TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik."

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Burung atau aves adalah hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur (Welty, 1982). Burung diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, dan kelas Aves. Alikondra (2010) menjelaskan bahwa domestikasi adalah suatu urutan proses pembentukan spesies dalam suatu populasi yang semakin lama semakin disesuaikan dengan keadaan tidak liar, melalui mekanisme-mekanisme penjinakan dari banyak generasi untuk mendekati/mencapai tuntutan kebutuhan manusia. Berdasarkan proses domestikasi kelas Aves terbagi menjadi unggas dan burung. Unggas Unggas merupakan jenis (spesies) burung yang telah mengalami domestikasi dan mempunyai manfaat utama sebagai penghasil pangan (Donham dan Haase, 1980). Beberapa jenis unggas seperti ayam Kampung, itik, puyuh dan merpati dijelaskan dibawah ini: Ayam Kampung. Ayam kampung (Gallus gallus domesticus) memiliki kekerabatan yang dekat dengan dua sub spesies dari ayam hutan merah (G. gallus spadiceus) di China dan ayam hutan merah (G. gallus gallus) di Thailand (Sulandari dan Zein, 2009). Ayam kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri khas tertentu, dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Sifatsifat kualitatif seperti warna bulu, warna kulit dan bentuk jengger yang sangat bervariasi (Sartika dan Iskandar, 2007; Sartika, 2000). Ayam kampung jantan memiliki bulu ekor sama panjang dengan panjang tubuh dan berpenampilan gagah, sedangkan betina bulu ekor lebih pendek dari panjang tubuh, memiliki ukuran badan dan kepala lebih kecil (Gambar 1). Itik. Itik merupakan salah satu ternak unggas yang dikenal sebagai penghasil telur dan daging. Itik jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan 3

2 itik betina (Brahmantiyo et al., 2003). Itik liar mengalami perubahan morfologi yang bervariasi sesuai dengan tempat berkembangnya setelah mengalami domestikasi seperti itik alabio, itik tegal, itik mojosari dan lain-lain (Srigandono, 1997). Pola warna bulu itik mojosari sebagian besar didominasi oleh warna lurik-coklat gelap. Variasi warna diantaranya adalah kombinasi warna lurik dengan belang putih pada daerah leher dan bagian dada. Dari sebagian kecil dari populasi itik mojosari muncul warna bulu putih polos (Suparyanto, 2003) (Gambar 1). Puyuh. Puyuh merupakan jenis Aves yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan penghasil daging dan telur sehingga sering dipelihara oleh masyarakat (Minvielle, 2004). Puyuh jantan dan betina dapat dibedakan dari pola warna. Ciri-ciri puyuh jantan yaitu pada bagian bulu kepala sampai ke bagian belakang terdapat warna putih yang berbentuk garis melengkung tebal, bulu leher, dan dadanya yang berwarna cokelat muda (cinamon) tanpa ada bercak kehitaman, bulu punggung berwarna campuran cokelat gelap, abu-abu dengan garis putih dan bulu sayap seperti bulu punggung dengan belang kehitaman. Ciri-ciri puyuh betina yaitu warna bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas berwarna cokelat muda lebih terang (sawo matang) dengan bercak cokelat tua atau kehitamhitaman (Kasiyati, 2009) (Gambar 1). Merpati. Merpati termasuk dalam Familia Columbidae dari Ordo Columbiformes. Merpati termasuk dalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara. Merpati Indonesia merupakan jenis merpati lokal yang berasal dari merpati liar (Columba livia) yang telah lama dibudidayakan dan asal penyebarannya dari Eropa (Antawidjaja, 1988). Merpati merupakan salah satu plasma nutfah di Indonesia. Para hobies menjadikan merpati sebagai hewan kesayangan untuk dijadikan merpati balap (Darwati et al., 2010). Merpati dapat dibedakan jenis kelaminnya setelah dewasa kelamin. Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut sewaktu kawin, sedangkan merpati jantan tubuhnya lebih besar, lebih kasar, lehernya lebih tebal dan saat sedang kawin, jantan membuat gerakan melingkar, memekarkan bulu ekor dan merebahkan bulu sayapnya (Blakely & Bade, 1994) (Gambar 1). 4

3 Burung Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup di dalam ekosistem alam dengan jumlah populasi yang tinggi. Fimbel et al (2001) menyebutkan bahwa fungsi ekologis burung yaitu sebagai pollinator, penyebar dan pemangsa benih. Indonesia memiliki kekayaan hayati berupa burung yang berlimpah. Populasi burung saat ini mengalami penurunan karena meningkatnya populasi manusia sehingga habitat asli burung menjadi terganggu. Tingginya permintaan pasar juga salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya populasi burung endemik Indonesia di alam. Hal ini menyebabkan perlunya pengembangbiakan yang diharapkan mampu meningkatkan populasi dan kelestariannya dengan upaya penangkaran. Alikondra (2010) menyebutkan bahwa penangkaran satwa liar adalah perkembangbiakan dan pemeliharaan satwa liar dalam keadaan terkurung oleh manusia untuk mencapai sasaran tertentu. Beberapa jenis burung yang saat ini populasinya menurun akibat tingginya permintaan pasar yaitu kakatua kecil jambul kuning, kakatua molukan dan beo Nias. Kakatua Kecil Jambul Kuning dan Kakatua Molukan. Burung kakatua merupakan jenis burung yang sangat dekat dan banyak digemari oleh masyarakat karena perilaku yang khas, lucu, riang dan suka menirukan suara. Burung kakatua merupakan spesies endemik Indonesia (Gambar 1). Indonesia memiliki 77 spesies dari burung paruh bengkok (Ordo: Psttaciformes, Family: Pssittacidae) yaitu 61 spesies diantaranya masuk ke dalam daftar perdagangan pasar internasional sejak tahun Hal ini menyebabkan populasi burung ini mendekati kepunahan akibat permintaan pasar yang tinggi. Semua burung paruh bengkok Indonesia terdaftar dalam Appendix CITES yaitu Appendix I (terancam punah) sebanyak 4 spesies dan Appendix II (genting) sebanyak 73 spesies. Salah satu spesies yang termasuk dalam Appendix I yaitu kakatua molucan (Cacatua moluccensis) (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Beo Nias Burung beo merupakan burung yang paling pintar berbicara di dunia. Burung ini dapat menirukan suara yang didengarnya dengan cermat (Gambar 1). Burung beo memiliki sebutan yang berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia dan dalam bahasa 5

4 Inggris disebut Mynah (Campbell dan Lack, 1985). Burung beo adalah burung monomorfik yaitu sulit dibedakan antara jantan dan betina. Hampir semua jenis burung beo terancam kelestariannya akibat penangkapan dari habitat alaminya. Burung beo termasuk daftar burung paruh bengkok yang popular dalam pedagangan burung internasional (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Gambar 1. Beberapa Jenis Aves: Ayam Kampung Jantan (A.1) dan Betina (A.2) 1, Puyuh Jantan (B.1) dan Betina (B.2) 2, Itik Jantan (C.1) dan Betina (C.2) 3, Merpati (D) 4, Beo Nias (E) 5, Kakatua Molukan (F) 6, dan Kakatua Kecil Jambul Kuning (G) 7. Sumber: 1 (Candrawati, 2007) 2 ( 3 ( 4 ( 5 (Shepherd, 2006) 6 (Harrison, 2005) 7 (Harrison, 2005) Penentuan Jenis Kelamin pada Aves Penentuan jenis kelamin pada aves dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara non molekuler dan secara molekuler. Penentuan jenis kelamin secara non molekuler diantaranya yaitu autosexing, vent sexing, karyotyping, steroid sexing pada feses dan laparoskopi. Penentuan jenis kelamin secara molekuler umumnya menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan penanda genetik khusus jenis kelamin (Cerit dan Avanus, 2007a). Cara-cara untuk menentukan jenis kelamin secara non molekuler ini memiliki beberapa kelemahan. Cara penentuan jenis kelamin secara non molekuler yaitu sebagai berikut: 6

5 Autosexing. Penentuan jenis kelamin day old chick (DOC) merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam reproduksi di suatu pembibitan. Fakta menarik mengenai jenis kelamin DOC yang baru menetas dapat diketahui dari bulu menggunakan gen marker K-k yang berlokasi pada kromosom sex Z. Saat menetas jantan dilihat dari pertumbuhan bulu primer yang lambat, sementara itu betina diketahui dari pertumbuhan bulu primer yang lebih cepat. Hal ini menjadi cara yang mudah, tingkat akurasi yang tinggi dan cepat dalam menentukan jenis kelamin pada ayam sehingga sering digunakan di pembibitan unggas skala industri (Mincheva et al., 2012). Autosexing ayam diketahui dari warna bulu akibat mutasi yang terpaut kelamin. Jantan dan betina dapat diidentifikasi saat penetasan melalui warna bulunya yang unik (Elbrecht dan Smith, 1992). Vent Sexing. Vent sexing merupakan metode yang dipopulerkan oleh seorang profesor Jepang, Kiyoshi Masui pada tahun Metode ini mengidentifikasi jenis kelamin berdasarkan area kloaka untuk melihat keberadaan alat kelamin jantan. Metode itu membutuh orang yang terlatih dan banyak pengalaman. Vent sexers yang sangat terlatih dengan mudah mengidentifikasi jenis kelamin day old chick (DOC) dengan tingkat keberhasilan hingga 95%. Seorang ahli juga dapat mengalami kesalahan dalam mengidentifikasi burung yang monomorfik (Bramwell, 2003). Laparoskopi (Pembedahan). Karakteristik saluran reproduksi dapat langsung dilihat dengan menggunakan laparoskopi. Gonad burung dewasa lebih mudah divisualisasi dibandingkan dengan anakan. Metode ini dilakukan dengan penyayatan kecil pada sisi kiri tubuh burung sehingga memiliki resiko yang tinggi yaitu cedera pada organ vital burung yang dibedah. Pemeriksaan ini dapat berbahaya dan bahkan mematikan burung tersebut (Swengel, 1996; Cerit dan Avanus, 2007a). Steroid Sexing pada feses. Metode ini didasarkan pada tingkat hormon estrogen/testosterone (E/T) dalam kotoran burung. Kotoran burung betina memiliki rasio E/T yang tinggi daripada burung jantan. Hasil terbaik dapat diperoleh dari burung-burung dewasa selama musim kawin dan dilakukan pada feses segar (Swengel, 1996; Cerit dan Avanus, 2007a). 7

6 Karyotyping. Sumber untuk isolasi kromosom dan penentuan kariotipe dapat diperoleh dari kultur sel yang umumnya berasal dari bulu atau sel darah. Sebagian besar kromosom spesies burung adalah mikrokromosom sehingga sulit untuk menghitung mikrokromosom ini secara akurat. Kromosom Z memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan kromosom W (Archawaranon, 2004). Kelemahan dari metode ini yaitu prosedur yang memakan waktu lama (Cerit dan Avanus, 2007a) Gen CHD (Chromo Helicase DNA Binding) Gen Chromo Helicase DNA binding (CHD) merupakan suatu gen penanda jenis kelamin pada Aves. Gen CHD berada di kromosom Z dan W, yang terdiri dari CHD-Z (berada pada kromosom Z) dan CHD-W (berada pada kromosom W) (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Gen CHD (chromo helicase DNA binding) merupakan gen pertama yang berlokasi di kromosom W (CHD-W) pada aves (Griffiths and Tiwari, 1995). CHD-Z berlokasi pada kromosom Z (Griffiths and Korn 1997), yang ada pada dua jenis kelamin (ZZ dan ZW). Struktur protein dari CHD-Z dan CHD-W diketahui memiliki perbedaan yang sangat sedikit (Fridolfson dan Ellergen, 1999). Sejauh ini hanya sedikit gen yang terdapat pada kromosom W untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada Aves, namun gen yang paling umum digunakan yaitu gen CHD. Aves mempunyai kromosom sex yang berbeda dibandingkan dengan mamalia. Sifat heterogametik pada burung dimiliki oleh betina (ZW) sedangkan jantan merupakan homogametik (ZZ) (Ellergren, 1996). Gen CHD (Chromo Helicase DNA binding) dapat menunjukkan perbedaan antara alel Z dan W pada betina (Griffiths et al., 1996). Perbedaan ini terjadi karena adanya keterpautan (linkage) antara posisi gen CHD dengan kromosom kelamin pada Aves (kromosom Z dan W) (Griffith dan Korn, 1997). Sejak ditemukannya perbedaan pada gen jenis kelamin CHD-Z dan CHD-W pada kebanyakan jenis burung, kemudian gen ini diamplifikasi dengan PCR (Griffiths et al., 1998; Kahn et al., 1998; Fridolfsson dan Ellegren, 1999). Banyak primer yang telah didesain untuk mengenali ukuran intron yang berbeda pada gen CHD. Namun primer yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada Aves yaitu P2 dan P8 (Griffiths et al., 1998). 8

7 Isolasi DNA Total Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (DNA template) yang nantinya akan diperbanyak secara in vitro. DNA cetakan didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi suatu sel, jaringan atau organ. Sebagian besar DNA pada sel hewan terdapat di dalam inti dan sebagian yang lain terdapat di organel seperti mitokondria. Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau metoda untuk memisahkan DNA total dari komponen sel lainnya (Sulandari dan Zein, 2003). Setiap sel atau jaringan yang memiliki DNA memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi DNA. Namun kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Ekstraksi DNA dari fosil, rambut atau bulu, dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al. 1996). Prinsip metode purifikasi pada semua jaringan hewan tidak jauh berbeda, yaitu terdiri atas tiga tahapan utama. Tiga tahapan tersebut secara berurutan adalah penghancuran (lisis) membran sel, pemisahan material DNA dari material organik sel lain, dan pemisahan DNA dari larutannya (presipitasi) (Sambrook et al. 1989). Secara umum dalam studi molekuler burung, DNA total didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi darah lengkap (whole blood). Inhibitor (penghambat) yang terdapat pada beberapa jaringan memerlukan perlakuan khusus dalam proses ekstraksi sehingga hasilnya akan sulit untuk di PCR. Ekstraksi DNA dapat dilakukan secara manual ataupun menggunakan DNA extraction kit (kit). Ekstraksi DNA dengan menggunakan kit umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik (Schill, 2007). Bulu merupakan struktur khusus sebagai penciri dalam kelas Aves. Bulu burung mempunyai prospek menjadi sumber DNA karena pada pangkal bulu (calamus) banyak mengandung sel epitel. Bulu dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. Namun karena pada bulu banyak mengandung unsur keratin dan sudah mengeras, maka sulit untuk didapatkan DNAnya. Komponen bulu terdiri dari α dan β-keratin yang tersusun oleh bermacam-macam asam amino (Harrap dan Woods, 1964). 9

8 Seleksi Menggunakan Penanda Molekuler Metode seleksi sederhana berdasarkan informasi fenotipe telah banyak dilakukan untuk perbaikan produktivitas ternak, namun terdapat beberapa keterbatasan seperti perbedaan jenis kelamin dan sifat-sifat yang sulit atau mahal untuk diukur dan diamati (Vischer et al., 2000). Salah satu metode untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan melakukan seleksi menggunakan penanda molekuler. Poymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum daerah target disebut sebagai primer forward dan yang berada setelah daerah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru dikenal sebagai enzim polymerase. Untuk mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dntps (deoxynucleoside triphosphat) yang mencakup datp (nukleotida berbasa Adenine), dctp (Cytosine), dgtp (Guanine) dan dttp (Tymine) (Muladno, 2002). Proses PCR terdiri dari tiga tahapan yaitu : (1) Denaturasi, yaitu perubahan struktur DNA utas ganda menjadi utas tunggal, (2) Annealing, yaitu penempelan primer pada sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak, dan (3) Ekstensi, yaitu pemanjangan primer oleh DNA polymerase. PCR biasanya berlangsung dalam siklus (Muladno, 2002). Tahap denaturasi DNA berlangsung dalam suhu 94 ºC sehingga DNA untai ganda dapat terpisah menjadi utai tunggal. Tahap yang paling menentukan adalah tahap penempelan primer, karena setiap pasang primer memiliki suhu penempelan primer yang spesifik. Tahap pemanjangan primer berlangsung pada suhu 27 ºC. Pada tahap ini enzim taq polymerase, buffer, dntp, dan Mg 2+ memulai aktifitasnya memperpanjang primer (Viljoen et al., 2005). Proses PCR disajikan pada Gambar 2. 10

9 Gambar 2. Proses Poymerase Chain Reaction (PCR) (Nicholas, 2004) Polymerase Chain Reaction-Single Strand Comformation Polymorphism (PCR-SSCP) merupakan salah satu metode analisis lebih lanjut yang memanfaatkan produk PCR. Metode ini merupakan pemisahan asam nukleat rantai tunggal (single stranded nucleic acids) hasil amplifikasi PCR dengan elektroforesis melalui gel poliakrilamid dan berdasarkan pada perbedaan berat model pasangan basa, sehingga dapat menghasilkan perbedaan struktur sekuen gen (Orita et al., 1989). Prinsip yang mendasari metode analisis SSCP adalah perbedaan asam nukleotida yang akan mempengaruhi bentuk fragmen DNA untai tunggal (Bastos et al., 2001) akan menyebabkan pola migrasi pada saat elektroforesis dalam gel poliakrilamid (Baroso et al., 1999) walaupun perbedaannya hanya satu nukleotida saja (Nataraj et al., 1999). Elektroforesis Elektroforesis adalah proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik. Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran molekulnya. Prinsip kerja dari elekroforesis yaitu berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan negatif yang bergerak menuju kutub positif (Klug & Cummings, 1994). Proses elektroforesis membutuhkan agar atau gel sebagai medium untuk pemisahan DNA. Ada dua tipe gel dalam proses elektroforesis yaitu agarose dan poliakrilamid. Gel agarose adalah koloid alami yang 11

10 diekstrak dari rumput laut. Gel agarose memiliki pori berukuran besar dan kegunaan utamanya untuk memisahkan molekul yang sangat besar dengan berat molekul lebih dari 200 kiladalton (Sambrook et al., 1989). Posisi molekul yang terseparasi dapat dilihat dengan pewarnaan gel. Untuk mendeteksi potongan-potongan DNA berupa larik DNA pada gel agarose digunakan pewarna yang mengandung fluorescen dengan konsentrasi rendah seperti ethidium bromide (EtBr) (Fatchiyah, 2006). Resolusi optimal dalam separasi fragmen DNA akan didapatkan apabila pemilihan konsentrasi gel tepat. Besar kecilnya pori-pori pada agarose ditentukan oleh konsentrasinya, makin tinggi konsentrasi agarose, maka makin kecil pori yang terbentuk. Pori-pori ini berfungsi sebagai saringan molekul, dimana migrasi fragmen DNA yang besar akan lebih lambat daripada fragmen yang lebih kecil (Fatchiyah, 2006). Gel poliakrilamida terbentuk tanpa pemanasan, melainkan dengan pencampuran larutan akrilamida dengan ammonium sulfat dan TEMED (N,N,N,N - tetramethylethylenediamine). Pencampuran ini akan mengakibatkan monomer akrilamida mengalami polimerisasi menjadi rantai panjang. Penambahan senyawa lain N,N -methylene bis-akrilamida (bis-akrilamida) di dalam proses polimerisasi, terbentuk cross-linker antar rantai panjang sehingga terbentuk gel yang tingkat porositasnya ditentukan oleh panjang rantai dan derajat penyilangan antar rantai (cross-link). Panjang rantai polimer akrilamida ditentukan oleh konsentrasi akrilamida di dalam reaksi polimerisasi (antara 3.5% dan 20%). Senyawa bisakrilamida yang berfungsi sebagai cross-linker ditambahkan dengan perbandingan 1:29 terhadap akrilamida (Muladno, 2002). Elektroforesis gel poliakrilamida dilakukan pada posisi vertikal. Gel poliakrilamida memiliki tiga keuntungan yaitu: (1) resolusi dalam pemisahan molekul DNA jauh lebih tinggi sehingga panjang molekul DNA yang berbeda hanya satu nukleotida dapat dideteksi, (2) gel poliakrilamida dapat menampung jumlah DNA yang lebih besar daripada gel agarose dan (3) DNA yang diekstrak dari gel poliakrilamida bersifat sangat murni dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Muladno, 2002). Karakteristik dari gel agarose dan poliakrilamid ditampilkan pada Tabel 1. 12

11 Tabel 1. Karakteristik Gel Agarose dan Poliakrilamid Jenis Gel Konsentrasi Gel Agarose (%) Kisaran ukuran DNA (pb) 0, , Agarose 0, , , , , Poliakrilamid Sumber: (Sambrook et al., 1989) 3, , , , , ,

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Aves adalah hewan yang tubuhnya tertutup bulu, tidak memiliki gigi, berjalan dengan dua kaki, dan memiliki struktur tulang yang termodifikasi untuk terbang (Stevens, 1996).

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari

Lebih terperinci

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE 8 BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE A. Familia Columbidae Familia Columbidae ditemukan hampir di semua habitat teresterial dari wilayah temperata sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis kelamin merupakan informasi dasar dari makhluk hidup yang penting untuk diketahui, sayangnya tidak semua makhluk hidup mudah untuk dibedakan antara jantan dan betinanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konservasi Burung Menurut Alikodra (1990), konservasi sumber daya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, dan pengembangan.

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) memiliki ukuran sedang (11 cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh bulunya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA

PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE BAB II PENGGUNAAN PENANDA DNA SPESIFIK BETINA DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE A. Familia Columbidae Familia Columbidae merupakan kelompok burung dengan panjang tubuh berkisar

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) SKRIPSI PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

Oleh: Suhardi, SPt.,MP

Oleh: Suhardi, SPt.,MP Oleh: Suhardi, SPt.,MP Ayam Puyuh Itik Itik Manila (entok) Angsa Kalkun Merpati (semua jenis burung) Burung Unta Merak, bangau, dll Unggas atau khususnya ayam dalam sistematika taksonomi termasuk dalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sejarah Perkembangan Puyuh Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan terhadap burung puyuh. Mula-mula ditujukan untuk hewan kesenangan dan untuk kontes

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) JURNAL PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. 1. Pokok Bahasan : Jenis dan tipe ayam komersial A.2. Pertemuan minggu ke : 6 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Ayam tipe petelur 2. Ayam tipe pedaging 3. Ayam tipe dwiguna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) TINJAUAN PUSTAKA Ciri-Ciri dan Morfologi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING 2004 Margareta Rahayuningsih Posted: 28 November 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi DNA genom yang berasal dari darah sapi segar. Selanjutnya hasil dari isolasi tersebut akan diimplifikasikan dengan teknik in- vitro menggunakan PCR (Polimerase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Ternak Sapi Potong di Indonesia Populasi penduduk yang terus berkembang, mengakibatkan permintaan terhadap kebutuhan pangan terus meningkat. Ternak memberikan kontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produkproduk peternakan akan semakin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. DNA (Deoxyribonuleic Acid) Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah suatu materi yang terdapat pada tubuh manusia dan semua makhluk hidup yang diwarisi secara turun menurun. Semua

Lebih terperinci