BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS"

Transkripsi

1 BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS 3.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia, beras menjadi komoditas yang sangat penting tidak saja dilihat dari sisi produsen tetapi juga dari sisi konsumen. Sebelum menjadi beras, padi (gabah) yang baru dipanen harus melalui beberapa proses pasca panen, yaitu: perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan. Setiap proses pascapanen ini tentunya menggunakan alat atau mesin baik yang masih mengandalkan tenaga manusia maupun yang telah menggunakan rekayasa teknologi. Pada umumnya hasil panen berbentuk gabah kering panen (GKP) dengan kadar air antara 20% - 27% basis basah (bb). Apabila gabah masih mengandung banyak kadar air terjadi respirasi aktif dan kandungan gizi akan terbawa keluar yang menyebabkan kerusakan padi. Kadar air akan mempercepat berkembang biaknya serangga berbahaya dan mikroorganisme, yang juga dapat menurunkan mutu beras. Kadar air yang tinggi juga akan meningkatkan laju terbentuknya kecambah, serta akan muncul jamur yang dapat menyebabkan racun. Oleh karena itu sangat diperlukan pengurangan kadar air untuk mencegah terjadinya kerusakan padi, hal tersebut yang menjadi dasar diperlukannya pengeringan gabah. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kualitas gabah, kadar air yang disyaratkan adalah 14% bb agar gabah dapat disimpan selama 6 bulan, demikian pula untuk keperluan proses penggilingan gabah menjadi beras, agar menghasilkan mutu dan rendemen beras yang baik diperlukan gabah dalam keadaan kering giling (GKG) dengan kadar air antara 13% - 15 % bb.

2 35 Pengeringan akan menyebabkan gradien kadar air didalam bahan, yang menimbulkan tegangan tarik pada permukaan dan tegangan tekan pada bagian dalam bahan. Apabila tegangan melampaui kekuatan bahan, maka bahan akan retak. Pembentukan keretakan yang disebabkan oleh gradient kadar air (Sarker, Kunze, Stouboulis. 1996) akan menjadi patah ketika gabah digiling, sehingga menurunkan rendemen beras kepala. Periode tempering memungkinkan difusi kadar air dari bagian dalam ke permukaan bagian luar gabah, sehingga mengurangi gradient kadar air dan meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama 1987) Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh temperatur dan waktu pengeringan dengan waktu tempering terhadap mutu beras yang ditandai dengan rendemen beras kepala. 3.2 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Gabah Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman bijibijian yang berasal dari benua Asia. Padi merupakan bahan baku dari beras, dimana beras merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi fisiologis, psikologis, sosial, maupun antropologis. Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi : Regnum : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : poaceae Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa L. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi untuk menjadi beras, karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran gabah menjadi beras putih. Butiran

3 36 gabah, yang memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan sesedikit mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras Karakteristik Fisik Gabah Setelah dilepaskan dari malai pada kegiatan perontokan, butiran padi terlepas satu dengan lainnya dan disebut dengan gabah. Butiran-butiran gabah memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecoklatan dan memiliki tekstur kasar, secara garis besar, bagian-bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron, sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm, Gambar 19 menunjukkan struktur fisik butiran gabah. Gambar 19 Struktur fisik butiran gabah.

4 37 Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam,tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi jenis indica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Berdasarkan sub-tipe gabah dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulitnya. Ada tiga sub-tipe gabah dengan kriteria tersebut, seprti di tunjukan dalam Tabel 9 berikut. Tabel 9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit (Ruiten.1981 dalam Thahir.R.1986) Sub tipe 1. Ramping 2. Gemuk 3. Bundar Perbandingan panjang : lebar >3.0 >2.0 <3.0 <2.0 Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B 2. Karbohidrat dan protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B 2 terdapat dalam lapisan bekatul. Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan % dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah, semakin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun. Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan, kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling, sedangkan beras sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala

5 38 dan beras patah besar. Disamping dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen, yang biasanya disebut gabah kering panen (GKP), biasanya memiliki kadar air antara 20-27%. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya, termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah Karakteristik Fisik Beras Beras Pecah Kulit Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Pada struktur butiran gabah beras PK terdiri dari endosperm, lapisan aleuron, testa, dan pericarp atau secara ringkas berupa endosperm dan lapisan bekatul. Beras PK sangat jarang langsung dikonsumsi karena rasanya yang kurang enak akibat masih adanya lapisan bekatul. Dengan demikian beras PK pada umumnya diolah lebih lanjut menjadi beras sosoh Beras Sosoh Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap. Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna yang menarik.

6 39 Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi karena ukurannya yang kecil Beras patah Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Beras kepala adalah beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian dari panjang rata-rata butir beras utuh. Terjadinya beras patah, disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling baik pada proses panen yang belum cukup umur ataupun pada proses pengeringan yang tidak baik. Dengan penanganan yang kurang tepat gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling. Berbagai literatur menyebutkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan beras patah hasil pengilingan, yaitu gabah dipanen belum cukup masak, jenis padi, serta metode pengeringan, akibat dari gradien kadar air selama pengeringan juga dapat mengakibatkan keretakan. Banazzi et al (1994) melakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas beras dengan kondisi pengeringan yang menunjukkan bahwa kualitas beras turun secara cepat dengan naiknya temperatur pengeringan yang disertai kenaikkan laju pengeringan, sehingga berakibat terjadinya thermal shock (kejutan termal) pada butiran. Ekstrom et al. (1996) yang melakukan pengujian pada biji jagung, menunjukkan bahwa tegangan retak tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan temperatur didalam butiran, tetapi juga oleh karena tegangan gradien kadar air atau gabungan tegangan kadar air dan tegangan termal. Arora et al. (1973) melakukan penelitian tentang pengaruh temperatur udara pengering terhadap sifat termal dan mekanis gabah selama pengeringan tipe bak dengan udara panas. Hasilnya, apabila perbedaan temperatur antara udara pengering

7 40 dengan bahan lebih dari 43 o C, akan berakibat retak pada bahan, dan menyarankan akan lebih baik apabila pengeringan dilakukan dengan temperatur udara pengering di bawah temperatur transisi (53 o C), sehingga tahanan termal butiran terhadap perbedaan temperatur dapat diminimalkan. Hal ini dikarenakan pada temperatur dan kadar air di bawah garis transisi gelas, bahan dalam keadaan glassy, yang mempunyai sifat, koefisien ekspansi rendah, volume spesifik dan difusivitas juga rendah. Ketika temperatur bahan telah melewati garis transisi gelas, keadaan bahan berubah dari glassy menjadi rubbery. Sifat bahan di atas garis transisi gelas, di daerah rubbery adalah koefisien ekspansi yang tinggi, demikian pula volume spesifik dan difusivitasnya juga tinggi (Cnossen.A.G., Siebenmorgen.T.J 2000). Laju pengeringan juga menjadi faktor penyebab keretakan (Kunze,O.R., 1991), pengeringan yang cepat sangat merusak kualitas beras (Ban.T, 1971), karena adanya gradien kadar air dalam butiran. Nagato et al (dalam Kunze.,1991) dalam penelitiannya mengamati bahwa terbentuknya keretakan gabah dalam pengeringan adalah konsekuensi dari terjadinya penyusutan yang tidak sama dalam edosperm akibat dehidrasi yang tidak merata pada biji. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah berkerut dan berkembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat. Sarker, Kunze dan Strouboulis (1996) menyatakan bahwa formasi keretakan disebabkan oleh karena gradien kadar air selama pengeringan, keretakan gabah akan mengakibatkan patah selama penggilingan, dan penurunan rendemen beras kepala.

8 Sifat Termofisik Bahan Bahan pertanian umumnya merupakan bahan yang mudah rusak (perisable food) sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang lebih baik untuk dapat memperpanjang masa simpan bahan. Proses pengolahan pascapanen untuk memperpanjang masa simpan bahan pertanian dengan cara pengeringan, umumnya berkaitan dengan masalah perpindahan panas. Untuk menganalisis masalah-masalah pindah panas, diperlukan pengetahuan tentang sifat termofisik bahan tersebut. Adapun sifat termofisik bahan yang diperlukan dalam analisis proses perpindahan panas dalam menguapkan air bahan bahan, antara lain : a. Konduktivitas panas b. Massa jenis c. Kadar air d. Kadar air keseimbangan e. Difusivitas panas. f. Panas jenis Nilai besaran sifat-sifat termofisik bahan bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi kimia dan jenis bahan. Dengan diketahuinya nilai sifat termofisik bahan, laju perubahan suhu bahan, sehingga dapat ditentukan waktu optimum yang dibutuhkan dalam sistem pengeringan bahan Kadar Air Keseimbangan (Me) Dalam proses pengeringan mempelajari kadar air keseimbangan penting, karena kadar air keseimbangan merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai saat pengeringan suatu bahan.kadar air suatu bahan padat basah yang berada dalam keseimbangan dengan udara pada temperatur dan kelembaban tertentu disebut sebagai kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content). Kadar air kesimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis bahan, cara pengolahan, dan suhu serta kelembaban.

9 42 Suatu teraan kadar air keseimbangan pada suhu tertentu terhadap kelembaban disebut sebagai isotermis sorpsi. Isotermis yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermis adsorpsi. Sedangkan, isotermis yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya menurun dikenal dengan isotermis desorpsi. Dalam hal ini, jelas bahwa isotermis desorpsi merupakan perhatian utama pada proses pengeringan, karena kadar air padatan menurun secara progresif. Bentuk umum sorpsi isotermis tipikal ditunjukkan seperti pada Gambar 20. Desorpsi Kadar Air A B Adsorpsi C Kelembaban nisbi (%) Gambar 20 Sorpsi Isotermis tipikal Bentuk kurva isotermis sorpsi tersebut terbagi dalam 3 wilayah secara tegas, A, B dan C, yang merupakan pertanda mekanisme pengikatan air yang berada pada tempat-tempat terpisah pada matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada tempat tersebut dan tidak dapat digunakan untuk reaksi.

10 43 Pada tempat ini, terutama terdapat adsorpsi lapis tunggal uap air dan tidak tampak perbedaan tegas antara isotermis adsorpsi dan desorpsi. Pada wilayah B, air terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga di bawah tekanan keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut terkurung dalam kapiler yang lebih kecil. Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih longgor dalam kapiler yang lebih besar. Air ini dapat digunakan untuk reaksi dan sebagai pelarut. Pada proses penguapan air dari suatu bahan tipis yang dikeringkan dengan aliran udara panas, dimana besarnya nilai kadar air keseimbangan dapat ditentukan berdasarkan model persamaan pengeringan lapis tipis dari Henderson dan Perry (1976). M Mo Konstanta Pengeringan Me = α exp( k t) 3.1 Me Konstanta pengeringan (k) adalah merupakan fungsi dari difusivitas massa dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam pemecahan persamaan difusi. Beberapa peneliti menemukan konstanta pengeringan dipengaruhi oleh suhu, aliran udara, kelembaban dan ukuran partikel yang dikeringkan Disamping itu juga dilaporkan bahwa adanya hasil penelitian yang bertentangan mengenai ada tidaknya pengaruh RH dan kecepatan udara pengering terhadap konstanta pengeringan. Tetapi sebagian besar peneliti menganggap bahwa konstanta pengeringan tidak dipengaruhi oleh kadar air (Chang dan Chung, 1983 di dalam Thahir, 1986). Pada umumnya banyak peneliti melaporkan bahwa difusivitas massa dipengaruhi oleh suhu mengikuti persamaan Arrhenius (Henderson dan Pabis, 1961 di dalam Brooker et al, 1974), yang dirumuskan sebagai berikut : C = C1 Exp 3.3 T D v 2

11 Proses Pengeringan Pengeringan adalah suatu proses pengurangan kadar air bahan dengan cara penguapan hingga mencapai kadar air yang diinginkan, untuk bahan pertanian pengeringan dimaksudkan untuk memperlambat proses kerusakan bahan, dengan cara mengeluarkan kadar air bahan hingga kadar air tertentu dimana jamur, enzim dan serangga yang bersifat merusak bahan menjadi tidak aktif (Henderson dan Perry 1976). Di dalam proses pengeringan terjadi perpindahan panas dari udara pengering ke bahan dan perpindahan massa (uap) dari bahan secara simultan (Hall 1979). Dalam sistem pengeringan bahan, proses pelepasan air melalui pemberian panas harus dapat berdifusi ke dalam padatan dengan cara konduksi. Uap air harus bergerak ke permukaan bahan sebelum dipindahkan keluar oleh udara sebagai media pengeringan. Analisa dalam sistem pengeringan ini mencakup mekanisme perpindahan didalam bahan yaitu difusi panas dan massa (Brooker, et al. 1974). Menurut Brooker et al (1974), proses pengeringan dapat dianggap sebagai proses adiabatik, sehingga dalam proses penguapan air yang dikandung gabah hanya diambilkan dari panas udara pengering saja, tanpa diperhitungkan perpindahan panas konduksi ataupun radiasi dari lingkungannya. Proses yang terjadi dalam pengeringan adalah proses perpindahan panas dari udara panas untuk menguapkan air, adapun air yang diuapkan adalah air bebas dan air terikat. Air bebas yang berada dalam permukaan bahan yang pertama mengalami penguapan dengan laju penguapan sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan bahan dengan tekanan uap udara pengering. Apabila konsentrasi air pada permukaan cukup besar, maka akan terjadi laju penguapan yang konstan, dimana dalam periode tersebut penguapan hanya ditentukan oleh kondisi perpindahan panas dan perpindahan masa yang berada dipermukaan luar bahan yang dikeringkan. Pada periode tersebut dikenal dengan periode laju pengeringan konstan, untuk bahan biji-bijian seperti gabah,air terikat mempunyai porsi yang lebih besar daripada air bebasnya, sehingga pada periode ini terjadi sangat singkat, sehingga dapat diabaikan (Henderson dan Perry 1976).

12 45 Ketika air pada permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air yang terikat dan uap dari bagian dalam bahan ke permukaan secara difusi (Steffe dan Singh. 1979, Aldis dan Foster 1980). Migrasi air dan uap tersebut terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi atau tekanan uap antara bagian dalam dan bagian luar bahan. Laju penguapan pada periode ini sebanding dengan perbedaan tekanan uap antara bagian permukaan bahan dengan bagian dalam bahan. Karena terjadi penguapan tekanan uap di dalam bahan semakin turun, sehingga perbedaan tekanan uap juga turun, laju penguapan turun. Periode tersebut dikenal dengan periode laju pengeringan menurun. 3.3 BAHAN DAN METODE Bahan Varietas gabah yang digunakan adalah Ciherang, termasuk gabah langsing (BBKP-JT 2005 ), perbandingan panjang dengan lebar > 3.0, yang dipanen pada tanggal 23 Juli dan 24 Juli 2007, dan pengeringan dilakukan 3 jam setelah panen. Bersamaan dengan proses pengeringan dilakukan pengujian kadar air dengan menggunakan oven konveksi kurang lebih 10 gram gabah sebanyak 10 sampel dengan temperatur 105 selama 24 jam (Seo,1995), kadar air awal bahan seperti ditunjukan pada tabel 15. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering yang dibuat dengan ukuran rak 55 cm x 55 cm, untuk bahan sebanyak 800 gram (Gambar 20), sehingga terjadi ketebalan tumpukan 2 hingga 3 butir gabah, yang dapat dikategorikan sebagai lapisan tipis (ASAE, 2001) Alat Percobaan menggunakan alat pengering statis yang dirancang menggunakan bahan bakar pemanas biomassa, seperti ditunjukan pada Gambar 21, alat ukur yang

13 46 digunakan, oven konveksi, Kett moisture meter, stop watch, thermocouple unit, higrometer Analisis Data Dataa hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan prosedur Anova dilanjutkan dengan uji Duncan's Multiple Range Test untuk variable: Y1 dan Y2 dengan taraf nyata 5%. Analisis dilakukan menggunakan program SAS versi 8.0 dan Minitab versi 14.0 Microcontroler A/D T 4, RH 4 T 2, RH 2 T 3, RH 3 X Rak Rak 2 T 1, RH 1 50 Saluran udara masuk 100 Ukuran dalam mm Plat Pemanas 660 Gambar 21 Skematik Alat pengeringg

14 Prosedur percobaan Temperatur udara pengering yang digunakan adalah 50 o C, RH 26 % dengan Kadar air kesetimbangan (Me) 6.69% (basis kering) dan 60 o C, RH 17% dengan Me 4.6%, Udara panas didapat dari pemanasan plat pemanas dengan menggunakan bahan bakar biomas, oleh karena kontrol temperatur dilakukan secara manual akurasi temperaturnya 2 o C, Ketika ruang pengering mencapai temperatur ekuilibrium, rak dengan bahan percobaan dimasukkan, lama pengeringan tahap pertama adalah 30 menit, dan 20 menit sehingga didapat pengurangan kadar air antara 4 hingga 8%. Setelah pengeringan tahap pertama selesai dilanjutkan dengan tempering pada temperatur lingkungan dan dengan variasi waktu tempering. Selesai proses tempering bahan percobaan dimasukkan ke ruang pengering lagi untuk selanjutnya dilakukan proses pengeringan tahap kedua, pada pengeringan tahap ke dua pengurangan kadar air yang terjadi antar 2 hingga 5%, hingga kadar air mencapai antara 14 hingga 15% bb, setelah pengeringan tahap ke dua bahan percobaan kembali mengalami proses tempering dengan temperatur lingkungan, variasi waktu tempering yang digunakan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Siebenmorgen and Schluterman (2005). Seratus gram gabah diambil dari setiap percobaan untuk mengetahui mutunya dengan menentukan prosentasi rendemen beras kepala, dengan cara manual, dikupas kulitnya sehingga menghasilkan beras pecah kulit, kemudian dipisahkan antara beras kepala dan beras patah, hasilnya ditimbang untuk menentukan rendemen beras kepala, dimana rendemen beras kepala dihitung berdasarkan prosentase masa beras kepala dari berat beras sampel (beras pecah kulit). Selain dengan cara manual juga digunakan paddy husker untuk mendapatkan beras pecah kulit untuk kemudian dengan cara yang sama didapat rendemen beras kepala. Proses penelitian dilakukan dua kali ulangan untuk setiap perlakuan temperatur, dengan variasi waktu pengeringan dan waktu tempering, dengan demikian diperoleh 16 data pengukuran.

15 HASIL DAN PEMBAHASAN Temperatur dan waktu pengeringan Nilai konstanta pengeringan k berbanding lurus dengan temperatur udara pengering, sehingga semakin tinggi temperatur udara pengering semakin besar nilai k, yang mengakibatkan pengeringan lebih cepat. Dengan demikian untuk temperatur udara yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat untuk pengurangan kadar air yang sama, seperti ditunjukan pada Tabel 11 berikut : Tabel 10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan Varietas gabah Tgl Panen Kadar air (KA) awal Standar deviasi KA Ciherang 23 Juli % bb ± 0.5 Ciherang 24 Juli % bb ± 0.4 T udara pengering ( o C) RH (%) Tabel 11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang Lama pengerin gan I (menit) Lama temperi ng I (menit) Kadar air (%) setelah pengerin gan I Lama pengering an II (menit) Lama temperin g II (menit) Kadar air (%) setelah pengerin gan II Rendem en beras kepala (RBK) (%)

16 49 Tabel 12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air yang dicapai dengan kadar air awal 22.92%. Suhu o C Waktu Pengeringan C (20 menit) D (30 menit) 50 (A) a a 60 (B) a b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata. Hasil analisis varian menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P 0.05) antara perlakuan suhu, waktu pengeringan dan interaksinya. Selanjutnya dilakukan uji Duncan 5% menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan suhu dan waktu pengeringan, tetapi pada interaksi menunjukkan bahwa perlakuan AC, AD, dan BD tidak berbeda nyata (P 0.05), sedangkan perlakuan AC, AD, dan BC berbeda nyata lebih kecil (P 0.05) dari perlakuan BD (tabel 12). Tabel 13 Pengaruh waktu tempering terhadap Rendemen Beras Kepala(RBK) Waktu tempering (menit) RBK ketika kadar air pengeringan pertama > 18% Mean RBK ketika kadar air pengeringan pertama <18% Mean % a % a % b % a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, pada kolom yang sama tidak berbeda nyata.

17 50 Berdasarkan data Tabel 13, nampak bahwa waktu tempering berpengaruh signifikan terhadap rendemen beras kepala, apabila kadar air pada pengeringan pertama mencapai lebih besar dari 18%, waktu tempering menunjukkan perbedaan nyata ( a dan b ) terhadap rendemen beras kepala, yang berarti waktu tempering mempengaruhi rendemen beras kepala, sedangkan ketika kadar air pada pengeringan pertama telah di bawah 18%, maka waktu tempering menunjukkan tidak berbeda nyata, dengan demikian waktu tempering menjadi tidak berpengaruh terhadap rendemen beras kepala. Hasil terbaik berdasarkan analisis tersebut adalah ketika pengeringan menggunakan temperatur udara pengering 50 C dengan waktu pengeringan pertama 20 menit dan waktu tempering 60 menit, waktu pengeringan kedua 30 menit dengan rendemen beras kepala rata-rata 68.11%. Tetapi pada kondisi tersebut dengan total pengeringan 50 menit, kadar air akhir gabah 15.32% bb. Gambar 22 menunjukkan data rendemen beras kepala dari gabah varietas Ciherang hasil panen pada tanggal 23 Juli dengan kadar air awal rata-rata 22.92% bb yang diplot dengan variasi lama pengeringan dan tempering, temperatur udara pengering 50 o C, RH 26%, ketika kadar air setelah pengeringan pertama 18.41% bb, dengan lama pengeringan pertama 30 menit dan lama tempering 60 menit, dan kadar air setelah pengeringan ke dua sebesar 14.66%, lama pengeringan kedua 35 menit dengan total waktu pengeringan 65 menit, nilai rendemen beras kepala 63.6 %.

18 51 Meint (%) 0 Percobaan I Percobaan II Percobaan III Lama pengeringan I (menit) Lama pengeringan II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan I Rendemen beras kepala (%) Lama tempering I (menit) Lama tempering II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan II Gambar 22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92% basis basah dengan suhu udara pengering 50 o C. Penurunan kadar air saat pengeringan pertama sangat mempengaruhi besarnya nilai prosentase rendemen beras kepala, dimana kadar air setelah pengeringan pertama di atas 18% menunjukkan secara rata-rata kondisi bahan masih dalam keadaan rubbery (Siebenmorgen and Schluterman, 2005) sehingga masih dalam batas aman dari kerusakan bahan, hal ini menunjukkan bahwa kadar air setelah pengeringan pertama di atas 18%, tidak berpengaruh banyak terhadap keretakan bahan, sehingga mempunyai nilai rendemen beras kepala di atas 60%. Sedangkan pada Gambar 23 ditunjukan hasil percobaan dengan menggunakan temperatur udara 60 o C, RH 17%, pada saat lama pengeringan pertama 20 menit, didapat nilai kadar air bahan sebesar 18.02% bb, sedangkan setelah pengeringan ke dua kadar airnya adalah 14.82% dengan total waktu pengeringan 40 menit dan total waktu tempering 140 menit, besarnya rendemen beras kepala 62.77%, tetapi ketika lama pengeringan 30 menit, dan kadar air setelah pengeringan pertama 17.63%, nilai rendemen beras kepala nya turun 0

19 52 menjadi 50.33%, bahkan ketika kadar air setelah pengeringan pertama mencapai 16.52%, nilai rendemen beras kepala turun drastis menjadi hanya 32.58%. Menit Percobaan I Percobaan II Percobaan III Lama pengeringan I (menit) Lama tempering I (menit) Lama pengeringan II (menit) Lama tempering II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan I Kadar air (%) setelah pengeringan II Rendemen beras kepala (%) (%) Gambar 23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.5% basis basah. Dengan suhu udara pengering 60 o C Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, berdasarkan percobaan pada saat akhir pengeringan pertama kadar air bahan telah mencapai di bawah 18%, dengan temperatur udara pengering 60 o C dalam waktu 30 menit, kemungkinan terjadinya penyusutan yang tidak sama didalam endosperm, akibat dehidrasi yang tidak merata pada biji, atau besar kemungkinan terjadinya perbedaan kadar air pada permukaan bahan dan kadar air di dalam inti bahan. Keadaan tersebut di atas menimbulkan stress pada bahan, hal ini akan meningkatkan kerusakan bahan, oleh karena perbedaan kadar air dipermukaan bahan dan pada pusat bahan yang tinggi. Penurunan kadar air hingga di bawah 18% akan menyebabkan banyaknya keretakan pada bahan yang berakibat penurunan nilai rendemen beras kepala dan lama tempering akan menjadi tidak berpengaruh

20 53 terhadap penurunan rendemen beras kepala. Semakin besar penurunan kadar air saat pengeringan pertama, akan semakin besar penurunan rendemen beras kepala nya. Berdasarkan analisis menunjukkan pilihan yang terbaik adalah skenario pengeringan dengan temperatur udara 50 o C, waktu pengeringan pertama 20 menit, waktu tempering pertama 60 menit, waktu pengeringan kedua 30 menit dan waktu tempering kedua 30 menit, tetapi kadar air akhirnya hanya mencapai 15.82%. Sedangkan berdasarkan skenario dengan temperatur udara 60 o C, waktu pengeringan pertama 20 menit, waktu tempering 60 menit, kemudian waktu pengeringan kedua 20 menit dan dilanjutkan tempering 80 menit, dengan kadar air akhir 14.1% bb serta rendemen beras kepala rata-rata 63.21%. Berdasarkan data tersebut, maka direkomendasikan pengeringan menggunakan skenario pengeringan dengan temperatur udara 60 o C, dengan waktu pengeringan pertama 20 menit, tempering 60 menit, kemudian waktu pengeringan kedua 20 menit dan tempering 80 menit. Hal ini dikarenakan, kadar air yang dapat dicapai adalah 14.1% memenuhi kadar air yang disyaratkan. 3.5 KESIMPULAN 1. Terdapat batasan pengurangan kadar air saat periode pengeringan pertama, yang dapat mempengaruhi rendemen beras kepala. Pengurangan kadar air tersebut dipengaruhi oleh waktu pengeringan, dan temperatur udara pengering. Untuk penggunaan udara pengering bertemperatur tinggi dapat dilakukan dengan waktu pengeringan yang lebih singkat, sehingga pengurangan kadar air lebih rendah, hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi tingkat stress bahan, sehingga penurunan rendemen beras kepala dapat dihindari. Batasan penurunan kadar air saat periode pengeringan pertama agar tidak menggurang nilai rendemen beras kepala adalah kadar air mencapai > 18% bb.

21 54 2. Waktu tempering, sangat berpengaruh terhadap rendemen beras kepala, pada saat pengeringan pertama ketika kadar airnya mencapai di atas 18% bb. 3. Skenario temperatur udara pengering 60 C, waktu pengeringan 20 menit dan waktu tempering 60 menit. Perbandingan waktu pengeringan : waktu tempering 1:3 hingga 1:4, menunjukkan rendemen beras kepala yang terbesar yaitu rata-rata 64.69%, dengan hasil kadar air akhir 14.1 % bb.

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS

PENGARUH WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS PENGARUH WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS Totok Prasetyo *, Kamaruddin. A **, I. Made. K.D ***, Armansyah. H.T ****, & Leopold. N ***** * Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Beras merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sorgum Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor [L]. Moench) adalah : Kerajaan Subkerajaan Superdevisi Devisi Kelas Subkelas Ordo Famili

Lebih terperinci

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon PENGARUH UMUR PANEN DAN KULTIVAR PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi umur panen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi 1.2. Penggilingan Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi Umumnya alat pengolahan padi terdiri dari berbagai macam mesin, yaitu mesin perontok padi, mesin penggiling padi, mesin pembersih gabah, mesin penyosoh beras,

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan padi setelah panen dari sawah atau rumah ke Pabrik Penggilingan Padi (PPP). Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

ISSN eissn Online

ISSN eissn Online Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (1):66-76 http://www.jptonline.or.id ISSN 1410-5020 eissn Online 2047-1781 Evaluasi Kualitas Beras Giling Beberapa Galur Harapan Padi Sawah (Oryza Sativa L.)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kilang Padi Bersama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan padi menjadi beras atau penggilingan padi (Rice Milling

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan

BAB I PENDAHULUAN. Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Biji merupakan perkembangan lanjut dari bakal biji yang telah dibuahi dan berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Secara agronomis biji merupakan hasil budidaya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan

Yang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Gudang BULOG 206 Rembang. Gudang ini berada di Desa Kedungrejo Kabupaten Rembang. Tepatnya adalah di Jalan Raya Rembang- Blora

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris sangat kaya tanaman pangan yang tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan khas bagi daerah masing-masing.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KUALITAS NATA DARI BAHAN BEKATUL (NATA DE KATUL) DENGAN STARTER BAKTERI Acetobacter xylinum SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidian Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat mengelompokkan mesin pengeringan dan memilih mesin pengering berdasarkan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Klasifikasi...4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mahkota Dewa Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) bisa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR Ahmad MH Winata (L2C605113) dan Rachmat Prasetiyo (L2C605167) Jurusan Teknik Kimia, Fak.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING BAHAN HASIL PERTANIAN. Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING BAHAN HASIL PERTANIAN. Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN PEMBERSIHAN, SORTASI, DAN GRADING BAHAN HASIL PERTANIAN Oleh : Nama : Wendi Irawan Dediarta NPM : 150310080137 Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 20 April

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

Permasalahan bila padi tidak segera dikeringkan ialah : 1. Secara teknis apabila gabah tidak segera dikeringkan akan terjadi kerusakan pada butir

Permasalahan bila padi tidak segera dikeringkan ialah : 1. Secara teknis apabila gabah tidak segera dikeringkan akan terjadi kerusakan pada butir 1.1 latar Belakang Gabah dikenal dengan nama latin ORYZA SATIVA adalah famili dari rumput rumputan (GRAMINEAE) merupakan salah satu bahan makanan dari biji bijian tertua didunia yang dikonsumsi sebagian

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 84 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Pascapanen Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras ditempuh melalui berbagai cara, salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN Tinjauan Pustaka Menurut Tharir (2008), penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007). BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. Padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L yang meliputi kurang lebih 25 spesies tersebar di daerah tropis dan daerah

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT JRPB, Vol. 6, No. 1, Maret 2018, Hal. 53-59 DOI: https://doi.org/10.29303/jrpb.v6i1.72 ISSN 2301-8119, e-issn 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/ KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL

II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat

Lebih terperinci

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks.

Masa berlaku: Alamat : Situgadung, Tromol Pos 2 Serpong, Tangerang Februari 2010 Telp. (021) /87 Faks. Nama Laboratorium : Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian ; Ir. H. Koes Sulistiadji, M.S. Mekanik Traktor roda empat Pengukuran dimensi : - Dimensi unit traktor IK-SP TR4: 2007 butir 1 - Dimensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asal Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman pertanian. Padi termasuk genus oryza L yang meliputi kurang lebih 25 species yang tersebar di seluruh daerah tropik dan subtropik

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: Devisio Sub devisio Class Ordo Familia : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledon : Malvales

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG

PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG R. Hempi Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH ht tp :// yo gy ak ar ta.b ps.g o.id Katalog BPS : 7103005.34 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .id ps.g o ta.b ar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. GABAH 1. Struktur Gabah Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Klasifikasi ilmiah tanaman padi yang menjadi bahan baku beras adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengeringan Gabah Proses gabah menjadi beras melalui tahapan dimulai dari kegiatan pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Setiap tahap kegiatan memerlukan penanganan

Lebih terperinci