o C ph µ q p X BK P intraseluler (jam -1 ) -1 (jam ) (OD 540 nm) (g/l) (OD 463 nm) ,15 0,24 0,42-0,02 0,04 2,38 + 0,56 a 1,13 + 0,06 b b 1,48 + 0,12 4,84 + 0,96 2,68 + 0,11 3,24 + 0,31-0,10 + 0,004 a 0,14 + 0,006 b Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel, q p, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner; -, tidak menghasilkan pigmen. Dari Gambar 4 pada percobaan ph dapat dilihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan sel, sama dengan yang terjadi pada percobaan suhu. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan baik secara deskriptif maupun dengan menggunakan RAL dan nilai laju spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen diperoleh ph optimum bagi pembentukan pigmen adalah pada ph 9. Kemudian suhu 30 o C dan ph 9 dijadikan sebagai suhu dan ph yang optimum dan digunakan dalam percobaan berikutnya. 4.3 Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil kultivasi bakteri Mesophilobacter sp. dalam media kompleks dengan ph 9 dan suhu kultivasi 30 o C yang disertai dengan perlakuan cahaya disajikan pada Lampiran 1. Pertumbuhan bakteri ini dapat lebih jelas dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan secara deskriptif pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan pemberian cahaya 4700 Wm -2 relatif sama dengan yang dikultivasi tanpa pemberian cahaya 4700 Wm -2 (erlenmeyer tempat

8 43 pertumbuhan ditutup dengan aluminium foil). Waktu yang diperlukan untuk memasuki setiap fase pertumbuhan juga relatif sama. Gambar 5 memperlihatkan bahwa Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase adaptasi, tetapi segera masuk fase logaritmik setelah diinokulasikan ke dalam medium pertumbuhan hingga 15 jam masa inkubasi. Dari 15 jam hingga 24 jam inkubasi, Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan lambat. Kemudian bakteri memasuki fase pertumbuhan stasioner hingga waktu pengamatan berakhir. 2 1,8 1,6 Konsentrasi Sel dan Konsentrasi Pigmen 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, Waktu Kultivasi (jam) OD 540 nm,sa OD 463 nm,pa OD 258 nm,pa OD 232 nm,pa OD 540 nm,sb OD 463 nm,pb OD 258 nm,pb OD 232 nm,pb Keterangan : S: konsenrasi sel P: konsentrasi pigmen A: perlakuan cahaya 4700 Wm -2 B: perlakuan cahaya Wm -2 Gambar 5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 o C, ph 9 yang disertai dengan perlakuan cahaya. Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan penambahan cahaya dengan intensitas Wm -2 maupun yang ditutup dengan aluminium foil, mempunyai pola pertumbuhan yang relatif sama. Pada perlakuan ini, Mesophilobacter sp. juga segera berada pada fase logaritmik hingga 18 jam masa inkubasi. Dari 18 jam hingga 30 jam inkubasi bakteri ada dalam fase pertumbuhan lambat. Setelah itu masuk pada fase pertumbuhan stasioner hingga pengamatan berakhir.

9 44 Secara deskriptif, pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi disertai dengan penambahan cahaya 4700 Wm -2 dan Wm -2 terlihat bahwa konsentrasi sel dari Mesophilobacter sp. yang disertai dengan penambahan cahaya 4700 Wm -2 lebih tinggi dibanding dengan hasil yang disertai dengan penambahan cahaya Wm -2. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) yang dihitung selama bakteri berada pada fase logaritmik dapat dilihat bahwa µ Mesophilobacter sp. yang disertai penambahan cahaya 4700Wm -2 dan Wm -2 berturut-turut adalah 0,44 dan 0,46 jam -1, sedangkan nilai µ Mesophilobacter sp. pada suhu 30 o C tanpa penambahan cahaya adalah 0,42 jam -1. Dapat dilihat bahwa nilai µ Mesophilobacter sp. antara ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda jauh, walaupun perlakuan penambahan cahaya Wm -2 sedikit lebih tinggi dibanding dengan penambahan cahaya 4700 Wm -2 dan tanpa disertai penambahan cahaya (suhu 30 o C). Laju spesifik pembentukan pigmen (q p ) dengan penambahan cahaya 4700 Wm -2 dan Wm -2 berturut-turut adalah 0,01 dan 0,009 jam -1, sedangkan nilai q p pada suhu 30 o C tanpa penambahan cahaya adalah 0,04 (Tabel 10). Terlihat bahwa pada pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang diberi penambahan cahaya Wm -2 mempunyai nilai µ yang lebih tinggi. Diduga peristiwa ini ada hubungannya dengan terjadinya sedikit peningkatan suhu dengan adanya penambahan cahaya, sehingga menyebabkan gerakan molekul yang relatif cepat dan energi yang dihasilkan dari tabrakan antar molekul menjadikan reaksi berjalan lebih cepat (Atlas, 1989). Akan tetapi nilai q p tertinggi adalah pada suhu 30 o C tanpa penambahan cahaya. Contoh perhitungan µ dan q p disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai hasil percobaan selama fase stasioner disajikan secara ringkas pada Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi adalah 3,24 + 0,31 (g/l) dan 0,14 + 0,006 yang merupakan hasil kultivasi pada suhu 30 o C. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sel dan pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. tidak dipengaruhi oleh cahaya, karena tanpa penambahan

10 cahaya hasil pigmen yang terbentuk lebih tinggi dibanding dengan penambahan cahaya. 45 Tabel 10 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan ph 9, suhu kultivasi 30 o C serta perlakuan cahaya Cahaya 30 o C 4700 Wm Wm -2* Wm -2-2* Wm µ (jam -1 ) 0,42 0,44 0,44 0,46 0,46 q p -1 (jam ) 0,04 0,02 0,01 0,02 0,009 X (OD 540 nm) 1,49 + 0,12 a 1,38 + 0,06 cd 1,33 + 0,17 d 1,20 + 0,05 b c 1,03 + 0,12 BK (g/l) 3,24 + 0,31 3,11 + 0,10 3,04 + 0,28 2,81 + 0,08 2,52 + 0,20 P intraseluler (OD 463 nm) 0,14 + 0,006 a 0,06 + 0,009 c 0,03 + 0,003 e 0,04 + 0,008 b 0,02 + 0,003 d Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; q p, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner Hasil pengukuran konsentrasi pigmen selama kultivasi disajikan pada Lampiran 5. Warna akhir pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah orange yang mempunyai absorban maksimum pada tiga panjang gelombang yaitu λ 232 nm, 258 nm dan 463 nm. Pembentukan pigmen dengan pemberian cahaya 4700 Wm -2 dan Wm -2 pada ketiga panjang gelombang ini lebih jelas disajikan pada Gambar 5. Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05) (perhitungan disajikan pada Lampiran 10). Pengujian dilanjutkan dengan uji BNT, dengan hasil bahwa suhu 30 o C tanpa penambahan cahaya memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp. dan juga dalam pembentukan pigmennya dibanding dengan perlakuan penambahan cahaya 4700 Wm -2 dan Wm -2. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil pertumbuhan sel pada suhu 30 o C, ph 9 dan tanpa disertai dengan penambahan cahaya lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lain.

11 4.4 Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri Mesophilobacter sp. dalam media kompleks yang disertai dengan perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil; ph medium 9 dan suhu inkubasi 30 o C disajikan pada Lampiran 2. Pertumbuhan Mesophilobacter sp. serta pembentukan pigmen dapat lebih jelas dilihat dalam kurva pertumbuhan pada Gambar 6. Secara deskriptif, dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa Mesophilobacter sp. yang diinokulasi dalam medium pertumbuhan dengan salinitas yang berbeda memasuki setiap fase pertumbuhan pada waktu yang berbeda. Masa adaptasi yang diperlukan Mesophilobacter sp. adalah 3 jam inkubasi (pada medium 0, 10, dan 20 permil), sedangkan pada medium 30 dan 40 permil memerlukan adaptasi hingga 6 jam dan 9 jam. Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik setelah inkubasi 3 jam hingga 18 jam (0 dan 10 permil) dan 24 jam (20 permil), 6 jam hingga 24 jam (30 permil) dan 9 jam hingga 24 jam (40 permil). Dari 18 jam hingga 48 jam inkubasi Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan lambat (0 dan 10 permil) dan dari 24 jam hingga 48 jam inkubasi (20 permil), sedangkan pada medium 30 permil dan 40 permil Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase pertumbuhan lambat. Fase stasioner dimulai dari 48 jam inkubasi hingga akhir pengamatan baik pada 0, 10 dan 20 permil; pada 30 permil dari 24 jam hingga 120 jam inkubasi kemudian perlahan-lahan konsentrasi sel menunjukkan penurunan sedangkan pada 40 permil dari 24 jam hingga 96 jam inkubasi dan setelah itu konsentrasi sel berkurang hingga akhir pengamatan. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) yang diolah selama bakteri Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik, pada salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil secara berturut-turut adalah 0,38; 0,38; 0,38; 0,36 dan 0,27 jam -1. Berdasarkan nilai µ, dapat disimpulkan bahwa Mesophilobacter sp. yang diinokulasikan pada medium pertumbuhan dengan salinitas 0, 10, dan 20 permil mempunyai laju spesifik pertumbuhan yang lebih besar dibanding dengan 30 dan 40 permil. Mesophilobacter sp. merupakan bakteri yang diisolasi dari laut. Austin (1988) menyatakan bahwa kisaran salinitas air laut pada umumnya antara 10 sampai 30 permil. Berdasarkan nilai µ dan kemampuan Mesophilobacter sp. untuk 46

12 47 tumbuh dan berkembang pada salinitas uji dengan kisaran 0 sampai 40 permil, dapat disimpulkan bahwa bakteri ini mempunyai toleransi hidup yang tinggi terhadap kisaran salinitas yang panjang. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3. Konsentrasi Sel (OD 540 nm) 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, Waktu Kultivasi (jam) A 0 permil 10 permil 20 permil 30 permil 40 permil Konsentrasi Pigmen (OD 368 nm) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 B Waktu Kultivasi (jam) 0 permil 10 permil 20 permil 30 permil 40 permil Keterangan : A: Kurva Pertumbuhan Bakteri B: Kurva Pembentukan Pigmen Gambar 6 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada auhu 30 o C, ph 9 yang disertai dengan perlakuan salinitas.

13 48 Laju spesifik pembentukan pigmen (q p ) dari Mesophilobacter sp. yang dikultivasi pada salinitas 0, 10, 20, 30, dan 40 permil secara berturut-turut 1,47; 1,68; 1,38; 1,18; dan 0,44 jam -1. Contoh perhitungan laju pembentukan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil perhitungan tampak bahwa nilai q p tertinggi adalah hasil dari salinitas 10 permil. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan q p hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil 0,97 + 0,26 pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering 2,29 + 0,59 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada OD 368 nm. Jadi walaupun rata-rata konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil, akan tetapi rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil. Demikian juga dengan nilai µ tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10, 20, dan 30 permil sedangkan q p tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil. Tabel 11 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan ph 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30 o C Salinitas (permil) µ (jam -1 ) 0,38 0,38 0,38 0,36 0,27 q p (jam -1 ) 1,47 1,68 1,38 1,18 0,44 X (OD 540 nm) 0,64 + 0,24 a 0,80 + 0,33 a 0,96 + 0,37 a 0,97 + 0,26 a 0,66 + 0,25 a BK (g/l) 1,83 + 0,42 2,12 + 0,58 1,67 + 0,34 2,29 + 0,59 1,63 + 0,43 P extraseluler (OD 368 nm) 2,47 + 0,13 a 3,54 + 0,11 a 3,48 + 0,37 a b 3,17 + 0,68 b 1,07 + 0,10 c Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner Hasil analisis konsentrasi sel dari RAL yang dihitung pada fase stasioner, terlihat bahwa perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap pertumbuhan Mesophilobacter sp. pada fase stasioner (p>0,05).

14 Hasil pengujian analisis ragam dari konsentrasi pigmen yang dihitung pada fase stasioner yang dilanjutkan dengan pengujian BNT terlihat bahwa pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dalam medium dengan salinitas 10 permil mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) dengan salinitas 20 dan 0 permil dalam pembentukan pigmen (p>0,05). Akan tetapi karena pigmen yang diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil memberikan rata-rata konsentrasi yang tertinggi dibanding dengan yang lain, maka disimpulkan bahwa salinitas 10 permil adalah yang terbaik. 4.5 Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah media kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, ph media 9 dan suhu inkubasi 30 o C. Konsentrasi sel bakteri dapat dilihat pada Lampiran 5. Kurva pertumbuhan sel bakteri dalam kelima media disajikan pada Gambar 7. Karbon merupakan salah satu nutrien yang diperlukan bakteri dalam jumlah yang cukup besar selain nitrogen dan lain-lain (Middelbeek et al., 1992 b ). Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui sumber karbon yang mana dari sumber karbon yang dicobakan yang memberikan hasil yang optimum dalam pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dari bakteri laut Mesophilobacter sp. Pada Gambar 7, secara deskriptif terlihat bahwa media kompleks terlihat lebih tinggi konsentrasi selnya dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan antara glukosa, dan asetat mula-mula memberikan hasil yang relatif sama dalam pertumbuhan sel, namun setelah 72 jam inkubasi terlihat terjadi peningkatan sel bakteri yang dikultivasi dalam media dengan sumber karbon glukosa. Ketiga sumber karbon tersebut, yaitu glukosa, media kompleks dan asetat memberikan hasil yang relatif lebih baik dalam pertumbuhan sel dibanding sitrat dan maltosa. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber karbon media kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa secara berturut-turut adalah 0,35; 0,25; 0,36; 0,13; dan 0,22 jam -1. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada 49

15 50 media dengan sumber karbon asetat dan media kompleks, kemudian berturut-turut diikuti oleh sumber karbon glukosa, maltosa dan sitrat. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3. Gambar 7 Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 C, ph 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pigmen dengan warna hijau yang berbeda pada setiap media dengan absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada media kompleks warna pigmen adalah hijau kebiruan, pada glukosa berwarna hijau tua, pada asetat berwarna biru toska, pada asam sitrat warna hijau melon sedangkan pada maltosa berwarna hijau daun tua. Setelah kultivasi bakteri hingga hari ke sembilan, pigmen yang dihasilkan berubah menjadi merah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 5. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen selama fase stasioner hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa ratarata konsentrasi sel tertinggi adalah dari medium dengan sumber karbon glukosa, yaitu 1,21 + 0,08 yang diukur pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering sebesar 2,55 + 0,13 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah berbeda pada setiap panjang gelombang. Pada panjang gelombang 232 nm, 258 nm,

16 nm, 368 nm dan 656 nm rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi secara berturut-turut diperoleh dari medium kompleks (18,40 + 1,59), maltosa (15,86 + 0,52), glukosa (11,59 + 0,28), glukosa (7,22 + 0,44) dan glukosa (1,50 + 0,05). Tabel 12 Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada ph 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30 o C dalam labu kocok Sumber Karbon Variabel yang diukur Media Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks µ (jam -1 ) 0,35 0,25 0,36 0,13 0,22 X (OD 540 nm) 1,05 + 0,19 ab 1,21+ 0,08 a 0,91 + 0,23 b 0,60 + 0,09 c 0,65 + 0,08 c BK (g/l) 2,37 + 0,34 2,55 + 0,13 2,07 + 0,52 1,30 + 0,14 1,40 + 0,17 Yx/s (g/g) 0,34 + 0,05 0,51 + 0,03 0,41 + 0,10 0,26 + 0,03 0,28 + 0,03 q p (jam -1 ) ; P (OD 232 nm) 6,13; 18,40 + 1,59 a 2,45; 11,86 + 1,95 bc 4,02; 10,17 + 0,55 c 1,18; 5,46 + 0,06 d 4,11; 12,13 + 1,33 b q p (jam -1 ) ; P (OD 258 nm) 4,84; 14,53 + 0,41 b 2,65; 12,83 + 0,31 c 4,13; 10,44 + 0,65 d 1,27; 5,88 + 0,06 e 5,37; 15,86 + 0,51 a q p (jam -1 ) ; P (OD 312 nm) 2,09; 6,28 + 0,06 b 2,40; 11,59 + 0,28 a 2,50; 6,33 + 0,57 b 0,43; 1,99 + 0,13 c 2,34; 6,90 + 0,45 b q p (jam -1 ) ; P (OD 368 nm) 0,92; 2,76 + 0,29 b 1,49; 7,22 + 0,44 a 0,80; 2,03 + 0,15 c 0,19; 0,86 + 0,02 d 0,96; 2,83 + 0,19 b q p (jam -1 ) ; P (OD 656 nm) 0,37; 1,11 + 0,02 b 0,31; 1,50 + 0,05 a 0,38; 0,97 + 0,05 c 0,05; 0,24 + 0,01 e 0,26; 0,78 + 0,08 d Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c, d, e) yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; q p, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa sumber karbon yang digunakan dalam media kompleks dan glukosa lebih baik pertumbuhan selnya dibanding sumber karbon yang lain. Namun berdasarkan pertimbangan ekonomis (harga yang relatif lebih murah) dan juga karena rata-rata konsentrasi sel pada glukosa lebih tinggi daripada media kompleks maka dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa glukosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan sel. Hasil perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4. Hasil analisis statistika pigmen dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa konsentrasi pigmen tertinggi pada panjang gelombang 232 nm dan 258 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon media kompleks dan maltosa. Pada panjang gelombang 312 nm, 368 nm

17 52 dan 656 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon glukosa. Perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4. Fang dan Cheng (1993), dalam penelitiannya yang mempelajari pengaruh berbagai sumber karbon terhadap pertumbuhan P. rhodozyma NCHU-FS301 menyatakan bahwa fruktosa lebih menunjang pertumbuhan sel dibanding sumber karbon lain yang diuji, seperti glukosa, sukrosa, maltosa, fruktosa, laktosa, molases, L-Arabinose, D-Raflinose, D-Cellobiose, D-Sorbitol dan xylose. Selain fruktosa, dikatakan pula bahwa glukosa dan sukrosa juga menunjang dalam pembentukan konsentrasi sel yang tinggi. Pemanfaatan sumber-sumber karbon untuk pertumbuhan sel adalah spesifik untuk setiap strain mikroorganisme. Hal ini terlihat dalam hasil yang diperoleh Lin dan Demain (1991), yang mendapatkan bahwa glukosa dan oligo- serta polisakaridanya adalah lebih baik untuk pertumbuhan sel Monascus sp. dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan hasil yang diperoleh dan Lin (1973) in Lin dan Demain (1991) adalah galaktose dan ethanol. Akan tetapi Yoshimura et al. (1975), menyatakan bahwa ethanol menunjang Monascus dalam pembentukan pigmen dengan kecepatan produksi yang lebih besar daripada gula. Fang dan Cheng (1993), mendapatkan bahwa pembentukan pigmen astaxanthin tertinggi oleh P. rhodozyma NCHU-FS301 diperoleh dari medium pertumbuhan dengan sumber karbon glukosa dan sukrosa, walaupun pertumbuhan sel tertinggi diperoleh dari medium dengan sumber karbon fruktosa. Lin dan Demain (1991) juga memperoleh hasil bahwa konsentrasi pigmen yang tinggi dari Monascus sp. diperoleh dari sumber karbon glukosa dengan oligo- dan polisakaridanya. Sementara Chen dan Johns (1994) yang mempelajari pengaruh sumber karbon maltose dan glukosa dalam nitrogen ammonium dalam pembentukan pigmen dari Monascus purpureus mendapati bahwa medium pertumbuhan dari maltose menjadi merah dalam waktu 1.5 hari dengan hasil tiga pigmen utama, yaitu monascorubramine, monascin dan monascorubrin; sedangkan warna medium pertumbuhan dari glukose kurang merah dengan hasil pigmen alkaflavin dan rubropunctatin yang tinggi. Didapatkan pula bahwa produksi monascorubramine dari maltose tiga kali lebih tinggi dibanding dari glukose.

18 Gambar 8 Kurva pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 o C, ph 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon dengan panjang gelombang yang berbeda. 53

19 4.6 Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Sumber nitrogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat dan ammonium sulfat. Sumber karbon yang digunakan adalah glukosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, ph media 9 dan suhu inkubasi 30 o C. Konsentrasi sel bakteri dan pigmen percobaan ini disajikan pada Lampiran 6. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen dalam kelima media disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada natrium nitrat dan ammonium sulfat, tidak terjadi pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen. Sumber nitrogen yang sangat menunjang pertumbuhan bakteri dalam percobaan ini adalah ekstrak khamir, karena ekstrak khamir merupakan nutrien kompleks yang mengandung zat-zat yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhan. Tiga faktor pertumbuhan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah asam amino, purin dan pirimidin serta vitamin (Middelbeek et al., 1992 b ), sedangkan ekstrak khamir merupakan media yang terdiri atas campuran asam amino dan peptida, vitamin yang larut dalam air, dan karbohidrat (Sikyta, 1983). Komposisi ekstrak khamir secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Fang dan Cheng (1993) juga mendapatkan bahwa ekstrak khamir memberikan hasil yang tinggi dari massa sel P. rhodozyma NCHU-FS301, sedangkan Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa ammonium chlorida adalah sumber nitrogen terbaik untuk pertumbuhan Monascus sp. dibanding ammonium nitrat, glutamat dan potasium nitrat. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber nitrogen pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat, dan ammonium sulfat berturut-turut adalah 0.16, 0.24, 0.18 dan 0.07 jam -1 (Tabel 13). Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3. 54

20 55 2,2 2 1,8 Konsentrasi sel (OD 540 nm) 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 A Waktu Kultivasi (jam) Pepton Eks. khamir NaNO3 (NH4)2SO Konsentrasi Pigmen B Waktu Kultivasi (jam) P232nm E232nm P258 nm E258nm P312nm E312nm P368nm E368nm P656nm Keterangan : A: Kurva pertumbuhan bakteri B: Kurva pembentukan pigmen Gambar 9 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 C, PH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen.

21 56 Sumber nitrogen mempunyai pengaruh yang besar baik dalam kualitas maupun kuantitas pigmen dari Monascus (Shepherd, 1977 in Jûzlová et al., 1994). Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir. Pigmen yang dihasilkan pada akhir kultivasi ekstrak khamir adalah pigmen dengan warna hijau tua, sedangkan pada pepton berwarna hijau melon. Keduanya mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Setelah pengamatan hingga dua minggu keduanya berubah warna menjadi merah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6. Laju spesifik pembentukan pigmen (q p ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber nitrogen pepton dan ekstrak khamir disajikan pada Tabel 13. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju pertumbuhan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3. Tabel 13 Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada ph 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30 o C dalam labu kocok Sumber Ekstrak Pepton Nitrogen Khamir (NaNO) 3 (NH 4 ) 2 SO 4 µ (jam -1 ) 0,16 0,24-0,18 0,07 X (OD 540 nm) 0,33 + 0,008 b 1,93 + 0,08 a 0,26 + 0,008 c 0,04 + 0,004 c BK (g/l) 0,80 + 0,04 4,08 + 0,28 0, ,004 0,30 + 0,007 Y x/s (g/g) 0,16 + 0,01 0,82 + 0,06 0,05 + 0,002 0,06 + 0,001 q p (jam -1 ) ; 1,48 ; 1,55 ; - - P (OD 232 nm) 3,06 + 0,04 b 12,49 + 0,22 a q p (jam -1 ) ; 1,53 ; 1,60 ; - - P (OD 258 nm) 3,16 + 0,02 b 12,86 + 0,21 a q p (jam -1 ) ; 0,6 7 ; 1,38 ; - - P (OD 312 nm) 1,38 + 0,09 b 11,09 + 0,56 a q p (jam -1 ) ; 0,60 ; 1,48 ; - - P (OD 368 nm) 1,24 + 0,12 b 11,88 + 0,97 a q p (jam -1 ) ; P (OD 656 nm) 0,07 ; 0,14 + 0,005 b 0,16 ; 1,29 + 0,04 a - - Keterangan : Nilai dengan superskrip yang sama pada baris yang sama, berbeda nyata µ, laju spesifik pertumbuhan sel; q p, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner

22 57 Dari Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi yang diukur selama bakteri berada pada fase stasioner diperoleh dari medium dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah 1,93 + 0,08 (OD 540 nm), dengan rata-rata berat kering sebesar 4,08 + 0,28 (g/l); sedangkan rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah 12,49 + 0,22 (OD 232 nm); 12,86 + 0,21 (OD 258 nm); 11,09 + 0,56 (OD 312 nm); 11,88 + 0,97 (OD 368 nm); dan 1,29 + 0,04 (OD 656 nm). Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa ekstrak khamir adalah sumber nitrogen yang terbaik baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen. Perhitungan analisis statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak khamir merupakan penunjang baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen dari Mesophilobacter sp. Sedangkan pada P. rhodozyma pepton merupakan penunjang utama dalam pembentukan pigmen selain nutrien broth, beef extract dan casein hydrolysate (Fang dan Cheng (1993). Pada Monascus sp. berdasarkan hasil yang diperoleh oleh Lin dan Demain (1991), sumber nitrogen utama yang menghasilkan pigmen dengan konsentrasi yang tinggi adalah monosodium glutamat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol.

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. 8 pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. Optimasi Konsentrasi Substrat (Xilosa) Prosedur dilakukan menurut metode Eken dan Cavusoglu (1998). Sebanyak 1% Sel C.tropicalis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil).

Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Lampiran 1 Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Kurva Standar HPLC siklo(tirosil-prolil) Luas area (kromatogram HPLC) 60000000.00 50000000.00 40000000.00 30000000.00

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Alginat dari Pseudomonas aeruginusa 4.1.1. Biomassa kering P. aeruginosa Biomassa P. aeruginosa yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0,23 1,5 g/l selama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr TUJUAN Praktikum ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai berbagai jenis media pertumbuhan mikroba dan menguasai cara-cara pembuatannnya. ALAT BAHAN Tabung Reaksi 1. Nutrien

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fermentasi Alkohol Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA. Karakteristik pertumbuhan mikroba Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah sel mikroba Pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia Pertumbuhan

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 22 Bab IV Hasil dan Pembahasan α-amilase (E.C 3.2.1.1) merupakan salah satu enzim hidrolitik yang memegang peranan penting di dalam industri. Hidrolisis langsung dari pati mentah secara enzimatis dibawah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000 7 Sebanyak 1 ml supernatan hasil fermentasi dilarutkan dengan akuades menjadi 25 ml di dalam labu Erlenmeyer. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalein lalu dititrasi dengan larutan NaOH.1131

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. SIDANG TUGAS AKHIR (SB 091385) Disusun Oleh : Sulfahri (1507100022) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Komposisi (g/l) 1.5 0,

3 METODE PENELITIAN. Komposisi (g/l) 1.5 0, 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB dan Indonesian Center

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN A. Spesifikasi Susu Skim Bubuk Oldenburger Komponen Satuan Jumlah (per 100g bahan) Air g 3,6 Energi kj 1480 Protein g 34,5 Lemak g 0,8 Karbohidrat g 53,3 Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum melakukan pengamatan terhadap bakteri dan jamur di laboratorium, telebih dahulu kita harus menumbuhkan atau membiakan bakteri/jamur tersebut. Mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Total BAL kecap ikan lemuru selama fermentasi (cfu/ml) Lama Fermentasi. 1,27 x ,64 x ,2 x ,2 x 10 3

Lampiran 1. Total BAL kecap ikan lemuru selama fermentasi (cfu/ml) Lama Fermentasi. 1,27 x ,64 x ,2 x ,2 x 10 3 7 Lampiran. Total BAL kecap ikan lemuru selama fermentasi (cfu/ml) Lama Fermentasi Ulangan (Bulan) I II Rata-rata,7 x 5,64 x 6 6, x 4 6, x,88 x 5,68 x 6 9,8 x 4 7, x,58 x 5,66 x 6 8, x 4 6,6 x Lampiran.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu: 57 Lampiran 1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Kurva standar BSA digunakan untuk menentukan kadar protein (metode Lowry). Untuk mendapatkan gambar kurva standar BSA digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu pencernaan. Kandungan kalori yang rendah pada Nata de Coco

BAB I PENDAHULUAN. membantu pencernaan. Kandungan kalori yang rendah pada Nata de Coco BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nata de Coco adalah makanan yang banyak mengandung serat, mengandung selulosa kadar tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan. Kandungan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah hasil ekstraksi alginat yang digunakan pada penelitian ini dikeringkan sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Analisis yang dilakukan terhadap limbah ekstraksi

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER PRODUKSI EKSOPOLISAKARIDA SECARA BATCH/CURAH OLEH Epicocum,sp PADA MEDIA AIR KELAPA DENGAN PENAMBAHAN SUKROSA DAN SUMBER NITROGEN KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Depy Afiandiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Depy Afiandiningsih, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan produk makanan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi di bidang pangan. Para produsen makanan berlomba-lomba menciptakan sebuah

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam kultivasi mikroalga adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor utama dalam fotosintesis (Arad dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

SKRIPSI. AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI

SKRIPSI. AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI SKRIPSI AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI Disusun oleh: Andreas Saputra NPM : 070801023 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PEMBUATAN MEDIA SELEKTIF DAN REAGEN SALKOWSKI

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PEMBUATAN MEDIA SELEKTIF DAN REAGEN SALKOWSKI 78 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PEMBUATAN MEDIA SELEKTIF DAN REAGEN SALKOWSKI a) Media Luria Bertani Cair (Bric et al, 1991) Yeast extract 5 g, agar 20 g, Trypton 10 g, NaCl 0,5 g, 5 mm L-Tryptopan dilarutkan

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces. 43 Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian Limbah Udang Pengecilan Ukuran Sterilisasi suhu 121 c, tekanan 1 atm Dianalisis kadar air dan bahan keringnya Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri 1. Persyaratan Nutrisi Bakteri 2. Tipe-tipe Nutrisi Bakteri 3. Kondisi Fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Bakteri 4. Reproduksi Bakteri 5. Pertumbuhan

Lebih terperinci

TEKNIK FERMENTASI (FER)

TEKNIK FERMENTASI (FER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA TEKNIK FERMENTASI (FER) Disusun oleh: Jasmiandy Dr. M. T. A. P. Kresnowati Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati seperti tanaman, mikroba, serta hewan merupakan sumber dari senyawa bioaktif yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kefir merupakan salah satu jenis susu fermentasi yang berasal dari Kaukasian Utara, Rusia dan dibuat dengan menginokulasikan starter granula kefir (kefir grain) ke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM. Universitas Mercu Buana Yogyakarata

TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM. Universitas Mercu Buana Yogyakarata TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM Universitas Mercu Buana Yogyakarata BAB VIII KINETIKA FERMENTASI. Tipe - tipe fermentasi 1. Berdasarkan produk yang dihasilkan : a. Biomassa b. Enzim c. Metabolit ( primer

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

molase sebagai medium pertumbuhan Penicillium chrysogenum. Menurut

molase sebagai medium pertumbuhan Penicillium chrysogenum. Menurut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad 20-an, telah muncul gagasan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat patogen, dengan dihasilkannya metabolit sekunder yang mampu menghambat

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci