II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibodi
|
|
- Sucianty Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibodi Respon imun akan terjadi dalam tubuh hewan yang terpapar oleh suatu antigen. Respon humoral tubuh yang terinfeksi akan menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan suatu molekul protein atau globulin yang diproduksi oleh sel B dan saling berikatan secara spesifik dengan antigen. Antibodi ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus. Molekul antibodi adalah globulin, maka umumnya dikenal sebagai imunoglobulin (Ig). Ada 5 kelas utama imunoglobulin dalam serum yaitu IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE (Alberts et al 2002; Roitt 2003). Bila serum protein dipisahkan dengan cara elektrophoresis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin gama, meskipun ada beberapa imunoglobulin yang juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta (Bratawidjaja 2002). Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida yang terdiri dari dua pasang rantai polipeptida berat (heavy = H) dan dua rantai ringan (light = L) yang identik. Keempatnya bergabung melalui ikatan disulfida antar rantai. Struktur molekul antibodi berbentuk seperti huruf Y, masing-masing mempunyai daerah variabel (V H dan V L ) dan daerah konstan (C H dan C L ). Fragmen imunoglobulin yang identik disebut Fab (Fragment antigen binding) yang merupakan bagian imunoglobulin yang mengikat antigen serta bereaksi dengan determinan antigen dan hapten. Bagian tunggal imunoglobulin disebut Fc (Fragment crystallizable) oleh karena mudah dikristalkan. Daerah variabel (V) tersusun dari sekitar 110 sampai 130 asam amino, merupakan gugus NH 2 sebagai tempat ikatan antara rantai H dan L. Daerah konstan C pada rantai H meliputi daerah aktivasi komplemen dan molekul reseptor Fc dari berbagai jenis sel (Bratawidjaja 2002; Roitt 2003). Daerah V dan C mempunyai tiga kelas determinan antigenik yaitu : (1) determinan isotypic, membedakan rantai ringan menjadi dua klas, yaitu kappa (κ) dan
2 lamda (λ) yang terdiri atas 230 asam amino, sedangkan rantai berat yang terdiri dari asam amino mempunyai lima isotipe berbeda yang membagi imunoglobulin menjadi lima klas yang berbeda dengan fungsi yang berbeda-beda pula (IgG, IgM, IgA, IgE, IgD); (2) determinan allotypic, dibedakan dari produk gen pada lokus yang sama (IgG1, IgG2a, IgG2b); dan (3) determinan idiotypic, dihubungkan dengan spesifisitas ikatan antigen (Saldanha 2000) (Gambar 1). Allotypic, variasi asam amino pada lokus yang Idiotypic, variasi dihubungkan Isotypic, variasi rantai berat γ, μ, ε, Gambar 1 Tiga Kelas Determinan Antigenik (Sumber: Saldanha (2000)) Rantai-rantai pada molekul antibodi tersebut dapat dipisahkan satu sama lain dengan mereduksi ikatan S-S atau dengan pengasaman. Pada IgG yang merupakan tipe antibodi terbanyak, daerah engsel yang terpapar memanjang oleh adanya kandungan prolein yang tinggi, karena itu mudah terkena efek proteolitik; molekul akan terpotong oleh papain menjadi dua fragmen Fab yang identik, masing-masing mengandung satu tempat pengikatan antigen dan fragmen ketiga yaitu Fc yang tidak mempunyai kemampuan mengikat antigen. Pepsin memotong pada tempat yang berbeda, melepaskan Fc dari bagian molekul lainnya berupa fragmen 5S yang besar, yang dikenal sebagai F(ab) 2. Fragmen ini mampu mengikat antigen seperti antibodi asal dan masih bersifat divalen. Daerah spesifik untuk berikatan dengan antigen disebut paratop dan mengekspresikan beberapa kumpulan idiotop yang mampu meningkatkan produksi antibodi (Roitt 2003).
3 Menurut Roitt (2003) dapat dibuat antiserum yang spesifik terhadap molekul antibodi individual dan dapat membedakan antara satu antibodi monoklonal dengan lainnya tanpa tergantung dari struktur isotipik maupun alotipik. Antiserum tersebut dapat menetapkan determinan individual yang khas untuk tiap antibodi dan disebut idiotipe. Determinan idiotipe ini terletak di daerah variabel dari antibodi dan berkaitan dengan daerah hipervariabel. 2.2 Antibodi Anti-idiotipe Idiotope adalah determinan antigen tunggal pada regio variabel molekul antibodi yang dapat ditemukan pada sel B dan sel T (Kennedy et al. 1983). Lokasi idiotope pada sisi pengikat antigen, pada rantai berat maupun pada rantai ringan antibodi, namun kebanyakan terletak pada rantai berat (Ban et al. 1994). Idiotipe adalah kumpulan idiotope atau epitop spesifik, diekspresikan sebagai reseptor antigen pada sel B dan sel T. Jerne (1985) membuat suatu teori tentang jaringan idiotipik, bahwa imunisasi dengan suatu antigen dapat menginduksi antibodi spesifik terhadap antigen (Ab 1 ). Antibodi yang dihasilkan dari antigen eksternal disebut antibodi idiotipe (Ab 1 ), antibodi yang dihasilkan oleh Ab 1 adalah antibodi anti-idiotipe (Ab 2 ), antibodi yang dihasilkan Ab 2 adalah antibodi anti anti-idiotipe (Ab 3 ), dan seterusnya, sehingga pada akhirnya dapat menginduksi terbentuknya serangkaian autoantibodi yang dapat saling mengenali satu sama lain membentuk suatu jaringan idiotipik. Daerah variabel (V) molekul antibodi mempunyai daerah spesifik untuk berikatan dengan antigen (paratop) dan permukaan yang mampu meningkatan produksi antibodi (idiotop). Paratop dan idiotop terletak pada tempat yang sama, maka anti-idiotipe akan meniru (internal image) struktur antigen melalui proses saling melengkapi (complementary) dan homobodies (Kennedy & Attanasio 1990). Jerne (1985) membuat suatu teori tentang jaringan idiotipik, bahwa imunisasi dengan suatu antigen dapat menginduksi antibodi spesifik terhadap antigen (Ab 1 ).
4 Gambar 2 The idiotypic network: a. Menurut teori jaringan idiotipik dari Jerne, imunisasi dengan antigen dapat mengakibatkan tidak hanya generasi antigen-antibodi spesifik (Ab 1 ) tetapi juga ke antibodi yang mengenali Ab 1. Hal ini terjadi karena struktur unik (idiotipe) dari tempat pengikatan antigen dari Ab 1 merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan Ab 2 yang meniru struktur antigen. Mekanisme yang sama menghasilkan Ab 3. Ab 1 dan Ab 3 memiliki kapasitas mengikat serupa dan dalam banyak kasus, urutan asam aminonya identik mengikat tempat antigen; b. Seperti yang juga dikemukakan oleh Jerne, struktur unik dalam rangka Ab 1 dapat memicu jaringan idiotipik. (Sumber: Shoenfeld (2004)) 2.3 Antibodi Anti-idiotipe Sebagai Vaksin
5 Antibodi anti-idiotipe (Ab 2 ) yang memiliki karakteristik serologik internal image sangat potensial digunakan sebagai antigen dalam serodiagnostik, preparasi vaksin atau modulasi respon imun untuk mengontrol infeksi (Zhou et al. 1994). Antibodi antiidiotipe juga dapat digunakan sebagai prekusor awal sistem imun inang terhadap agen infeksius. Pemberian anti-idiotipe pada simpanse sebelum pemberian antigen HBs meningkatkan titer antibodi terhadap HBs dibandingkan dengan tanpa pemberian antiidiotipe (Kennedy et al. 1984). Menurut Suartha (2001), antibodi anti-idiotipe mampu memberikan perlindungan 88.8% terhadap serangan bakteri Streptococcus Group C (SGC) ganas. Antibodi anti-idiotipe juga dapat digunakan sebagai antigen pengganti pada imunisasi dengan antigen yang sulit diperoleh dalam jumlah yang banyak (Roitt 2003). Antibodi anti-idiotipe dapat diproduksi dengan mudah dalam jumlah yang banyak, kesulitan yang berhubungan dengan tenaga, biaya dalam penyediaan antigen dari agen penyakit dapat dieliminasi, bahaya penyebaran agen infeksius dalam pelaksanaan di lapangan dapat dihindari (Lin & Zhou 1995). Antibodi anti-idiotipe dapat digunakan sebagai vaksin karena dapat meningkatkan respon kebal dari vaksin konvensional yang semula tidak efektif atau lemah (Huang et al. 1988). Paryati et al (2006), mengatakan antibodi anti-idiotipe mampu menginduksi kadar antibodi protektif terhadap rabies. Antibodi anti-idiotipe juga dapat mengurangi efek klinis yang merugikan dari penggunaan vaksin konvensional (Clark et al. 1996), mampu memberikan kekebalan protektif pada sistem imun prematur (Huang et al. 1988), protektif menghambat penyebaran secara vertikal infeksi suatu mikroorganisma (Kennedy et al. 1996). Vaksin antibodi anti-idiotipe juga dapat merangsang klon imun yang toleran dan tersembunyi (McNamara et al. 1984). Chatterjee et al. (2000) menggunakan antibodi anti-idiotipe untuk melawan kanker karena penggunaan vaksin anti-idiotipe lebih baik dari vaksin antigen tradisional, sedangkan Reinarzt et al. (2003) mengatakan antibodi anti-idiotipe dapat sebagai pengganti antigen anti tumor dalam strategi vaksinasi karena dapat menstimulasi sel B. Lebih lanjut antibodi anti-idiotpe dapat meningkatkan respon imun terhadap neoplasma dan meningkatkan produksi auto antibodi pada penyakit autoimun (Rico & Hall 1989).
6 Park et al. (2005) dalam penelitiannya mengembangkan penggunaan antibodi anti-idiotipe terhadap kapsular polisakarida dari Neisseria meningitides group B sebagai vaksin karena belum ada vaksin terhadap penyakit ini yang merupakan penyakit serius penyebab sepsis dan meningitis pada bayi dan balita. 2.4 Virus Influenza Penyakit flu pada manusia dan hewan disebabkan oleh virus dalam famili Orthomyxoviridae, memiliki pembungkus (envelope), bersegmen dan memiliki negativesingle strand Rybonucleic acid (RNA). Virus ini berukuran nm, merupakan partikel pleimorphic berukuran sedang yang terdiri atas 2 lapis lemak dan terletak diatas matriks M1 yang mengelilingi genom. Permukaan envelope mempunyai dua tonjolan glikoprotein yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Protein lain selain H dan N, virus influenza A juga memiliki protein matriks (M1, M2), nukleoprotein (NP), polimerase (P1, Pb2, PA), non structural (NS1), dan NEP. Masing-masing protein mempunyai fungsi yang berbeda (Tabel 1) (Mulyadi & Prihatini 2005). Sampai saat ini famili Orthomyxoviridae terdiri dari 5 genus yaitu Influenzavirus A, Influenzavirus B, Influenzavirus C (tiga genus ini biasa disebut dengan influenza tipe A, B, dan C), Thogotovirus dan Isavirus. Hanya Genus Influenzavirus A yang menginfeksi unggas (Capua & Alexander 2009). Virus influenza tipe A dan B memiliki 8 segmen RNA, namun virus influenza tipe C hanya memiliki 7 segmen (Gambar 3) (Hoffmann et al. 2000). Determinan antigenik utama dari virus influenza A dan B adalah glikoprotein transmembran hemaglutinin (H atau HA) dan neuroaminidase (N atau NA), yang mampu memicu terjadinya respon imun dan respon yang spesifik terhadap subtipe virus. Respon ini sepenuhnya bersifat protektif di dalam, tetapi bersifat protektif parsial pada lintas subtipe yang berbeda. Berdasarkan sifat antigenisitas dari glikoprotein-glikoprotein tersebut, saat ini virus influenza dikelompokkan ke dalam enambelas subtipe H (H1-H16) dan sembilan N (N1-N9). Kelompok-kelompok tersebut ditetapkan ketika dilakukan analisis filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan urutan (sequences) gen-gen HA dan NA melalui cara deduksi asam amino (Fouchier 2005).
7 Tabel 1 Protein Influenza A Protein Tempat (perkiraan jumlah Fungsi virion) Hamaglutinin (HA) Permukaan (500) Perlekatan sel dan penetrasi, aktivitas penyatuan (fusi) Neuraminidase (NA) Permukaan (100) Pelepasan virus, aktivitas enzim Membran/matrik (M1) Di dalam (interna) (3000) Struktur pembungkus (envelope) utama protein, pertemuan virus M2 Permukaan (20-60) Virus tidak dibungkus dan pertemuan, hubungan ion Nucleoprotein (NP) Di dalam (interna) (3000) Berkaitan dengan RNA dan protein polymerase Polymerase (PB1,PB2,PA) Di dalam (interna) (30-60) Replikasi RNA dan transkripsi NS1 Nonsruktural(sel terinfeksi) Pengaturan replikasi virus NEP Di dalam (interna) ( ) (Sumber : Mulyadi dan Prihatini (2005)) Faktor ekspor inti (nuclear)
8 Gambar 3 Virus Influenza Tipe A, B, dan C (Sumber: Hoffmann et al. (2000)) Virus influenza A mempunyai sifat mudah berubah. Antigen permukaan yang dimiliki virus influenza tersebut dapat berubah secara periodik yang lebih dikenal dengan istilah antigenic drift (mutasi titik/minor) dan antigenic shift (pergeseran genetik/mutasi mayor). Antigenic drift merupakan perubahan yang terjadi akibat mutasi genetik struktur protein permukaan virus, sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut, sedangkan antigenic shift merupakan perubahan genetik virus yang memungkinkan virus ini menginfeksi secara lintas spesies (Gambar 4 dan 5). Mutasi mayor merupakan keunikan virus influenza karena genom virus itu terdiri atas delapan potong RNA, sehingga ketika virus influenza dengan tipe berbeda menginfeksi sel yang sama akan terjadi pertukaran segemen RNA dalam sel. Kedua sifat tersebut dapat menyebabkan kejadian pandemi (Stohr 2005).
9 Gambar 4 Ilustrasi Antigenic drift Virus Influenza (Sumber: FKH IPB (2006))
10 Gambar 5 Ilustrasi Antigenic Shift Virus Influenza (Sumber: FKH IPB (2006)) Berbeda dengan virus influenza tipe A, virus influenza tipe B tidak diklasifikasikan ke dalam subtipe dan hanya menyerang manusia. Namun, virus ini telah diketahui dapat menginfeksi anjing laut. Virus influenza tipe B dapat menyebabkan epidemi pada manusia, namun tidak sampai menyebabkan pandemi. Virus influenza tipe C, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hanya memiliki 7 segmen RNA, tidak seperti virus influenza tipe A ataupun tipe B yang memiliki 8 segmen. Virus influenza tipe C tidak memiliki protein permukaan HA dan NA seperti yang dimiliki oleh virus
11 influenza tipe A dan B, akan tetapi kedua segmen tersebut digantikan oleh glikoprotein tunggal yang disebut dengan haemagglutinin-esterase-fusion (HEF). Virus influenza tipe C hanya menyebabkan gejala penyakit ringan saja dan tidak menyebabkan epidemi maupun pandemi penyakit pada manusia (Nicholson et al. 1998). 2.5 Virus Avian Influenza (AI) Avian Influenza (AI) menyebabkan angka kematian yang tinggi pada ayam di Italia pada tahun Namun baru diketahui pada tahun 1955 bahwa penyebab fowl plague sebenarnya adalah virus AI yang memiliki komposisi gen yang serupa (hampir identik) dengan virus influenza manusia. Virus AI adalah virus influenza tipe A, pada awalnya hanya ditularkan oleh unggas. Unggas tersebut adalah burung, bebek, ayam, selain itu dapat juga ditularkan oleh beberapa hewan lain seperti babi, kuda, anjing laut, ikan paus, musang, dan kucing. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat diburung puyuh dan burung onta. Penyakit ini ditularkan dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia (Mulyadi & Prihatini 2005). Keberadaan virus AI H5N1 pada unggas air di Indonesia telah dibuktikan dengan ditemukannya isolat dari unggas air di daerah Jawa Barat (Susanti 2008) dan di kucing (Murtini et al. 2008). Berdasarkan atas patogenitasnya, virus AI dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Pada umumnya virus AI subtipe H1-H4, H6, H8-H15 ada dalam bentuk LPAI dan umumnya menyebabkan sedikit gejala klinis atau bahkan tidak memperlihatkan gejala klinis sedikitpun. Sifat mudah mutasi dari virus ini menyebabkan keganasannya ditentukan oleh waktu, tempat dan inang yang terinfeksi. Artinya walaupun sama-sama H5 yang menginfeksi belum tentu menunjukkan tingkat keganasan yang sama (Russel & Webster 2005). Menurut Capua dan Alexander (2009), hanya virus AI subtipe H5, H7 dan H10 yang terlihat sebagai penyebab HPAI tapi tidak semua sub tipe H5, H7 dan H10 bersifat virulen. Virus AI dibungkus oleh glikoprotein dan dilapisi oleh lapisan lemak ganda (bilayer lipid). Glikoprotein HA dan NA merupakan protein permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari inang. Protein HA merupakan
12 bagian terbesar dari spike yaitu 80 % dan NA sebesar 20 %. Struktur HA dan NA menentukan subtipe dari virus AI, sedangkan NP dan M digunakan untuk membedakan antara virus influenza A dengan B atau C (Nicholson et al. 1998; Anonim 2010). RNA virus influenza tipe A dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 RNA Virus Influenza A Angka kematian hewan yang terinfeksi virus LPAI sangat rendah bila tidak terjadi infeksi sekunder. Beberapa strain LPAI mampu bermutasi di bawah kondisi lapang menjadi virus HPAI. Virus HPAI bersifat sangat infeksius dan fatal pada unggas. Virus HPAI dapat menyebabkan kematian hingga 100% dalam waktu yang cepat pada unggas dengan atau tanpa memperlihatkan gejala klinis, dan ketika ini terjadi, maka penyakit dapat menyebar dengan cepat antar flock. Penyebaran virus HPAI antara lain melalui aktivitas migrasi burung-burung liar yang merupakan induk semang (inang) alami virus penyebab, kontak langsung dengan hewan terinfeksi, feses, air minum, udara di daerah tercemar, peralatan kandang tercemar, serta secara sekunder melalui pekerja kandang, kendaraan pengangkut, pakan, dan lainlain yang berasal dari daerah tercemar. Virus HPAI ini dapat hidup pada suhu lingkungan dalam jangka waktu yang lama dan dapat bertahan hidup pada bahan-bahan yang telah dibekukan. Satu gram feses hewan yang terinfeksi virus ini mengandung virus yang cukup untuk menginfeksi satu juta unggas.
13 Virus influenza yang sangat virulen (H5N1) dapat hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 o C dan lebih dari 30 hari pada 0 o C, di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit virus dapat bertahan lebih lama, virus akan mati dengan pemanasan 60 o C selama 30 menit atau 56 o C selama 3 jam, deterjen, desinfektan (formalin, iodin) (Horimoto & Kawaoka 2001; Cucunawangsih 2006). 2.6 Patogenesis Avian Influenza Reseptor Virus Avian Influenza Penularan virus influenza A dapat terjadi antar spesies termasuk manusia, namun virus AI tidak efisien dalam replikasi pada sel manusia, demikian juga sebaliknya, virus influenza pada manusia tidak efisien replikasi pada unggas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan reseptor yang dimiliki oleh masing-masing sel tersebut. Ikatan pada reseptor merupakan awal patogenesitas virus AI. Virus akan masuk ke sel inang melalui endositosis yang diperantarai oleh reseptor (Elton et al. 2001; Rahardjo 2004). Reseptor yang dimiliki oleh sel manusia berupa N-acetylsialic acid yang mengikat galaktosa dengan ikatan alfa 2,6 atau disingkat NeuAcα2,6Gal (asam sialat-α2,6), sedangkan pada unggas dan kuda, senyawa galaktosa diikat pada alfa 2,3 atau disingkat NeuAcα2,3Gal (asam sialat-α2,3). Kebanyakan hewan mempunyai reseptor mirip dengan unggas seperti paus dan anjing laut. Khusus untuk babi, sampai saat ini satu-satunya hewan yang mempunyai kedua macam reseptor tersebut, dalam arti bahwa babi sensitif terhadap AI maupun virus influenza manusia (Nicholson et al. 1998; Suzuki et al. 2000). Perbedaan reseptor ini korelasinya dengan letak asam amino nomer 226 yaitu pada virus influenza manusia diisi oleh leusin (Leu), sedangkan pada pada AI dan virus influenza pada kuda (Equine Influenza) diisi oleh glisin (Gln) (Rahardjo 2004) Mekanisme Infeksi Virus Avian Influenza Proses terjadinya infeksi atau patogenesa tahap pertama terjadi secara inhalasi (menghirup) atau ingesti (memakan) AI. Enzim tripsin dan protease lainnya dalam sel tropisma terutama pada epitel saluran pernapasan, paru-paru dan trakhea tersedia untuk pembelahan (cleavage) protein hemaglutinin. Jadi pada saat AI menginfeksi sel, enzim tripsin dan protease dalam sel akan memecah protein hemaglutinin menjadi dua bagian yaitu HA1 dan HA2 (Rahardjo 2004).
14 Mekanisme infeksi virus influenza dimulai dengan perlekatan virus pada permukaan membran plasma. Reseptor untuk virus influenza adalah sialoglycolipid atau gangliosides atau sialoglycoprotein. Terminal sialic acid akan dikenali oleh hemaglutinin (HA) yang berperan dalam perlekatan virus. Kedudukan reseptor virus pada bagian distal globular hemaglutinin, yaitu daerah molekul yang menunjukkan sedikit perbedaan yang dikelilingi oleh 3 tempat antigen yang berbeda. Virus akan masuk ke dalam sel dengan bantuan ikatan paku HA pada mukoprotein yang mengandung terminal N-acetyl neuraminic acid (NANA = sialic acid) (Manugerra & Hannoun 1999). Partikel virus setelah melekat akan ditelan melalui proses endositosis dan virus lewat suatu lubang selubung akan masuk ke dalam gelembung endositotik dan akhirnya endosom. mengatakan secara berangsur-angsur lisosom akan menyatu ph akan menurun (ph kira-kira 5). Protein HA akan berikatan dengan reseptor yang terdapat dinding sel inang. Siklus replikasi terjadi dalam saluran pernapasan dan atau saluran pencernaan dengan mengeluarkan bagian dari virus yang bersifat menimbulkan infeksi (Rahardjo 2004). Protein virus eksternal seperti HA yang tahan terhadap degradasi enzim (protease). Protein HA akan mengalami perubahan pada saat kondisi ph yang cukup asam tersebut, yaitu dengan membuka bagian hydrophobic sub unit HA2 sehingga memungkinkan terjadinya penyatuan antara membran endosomal seluler dan lapisan lemak ganda (lipid bilayer) virus. Untuk virus influenza tipe A protein M2 memungkinkan destabilization lapisan protein M1. Virus akan masuk pada saat nukleokapsid dilepaskan ke dalam sitoplasma seluler. Penghambatan masuknya virus dapat bervariasi tergantung pada tingkat kekebalan dan bahan kimia. Pengaktifan ph oleh aliran ion akan membuat protein M2 menjadi penting dalam proses uncoating (pelepasan selubung). Spesifik target rangkaian asam nukleat (sequence nucleat) pada nukleoprotein (NP) akibat translokasi nukleokapsid ke dalam nukleus (Manugerra & Hannoun 1999) Virus influenza yang merupakan virus RNA mempunyai 3 tipe virus spesifik RNA (messenger, antigenomic dan viral atau genomic) yang semuanya disintesa di dalam nukleus. Segmen NS melalui sambungan untuk menyandikan protein NS1 (non-struktur) dan NS2. Untuk virus tipe A, segmen M sebagai sandi protein M1 dan M2. Selama infeksi oleh virus influenza, total sintesa protein dipertahankan pada tingkat yang tinggi kemudian terjadi surprising swing dari sintesa protein seluler menjadi protein influenza,
15 seharusnya dalam bagian untuk menghalangi translasi seluler mrna. Translasi ada dalam sitoplasma dimana protein virus disintesa. Ini yang menjalani glikosilasi seperti HA dan NA, lewat ke dalam retikulum endoplasmik dan kemudian Golgi dan trans-golgi apparatus. Pada jalur ini glikoprotein influenza dilekatkan ke dalam lipid bilayer sampai pada permukaan sel. Protein virus yang lain akan datang di bawah membran sel plasma melalui difusi yang sederhana. Virion dibentuk oleh kuncup (budding) pada permukaan membran plasma. Menurut Garman dan Laver (2004), hemaglutinin adalah sebuah protein yang mengalami glikosilasi dan asilasi (glycosylated and acylated protein) terdiri dari asam amino yang terikat dalam sampul virus. Kepala membran distalnya yang berbentuk bulat, daerah eskternal yang berbentuk seperti tombol dan berkaitan dengan kemampuannya melekat pada reseptor sel, terdiri dari oligosakharida yang menyalurkan derivat asam neuroaminic. Daerah eksternal (exodomain) dari glikoprotein transmembran yang kedua, neuroamidase (NA), melakukan aktivitas ensimatik sialolitik (sialolytic enzymatic activity) dan melepaskan progeni virus yang terjebak di permukaan sel yang terinfeksi sewaktu dilepaskan. Fungsi ini mencegah tertumpuknya virus dan mungkin juga memudahkan gerakan virus dalam selaput lendir dari jaringan epitel yang menjadi sasaran. Selanjutnya virus pun akan menempel ke sasaran. Ini membuat neoroamidase merupakan sasaran yang menarik bagi obat antivirus. Virion akan masuk dan menyatu kedalam ruang endosom setelah berhasil melekat pada reseptor yang sesuai (Rust 2004). Virion akan mengalami degradasi dengan cara menyatukan membran virus dengan membran endosom melalui pemindahan proton terowongan protein dari matrix-2 (M2) virus, pada nilai ph di endosom sekitar 5.0. Proses selanjutnya akan terjadi serangkaian penataan ulang protein matrix-1 (M1) dan kompleks glikoprotein homotrimerik HA. Hasilnya adalah terbuka (exposed) sebuah bidang (domain) yang sangat lipofilik dan fusogenik dari setiap monomer HA yang masuk ke dalam membran endolisomal, dan dengan demikian memulai terjadinya fusi antara membran virus dengan membran lisomal. Berikutnya, kedelapan segmen RNA genomik dari virus, yang terbungkus dalam lapisan pelindung dari protein (ribonucleoprotein complex, RNP) nukleokapsid (N), dilepaskan ke dalam sitoplasma. Ke delepan segmen tersebut disalurkan ke nukleus untuk melakukan transkripsi mrna
16 virus dan replikasi RNA genomik melalui proses yang rumit yang secara cermat diatur oleh faktor virus dan faktor sel. Protein polimerase yang tergantung pada RNA (RdRp) dibentuk oleh sebuah kompleks (gabungan) dari PB1, PB2 dan protein PA virus, dan memerlukan RNA (RNP) yang terbungkus (encapsidated RNA (RNPs)) untuk tugas ini. Protein virus dan perangkaian nukleokapsid yang membawa RNA genomik yang sudah ter-replikasi setelah terjadi translasi, virion-virion progeni tumbuh dari membran sel yang di dalamnya sudah dimasukkan glikoprotein virus sebelumnya. Penataan antara nukleokapsid berbentuk lonjong dan protein pembungkus virus dimediasi oleh protein matrix-1 virus (M1) yang membentuk struktur serupa cangkang tepat di bawah pembungkus virus. Reproduksi virus di dalam sel yang mudah menerimanya berlangsung cepat (kurang dari sepuluh jam) dan dengan proses yang efisien. Gambar 7 Replikasi Virus Influenza (Sumber: Rahardjo (2004)) Keterangan gambar: (1) Mula-mula virion menempel pada reseptor sel tropisma melalui protein hemaglutinin. (2) Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu. Berdasarkan pengamatan dilaboratorium diketahui selama 10 menit, proses endositosis dan pelepasan selubung telah mencapai 50%, proses ini sampai segmen RNA keluar ke dalam sitoplasma.
17 (3) Segmen-segmen tersebut masuk ke dalam ini sel (nukleus) dan mengalami transkripsi, untuk mengubah bentuk (-) RNA menjadi (+) RNA. (4) Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan. Protein yang dimaksud adalah protein hemaglutinin, neuraminidase, matriks dan protein nonstruktural. (5) Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi yaitu perbanyakan RNA. Berbeda dengan virus RNA lainnya, dimana replikasinya terjadi di luar inti sel. Dengan berlangsung di dalam inti sel, AI menggunakan bahan-bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini memudahkan terjadinya proses Antigenic drift dan antigenic shift. (6) Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma untuk dibungkus dengan protein HA, NA dan M serta NS, menjadi anak AI yang siap dilepas dari sel inang. Untuk bisa keluar dari sel inang, virus baru ini akan menempel pada reseptor yang terdapat dalam sel inang. Penempelan ini dilakukan oleh protein neuraminidase bukan hemaglutinin seperti pada saat masuk ke sel. Proses ini bisa berlangsung selama 2 jam setelah infeksi (Rahardjo 2004). 2.7 Vaksin dan Vaksinasi Avian Influenza Salah satu kebijakan pemerintah dalam mengendalikan penyakit AI di Indonesia adalah vaksinasi yang berpedoman pada ketentuan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE 2004; OIE 2008). Program vaksinasi merupakan 1 (satu) dari 9 (sembilan) langkah strategi penanggulan HPAI yang diterapkan Pemerintah Indonesia sejak tahun Pada pelaksanaannya, kebijakan vaksinasi ini diterapkan dengan : (a) menggunakan vaksin yang sudah mendapatkan registrasi; (b) pada peternakan sektor 1, 2 dan 3 dilakukan secara swadaya; (c) pada peternakan sektor 4 pengadaan vaksin dan operasional vaksinasinya dibantu pemerintah; dan (d) program vaksinasi dilaksanakan dengan mengikuti SOP (Standar Operasional Prosedur) Pengendalian AI yang telah ditetapkan (Ditjennak 2008). Vaksin AI mengacu pada ketentuan OIE (2008) adalah sebagai berikut: 1. Vaksin yang direkomendasikan penggunaannya adalah vaksin AI inaktif. Vaksin AI aktif konvensional tidak direkomendasikan.
18 2. Vaksin AI inaktif konvensional hanya boleh diproduksi dengan menggunakan seed virus low pathogenic. 3. Vaksin bersifat imunogenik, dilihat dari respon pembentukkan antibodi yang tinggi. Vaksin yang baik menurut Pyre et al. (2008) adalah vaksin harus potensial, aman, stabil pada suhu ruang, dapat diberikan hanya dengan dosis tunggal, murah serta mampu dibedakan antara hewan vaksinasi dan infeksi secara alam (Differentiation of Infected From Vaccinated Animals/DIVA). Vaksin Ideal Homolog Inaktif ( H5N1) Tabel 3 Persyaratan Vaksin Heterolog Inaktif (H5N2) Rekombinan FP (H5) Rekombinan (RG H5N1) Rekombinan AI/ND (H5/ND) Murni/aman/potensi +/+/+ +/+/± +/+/± +/+/± +/±/± Suhu stabil Tidak Tidak Tidak Tidak Ya/Tidak * Dosis tunggal Tidak Tidak Ya Ya/ Tidak Ya/ Tidak Pemberian mudah Tidak Tidak Tidak Ya/ Tidak Ya (tetes (oral/mucosal) mata) DIVA Tidak Ya Ya Ya/ Tidak Ya Murah Bervariasi tergantung Negara ( US dollar) Vaksin Eropa lebih mahal dari Asia. Keterangan : RG. Reverse Genetik ; AI. Avian Influenza; ND. New Castle Disease; FP.Fowl Pox; DIVA. Differentiation of Infected From Vaccinated Animals (Sumber: Pyre et al. (2008)) Kendala dalam pembuatan vaksin yang sering timbul adalah antigenic drift dan antigenic shift. Dengan alasan tersebut di atas maka vaksin inaktif yang menggunakan isolat lokal merupakan pilihan yang terbaik. Vaksin ini relatif mudah membuatnya dan memerlukan waktu singkat untuk memproduksinya. Namun demikian, vaksin ini perlu dievaluasi tiap tahun dengan mengamati apakah telah terjadi antigenic drift atau antigenic shift di lapangan. Apabila hal tersebut terjadi, maka diperlukan isolat baru sebagai bibit vaksin. Kebijakan pemerintah Indonesia berdasarkan rekomendasi hasil pertemuan Direktorat Kesehatan Hewan, Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Komisi Obat Hewan dan Narasumber UPP-AI Pusat yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal Maret
19 2009 adalah untuk menghasilkan vaksin yang baik dengan kualitas, efikasi dan keamanan yang tinggi serta potensi yang optimal diperlukan pemilihan master seed baru dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi. Untuk memenuhi prinsip kehati-hatian tersebut, ditentukan kriteria master seed baru sebagai berikut: 1. Subtipe H5N1 2. Sifat imunogenesitas tinggi 3. Sifat antigenesitas dengan cakupan geografis yang luas. 4. Sifat genetik antigenik yang stabil. 5. Tingkat proteksi yang tinggi terhadap uji tantang dengan beberapa isolat virus yang berbeda karakter genetik dan antigeniknya (Ditjennak 2009). Hingga tahun 2009, Indonesia telah menggunakan vaksin AI impor dan produksi dalam negeri yang masih menggunakan master seed Legok 2003 (HPAI H5N1) dan H5N2. Jumlah vaksin AI di Indonesia yang telah mendapat registrasi sementara dari Departemen Pertanian RI adalah sebanyak 24 vaksin (Lampiran 1) yang menggunakan master seed, yaitu H5N1 (HPAI, isolat lokal, strain Legok), H5N1 (HPAI, isolat lokal, strain Purwakarta), H5N2 (LPAI, strain England N-28), H5N2 (LPAI, strain Mexico 232), H5N2+ND (LPAI, strain England N-28 dan ND strain Lasota), H5N9 (LPAI, strain Wisconsin 68), dan H5N1 reverse genetic (isolat lokal Legok dengan Puerto Rico), dan vaksin vektor (H5N8 dengan FP 89) (Ditjennak 2009). Strategi vaksinasi AI yang dilakukan di Indonesia berdasarkan prosedur operasional standar pengendalian penyakit AI (Ditjennak 2008) adalah sebagai berikut: 1. Vaksin AI yang digunakan adalah vaksin inaktif yang strain virusnya homolog dengan subtipe virus isolat lokal (H5) baik yang diproduksi secara konvensional maupun rekayasa genetika. 2. Vaksin yang digunakan harus telah mendapatkan nomor registrasi dari pemerintah c.q Direktorat jenderal Peternakan Departemen Pertanian. 3. Strategi vaksinasi dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pada daerah bebas dilarang melakukan vaksinasi; b. Pada daerah kasus rendah, tidak dianjurkan melakukan vaksinasi;
20 c. Pada daerah kasus tinggi atau endemis, dilakukan vaksinasi secara tertarget. 4. Pelaksanaan vaksinasi tertarget tersebut dipilih pada populasi tertentu di daerah tertentu dengan kasus tinggi penyakit pada AI pada unggas, terdapat kasus manusia dan atau terdapat peternakan sektor1,2 dan 3 di sekitarnya. 5. Vaksinasi dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun, dan atau sesuai petunjuk produsen yang tertera pada etiket atau brosur. 6. Vaksinasi hanya dilakukan pada unggas yang sehat. 7. Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam di daerah tertular yakni ayam buras, bebek, itik, entok, kalkun, angsa, burung merpati, burung puyuh, ayam ras petelur dan ayam ras pedaging yang termasuk peternakan sektor Vaksinasi dilakukan oleh petugas dinas dan atau kader/relawan desa terdidik, yang telah dilatih dan telah mengikuti pelatihan vaksinasi (vaksinator). 9. Program vaksinasi dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan setempat. Strategi vaksinasi diharapkan dapat menurunkan kerentanan terhadap infeksi virus sekaligus mengurangi pengeluaran virus dari tubuh unggas, baik dari segi jumlah maupun lamanya waktu, sehingga merupakan alat yang tepat untuk menekan terjadinya kasus baru dan sirkulasi virus di lingkungan. Kesuksesan program vaksinasi dapat tercapai apabila vaksinasi dianggap sebagai alat untuk memaksimalkan tindak biosekuriti tanpa mengesampingkan pelaksanaan surveilans agar setiap perubahan antigenik virus yang bersirkulasi dilapangan dapat segera terdeteksi (Capua & Marangon 2006; Maas et al. 2007). Efek perlindungan pasca vaksinasi merupakan respon kebal terhadap protein hemaglutinin (HA) pada permukaan virus dan atau neuraminidase (NA). Efek perlindungan yang diberikan oleh sebuah vaksin hanya terhadap subtipe HA individual yang terdapat dalam vaksin. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pembentukkan antibodi terhadap virus influenza A yang dapat diamati pada hari ke7 sampai ke 10 pasca infeksi. Pemeriksaan serologik yang dipakai adalah uji hambatan hemaglutinasi (Hemaglutination Inhibition/HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
21 hemaglutinin (H) dan uji Agar Gel Presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap neuraminidase (N) (Rahardjo 2004; WHO 2002; OIE 2008).
TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi Avian Influenza
4 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Avian Influenza Virus influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genom RNA rantai tunggal dengan 8 segmen, serta berpolaritas negatif.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA
Lebih terperinciPREPARASI KANDIDAT VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 MENGGUNAKAN PRINSIP ANTIBODI ANTI-IDIOTIPE KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH
PREPARASI KANDIDAT VAKSIN AVIAN INFLUENZA H5N1 MENGGUNAKAN PRINSIP ANTIBODI ANTI-IDIOTIPE KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama
Lebih terperinciSelama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus
AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas
Lebih terperinciSISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.
SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza H5N1 Morfologi Virus Avian Influenza H5N1 merupakan salah satu penyebab penyakit unggas yang bersifat zoonosis. Virus ini menyebabkan penyakit flu pada unggas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Btetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7B Byang
TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza Virus influenza terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe A, tipe B dan tipe C. Virus tipe A menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada manusia. Sementara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam
4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Virus Influenza Tipe A Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari genus Orthomyxovirus yang menyebabkan penyakit avian influenza. Virus ini merupakan
Lebih terperinciProses Penyakit Menular
Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reidentifikasi Vaksin AI H5N1 Vaksin AI H5N1 inaktif strain Legok diekstraksi RNAnya dan diidentifikasi subtipe virus AI-nya berdasarkan gen hemaglutinin (HA) dan neuraminidase
Lebih terperinciB. KARAKTERISTIK VIRUS
BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A
TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A Penyakit Avian Influensa (AI) disebabkan oleh virus influensa tipe A yang merupakan virus RNA dari famili Orthomyxoviridae dengan genus Orthomyxovirus. Berbentuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)
TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C
16 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A, B dan C Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand
Lebih terperinciOUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS
VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily
Lebih terperinciFlu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :
!!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan
Lebih terperinciMATURASI SEL LIMFOSIT
BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi
Lebih terperinciKEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG ANDRIJANTO HAUFERSON ANGI
KEMAMPUAN NETRALISASI ANTIBODI SPESIFIK AVIAN INFLUENZA H5 TERHADAP BEBERAPA VIRUS H5N1 ISOLAT LAPANG ANDRIJANTO HAUFERSON ANGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 28 ABSTRACT ANDRIJANTO
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Allotypic, variasi asam amino pada lokus yang sama. Gambar 1. Skema antibodi dengan determinan isotypic, allotypic dan idiotypic.
5 TINJAUAN PUSTAKA Antibodi Jika hewan terpapar oleh suatu antigen, maka respon imun akan terjadi pada tubuh hewan tersebut. Respon humoral yang terjadi menghasilkan antibodi. Struktur molekul antibodi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang
Lebih terperinciTINJAUAN STRUKTUR GENETIK SERTA TINGKAT KEGANASAN VIRUS INFLUENZA H1N1
Andrijanto H. Angi, Tinjauan Struktur Genetik serta Tingkat Keganasan 181 TINJAUAN STRUKTUR GENETIK SERTA TINGKAT KEGANASAN VIRUS INFLUENZA H1N1 Andrijanto Hauferson Angi Program Studi Kesehatan Hewan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :
25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus
Lebih terperinciTEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN
TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti
Lebih terperinciMODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO
MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG HIV/AIDS
BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV
Lebih terperinciSTRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus
STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS Morfologi dan komponen virus Virus merupakan mikroorganisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, kecuali poxvirus.
Lebih terperinciPertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)
Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3
Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke
Lebih terperinciACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR
ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab
Lebih terperinciFamili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B
RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan
Lebih terperinciWahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)
Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Virus Virus adalah suatu partikel yang mengandung bahan genetik berupa DNA atau RNA yang diselubungi oleh protein yang disebut kapsid dan pada beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium
Lebih terperinciKONSEP DASAR IMUNOLOGI
KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU
Lebih terperinciRESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN
BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit
Lebih terperinciPembentukan Reseptor Antigen
Pembentukan Reseptor Antigen 1 Antigen reseptor Satu / setiap reseptor tidak dikode seluruhnya dalam 1 genom Beberapa gene diperlukan untuk membentuk reseptor antigen i.e. Segmen V dikode oleh beberapa
Lebih terperinciKasus Penderita Diabetes
Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan
Lebih terperinciTinjauan Mengenai Flu Burung
Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang
Lebih terperinciKesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza
Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Virus influenza diklasifikasi menjadi tipe A, B dan C karena nukleoprotein dan matriks proteinnya.
Lebih terperinciGambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti
Lebih terperinciPenyebaran Avian Flu Di Cikelet
6 Bab II Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 2.1 Sejarah virus Avian Flu Avian Flu merupakan infeksi virus influenza A subtipe H5N1 yang umumnya menyerang unggas, burung, ayam dan babi, tetapi setelah menyerang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciDeskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING
1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan
Lebih terperinci1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA:
Virus Ebola menyebabkan demam hemorrhagic. Semenjak dikenal tahun 1976, Virus Ebola menyebabkan penyakit yang fatal pada manusia maupun binatang primata (monyet, gorila dan simpanse). Dinamakan Virus Ebola
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...
Lebih terperinciSOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006
SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Avian Influenza Avian Influenza (AI) yang popular disebut flu burung merupakan penyakit infeksius pada unggas. Penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)
4 TINJAUAN PUSTAKA Newcastle disease Newcastle disease disebut juga penyakit tetelo atau avian pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku (Ghana bagian barat), twase
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit
PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat
Lebih terperinciVIRULENSI DAN TRANSMISI VIRUS INFLUENZA A PADA MANUSIA, HEWAN MAMALIA DAN UNGGAS
ARTIKEL VIRULENSI DAN TRANSMISI VIRUS INFLUENZA A PADA MANUSIA, HEWAN MAMALIA DAN UNGGAS Vivi Setiawaty* Peneliti Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes, Jl. Percetakan Negara No. 29,
Lebih terperinciTermasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya
Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Influenza atau lebih dikenal dengan flu, merupakan salah satu penyakit yang menyerang pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas
4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur putih termasuk dalam jenis ayam petelur ringan. Ayam ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan
Lebih terperinciVirus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS
Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,
Lebih terperinciOLeh: Bella Swandayani Sutrisno KeLas B
OLeh: Bella Swandayani Sutrisno 07-8114-058 KeLas B SEJARAH Orthomyxoviruses pertama kali ditemukan di babi oleh Richard Schope di 1931. Ini ditemukan pertama kali diikuti oleh isolasi virus dari manusia
Lebih terperinciVIRUS AVIAN INFLUENZA & DINAMIKA MOLEKULERNYA
Diterbitkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang Gedung D5, Kampus Sekaran Gunungpati Phone : (024) 8508112 Website : http://mipa.unnes.ac.id R. Susanti VIRUS
Lebih terperinciFLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit
Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini
Lebih terperinciDeteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya
Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka
Lebih terperinciKEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DELIN NOFIFTA B
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGGUNAAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS DELIN NOFIFTA B04110128 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...
Lebih terperinciREKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si
REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi
Lebih terperinciANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN. Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas
ANTIGEN, ANTIBODI, KOMPLEMEN Eryati Darwin Fakultas Kedokteran Universitas andalas IMUNOGEN: ANTIGEN vs IMUNOGEN SUBSTAN YANG MAMPU MENGINDUKSI RESPON IMUN HUMORAL ATAU SELULER IMUNOGENIK ANTIGEN: SUBSTAN
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama
Lebih terperinciGambar: Struktur Antibodi
PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Serum Kuda Anti Rabies Serum kuda anti rabies berbentuk cairan tak berwarna dalam kemasan utuh dengan nomor bacth RSM 013, diproduksi tanggal 18 Maret 2003. Waktu
Lebih terperinciFLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI
FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). HBV ditemukan pada tahun 1966 oleh Dr. Baruch Blumberg berdasarkan identifikasi Australia antigen yang sekarang
Lebih terperinciD. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau.
Materi Biologi : Virus Ilmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir semua virus dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini virus adalah mahluk yang berukuran
Lebih terperinciBIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel
BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,
Lebih terperinciVIRUS DEFINISI STRUKTUR Virion Nukleokapsid Kapsid Kapsomer Amplop MORFOLOGI 1. Simetri Heliks
VIRUS DEFINISI : agen infeksi yang sangat kecil, dengan beberapa perkecualian ; 1. Tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya 2. Tidak ada metabolisme yang bebas dan hanya mampu bereplikasi dalam sel
Lebih terperinciBAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING
BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis
Lebih terperinciSISTEM PERTAHANAN TUBUH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem
Lebih terperinci