4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah hasil ekstraksi alginat yang digunakan pada penelitian ini dikeringkan sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Analisis yang dilakukan terhadap limbah ekstraksi alginat meliputi kadar air dan kadar selulosa. 4.1 Kadar air Limbah ekstraksi alginat sebagai bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air 10,42 ± 0,92%. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa air dibutuhkan sebagai reaktan dalam berbagai reaksi biokimia. Penelitian Cuevas et al. (2010) melaporkan bahwa S. cereviceae dapat tumbuh dengan kadar air berkisar antara 8-10% dari bahan baku olive-pruning debris, sedangkan pada hasil penelitian Ahmed (2010) dilaporkan bahwa T. viride dapat tumbuh pada kadar air 5% pada bahan baku jerami gandum. Kadar air pada penelitian ini masih berada pada kisaran dimana mikroorganisme T. viride dan S. cereviceae tersebut dapat tumbuh. Kadar air limbah ekstraksi alginat berkisar antara 5-10%. Hasil analisis limbah ekstraksi alginat memiliki kadar air yang tergolong aman untuk pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini. Loebis (2008) menyatakan bahwa kandungan air juga berpengaruh pada substrat pertumbuhan kapang, aktivitas enzim, laju transfer massa oksigen dan karbondioksida. Kapang membutuhkan aktifitas air untuk germinasi spora dan pertumbuhannya relatif lebih rendah dibandingkan bakteri. Winarno (2010) menyatakan bahwa kadar air dari bahan juga sangat mempengaruhi laju reaksi enzimatik. Kadar air bebas yang rendah akan menyebabkan terjadinya halangan dan rintangan sehingga difusi enzim atau substrat terhambat. Akibatnya hidrolisis hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung berhubungan dengan enzim. Kadar air dapat digunakan untuk mengetahui daya simpan dari bahan dan sangat berpengaruh terhadap mutu. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka daya simpannya semakin rendah dan mutu dari bahan tersebut menjadi rendah. Penampakan fisik dari rumput laut coklat (Sargassum sp) yang belum diekstraksi dan limbah hasil ekstraksi alginat yang telah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 5.

2 20 a Gambar 5 a) Rumput laut coklat yang belum diekstrkasi dan b) limbah rumput laut hasil ekstraksi yang telah dikeringkan. b 4.2 Kadar Selulosa Selulosa adalah karbohidrat paling melimpah di alam, namun pemanfaatannya belum optimum. Selulosa terdiri atas monomer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-glikosida, sehingga dapat menghidrolisis ikatan glikosida menjadi glukosa, yang kemudian dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti produksi bioetanol (Kamara et al. 2006). Limbah hasil ekstraksi alginat pada penelitian ini yang digunakan sebagai media hidrolisis enzim mengandung crude selulosa sebesar 30,26 ± 0,02% dari limbah ekstraksi alginat. Kadar crude selulosa yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010), yaitu pada rumput laut coklat jenis Sargassum sp yang telah dibuat menjadi tepung memiliki kadar selulosa sebesar 15,80 ± 0,79%. Subaryono (2009) menyatakan bahwa dinding sel rumput laut coklat tidak hanya terdiri dari selulosa namun juga terdapat komponen-komponen seperti alginat dengan jumlah yang cukup besar yaitu 33,93% dari Sargassum sp kering, sedangkan Roswiem (1991) menyatakan bahwa komposisi kimia Sargassum sp memiliki kadar air sebesar 11,71%, kadar abu sebesar 34,57%, kadar protein sebesar 5,53%, kadar lemak sebesar 0,74% dan kadar karbohidrat sebesar 19,06%.

3 Kultur Trichoderma viride Inkubasi T. viride dilakukan selama 7 hari. Pertumbuhan T. viride ditentukan dengan pengamatan secara penampakan fisik setiap 24 jam. Kultivasi T. viride dilakukan selama 7 hari, karena mengacu pada hasil penelitian Arnata (2009) yang menyatakan bahwa waktu tercapainya aktifitas maksimum T. viride untuk menghasilkan enzim selulase adalah 7 hari setelah diinkubasi dan memiliki aktivitas enzim selulase (CMCase) sebesar 5,05 ± 0,42 IU/mL. Enari (1983) menyatakan bahwa pengukuran aktivitas enzim selulase dimaksudkan untuk mengetahui kerja endo-glukanase dan glukanohidrolase. Kedua enzim ini merupakan bagian dari enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa yang telah direnggangkan dengan asam posfat dan selulase yang telah disubsitusi seperti CMC (Carboksil Metil Celulase). Irawadi (1991) menyatakan bahwa CMC adalah turunan selulosa dapat larut yang digunakan sebagai substrat bagi enzim endoglukanase. Enzim yang dapat menghidrolisis CMC ini sering disebut CMCase. Trichoderma viride merupakan salah satu mikroorganisme yang digunakan untuk mendapatkan enzim selulase (Winarno 2010). Enzim selulase digunakan dalam proses hidrolisis dimana proses hidrolisis ini memiliki kelebihan pada tingkat efektivitas dan efisiensi proses, yaitu tanpa proses netralisasi dibandingkan dengan hidrolisis asam, sehingga pada tahap hidrolisis ini akan memanfaatkan aktivitas enzim selulase yang dihasilkan oleh kapang T. viride yang memiliki aktivitas tinggi sehingga dapat diperoleh randemen gula yang cukup baik (Kamara 2006). Adapun karakter fisik dari T. viride dapat dilihat pada Gambar 6. Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Gambar 6 Karakter fisik Trichoderma viride selama 7 hari.

4 22 Kondisi pertumbuhan T. viride dapat dilihat pada Gambar 6. Pada hari pertama spora mengalami germinasi membentuk miselium berwarna putih. Pembentukan miselium semakin cepat sampai hari ketiga dan mulai terjadi perubahan warna menjadi agak kehijauan. Hari keenam sampai hari ketujuh terjadi perubahan dari warna putih menjadi warna hijau yang semakin jelas. T.viride adalah kapang yang berwarna hijau terang karena terbentuknya bola-bola konidia yang melekat satu sama lain. Hal ini sesuai dengan Fardiaz (1989) yang menyatakan bahwa ciri-ciri spesifik kapang T. viride adalah mempunyai miselium septat, memiliki koniofora bercabang banyak, septat, dan ujung percabangannya merupakan sterigma, membentuk konidia bulat atau oval, berwarna hijau terang, dan berbentuk bola-bola berlendir. 4.4 Kultur Saccharomyces cereviceae Kultur Saccharomyces cereviceae dilakukan selama 3 hari. Mikroorganisme S. cereviceae yang akan memfermentasi dan mengubah sebagian besar energi dari gula ke dalam bentuk etanol. Efisiensi pengubahan energi tersebut dapat mencapai 97% (Campbel 1983). Penampakan secara fisik S. cereviceae ada yang membentuk film atau lapisan pada permukaan medium, umumnya kering dan berlendir, berwarna putih atau krem serta tidak berbau. Penampakan fisik S.cereviceae setelah dikultivasi selama 3 hari dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Karakter fisik Saccharomyces cereviceae pada hari ke 3.

5 Kinerja proses sakarifikasi dan fermentasi simultan Pembuatan bioetanol dari limbah hasil ekstraksi alginat dilakukan dengan menggunakan metode sakarifikasi dan fermentasi simultan, yang menggunakan dua biakan mikroorganisme dengan suhu dan ph yang berbeda. Biakan yang digunakan adalah T. viride dan S. cereviceae. Kinerja proses dari sakarifikasi dan fermentasi simultan ini dapat dilihat dari beberapa parameter, yaitu ph, pengukuran OD mikroorganisme dengan panjang gelombang (λ) 600 nm, total gula pereduksi dan kadar etanol. Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan, hidrolisis selulosa dan fermentasi gula tidak dilakukan secara terpisah atau bertahap, tetapi secara simultan. Mikroorganisme yang digunakan pada proses sakarifikasi dan fermentasi simultan biasanya jamur penghasil enzim selulase, seperti T. reesei, T. viride, dan khamir S. cerevisiae. Suhu optimal proses sakarifikasi dan fermentasi simultan adalah 38 C, yang merupakan perpaduan suhu optimal hidrolisis (45 50 C) dan suhu optimal fermentasi (30 C) (Sun dan Cheng 2002). Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan juga tidak menggunakan peralatan yang mahal dan mengurangi kemungkinan kontaminasi oleh organisme yang tidak diinginkan (Wyman et al. 1992). Karakter proses sakarifikasi dan fermentasi simultan menurut Samsuri et al. (2007) adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi polisakarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Shen et al. (2007) dan Hari Khrisna et al. (2001) menyatakan bahwa sakarifikasi dan fermentasi simultan adalah sebuah metode yang dapat meningkatkan kinerja enzim karena pengurangan dari penghambat produk. Hal itu memerlukan lebih sedikit enzim yang dapat meningkatkan hasil dan produksinya Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 30 0 C Perlakuan pertama pada penelitian ini menggunakan suhu 30 0 C dengan ph 4; 4,5; dan 4,8. Kondisi ini memungkinkan kapang Trichoderma viride dan Saccaromyces cereviceae untuk tumbuh dengan baik. Grafik nilai ph, OD, dan TGP pada perlakuan suhu 30 0 C dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10.

6 24 Gambar 8 Absorbansi mikroorganisme selama proses SFS pada suhu 30 0 C. Gambar 9 Grafik nilai ph selama proses SFS pada suhu 30 0 C. Gambar 10 Grafik total gula pereduksi selama SFS pada suhu 30 0 C.

7 25 Pertumbuhan dapat didefenisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup (Fardiaz 1989). Mikroorganisme akan tumbuh dan mempunyai aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya. Pola pertumbuhan dan penghasilan suatu produk menggambarkan kemampuan sel dalam merespon lingkungan (Wang et al. 2006). Pertumbuhan T.viride dan S. cereviceae pada medium dengan ph 4; 4,5; dan ph 4,8 yang dapat dilihat pada Gambar 8 mempunyai kecenderungan pola pertumbuhan yang sama pada setiap ph yaitu hari ke-0 sampai dengan hari pertama mengalami fase logaritmik yang ditandai dengan meningkatnya jumlah mikroorganisme pada hari pertama. Kenaikan jumlah mikroorganisme tersebut dipengaruhi juga oleh suhu pertumbuhan mikroorganisme, dimana suhu optimum Trichoderma viride untuk tumbuh C (Waluyo 2004) dan suhu optimum Saccharomyces cereviceae C (Kunkee dan Mardon 1970). Lamanya fase logaritmik bervariasi tergantung dari jumlah dan pengaruh medium yang digunakan, lingkungan pertumbuhan dan jumlah inokulum dimana jumlah awal sel yang tinggi akan mempercepat fase logaritmik. Hari pertama sampai hari keempat pertumbuhan kedua mikroorganisme tersebut mengalami penurunan. Hal ini diduga terjadi karena zat nutrisi di dalam medium sudah sangat berkurang karena dipakai oleh kedua mikroorganisme tersebut untuk pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1989) bahwa penurunan jumlah mikroorganisme disebabkan oleh zat nutrisi di dalam medium sudah sangat berkurang dan juga disebabkan oleh adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Peningkatan dan penurunan jumlah mikroorganisme akan mempengaruhi ph media. Nilai ph media selama proses sakarifikasi dan fermentasi simultan selama 4 hari pada suhu 30 0 C dengan ph media awal 4; 4,5; dan 4,8 yang dapat dilihat pada Gambar 9 berturut-turut berkisar antara 4,00-6,90, 4,5-7,06 dan 4,8-7,17. Kenaikan ph pada perlakuan ini diduga disebabkan oleh munculnya senyawasenyawa amoniakal akibat metabolit sekunder dari mikroorganisme tersebut dan juga diakibatkan oleh penggunaan karbon oleh mikroorganisme sehingga menaikkan ph media.

8 26 Gula pereduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Gula pereduksi dihitung dengan menggunakan metode DNS. Gula pereduksi akan menghasilkan warna kuning sampai kemerah-merahan sesuai dengan kandungan gula sederhana yang terdapat di dalam cairan media SFS. Hal ini dikarenakan adanya gugus keton dan aldehid (-CHO). Contoh gula pereduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltose dan lain-lain (Subekti 2006). Pengukuran total gula pereduksi pada penelitian ini dimulai dari hari pertama karena pada hari ke 0 diasumsikan belum terjadi hidrolisis enzim untuk menghasilkan gula pereduksi. Total gula pereduksi yang dihasilkan dari proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 30 0 C dapat dilihat pada Gambar 10 yang berada pada kisaran 5, % (b/b), dimana dari hari pertama sampai hari keempat cenderung meningkat. Peningkatan total gula pereduksi menurut Sari (2010) disebabkan adanya enzim selulase yang menghidrolisis selulosa menjadi gula pereduksi. Peningkatan total gula pereduksi juga diduga disebabkan oleh ketidakmampuan S. cereviceae untuk menggunakan total gula pereduksi untuk menghasilkan bioetanol, sehingga total gula pereduksi tetap tinggi. Tamada et al. (1987) menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas selulase dan produksi glukosa karena selulase digunakan untuk pemecahan selulosa menjadi glukosa. Etanol yang terbentuk selama proses sakarifikasi dan fermentasi simultan merupakan produk hasil metabolit sekunder dari pertumbuhan mikroorganisme. Pada proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 30 0 C tidak menghasilkan kadar etanol (0% etanol) yaitu pada ph awal 4; 4,5 dan 4,8. Etanol tidak terbentuk diduga karena kondisi sampel yang memiliki ph mencapai 7 yang dapat mengakibatkan mikroorganisme tersebut tidak menghasilkan aktivitas enzim yang maksimal. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa bahwa kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu ph 4-4,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Etanol belum dihasilkan pada perlakuan suhu 30 0 C diduga disebabkan oleh kurangnya waktu proses SFS. Kondisi ini didukung oleh hasil pengukuran total gula pereduksi (TGP) yang mana TGP terbentuk setiap harinya meningkat atau dapat dikatakan hanya terjadi proses hidrolisis enzim dan tidak terjadi proses

9 27 fermentasi. Hasil pengukuran OD mikroorganisme menunjukkan bahwa mikroorganisme tersebut belum memasuki fase stasioner dan masih mengalami fluktuasi sehingga etanol belum terbentuk Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 34 0 C Perlakuan kedua menggunakan suhu 34 0 C dengan ph 4; 4,5; dan 4,8. Grafik nilai ph, OD, TGP dan kadar etanol yang terbentuk pada suhu 34 0 C yang dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13. Gambar 11 Absorbansi mikroorganisme selama proses SFS pada suhu 34 0 C. Gambar 12 Grafik nilai ph selama proses SFS pada suhu 34 0 C.

10 28 Gambar 13 Grafik total gula pereduksi selama SFS pada suhu 34 0 C. Pertumbuhan mikroorganisme pada media dengan ph 4, 4,5, dan 4,8 pada Gambar 11 memiliki kecenderungan yang sama yaitu mengalami peningkatan pada hari pertama kemudian mengalami penurunan pada hari kedua sampai hari keempat. Peningkatan jumlah mikroorganisme pada hari ke 0 sampai hari pertama dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor biologis, misalnya: bentuk dan sifat mikroorganisme terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan organisme yang bersangkutan dan kandungan non biologis, misalnya kandungan hara didalam media kultur, suhu, kadar oksingen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktor-faktor diatas optimal, maka peningkatan kurva akan tampak meningkat (Pelczar dan Chan 1986). Hal ini didukung oleh Fardiaz (1989) yang menyatakan bahwa nutrien di dalam medium sudah habis, energi cadangan di dalam sel habis dan habisnya nutrien didalam medium diakibatkan oleh pemakaian ke dua jenis mikroorganisme untuk pertumbuhannya dan mempengaruhi ph media. Nilai ph media pada suhu 34 0 C yang dapat dilihat pada Gambar 12 dengan ph media awal 4; 4,5; dan 4,8 berturut-turut diperoleh nilai perubahan ph berkisar 4,0-6,42; 4,5 6,51 dan 4,8 5,59. Kenaikan ph pada suhu 34 0 C menurut Yulianto (2001) juga disebabkan oleh yeast extract yang digunakan dapat mengalami deaminasi hingga mengakibatkan ph media meningkat dan perubahan naik turunnya ph kultur dipengaruhi oleh besar kecilnya perbandingan antara senyawa organik yang bersifat asam dengan ammonia yang bersifat basa dan juga

11 29 diduga disebabkan oleh penggunaan karbon yang digunakan untuk pertumbuhan sehingga menghasilkan senyawa amoniakal melalui proses metabolit sekunder. Jumlah mikroorganisme mengalami penurunan dari hari pertama sampai dengan hari selanjutnya. Hal ini diduga glukosa mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Petrik et al. (1982) konsentrasi glukosa yang terlalu tinggi dapat menyebabkan depresi pada sistem metabolisme mitokondria dan sintesis sel atau sering disebut dengan glucose effect. Total gula pereduksi yang dihasilkan dari proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 34 0 C dapat dilihat pada Gambar 13 berkisar antara 3,49-12,95% (b/b). Total gula pereduksi pada awal proses mengalami kenaikan. Hasil penelitian Resita (2006) menunjukkan bahwa peningkatan total gula pereduksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme T. viride yang menghidrolisis selulosa menjadi gula pereduksi menggunakan enzim selulase yang dihasilkannya sehingga pada hari pertama sampai hari kedua total gula pereduksi naik. Peningkatan gula pereduksi yang dihasilkan menunjukkan bahwa cukup nutrisi bagi T. viride untuk menghasilkan enzim selulase dan juga dapat dilihat OD mikroorganisme meningkat yang berarti mikroorganisme tersebut dapat tumbuh dengan baik. Hari ketiga total gula pereduksi mengalami penurunan, hal ini disebabkan gula pereduksi digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Hal ini menurut Putri dan Sukandar (2008) disebabkan oleh gula pereduksi yang terdapat dalam media digunakan sebagai sumber karbon bagi sel khamir untuk mensintesis energi melalui fermentasi etanol. Adanya enzim selulase yang dihasilkan mampu melonggarkan dan menghidrolisis ikatan-ikatan selulosa, sehingga Saccharomyces cereviceae lebih mudah memanfaatkan glukosa hasil hidrolisis untuk menghasilkan etanol. Pada proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 34 0 C tidak menghasilkan etanol yaitu dengan ph awal 4; 4,5; dan 4,8. Horn (2000) menyatakan bahwa hal tersebut diduga oleh masih adanya komponen-komponen lain yang dapat menghambat pembentukan etanol seperti alginat, fukoidan, protein dan polyphenol. Adanya polyphenols yang mudah larut sehingga mengganggu

12 30 proses degradasi protein serta bentuk phenol yang kompleks dengan protein tidak dapat diakses untuk didegradasi oleh mikroorganisme. Etanol tidak terbentuk pada penelitian ini juga diduga karena kondisi sampel yang memiliki ph mencapai 7 yang dapat mengakibatkan mikroorganisme tersebut tidak menghasilkan aktivitas enzim yang maksimal karena menurut Harrison dan Graham 1970 menyatakan bahwa biakan S. cereviceae mempunyai kecepatan fermentasi optimum pada ph 4,48. Fardiaz (1989) juga menyatakan bahwa kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu ph 4 4,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Faktor lain yang menyebabkan tidak terbentuknya etanol antara lain karena penggunaan nutrien oleh Trichoderma viride untuk mengubah selulosa menjadi glukosa yang mengakibatkan kepada pertumbuhan Saccharomyces cereviceae menjadi terganggu dan tidak dapat memprodukasi etanol. Etanol tidak terbentuk pada perlakuan ini juga diduga diakibatkan kurangnya waktu proses SFS untuk mengubah glukosa menjadi etanol. Hal tersebut dapat dilihat bahwa total gula pereduksi masih meningkat walaupun pada hari ketiga mengalami penurunan dan juga OD mikroorganisme belum memasuki fase stasioner dan masih mengalami fluktuasi sehingga etanol belum terbentuk. Shofiyanto (2008) menyatakan bahwa disamping kondisi lingkungan seperti suhu dan ph, kebutuhan nutrient dan kofaktor juga memegang peranan penting bagi kehidupan khamir. Kebutuhan relatif nutrien sebanding dengan komponen utama sel khamir, yaitu mencakup karbon, oksigen, nitrogen dan hidrogen. Pada jumlah lebih rendah, fosfor, sulfur, potasium, dan magnesium juga harus tersedia untuk sintesis komponen-komponen minor. Beberapa mineral (Mn, Co, Cu dan Zn) dan faktor pertumbuhan organik (asam amino, asam nukleat, dan vitamin) diperlukan dalam jumlah kecil. Substrat yang digunakan untuk memproduksi etanol dalam jumlah besar biasanya mengandung nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan khamir Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 38 0 C Perlakuan ketiga menggunakan suhu 38 0 C dengan ph 4; 4,5; dan 4,8. Grafik nilai ph, OD, TGP dan kadar etanol yang terbentuk pada suhu 38 0 C yang

13 31 dapat dilihat pada Gambar 14, 15, dan 16. Hasil pengamatan pertumbuhan Trichoderma viride dan Saccharomyces cerevieae pada suhu 38 0 C dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Absorbansi mikroorganisme selama proses SFS pada suhu 38 0 C. Gambar 15 Grafik nilai ph selama proses SFS pada suhu 38 0 C.

14 32 Gambar 16 Grafik total gula pereduksi selama SFS pada suhu 38 0 C. Pertumbuhan kedua mikroorganime pada suhu 38 0 C memiliki kecenderungan meningkat pada hari pertama sampai hari ke empat untuk ph 4, 4,5 dan 4,8. Mikroorganisme T. viride dan S. sereviceae pada suhu 38 0 C mengalami fase lag, yaitu masa penyesuaian mikroorganisme sejak inokulum diinokulasi kedalam media fermentasi, kemudian mengalami peningkatan jumlah sel setiap hari. Jumlah sel mikroorganisme pada setiap perlakuan ph mengalami peningkat pada hari ke 0 sampai hari keempat. Lambatnya pertumbuhan jumlah sel dari ke dua jenis mikroorganisme pada suhu 38 0 C tersebut Taherzadeh et al. (1999) menurut disebabkan oleh adanya senyawa furfural dapat menyebabkan lambatnya laju pertumbuhan spesifik dari mikroorganisme dan laju produksi etanol baik pada kondisi anaerob maupun aerob pada sistem kultivasi dan fermentasi. Pola pertumbuhan mikroorganisme pada suhu 38 0 C tidak sama dengan pola pertumbuhan mikroorganisme pada suhu 30 dan 34 0 C. Perbedaan pola pertumbuhan tersebut disebabkan oleh suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan, dimana Trichoderma viride memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan hidupnya pada suhu C (Waluyo 2004), sedangkan suhu optimum pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah pada suhu C (Kunkee dan Mardon 1970) sehingga pada suhu 30 dan 34 0 C pola pertumbuhannya meningkat di hari pertama dan menurun pada hari selanjutnya. Pertumbuhan pada suhu 38 0 C sangat lambat, hal ini disebabkan karena kedua

15 33 mikroorganisme tersebut pada suhu 38 0 C tidak dapat tumbuh secara optimum karena lingkungan hidupnya yang tidak sesuai. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa mikroorganisme akan melakukan adaptasi terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan dimana mikroorganisme tersebut hidup, hal inilah yang menyebabkan pola pertumbuhan mikroorganisme pada suhu 38 0 C lebih lambat dibandingkan dengan pola pertumbuhan pada suhu 30 dan 34 0 C. Nilai ph media pada proses SFS dengan suhu 38 0 C dapat dilihat pada Gambar 15 dengan ph media awal 4; 4,5; dan 4,8 berturut-turut diperoleh nilai perubahan ph berkisar antara 4,0-5,0; 4,5 6,54; dan 4,8 6,42. Kenaikan ph pada suhu 30 0 C menurut Yulianto (2001) juga disebabkan oleh yeast extract yang digunakan dapat mengalami deaminasi hingga mengakibatkan ph media meningkat dan perubahan naik turunnya ph kultur dipengaruhi oleh besar kecilnya perbandingan antara senyawa organik yang bersifat asam dengan ammonia yang bersifat basa. Hasil pengukuran total gula pereduksi pada mikroorganisme yang digunakan selama proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 38 0 C dapat dilihat pada Gambar 16. Total gula pereduksi yang dihasilkan pada suhu 38 0 C berada pada kisaran 2, % (b/b). Awal proses pada hari pertama sampai hari kedua total gula pereduksi mengalami kenaikan. Hal tersebut diduga karena mikroorganisme Trichoderma viride sudah mampu menghidrolisis selulosa untuk menjadi glukosa sehingga pada hari pertama total gula pereduksi naik. Penurunan total gula pereduksi pada suhu 38 0 C karena pada hari kedua sampai hari keempat diakibatnya oleh mikroorganisme yang menggunakan gula pereduksi untuk pertumbuhan sel dan juga pembentukan produk seperti etanol karena menurut Putri dan Sukandar (2008) bahwa gula pereduksi yang terdapat di dalam media digunakan sebagai sumber karbon bagi sel khamir untuk mensintesis energi melalui fermentasi etanol. Glukosa digunakan sebagai makanan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan etanol sebagai produk fermentasi. Adanya enzim selulase yang dihasilkan mampu melonggarkan dan menghidrolisis ikatan-ikatan selulosa menjadi glukosa, sehingga Saccharomyces cereviceae lebih mudah memanfaatkan glukosa hasil hidrolisis untuk menghasilkan etanol. Reezey (2004) menyatakan bahwa selulase dapat

16 34 menghidrolisis selulosa dengan adanya sinergisme 3 komponen enzim selulase yang terdiri dari endoglukanase, selobiohidrolase dan β-glukanase. Semakin besar jumlah pengurangan glukosa maka etanol yang terbentuk pun semakin banyak, sehingga kadar (% v/v) dari etanol pun semakin besar (Hikmiyati dan Yanie 2011). Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan pada suhu 38 0 C memperoleh hasil etanol. Konsentrasi etanol yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsentrasi Etanol (%b/b) pada suhu 38 0 C ph Hari , ,22 0,22 Etanol tidak terbentuk pada ph 4 pada hari ke dua, ke tiga dan ke empat. Hal ini juga diduga diakibatkan oleh penggunaan nutrient oleh Trichoderma viride untuk mengubah selulosa menjadi glukosa yang mengakibatkan pertumbuhan Saccharomyces cereviceae menjadi terganggu dan tidak dapat memproduksi etanol. Shofiyanto (2008) menyatakan bahwa disamping kondisi lingkungan seperti suhu dan ph, kebutuhan nutrient dan kofaktor juga memegang peranan penting bagi kehidupan khamir. Etanol belum terbentuk pada hari kedua pada ph 4,5, pada hari ketiga dihasilkan etanol sebesar 0,07% (b/b). Hari keempat mengalami kenaikan dengan menghasilkan etanol sebesar 0,22 % (b/b). Hal ini sesuai dengan penelitian Sari (2010) yang menunjukkan bahwa sumber karbon lain yaitu glukosa (hasil proses hidrolisis enzim) dapat dimanfaatkan oleh S.cereviceae sebagai media tumbuh untuk memperbanyak biomassa sehingga konsentrasi etanol yang difermentasi juga meningkat. Hari ke dua dan ke tiga pada ph 4,8 tidak terbentuk etanol, sedangkan pada hari ke empat menghasilkan etanol pada sebesar 0,22% (b/b). Hal ini sesuai dengan TGP yang menurun setiap harinya. Proses sakarifikasi dan fermentasi simultan, hidrolisis selulosa dan fermentasi gula dilakukan secara simultan.

17 35 Mikroorganisme yang digunakan pada proses sakarifikasi dan fermentasi simultan biasanya adalah jamur penghasil enzim selulase, seperti T. reesei, T.viride, dan khamir S. cerevisiae. Sun dan Cheng (2002) menyatakan bahwa suhu optimal proses sakarifikasi dan fermentasi simultan adalah 38 C, yang merupakan perpaduan antara suhu optimal hidrolisis (45 50 C) dan suhu optimal fermentasi (30 C). Penelitian ini memiliki konsetrasi etanol yang tinggi yang terdapat pada suhu 38 0 C dengan ph 4,5 dan 4,8 hari ke empat sebesar 0,22% (b/b) dari limbah yang digunakan, dimana 0,22 gram etanol dalam 100 gram limbah ekstraksi alginat. Etanol yang terbentuk pada suhu 38 0 C belum maksimal, hal tersebut dapat dilihat dari dari OD mikroorganisme belum mengalami fase stasioner melainkan masih mengalami fase logaritmik sehingga aktivitas enzim yang terbentuk belum maksimal sehingga perlu menambahkan waktu proses sehingga proses pembentukan etanol menjadi lebih baik dan maksimal.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2011. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Proses, Laboratorium Bioteknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Nira Aren Secara Langsung Hasil pengamatan langsung dari nira Aren disajikan pada Gambar 4.1 (pada bagian yang dilingkari dengan warna merah). Bentuk sel dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tanaman yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Jauhari & Tirtoboma (2001) memaparkan bahwa mengkudu

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES C S CEREVISIAE Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4 C. Sementara bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 21,22 juta kiloliter pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fermentasi Alkohol Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT 1 Karbohidrat Karbohidrat adalah biomolekul yang paling banyak terdapat di alam. Setiap tahunnya diperkirakan kira-kira 100 milyar ton CO2 dan H2O diubah kedalam molekul selulosa

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah

Lebih terperinci

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berlaku global termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Kulit Nanas. tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Kulit Nanas. tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Kulit Nanas Karakterisasi kulit nanas memiliki tekstur lunak dan berair. Kulit nanas mengandung 81,72 % air, 20,87 % serat kasar, 17,53 % karbohidrat, 4,41 % protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam budidaya ternak unggas secara intensif biaya pakan menduduki urutan pertama yaitu mencapai

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BAHAN BAKU DAN PRODUK BIOINDUSTRI Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Email :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA. Karakteristik pertumbuhan mikroba Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah sel mikroba Pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia Pertumbuhan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Fermentasi Kombucha. Kombucha merupakan sebagai minuman hasil fermentasi seduhan teh bergula yang mempunyai

Lebih terperinci

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70 Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 65-70 ANALISIS VARIASI NUTRISI AMMONIUM SULFAT DAN UREA DALAM PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca. L) DENGAN HIDROLISIS ENZIMATIK DAN FERMENTASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu PERANAN TETES TEBU DALAM PRODUKSI BIOGAS Pembimbing : Dr. rer.nat.triwikantoro, M.Sc Dr. Melania Suweni M, M.T Oleh : Amaliyah Rohsari Indah Utami (1108201007) Latar Belakang Krisis Bahan bakar Protokol

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai kandungan protein dan kecernaan yang rendah. Limbah pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai kandungan protein dan kecernaan yang rendah. Limbah pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Lignoselulosa Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti jerami, tongkol jagung, batang kedelai, dan kulit pisang. Limbah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang kepok adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA 1. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Proses metabolisme: a. Katabolisme: reaksi eksergonik (Penguraian Senyawa Karbohidrat energi). Contoh: respirasi asam piruvat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil pertanian dan perkebunan yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu sumber penghasil selulosa utama

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE Penyusun: Charlin Inova Sitasari (2310 100 076) Yunus Imam Prasetyo (2310 100 092) Dosen

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci