BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Akademik a. Definisi Motivasi berasal dari kata Latin movere diartikan sebagai dorongan atau menggerakkan (Hasibuan, 2006). Sedangkan motivasi dalam Bahasa Inggris berasal dari kata motive yang artinya segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu guna mencapai tujuan tertentu (Shaleh dan Wahab, 2004). Menurut Shanks (2010), motivasi adalah suatu tindakan atau proses pemberian motif yang menyebabkan seseorang untuk mengambil beberapa tindakan. Termotivasi berarti bergerak untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang merasa tidak ada dorongan atau inspirasi untuk bertindak dicirikan sebagai tidak termotivasi. Sedangkan seseorang yang mendapatkan dorongan untuk melakukan mencapai tujuan dinilai termotivasi (Ryan dan Deci, 2000). Motivasi memainkan peran penting dalam prestasi seseorang (Eccles dan Wigfield, 2002). Ini terlihat dalam studi tentang motivasi bahwa motivasi merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi belajar (Horzum et al., 2015). 6

2 digilib.uns.ac.id 7 Motivasi yang memengaruhi kegiatan akademik disebut motivasi akademik. Motivasi akademik berarti seseorang merasa senang dalam melakukan aktivitas akademik seperti memecahkan permasalahan, rasa ingin tahu, dan menjawab tantangan dalam tugas yang sulit. Motivasi akademik sangatlah penting dikarenakan pengaruh untuk kegiatan akademik kepada tujuan yang jelas yang diharapkan dapat tercapai (Gottfried, 1990; Hamzah, 2009). Teori motivasi yang menjelaskan tentang motivasi akademik dikemukakan oleh Ryan dan Deci (2000) yaitu Self Determination Theory (SDT). Dalam teori ini motivasi akademik dibagi menjadi tiga komponen motivasi yaitu: motivasi akademik intrinsik, motivasi akademik ekstrinsik, dan amotivasi (Vallerand et al., 1992). Motivasi akademik intrinsik merupakan dorongan dari dalam diri seseorang yang memengaruhi keadaan motivasi akademik. Motivasi akademik intrinsik terdiri dari tiga unsur yaitu: 1) Mengetahui (to know): seseorang berusaha untuk mempelajari atau memahami sesuatu hal yang baru. 2) Menyelesaikan tugas (to accomplish): seseorang ingin menciptakan, mengerjakan, dan menyelesaikan sesuatu tugas. 3) Mendapatkan pengalaman (to experience stimulation): seseorang senang untuk merasakan dorongan tertentu sebagai sebuah pengalaman.

3 digilib.uns.ac.id 8 Dari ketiga unsur tersebut yang paling menentukan motivasi akademik intrinsik seseorang adalah keinginan untuk mengetahui (to know) (Vallerand et al., 1992). Motivasi akademik ekstrinsik terbentuk atas pengaruh dari luar individu yang memengaruhi keadaan motivasi akademik. Motivasi akademik ekstrinsik terdiri dari tiga unsur yaitu: 1) Pengaruh luar (external regulation): seseorang melakukan sesuatu dikarenakan dorongan dari orang lain. 2) Pengaruh internalisasi (introjected): seseorang melakukan sesuatu karena paksaan dari dalam dirinya sendiri. 3) Pengaruh identifikasi (identified): seseorang melakukan sesuatu walaupun sebenarnya orang tersebut tidak menyukainya. Dari ketiga unsur tersebut yang paling menentukan motivasi akademik ekstrinsik adalah pengaruh dari luar (external regulation). Sedangkan amotivasi berarti seseorang tidak memiliki motivasi intrinsik maupun ekstrinsik serta seseorang tersebut tidak merasa mampu untuk mengerjakan sesuatu aktivitas (Vallerand et al., 1992; Ryan dan Deci, 2000) Perilaku yang termotivasi secara intrinsik menggambarkan bentuk asli dari aktivitas yang berkedaulatan diri, yaitu seseorang dalam melakukan aktivitas secara alami dan spontan saat seseorang memiliki kebebasan sesuai apa yang seseorang inginkan (Ryan dan Deci, 2000). Mahasiswa diharapkan dapat menumbuhkan,

4 digilib.uns.ac.id 9 mengembangkan, dan memiliki motivasi intrinsik dikarenakan tuntutan dari Perguruan Tinggi mengharapkan mahasiswa untuk Self Directed Learning, tidak tergantung pada orang lain, dan self motivated (Compton dan Hoffman, 2005). Menurut Ryan dan Deci (2000) dalam teori SDT, ada tiga kebutuhan dasar yang mendasari motivasi intrinsik pada setiap individu yaitu: 1) Otonomi (autonomy), yaitu kebutuhan seseorang untuk bebas mengintegrasikan tindakan yang dijalankan dengan diri pribadi tanpa terikat atau mendapat kontrol dari orang lain. Individu dapat membuat keputusan yang bebas dalam kehidupan yang penting bagi individu tersebut. 2) Kompetensi (competence), yaitu kebutuhan seseorang untuk memiliki suatu kekuatan untuk mengontrol dan menguasai tindakan yang dijalankan. 3) Pertalian dengan orang lain (relatedness), yaitu kebutuhan seseorang akan hubungan interpersonal yang mendukung secara pribadi.

5 digilib.uns.ac.id 10 Menurut Wlodkowski (1985), motivasi akademik intrinsik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) Kemampuan Kekuatan untuk mendorong seseorang dalam melakukan kegiatan akademik dan merespon kegiatan akademik. 2) Kebutuhan Kebutuhan diartikan sebagai suatu kondisi kekurangan yang berarti ada sesuatu yang kurang apabila seseorang tidak melakukan sesuatu kegiatan akademik. Oleh karena itu muncul kehendak untuk memenuhi dan mencukupinya sehingga mencapai tujuan tertentu. 3) Minat Kecenderungan dan ketertarikan seseorang terhadap sesuatu serta merasa senang dalam bidang tersebut. Apabila minat terhadap kegiatan akademik tinggi akan menyebabkan seseorang lebih cepat dan mudah dalam menjalankan kegiatan akademik. 4) Emosi Emosi mengacu pada pengalaman seseorang selama proses kegiatan akademik. 5) Sikap Kecenderungan seseorang untuk mereaksikan senang atau tidak senang terhadap kegiatan akademik.

6 digilib.uns.ac.id 11 b. Academic Motivation Scale (AMS) Academic Motivation Scale (AMS) terdiri dari 28 item yang terdiri dari motivasi akademik ekstrinsik, motivasi akademik intrinsik dan amotivasi. Motivasi akademik ekstrinsik mengandung 3 unsur utama yaitu pengaruh identifikasi (4 subskala), pengaruh internalisasi (4 subskala), dan pengaruh luar (3 subskala). Sama halnya dengan motivasi akademik ekstrinsik, motivasi akademik intrinsik juga mengandung 3 unsur yaitu untuk mengetahui (3 subskala), untuk menyelesaikan tugas (4 subskala) dan untuk mendapatkan pengalaman (4 subskala). Sedangkan amotivasi terdiri 4 subskala (Vallerand et al., ). Motivasi akademik intrinsik dapat diukur dengan Academic Motivation Scale. Kuesioner ini dengan 7 poin skala Likert. Skala 1 untuk tidak sesuai sama sekali, skala 2 untuk sedikit-sedikit, skala 3 untuk antara sedikit-sedikit dengan netral, skala 4 untuk netral, skala 5 untuk banyak sesuai, skala 6 untuk antara banyak sesuai dengan benar-benar sesuai, dan skala 7 untuk benar-benar sesuai (Vallerand et al., ). 2. Self Directed Learning (SDL) a. Definisi Self Directed Learning (SDL) Knowles mendefinisikan SDL pertama kali sebagai gambaran suatu proses seseorang individu mengambil inisiatif, dengan atau

7 digilib.uns.ac.id 12 tanpa bantuan orang lain, dalam menentukan kebutuhan belajar, merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya manusia dan material untuk belajar, memilih dan menerapkan sesuai strategi pembelajaran serta mengevaluasi hasil belajar (Williams et al., 2013). Sementara Guglielmino (1977) mendefinisikan SDL terdiri dari sikap, nilai, dan kemampuan yang memungkinkan seorang individu mampu belajar secara mandiri. SDL merupakan suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangan diri dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. SDL diperlukan karena dapat memberikan kemampuan seseorang individu untuk mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan individu untuk mempelajari seluruh kehidupannya. SDL mencakup bagaimana seseorang individu belajar setiap harinya, bagaimana seseorang individu dapat menyesuaikan dengan keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana seseorang individu dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul (Gibbons, 2002). Sementara Guglielmino (1997) berpendapat bahwa kemampuan SDL setiap mahasiswa dalam pembelajaran memiliki tingkatan kemampuan berbeda-beda. Selain itu, dikemukakan bahwa SDL dapat terjadi dalam berbagai macam situasi seperti dosen secara

8 digilib.uns.ac.id 13 langsung terfokus di ruangan kelas (teacher directed), mahasiswa sendiri merencanakan belajar (self planned), dan mahasiswa sendiri melakukan belajar (self conducted). Pembelajaran mandiri atau disebut dengan SDL adalah mahasiswa berperan aktif dalam merencanakan (planning), memantau (monitoring), dan mengevaluasi (evaluating) proses belajar. Planning adalah kegiatan mahasiswa memahami segala peluang yang dimilikinya, menentukan tujuan, dan membuat strategi untuk mencapainya serta mengidentifikasi hambatan yang akan dihadapi. Monitoring adalah kegiatan mahasiswa untuk menyadari apa yang sedang dilakukannya dan sudah bisa mengantisipasi hal yang akan terjadi setelahnya dengan cara melihat lagi ke belakang serta ke depan apa yang telah dipelajarinya. Evaluating dengan kata lain dapat disebut refleksi. Refleksi penting untuk pengaturan diri karena dalam hal keilmuan sebagai motivasi keduanya memiliki aspek untuk membentuk proses belajar yang self regulated. SDL memungkinkan mahasiswa belajar secara aktif dalam memperoleh informasi serta mahasiswa memiliki peran dalam kebutuhan belajarnya sehingga dapat memilih strategi belajar yang paling sesuai dengannya dan menentukan sejauh mana mahasiswa mengerti (Secondaria et al., 2009)

9 digilib.uns.ac.id 14 Self Directed Learning memiliki beberapa manfaaat penting menurut Gibbons (2013), yaitu : 1) Mengetahui kemampuan diri-sendiri dan cara menggunakannya dengan efektif. 2) Mengetahui bidang yang digemari dan memahami bidang tersebut. 3) Mandiri dalam mencari sumber belajar. 4) Dapat mencari ide baru yang terkait dengan bidang yang diminati. 5) Terampil dalam merumuskan tujuan belajar. 6) Mengetahui cara mendapatkan tujuan belajar. 7) Menemukan cara yang sesuai dengan diri-sendiri untuk mendapatkan tujuan belajar. 8) Mengerti cara menyelesaikan kegiatan dengan baik. 9) Dapat menguasai dan menyelesaikan masalah yang muncul selama proses belajar. 10) Mengetahui cara untuk memotivasi diri menjadi produktif. 11) Mengetahui cara belajar dengan cepat dan efektif. 12) Mengetahui cara membagi waktu, sumber daya, dan tenaga dengan efektif serta efisien.

10 digilib.uns.ac.id 15 b. Definisi Self Directed Learning Readiness (SDLR) SDLR didefinisikan sebagai suatu tingkat dari sikap, kemampuan, dan karakteristik personal yang dimiliki seorang individu yang dibutuhkan untuk melakukan SDL (Wiley, 1983). SDLR dipengaruhi oleh pengelolaan diri, motivasi akademik, dan pengendalian diri (Baumgartner, 2003; Idros et al., 2010). Setiap individu dalam menjalankan SDL memiliki SDLR yang berbeda karena sistem pembelajaran anak-anak dan dewasa sangat berbeda. Teori tentang pembelajaran dewasa menganggap bahwa saat anak-anak bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa, seseorang berubah dari manusia yang dependen menjadi yang mandiri. Dewasa secara umum memiliki pengalaman yang sangat lama di lingkungan pembelajaran teacher-dependent, mereka tidak siap untuk SDL tanpa perubahan cara pembelajaran. Knowles mengatakan bahwa titik dimana seseorang menjadi dewasa adalah saat seseorang menganggap diri self directing secara keseluruhan dan menginginkan orang lain menganggap dia self directed (Hsu, 2005). Menurut Frisby (1991), seseorang dikatakan memiliki SDLR yang tinggi dikarakteristikan sebagai berikut: 1) Seseorang mengambil inistiatif sendiri tanpa tergantung oleh orang lain dan tekun dalam belajar.

11 digilib.uns.ac.id 16 2) Seseorang yang memiliki tanggung jawab atas belajarnya serta memandang masalah sebagai tantangan yang harus dihadapi bukan sebagai hambatan. 3) Seseorang yang mampu menerapkan sikap percaya diri, kedisiplinan, dan memiliki keinginan kuat untuk belajar terhadap perubahan yang baik. 4) Seseorang yang mampu menggunakan keterampilan belajar, mengatur waktunya, dan menyesuaikan langkah untuk belajar. 5) Seseorang yang mampu mengembangkan sebuah rencana untuk menyelesaikan pekerjaan. 6) Seseorang yang menikmati proses belajar dan berorientasi kepada tujuan yang jelas. c. Faktor-faktor yang memengaruhi Self Directed Learning Readiness (SDLR) Menurut Fisher et al. (2001), dalam pembentukan SDLR dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengelolaan diri, motivasi akademik dan pengendalian diri. Pengelolaan diri atau self management menurut Garrison (1977) menggambarkan seorang pembelajar menetapkan tujuan, mendukung dan mengelola sumber daya yang tersedia. Sedangkan motivasi mengacu pada pengaruh internal dan eksternal. Motivasi merupakan salah satu konsep yang paling penting dan dipercaya dalam keberhasilan seorang

12 digilib.uns.ac.id 17 pembelajar. Pengendalian diri merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan dalam menambah pengetahuan yang ada untuk mencapai tujuan seorang pembelajar. Menurut Leach (2000) dan Huang (2008), faktor faktor yang memengaruhi kemauan dan kemampuan dalam SDLR sebagai berikut : 1) Lingkungan pembelajaran Dalam hukum law of readiness disebutkan bahwa apabila individu dihadapkan dengan stimulus berupa lingkungan belajar yang menuntut kemandirian belajar dan keaktifan mempelajari banyak hal, maka dibutuhkan kesiapan dari individu menjadi Self Directed Learners untuk merespon stimulus tersebut sehingga proses belajar menjadi lancar dan akhirnya meraih prestasi yang memuaskan (Zulharman et al., 2008). Lingkungan pembelajaran meliputi waktu yang tersedia untuk belajar dan aksesibilitas sumber belajar. a) Waktu yang tersedia untuk belajar Waktu adalah faktor kunci dalam kemauan individu untuk menjadi Self Directed Learners. SDL akan membutuhkan lebih banyak waktu. Oleh karena itu, dengan lebih banyaknya waktu yang tersedia untuk belajar, individu akan lebih mampu menjadi Self Directed Learners.

13 digilib.uns.ac.id 18 b) Aksesibilitas sumber belajar Aksesibilitas sumber belajar sangat penting dalam hal SDLR. Terbatasnya akses terhadap sumber belajar akan membatasi kesempatan untuk menjadi Self Directed Learners. 2) Metode pembelajaran PBL Metode pembelajaran PBL merupakan metode pembelajaran menerapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa sehingga dapat membentuk kematangan psikologis dalam proses belajar yang ditandai dengan karakter SDL pada diri pembelajar (Williams, 2001). Penerapan metode PBL menuntut mahasiswanya lebih banyak belajar mandiri dan mahasiswa dituntut untuk aktif mencari pembaharuan ilmu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan SDLR seseorang. 3) Konteks pembelajaran Kemauan dan kemampuan orang-orang dalam hal SDL tampaknya bervariasi dari situasi ke situasi. Individu yang bukan Self Directed Learner dalam konteks pembelajaran formal dapat menjadi Self Directed Learners dalam konteks pembelajaran non formal.

14 digilib.uns.ac.id 19 4) Pengetahuan dasar dan tingkat pengetahuan Apabila seseorang memiliki pengetahuan dasar yang relevan, seseorang akan merasa lebih mampu mengatur pembelajarannya sendiri. 5) Sosialisasi/pengalaman sebelumnya Kemampuan SDL dibentuk dari pengalaman pada masa lampau, melalui pengalaman di sekolah. Model pembelajaran Teacher Directed Learning membatasi kebebasan individu untuk menjadi Self Directed Learners. 6) Kepercayaan diri Individu yang kurang memiliki kepercayaan diri, seringkali tampak sebagai pribadi yang ragu terhadap dirinya sendiri. Hal ini merupakan penghalang untuk menjadi Self Directed Learners. 7) Motivasi Individu dengan motivasi yang tinggi cenderung lebih mengetahui apa yang ingin dipelajari. Hal ini sangat penting untuk menjadi Self Directed Learners. 8) Usia Individu yang lebih tua dan lebih berpengalaman akan lebih memiliki kemampuan dan kemauan menjadi Self Directed Learners.

15 digilib.uns.ac.id 20 d. Self Directed Learning Readiness Scale for Nursing Education (SDLR-NE) Self Directed Learning Readiness dapat diukur dengan skala Self Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) yang pertama kali dikembangkan oleh Guglielmino pada tahun Akan tetapi SDLRS memiliki kekurangan dalam validitas dan reabilitas sehingga pada tahun 2001 Fisher et al. mengembangkan menjadi Self Directed Learning Readiness Scale for Nursing Education (SDLR-NE). SDLR-NE digunakan untuk mengukur kesiapan SDL pada mahasiswa keperawatan, yang juga bisa digunakan untuk mengukur kesiapan SDL mahasiswa kedokteran dan mahasiswa kesehatan lainnya. SDLRS-NE terdiri dari 40 item yang di dalamnya mengandung 3 unsur utama SDLR yaitu pengelolaan diri (13 subskala), motivasi akademik (12 subskala), dan pengendalian diri (15 subskala). Hasil uji validitas kuesioner SDLR-NE menunjukkan bahwa kuesioner tersebut valid dengan uji reabilitas menggunakan Cronbach s Alpha diperoleh hasil 0,924. Selain itu kuesioner SDLR-NE ini dialih bahasakan oleh Wijayanti (2014) ke dalam bahasa Indonesia dengan hasil validitas menunjukkan bahwa kuesioner tersebut valid dengan uji reabilitas menggunakan Cronbach s Alpha didapatkan hasil 0, Kuesioner ini dengan 5 poin skala Likert. Skala 1 untuk tidak pernah, skala 2 untuk jarang, skala 3 untuk kadang kadang,

16 digilib.uns.ac.id 21 skala 4 untuk sering, dan skala 5 untuk selalu. Individu disebut memiliki kesiapan untuk SDL apabila skor menunjukkan lebih dari 150 sedangkan individu disebut tidak memiliki kesiapan untuk SDL apabila skor menunjukkan kurang dari 150 (Fisher et al., 2001; Mead, 2011). 3. Hubungan Motivasi Akademik Intrinsik dengan Self Directed Learning Readiness (SDLR) Dalam pelaksanaan metode pembelajaran Problem Based Learning, kemampuan SDL dianggap efektif dan efisien untuk mahasiswa kedokteran dikarenakan kemampuan SDL dapat membuat seseorang mahasiswa tetap belajar dan memperbaharui ilmu pengetahuan. Mahasiswa kedokteran dan praktisi profesi kesehatan dituntut untuk memiliki sifat long life learning (Murad et al, 2010). Pola dan kebiasaan belajar mahasiswa ditentukan oleh peranan motivasi akademik. Motivasi akademik intrinsik merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian kesuksesan belajar (Shia, 1998). Akan tetapi, walaupun motivasi akademik intrinsik kuat, belum tentu semua mahasiswa dapat menemukan motivasi akademik intrinsiknya (Hidi dan Harackiewicz, 2000) Motivasi akademik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam kemandirian belajar maupun kesiapan dalam menjalankan SDL. Mahasiswa dengan motivasi akademik tinggi cenderung lebih

17 digilib.uns.ac.id 22 mengetahui apa yang ingin dipelajarinya. Hal ini sangat penting untuk menjadi Self Directed Learners. Apabila SDLR mahasiswa dapat ditingkatkan maka kesiapan belajar mandiri akan meningkat. Diharapkan dengan meningkatnya kesiapan belajar mandiri, seseorang mahasiswa dapat leluasa mempelajari lebih banyak hal sehingga dapat tercapainya kepuasan dan kesuksesan dalam belajar (Fisher et al., 2001; Leach 2000).

18 digilib.uns.ac.id 23 B. Kerangka Pemikiran Motivasi Akademik Intrinsik 1. Kemampuan 2. Kebutuhan 3. Minat 4. Emosi 5. Sikap Rasa Keingintahuan Pengelolaan Diri Self Directed Learning (SDL) Self Directed Learning Readiness (SDLR) Pengendalian Diri Faktor Eksternal 1. Lingkungan Pembelajaran 2. Metode Pembelajaran PBL 3. Konteks Pembelajaran 4. Pengetahuan Dasar dan Tingkat Pengetahuan 5. Sosialisasi/ Pengalaman Sebelumnya Faktor Internal 1. Kepercayaan Diri 2. Usia Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan : : diteliti : tidak diteliti : memengaruhi

19 digilib.uns.ac.id 24 C. Hipotesis Semakin tinggi motivasi akademik intrinsik seseorang mahasiswa semakin tinggi juga Self Directed Learning Readiness (SDLR).

BAB V PEMBAHASAN. jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih

BAB V PEMBAHASAN. jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Pada tabel 4.1 terlihat bahwa karakteristik dari setiap angkatan menurut jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih

Lebih terperinci

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Self-Regulation Akademik pada siswa kelas 10 SMA X Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional berupa teacher

I. PENDAHULUAN. kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional berupa teacher I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma pendidikan kedokteran, menyebabkan perlu diadakan perubahan pada kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Self-Regulation Akademik pada siswa kelas X SMA X Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. Pendidikan Kedokteran Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tinggi lainnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan Self-Directed Learning (SDL) merupakan salah satu karakteristik yang ada pada pembelajar orang dewasa. SDL digambarkan oleh Knowles (1975, disitasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problem Based Learning (PBL) Problem based learning (PBL) adalah cara belajar dengan kelompok kecil yang distimulasi oleh skenario atau masalah. Dari masalah tersebut mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan globalisasi, lulusan pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem Kesehatan Nasional dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pergeseran paradigma pendidikan kedokteran di Indonesia dari pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning/tcl) kearah pembelajaran berpusat pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian studi deskriptif mengenai causality orientation pada karyawati di lapangan pada Perusahaan X Balikpapan dilakukan untuk mengetahui causality orientation karyawati di lapangan pada Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Paradigma

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan V.1.1. Mahasiswa PSIK FK UGM yang telah terpapar dengan kurikulum PBL selama fase pendidikan praklinik dan sedang mengikuti pendidikan klinik dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA. 5.1 Simpulan

BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA. 5.1 Simpulan 123 BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA 5.1 Simpulan Penelitian ini menemukan faktor yang mempengaruhi kontradiksi pengaruh iklim psikologis persaingan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Directed Learning. Menurut Gibbons (2002; ) self-directed learning adalah usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Directed Learning. Menurut Gibbons (2002; ) self-directed learning adalah usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self Directed Learning 1. Pengertian Self Directed Learning Menurut Gibbons (2002;134-138) self-directed learning adalah usaha yang dilakukan seorang siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Abstrak. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Abstrak. i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran gaya selfregulation prosocial pada narapidana tahap tiga Lembaga Pemasyarakan Wanita X di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriprif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan teknologi dalam dunia medis, telah membawa banyak perubahan pada peningkatan kualitas hidup perawat melalui kesehatan. Dengan adanya obat-obatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan dilaksanakannya pendidikan formal. Dilihat berdasarkan prosesnya pendidikan formal dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Tinggi Theologia adalah suatu lembaga pendidikan setingkat strata satu (S1) dalam bidang pelayanan Kristen. Secara umum, Sekolah Tinggi Theologia lebih

Lebih terperinci

Konsep Pembelajaran Mandiri. Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar

Konsep Pembelajaran Mandiri. Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Konsep Pembelajaran Mandiri Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2012 BAB I Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang memengaruhi kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan kesehatan yang semakin kompleks dan tuntutan pelayanan profesional dari masyarakat yang terus meningkat mendorong terjadinya perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada peserta didik telah diterapkan pada perguruan tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Berbagai model telah banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Self Directed Learning 1. Pengertian Self Directed Learning Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar mandiri merupakan faktor penting dalam sistem pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Belajar mandiri merupakan faktor penting dalam sistem pembelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self-directed Learning (SDL) atau belajar mandiri adalah usaha individu yang otonomi untuk mencapai kompetensi akademis. Knowles mendeskripsikan belajar mandiri sebagai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran. dan nilai konsistensi menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,735 yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran. dan nilai konsistensi menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,735 yang BAB V PEMBAHASAN A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner DREEM yang telah teruji validitas dan reabilitasnya dari penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASPEK-ASPEK DALAM MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

HUBUNGAN ANTARA ASPEK-ASPEK DALAM MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012 HUBUNGAN ANTARA ASPEK-ASPEK DALAM MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh: ESTI RAHAYU NIM K4308004 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sejalan dengan meningkatnya usia mereka terdapat beberapa penyesuaian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis pada Bab IV. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi serta saransaran untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk menggunakan cara-cara baru dan strategi yang matang sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah global yang perlu ditanggulangi (www.gizikesehatan.ugm.ac.id).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self Directed Learning Self-directed learning didefinisikan oleh Hiemstra (1994) sebagai kemampuan mengubah pembelajaran yang merupakan pengetahuan dan ilmu belajar dari satu

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memasuki era globalisasi ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia global yang kian meningkat. Bangsa Indonesia sedang giat giatnya melakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari proses pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari proses pembelajaran. Manusia selalu belajar untuk memperoleh berbagai kemampuan dan keterampilan agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fatma Nurmulia, 2015 ANALISIS KEYAKINAN DAN KEMANDIRIAN GURU TENTANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Fatma Nurmulia, 2015 ANALISIS KEYAKINAN DAN KEMANDIRIAN GURU TENTANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran matematika di kelas ditentukan oleh pandangan siswa dan keyakinan terhadap matematika itu sendiri. Karenanya, ketidak sempurnaan memahami matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah yang lebih baik sehingga mampu bersaing dengan negara maju lainnya adalah tersedianya Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teori determinasi diri/ self determination theory yanng dikemukakan Ryan

BAB I PENDAHULUAN. Teori determinasi diri/ self determination theory yanng dikemukakan Ryan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori determinasi diri/ self determination theory yanng dikemukakan Ryan & Deci (Zinkiewicz, Hammond & Trapp, March 2003) memandang individu dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting saat ini dimana masyarakat dituntut menjadi SDM yang berkualitas. Hal tersebut bisa didapat salah satunya melalui

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI AKADEMIK INTRINSIK DENGAN SELF DIRECTED LEARNING READINESS

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI AKADEMIK INTRINSIK DENGAN SELF DIRECTED LEARNING READINESS HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI AKADEMIK INTRINSIK DENGAN SELF DIRECTED LEARNING READINESS (SDLR) PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI. Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :...

Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI. Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :... LAMPIRAN Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :... DATA PENUNJANG PENGALAMAN INDIVIDU Jawablah pertanyaan berikut ini dengan cara melingkari pilihan jawaban

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel tersebut yaitu : 1. Variabel Bebas : Budaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Dibimbing Oleh : Dr.Ahmad Gimmy Prathama Siswandi, M.Si ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan definisi dan teori-teori yang dijadikan landasan berpikir penulis dalam melakukan penelitian berkaitan dengan topik pengaruh determinasi diri terhadap prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, diharapkan sumber daya manusia semakin berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa untuk mendapatkan ilmu dari berbagai macam bidang serta membentuk karakter dan kepribadian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Medan, Medan Estate Deli Serdang dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei- Juni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Responden

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Karakteristik Responden BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Kuantitatif 1. Karakteristik Responden Pengumpulan data kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner SRSSDL menggunakan kuesioner

Lebih terperinci

P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING. Self-directed learning: batasan. Self-directed learning (1)

P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING. Self-directed learning: batasan. Self-directed learning (1) P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING Harsono Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Belajar: Melibatkan ketrampilan dan perilaku Bukan sekedar menerima informasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Berbasis Kontekstual Model pembelajaran merupakan salah satu bagian yang dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam kesuksesan yang akan diraih seseorang. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/ PAUD,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universitas dimana mahasiswa sebagai komponen didalamnya sebagai peserta

BAB I PENDAHULUAN. universitas dimana mahasiswa sebagai komponen didalamnya sebagai peserta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang perlu dan harus berinteraksi dengan sesama, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan intelektual. Salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitiannya. Hal ini berarti metode penelitian mempunyai kedudukan yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitiannya. Hal ini berarti metode penelitian mempunyai kedudukan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode yang sesuai dan dapat membantu mengungkapkan suatu permasalahan yang akan dikaji kebenarannya, penggunaan metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai pendidik secara langsung berperan aktif, membina dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. sebagai pendidik secara langsung berperan aktif, membina dan mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di sekolah selalu dicirikan oleh adanya proses pembelajaran, guru sebagai pendidik secara langsung berperan aktif, membina dan mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparatif atau analisis perbedaan yang artinya bentuk analisis variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan pendidikan dalam upaya pengembangan sumber daya dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. Peranan pendidikan dalam upaya pengembangan sumber daya dan potensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam upaya pengembangan sumber daya dan potensi manusia sangat penting, karena peningkatan sumber daya manusia secara langsung atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu (Turney, 2007). Pembelajaran anatomi berguna dalam identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu (Turney, 2007). Pembelajaran anatomi berguna dalam identifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh manusia. Anatomi telah menjadi landasan pembelajaran kedokteran sejak ratusan tahun yang lalu (Turney, 2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilakukan. Namun, menurut Covaleski et al. (2003) dan Shields and

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilakukan. Namun, menurut Covaleski et al. (2003) dan Shields and BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian partisipasi anggaran yang berbasis pada motivasi sudah banyak dilakukan. Namun, menurut Covaleski et al. (2003) dan Shields and Shields (1998) dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara

BAB II LANDASAN TEORI. self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila peserta didik secara BAB II LANDASAN TEORI A. SELF REGULATED LEARNING 1. Pengertian Self-Regulated Learning Zimmerman (dalam Schunk & Zimmerman, 1998) mengatakan bahwa self-regulated learning dapat dikatakan berlangsung bila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kemandirian Belajar 2.1.1. Pengertian Kemandirian Belajar Menurut Tahar (2006) kemandirian belajar mendeskripsikan sebuah proses di mana individu mengambil inisiatif sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan oleh sebuah institusi adalah untuk menyediakan dan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan daya saing dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus menggunakan model,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada peserta didik, seperti kesulitan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada peserta didik, seperti kesulitan dalam belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan pada bidang kehidupan dan teknologi,

Lebih terperinci

Bab 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

Bab 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Bab 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kemampuan personal (personal competence) dalam kecerdasan emosi dengan prestasi. Selain

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dasar yang berbeda-beda. Motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai proses yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dasar yang berbeda-beda. Motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai proses yang 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja Motivasi kerja merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi tempat dia bekerja, tentu saja setiap individu memiliki dorongan motivasional dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika berfungsi sebagai ilmu atau pengetahuan, dan tentunya pembelajaran matematika disekolah mampu menunjukkan bahwa matematika selalu mencari kebenaran,

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. independent (bebas) dan variabel dependet (terikat). Variabel bebas yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yaitu variabel independent (bebas) dan variabel dependet (terikat).

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 56 JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 56 JAKARTA 88 Hubungan Antara Manajemen Waktu Dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 56 Jakarta HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN WAKTU DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 56 JAKARTA Novita Puspawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu pengaturan individu yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa pengaturan tersebut terjadi di banyak bidang.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, perlu secara jelas diketahui peubah-peubah apa saja yang akan diukur dan instrument seperti apa yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar melibatkan keterampilan dan perilaku baru bagi peserta didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang sesungguhnya

Lebih terperinci

1) Adult learner akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan;

1) Adult learner akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan; I. Adult Learning Teori adult learning pertama kali diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike pada tahun 1928. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi yang dijadikan pondasi teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manajemen sumber daya manusia merupakan usaha untuk mengarah dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manajemen sumber daya manusia merupakan usaha untuk mengarah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan usaha untuk mengarah dan mengelola manusia pada suatu perusahaan sebagai alat penggerak aktivitas perusahaan. Pengelolaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanggung jawab. Sebaliknya, jika memiliki tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanggung jawab. Sebaliknya, jika memiliki tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan manusia. Seseorang akan bertindak seenaknya sendiri jika tidak memiliki tanggung jawab. Sebaliknya,

Lebih terperinci

Tingkat Self Directed Learning Readiness (SDLR) pada Mahasiswa Kedokteran

Tingkat Self Directed Learning Readiness (SDLR) pada Mahasiswa Kedokteran Tingkat Self Directed Learning Readiness (SDLR) pada Indira Malahayati Sugianto 1, Rika Lisiswanti 2 1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Universitas X merupakan salah satu universitas

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Universitas X merupakan salah satu universitas BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap universitas berusaha bersaing untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Universitas X merupakan salah satu universitas swasta terkemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan dihadapkan pada tuntutan untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas pelayanan. Berbagai macam tantangan dan ancaman terhadap profesi

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dalam suatu penelitian ilmiah digunakan sebagai pedoman bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Jenis penelitian pada penelitian

Lebih terperinci