Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja karbon dengan kandungan selain besi adalah karbon sebesar 0,12507 %, nikel 0,0046%, krom 0,00798% dengan mikrostruktur dasar 100% ferrite. Jika dilihat dari komposisinya, baja karbon tersebut termasuk baja karbon rendah atau baja lunak (mild steel) dan mendekati besi murni jika dilihat dari mikrostrukturnya. Baja dengan mikrostruktur ferrite, memiliki struktur body centered cubic (bcc), stabil pada suhu rendah, kelarutan padat terbatas dan dapat berada bersama Fe 3 C. (11) Baja tahan karat ferrite harus mengandung Cr sekitar % atau lebih dengan sifat bahwa pada lingkungan korosi yang ringan tidak terjadi karat tetapi jika berada pada larutan yang netral dapat terjadi korosi sumuran. Jika dilihat kandungan Cr pada baja karbon yang digunakan untuk pipa produksi pengalir hard water maka kandungan Cr nya sangat kecil dari yang seharusnya sebagai baja tahan karat ferrite sehingga pipa tersebut dalam lingkungan air sadah yang mengandung ion-ion agresif seperti ion klorida dan ion sulfat berpotensi mengalami korosi lokal. IV.2 Analisis Hasil Pengukuran Elektrokimia dengan Metode Ekstrapolasi Tafel Dari hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel, akan didapatkan aluran Tafel dan laju korosi baja karbon dalam air sadah. Data tersebut dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang pengaruh suhu, ion klorida dan ion sulfat terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah. Selain itu jenis inhibitor dan efektifitas inhibitor dapat ditentukan. Dapat dianalisis juga, parameter aktivasi serta mekanisme inhibisinya. 20

2 IV.2.1 Pengaruh Konsentrasi Ion Klorida dan Ion Sulfat terhadap Laju Korosi pada Suhu 25 ºC Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran A.2, A.7) yang disajikan dalam Gambar IV.I dan IV.2, berturut-turut menggambarkan pengaruh konsentrasi ion klorida terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan dan dalam air sadah di industri tekstil. Peningkatan konsentrasi ion klorida menyebabkan laju korosi meningkat sampai batas optimum, setelah itu laju korosi menurun pada konsentrasi ion klorida yang lebih tinggi laju Korosi (mm/thn) konsentrasi ion klorida (ppm) Gambar IV.1 Pengaruh konsentrasi ion klorida terhadap laju korosi baja karbon pada suhu 25 ºC dalam air sadah tiruan Dalam air sadah tiruan didapatkan konsentrasi optimum pada 42,51 ppm dengan laju korosi sebesar 0,41 mm/th, sedangkan dalam air sadah di industri tekstil konsentrasi optimum pada 90 ppm dengan laju korosi 0,43 mm/th. laju korosi (mm/thn) konsentrasi penambahan ion klorida (ppm) Gambar IV.2 Pengaruh konsentrasi ion klorida terhadap laju korosi pada suhu 25 ºC dalam air sadah di industri tekstil 21

3 Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran A.4, A.8) yang disajikan dalam Gambar IV.3 dan IV.4, berturut-turut menggambarkan pengaruh konsentrasi ion sulfat terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan maupun dalam air sadah di industri tekstil. Peningkatan konsentrasi ion sulfat menyebabkan laju korosi meningkat sampai batas optimum, setelah itu laju korosi menurun pada konsentrasi ion sulfat yang lebih tinggi. laju korosi (mm/thn) konsentrasi ion sulfat (ppm) Gambar IV.3 Pengaruh konsentrasi ion sulfat terhadap laju korosi pada suhu 25 o C dalam air sadah tiruan Dalam air sadah tiruan didapatkan konsentrasi optimum pada 5 ppm dengan laju korosi sebesar 0,29 mm/th, sedangkan dalam air sadah di industri tekstil konsentrasi optimum pada 30 ppm dengan laju korosi 0,33 mm/th. laju korosi (mm/thn) konsentrasi penambahan ion sulfat (ppm)l Gambar IV.4 Pengaruh konsentrasi ion sulfat terhadap laju korosi pada suhu 25 ºC dalam air sadah di industri tekstil 22

4 Dalam air sadah tiruan maupun dalam air sadah di industri tekstil terjadi fenomena yang serupa yaitu kenaikan konsentrasi ion klorida maupun ion sulfat mengakibatkan laju korosi meningkat sampai batas optimum, setelah itu pada konsentrasi ion klorida dan ion sulfat yang lebih tinggi laju korosi menurun. Fenomena ini terjadi karena dalam larutan basa, logam terlapisi oleh lapisan oksida yang dapat menghalangi terjadinya korosi. Dengan adanya ion agresif seperti klorida atau sulfat maka lapisan oksida tersebut dapat terbuka. Dengan naiknya konsentrasi ion klorida atau ion sulfat, maka bagian besi yang lapisan oksidanya terbuka semakin banyak sehingga pelarutan besi semakin kuat, akibatnya laju korosi meningkat. Laju korosi meningkat sampai batas optimum dan kemudian turun, hal ini kemungkinan diakibatkan terbentuknya lapisan tipis hasil korosi pada permukaan baja karbon yang dapat menghalangi pelarutan besi lebih lanjut. Jika dianalisis, laju korosi maksimum dalam air sadah tiruan dan dalam air sadah di industri tekstil terdapat kesesuaian, walaupun dari segi konsentrasi optimum terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan air sadah di industri tekstil tidak terkontrol karena faktor penyimpanan yang lama di laboratorium dan kemungkinan tidak sesuai lagi komposisinya dengan data analisis kimia pada tahun 2005, karena itu air sadah di industri tekstil tidak menjadi patokan dalam pengambilan kesimpulan. Dapat dianalisis pula, pengaruh konsentrasi ion sulfat terhadap laju korosi memiliki rentang yang lebih pendek dibandingkan pengaruh konsentrasi ion klorida. Hal ini disebabkan ion klorida lebih agresif dibandingkan ion sulfat. Dapat disimpulkan juga, air sadah yang paling korosif pada suhu 25 ºC, adalah air sadah yang mengandung 42,5 ppm ion klorida dengan laju korosi 0,41 mm/th. 23

5 IV.2.2 Pengaruh Suhu terhadap Laju Korosi Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran A.3, A.5, A.9) yang disajikan dalam Gambar IV.5, IV.6 dan IV.7, berturut-turut menggambarkan pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, ion sulfat serta dalam air sadah di industri tekstil pada rentang suhu 25 ºC sampai 55 ºC. Baik dalam air sadah tiruan maupun di industri tekstil terjadi fenomena serupa, pada rentang suhu 25 ºC sampai 55 ºC, laju korosi terus meningkat dengan meningkatnya suhu. laju korosi (mm/thn) suhu ( o C) Gambar IV.5 Pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida Dengan naiknya suhu, maka mobilitas ion meningkat akibat meningkatnya energi kinetik. Hal ini mengakibatkan laju penyerangan lapisan oksida oleh ion-ion agresif meningkat sehingga logam besi yang lapisan oksidanya terbuka semakin banyak, dan pelarutan besi semakin kuat sehingga laju korosi meningkat. laju korosi (mm/thn) Suhu ( o C) Gambar IV.6 Pengaruh suhu terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat 24

6 Dalam air sadah tiruan, laju korosi pada suhu 55 ºC di lingkungan ion klorida dan ion sulfat berturut-turut adalah 0,62 mm/th dan 0,38 mm/th. Sedangkan dalam air sadah di industri tekstil laju korosi pada suhu 55 ºC adalah 0,59 mm/th. laju korosi (mm/thn) Suhu ( o C ) Gambar IV.7 Pengaruh suhu terhadap laju korosi dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida Hal ini berarti kondisi paling korosif terjadi dalam air sadah yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 55 ºC, dengan laju korosi 0,62 mm/th. Dapat dianalisis pula, laju korosi pada suhu 55 ºC dalam air sadah tiruan maupun di industri tekstil memiliki kesesuaian, meskipun dari segi konsentrasi ion sulfat dan ion klorida berbeda. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa air sadah di industri tekstil berada pada kondisi tidak terkontrol. IV.2.3 Jenis Inhibitor Gambar IV.8, IV.9 dan IV.10 berturut-turut menggambarkan aluran Tafel dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, ion sulfat dan di industri tekstil dalam kondisi tanpa inhibitor dan dengan adanya inhibitor pada konsentrasi tertentu yang dapat memberikan gambaran tentang jenis inhibitor serta efektifitasnya. Aluran Tafel untuk air sadah tiruan di lingkungan ion klorida maupun ion sulfat dan dalam air sadah di industri tekstil, terjadi fenomena yang serupa, yaitu dengan adanya inhibitor korosi baik tiourea maupun simetidin, potensial korosi bergerak 25

7 ke arah yang lebih positif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua inhibitor merupakan inhibitor anodik. (4) log I ( μa/cm 2 ) Blanko 10 ppm 10 ppm Potensial (mv) Gambar IV.8 Aluran Tafel sebelum dan sesudah penambahan inhibitor dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC Inhibitor anodik, menghambat reaksi oksidasi di anoda. dengan demikian adanya inhibitor tersebut mengurangi proses pelarutan logam, sehingga laju korosi menurun. Dapat dianalisis dengan adanya inhibitor kerapatan arus korosi, I corr menurun dibandingkan dengan larutan blanko. Karena besarnya kerapatan arus berbanding lurus dengan laju korosi maka semakin besar penurunan kerapatan arus (ΔI corr ) maka laju korosi semakin kecil dan efektifitas inhibitor tersebut semakin meningkat log I ( μ A/cm 2 ) Potensial (mv) Blanko 10 ppm 10 ppm Gambar IV.9 Aluran Tafel sebelum dan sesudah penambahan inhibitor dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat pada suhu 25 ºC 26

8 log I ( μa/cm 2 ) Potensial (mv) Blanko 20 ppm 20 ppm Gambar IV.10 Aluran Tafel sebelum dan sesudah penambahan inhibitor dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC Dapat dianalisis pula semakin besar perbedaan potensial korosi (ΔE corr ) antara larutan blanko dengan air sadah yang mengandung inhibitor maka efektifitas inhibitor tersebut semakin tinggi. Air sadah yang mengandung tiourea memilki ΔI corr maupun ΔE corr yang lebih besar dari pada air sadah yang mengandung simetidin, dengan demikian efektifitas tiourea lebih tinggi dibandingkan simetidin. IV.2.4 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor terhadap Efektifitas Inhibitor pada Suhu 25 ºC Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran B.1) yang disajikan dalam Gambar IV.11, IV.12, berturut-turut menggambarkan pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida serta efektifitas inhibitor. Dalam air sadah di lingkungan ion klorida, penambahan inhibitor menyebabkan laju korosi menurun sampai batas optimum, kemudian naik walaupun relatif kecil. Penurunan laju korosi, untuk tiourea optimum pada konsentrasi 40 ppm sedangkan simetidin pada 50 ppm. 27

9 laju korosi (mm/thn) konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.11 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi pada suhu 25 ºC dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida Efisiensi inhibisi ditentukan dengan Persamaan (IV.1) : I I in % EI = x100% (IV.1) I Dimana I adalah kerapatan arus korosi tanpa inhibitor dan I in adalah kerapatan arus korosi dengan adanya inhibitor. Inhibitor korosi tiourea dapat menurunkan laju korosi lebih rendah dari simetidin dengan konsentrasi optimum 40 ppm dan efisiensi inhibisi sebesar 94,7 %, sedangkan simetidin optimum pada konsentrasi 50 ppm dengan efisiensi inhibisi 78,6 % konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.12 Pembandingan efektifitas inhibitor korosi pada suhu 25 ºC dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida 28

10 Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran B.3) yang disajikan dalam Gambar IV.13, IV.14, berturut-turut menggambarkan pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah tiruan di lingkungan ion sulfat serta efektifitas inhibitor. laju korosi (mm/thn) konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.13 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi pada suhu 25ºC dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat Inhibitor korosi tiourea dapat menurunkan laju korosi jauh lebih rendah dari simetidin dengan konsentrasi optimum 20 ppm dengan efektifitas sebesar 92,8 %, sedangkan simetidin optimum pada konsentrasi 40 ppm dengan efektifitas sebesar 36,5 %. % EI konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.14 Pembandingan efektifitas inhibitor pada suhu 25 ºC dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat 29

11 Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran B.5) yang disajikan dalam Gambar IV.15, IV.16, berturut-turut menggambarkan pegaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi baja karbon dalam air sadah di industri tekstil.serta efektifitasnya laju korosi (mm/thn) konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.15 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi pada suhu 25 ºC dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida Inhibitor korosi tiourea dapat menurunkan laju korosi jauh lebih rendah dari simetidin dengan konsentrasi optimum 20 ppm dan efektifitas sebesar 93,1%, sedangkan simetidin optimum pada konsentrasi 40 ppm dengan efektifitas sebesar 59 %. % EI konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.16 Pembandingan efektifitas inhibitor pada suhu 25 ºC dalam air sadah tiruan di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida 30

12 Penambahan inhibitor baik tiourea maupun simetidin dalam air sadah tiruan maupun di industri tekstil menurunkan laju korosi, dan penurunan laju korosi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor, disebabkan adanya peningkatan adsorpsi inhibitor pada permukaan logam. Penurunan laju korosi terjadi sampai batas optimum, kemudian laju korosi meningkat kembali walaupun relatif kecil disebabkan terjadinya desorpsi inhibitor dari permukaan logam. Efektifitas tiourea dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida lebih tinggi dari pada simetidin, disebabkan tiourea (Gambar II.3) memiliki struktur yang planar yang memudahkan terjadinya adsorpsi sedangkan simetidin (Gambar II.4) secara keseluruhan memiliki struktur yang meruah. Faktor halangan sterik oleh substituen yang meruah merupakan faktor yang menurunkan daya inhibisi. (10) Akibat faktor halangan sterik, proses adsorpsi dan mobilitas simetidin pada permukaan logam baja karbon akan berkurang, sehingga proses penutupan permukaan logam menjadi kurang efektif dan tidak optimum, sehingga mengalahkan efek efisiensi kebasaan simetidin tersebut. Kemeruahan strukturnya dapat mengakibatkan kemampuan dan mobilitasnya untuk dapat teradsorpsi dan menutupi permukaan logam secara merata menjadi berkurang. Dibandingkan efektifitas simetidin dalam air sadah di lingkungan ion klorida, simetidin dalam air sadah di lingkungan ion sulfat efektifitasnya jauh lebih rendah, hal ini kemungkinan disebabkan selain struktur simetidin yang meruah, juga karena ion sulfat memiliki ukuran molekul yang lebih besar sehingga sulit berinteraksi dengan simetidin. Jika dibandingkan efektifitas tiourea dalam air sadah di industri tekstil dengan air sadah tiruan di lingkungan ion klorida maka efektifitasnya tidak jauh berbeda. Tapi dari segi konsentrasi, tiourea dalam air sadah di industri tekstil memiliki konsentrasi optimum yang lebih rendah dari pada tiourea dalam air sadah tiruan. Hal ini kemungkinan tiourea dapat bersinergi dengan ion lain dalam menghambat laju korosi. dalam air sadah di industri tekstil efektifitasnya lebih 31

13 rendah daripada dalam air sadah tiruan, kemungkinan karena adanya ion lain yang dapat menghambat adsorpsi simetidin. IV.2.5 Pengaruh Suhu terhadap Efektifitas Inhibitor Hasil pengukuran elektrokimia dengan metode ekstrapolasi Tafel (Lampiran B.2, B.4, B.6) yang disajikan dalam Gambar IV.17, IV.18 dan IV.19, berturut-turut menggambarkan pengaruh suhu terhadap efektifitas inhibitor dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, ion sulfat dan di industri tekstil. Dalam air sadah di lingkungan ion klorida, efektifitas inhibitor menurun dengan naiknya suhu dan pada kondisi paling korosif, efisiensi inhibisi tiourea sebesar 82,6 % sedangkan simetidin 72,6 % suhu ( o C ) Gambar IV.17 Pengaruh suhu terhadap efektifitas inhibitor korosi dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida Begitu pula dalam air sadah di lingkungan ion sulfat maupun di industri tekstil, efektifitas inhibitor menurun dengan naiknya suhu dan pada kondisi paling korosif, efisiensi inhibisi tiourea di lingkungan ion sulfat sebesar 87,8 % sedangkan simetidin 30 %. Dalam air sadah di industri tekstil pada kondisi paling korosif, tiourea memiliki efisiensi inhibisi sebesar 85,7 % sedangkan simetidin 56,7 %. 32

14 % EI Suhu ( o C) Gambar IV.18 Pengaruh suhu terhadap efektifitas inhibitor korosi dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat Baik tiourea maupun simetidin efektifitasnya menurun dengan naiknya suhu, hal ini disebabkan dengan meningkatnya suhu maka pelarutan logam makin meningkat dan terjadinya desorpsi inhibitor dari permukaan logam % EI Suhu ( o C) Gambar IV.19 Pengaruh suhu terhadap efektifitas inhibitor korosi dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida IV.2.6 Parameter Aktivasi Untuk menghitung parameter aktivasi pada proses korosi pada rentang suhu 25ºC sampai 55 ºC, digunakan Persamaan Arrhenius (IV.2) dan Persamaan transisinya (IV.3), 33

15 E r = k exp RT a (IV.2) r = RT Nh ΔS exp R a ΔH exp RT a (IV.3) dimana k adalah faktor pra-eksponensial Arrhenius, T suhu mutlak, E a energi aktivasi korosi pada proses korosi, ΔH a entalpi aktivasi, ΔS a entropi aktivasi, N bilangan Avogrado, h tetapan Planck dan r adalah kecepatan reaksi pelarutan logam yang berbanding lurus dengan kerapatan arus, I corr. Gambar IV.20 memperlihatkan aluran ln I corr terhadap 1/T untuk air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, harga energi aktivasi dihitung dari kemiringan garis yang bernilai -E a /R. ln I corr ( μ A/cm 2 ) /T (1/K) Blanko Linear (Blanko) Linear () Linear () Gambar IV.20 Aluran ln I corr terhadap 1/T pada korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida dengan dan tanpa inhibitor Sedangkan Gambar IV.21 memperlihatkan aluran ln (I corr /T) terhadap 1/T. Diperoleh suatu garis lurus dengan kemiringan (-ΔH a /R ) dan titik potong ( ln (R/Nh) + ΔS a /R ) sehingga nilai ΔH a dan ΔS a dapat dihitung. Hasil perhitungan disajikan dalam Tabel IV.1. 34

16 -1 ln ( I corr /T ) / μ Acm -2 K Blanko Linear (Blanko) Linear () Linear () /T (1/K) Gambar IV.21 Aluran dari ln (I corr /T) terhadap 1/T pada korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida dengan dan tanpa inhibitor Tabel IV.1 Parameter aktivasi untuk korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 25º C dengan dan tanpa inhibitor Inhibitor E a (kj/mol) ΔH a (kj/mol) ΔS a (J/mol) Blanko 12,17 8,89-204,3 17,74 15,07-195,89 42,29 39,63-123,26 Gambar IV.22 dan IV.23 berturut-turut memperlihatkan aluran ln I corr terhadap 1/T dan aluran ln (I corr /T) terhadap 1/T dalam air sadah tiruan di lingkungan ion sulfat. 35

17 ln I corr (μ A/cm -2 ) /T (1/K) Blanko Linear (Blanko) Linear () Linear () Gambar IV.22 Aluran ln I corr terhadap 1/T pada korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat dengan dan tanpa inhibitor Hasil perhitungan parameter aktivasi, untuk air sadah di lingkungan ion sulfat disajikan dalam Tabel ln (I corr /T )/ μ Acm -2 K Blanko Linear (Blanko) Linear () Linear () /T (1/K ) Gambar IV.23 Aluran ln (I corr /T) terhadap 1/T pada korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat dengan dan tanpa inhibitor 36

18 Tabel IV.2 Parameter aktivasi untuk korosi baja karbon dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat pada suhu 25 ºC dengan dan tanpa inhibitor Inhibitor E a (kj/mol) ΔH a (kj/mol) ΔS a (J/mol) Blanko 7,17 4,51-222,00 9,86 7,19-216,75 22,61 19,11-194,60 Gambar IV.24 dan IV.25 berturut-turut memperlihatkan aluran ln I corr terhadap 1/T dan aluran ln (I corr /T) terhadap 1/T dalam air sadah di industri tekstil. 4.5 ln I corr ( μa/cm 2 ) /T (1/K ) Blanko Linear (Blanko) Linear () Linear () Gambar IV.24 Aluran ln I corr terhadap 1/T pada korosi baja karbon dalam air sadah tiruan di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida dengan dan tanpa inhibitor 37

19 -1 ln ( I corr /T )/ μacm -2 K Blanko Linear (Blanko) Linear () Linear () /T (1/K ) Gambar IV.25 Aluran ln (I corr /T) terhadap 1/T pada korosi baja karbon dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida dengan dan tanpa inhibitor Hasil perhitungan parameter aktivasi, disajikan dalam Tabel IV.3. Tabel IV.3 Parameter aktivasi untuk korosi baja karbon dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC dengan dan tanpa inhibitor Inhibitor E a (kj/mol) ΔH a (kj/mol) ΔS a (J/mol) Blanko 9,60 6,94-210,75 11,12 8,46-208,89 28,60 25,94-168,69 Dari hasil perhitungan parameter aktivasi, baik dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, ion sulfat maupun di industri tekstil menunjukkan hasil yang bersesuaian. Harga energi aktivasi larutan blanko pada air sadah tiruan maupun air sadah di industri tekstil, diperoleh harga E a < 45 kj/mol yang dapat diindikasikan bahwa laju korosi pada rentang suhu 25 ºC sampai 55 ºC tersebut dikendalikan oleh proses difusi ionik dalam air. (13) 38

20 Meningkatnya harga E a dengan adanya inhibitor, dapat diinterpretasikan sebagai adsorpsi fisik inhibitor yang terjadi pada permukaan baja karbon. (12) Disamping itu harga E a yang semakin besar menunjukkan adanya rintangan energi yang semakin besar yang menghambat reaksi oksidasi, yaitu proses korosi. Dari Persamaan Arrhenius (IV.1) menunjukkan bahwa kerapatan arus berbanding terbalik dengan eksponensial E a, hal ini berarti semakin besar harga E a maka laju korosi semakin kecil. Dengan demikian air sadah yang mengandung inhibitor dengan harga E a yang lebih besar dari air sadah blanko memiliki laju korosi yang lebih kecil. Air sadah yang mengandung tiourea dengan harga E a yang lebih besar dari pada air sadah yang mengandung simetidin memiliki laju korosi yang lebih kecil. Dengan demikian efektifitas tiourea lebih tinggi dibandingkan simetidin. Hasil perhitungan menghasilkan nilai ΔH a dan nilai ΔS a yang lebih positif pada air sadah yang mengandung inhibitor. Hal ini mengindikasikan adanya proses penggantian posisi molekul air oleh inhibitor pada permukaan baja karbon selama adsorpsi berlangsung. (10) Ini berarti proses korosi yang terjadi dihambat lajunya oleh adanya inhibitor. Nilai ΔH a yang positif dan semakin besar untuk air sadah yang mengandung inhibitor menunjukkan bahwa proses korosi semakin sulit karena memerlukan energi yang lebih besar. Nilai ΔH a untuk air sadah yang mengadung tiourea lebih besar dari pada dengan adanya simetidin, hal ini menandakan bahwa proses korosi lebih sulit terjadi dengan adanya tiourea dari pada simetidin ini berarti sesuai dengan hasil pengukuran elektrokimia bahwa tiourea lebih efektif dibandingkan simetidin. IV.2.7 Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm adsorpsi dapat ditentukan jika pengaruh inhibitor disebabkan terutama karena adanya adsorpsi pada permukaan logam. Isoterm adsorpsi dapat memberikan informasi tambahan tentang sifat-sifat inhibitor. Fraksi permukaan yang tertutupi oleh inhibitor θ ditentukan dengan perbandingan EI (%)/100. Terdapat beberapa isoterm adsorpsi yang dapat digunakan untuk menjelaskan prilaku inhibitor dalam suatu medium. Dalam percobaan ini ditemukan bahwa 39

21 isoterm adsorpsi Langmuir memberikan gambaran terbaik untuk menggambarkan perilaku inhibitor tiourea dan simetidin dalam air sadah. Berkenaan dengan isoterm adsorpsi Langmuir, fraksi permukaan logam yang tertutupi inhibitor θ, dihubungkan dengan konsentrasi inhibitor dalam larutan menurut Persamaan (IV.4) : kc θ = (IV.4) 1+ kc Dimana k adalah konstanta kesetimbangan untuk proses adsorpsi. Penyusunan kembali Persamaan (IV.4) memberikan Persamaan (IV.5) : C = 1 + C (IV.5) θ k Gambar IV.26, IV.27, dan IV.28 berturut-turut menggambarkan aluran C inh /θ terhadap C inh dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, ion sulfat dan di industri tekstil yang memberikan suatu garis lurus, dengan nilai koefisien regresi (R 2 ) mendekati 1 yang menandakan bahwa adsorpsi tiourea dan simetidin mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir. Konstanta kesetimbangan dari proses adsorpsi k, dihitung dari titik potong dengan sumbu C inh /θ. Harga k dihubungkan dengan energi bebas adsorpsi ΔG ads, melalui persamaan (IV.6) : K = 1 55,5 ΔG exp RT ads (IV.6) C inh /θ (10-5 M) C inh (10-5 M) Linear () Linear () Gambar IV.26 Model isoterm adsorpsi Langmuir untuk tiourea dan simetidin dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC 40

22 nilai 55,5 adalah konsentrasi molar air dalam larutan. Parameter termodinamika untuk proses adsorpsi dari isoterm adsorpsi Langmuir untuk inhibitor dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida diberikan pada Tabel IV.4. Tabel IV.4 Parameter termodinamika untuk adsorpsi tiourea dan simetidin dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC Inhibitor K (M -1 ) R 2 ΔG ads (kj/mol) 7, ,99-37,73 7, ,99-37,71 Ci nh /θ (10-5 M) C inh (10-5 M) Linear () Linear () Gambar IV.27 Model isoterm adsorpsi Langmuir untuk tiourea dan simetidin dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat pada suhu 25 o C Parameter termodinamika untuk proses adsorpsi dari isoterm adsorpsi Langmuir untuk inhibitor dalam air sadah tiruan di lingkungan ion sulfat diberikan pada Tabel IV.5 Tabel IV.5 Parameter termodinamika untuk adsorpsi tiourea dan simetidin dalam air sadah tiruan yang mengandung 5 ppm ion sulfat pada suhu 25 ºC Inhibitor K (M -1 ) R 2 ΔG ads (kj/mol) 7, ,61 3, ,99-30,34 41

23 C inh /θ (10-5 M ) C inh (10-5 M ) Linear () Linear () Gambar IV.28 Model isoterm adsorpsi Langmuir untuk tiourea dan simetidin dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC Parameter termodinamika untuk proses adsorpsi dari isoterm adsorpsi Langmuir untuk inhibitor dalam air sadah di industri tekstil diberikan pada Tabel IV.6 Tabel IV.6 Parameter termodinamika untuk adsorpsi tiourea dan simetidin dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC Inhibitor K (M -1 ) R 2 ΔG ads (kj/mol) 5, ,72 9, ,98-32,61 Dari ketiga isoterm adsorpsi Langmuir dalam air sadah tiruan maupun di industri tekstil memiliki harga ΔG ads yang negatif dan harga k yang tinggi. Nilai ΔG ads yang negatif dan tingginya harga k menandakan bahwa proses adsorpsi merupakan proses yang spontan dan memiliki karakteristik interaksi dan kestabilan yang kuat antara lapisan yang diserap dengan permukaan baja. Dalam air sadah tiruan, simetidin maupun tiourea memiliki nilai energi bebas adsorpsi yang < -40 kj/mol, hal ini menandakan terjadinya adsorpsi secara fisik. (15) Sedangkan dalam air sadah di industri tekstil, untuk tiourea harga energi bebas adsorpsinya > -40 kj/mol, yang mengindikasikan terjadinya kemisorpsi. (10,12). Nilai mutlak dari energi bebas adsorpsi Ι ΔG ads Ι, dari tiourea dan simetidin dalam ketiga lingkungan air sadah memberikan penjelasan bahwa proses adsorpsi 42

24 tiourea lebih mudah dibandingkan simetidin, dengan demikian tiourea lebih efektif daripada simetidin. IV.2.8 Pengukuran Tegangan Permukaan Pengukuran tegangan permukaan pada percobaan ini, adalah untuk menentukan apakah inhibitor yang digunakan pada percobaan ini menunjukkan sifat seperti surfaktan sehingga menunjukkan gejala miselisasi. Konsentrasi kritis misel atau cmc ditentukan dari titik potong pengeplotan tegangan permukaan terhadap konsentrasi inhibitor. Parameter ini dapat mengukur efisiensi adsorpsi. (5) Hasil pengukuran tegangan permukaan (Lampiran B.7, B.8, B.9 ) yang disajikan dalam Gambar IV.29, IV.30, dan IV.31 berturut-turut menggambarkan hubungan antara penambahan konsentrasi inhibitor dengan tegangan permukaan larutan dalam air sadah tiruan dan di industri tekstil yang dihubungkan dengan efisiensi inhibisi. Tegangan permukaan (mn/m) EI (%) (TP) (TP) (EI) (EI) konsentrasi inhibitor (ppm) Gambar IV.29 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap tegangan permukaan dan efisiensi inhibisi dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC Dalam air sadah tiruan di lingkungan ion klorida, terlihat bahwa dengan naiknya konsentrasi inhibitor, tegangan permukaan larutan menurun sampai titik terendah untuk tiourea dan simetidin berturut-turut adalah pada 40 ppm dan 50 ppm, selanjutnya naik sedikit dan seterusnya konstan. Ini berarti nilai konsentrasi kritis misel untuk tiourea dan simetidin berturut-turut adalah 40 ppm dan 50 ppm.nilai 43

25 konsentrasi kritis misel ini sama dengan konsentrasi inhibitor dengan daya inhibisi optimal. Tegangan permukaan (mn/m) konsentrasi inhibitor (ppm) EI (%) (TP) (TP) (EI) (EI) Gambar IV.30 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap tegangan permukaan dan efisiensi inhibisi dalam air sadah yang mengandung 5 ppm ion sulfat pada suhu 25 ºC Fenomena yang sama terjadi dalam air sadah di lingkungan ion sulfat dan di industri tekstil, penambahan konsentrasi inhibitor menyebabkan penurunan tegangan permukaan larutan sampai batas optimum, kemudian naik sedikit dan seterusnya konstan. Konsentrasi kritis misel untuk tiourea dalam air sadah di lingkungan ion sulfat dan dalam air sadah dari industri tekstil adalah 20 ppm, sedangkan simetidin pada 40 ppm. Konsentrasi tersebut sama dengan konsentrasi inhibitor dengan daya inhibisi optimal. Tegangan permukaan (mn/m) konsentrasi inhibitor (ppm) EI (%) (TP) (TP) (EI) (EI) Gambar IV.31 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap tegangan permukaan dan efisiensi inhibisi dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 25 ºC 44

26 Dapat disimpulkan bahwa baik tiourea maupun simetidin, memiliki sifat sebagai surfaktan. Dan konsentrasi kritis misel untuk kedua inhibitor tersebut, sesuai dengan konsentrasi inhibitor dengan daya inhibisi optimal. IV.2.9 Analisis Permukaan dengan SEM Gambar IV.32 dan IV.33 memperlihatkan penampang lintang kupon baja karbon sebelum dan sesudah terkorosi serta setelah ditambahkan inhibitor selama 24 jam corrosion wheel test pada suhu 55 ºC dalam air sadah tiruan dan air sadah di industri tekstil. Pada Gambar IV.32 dapat diamati peran inhibitor korosi tiourea dalam menginhibisi korosi baja karbon pada kondisi air sadah tiruan yang paling korosif yaitu yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 55 ºC. sebelum terkorosi sesudah terkorosi dengan penambahan inhibitor Gambar IV.32 Penampang lintang kupon baja karbon sebelum dan sesudah 24 jam corrosion wheel test dengan dan tanpa inhibitor dalam air sadah tiruan yang mengandung 42,5 ppm ion klorida pada suhu 55 ºC 45

27 Pada Gambar IV.33 dapat diamati peran inhibitor korosi tiourea dalam menginhibisi korosi baja karbon dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 55 ºC. sebelum terkorosi sesudah terkorosi dengan penambahan inhibitor Gambar IV.33 Penampang lintang kupon baja karbon sebelum dan sesudah 24 jam corrosion wheel test dengan dan tanpa inhibitor dalam air sadah di industri tekstil dengan penambahan 90 ppm ion klorida pada suhu 55 ºC Penampang lintang kupon baja karbon yang terkorosi dalam air sadah tiruan dan air sadah dari industri tekstil, memperlihatkan fenomena serupa. Dan peran inhibitor dapat terlihat, penampang lintang kupon baja karbon dalam air sadah dengan penambahan inhibitor relatif sama dengan penampang lintang kupon baja karbon sebelum terkorosi. 46

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metode Penelitian Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam penelitian ini adalah pertama mengambil sampel baja karbon dari pabrik tekstil yang merupakan bagian dari pipa

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN AIR SADAH TESIS. TETY SUDIARTI NIM : Program Studi Kimia

KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN AIR SADAH TESIS. TETY SUDIARTI NIM : Program Studi Kimia KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN AIR SADAH TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh TETY SUDIARTI NIM : 20506003 Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan potensial inhibisi dari senyawa metenamina adalah larutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN MEKANISME INHIBISI KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN AIR SADAH

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN MEKANISME INHIBISI KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN AIR SADAH MEKANISME INHIBISI KOROSI BAJA KARBON DALAM LINGKUNGAN AIR SADAH Tety Sudiarti Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jln. A.H. Nasution No. 105 Cipadung 40614 Tel.(022)7803936

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan sebagai inhibitor korosi baja karbon pada kondisi pertambangan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Untuk menentukan jenis korosi, laju korosi dan inhibitor yang sesuai pada korosi material runner turbin di lingkungan PLTA Saguling, dilakukan pengukuran dan pengujian laboratorium

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCL DENGAN INHIBITOR KININA

LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCL DENGAN INHIBITOR KININA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

Tegangan permukaan inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan air sadah

Tegangan permukaan inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan air sadah J. Sains Dasar 2014 3 (2) 118-123 Tegangan permukaan inhibitor korosi baja karbon dalam lingkungan air sadah (Surface tension of corrosion inhibitor of carbon steel in hard water medium) Tety Sudiarti

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa disadari begitu dekat dengan kehidupan kita, misalnya paku berkarat, tiang listrik berkarat,

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

Handout. Bahan Ajar Korosi

Handout. Bahan Ajar Korosi Handout Bahan Ajar Korosi PENDAHULUAN Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Baja Nirkarat Austenitik Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN 63 BAB V PEMBAHASAN 5. 1. KETAHANAN KOROSI SUS 316L 5.1.1 Uji Celup SUS 316L Baja tahan karat mendapatkan ketahanan korosi hasil dari terbentuknya lapisan pasif pada permukaan logam. Lapisan pasif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Difeniltimah(IV) oksida Hasil sintesis senyawa difeniltimah(iv) oksida [(C 6 H 5 ) 2 SnO] menggunakan senyawa awal difeniltimah(iv) diklorida [(C 6 H 5 )

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL A. Kerangka Konsep Baja stainless merupakan baja paduan yang

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN Berikut merupakan hasil analisa β-karoten dengan konsentrasi awal β-karoten sebesar 552 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible).

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS HIDRAZIN (N 2 H 4 ) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS

ANALISIS EFEKTIVITAS HIDRAZIN (N 2 H 4 ) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS 96 ISSN 0216-3128 Sumijanto ANALISIS EFEKTIVITAS HIDRAZIN (N 2 H 4 ) SEBAGAI ALTERNATIF INHIBITOR KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER RSG-GAS Sumijanto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, minyak bumi masih memegang peranan penting bagi perekonomian indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai pemasok kebutuhan masyarakat dalam negeri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl Saddam Husien NRP 2709100094 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST, M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) Oleh: Sangya Fitriasih 1405.100.042 ABSTRAK Inhibisi korosi baja 304

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

Diagram Latimer (Diagram Potensial Reduksi)

Diagram Latimer (Diagram Potensial Reduksi) Diagram Latimer (Diagram Potensial Reduksi) Ini sangat mudah untuk menginterpresikan data ketika ditampilkan dalam bentuk diagram. Potensial reduksi standar untuk set sepsis yang berhubungan dapat ditampilkan

Lebih terperinci

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I -

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 212 ISBN : 978-979-28-55-7 Surabaya, 25 Pebruari 212 EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 34 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - EFFICIENCY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang disusun sebagai

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang disusun sebagai KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang disusun sebagai laporan hasil penelitian yang telah dilakukan yang berjudul

Lebih terperinci

Bab 4 Termodinamika Kimia

Bab 4 Termodinamika Kimia Bab 4 Termodinamika Kimia Kimia Dasar II, Dept. Kimia, FMIPA-UI, 2009 Keseimbangan Pada keseimbangan Tidak stabil Stabil secara lokal Lebih stabil 2 2 Hukum Termodinamika Pertama Energi tidak dapat diciptakan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri (SRB) dalam medium B.Lewis (komposisi disajikan pada Tabel III.2 ) dengan perbandingan volume medium terhadap volume inokulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU, ION KLORIDA DAN ION SULFIDA PADA KOROSI Cu-37Zn DALAM MEDIUM NETRAL

PENGARUH SUHU, ION KLORIDA DAN ION SULFIDA PADA KOROSI Cu-37Zn DALAM MEDIUM NETRAL PENGARUH SUHU, ION KLORIDA DAN ION SULFIDA PADA KOROSI Cu-37Zn DALAM MEDIUM NETRAL TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh EKA JUNAIDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia industri. Boiler berfungsi untuk menyediakan kebutuhan panas di pabrik dengan mengubah air menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

9/30/2015 ELEKTROKIMIA ELEKTROKIMIA ELEKTROKIMIA. Elektrokimia? Elektrokimia?

9/30/2015 ELEKTROKIMIA ELEKTROKIMIA ELEKTROKIMIA. Elektrokimia? Elektrokimia? Elektrokimia? Elektrokimia? Hukum Faraday : The amount of a substance produced or consumed in an electrolysis reaction is directly proportional to the quantity of electricity that flows through the circuit.

Lebih terperinci

2 Kinetika dan Mekanisme Reaksi Pada Elektroda

2 Kinetika dan Mekanisme Reaksi Pada Elektroda i u i = C i z i F ini Equation 1.1 Bullet 1. lksajfl kjsdd fjsldjf lsa flskjflksdjf lkasjf lsaj flsaj flskjf lsj lsdaj lasjf lsaaf flasj flasjflasjlf jasl fasl fjads flsa flsdjf Bullet 1 skaljfl kjsa lfjksddlfjsafjsldf

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan 28 BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Elektroda di Larutan Elektrolit Pendukung Elektroda pasta karbon lapis tipis bismut yang dimodifikasi dengan silika dikarakterisasi di larutan elektrolit pendukung

Lebih terperinci

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan listrik dunia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini tentu disebabkan pertumbuhan aktivitas manusia yang semakin padat dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan prosedur pengujian pada Bab III maka didapatkan hasil pengujian Imersi, Potensiodinamik dan SEM sebagai berikut : 4.1 Hasil Pengujian Immerse Dari hasil

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

Adsorpsi Senyawa Thiadiazole sebagai Inhibisi Korosi pada Baja Karbon dalam Media Asam Formik dan Asam Asetat

Adsorpsi Senyawa Thiadiazole sebagai Inhibisi Korosi pada Baja Karbon dalam Media Asam Formik dan Asam Asetat Adsorpsi Senyawa Thiadiazole sebagai Inhibisi Korosi pada Baja Karbon dalam Media Asam Formik dan Asam Asetat Agus Solehudin 1), Sunarto Halim Untung 2) 1),2) Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI

Lebih terperinci

PENGARUH INHIBITOR SODIUM NITRIT DAN DMEA TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADA BAJA TULANGAN S.13 DI LINGKUNGAN AIR LAUT

PENGARUH INHIBITOR SODIUM NITRIT DAN DMEA TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADA BAJA TULANGAN S.13 DI LINGKUNGAN AIR LAUT PENGARUH INHIBITOR SODIUM NITRIT DAN DMEA TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADA BAJA TULANGAN S.13 DI LINGKUNGAN AIR LAUT Faty Alvina, Ir. Soesaptri Oediyani, M.E., Dr. Efendi Mabruri, S.T., M.T. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, yang dimana tujuan utamanya adalah untuk mencegah logam dengan korosifnya, namun juga mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III : MODEL 19 BAB III MODEL

BAB III : MODEL 19 BAB III MODEL BAB III : MODEL 19 BAB III MODEL Model yang akan diturunkan dan dibahas pada bab ini lebih menitikberatkan pada mekanisme korosi dari sudut pandang Teori Keadaan Peralihan bahwa logam terlebih dahulu berubah

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) Bagian I: Pilihan Ganda 1) Suatu atom yang mempunyai energi ionisasi pertama bernilai besar, memiliki sifat/kecenderungan : A. Afinitas elektron rendah

Lebih terperinci

Disampaikan oleh : Dr. Sri Handayani 2013

Disampaikan oleh : Dr. Sri Handayani 2013 Disampaikan oleh : Dr. Sri Handayani 2013 PENGERTIAN Termokimia adalah cabang dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara reaksi dengan panas. HAL-HAL YANG DIPELAJARI Perubahan energi yang menyertai

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc SIDANG TUGAS AKHIR oleh : Rosalia Ishida NRP 2706 100 005 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc Dalam penggunaannya, baja sering mengalami kerusakan, salah satunya

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI SITI CHODIJAH 0405047052 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN

Lebih terperinci

MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI

MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat mengikuti sidang Sarjana Matematika Program Studi Matematika Institut Teknologi Bandung disusun oleh: Adwitha Yusuf 10103020

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan februari sampai Agustus 2015 di Laboratorium Kimia Material dan Hayati FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA Oleh : Agus Solehudin 1), Ratnaningsih E. Sardjono 2), Isdiriayani Nurdin 3) dan Djoko H.Prajitno 4) (1) Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek BAB III METDE PEELITIA 3.1 Desain Penelitian Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek sintesis imidazolin, metilasi imidazolin menjadi imidazolinium (sebagai zat inhibitor),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III PERUMUSAN MODEL MATEMATIS SEL BAHAN BAKAR MEMBRAN PERTUKARAN PROTON

BAB III PERUMUSAN MODEL MATEMATIS SEL BAHAN BAKAR MEMBRAN PERTUKARAN PROTON BAB III PERUMUSAN MODEL MATEMATIS SEL BAHAN BAKAR MEMBRAN PERTUKARAN PROTON 3.. Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pemodelan matematis Sel Bahan Bakar Membran Pertukaran Proton (Proton Exchange

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan.

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan. Jika suatu zat yang memiliki kelarutan dalam zat cair sangat rendah ditempatkan pada antarmuka cairan-udara, maka bolehjadi akan menyebar (spread out) membentuk suatu selaput (film) sangat tipis atau umumnya

Lebih terperinci