BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self Directed Learning Self-directed learning didefinisikan oleh Hiemstra (1994) sebagai kemampuan mengubah pembelajaran yang merupakan pengetahuan dan ilmu belajar dari satu situasi ke situasi lain. Menurut Long (2005) seorang pelajar self-directed adalah seorang yang memiliki sifat seperti memiliki tujuan, memproses informasi, memproses secara kognitif dan membuat keputusan. Proliferasi informasi dan teknologi dan kecepatan perubahan dari seluruh aspek kehidupan menunjukan seberapa penting SDL (Kocaman, 200 9). Bagaimana pelajar belajar tergantung pada pengetahuan dan kemampuan awal yang dia miliki, motivasi untuk belajar, cara belajar, konteks yang mereka pelajari (Marton, 1997). Penelitian Knowles (1983), yang membandingkan andragogy dan pedagogy menemukan bahwa pembelajaran dewasa akan optimal bila self-directed. Menurut O'shea (2003), aktivitas tersebut dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap yakni: asesmen yang merupakan karakteristik dari pelajar seperti kesiapan untuk SDL, kebutuhan untuk belajar dan s umber, planning yang menjelaskan tentang SDL kemudian mengaplikasikan SDL, dan mengevaluasi SDL. Pelajar dirangsang untuk mengembangkan kemampuan untuk SDL di bangku perkuliahan, pelajar dilatih untuk mengendalikan otonomi belajarnya. Huang et al(2008) meneliti adaptasi belajar dan hubungannya dengan isi dan cara pembelajaran. Mereka menemukan adaptasi pembelajaran perlu dibiasakan sebagai alternatif dari pembelajaran tradisional agar dapat belajar dengan optimal. Mayes (2002) menambahkan, keberadaan tekno logi seperti internet menyebabkan perubahan pada pembelajaran, dan pelajar harus dimotivasi untuk menjadi aktif dan ikut dalam proses pembelajaran. Dalam suatu penelitian terhadap mahasiswa keperawatan di UK telah dijumpai aspek positif dan negatif dari S DL (Maxine, 2010). Aspek positif meliputi learner-centered teaching yang bermanfaat untuk belajar, pelajar dapat belajar independen, SDL memotivasi pelajar untuk belajar dan merefleksikan diri, SDL merangsang pelajar untuk inisiatif. Aspek negatif meliput i kecemasan karena ketidakyakinan terhadap apa yang diharapkan, pengetahuan SDL yang kurang, tidak berpengalaman tentang SDL, perlu staf pengajar yang lebih banyak, universitas harus lebih fleksibel untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pelajar yang bervariasi, tidak ada struktur yang menjelaskan apa yang diharapkan dari pelajar. Dalam SDL, peran pendidik adalah untuk mendukung belajar saat proses teacher-learning (Crooks, et al. 2001; Schmidt, 2000). SDL juga memberikan fleksibilitas kepada pelajar untuk me nggunakan cara terbaiknya (Hewitt -Taylor, 2001) dan mengendalikan tujuan pembelajarannya (Lowry, 1989). Namun demikian, SDL bukan berarti belajar dalam kesendirian, tetapi dengan pakar dan fasilitator sebagai sumber (Kell dan van Deursen, 2000). SDL adalah proses saat pelajar mengambil inisiatif dalam menentukan kebutuhan belajarnya, merencanakan tujuan, mengidentifikasi sumber,

2 mengevaluasi hasil. Hal ini dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Knowles, 1975). SDLbukan merupakan konsep pem belajaran baru bagi orang dewasa (Grow, 1991). Aspek yang unik dari pembelajaran ini terletak pada metode penyampaiannya untuk menyesuaikan karakteristik pelajar dewasa, karena orang dewasa berbeda dengan anak -anak dalam hal belajar. Knowles (1984) menegaskan bahwa dewasa adalah self-directed dan mampu untuk bertanggung jawab untuk keputusannya. Orang dewasa ternyata belajar lebih efektif dari melakukan atau pengalaman. SDL pertama kali didefinisikan sebagai kemampuan seorang dewasa melakukan proses pembel ajaran tanpa bantuan (Houle, 1961). Semua manusia dilahirkan dengan potensi yang tidak terbatas untuk bertumbuh dan berkembang (Dewey, 1938), mendefinisikan edukasi sebagai agen yang memfasilitasi pertumbuhan ini dan guru sebagai pengarah namun tidak boleh mencampuri atau mengendalikan proses belajar. Lingkungan pembelajaran juga mempengaruhi proses SDL. Misalnya, kekurangan sumber untuk mencari ilmu, pengajar yang terlalu berotoritas, kekurangan waktu atau kecelakaan yang tidak terduga dapat mempengaruhi reevaluasi dan re-directing pelajar (Guglielmino, 1977). SDL sering diduga sebagai proses instruksi dan sifat seseorang (Brockett dan Hiemstra, 1991). Ada 5 hal yang berperan dalam SDL pelajar yang telah diidentifikasi yakni: aman secara sosial dan profesional, bertempo, berstruktur, dipercaya, dan timbal - balik.aspek aman secara sosial dan profesional berarti diterima sebagai bagian dari suatu tim adalah hal pertama yang diperlukan untuk menciptakan suasana belajar yang efektif. Hal ini mengurangi ketaku tan untuk menunjukan ketidakpedulian terhadap penghinaan dan meningkatkan kesenangan dalam dunia kedokteran, Bertempo berarti kecepatan belajar pemula sangat lambat karena mereka kekurangan teknik dari pakar. Bisa dalam hal kosa kata yang harus dimengerti dalam bidang kedokteran. Kecepatan belajar seorang mahasiswa sangat penting untuk disesuaikan sesuai dengan kecepatan masing - masing, yang dalam hal ini temponya masih sangat lambat. Berstruktur berarti terjadwal, yang memungkan mahasiswa dapat belajar lebih bebas dan dapat fokus pada topik yang spesifik, Dipercaya. bermakna kepercayaan mahasiswa untuk merencanakan pembelajaran akan melemah bila lingkungannya tidak dapat diprediksi, dosen tidak ha dir dan jadwal tidak sesuai,. Dalam aspek timbal-balik, otonomi dapat dirangsang jika pelajar mengetahui mereka meraih tingkat kompetensi yang sesuai. Hal ini memerlukan timbal balik yang sering, berjadwal dan pantas. Ini dapat diraih dengan tes uji proses untuk mengetahui proses seorang mahasiswa selama tahun ajaran hingga akhir tahun dan pada saat mendekati ujian akhir (Blake et al.,1996). Namun, banyak pendidik atau dosen yang justru kekurangan ilmu untuk memberikan timbal - balik ini atau jarang memperhatikan aktifitas klinis pelajar (Cox, 1993). Pentingnya pembelajaran dewasa (andragogi) dalam program pendidikan kesehatan telah diamati, dalam hal ini pada program pendidikan keperawatan tidak hanya menunjang pelajar untuk belajar tetapi juga menstimulasi dan memfasilitasi SDL (Rosendahl, 1974). Andragogi ini sendiri bergantung pada beberapa faktor yang kompleks misalnya kondisi fisik, masalah subjek, instruksi yang diberikan, sifat dari pelajar itu sendiri (Dickinson, 1973). Pentingnya

3 kemampuan membangun pertanyaan dan belajar mandiri ini bahkan disebutkan oleh Knowles (1975) dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan, frustasi dan kegagalan. SDL dideskripsikan dalam berbagai cara, namun, secara keseluruhan dipercayai bahwa self-direction pelajar menjadi inti proses pembelajaran dan ini dapat di kembangkan melalui instruksi dan aktifitas pembelajaran yang sesuai (Brockett & Hiemstra, 1991; Candy, 1991; Grow, 1991; Knowles, 1983). Berdasarkan hasil kerja Knowles (1975), Iwasiw (1987) menganggap SDL adalah bentuk pembelajaran yakni individu memiliki tanggung jawab untuk merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi kerjanya. Iwasiw (1987) menyimpulkan lima karakteristik dari SDL dan mengatakan bahwa pebelajar bertanggung jawab untuk mengidentifikasi kebutuhan belaja rnya, menentukan tujuan belajarnya, menentukan bagaimana mengevaluasi hasil yang akan didapat, mengidentifikasi dan mencari sumber dan strategi pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran. Knowles telah mengidentifikasi 7 kemampuan yang diperlukan untuk SDL yakni: 1. Kemampuan untuk mengembangkan rasa keingintahuan, 2. Kemampuan untuk membuat pertanyaan sesuai dengan keingintahuannya. Kemampuan ini adalah permulaan dari kemampuan untuk berpikir konvergen atau berdebat induktif-deduktif, 3. Kemampuan untuk mengidentifikasi data yang didapatkan untuk menjawab berbagai pertanyaan, 4. Kemampuan untuk menentukan sumber informasi yang relevan (pakar, guru, kerabat, pengalaman, komunitas, media audio-visual), 5. Kemampuan untuk memilih dan menggunakan cara paling efisien untuk mengumpulkan data dari sumber terpercaya, 6. Kemampuan untuk menyusun, menganalisa, mengevaluasi data untuk mendapatkan jawaban valid, 7. Kemampuan untuk mengaplikasikan dan mengkomunikasikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan. Grow (1991) juga melaporkan variasi aktifitas pembelajaran yang banyak untuk memicu pelajar untuk bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri, Hal ini termasuk mengembangkan strategi untuk belajar, tujuan yang diharapkan, perencanaan pembelajaran, dan melat ih strategi ini sampai otomatis. Melalui SDL, kemampuan pelajar untuk mendapatkan informasi akan bertambah. Menurut Gibbons (1994) latihan untuk metode memerlukan 3 tahap, yaitu tahap belajar bagaimana cara belajar dari mentor/guru, diikuti oleh tahap belajar bagaimana mengajar diri sendiri, dan diakhiri oleh tahap belajar bagaimana mengarahkan pembelajaran. Pada tahap belajar bagaimana cara belajar dari mentor/guru, inti dari pelajaran diajari secara perlahan, dan pelajaran diatur oleh mentor secara hati - hati. Pelajar belajar subjek yang diberikan, bagaimana mengidentifikasi apa yang perlu dipelajari, bagaimana menyusun isi pembelajaran, bagaimana mengingat kembali apa yang sudah dipelajari. Pada tahap berikutnya pelajar dibimbing melewati proses belajar ol eh mentor. Pelajar belajar bagaimana meraih hasil pelajaran secara independen, bagaimana mengembangkan cara belajar secara pribadi, bagaimana merencanakan dan menyusun unit, bagaimana bekerja dengan orang lain, bagaimana mengambil tindakan, melihat kemajua n, dan

4 menyelesaikan tugas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguatkan murid untuk menemukan cara paling menarik dan sukses untuk mencapai tujuan. Pada tahap terakhir yakni belajar bagaimana mengarahkan pembelajaran', pelajar memperlajari bagaimana car a memutuskan hal yang penting untuk dipelajari, dilakukan, dan cara mencapainya. Masing -masing pelajar menentukan tujuannya dan berupaya meraihnya. Misalnya, bagaimana cara membayangkan keinginan di masa depan, bagaimana menentukan tujuan pribadi, bagaiman a memanfaatkan waktu, usaha dan sumber, bagaimana mengevaluasi dan mengarahkan kemajuan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membiasakan pelajar untuk hidup dengan terus belajar, prestasi dan perkembangan pribadi. Pendekatan SDL berbeda dengan pendekatan pe ndidikan tradisional. SDL bermula dari menentukan apa yang ingin dipelajari, sedangkan di pendidikan tradisional, program pendidikan yang menentukan apa yang perlu dipelajari. Pendekatan SDL membuat ini bisa ditentukan oleh pelajar misalnya dengan membaca buku atau mengikuti kuliah. Hal yang terakhir yang diperlukan adalah evaluasi. Pada pendidikan tradisional, mentor/guru yang menentukan ini dengan cara ujian untuk menilai jumlah pengetahuan yang didapatkan oleh pelajar. SDL memaksa pelajar untuk menentuk an apakah dia sudah mendapatkan informasi yang cukup untuk menyelesaikan masalah. Jika sudah, maka proses belajar disebut sukses; bila belum, pelajar harus kembali mencari informasi tambahan (Frisby, 1991). Bagi seorang calon dokter, saat terbaik untuk me latih SDL bukan pada saat mahasiswa sudah menjadi dokter dan lepas dari pendidikan formal, tetapi saat mahasiswa masih di fakultas kedokteran. Brown dan Uhl (1970) menyatakan bahwa seorang dokter harus menjadi pelajar seumur hidup untuk meraih kemampuan medis yang baik dan memberikan pelayanan medis yang berkualitas. Berbagai pendapat menyetujui bahwa mahasiswa kedokteran perlu mengubah cara belajar mereka dari teacher -directed ke self-directed (Fisher, 1981; Caplan, 1977; Fox dan West, 1984). Pendidikan k edokteran mampu memfasilitasi perubahan ini dengan cara memberikan instruksi dan latihan dalam kurikulum yang menyerupai masalah -masalah pada saat praktek yang sebenarnya Self Directed Learning Readiness Self-directed learning readiness adalah derajat seorang individu memiliki sikap, kemampuan, dan karakteristik pribadi yang diperlukan untuk self-directed learning. SDLR dipengaruhi oleh pelajar secara individu karena kepribadian seseorang sangat mempengaruhi kemampuan SDL orang tersebut (Wiley, 1983). Teori tentang pembelajaran dewasa menganggap bahwa saat anak -anak bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa, dia berubah dari manusia yang dependen menjadi yang mandiri, dan kesiapan dia untuk belajar semakin terarah kepada tugas dan peran dia di kehidupa n sosial dia. Dewasa secara umum memiliki pengalaman yang sangat lama di daerah teacher-dependent, mereka tidak siap untuk SDL tanpa perubahan cara pembelajaran. Knowles mengatakan bahwa titik dimana seseorang menjadi dewasa adalah saat dia menganggap diri

5 self-directing secara keseluruhan dan menginginkan orang lain menganggap dia self-directed (Yu-Chiung, 2005). Knowles menjelaskan SDL sebagai tingkat kesiapan dan kemampuan untuk respon terhadap pengalaman dengan menyelesaikan masalah dan menggunakan peng etahuan. Dia juga mengidentifikasi 3 alasan untuk SDL yang sukses: pelajar proaktif belajar lebih baik daripada pelajar reaktif, SDL konsisten dengan perkembangan psikologi dewasa untuk menjadi lebih bertanggung jawab, banyak perkembangan baru di dunia pendidikan menuntut pelajar untuk menjadi bertanggung jawab dan mengambil inisiatif untuk belajar sendiri. SDLR ini sangat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan SDL, tetapi tidak semua pelajar memiliki SDLR karena sistem pembelajaran anak- anak dan dewasa sangat berbeda. Setiap orang dewasa harus memiliki SDLR karena orang dewasa tidak belajar sepenuhnya dari guru tetapi belajar secara mandiri. Dalam merintis karir, seorang dewasa pasti akan memiliki masalah dalam pekerjaannya, contohnya seorang dokter yang mendapatkan pasien dengan penyakit yang langka dan dokter tersebut tidak mengetahui cara mendiagnosis dan memberi terapi. Oleh sebab itu untuk mencari solusi untuk masalah tersebut, dokter tersebut harus membuka buku atau jurnal untuk mencari p enyakit pasien tersebut dan menyesuaikan dengan gejala klinis pasien. Namun, hal ini tidak dapat terjadi bila dokter tersebut tidak memiliki SDLR Problem Based Learning Problem based learning adalah salah satu cara untuk merubah sistem pembelajaran teacher-centered menjadi student-centered dan juga memfasilitasi SDL (Rideout dan Carpio, 2001). PBL tidak dapat terjadi tanpa keberadaan SDL, Boud dan Felleti (1997) menyatakan PBL sebagai salah satu cara pembelajaran terbaik untuk merangsang pelajar aga r dapat bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. Meningkatkan kemampuan SDL saat perkuliahan adalah tujuan PBL, karena ini membantu pelajar untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuannya dan mepersiapkannya untuk karir profesionalnya (Barrows, 1983; Morrison, 2004; O Shea, 2003). Komponen SDL yang penting tampak pada proses PBL dimana pelajar mengikuti tahap tahap berikut: membahas skenario dan membuat hipotesa, menentukan learning issue, memastikan sumber yang akan dibahas, melakukan pencarian informasi, mengaplikasikan pembelajaran dan merefleksikan hasil dan proses pembelajaran. PBL yang merangsang SDL merupakan metode terbaik untuk mengembangkan sikap dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah. PBL adalah metode belajar mengajar dalam kelompok kecil dimana murid diberikan "pemicu" dari masalah pada kasus atau skenario agar mereka dapat menentukan tujuan pembelajaran mereka. Setelah itu, mereka melakukan self-directed study secara independen sebelum kembali ke grup untuk mendiskusikan dan mempertajam pengetahuan yang mereka dapat. Oleh karena itu, PBL bukan untuk memecahkan masalah, tetapi menggunakan masalah yang sesuai untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian (Wood, 2003). PBL

6 memilki potensi yang besa r dalam mengatur pendidikan. Memposisikan pelajar di dalam ruang lingkup problem -centered dapat menjembatani antara teori dan praktek. Satu masalah penting yang kurang dikembangkan dalam PBL adalah desain konteks dari situasi problem -based (Sherwood, 2004). PBL merupakan salah satu metode terbaik untuk pembelajaran interaktif (Buisonje, 2002). PBL tutorial adalah metode pembelajaran dimana pelajar dimasukan kedalam beberapa kelompok belajar yang terdiri dari 8-10 orang dan diberikan skenario kasus untuk did iskusikan. PBL tutorial ini memiliki 7 tahap yakni:tahap pertama adalah mengidentifikasi dan klarifikasi istilah yang kurang dimengerti yang ada pada kasus, Tahap kedua adalah mengidentifikasi masalah yang akan didiskusikan, Tahap ketiga adalah tahap diman a pelajar mendiskusikan masalah pada kasus, menjelaskan kemungkinan yang dapat terjadi pada kasus, Tahap keempat adalah menyusun hasil diskusi secara singkat pada tahap 3, Tahap kelima adalah menentukan tujuan pembelajaran, dan tutor memastikan tujuan pembelajaran agar lebih fokus, terarah, dan jelas, Tahap keenam adalah belajar secara mandiri dimana semua pelajar mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran, Tahap ketujuh adalah tahap dimana pelajar membagikan hasil dari pembelajaran secara mandiri kepada grup (Wood, 2003). Ada beberapa keuntungan dari PBL yaitu student -centered, motivation, deep learning, dan constuctivism (Wood, 2003). Student centred pada PBL membuat pelajar aktif, lebih mudah mengerti, dan mengembangkan kemampuan untuk belajar sepanjang hayat. Motivation karena PBL menarik bagi pelajar dan tutor, dan prosesnya membutuhkan semua pelajar untuk berpartisipasi. " Deep" learning karena PBL menuntut pelajar untuk berinteraksi dengan materi pembelajaran, berhubungan dengan konsep aktivitas sehari-hari, dan memperkuat kemampuan untuk mengerti. Constructivist approach karena pelajar dipaksa untuk mengaktifkan hal -hal yang sudah dia ketahui ( prior knowledge). Namun, beberapa melaporkan kelemahan metode ini (Wood, 2003). Namun kelemahan ini dijumpai terkait dengan pelaksanaan PBL yang tidak sesuai dengan kaidah yang telah direkomendasikan. Beberapa kelemahan tersebut terjadi terkait dengan kualitas tutor, kualitas pemicu (skenario), sumber daya dan pembiayaan, serta kesiapan mah asiswa. Tutor yang terbiasa dengan metode teacher-centered akan cenderung bertindak sebagai narasumber di dalam ruang tutorial. Tutor seperti ini cenderung menganggap bahwa sistem pembelajaran PBL menyulitkan, Dari segi kesiapan sumber daya dan pembiayaan, PBL memerlukan staf pengajar yang lebih banyak untuk menjadi tutor, ruangan yang banyak, dan sumber bacaan dan perpustakaan yang dapat diakses dengan mudah. Dari segi kesiapan mahasiswa, kurangnya kemampuan dalam SDL akan menghambat karena mahasiswa tidak tahu berapa banyak informasi yang perlu dikumpulkan, berhubungan, dan berguna untuk mendukung pembelajaran mereka (Wood, 2003). Dengan menggunakan metode pembelajaran ini, diharapkan agar SDL pelajar dapat terpicu. Metode ini baru saja diapplikasikan di F K USU dan

7 diharapkan agar pelajar yang dulunya hanya menerima ilmu dari guru menjadi pelajar yang mencari ilmu secara mandiri sampai seterusnya. 2.4 Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan Kurikulum yang digunakan di Fakultas Kedokteran USU sejak 2008 yang memiliki 7 area kompetensi diantara lain: Profesionalitas yang luhur, Mawas diri dan pengembangan diri, Komunikasi efektif, Pengelolaan informasi, Landasan il miah ilmu kedokteran, Ketrampilan klinis, Pengelolaan masalah kesehatan. (SKDI 2012). SDL merupakan suatu sifat yang harus dimiliki oleh seorang dokter, karena SDL termasuk dalam area kompetensi yang ke -2 yaitu mawas diri dan pengembangan diri. Dalam area kompetensi 2 ini diharapkan agar dokter memiliki prinsip pembelajaran dewasa yaitu: belajar mandiri (SDL), berpikir kritis, refleksi diri. Memiliki dasar-dasar keterampilan belajar yaitu: pengenalan gaya belajar, pencarian literatur, mendengar aktif, memb aca aktif, konsentrasi dan memori, manajemen waktu, membuat catatan kuliah, persiapan ujian (SKDI, 2012). Sistem KBK yang diterapkan di FK USU bertujuan untuk menghasilkan dokter-dokter yang memiliki beberapa kompetensi seperti yang tertera di SKDI Salah satunya adalah kompetensi untuk belajar secara mandiri (SDL) yang sangat dipengaruhi oleh kesiapan (SDLR) pelajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pergeseran paradigma pendidikan kedokteran di Indonesia dari pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning/tcl) kearah pembelajaran berpusat pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Akademik a. Definisi Motivasi berasal dari kata Latin movere diartikan sebagai dorongan atau menggerakkan (Hasibuan, 2006). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tinggi lainnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pengetahuan yang diinginkan (Slameto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pengetahuan yang diinginkan (Slameto, 2010). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, yang sebelumnya pembelajaran berbasis pengajar (teacher-centered

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. Pendidikan Kedokteran Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan globalisasi, lulusan pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem Kesehatan Nasional dan mengikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional berupa teacher

I. PENDAHULUAN. kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional berupa teacher I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma pendidikan kedokteran, menyebabkan perlu diadakan perubahan pada kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional

Lebih terperinci

P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING. Self-directed learning: batasan. Self-directed learning (1)

P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING. Self-directed learning: batasan. Self-directed learning (1) P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING Harsono Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Belajar: Melibatkan ketrampilan dan perilaku Bukan sekedar menerima informasi dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan V.1.1. Mahasiswa PSIK FK UGM yang telah terpapar dengan kurikulum PBL selama fase pendidikan praklinik dan sedang mengikuti pendidikan klinik dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster Kanada pada tahun 1969, selanjutnya banyak fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar melibatkan keterampilan dan perilaku baru bagi peserta didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Paradigma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problem Based Learning (PBL) Problem based learning (PBL) adalah cara belajar dengan kelompok kecil yang distimulasi oleh skenario atau masalah. Dari masalah tersebut mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Problem-Based Learning (PBL) pelajaran (Sudarman, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Problem-Based Learning (PBL) pelajaran (Sudarman, 2007). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problem-Based Learning (PBL) 2.1.1 Definisi Problem-Based Learning (PBL) Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universitas dimana mahasiswa sebagai komponen didalamnya sebagai peserta

BAB I PENDAHULUAN. universitas dimana mahasiswa sebagai komponen didalamnya sebagai peserta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang perlu dan harus berinteraksi dengan sesama, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan intelektual. Salah

Lebih terperinci

Adult Learning dan Berpikir Kritis. By : Kelompok 6

Adult Learning dan Berpikir Kritis. By : Kelompok 6 Adult Learning dan Berpikir Kritis By : Kelompok 6 Anggota kelompok Wahyu Prasetyo A. (09020037) Cut Ainunin Nova (09020038) Riza Nur Azizi (09020039) Fadhiel Yudistiro (09020040) Fatimah (09020041) Erwin

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih

BAB V PEMBAHASAN. jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Pada tabel 4.1 terlihat bahwa karakteristik dari setiap angkatan menurut jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan kesehatan yang semakin kompleks dan tuntutan pelayanan profesional dari masyarakat yang terus meningkat mendorong terjadinya perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan Self-Directed Learning (SDL) merupakan salah satu karakteristik yang ada pada pembelajar orang dewasa. SDL digambarkan oleh Knowles (1975, disitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar didefinisikan sebagai proses perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman, dan belajar juga didefinisikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurikulum. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurikulum. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kurikulum pembelajaran kedokteran Mahasiswa dituntut untuk mengetahui segala hal yang dituntut oleh kurikulum. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada peserta didik telah diterapkan pada perguruan tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Berbagai model telah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar mandiri merupakan faktor penting dalam sistem pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Belajar mandiri merupakan faktor penting dalam sistem pembelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self-directed Learning (SDL) atau belajar mandiri adalah usaha individu yang otonomi untuk mencapai kompetensi akademis. Knowles mendeskripsikan belajar mandiri sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL

HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL Imelda Martina GS STIK Immanuel Abstrak Keefektifan kelompok

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi akademik merupakan kajian yang menarik dalam berbagai penelitian pendidikan. Prestasi akademik merupakan salah satu indikator keberhasilan seseorang

Lebih terperinci

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/ Metode Metode Instruksional Dina Amelia/ 702011094 1. Peer Tutoring Tutor sebaya adalah seorang/ beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa-siswa tertentu yang mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (JPTE) dalam mempelajari materi kuliah pemrograman komputer adalah mampu memahami

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure. FASILITATOR PBL (Problem Based Learning)

Standard Operating Procedure. FASILITATOR PBL (Problem Based Learning) Standard Operating Procedure FASILITATOR PBL (Problem Based Learning) PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 07 0 LEMBAR IDENTIFIKASI Nama Dokumen :

Lebih terperinci

Konsep Pembelajaran Mandiri. Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar

Konsep Pembelajaran Mandiri. Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Konsep Pembelajaran Mandiri Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2012 BAB I Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar di perguruan tinggi merupakan pilihan strategis untuk mencapai tujuan bagi mereka yang menyatakan diri untuk belajar melalui jalur formal. Namun, realitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. quality teaching and learning (Halpern, 1997 dalam Supratiknya & Kristiyani,

BAB 1 PENDAHULUAN. quality teaching and learning (Halpern, 1997 dalam Supratiknya & Kristiyani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pokok setiap perguruan tinggi. Di lingkungan perguruan tinggi di berbagai negara marak gerakan ke arah quality teaching and

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari TCL (Teacher Centered Learning) ke SCL (Student Centered Learning) dikarenakan a) persaingan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan mendapatkan bekal berupa teori yang telah diterima selama perkuliahan, yang nantinya setelah lulus dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar yang diselenggarakan di lingkungan pendidikan formal atau sekolah dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana

Lebih terperinci

RANCANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK / PROJECT BASED LEARNING (PBL) MATA PELAJARAN IPA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR PBL IPA SD

RANCANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK / PROJECT BASED LEARNING (PBL) MATA PELAJARAN IPA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR PBL IPA SD RANCANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK / PROJECT BASED LEARNING (PBL) MATA PELAJARAN IPA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR PBL IPA SD Penulis: Wara Winartiningsih LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN D.I.YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan era globalisasi membuat setiap orang harus mampu untuk bersaing sesuai kompetensi yang dimiliki. Upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) tertuju pada

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN GEOGRAFI

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARAN GEOGRAFI JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 2 Maret 2017 Halaman 43-56 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian BAB I PENDAHULUAN E. Latar belakang Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat. melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat. melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skills Lab merupakan tempat mahasiswa dapat melatih keterampilan medis untuk mencapai kompetensi yang diperlukan sebagai dokter (Kevin, 2010). Disebutkan dalam Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kehidupan di abad XXI menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

Contoh Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah: Sikap Mental Etika Profesi

Contoh Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah: Sikap Mental Etika Profesi Majelis Pendidikan Tinggi Dewan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kopertis Wilayah V Yogyakarta, 4 April 2017 Contoh Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah: Sikap Mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengar, meniru, dan lainlain

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengar, meniru, dan lainlain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan melalui serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengar, meniru, dan lainlain (Sardiman, 2003).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Sistematis oleh karena proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) resmi dicanangkan oleh DIKTI tahun 2005. Dengan penerapan KBK diharapkan peserta didik dapat memperoleh seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Begitu pula dengan mahasiswa yang baru menjalani proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah (problem solving skill) serta berfokus pada mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah (problem solving skill) serta berfokus pada mahasiswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem PBL (Problem Based Learning) merupakan metoda pembelajaran yang meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal berpikir kritis dan memecahkan masalah (problem solving

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PERAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MIRZA INDRAJANTI S. NPM: 1006732723 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGETAHUAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS SD

2015 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGETAHUAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) yang selama ini berlangsung di Sekolah Dasar lebih menekankan pada pembelajaran yang bersifat ekspositori. Dimana siswa

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan kedokteran terdiri dua tahap, yaitu pendidikan tahap sarjana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan kedokteran terdiri dua tahap, yaitu pendidikan tahap sarjana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kedokteran terdiri dua tahap, yaitu pendidikan tahap sarjana kedokteran dan profesi dokter (klinik). Mahasiswa Program Studi Profesi Dokter (PSPD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses perubahan tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang hidup mandiri. Pendidikan tidak hanya mencakup

Lebih terperinci

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNIN (PBL) DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNIN (PBL) DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNIN (PBL) DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI Amelia Dwi Fitri Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Email: dwifitri.amelia@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran biologi di sekolahsekolah saat ini adanya kurang pemahaman siswa dalam pembelajaran dan mengakibatkan rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. 1. Karakteristik Responden Penelitian. a. Umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. 1. Karakteristik Responden Penelitian. a. Umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Penelitian a. Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden dengan kisaran usia 19-20 tahun lebih banyak daripada responden dengan usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang telah digunakan oleh pendidik selama lebih dari 50 tahun. Pembelajaran berbasis masalah ini

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) Definisi/Konsep Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang

Lebih terperinci

Perkuliahan Pada Pendidikan Dokter (Sistem Pembelajaran PBL) Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Perkuliahan Pada Pendidikan Dokter (Sistem Pembelajaran PBL) Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Perkuliahan Pada Pendidikan Dokter (Sistem Pembelajaran PBL) Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sistem Pendidikan di Fakultas Kedokteran Unand 1. Tahun 1955 1983 : Paradigma Klinik 2.

Lebih terperinci

21/04/2006 Draft MODUL TEACHING LEARNING

21/04/2006 Draft MODUL TEACHING LEARNING PERUBAHAN PEMBELAJARAN DARI TEACHER CENTERED LEARNING MENJADI STUDENT CENTERED LEARNING MENGAPA HARUS MELAKUKAN PERUBAHAN PEMBELAJARAN? APAKAH DENGAN SISTIM PEMBELAJARAN YANG BIASA DILAKUKAN SUDAH DIANGGAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perubahan perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan,

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Problem-Based Learning Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Gambaran Pelaksanaan Problem-Based Learning Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Gambaran Pelaksanaan Problem-Based Learning Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Anggia Rohdila Sari 1, Nyimas Natasha Ayu Shafira 2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan individual discovery, proses pembelajaran yang sebelumnya lebih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan individual discovery, proses pembelajaran yang sebelumnya lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia terus dilakukan oleh berbagai instansi yang dilandasi akan pentingnya pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Definisi/Konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran untuk melakukan pembaharuan dan memajukan kualitas sebagai institusi pendidikan dengan memberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS KONSEP Pendekatan konstruktivisme. Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada

PEMBELAJARAN BERBASIS KONSEP Pendekatan konstruktivisme. Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada PEMBELAJARAN BERBASIS KONSEP Pendekatan konstruktivisme Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada J.A. Comenius (1592-1670): Permulaan pembelajaran harus dimulai dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Ada tiga model pembelajaran yang dianjurkan dalam penerapan Kurikulum 2013 antara lain: Discovery Learning (DL), Problem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian persepsi Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan seseorang melihat, mendengar merasakan, memberi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia lebih banyak menekankan kepada hasil belajar berupa kognitifnya saja. Hal ini terlihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar Hudojo (2003) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman/ pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akan terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akan terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akan terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan perubahan peradaban. Perubahan yang terjadi harus disesuaikan dengan manusia sebagai pelaku

Lebih terperinci

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016 PROBLEM BASED LEARNING R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016 Learning = Pembelajaran Hakikat pembelajaran mengasah atau melatih moral kepribadian manusia proses pembelajaran dituntut untuk selalu menyesuaikan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS

STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA OLEH: TIM JURUSAN PLS Pengertian : Strategi Pembelajaran Orang Dewasa Andragogi adalah ilmu untuk membantu bagaimana agar orang dewasa mau belajar. Paedagogi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan eksperimen semu (quasy-experiment) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan eksperimen semu (quasy-experiment) yang 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Pengukuran kognitif mahasiswa merupakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakan eksperimen semu (quasy-experiment) yang mengujicobakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokter di Indonesia, dengan urutan sebagai berikut: profesionalitas yang luhur,

BAB I PENDAHULUAN. dokter di Indonesia, dengan urutan sebagai berikut: profesionalitas yang luhur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, seorang dokter dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan pasiennya. Menurut SKDI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi tindakan

BAB I PENDAHULUAN. keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi tindakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Proses asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian data, membuat diagnosa keperawatan, menyusun intervensi keperawatan, implementasi tindakan keperawatan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. program studi farmasi FKIK UMY.Total mahasiswa farmasi 2012 yang. menjadi responden berjumlah 56 orang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. program studi farmasi FKIK UMY.Total mahasiswa farmasi 2012 yang. menjadi responden berjumlah 56 orang. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Sampel Penelitian Penelitian ini melibatkan mahasiswa aktif tahun angkatan 2012 program studi farmasi FKIK UMY.Total mahasiswa farmasi 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntansi mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1642. Bukti yang jelas terdapat pada pembukuan Amphioen Societeit yang berdiri di Jakarta sejak 1747. Selanjutnya

Lebih terperinci

PEDOMAN TUTORIAL A. TUGAS PESERTA DISKUSI KELOMPOK (TUTORIAL)

PEDOMAN TUTORIAL A. TUGAS PESERTA DISKUSI KELOMPOK (TUTORIAL) PEDOMAN TUTORIAL A. TUGAS PESERTA DISKUSI KELOMPOK (TUTORIAL) 1. Tugas Dasar Tutor dalam Diskusi Kelompok a. Mendorong partisipasi aktif setiap anggota diskusi kelompok. b. Membantu ketua kelompok dalam

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif (http://www.depdiknas.go.id). Pemerintah Indonesia khususnya

BAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif (http://www.depdiknas.go.id). Pemerintah Indonesia khususnya BAB I Pendahuluan 1.2 Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, maka standarisasi pendidikan nasional menjadi lebih tinggi, mutu dan daya saing bangsa menjadi lebih kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran. dan nilai konsistensi menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,735 yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran. dan nilai konsistensi menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,735 yang BAB V PEMBAHASAN A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner DREEM yang telah teruji validitas dan reabilitasnya dari penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat dewasa ini menuntut masyarakat untuk menyikapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap momen baru dalam kehidupan adalah proses belajar yang harus dijalani

Lebih terperinci

Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima

Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima Sitti Rahmah 1 1 SMPN 6 Kota Bima Email: 1 sittirahmah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing manusia dari kegelapan,

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen waktu dapat dilakukan dengan metode Problem Based. pendekatan SCL adalah metode pembelajaran dengan Problem Based

BAB I PENDAHULUAN. manajemen waktu dapat dilakukan dengan metode Problem Based. pendekatan SCL adalah metode pembelajaran dengan Problem Based BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Student center learning (SCL) atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci