Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977)"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TEMU PUTIH Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) cukup dikenal di kalangan masyarakat untuk bahan jamu. Kepopuleran tanaman obat ini digunakan untuk mengobati penyakit kanker. Temu putih tumbuh menyebar terutama di daerah Asia yaitu dari Himalaya ke Chittagong Utara sampai ke Indonesia. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Tenggara, Madagaskar dan beberapa daerah di Indonesia. Di Indonesia, temu putih tumbuh subur pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut yaitu di daerah Sumatera dan Jawa. Secara taksonomi, temu putih diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma, spesies Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe. Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977) Menurut Syukur (2003), temu putih merupakan tanaman semak dengan tinggi hampir mencapai 2 m dengan batang semu berwarna hijau yang di dalam tanah membentuk rimpang. Ciri khas dari tanaman ini adalah adanya warna ungu di sepanjang ibu tulang daun. Helaian daunnya berwarna hijau muda sampai hijau 19

2 tua dengan punggung daun berwarna pudar dan mengkilat. Panjang daun antara cm dan lebar daun 7 20 cm. Rimpang induk berbentuk lanset-lonjong, sedangkan rimpang akar yang berupa akar menggembung pada bagian ujungnya membentuk umbi dengan kulit rimpang berwarna putih. Antara satu rimpang dengan rimpang lain cukup liat untuk dipatahkan. Pada ujung-ujung akar terdapat bulatan-bulatan atau bintil-bintil yang merupakan cadangan air. Kulit rimpang berwarna putih. Apabila diiris, daging rimpangnya berwarna putih ke arah kuning muda dan rasanya pahit. Gambar 2. Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Temu putih berbunga majemuk, berbentuk tabung, bermahkota lonjong, dan berwarna putih. Buah berbentuk lonjong dengan warna hijau sedangkan biji bulat berwarna hitam (Syukur, 2003). Rimpang temu putih mengandung zat warna kuning yaitu kurkuminoid (diarilheptanoid) dan senyawa kimia lain, seperti: minyak atsiri, zingiberen, sineol, polisakarida, dan golongan lain. Kurkuminoid yang telah diketahui meliputi kurkumin, desmektosikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Selain itu, bagian minyak temu putih juga mengandung epikurzerenon, kurdion, dan zedoaron (BPOM, 2007). 20

3 Gambar 3. Struktur Kimia Kurkumin Rimpang temu putih berkhasiat sebagai antiflogostik, kholeretik, stomakik, antipiretik, dan pelega perut (Soedibyo, 1995). Menurut Depkes RI dalam SP. NO 383/12.01/1999, sudah sejak lama temu putih dimanfaatkan oleh masyarakat untuk terapi penyakit diare, muntah dan disentri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa temu putih sangat baik untuk penyakit yang diakibatkan oleh gangguan paru-paru, diantaranya asma, TBC, dan sinusitis. Bahan aktif kurkumin berfungsi sebagai antikanker dan antioksidan. Saat ini temu putih telah banyak diolah secara modern sehingga menghasilkan rasa enak dan bermanfaat untuk pengobatan alternatif. B. PANEN DAN PASCA PANEN TEMU PUTIH Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan, dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode kritis yang sangat menentukan kuantitas dan kualitas hasil tanaman. Setiap jenis tanaman memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum tanaman berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibatkan produksi tanaman yang rendah dan kandungan bahan aktifnya rendah. Sedangkan jika pemanenan dilakukan terlambat akan menghasilkan mutu rendah karena jumlah daunnya 21

4 berkurang dan batang tanaman sudah berkayu. Pemanenan rimpang untuk bahan obat sebaiknya dilakukan setelah tua, yaitu 9-12 bulan setelah tanam. Pemanenan pada umur tersebut akan menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi (Sembiring, 2007). Penanganan pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman yang berfungsi untuk membuat hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk proses selanjutnya. Agar produk dapat digunakan setiap saat dengan kualitas dan mutu yang masih baik, diperlukan proses pengawetan. Salah satu proses pengawetan yang dilakukan pada temu putih adalah dengan dijadikan simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan, kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia plikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh atau bagian tanaman (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985). Beberapa proses yang dilakukan dalam pembuatan simplisia, antara lain: 1. Penyortiran basah Penyortiran basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya dari tanaman. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama ini bertujuan untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan (Tim Penulis Martha Tilaar Center, 2002). 2. Pencucian Proses pencucian terutama dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih. Cara pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam sambil disikat menggunakan sikat yang halus. Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat tertentu yang terdapat dalam bahan dapat larut dalam air sehingga mutu bahan menurun. Penyikatan diperbolehkan untuk bahan yang berasal dari rimpang yang terdapat banyak lekukan. 22

5 3. Pengupasan Proses pengupasan umumnya dilakukan pada bahan berbentuk akar, batang dan buah. Pengupasan kulit luar dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba yang terdapat pada permukaan bahan. Bahan yang telah dikupas tidak memerlukan pencucian apabila cara pengupasannya tepat dan bersih. Pengupasan kulit rimpang merupakan tahap terpenting bila rimpang akan dikeringkan. Pengupasan rimpang dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan kualitas karena penampakannya akan lebih baik atau bersih. Pengupasan kulit rimpang dapat menggunakan jari atau pisau (Syukur, 2003). 4. Pengirisan Beberapa jenis bahan baku simplisia perlu mengalami proses pengirisan. Pengirisan bahan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Pengirisan dapat dilakukan secara manual dengan pisau atau dengan mesin pemotong. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan, sedangkan irisan yang terlalu tebal mengakibatkan pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama. Pada proses pengirisan juga perlu diperhatikan kemiringan irisan karena sangat menentukan kadar minyak atsiri yang ada dikandungnya. Kemiringan irisan yang dianjurkan antara o. Arah irisan melintang tersebut dapat mengurangi pecahnya sel-sel yang mengandung minyak atsiri. Ketebalan pengirisan untuk temulawak dan jahe sekitar 7-8 mm, sedangkan untuk kunyit dan kencur adalah 3-5 mm (Sembiring, 2007). Untuk temu putih digunakan ketebalan pengirisan 3-5 mm. 5. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengurangan kadar air dan penghentian reaksi enzimatik dapat mencegah 23

6 penurunan ataupun kerusakan mutu simplisia. Pengeringan dapat memberikan keuntungan antara lain memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan dalam pengangkutan, menimbulkan aroma khas pada bahan serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Pengeringan temu-temuan dapat dilakukan diatas para-para dengan menggunakan sinar matahari dan ditutupi dengan kain hitam atau dengan kombinasi antara sinar matahari dan alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Waktu pengeringan juga bervariasi tergantung dari jenis bahan. Untuk daun atau herba, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, alat pengering fresh dryer, atau cukup diangin-anginkan saja. Pada umumnya suhu pengeringan adalah o C. Ciri-ciri waktu pengeringan sudah berakhir apabila simplisia sudah dapat dipatahkan dengan mudah. Dan hasil terbaik adalah simplisia tanaman obat yang mengandung kadar air maksimal 10% (Sembiring, 2007). Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan dalam bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan ataupun masa penyimpanan. Namun Risfaheri dan Hidayat (1996) menyatakan bahwa suhu pengeringan untuk bunga dan daun adalah o C dan untuk suhu pengeringan kulit batang dan akar adalah o C. Beberapa hasil dari pengeringan untuk temu-temuan terutama temulawak, kunyit dan jahe yang dilakukan oleh BALITTRO dapat dilihat pada Tabel 1. 24

7 Tabel 1. Kandungan Bahan Aktif Dari Hasil Pengeringan Beberapa Simplisia Parameter Simplisia Kadar kurkumin Minyak atsiri Kadar xanthorizol Kadar fenol Temulawak 1.36% 6.48% 1.92% - Kunyit 6.57% 4.39% - - Jahe % % Sumber: C. TEORI PENGERINGAN Hall (1957) menyatakan pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Sedangkan Mujumdar dan Devahastin (2001) menyatakan bahwa pengeringan adalah operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transien seta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan mutu. Henderson dan Perry (1976) serta Heldman dan Singh (1981) mengemukakan beberapa keuntungan pengeringan, yaitu (1) memperpanjang masa simpan dan penurunan mutu sekecil-kecilnya, (2) memudahkan pengangkutan karena bahan lebih ringan dan volume lebih kecil, (3) menimbulkan aroma yang khas pada bahan tertentu, (4) mutu lebih baik dan nilai ekonomi lebih tinggi. Dasar proses pengeringan adalah air pengurangan air bahan akibat adanya kelembaban udara pengering dengan bahan yang dikeringkan. Bahan dialiri udara kering yang menyebabkan terjadi perpindahan massa air dari bahan ke udara pengering. Udara pengering yang digunakan harus memiliki kandungan uap air yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses yaitu proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Panas dibutuhkan untuk memenuhi panas laten penguapan bahan yang dikeringkan. Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari pada suhu udara di sekelilingnya. Proses pindah massa diperlukan untuk memindahkan massa uap air dari permukaan ke 25

8 udara. Pindah massa terjadi karena tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari pada di udara. Mekanisme pengeringan identik dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Laju penguapan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air terhadap tekanan uap pengering (Henderson dan Pabis, 1961). Bila konsentrasi air permukaan cukup besar, maka akan terjadi laju penguapan yang konstan. Air bebas adalah bagian air yang terdapat pada permukaan bahan, dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya serta dijadikan sebagai media reaksi-reaksi kimia. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan. Untuk menguapkan air bebas diperlukan energi yang lebih kecil daripada menguapkan air terikat. Air terikat dibagi menjadi dua, yaitu air yang terikat secara fisik dan air yang terikat secara kimiawi. Air yang terikat secara fisik merupakan bagian air yang terdapat dalam jaringan matriks bahan karena adanya ikatan-ikatan fisik. Apabila kandungan ini diuapkan maka pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan (browning), hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi. Bila air permukaan telah habis, maka akan terjadi migrasi air dan uap dari bagian dalam ke permukaan secara difusi (Hall, 1957; Henderson dan Perry, 1976). Menurut Nishiyama (1983) dalam Jubaedah (2000) proses pelepasan air dan uap dari bahan ke permukaan terdiri dari lima proses, yaitu (1) pelepasan ikatan air dari bahan, (2) difusi air dan uap air ke permukaan bahan, (3) perubahan fase menjadi uap, (4) transfer uap dari permukaan bahan ke udara sekitar, dan (5) perpindahan uap air di udara. Migrasi air dan uap terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada bagian dalam dengan bagian luar bahan. 26

9 A B C M D E Gambar 4. Kurva Pengeringan (Hall, 1957) t Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan (constant rate) dan laju pengeringan menurun (falling rate). Grafik laju pengeringan ini dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Brooker et al. (1992), laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan produk dengan kadar air lebih besar dari 70% bb dan merupakan fungsi dari suhu, kelembaban udara, dan kecepatan udara pengering. Umumnya laju pengeringan konstan merupakan periode yang singkat sehingga dapat diabaikan dalam proses pengeringan (Henderson dan Perry, 1976). Laju pengeringan menurun terjadi setelah akhir laju pengeringan konstan, dimana kadar air bahan pada perubahan laju pengeringan ini disebut kadar air kritis (critical moisture content) (Hall, 1957; Henderson dan Perry, 1976). Laju pengeringan menurun sering dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap laju pengeringan menurun pertama dan tahap laju pengeringan menurun kedua. Tahap laju pengeringan menurun pertama terjadi pada saat berkurangnya permukaan bahan yang basah karena kecepatan pergerakan air dari dalam lebih kecil dibandingkan kecepatan penguapan di permukaan (Heldman dan Singh, 1981). Sedangkan laju pengeringan menurun kedua terjadi pada saat bagian dalam bahan menguap dan uap air berdifusi ke permukaan. Gambar laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun dapat dilihat pada Gambar 5. 27

10 Laju pengeringan menurun Laju pengeringan tetap C B A LP D E Gambar 5. Kurva Karakteristik Pengeringan (Hall, 1957) M Kadar air kritis adalah kadar air terendah dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada periode laju pengeringan menurun terjadi penurunan tekanan uap dari permukaan produk di bawah tekanan uap jenuh. Karena uap air secara terus menerus meninggalkan bahan, maka tekanan uap dalam bahan semakin kecil, yang berarti perbedaan tekanan uap antara bahan dengan udara disekitarnya semakin kecil. Kondisi tersebut akan menghasilkan penurunan pada laju pengeringan produk, sehingga disebut dengan laju pengeringan menurun (Gambar 6). Besarnya laju pengeringan berbeda-beda pada setiap bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah: 1. Bentuk bahan, ukuran, volume dan luas permukaan. 2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas laten, panas jenis spesifik, konduktifitas termal dan emisivitas termal. 3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal 4. Keadaan diluar bahan, seperti suhu, kelembaban udara 28

11 C LP D E t Gambar 6. Kurva penurunan laju pengeringan terhadap waktu dimana: A-B B-C C C-D D-E : periode pemanasan : laju pengeringan konstan : kadar air kritis : periode penurunan laju pengeringan pertama : periode penurunan laju pengeringan kedua Kemp et al., (2001) menyatakan beberapa kurva yang berguna dan dapat digunakan untuk menggambarkan proses pengeringan pada Gambar 7. 29

12 Gambar 7. Kurva Pengeringan (Kemp et al., 2001) Penelitian tentang karakteristik pengeringan temu putih telah dilakukan sebelumnya oleh Nursani (2008). Nursani mempelajari tentang karakteristik pengeringan temu putih dan mendapatkan model matematis pengeringan lapisan tipis serta model matematis kadar air keseimbangan dan konstanta pengeringan. Mesin pengering yang digunakan adalah mesin pengering berakuisisi dengan perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 2. Setiap perlakuan dilakukan sekali ulangan dengan menggunakan kecepatan udara 0.6 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan Page Modifikasi memiliki nilai error yang paling rendah dibandingkan dengan persamaan Lewis, Henderson dan Pabis, dan Page. Perhitungan untuk nilai kadar air keseimbangan menggunakan metode regresi linear dan menghasilkan persamaan Me = T, untuk 313 K T 333 K. Sedangkan persamaan untuk konstanta pengeringan adalah k = T RH T RH, untuk 313 K T 333 K dan 20% RH 80%. Dan persamaan untuk nilai konstanta pengeringan n adalah n = RH RH 2, untuk 20% RH 80%. Dari persamaan kadar air keseimbangan diatas didapatkan 30

13 bahwa nilai kadar air keseimbangan percobaan tidak terpengaruh oleh kelembaban relatif (RH) udara pengering. Tabel 2. Perlakuan Suhu dan Kelembaban Relatif (RH) Yang Dilakukan Oleh Nursani (2008) RH (%) Suhu ( C) D. MODEL PENGERINGAN 1. Pengeringan Lapisan Tebal Pengeringan lapisan tebal adalah pengeringan yang di dalam prosesnya terdapat gradien kadar air pada lapisan pengeringan untuk setiap waktu (Henderson dan Perry, 1976). Brooker et al., (1974) menyatakan bahwa pada awal proses pengeringan, pengeringan terjadi pada lapisan paling bawah. Kemudian selanjutnya proses pengeringan terjadi pada lapisan yang ada di atasnya. Ketika pengeringan telah terjadi pada semua lapisan, semua bahan telah dikeringkan sampai terjadi keseimbangan dengan udara pengering. Pengeringan lapisan tebal biasanya digunakan untuk pengeringan biji-bijian, dimana bahan ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Udara pengering bergerak dari bawah tumpukan ke bagian atas melewati bahan akan dikeringkan. 2. Pengeringan Lapisan Tipis Henderson dan Perry (1976) menyatakan bahwa pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana semua bahan yang terdapat dalam lapisan menerima secara langsung aliran udara dengan suhu dan 31

14 kelembaban relatif yang konstan, dimana kadar air dan suhu bahan seragam. Pengeringan rimpang temu putih menggunakan metode lapisan tipis karena semua permukaan bahan menerima langsung panas yang berasal dari udara pengering. Untuk meramalkan perubahan kadar air bahan selama pengeringan lapisan tipis, dikembangkan model matematika baik secara teoritis, semi teoritis dan empiris. a. Model Teoritis Luikov (1966) dalam Brooker et al., (1974) telah mengembangkan model matematik dalam bentuk persamaan diferensial untuk menggambarkan proses pengeringan dari produk hasil pertanian sebagai berikut:... (1) Brooker et al., (1974) menyatakan bahwa di dalam proses pengeringan, gradien suhu dan tekanan total dalam persamaan (1) dapat diabaikan, sehingga persamaan (1) dapat disederhanakan menjadi:... (2) Pergerakan air di dalam bahan biasanya diasumsikan terjadi dengan proses difusi (cairan atau uap), sehingga koefisien K 1.1 disebut juga dengan koefisien difusi (D). Jika nilai D konstan, maka persamaan (2) dapat ditulis:... (3) b. Model Semi Teoritis dan Empiris Persamaan pengeringan lapisan tipis diturunkan pula secara semi teoritis dan empiris untuk menyederhanakan penyelesaian persamaan 32

15 difusi dan pengeringan. Beberapa model persamaan matematis yang dapat digunakan dalam perhitungan pengeringan lapisan tipis untuk produk pangan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Model Matematika Pengeringan Lapisan Tipis (Menges et al., 2006) MODEL PERSAMAAN Newton MR = exp(-kt) Henderson & Pabis MR = a exp(-kt) Page MR = exp(-kt n ) Modified Page (1) MR = exp[(-kt) n ] Modified Page (2) MR = exp [-(kt) n ] Logarithmic MR = a exp(-kt)+c Two Term MR = a exp(-k 0 t) + b exp(-k 1 t) Two Term Exponential MR = a exp (-kt) + (1-a) exp (-kat) Wang & Singh MR = 1 + at + bt 2 Thompson t = a ln (MR) + b (ln (MR)) 2 Dimana nilai MR dapat didekati dari persamaan berikut:. (4) Penelitian tentang karakteristik pengeringan lapisan tipis telah banyak dilakukan meliputi berbagai jenis bahan pertanian. Penelitian dilakukan guna menentukan model persamaan matematis yang paling tepat untuk menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis pada bahan pertanian tertentu. Yaldiz et al. (2001) menyatakan bahwa model matematis Two Term dapat menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis untuk Anggur Sultana. Sedangkan Erenturk et al. (2004) meneliti tentang karakteristik Rosehip dan mendapatkan model matematis Logarithmic yang paling tepat untuk menggambarkan pengeringan lapisan tipisnya. Berbeda dengan Kajuna et al. (2001) yang meneliti ubi kayu dan 33

16 Doymaz et al. (2007) yang meneliti tomat mendapatkan bahwa model matematis Page dapat menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis kedua komoditas tersebut dengan baik. E. KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN 1. Kadar Air Keseimbangan Kadar air keseimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh, 1981). Pada saat terjadi keseimbangan kadar air, laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara masuk ke bahan. Konsep kadar air keseimbangan diperlukan dalam analisis sistem penyimpanan dan pengeringan hasil pertanian, karena kadar air keseimbangan menentukan tingkat kadar air minimum yang dapat dicapai pada suatu kondisi pengeringan tertentu. Kadar air keseimbangan suatu bahan dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara dalam ruang, suhu udara, kelembaban relatif (RH), varietas dan tingkat kematangan bahan (Sanjaya, 1996) Penurunan kadar air suatu bahan yang diletakkan di dalam suatu ruang dengan kelembaban relatif rendah dan suhu tinggi disebut desorpsi. Sebaliknya bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi dan suhu rendah, dikatakan bahwa bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangannya melalui adsorpsi. Proses desorpsi dan adsorpsi ini disebut juga sorpsi isotermis (Henderson dan Perry, 1976). Ada perbedaan yang nyata antara kadar air desorpsi dan adsorpsi pada kondisi suhu dan RH yang sama yaitu bahwa kadar air keseimbangan desoprsi lebih tinggi dari pada kadar air keseimbangan adsorpsi. Fenomena ini disebut histerisis (Christensen, 1974 dalam Manalu, 2001). Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva kadar air keseimbangan pada suhu tetap atau sorpsi isotermis. Untuk produk pertanian kurvanya berbentuk sigmoid (berbentuk S) (Manalu, 2001) 34

17 Menurut Brooker et al., (1981) ada dua cara atau metode untuk menentukan kadar air keseimbangan yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis bahan dibiarkan kontak langsung (fully exposed) sampai mencapai keseimbangan dengan kondisi udara lembab yang melingkupinya dalam keadaan diam, biasanya dipergunakan larutan kimia untuk menjaga kemantapan RH lingkungannya. Untuk mencapai keseimbangan diperlukan waktu beberapa hari. Pada metode dinamis terdapat mekanisme pergerakan udara. Kadar air keseimbangan diperoleh lebih cepat dengan cara ini, tetapi memiliki kendala pada pengendalian RH-nya. Metode dinamis pada umumnya dipakai pada analisis pengeringan sedangkan metode statis untuk analisis penyimpanan. Kadar air keseimbangan merupakan fungsi dari kelembaban relatif (RH) dan suhu mutlak (T), dimana hubungan antara Me, RH dan T dinyatakan dalam persamaan Henderson (Brooker et al., 1974) sebagai berikut:... (5) Suatu persamaan lain yang telah dikembangkan oleh Chung dan Pfost (1967) dalam Brooker et al. (1974) diberikan dalam bentuk:... (6) Persamaan lain yang telah dikembangkan Halsey (1948) dalam Somantri (2003) diberikan dalam bentuk: (7) Adapun bentuk persamaan lain yang dituliskan dalam Manalu (1986) yaitu persamaan kuadratik. Di mana persamaan kadar air keseimbangan dibuat sebagai fungsi polinomial yang berbentuk persamaan kuadratik. Namun untuk pemodelan pengeringan temu putih digunakan persamaan linier maka model persamaannya adalah:... (8) Dari persamaan tersebut di atas, nilai koefisien a, b, dan c dapat diganti dengan persamaan..... (9) 35

18 Dengan cara yang sama nilai b diganti seperti prosedur di atas sehingga akan didapat persamaan umum Me sebagai fungsi suhu dan RH dalam bentuk persamaan polinomial, yaitu: )... (10) 2. Konstanta Pengeringan Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalmnya terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam). Makin tinggi nilai konstanta pengeringan makin cepat suatu bahan membebaskan airnya. Konstanta pengeringan (k) dalam sistem pengeringan lapis tipis tergantung pada suhu udara pengering dan kadar air bahan pengeringan. Konstanta pengeringan (k) juga merupakan fungsi dari difusifitas dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam memecahkan persamaan difusi:... (11) Konstanta pengeringan tersebut merupakan fungsi geometris, yaitu: Benda geometris bahan lempeng tak terbatas:... (12) Benda geomertis bahan silinder tak terbatas, silinder terbatas dan bola:... (13) Konstanta pengeringan dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan metoda empiris dan metoda grafik. Beberapa macam persamaan empiris model konstanta pengeringan yang diusulkan dari beberapa peneliti terdahulu dapat dilihat pada Tabel 4. 36

19 Tabel 4. Model-model Empirik Konstanta Pengeringan Untuk Beberapa Bahan Makanan (Marinos-Kouris et al., 1995 dalam Istadi et al., 2002) NAMA BAHAN Biji-bijian dan jewawut Gandum Melon Padi Kentang, Bawang, Wortel, Lada PERSAMAAN EMPIRIK K(T) = b o exp(-b 1 /T) K(T) = b o exp(-b 1 /(b 2 +b 3 T)) K(a w,t) = b o exp((-b 1 +b 2 a w )/T) K(a w,t) = b o + b 1 T b 2 a w K(a w,t,d,u) = b o a b1 w * T b2 * d b3 * u b4 F. PEMUTUAN SIMPLISIA Pemutuan simplisia temu putih didasarkan pada standar Materia Medika Indonesia (MMI). Untuk standar mutu simplisia temu putih didekati dengan standar mutu dari genus Curcuma yang lain, yaitu kunyit (Curcuma domestica), temu hitam (Curcuma aeruginosa), dan temulawak (Curcuma xanthorizol). Hal ini dikarenakan belum ada standar simplisia temu putih pada MMI. Tabel 5 menampilkan standar mutu beberapa simplisia genus Curcuma berdasarkan MMI. Tabel 5. Standar Mutu Beberapa Simplisia Genus Curcuma Berdasarkan Materia Medika Indonesia (MMI) Temu Kunyit Temulawak hitam Parameter MMI MMI MMI (1977) (1978) (1979) Kadar air 10% - 12% 10% - 12% 10% - 12% Kadar abu < 9% < 6.1% 3% - 7% Kadar abu tidak larut dalam asam < 1.6% < 2.4% Kadar sari larut dalam air > 15% > 19.6% - Kadar sari larut dalam alkohol > 10% > 2.4% < 5% Kadar kurkumin 3% - 6% - 0.4% - 2% Bahan organik asing < 2% < 2% < 2% 37

20 Sedangkan standar kadar kurkumin dalam temu putih masih belum diketahui secara pasti karena masih belum ada penelitian lebih lanjut yang dilakukan. 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mahkota Dewa Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) bisa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA Pendahuluan Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari dalam bahan secara termal untuk menghasilkan produk kering. Pengeringan sudah dikenal sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SINGKONG Singkong merupakan umbi akar dari tanaman pangan berupa perdu yang dikenal dengan nama lain ubi kayu, ketela pohon atau cassava. Singkong berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA INDONESIA

MATERIA MEDIKA INDONESIA MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Temu Putih Penyortiran Basah Pencucian Pengupasan Tiriskan Simpan dalam lemari pendingin (5-10 o C) hingga digunakan Pengirisan, 3-5 mm Timbang, ± 200 g Pengukuran Kadar

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita

Lebih terperinci

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) ) ISHAK (G4 9 274) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Perbedaan pola penurunan kadar air pada pengeringan lapis tipis cengkeh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt TANAMAN BERKHASIAT OBAT By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt DEFENISI Tanaman obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak jenis flora

BAB I PENDAHULUAN. terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak jenis flora BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak 30.000 jenis flora di Indonesia dan 950

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PEMBUATAN SIMPLISIA

PERCOBAAN I PEMBUATAN SIMPLISIA PERCOBAAN I PEMBUATAN SIMPLISIA I. TUJUAN Mampu membuat simplisia dengan kandungan zat yang berkhasiat tidak mengalami kerusakan dan dapat disimpan (tahan lama). II. DASAR TEORI Simplisia adalah bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

SKRIPSI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SKRIPSI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENENTUAN MODEL KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTAA PENGERINGANN KAPULAGA (Amomum m cardamomum Willd) DENGANN METODE DINAMIS RINALDI ARI PRABOWO F14052949 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * ISBN 978-62-97387--4 PROSIDING Seminar Nasional Perteta 21 PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * Hanim Z. Amanah 1), Ana Andriani 2), Sri Rahayoe 1) 1) Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Serbuk Simplisia CAF dan RSR Sampel bionutrien yang digunakan adalah simplisia CAF dan RSR. Sampel terlebih dahulu dibersihkan dari pengotor seperti debu dan tanah.

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Pisang Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo Familya Genus : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) Dwi Santoso 1, Djunaedi Muhidong 2, dan Mursalim 2 1 Program Studi Agroteknologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA SKRIPSI MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) OLEH : HADI AZIS PRATAMA F14102102

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman

Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Serbuk Temulawak Sebagai Bahan Baku Minuman Bintang Iwhan Moehady Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail : bintang@polban.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Kadar Air 74-77% Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

4.PEMBAHASAN. dimana kondisi bahan bagian dalam belum kering walaupun bagian luarnya telah kering (Endrasari et al., 2010).

4.PEMBAHASAN. dimana kondisi bahan bagian dalam belum kering walaupun bagian luarnya telah kering (Endrasari et al., 2010). 4.PEMBAHASAN 4.1. Proses Pengeringan Lempuyang dengan Solar Tunnel Dryer Pada penelitian ini, metode pengeringan dilakukan menggunakan solar tunnel dryer (STD) yang memanfaatkan tenaga solar (matahari)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci