PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd."

Transkripsi

1 PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) CITRA PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ABSTRACT CITRA PRATIWI, Effects of Paranet Shading on Micro Climate and Shoot s Productivity of Water-Leaf (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Supervised by IMPRON and SANDRA ARIFIN AZIZ. Water-leaf (Talinum triangulare (Jacq).Willd.) is one of medicinal plant which has many benefits. Part of the plant organ which often utilized is the shoot. This research, which was conducted using factor analysis of fixed model, aimed analyze the effect of paranet shading on micro climet and productivity of water-leaf s shoot. The results showed that paranet shading had profound effects on radiation and temperature, and on growth and productivity of water-leaf. Shading using paranet 50% could reduced radiation transmission by 27%, reduced temperature by 0.3ᵒC, and reduced shoot productivity by 17%; while using paranet 75% could reduced radiation transmission by 36% and reduced temperature by 0.6ᵒC, and reduced shoot productivity by 59%, respectively. Keywords: micro climate, paranet, shading, shoot, Water-leaf (Talinum triangulare (Jacq).Willd.)

3 ABSTRAK CITRA PRATIWI, Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Dibimbing oleh IMPRON dan SANDRA ARIFIN AZIZ. Tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak manfaat. Salah satu bagian tanaman kolesom yang sering dimanfaatkan adalah bagian pucuknya. Penelitian ini menggunakan analisis model tetap satu factor yang bertujuan menganalisis pengaruh naungan paranet terhadap iklim mikro dan produktivitas pucuk tanaman kolesom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian naungan paranet mempengaruhi radiasi dan suhu, serta pertumbuhan dan produktivitas tanaman kolesom. Pemakaian naungan paranet 50% dapat mentransmisikan radiasi datang sebesar 27% dan mengurangi suhu sebesar 0.3ᵒC, serta menurunkan produktivitas pucuk sebesar 17%; sedangkan pemakaian naungan paranet 75% mentransmisikan radiasi datang sebesar 36% dan mengurangi suhu sebesar 0.6ᵒC, serta menurunkan produktivitas pucuk sebesar 59%. Kata kunci: iklim mikro, naungan, paranet, pucuk, tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.).

4 PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd). CITRA PRATIWI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

5 Judul Nama NIM : Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) : Citra Pratiwi : G Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Dr.Ir.Impron,M.Agr.Sc. Dr.Ir.Sandra Arifin Aziz,MS NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, serta sholawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) Penulis telah melibatkan banyak pihak dalam penyelesaian penelitian ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah, ibu, adik-adik (Ruly Kurniawan dan Iwa Kartiwa), dan seluruh keluarga besar Alm.Maulana Marfu yang telah memberikan cinta, kasih sayang, doa, dan segalanya. 2. Dr.Ir. Impron,M.Agr.Sc. dan Dr.Ir.Sandra Arifin Aziz,MS. atas bantuan, saran, nasihat dan bimbingan yang telah diberikan. 3. Ir. Bregas Budianto,Ass.Dpl. sebagai dosen penguji dalam tugas akhir atas saran dan nasihat yang telah diberikan. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang telah membantu dari awal sampai akhir studi. 5. Pak Nana dan seluruh petani di lahan pertanian Leuwikopo yang telah membantu selama pengamatan di lapangan. 6. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor atas pemberian data pendukung dalam penelitian ini. 7. Diyah, Iput, dan Geno sebagai teman satu bimbingan yang telah memberikan kritik, saran, dan bantuan dalam pengolahan data penelitian. 8. Teman-teman setia Ratna Dila, Sarah, Dewi, Fella, Ferdy, Ruri, Fida, Sintong, serta seluruh GFM 45 yang telah memberikan inspirasi, kebersamaan, serta dukungan. 9. Hanifah, Aulia, Fennyka, dan Erna yang selalu memberikan tumpangan kosan, serta Ketty dan Dody yang telah membantu mengoreksi skripsi ini. 10. Reginers yang selalu memberikan kebersamaan, bantuan, semangat, dan doanya. 11. Rere, Ifah, Ruth, Ria, dan Gebi yang telah memberikan tawa, canda, dan semangat. 12. Diza, Andin, dan Anggun yang setia memberikan semangat dan dukungan tiada henti. 13. Lenny, Ayu, Indry, Dewi, Mita, Beki, dan Jenny yang telah menjadi sahabat sesungguhnya dan memberikan arti setia kawan yang sebenarnya, serta teman-teman XII IPA 3 SMAN 4 Bekasi dan group Keep Walkin. 14. Kak Yudi, Kak Riri, serta seluruh senior GFM yang telah memberikan masukan dan wejangan. 15. Enda, Nowa, May, Rikson, Wengki, Dieni, Edo, Ghalib, Mani, Roni, dan seluruh adikadik GFM 46 serta 47 yang telah membantu penelitian, serta menceriakan hari-hari penulis sehingga penulis selalu enjoy dalam menyelesaikan penelitian. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Februari 2013 Citra Pratiwi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Citra Pratiwi, lahir di Bandar Lampung, 22 Desember 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Hasbi,S.Ip.M.M dan Ibu Hj.Siti Zuraida,S.Pd.I. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bekasi dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Koperasi Mahasiswa tahun , dan pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada Departemen Internal tahun Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2012, penulis sempat melakukan kegiatan magang di PT.East West Seed Purwakarta. Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Naungan Paranet terhadap Iklim Mikro dan Produktivitas Pucuk Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd), dibimbing oleh Dr.Ir.Impron,M.Agr.Sc. dan Dr.Ir.Sandra Arifin Aziz,MS.

8 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) Iklim Mikro Radiasi Matahari Suhu Udara Kelembaban Relatif (RH) Naungan... 3 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metodologi Penelitian Rancangan Penelitian Persiapan Penanaman Penanaman Pengukuran IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kelembaban Relatif (RH) Suhu Udara Radiasi Tinggi, Jumlah, dan Bobot Pucuk Luas Daun Spesifik (LDS) Indeks Luas Daun (ILD) Koefisien Pemadaman (k) Radiasi Intersepsi Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya Bobot Kering Relative Growth Rate (RGR) Nett Assimilation Rate (NAR) V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 16

9 ix DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengaruh naungan paranet terhadap kelembaban relatif rata-rata harian Pengaruh naungan paranet terhadap suhu rata-rata harian Akumulasi panas tanaman kolesom Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi harian Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi transmisi harian Pengaruh naungan paranet terhadap tinggi tanaman Pengaruh naungan paranet terhadap jumlah pucuk Pengaruh naungan paranet terhadap bobot pucuk Pengaruh naungan paranet terhadap LDS Pengaruh naungan paranet terhadap ILD Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi intersepsi harian Pengaruh naungan paranet terhadap RUE Pengaruh naungan paranet terhadap RGR Pengaruh naungan paranet terhadap NAR... 13

10 x DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tanaman kolesom Bibit kolesom Pembibitan Grafik hubungan waktu dengan tinggi tanaman kolesom Grafik hubungan waktu dengan bobot pucuk tanaman kolesom Grafik hubungan waktu dengan luas daun spesifik (LDS) tanama kolesom Grafik hubungan waktu dengan indeks luas daun (ILD) tanaman kolesom Grafik hubungan waktu dengan radiasi intersepsi Grafik hubungan waktu dengan bobot kering total tanaman kolesom Grafik hubungan waktu dengan relative growth rate (RGR) tanaman kolesom Grafik hubungan waktu dengan net assimilation rate (NAR) tanaman kolesom... 13

11 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Iklim Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor Bulan Maret-April Data perhitungan koefisien pemadaman (k) Data perhitungan radiasi intersepsi Data perhitungan Thermal Heat Unit (THU) Data perhitungan kelembaban relatif (RH) Data agronomi 1 MST Data agronomi 3 MST Data agronomi 5 MST Data agronomi panen Grafik hubungan bobot kering akar dengan waktu Grafik hubungan bobot kering daun dengan waktu Grafik hubungan bobot kering batang dengan waktu Data pengamatan tinggi tanaman Alat solarimeter dan termometer bola kering bola basah Kondisi tanaman kolesom di lapangan... 33

12 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dan memiliki keanekaragaman flora yang tersebar di berbagai habitat, salah satunya adalah tanaman obat. Menurut Susanti (2006), Indonesia memiliki 9600 spesies tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Tanaman obat merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Sugiarto 2006). Salah satu tanaman yang berkhasiat obat di Indonesia adalah tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Tanaman kolesom merupakan tanaman obat yang berkhasiat mengurangi peradangan dan membantu penyembuhan luka (Sugiarto 2006). Tanaman ini bisa juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), dan debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis (Hutapea 1994). Salah satu bagian tanaman kolesom yang sering dimanfaatkan adalah bagian pucuknya. Pucuk kolesom dimanfaatkan sebagai campuran bedak dingin di Kalimantan Selatan (Susanti et al. 2008). Menurut Fasuyi (2006), pucuk kolesom juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran sumber protein. Banyaknya manfaat tanaman kolesom membuat tanaman ini sering dibudidayakan. Tanaman kolesom dapat dibudidayakan di daerah dataran tinggi dan dataran rendah yang memiliki intensitas radiasi matahari yang cukup. Menurut Pitojo (2006), tanaman kolesom di dataran rendah dapat tumbuh dan menghasilkan produktivitas yang optimal apabila dibudidayakan di bawah daerah yang ternaungi. Menurut Rahmawaty (2005), bentuk naungan dapat berupa paranet dan tegakan pohon besar yang menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi matahari yang sampai pada tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal. Pada penelitian ini, naungan yang digunakan adalah naungan paranet dengan kerapatan yang berbeda. Merujuk dari penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap iklim mikro dan tanaman kolesom. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembudidaya tanaman kolesom untuk menghasilkan produktivitas yang optimal. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap iklim mikro di sekitar tanaman kolesom. 2. Menganalisis pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap produktivitas pucuk tanaman kolesom. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Tanaman Kolesom Tanaman kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) merupakan tanaman tahunan yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat kuat dalam campuran jamu. Tanaman kolesom berasal dari daerah Afrika tropis dan banyak ditanam di daerah Afrika Barat, Asia, dan Amerika Selatan (Enete dan Okon 2010). Tanaman kolesom merupakan tanaman sukulen dan termasuk jenis tanaman CAM (crassulacean acid metabolism) (Susanti 2006). Klasifikasi tanaman ini adalah : Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Caryophyllales Familia : Portulacaceae Genus : Talinum Spesies :Talinum triangulare Willd. (Sumber : Tanaman kolesom merupakan tanaman dikotil yang hidup di habitat semak belukar dengan tinggi berkisar antara cm (Anna 2010). Tanaman kolesom memiliki batang tegak, bulat, dan berkayu. Bunga tanaman kolesom berdiameter 2 mm dan biasanya memiliki 5 helai daun mahkota yang lonjong dengan panjang ± 4 cm dan berwarna ungu (Pitojo 2006). Akar tanaman kolesom merupakan akar tunggang yang menggelembung menyerupai ginseng (Anna 2010). Akar kolesom sering digunakan sebagai bahan utama anggur kolesom dan sari akarnya digunakan dalam pembuatan brem. Kolesom memiliki buah yang bertangkai pendek, berbentuk bulat dan lonjong dengan panjang 4 7 mm. Biji kolesom berbentuk lonjong pipih dan berdiameter ± 1 mm (Susanti 2012). Tanaman kolesom mampu menghasilkan ratusan biji.

13 2 sebagai sayuran berkhasiat obat karena memiliki nutrisi dan antioksidan yang penting (Susanti 2012). Pucuk kolesom juga direkomendasikan sebagai sayuran sumber protein karena memiliki kandungan 18 asam amino (Fasuyi 2006). Gambar 1 Tanaman Kolesom (Sumber : Dokumentasi Penelitian) Tanaman kolesom dapat tumbuh subur pada media yang gembur, cukup humus, ph tanah mendekati netral, dan tidak tergenang air. Tanaman kolesom dapat ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian tempat 1000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan hidup dengan baik di dataran rendah dan di dataran tinggi dengan suhu o C. Tanaman kolesom dapat tumbuh secara optimal di dataran rendah apabila daerahnya ternaungi (Pitojo 2006). Tanaman kolesom dapat diperbanyak dengan menggunakan bahan tanaman berupa biji atau setek batang (Susanti et al. 2008). Budidaya kolesom dari biji relatif mudah, tetapi waktu untuk panen relatif lama. Sedangkan budidaya tanaman kolesom dengan cara setek lebih cepat dan mudah tumbuh. Setek tanaman kolesom berasal dari cabang, pucuk, dan batang kolesom. Budidaya kolesom dari setek sebenarnya merugikan tanaman kolesom, karena pemotongan setek dapat menunda perolehan pucuk dan regenarasi tanaman relatif lama. Pemotongan setek cabang juga berdampak memutus siklus bunga, buah, atau biji dalam perkembangbiakkan secara generatif (Pitojo 2006). Bagian tanaman kolesom yang biasa digunakan untuk diambil manfaatnya adalah umbi dan pucuknya (Farchany 2011). Menurut Hutapea (1994), umbi kolesom dapat dimanfaatkan untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis, dan obat lemah syahwat. Penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa umbi kolesom memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Pucuk kolesom memiliki potensi 2.2 Iklim Mikro Iklim merupakan perubahan nilai unsurunsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat (Handoko 1995). Kondisi iklim di sekitar objek tertentu disebut dengan iklim mikro. Iklim mikro merupakan salah satu ligkungan fisik yang sangat berperan terhadap tanaman (Bey dan Las 1991). Iklim tidak hanya sebagai komponen yang dibutuhkan secara esensial, tetapi juga mencirikan dan mempengaruhi komponen ekologi pertanian. Secara fisiologis, hampir semua unsur iklim berpengaruh dan dibutuhkan oleh tanaman. Radiasi, suhu, dan kelembaban relatif (RH) merupakan faktor iklim yang dominan bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Bey 1991) Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber energi utama untuk proses-proses fisika atmosfer, tetapi hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan matahari diterima oleh permukaan bumi (Handoko 1995). Intensitas radiasi dan lamanya penyinaran sangat mempengaruhi sifat tanaman. Tanaman yang kekurangan cahaya akan mengalami etiolasi, yaitu menjadi kuning serta memiliki batang yang sangat panjang dan kurus, sedangkan tanaman yang diberi cukup cahaya akan membentuk warna hijau yang berhubungan dengan pembentukan klorofil, perangsang fotosintesis, dan memiliki struktur yang normal (Harjadi 1979). Radiasi matahari mempengaruhi respon tanaman, seperti perkecambahan, pembentukan umbi dan bulb, pembungaan, perbandingan kelamin pada bunga (Harjadi 1979). Kuantitas radiasi matahari ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah tajuk tanaman, Indeks Luas Daun (ILD), kedudukan atau sudut daun, serta adanya distribusi tajuk (Bey 1991). Radiasi surya yang sampai di permukaan akan mengalami perubahan dan pengurangan dalam perjalanannya menuju permukaan tanah (Hidayat 2001). Pengurangan radiasi

14 3 disebabkan oleh tegakan tanaman dan biasa disebut dengan radiasi intersepsi. Menurut Sitianapessy (1985), radiasi intersepsi adalah besarnya radiasi yang datang dan tertahan oleh tajuk tanaman. Jumlah radiasi intersepsi tergantung sifat optis tajuk tanaman, seperti sudut daun, luas daun, dan umur tanaman (Bey 1991). Kemampuan tanaman untuk mengintersepsi radiasi dipengaruhi oleh nilai koefisien pemadaman (k) (Boer dan Las 1994). Setiap tanaman memiliki nilai k yang berbeda-beda. Menurut Bey (1991), nilai k berkisar antara pada tanaman yang memiliki daun tegak. Sedangkan nilai k berkisar antara untuk tanaman yang memiliki daun lebar dan horizontal. Kecilnya nilai k menandakan kecilnya radiasi yang diintersepsi oleh tanaman. Radiasi yang diintersepsi digunakan tanaman untuk menghasilkan biomassa. Nisbah antara penambahan biomassa tanaman dengan jumlah radiasi yang diintersepsi disebut dengan efisiensi pemanfaatan radiasi surya. Setiap tanaman memiliki nilai efisiensi pemanfaatan radiasi surya yang berbeda-beda sesuai dengan susunan daun, ILD, posisi daun, serta ketersediaan air dan hara (Asyiardi 1993) Suhu Udara Suhu merupakan indikasi jumlah energi yang terdapat dalam suatu sistem dan mempengaruhi proses biokimia dalam proses fotosintesis, respirasi, perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ, pematangan buah, dan umur tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh variasi diurnal, musiman, keawanan, angin, tajuk, serta ukuran daun (Bey 1991). Setiap tanaman memiliki suhu aktif dan optimal pada kisaran tertentu. Suhu yang ekstrim dapat merusak pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Harjadi 1979). Menurut Bey (1991), suhu yang terlalu ekstrim menyebabkan tanaman mengalami desikasi jaringan, yaitu kekeringan dan kelayuan daun. Waktu yang diperlukan untuk mencapai tahap panen dapat dinyatakan dalam nilai akumulasi panas atau yang disebut dengan satuan panas (thermal heat unit). Nilai satuan panas (thermal heat unit) didapat dengan menganggap faktor lain, seperti panjang hari tidak berpengaruh, sehingga laju perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu diatas suhu dasar (Irawan 2002) Kelembaban Relatif (RH) Kelembaban udara merupakan kandungan uap air di udara yang dinyatakan sebagai kelembaban mutak, kelembaban relatif (RH), maupun defisit tekanan uap (Handoko 1994). Kelembaban udara merupakan indikator keadaan tekanan defisit uap air di sekitar pertanaman (Masyithah 2001). Kelemaban relatif (RH) merupakan perbandingan antara tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya. Secara tidak lagsung, RH mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. RH mempengaruhi proses fotosintesis, transpirasi, pembungaan, serta perkembangan hama dan penyakit (Bey 1991). Kondisi RH yang terlalu rendah mengakibatkan laju transpirasi tanaman tinggi, sehingga terjadi kekeringan pada tanaman. Sebaliknya, kondisi RH yang tinggi dapat memacu terjangkitnya suatu penyakit pada tanaman sehingga mengurangi produksi tanaman. 2.3 Naungan Radiasi matahari memiliki peranan yang besar dalam proses fisiologi tanaman. Menurut Harjadi (1979), pertumbuhan, perkembangan, serta produktivitas tanaman bergantung pada beberapa faktor, salah satunya radiasi matahari. Kekurangan dan kelebihan intensitas radiasi matahari memiliki dampak yang buruk terhadap tanaman. Peristiwa tersebut dapat dihindari dengan mengontrol kondisi lingkungan disekitar tanaman. Salah satu cara pengontrolan kondisi lingkungan adalah dengan menggunakan naungan. Bentuk naungan bisa berupa tegakan pohon besar dan paranet. Naungan berupa paranet memiliki nilai kerapatan yang berbeda-beda. Nilai kerapatan itu disesuaikan dengan kondisi jaring-jaring paranet dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi nilai persentase paranet, semakin rapat jaring-jaring paranet, sehingga radiasi matahari yang diteruskan semakin kecil (Rahmawaty 2005). Menurut Smith (1982), paranet mempengaruhi respirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, kandungan klorofil, dan mencegah disperse tanah, serta pemindahan uap air dan CO 2 di sekitar tajuk tanaman.

15 4 Tanaman yang tumbuh dibawah paranet akan mengalami adaptasi fisiologis. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa daun yang diproduksi pada tanaman dibawah paranet akan berukuran lebih besar, tetapi lebih tipis dibandingkan dengan daun yang diproduksi pada tanaman tanpa paranet. Hal ini disebabkan daun yang diproduksi dari tanaman tanpa paranet akan membentuk sel palisade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade Persiapan Penanaman Bahan tanam berasal dari setek batang dengan panjang 10 cm yang ditumbuhkan dalam media pembibitan untuk mendapatkan bibit seragam. Pembibitan dilakukan selama 2 minggu didalam pot tray dengan media campuran dari tanah, pupuk kandang, dan arang sekam (Susanti 2012). III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2012 sampai September 2012 di lahan seluas 90 m 2 di lahan pertanian Leuwikopo, Bogor dan di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Meteorologi dan Geofisika, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah solarimeter, termometer bola basah dan bola kering, digital multimeter, naungan paranet 50% dan 75% made in Taiwan, alat budidaya, oven, timbangan analitik, pot tray, kamera, Microsoft Office, dan software SPSS 16. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bibit kolesom yang berasal dari setek, pupuk, media tanam, dan data cuaca selama penelitian dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dramaga. 3.3 Metode Penelitian Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Model Tetap Satu Faktor. Model linear yang digunakan sebagai berikut : Y ij = µ + α i + ε ij Keterangan : Y ij = Pengamatan faktor α taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum α i ε ij = Pengaruh faktor α pada taraf ke-i = Eror perlakuan faktor α taraf ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (annova), apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf kesalahan 5%. Gambar 2 Bibit kolesom Gambar 3 Pembibitan Penyiapan lahan dilakukan terlebih dahulu dengan membersihkan gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Tanah digemburkan dan dibuat 3 petak. Paranet dipasang pada masing-masing petak setelah lahan sudah siap tanam. Solarimeter dipasang setelah pemasangan paranet selesai Penanaman Bibit yang didapatkan dari pembibitan selama 2 minggu dipindahkan ke lahan dengan jarak tanam 70 cm x 50 cm. Bibit yang ditanam adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam (Susanti 2012). Setelah ditanam 2 minggu, setiap tanaman diberikan pupuk urea, kalium klorida (KCL), dan triple super fosfat (TSP) dengan dosis 8.5 gram Pengukuran a. Radiasi Matahari Pengukuran radiasi matahari menggunakan solarimeter yang telah di kalibrasi. Pengukuran dilakukan pada tiga penempatan yaitu, di atas tanaman tanpa paranet, di bawah paranet dan di bawah tanaman kolesom. Pemasangan solarimeter pada tanaman tanpa paranet dilakukan pada ketinggian 1.2 m di

16 5 atas lahan. Pembacaan nilai dari solarimeter tersebut dilakukan setiap hari pada pukul WIB. Pada penelitian ini terdapat kesalahan pengukuran radiasi langsung, sehingga beberapa nilai radiasi langsung yang didapatkan menyimpang. Data menyimpang tersebut dikoreksi dengan data pengukuran stasiun BMKG Dramaga. Sedangkan data radiasi transmisi dapat disetarakan dengan nilai radiasi langsung yang sudah dikoreksi. b. Luas Daun Luas daun pada tanaman dihitung dengan menggambar replika daun pada kertas HVS 70 g. Replika daun digunting dan ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut (Masyithah 2001) : LD = WDR WK LK Keterangan : LD = Luas daun (cm 2 ) WDR = Berat daun replika (g) WK = Berat 1 lembar kertas HVS 70 g (g) LK = Luas 1 lembar kertas HVS 70 g (cm 2 ) c. Indeks Luas Daun (ILD) Indeks luas daun (ILD) merupakan luas seluruh helai daun per satuan luas permukaan lahan. ILD merupaan salah satu indikator untuk menentukan intensitas radiasi yang dapat diserap tanaman untuk proses fotosintesis (Setiawan 2006). Nilai ILD didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ILD = LD Luas area tanaman d. Koefisien Pemadaman (k) Koefisien pemadaman (k) menggambarkan besar kemampuan tajuk dalam mengintersepsi radiasi (Boer dan Las 1994). Nilai k didapatkan dengan menggunakan rumus : ln Q o Q k = t ILD Keterangan : k = Koefisien pemadaman Q o = Radiasi datang rata-rata (MJ/m 2 /hari) Q t = Radiasi transmisi rata-rata (MJ/m 2 /hari) ILD = Indeks Luas Daun e. Radiasi Intersepsi Nilai radiasi intersepsi didapatkan dengan menggunakan persamaan Beer : Q int = Q 0 (1 exp k.lai ) Keterangan : Q int = Radiasi intersepsi (MJ/m 2 /hari) Q 0 = Radiasi langsung rata-rata (MJ/m 2 /hari) k = Koefisien pemadaman ILD = Indeks Luas Daun f. Efisien Pemanfaatan Radiasi Surya (RUE) Nilai efisiensi pemanfaatan radiasi surya (RUE) didapatkan dengan menggunakan rumus (Handoko 1994): ε = dw Q int Keterangan : ɛ = Efisiensi pemanfaatan radiasi (g MJ -1 ) dw = Perubahan biomassa tanaman (W 1 - W 2 ) (g) ƩQ int = Akumulasi intersepsi radiasi matahari selama penelitian (MJ/m 2 /hari) g. Suhu Nilai suhu udara didapatkan dengan menggunakan termometer bola kering yang dilakukan setiap hari pada pukul 07.00, 12.00, dan WIB. Pada penelitian ini terdapat kesalahan pengukuran suhu, sehingga beberapa nilai suhu udara menyimpang. Data yang menyimpang tersebut dikoreksi dengan menginterpolasi data suhu pengukuran dengan data suhu dari stasiun BMKG Dramaga. Nilai suhu udara tersebut diolah sehingga menghasilkan suhu rata-rata harian antar paranet dan Thermal Heat Unit (THU) dengan rumus : THU = T T b Keterangan : THU = Thermal Heat Unit ( o C) T = Suhu udara rata-rata ( o C) T b = Suhu dasar tanaman kolesom (20 o C) (Pitojo 2006) h. Kelembaban Relatif (RH) Nilai RH dihitung dengan menggunakan termometer bola kering dan basah. Kemudian dilakukan perhitungan tekanan uap air jenuh dengan menggunakan rumus (Handoko 1994):

17 6 es Tbk es Tbb T bk = 6.107exp T bk T bb = 6.107exp T bb Keterangan : es Tbk = Tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering T bk = Suhu termometer bola kering ( o C) es Tbb = Tekanan uap air jenuh pada suhu bola basah T bb = Suhu termometer bola basah ( o C) Setelah didapatkan nilai tekanan uap air jenuh pada masing-masing suhu, maka didapatkan nilai tekanan uap air aktual dengan menggunakan rumus (Handoko 1994) : e a = es Tbb 0.67(T bk T bb ) Nilai RH dihitung dengan rumus : e a RH = 100 es Tbk Keterangan : RH = Kelembaban relatif (%) e a = Tekanan uap air aktual es Tbk = Tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering i. Luas Daun Spesifik (LDS) Luas daun spesifik (LDS) merupakan suatu nilai yang menggambarkan luasan daun per satuan berat kering daun. Nilai LDS didapatkan dengan menggunakan rumus: LD LDS = Bobot kering daun Keterangan : LDS = Luas Daun Spesifik (cm 2 /g) j. Tinggi Tanaman dan Jumlah Pucuk Tinggi tanaman diukur pada 4 tanaman contoh di setiap ulangan pada tiap perlakuan. Pengukuran tinggi dilakukan pada saat destruktif tanaman, yaitu dua minggu sekali hingga panen. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi dengan posisi tanaman di tegakkan (Masyithah 2001). Jumlah pucuk juga dihitung pada saat destruktif tanaman. Pucuk yang dihitung adalah daun muda yang memiliki panjang ± 10 cm di ujung cabang-cabang tanaman kolesom. Setelah dihitung jumlah pada setiap tanaman, pucuk-pucuk tersebut di oven dengan suhu 80ᵒC selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan nilai bobot pucuk satu tanaman. k. Bobot Kering Tanaman Bobot kering tanaman diukur pada saat destruktif tanaman. Tanaman contoh yang didestruktif, dipisahkan batang, daun, pucuk, dan akar. Setelah dipisahkan, bagian-bagian tanaman tersebut dikeringkan didalam oven selama 48 jam pada suhu 80ᵒC. Untuk memperoleh bobot kering tanaman, bagianbagian tanaman yang sudah kering ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. l. Relative Growth Rate (RGR) Pengukuran pertumbuhan relatif (RGR) digunakan untuk mengetahui kondisi pertumbuhan relatif tanaman dari 1 MST hingga panen. Nilai RGR didapatkan dengan menggunakan rumus (Farchany 2011) : RGR = ln W 2 ln W 1 t 2 t 1 Keterangan : RGR = Relative Growth Rate (g/hari) W 1 = Berat kering tanaman pada t 1 (g) W 2 = Berat kering tanaman pada t 2 (g) t 1 = Waktu saat destruktif pertama (hari) = Waktu saat destruktif kedua (hari) t 2 m. Nett Assimilation Rate (NAR) Laju assimilasi netto tanaman (NAR) merupakan hasil bersih asimilasi perluas daun dan waktu. Nilai NAR didapatkan dengan menggunakan rumus (Farchany 2011) : NAR = W 2 W 1 lna 2 lna 1 A 2 A 1 t 2 t 1 Keterangan : NAR = Nett Assimilation Rate (g/cm 2 hari) W 1 = Berat kering tanaman pada t 1 (g) W 2 = Berat kering tanaman pada t 2 (g) A 1 = Luas daun total pada t 1 (cm 2 ) A 2 = Luas daun total t 2 (cm 2 ) t 1 = Waktu saat destruktif pertama (hari) = Waktu saat destruktif kedua (hari) t 2

18 7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Berdasarkan data dari stasiun BMKG Dramaga, wilayah Dramaga, Bogor berada pada 6ᵒ31 LS, 106ᵒ44 BT, dan elevasi 207 m. Pada saat penelitian, suhu rata-rata harian di wilayah tersebut adalah 26.1 o C dengan suhu maksimum 31.9 o C dan suhu minimum 22.9 o C. Kelembaban relatif udara rata-rata sebesar 83% dan curah hujan total sebesar 16.6 mm (Lampiran 1). 4.2 Kelembaban Relatif (RH) Pada penelitian ini, pemakaian naungan paranet tidak mempengaruhi nilai RH (Tabel 1). Hal tersebut disebabkan pemakaian naungan paranet yang tidak tertutup pada semua sisi. Udara yang membawa uap air dapat menyebar ke segala arah, sehingga RH di setiap perlakuan relatif sama. Tabel 1 Pengaruh naungan paranet terhadap kelembaban relatif rata-rata Naungan paranet RH (%) (%) N 0 83 a N a N a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5%. N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Tingginya nilai RH menyebabkan tanaman kolesom dapat tumbuh dengan baik di setiap perlakuan. Menurut Pitojo (2006), tanaman kolesom akan tumbuh dengan baik di tempat yang sejuk dan lembab. 4.3 Suhu Udara Pada penelitian ini, data suhu didapatkan dari data pengamatan langsung. Pemakaian naungan paranet menyebabkan kondisi disekitar tanaman menjadi sejuk, sehingga suhu udara di bawah naungan paranet lebih rendah (Tabel 2). Tabel 2 Pengaruh naungan paranet terhadap suhu rata-rata harian Naungan paranet Suhu (%) ( 0 C) b b a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Suhu udara mempengaruhi fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bey 1991). Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dilihat dari nilai akumulasi panas (THU) (Tabel 3). Tabel 3 Akumulasi panas tanaman kolesom HST THU Fase Naungan paranet (%) Naungan paranet (%) Tanam Berbunga Panen Tanam-Panen

19 8 Pada penelitian ini, tanaman kolesom dipanen bersama-sama, yaitu setelah 40 HST. Terdapat perbedaan nilai akumulasi panas (THU) di setiap perlakuan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh pemakaian naungan paranet. Nilai akumulasi panas menurun dengan pemakaian naungan paranet. Hal ini menyebabkan perkembangan tanaman kolesom yang ditanam di bawah naungan paranet lebih rendah. 4.4 Radiasi Pada penelitian ini, nilai radiasi matahari pada perlakuan tanpa naungan paranet berbeda nyata dengan nilai radiasi di bawah naungan paranet (Tabel 4). Hal ini disebabkan pemakaian naungan paranet menghalangi radiasi matahari yang datang. Tabel 4 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi harian Naungan paranet Radiasi (%) (MJ/m 2 hari) b a a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Radiasi yang ditransmisikan ke bawah naungan paranet dipengaruhi oleh kerapatan paranet. Namun, nyatanya kerapatan paranet 50% tidak menandakan besarnya radiasi yang ditransmisikan paranet sebesar 50% dari radiasi yang datang. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa paranet dengan kerapatan 50% ternyata mentransmisikan radiasi sebesar 73%. Sedangkan paranet dengan kerapatan 75% hanya mentransmisikan radiasi sebesar 64%. Radiasi yang tidak diterima oleh tanaman di bawah naungan paranet, ditransmisikan oleh daun-daun tanaman ke permukaan tanah. Radiasi transmisi pada perlakuan tanpa naungan paranet berbeda nyata dengan radiasi transmisi di bawah naungan paranet (Tabel 5). Hal ini karena pemakaian naungan paranet menyebabkan nilai radiasi datang kecil, sehingga radiasi yang sampai ke permukaan tanah juga kecil. Faktor lain yang menyebabkan nilai radiasi transmisi adalah bentuk tajuk. Tajuk pada tanaman kolesom di bawah naungan paranet relatif lebih tebal daripada tanpa naungan paranet, hal ini menyebabkan radiasi yang ditransmisikan oleh tanaman kolesom di bawah naungan paranet lebih kecil daripada tanpa naungan paranet. Tabel 5 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi transmisi harian Naungan paranet Radiasi Transmisi (%) (MJ/m 2 hari) b a a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% 4.5 Tinggi Tanaman, Jumlah dan Bobot Pucuk Salah satu parameter yang digunakan untuk mengamati pertumbuhan tanaman adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman kolesom pada setiap perlakuan berbeda nyata (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh naungan paranet terhadap tinggi tanaman kolesom Naungan Tinggi Tanaman (cm) paranet (%) 1 MST 3 MST 5 MST 6 MST a 19.9 a 41.4 a 42.9 a b 24.8 b 44.4 b 45.9 b c 30.6 c 45.9 b 47.4 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Tanaman di bawah naungan paranet 75% memiliki tinggi maksimum, karena radiasi yang sampai ke bawah naungan paranet sedikit. Menurut Arum (2011), kecilnya nilai radiasi yang sampai pada tanaman menyebabkan tanaman mengalami etiolasi.

20 9 Tinggi (cm) MST Gambar 4 Hubungan waktu dengan tinggi tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N 75 Tanaman kolesom terus bertambah tinggi sesuai dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 4). Pada saat tanaman kolesom ingin dipanen, tinggi tanaman kolesom tidak bertambah lagi, karena tanaman kolesom telah mencapai tinggi maksimum pada umur 5 MST. Hal ini merupakan sifat genetis suatu tanaman, yaitu tanaman tidak akan bertambah tinggi lagi setelah mencapai tinggi maksimumnya di umur tertentu. Bagian tanaman kolesom yang sering di produksi adalah pucuk. Jumlah pucuk dipengaruhi oleh pembentukan cabang yang baik (Mualim 2010). Tabel 7 Pengaruh naungan paranet terhadap jumlah pucuk per tanaman Naungan Jumlah Pucuk paranet (%) MST MST MST MST 0 4 a 28 a 93 b 92 b 50 4 a 26 a 45 a 76 a 75 4 a 17 a 25 a 37 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75% Jumlah pucuk semakin menurun dengan pemakaian naungan paranet. Menurunnya jumlah pucuk disebabkan oleh jumlah radiasi dan suhu di sekitar tanaman. Radiasi dan suhu yang besar menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman cepat, sehingga tanaman kolesom di tanpa naungan paranet dapat membentuk cabang-cabang baru dengan cepat, sehingga pucuk yang dihasilkan banyak. Jumlah pucuk kolesom dapat dibuktikan dengan nilai bobot pucuk. Semakin banyak jumlah pucuk, bobot pucuk yang dihasilkan akan semakin besar. Tabel 8 Pengaruh naungan paranet terhadap bobot pucuk Naungan Bobot Pucuk (g/tanaman) paranet (%) MST MST MST MST a 0.15 a 0.63 a 1.31 b a 0.08 a 0.39 a 0.55 a a 0.06 a 0.10 a 0.53 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75% Bobot Pucuk (g) MST Gambar 5 Hubungan waktu dengan bobot pucuk tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75% N 0 N 50 N Luas Daun Spesifik (LDS) Nilai LDS merupakan nilai yang menunjukkan tebal dan tipisnya daun tanaman. Pada penelitian ini, nilai LDS antar perlakuan berbeda nyata (Tabel 10). Nilai LDS tanaman di bawah naungan paranet lebih besar, hal ini menunjukan bahwa daun tanaman kolesom di bawah naungan paranet lebih tipis daripada tanpa naungan paranet.

21 10 Tabel 10 Pengaruh naungan paranet terhadap luas daun spesifik (LDS) Naungan LDS (cm 2 /g) paranet (%) MST MST MST MST a 640 a 209 a 248 a ab 710 a 280 a 241 a b 709 a 401 b 370 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet75% SLA (cm 2 /g) MST Gambar 7 Hubungan waktu dengan luas daun spesifik (LDS) tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N 75 Perbedaan nilai LDS diakibatkan oleh perbedaan penerimaan radiasi surya. Menurut Salisbury dan Ross (1995), radiasi yang besar dapat memaksimalkan perkembangan sel palisade yang akan mempertebal daun tanaman kolesom. Nilai LDS ditentukan juga oleh alokasi biomassa tanaman. Alokasi biomassa ke daun terjadi pada umur 3 sampai 5 MST dengan ditandai pembentukan bunga. Hal ini menyebabkan daun menjadi lebih tebal sehingga LDS menurun. 4.7 Indeks Luas Daun (ILD) Pada penelitian ini, nilai ILD yang didapatkan kecil, karena jarak tanam yang digunakan sangat renggang. Hal ini mengakibatkan luas lahan yang tertutup daun kecil, sehingga radiasi surya lebih banyak ditransmisikan ke bawah tajuk. Tabel 9 Pengaruh naungan paranet terhadap indeks luas daun (ILD) Naungan ILD paranet (%) MST MST MST MST a a a b a a a b a a a a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Nilai ILD pada setiap perlakuan rata-rata tidak berbeda nyata, hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang sama pada setiap perlakuan (Tabel 9). ILD MST Gambar 6 Hubungan waktu dengan indeks luas daun (ILD) tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N 75 ILD semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh perubahan bentuk morfologi tanaman menjadi besar dan rimbun sehingga banyak radiasi yang jatuh ke atas tajuk tanaman tersebut. Tanaman kolesom mulai berbunga pada umur 5 MST, hal ini menandakan tercapainya pertumbuhan vegetatif maksimum, sehingga nilai ILD menjadi maksimum juga. Setelah mencapai maksimum, nilai ILD tanaman kolesom di perlakuan tanpa naungan paranet mengalami penurunan ketika panen. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya daun kolesom yang menua dan gugur.

22 Koefisien Pemadaman (k) Tanaman kolesom merupakan tanaman yang memiliki daun yang cukup lebar dan horizontal. Menurut Bey (1991), nilai koefisien pemadaman tanaman yang berdaun lebar dan horizontal berkisar antara Nilai koefisien pemadaman pada tanaman kolesom yaitu 0.6. Nilai koefisien pemadaman tanaman kolesom pada penelitian ini didapatkan dari rata-rata nilai koefisien pemadaman pada umur tanaman yang sudah dewasa (Lampiran 2). Hal ini disebabkan tanaman kolesom dewasa memiliki tajuk tebal dan rimbun, sehingga nilai koefisien pemadaman yang dihasilkan cukup valid. 4.9 Radiasi Intersepsi Pada penelitian ini, nilai radiasi intersepsi pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 11). Hal ini disebabkan oleh jarak tanam yang tidak berbeda pada setiap perlakuan, sehingga radiasi yang jatuh ke atas tajuk tanaman relatif sama. Nilai ILD yang tidak berbeda nyata menggambarkan luas daun yang tidak begitu berbeda di setiap perlakuan sehingga daya intersepsi radiasi oleh tanaman relatif tidak berbeda. Tabel 11 Pengaruh naungan paranet terhadap rata-rata radiasi intersepsi harian Naungan paranet Radiasi Intersepsi (%) (MJ/m 2 hari) a a a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Pada penelitian ini, radiasi intersepsi meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 8). Hal ini menggambarkan luas permukaan daun tanaman semakin besar. Pada umur tanaman tertentu, radiasi intersepsi akan menurun karena banyaknya daun yang gugur. Gugurnya daun disebakan oleh kondisi daun yang sudah menua Pemanfaatan Radiasi Surya (RUE) Pada penelitian ini nilai RUE yang didapatkan adalah nilai RUE berbasis radiasi global. Nilai RUE tanaman kolesom pada penelitian ini adalah g/mj (Tabel 12). Kecilnya nilai RUE tanaman kolesom diakibatkan oleh jarak tanam yang sangat renggang. Harjadi (1996) menjelaskan bahwa populasi yang lebih rapat akan lebih efisien dalam penggunaan pupuk, karena tercapainya efisiensi penggunaan cahaya. Tabel 12 Pengaruh naungan paranet terhadap pemanfaatan radiasi surya (RUE) Naungan paranet RUE (%) (g/mj) Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% 5 Q int (MJ/m 2 hari) HST Gambar 8 Hubungan waktu dengan radasi intersepsi (Q int ) tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N 75

23 12 Renggangnya jarak tanam mengakibatkan daya intersepsi radiasi tanaman kolesom kecil, sehingga tanaman ini kurang memanfaatkan radiasi surya. Hal tersebut menyebabkan nilai RUE tanaman kolesom pada penelitian ini lebih kecil daripada nilai RUE tanaman yang serupa, yaitu tanaman kentang. Menurut Monteith dalam Bey (1991), tanaman kentang memiliki RUE berbasis radiasi global sebesar g/mj dengan jarak tanam yang rapat Bobot Kering Bobot kering tanaman kolesom meningkat dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 9). BK (g) MST Gambar 9 Hubungan waktu dengan bobot kering total (BK) tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N 75 Peningkatan bobot kering tanaman kolesom disebabkan tanaman kolesom terus berfotosintesis dan membentuk bahan kering yang dialoasikan dalam bentuk bagian-bagian tanaman. Peningkatan bobot kering tanaman kolesom di perlakuan tanpa naungan paranet sangat kecil ketika panen. Hal ini disebabkan oleh menuanya tanaman kolesom, sehingga kemampuan tanaman dalam membentuk bagian-bagian tanaman tidak maksimal Relative Growth Rate (RGR) Relative Growth Rate (RGR) menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu, dalam hubungannya dengan bobot asal (Susanti 2006). Pada penelitian ini, nilai RGR menurun dengan penggunaan naungan paranet (Tabel 13). Berdasarkan uji lanjut, nilai RGR pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh selisih berat kering tanaman kolesom yang relatif tidak berbeda dan pemakaian pupuk dengan dosis yang seragam. Tabel 13 Pengaruh naungan paranet terhadap relative growth rate (RGR) Naungan RGR (g/hari) paranet (%) 1-3 MST 3-5 MST 5-6 MST N a 0.2 a 0.2 a N a 0.2 a 0.3 a N a 0.1 a 0.3 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Nilai RGR semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 10). Nilai RGR pada perlakuan tanpa naungan paranet mengalami penurunan pada saat panen, hal ini diakibatkan selisih bobot kering yang tidak terlalu besar. RGR (g/hari) MST Gambar 10 Hubungan waktu dengan relative growth rate (RGR) tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N Nett Assimilation Rate (NAR) Nett Assimilation Rate (NAR) merupakan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu (Susanti 2006). Nilai NAR ditentukan oleh kecukupan unsur iklim mikro yang dimanfaatkan oleh tanaman untuk menghasilkan berat kering.

24 13 Tabel 14 Pengaruh naungan paranet dengan net assimilation rate (NAR) Naungan NAR (g/cm 2 hari) paranet (%) 1-3 MST 3-5 MST 5-6 MST N a b a N a ab a N a a a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji Duncan taraf kesalahan 5% N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% Pemakaian naungan paranet menyebabkan nilai NAR kecil, karena radiasi dan suhu di bawah naungan paranet kecil, sehingga berat kering yang dihasilkan juga kecil. Berdasarkan uji statistik, nilai NAR di bawah naungan paranet 75% berbeda nyata pada umur 3-5 MST. Hal ini diperkirakan karena tanaman di bawah naungan paranet 75% tidak dapat berfotosintesis maksimal karena radiasi yang diintersepsi dan suhu di sekitar tanaman kecil. Nilai NAR semakin tinggi dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 11). Menurut Bey (1991), suhu dan radiasi yang besar akan memaksimumkan nilai akumulasi panas sehingga proses fotosintesis menjadi cepat. NAR (g/cm 2 hari) MST Gambar 11 Hubungan waktu dengan net assimilation rate (NAR) tanaman kolesom Keterangan : N 0 = Tanpa naungan paranet N 50 = Naungan paranet 50% N 75 = Naungan paranet 75% N 0 N 50 N 75 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pemakaian naungan paranet mempengaruhi iklim mikro di sekitar tanaman kolesom. Pemakaian naungan paranet menyebabkan nilai radiasi dan suhu menjadi kecil. Naungan paranet 50% dapat mentransmisikan radiasi datang sebesar 73%, sedangkan naungan paranet 75% dapat mentransmisikan radiasi datang sebesar 64%. Suhu udara pada perlakuan tanpa naungan paranet sebesar 24.9ᵒC. Pemakaian naungan paranet 50% menurunkan suhu sebesar 0.3ᵒC, sedangkan pemakaian naungan paranet 75% menurunkan suhu sebesar 0.6ᵒC. Pemakaian naungan paranet tidak mempengaruhi nilai kelembaban relatif (RH). Naungan paranet mempengaruhi perkembangan luas daun yang juga mempengaruhi produktivitas pucuk tanaman kolesom. Naungan paranet 50% menurunkan produktivitas pucuk sebesar 17%, sedangkan naunga paranet 75% menurunkan produtivitas pucuk sebesar 59%. 5.2 Saran Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan jarak tanam yang lebih rapat sehingga pengukuran radiasi intersepsi diharapkan menjadi lebih baik. Periode tanam tanaman kolesom juga disarankan lebih lama, sehingga bisa mengkaji produksi dan bobot umbi pada setiap paranet. Selain itu, periode tanam yang lebih lama juga bisa digunakan untuk melihat produksi pucuk yang terbaik pada interval panen yang terus-menerus. DAFTAR PUSTAKA Anna I.W Produksi Pucuk Kolesom (Talinum traingulare (Jacq.)Willd.) Pada Berbagai Interval Panen dan Frekuensi Pemupukan N dan K. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aja P.M., Okaka A.N.C., Onu P.N., Ibiam U., dan Urako A.J Talinum triangulare (Water Leaf) Leaves. Pakistan Journal of Nutrition, 9 (6):

25 14 Anonim Talinum triangulare Willd. [14 Januari 2012]. Arum N Peran Hormon Auksin. [14 Januari 2012]. Bey A Kapita Selekta Dalam Agrometeorologi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Bey A dan Las I Strategi Pendekatan Iklim Dalam Usaha Tani dalam Bey A. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Boer R dan Las I Koefisien Pemadaman Tanaman Kedele Pada Beberapa Tingkat Radiasi. J. Agromet Vol.X No 1 dan 2 Enete A.A dan Okon U.E Economics Of Waterleaf (Talinum Triangulare) Production In Akwa Ibom State, Nigeria. Field Actions Science Report Farchany, S.A Pemberian Kombinasi Pupuk Organik Sebagai Pupuk Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik Pada Pertumbuhan Dan Produksi Kolesom. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fasuyi A.O Nutritional potentials of some tropical vegetable leaf meals : Chemical characteristization and functional properties. African Journal of Biotechnology 5(1): Handoko Dasar Penyusunan Dan Aplikasi Model Simulasi Komputer Untuk Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Bogor Klimatologi Dasar. Jakarta: Pustaka Jaya. Harjadi S.S Pengantar Agronomi. Jakarta : Gramedia. Harjadi Dasar Dasar Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hidayat T Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya, Pertumbuhan, dan Produktivitas Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di Ciawi, Bogor. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hutapea J.R Inventaris Tanaman Obat Indonesia Volume 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Irawan I Fluktuasi Suhu dan Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Matahari Pada Pertumbuhan, Perkembangan, dan Produksi Tanaman Soba (Fagophyrum esculentum Moench.) di Cijeruk, Bogor. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteoologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Masyithah Pengaruh Intersepsi Radiasi Matahari Terhadap Pertumbuhan, Perkembangan, dan Produksi Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench) di Ciawai- Bogor. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mualim L., Aziz S.A., M. Melati Kajian Pemupukan NPK dan Jarak Tanam Pada Produksi Antosianin Daun Kolesom. J. Agron Indonesia 37 (1) : (2009) Nasir A.A Informasi Iklim dalam Budidaya Pertanian dalam : Bey A. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal Pitojo S Talesom Sayuran Berkhasiat Obat. Yogyakarta: Kanisius Rachmawaty R.Y Pengaruh Paranet dan Jenis Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) Terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kandungan Triterpenoidnya Sebagai Tanaman Obat. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rubatzky V.E. dan Yamaguchi M Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi, dan Gizi Edisi Kedua. Jilid 1. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Salisbury F.B dan Ross C.W Fisiologi Tanaman. Jilid 3. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sitaniapessy P.M Pengaruh Jarak Tanam dan Besarnya Populasi Tanaman Terhadap Absorbsi Radiasi Surya dan Produksi Tanaman Jagung

26 (Zea Mays L.). Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Smith H Light Quality Photoperception and Plant Strategy. Ann.Rev.Plant Physiol. 33: Sugiarto N.T Pengaruh Umur dan Frekuensi Panen Pada Produksi Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutomo B Manfaat Daun Kolesom. (19 Januari 2012). Susanti H Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare Willd.) dari Berbagai Asal Bibit dan Dosis Pupuk Kandang Ayam. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Bogor Produksi Protein dan Antosianin Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jazq.)Willd) Dengan Pemupukan Nitrogen + Kalium dan Interval Panen. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanti, Aziz S.A., Melati. M Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dari Berbagai Asal Bibit dan Dosis Pupuk Kandang Ayam. Buletin Agronomi (36) (1) (2008). Udoh E.J., Etim N.A Measurement of Farm-Level Efficiency of Water-Leaf (Talinum triangulare) Production Among City Farmers in Akwa Ibom State, Nigeria. J. of Sustainable Development in Agriculture & Environment 3(2):

27 LAMPIRAN 16

28 17 Lampiran 1 Data Iklim dari stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor bulan Maret-April 2012 Tanggal Temperatur Curah Kelembaban Intensitas Kecepatan Rata-2 Max Min Hujan Udara Radiasi Angin (ºC) (ºC) (ºC) (mm) (%) (Cal/Cm²) (Km/Jam) 1/3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ TTU /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ TTU /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /3/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ TTU /4/

29 18 8/4/ TTU /4/ TTU /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ TTU /4/ /4/ TTU /4/ Keterangan : (-) : Tidak ada hujan TTU : Curah hujan tidak terukur (0.0)

30 19 Lampiran 2 Data perhitungan koefisien pemadaman (k) HST N 0 N 50 N 75 Pukul Pukul Pukul Ro Rt LAI k Ro Rt LAI k Ro Rt LAI K Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

31 20 Lampiran 3 Data perhitungan radiasi intersepsi (MJ/m 2 hari) HST N 0 N 50 N 75 Pukul Pukul Pukul Ro Rt k Qint Ro Rt k Qint Ro Rt k Qint Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

32 21 Lampiran 4 Data perhitungan Thermal Heat Unit (THU) HST N 0 N 50 N 75 Rata-rata THU THU Rata-rata THU THU Rata-rata THU THU T T T Jumlah THU Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

33 22 Lampiran 5 Data perhitungan kelembaban relatif (RH) HST N 0 N 50 N 75 es es ea RH es es ea RH es es ea RH TBK TBB TBK TBB TBK TBB Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

34 23 Lampiran 6 Data agronomi 1 MST Tanaman N 0 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah Pucuk L.Daun (cm) BB BK BB BK BB BK BB BK Tanaman N 50 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah Pucuk L.Daun (cm) BB BK BB BK BB BK BB BK Tanaman N 75 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah Pucuk L.Daun (cm) BB BK BB BK BB BK BB BK Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

35 24 Lampiran 7 Data agronomi 3 MST Tanaman N 0 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman N 50 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman N 75 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

36 25 Lampiran 8 Data agronomi 5 MST Tanaman N 0 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman N 50 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah L.Daun BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk (cm) Tanaman N 75 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah L.Daun BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk (cm) Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

37 26 Lampiran 9 Data agronomi panen Tanaman N 0 A akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah L.Daun (cm) BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk Tanaman N 0 B akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah L.Daun BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk (cm) Tanaman C akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk N 0 L.Daun (cm) Tanaman A N 50 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman B N 50 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm)

38 27 Tanaman C N 50 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman A N 75 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman B N 75 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Tanaman C N 75 akar (g) daun (g) Pucuk (g) Batang (g) Jumlah BB BK BB BK BB BK BB BK Pucuk L.Daun (cm) Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

39 28 Lampiran 10 Grafik hubungan bobot kering akar dengan waktu Bobot Akar (g) MST Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%. N 0 N 50 N 75

40 29 Lampiran 11 Grafik hubungan bobot kering daun dengan waktu 10 Bobot Daun (g) N 0 N 50 N MST Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

41 30 Lampiran 12 Grafik hubungan bobot kering batang dengan waktu Bobot Batang (g) MST N 0 N 50 N 75 Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

42 31 Lampiran 13 Data pengamatan tinggi tanaman Ulangan Tinggi (cm) N 0 N 50 N Keterangan : N 0 = tanpa naungan paranet ; N 50 = naungan paranet 50% ; N 75 = naungan paranet 75%.

43 32 Lampiran 14 Alat solarimeter dan termometer bola kering bola basah (a) Alat ukur (b) Solarimeter dibawah paranet (c) Solatimeter di bawah tajuk kolesom (d) Solarimeter pada ketinggian 1.2 m

44 33 Lampiran 15 Kondisi tanaman kolesom di lapangan (a) Kondisi kolesom 1 MST (b) Kondisi kolesom 3 MST (c) Kondisi kolesom 5 MST (d) Kondisi kolesom 6 MST

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta di Jumantono, Karanganyar. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kolesom merupakan salah satu tanaman obat dari divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyftales, family Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare.

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1) Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao Fakhrusy Zakariyya 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman 90 Jember 68118 Daun merupakan salah satu

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret di daerah Jumantono, Karanganyar, dengan jangka waktu penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan penelusuran studi pustaka dan percobaan. Penelusuran studi pustaka dimulai bulan April 2010 sampai dengan Juni 2011. Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di 1 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di Greenhouse dan Ruang Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN Protein and Anthocyanin Productions of Waterleaf Shoot

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di MJ Flora, desa JambuLuwuk, Bogor dengan curah hujan 3000 mm/tahun. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat kurang lebih 700 meter di atas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah (Arachis hypogaeal.) Fachruddin (2000), menjelaskan bahwa klasifikasi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan tipe tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakaan pada bulan Juni sampai dengan November 2015 di Lahan Percobaan Fakultas

III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakaan pada bulan Juni sampai dengan November 2015 di Lahan Percobaan Fakultas 10 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakaan pada bulan Juni sampai dengan November 2015 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta di Jumantono,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin banyak jumlah makanan (pangan) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan primer manusia ini. Kondisi ini dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata, NESS) AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR

RESPON TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata, NESS) AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR EMBRYO VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2007 ISSN 0216-0188 RESPON TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata, NESS) AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR Sinar Suryawati 1, Achmad Djunaedy 1, Ana Trieandari 2

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN Protein and Anthocyanin Production of Waterleaf Shoot

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman

MATERI DAN METODE. A 2 : 120 g/tanaman. A 3 : 180 g/tanaman III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Menurut Fachrudin (2000) di dalam sistematika tumbuhan, tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci