KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

Transkripsi

1 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak liar, pada tahun 1870 puyuh Jepang yang disebut Japanese quail (Coturnix coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Setelah masa itu mulai dikenal dan diternakan pada akhir tahun 1979 dan merupakan salah satu unggas yang mulai dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan adalah puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) (Listiyowati dan Roospitasari, 2009). Menurut Vali (2008) klasifikasi puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Aves : Galliformes : Phasianidae : Perdicinae : Coturnix : Coturnix coturnix japonica Di Indonesia puyuh yang ada adalah puyuh liar yang biasa disebut gemak, tetapi gemak belum mendapat perhatian untuk dijinakkan di Indonesia. Puyuh di

2 7 Indonesia dikenal dan popular sejak awal 1980, umumnya puyuh yang dipelihara di Indonesia dan dikembangkan sebagai usaha sambilan maupun komersil adalah puyuh Coturnix coturnix japonica yang didatangkan dari Jepang (Listiyowati dan Roospitasari, 2009). Puyuh memiliki bentuk badan relatif kecil dan berkaki pendek. Badannya dipenuhi dengan bulu berwarna coklat dengan bercak abu-abu dan hitam (Wuryadi, 2011). Puyuh betina dewasa memiliki warna bulu yang lebih terang mempunyai bentuk badan yang bulat, berekor pendek, paruh lebih pendek dan kuat, jari kakinya kearah kebelakang, dan warna kakinya kekuning-kuningan (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Puyuh betina memiliki warna coklat yang lebih terang dengan warna coklat muda bergradasi putih ke bawah dan leher memiliki bulu berwarna putih yang lebih lebar (Marsudi dan Saparinto, 2012). Perbedaan warna bulu antara puyuh jantan dan betina seringkali digunakan sebagai dasar dalam penentuan jenis kelamin (Wheindrata, 2014). Puyuh (Coturnix coturnix japonica) dikenal sebagai puyuh petelur, dibandingkan dengan jenis puyuh yang lain puyuh ini dapat menghasilkan telur sebanyak butir pertahun. Performa awal produksi telur puyuh (Coturnix- Coturnix Japonica) di pusat pembibitan puyuh Universitas Padjadjaran umur dewasa kelamin dicapai pada umur 40 hari dengan rataan bobot badan awal bertelur (170,30±17,21g) dan rataan bobot telur awal produksi (8,52±0,81g) (Sujana dkk., 2015). Puyuh bertelur selama bulan dengan puncak produksinya terjadi pada umur 3-5 bulan, dengan rata-rata produksi telur dalam satu populasi berkisar 78-85% (Wuryadi, 2011). Puncak produksi telur pada puyuh mencapai 98,5% pada umur 4-5

3 8 bulan (Kaselung dkk., 2014). Selanjutnya, produktivitasnya mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur sekitar umur 30 bulan (Wuryadi, 2013). Keistimewaan lain puyuh yaitu mempunyai siklus hidup yang pendek, tubuh kecil sehingga tidak memerlukan tempat yang luas (Subekti, 2012). Puyuh memiliki kelebihan yaitu memiliki daya tahan yang tinggi tahan terhadap penyakit (Listiyowati dan Roospitasari, 2009). 1.2 Bobot Badan Menurut Akbarillah dkk. (2008), puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) pada umur hari dengan bobot badan sekitar g per ekor sudah dewasa kelamin dan mampu berproduksi telur pada bulan pertama sekitar butir per ekor dengan bobot telur berkisar 9 10 g per butir. Bobot badan puyuh pada umur 6 minggu di Kota Bandung sebesar 127,9 gram (Sujana dkk., 2012). Puyuh yang telah memasuki dewasa kelamin pertumbuhan badannya relatif konstan (Nugraeni 2012). Puyuh betina lebih berat dari pada yang jantan setelah puyuh berumur 6 minggu lebih yaitu puyuh betina bobotnya sekitar g per ekor sedangkan jantan g per ekor (Nugroho dan Mayun, 1990). Bobot ratarata seekor puyuh betina sekitar 150 g dan mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke-13 (Tetty, 2002). Puyuh jantan dewasa memiliki bobot badan sekitar g (Anggorodi, 1995).

4 9 1.3 Bobot Telur Bobot telur dipengaruhi oleh jenis atau tipe puyuh (Santos dkk., 2011). Menurut Sujana dkk., (2016) rataan bobot telur di pusat pembibitan puyuh Universitas Padjadjaran dari puyuh hasil pembibitan warna bulu cokelat dan hitam memiliki bobot telur yang hampir sama. Bobot telur puyuh silangan memiliki nilai yang relatif lebih tinggi (11,740 ±1,14g) dibandingkan dengan rataan bobot telur dari puyuh warna bulu hitam (11,613 ±0,92g) atau warna bulu cokelat (11,519 ±0,92g). Menurut North dan Bell (1990) bobot telur adalah hasil dari sifat genetika kuantitatif atau sifat dengan heritabilitas tinggi, sehingga kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan lebih mudah untuk meningkatkan bobot telur melalui manipulasi bobot telur pada strain burung oleh ahli genetika. Noor (2000), menyatakan bahwa sifat bobot telur mempunyai nilai heritabilitas (h 2 ) yang tinggi yaitu sebesar 60%. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa variasi bobot telur biasanya seragam hanya pada telur double yolk dan telur abnormal lainnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi telur, akibat pakan dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik. Nugroho dan Manyun (1986) juga menyatakan bahwa telur puyuh saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai besar yang stabil. 1.4 Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah metode pengujian yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang datanya kuntitatif. Selain dapat mengetahui

5 10 derajat keeratan hubungan korelasi juga dapat digunakan untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik, misalnya apakah hubungan bobot badan dan tinggi badan mempunyai derajat yang kuat atau lemah dan juga apakah kedua variabel tersebut berpola positif atau negatif. Koefisien korelasi biasa dilambangkan dengan huruf r dimana nilai r dapat bervariasi dari -1 sampai +1. Nilai r yang mendekati -1 atau +1 menunjukkan hubungan yang kuat antara dua variabel tersebut dan nilai r yang mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut. Sedangkan tanda + (positif) dan - (negatif) memberikan informasi mengenai arah hubungan antara dua variable tersebut. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih, tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Mattjik dan Sumetjaya, 2000). 1.5 Analisis Regresi Analisis regresi adalah hubungan yang didapat dan dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antar variabel variabel (Sudjana, 2005). Analisis regresi menyangkut tentang hubungan antara suatu variabel X merupakan variabel independen yaitu variabel bebas (tidak dipengaruhi variabel lainnya) sedangkan variabel Y yang disebut variabel respon atau variabel dependen yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya (Sugiyono, 2010). Tujuan utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel (variabel dependen) jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya (variabel lainnya) sudah ditentukan.

6 11 Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas tunggal. Persamaan model regresi sederhana hanya memungkinkan bila pengaruh yang ada itu hanya dari independent variabel (variabel bebas) terhadap dependent variabel (variabel tak bebas). Jadi harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien korelasi tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila koefisien korelasi negatif maka harga b juga negatif, dan sebaliknya bila koefisien korelasi positif maka harga b juga positif (Sudjana, 2005).