PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA"

Transkripsi

1 PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN ISYANA KHAERUNNISA. D Penentuan Jenis Kelamin pada Kelas Aves Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr. Jenis kelamin pada Aves penting diketahui untuk berbagai tujuan terutama dalam bidang pemuliaan, konservasi dan pengembangan keilmuan. Penentuan jenis kelamin sulit dilakukan pada beberapa jenis Aves, terutama pada jenis-jenis burung monomorfik seperti kakatua (Psittacidae) dan beo (Sturnidae). Hal ini menyebabkan hampir semua breeder mengalami kesulitan dalam menentukan jenis kelamin burung-burung tersebut. Pendekatan teknologi berbasis molekuler dapat diterapkan untuk menentukan jenis kelamin dengan menggunakan gen penanda jenis kelamin, yaitu gen Chromodomain Helicase DNA-binding (CHD). Gen ini digandakan melalui proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan untuk menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro dengan bantuan enzim polimerase dan primer (Williams, 2005). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan jenis kelamin pada beberapa jenis Aves berdasarkan gen CHD-W dan CHD-Z menggunakan primer 2550F dan 2718R. Jenis-jenis aves yang diuji yaitu Gallus gallus domesticus (ayam Kampung), Coturnix coturnix japonica (puyuh jepang), Anas platyrhynchos (itik), Columba livia (merpati), Gracula religiosa robusta (beo nias), Cacatua moluccencis (kakatua maluku), dan Cacatua sulphurea (kakatua-kecil Jambul-kuning). Sebanyak 21 sampel Aves diperoleh dalam bentuk darah dan bulu, kemudian diekstraksi untuk mendapatkan DNA total. DNA kemudian diamplifikasi dengan bantuan primer 2550F dan 2718R (Fridolfsson dan Ellegren, 1999) dan dielektroforesis menggunakan Agarose Gel dengan konsentrasi 1,5%. Visualisasi DNA menggunakan bantuan sinar ultraviolet. Jenis kelamin pada Aves ditentukan dengan jumlah pita hasil elektroforesis. Pita tunggal menunjukkan jenis kelamin jantan, dan pita ganda menujukkan jenis kelamin betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel Aves dapat diidentifikasi jenis kelaminnya. Seluruh sampel dari Aves jantan menunjukkan pita tunggal (ZZ), sedangkan pada betina menunjukkan dua pita (ZW), kecuali pada itik dan merpati. Betina pada itik dan merpati dapat dibedakan dengan jantannya, meskipun keduanya ditunjukkan dengan pita tunggal. Pita yang muncul di sampel itik dan merpati betina adalah pita W, sedangkan pita Z tidak terdeteksi. Kata-kata kunci: penentuan jenis kelamin, gen CHD, PCR, Aves ii

3 ABSTRACT Avians Sex Determination Using Polymerase Chain Reaction (PCR) Method Khaerunnisa, I., Jakaria, and M. Ulfah Many avian species are sexually monomorphic. In this case, molecular approach is an efficient method for sex determination. The sexes of monomorphic avians can be determined by PCR amplification of the CHD genes. CHD genes are preserved within avian Z and W sex chromosomes. The objective of this research was to determine sex of chickens, quails, ducks, pigeons, hill myna, salmon-crested cockatoos, and yellow-crested cockatoos based on CHD gene using primer 2550F and 2718R. PCR products were screened by 1.5% agarose gel electrophoresis with Ethidium Bromide. According to the results 10 males and 11 females were determined from 21 specimens of avians. Individuals showed double (ZW) and single (ZZ) bands were identified as females and males, respectively in chickens, quails, hill myna, salmon-crested cockatoos and yellow-crested cockatoos. Males and females in ducks and pigeons showed single band in different length of basepairs. Keywords: sex determination, CHD genes, PCR, avian iii

4 PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) ISYANA KHAERUNNISA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 Judul Nama NIM : Penentuan Jenis Kelamin pada Kelas Aves Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) : Isyana Khaerunnisa : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.) NIP: (Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.) NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: Tanggal Ujian : 3 Juli 2012 Tanggal Lulus : v

6 RIWAYAT HIDUP Isyana Khaerunnisa dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 6 Maret 1991, dari pasangan Ir. Endang Suherman dan Dra. Nunung Sulastri. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan taman kanak-kanak di TK 2 Pertiwi, Gayamsari, Semarang, lulus pada tahun Pendidikan dasar ditempuh oleh penulis di SD Negeri Sompok Semarang program Unggulan hingga tahun Penulis kemudian mengenyam pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Semarang program Akselerasi pada tahun Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 3 Semarang pada tahun Tahun 2008, Penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Semasa SMA, Penulis aktif sebagai Ketua Umum Forum Diskusi Ilmiah dan anggota Perwakilan Kelas SMA Negeri 3 Semarang. Selepas SMA, Penulis menjadi anggota Divisi Konservasi Burung Uni Konservasi Fauna (DKB UKF) IPB dan Divisi Peduli Pangan Peternakan Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (P3 Himaproter) IPB. Penulis juga aktif dalam dunia jurnalistik, yaitu sebagai Pimpinan HRD Majalah Pangan dan Gizi Emulsi. Penulis tergabung dalam organisasi mahasiswa daerah Patra Atlas Semarang, anggota Paduan Suara Fakultas Peternakan IPB Graziono Symphonia, dan juga komunitas ABG-SCi (Animal Breeding and Genetic Student Community). Penulis juga tergabung dalam berbagai kepanitiaan semasa duduk di bangku kuliah. Selama mengenyam pendidikan tinggi, Penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama tiga tahun. Penulis merupakan Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB tahun 2011, dan memperoleh Peringkat 3 Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan IPB tahun Program Magang yang diikuti oleh Penulis yaitu di PT. D-Farm Agriprima, Bogor pada tahun 2009 dan di BIB Lembang, Bandung pada tahun Penulis dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Pengolahan Susu tahun 2012 dan juga menjadi juri pada berbagai lomba essai serta penyaji materi Pengolahan dan Distribusi Susu dalam Kajian Agribisnis HIPMA IPB pada tahun vi

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbilalamin. Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan oleh Penulis kepada Allah SWT, Sang penguasa alam semesta atas karunia dan rahmat- Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Penentuan Jenis Kelamin pada Kelas Aves Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan lancar dan tepat waktu. Topik tersebut dipilih dengan beberapa alasan, diantaranya: (1) tingginya potensi pemanfaatan jenis-jenis Aves terutama di Indonesia, baik pemanfaatan unggas maupun burung, (2) sulitnya menentukan jenis kelamin pada beberapa jenis aves terutama untuk jenis monomorfik, dan (3) minimnya informasi mengenai pemanfaatan gen CHD untuk penentuan jenis kelamin pada unggas dan burungburung endemik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan jenis kelamin pada beberapa jenis Aves seperti ayam Kampung, puyuh jepang, itik, merpati, beo nias, kakatua maluku dan kakatua-kecil Jambul-kuning. Penentuan jenis kelamin dilakukan berdasarkan pendekatan molekuler dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi yang akurat dan efisien untuk menentukan jenis kelamin Aves, sehingga dapat membantu dalam manajemen perkawinan. Selain itu, diharapkan populasi burung-burung endemik Indonesia seperti beo nias, kakatua maluku dan kakatua-kecil Jambul-kuning dapat dipertahankan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga dapat dikembangkan untuk kepentingan ilmiah lainnya. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangsih dalam dunia peternakan dan pelestarian plasma nutfah Indonesia. Bogor, Juli 2012 Penulis vii

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Klasifikasi Aves... 3 Ayam Kampung... 3 Puyuh... 3 Itik... 4 Merpati... 4 Beo Nias... 5 Kakatua... 5 Penentuan Jenis Kelamin pada Aves... 8 Gen Chromodomain Helicase DNA-binding (CHD)... 9 Sumber DNA Total Polymerase Chain Reaction (PCR) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Ekstraksi DNA Total Polymerase Chain Reaction Agarose Gel Electrophoresis Prosedur Pengambilan Sampel Darah dan Bulu Ekstraksi DNA Total Polymerase Chain Reaction (PCR) Elektroforesis ii iii iv v vi vii viii x xi xii viii

9 Rancangan dan Analisa Data Genotyping HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total Amplifikasi dan Visualisasi Gen CHD Implementasi Penentuan Jenis Kelamin Aves di Indonesia KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Klasifikasi Taksonomi Beberapa Species dari Kelas Aves Sampel Aves yang Digunakan dalam Penelitian Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Darah Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Bulu x

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Beberapa Jenis Aves: (A) Ayam Kampung, (B.1) Puyuh Jepang Jantan, (B.2) Puyuh Jepang Betina, (C) Itik, (D) Merpati, (E) Beo Nias, (F) Kakatua Maluku, dan (G) Kakatua-kecil Jambul-kuning Penentuan Jenis Kelamin pada Aves Sampel Aves yang Digunakan dalam Penelitian: (A.1) Ayam Kampung Jantan, (A.2) Ayam Kampung Betina, (B.1) Puyuh Jantan, (B.2) Puyuh Betina, (C) Itik, (D) Merpati, (E) Beo Nias, (F) Kakatua Maluku, dan (G) Kakatua kecil-jambul Kuning Bagian Calamus pada Bulu Aves Elektroforesis DNA Hasil Ekstraksi dengan Agarose Gel 1,5% Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves : (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% Rekonstruksi Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% Situs Penempelan Primer pada Sekuen Gen CHD-Z dan CHD-W pada Columba livia dan Gallus gallus. Situs Penempelan Primer Forward (Warna Kuning), Situs Penempelan Primer Reverse (Warna Hijau) xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sekuen Gen CHDZ pada Ayam Hutan Sekuen Gen CHDW pada Ayam Hutan Sekuen Gen CHDZ pada Merpati Sekuen Gen CHDW pada Merpati xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis kelamin pada Aves penting diketahui untuk berbagai tujuan terutama dalam bidang pemuliaan, diantaranya untuk menentukan pejantan dan induk, pengendalian rasio jenis kelamin (Nicholas, 2004), dan pemasangan jantan dan betina dalam satu kandang di penangkaran. Penentuan jenis kelamin pada jenis-jenis burung monomorfik seperti kakatua (Psittacidae) dan beo (Sturnidae) sulit dilakukan, terlebih ketika burung belum mencapai dewasa kelamin. Hal ini menyebabkan hampir semua breeder mengalami kesulitan dalam menentukan jenis kelamin burung-burung tersebut. Jenis kelamin dapat diidentifikasi menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya: (a) pengamatan tingkah laku, (b) adanya brooding patch, (c) perbedaan dalam pola morfometrik, (d) pemeriksaan gonad menggunakan laparoscopy, dan (e) pemeriksaan kromosom jenis kelamin. Metode pertama dan kedua dapat diterapkan secara umum hanya pada musim kawin, dan analisis morfometrik dapat menimbulkan bias. Pemeriksaan gonad sulit dilakukan di luar musim kawin (ketika gonad mengecil) dan karena ukuran tubuh Aves yang relatif kecil dibandingkan dengan ternak lainnya (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Pendekatan teknologi berbasis molekuler dapat diterapkan untuk mengidentifikasi jenis kelamin dengan menggunakan gen penanda jenis kelamin, yaitu gen Chromodomain Helicase DNA-binding (CHD). Gen CHD berada di kromosom W dan Z, yang terdiri dari CHD-W (berada pada kromosom W) dan CHD-Z (berada pada kromosom Z) (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Metode ini memberikan hasil yang lebih akurat untuk menentukan jenis kelamin dibandingkan dengan menggunakan metode lainnya. Selain itu, metode ini dapat dilakukan pada saat Aves baru menetas atau belum mencapai dewasa kelamin. Gen CHD dapat diidentifikasi dengan primer 2550F dan 2718R (Fridolfsson dan Ellegren, 1999) melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknik ini digunakan untuk menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro dengan bantuan enzim polimerase dan primer (Williams, 2005). Sumber DNA genom pada Aves secara umum dapat diperoleh dari darah (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). DNA juga dapat diperoleh melalui isolasi 1

14 dari bulu burung. Koleksi sampel bulu menimbulkan rasa sakit yang lebih sedikit daripada pengambilan darah. Selain itu, biaya yang dibutuhkan lebih murah dan dapat mengurangi risiko kontaminasi (Cerit dan Avanus, 2007). Penelitian serupa telah banyak dilakukan di beberapa negara, seperti identifikasi jenis kelamin burung paruh bengkok Nymphicus hollandicus di Turki (Cerit dan Avanus, 2007), puyuh jepang di Eropa (Morinha et al., 2011), berbagai jenis burung di Amerika Serikat (Kahn et al., 1998), burung laut di Pasifik Utara dan Laut Bering (Dawson et al., 2001), burung-burung di Asia Timur (Lee et al., 2008) dan lainnya. Sedangkan di Indonesia belum tersedia informasi mengenai penelitian penentuan jenis kelamin berbasis molekuler pada Aves, terutama untuk jenis-jenis burung endemik Indonesia. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menentukan jenis kelamin pada beberapa jenis Aves berdasarkan gen CHD-W dan CHD-Z menggunakan primer 2550F dan 2718R. Jenis-jenis Aves yang diuji yaitu Gallus gallus domesticus (ayam Kampung), Coturnix coturnix japonica (puyuh jepang), Anas platyrhynchos (itik), Columba livia (merpati), Gracula religiosa robusta (beo nias), Cacatua moluccencis (kakatua maluku), dan Cacatua sulphurea (kakatua-kecil Jambul-kuning). 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Aves adalah hewan yang tubuhnya tertutup bulu, tidak memiliki gigi, berjalan dengan dua kaki, dan memiliki struktur tulang yang termodifikasi untuk terbang (Stevens, 1996). Welty (1982) menambahkan bahwa Aves memiliki tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur. Ayam Kampung Indonesia memiliki berbagai jenis ayam lokal, baik yang asli maupun hasil adaptasi yang dilakukan puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Ayam lokal yang tidak memiliki karakteristik khusus disebut sebagai ayam Kampung. Masyarakat pedesaan umumnya memelihara ayam Kampung untuk mendapatkan daging, telur maupun sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat diuangkan (Nataamijaya, 2010). Mansjoer (1985) menyatakan bahwa ayam Kampung tidak mempunyai ciriciri tertentu atau dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Keragaman ciri-ciri sifat kualitatif terutama pada corak bulu, warna kulit cakar dan bentuk jengger. Identifikasi jenis kelamin ayam Kampung dapat dilakukan sejak DOC dengan vent method. Metode ini membutuhkan keahlian yang tinggi, sehingga masih sedikit orang yang dapat melakukannya. Piliang (1992) menyatakan bahwa metode ini dilakukan dengan melihat organ kopula rudimenter di dalam kloaka. DOC jantan akan tampak papila yang menonjol, sedangkan pada betina tidak terdapat. Puyuh Puyuh jepang merupakan subspesies yang berasal dari Asia. Jenis ini dimanfaatkan untuk diambil daging dan telurnya (Minvielle, 2004). Puyuh dewasa menunjukkan sexual dimorfism, tetapi pada puyuh anakan (DOQ) sulit untuk ditentukan jenis kelaminnya berdasarkan fenotipe. Puyuh jantan memiliki bulu putih yang berbentuk garis melengkung tebal di bagian kepala sampai ke bagian belakang, bulu leher dan dadanya berwarna cokelat muda (cinamon) tanpa ada bercak kehitaman, bulu punggung berwarna campuran cokelat gelap, abu-abu dengan garis

16 putih, bulu sayap seperti bulu punggung dengan belang kehitaman, panjang sayap kira-kira 89 cm. Puyuh jantan muda mulai bersuara atau berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama puncak musim kawin, puyuh jantan akan berkicau setiap malam dengan suara keras. Puyuh betina dewasa memiliki warna tubuh yang mirip dengan puyuh jantan, kecuali warna bulu pada kerongkongan dan dada bagian atas puyuh betina berwarna cokelat muda lebih terang (sawo matang) dengan bercak cokelat tua atau kehitam-hitaman (Kasiyati, 2009). Sebagian puyuh dewasa juga sulit dibedakan jenis kelaminnya karena memiliki pola fenotipe yang sulit didefinisikan (Morinha et al., 2011). Vali dan Doosti (2011) juga mengungkapkan bahwa penentuan jenis kelamin puyuh jepang dewasa dan DOQ sulit dilakukan. Itik Itik merupakan salah satu ternak unggas yang dikenal sebagai penghasil telur dan daging. Itik alabio, itik bali, itik mojosari dan itik pegagan adalah bangsa itik lokal yang dikenal sebagai penghasil telur (Brahmantiyo et al., 2003). Itik mojosari menunjukkan potensi produksi telur yang cukup baik, yang sebanding dengan potensi produksi jenis-jenis itik lokal yang lain, sehingga layak untuk dipakai dalam program persilangan (Prasetyo dan Susanti, 1997). Pola warna bulu itik mojosari sebagian besar didominasi oleh warna lurik-coklat gelap. Variasi warna diantaranya adalah kombinasi warna lurik dengan belang putih pada daerah leher dan bagian dada (Suparyanto, 2003). Karakteristik itik mojosari menurut Prasetyo et al. (1998) memiliki bentuk tubuh seperti botol dan berjalan tegak, warna bulu itik jantan maupun betina tidak berbeda, yaitu berwarna kemerah-merahan dengan variasi coklat, hitam dan putih. Itik jantan dan betina dapat dibedakan dari bulu ekor, yaitu selembar atau dua lembar ekor yang melengkung ke atas pada jantan. Warna paruh dan kaki itik jantan lebih hitam daripada itik betina. Merpati Merpati lokal yang terdapat di Indonesia adalah burung merpati pendatang yang berasal dari burung merpati liar (Columba livia) yang penyebaran aslinya di daerah Eropa (Antawidjaja, 1988). Merpati dapat beradaptasi dengan mudah di darat 4

17 maupun di udara, lehernya panjang dan fleksibel, kepalanya termasuk besar, karena mempunyai otak yang besar, tubuhnya kompak dan kaku, organ vitalnya terlindungi secara baik terhadap serangan musuhnya (Levi, 1945). Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut dibandingkan dengan merpati jantan saat kawin. Ukuran tubuh merpati jantan lebih besar dangan tekstur bulu lebih besar dan bulu leher tebal. Merpati jantan pada saat bercumbu membuat gerakan melingkar, memekarkan bulu ekor dan menjatuhkan atau merebahkan sayap (Blakely dan Bade, 1998). Beo Nias Burung beo memiliki kepandaian dalam menirukan suara yang didengarnya, sehingga banyak disukai oleh masyarakat. Gracula religiosa adalah burung monomorfik, yaitu sulit dibedakan antara jantan dan betina, dan tergolong Appendix II dalam CITES (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Identifikasi jenis kelamin pada beo dapat dilakukan dengan pengamatan tingkah laku. Berdasarkan hasil penelitian Hayati (1999), tingkat keaktifan dan perilaku state (memeriksa sarang, masuk sarang dan membawa bahan sarang) lebih banyak dilakukan oleh individu jantan. Individu betina lebih aktif dalam mendekati pasangannya. Kakatua Kakatua tergolong burung paruh bengkok (Psittacines). Burung-burung tersebut banyak diminati di pasar dalam negeri maupun luar negeri karena berbagai alasan, diantaranya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, jinak, warna bulu yang cerah, dan mampu meniru berbagai suara (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Identifikasi jenis kelamin burung paruh bengkok di daerah tropis sulit dilakukan karena tidak menunjukkan perbedaan morfologi eksternal (Miyaki et al., 1998). Kakatua Maluku. Kakatua maluku (Cacatua moluccensis) merupakan jenis burung endemik di kepulauan Maluku. C. moluccensis memiliki bulu tubuh dengan warna merah muda dengan panjang tubuh 52 cm (Astuti, 2011). Jenis ini digolongkan Appendix I dalam CITES (Soehartono dan Mardiastuti, 2002) dan tergolong terancam punah (Coates dan Bishop, 2000). 5

18 Kakatua-kecil Jambul-kuning. Keberadaan kakatua-kecil Jambul-kuning di alam bebas mendekati kepunahan akibat perburuan liar dan deforestasi habitat, serta tergolong Appendix II dalam CITES (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Jenis ini terancam punah akibat penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar, dan sekarang langka akibat kegiatan ini (Coates dan Bishop, 2000). A B.1 B.2 C D E F G Gambar 1. Beberapa Jenis Aves (A) Ayam Kampung 1, (B.1) Puyuh Jepang Jantan 2, (B.2) Puyuh Jepang Betina 2, (C) Itik 3, (D) Merpati 4, (E) Beo Nias 5, (F) Kakatua Maluku 4, dan (G) Kakatua-kecil Jambul-kuning 4 Sumber : 1. Nataamijaya (2010) 2. Kasiyati (2009) Coastes dan Bishop (2000) 5. MacKinnon et al. (2010) 6

19 Tabel 1. Klasifikasi Taksonomi Beberapa Species dari Kelas Aves No. Ordo Famili Genus Species Nama Lokal Nama Umum Pustaka Galliformes Galliformes Anseriformes Columbiformes Passeriformes Psittaciformes Psittaciformes Phasianidae Phasianidae Anatidae Columbidae Sturnidae Psittacidae Psittacidae Gallus Coturnix Anas Columba Gracula Cacatua Cacatua Gallus gallus domesticus Coturnix coturnix japonica Anas platyrhynchos Columba livia Gracula religiosa robusta Cacatua moluccensis Cacatua sulphurea Ayam Kampung Puyuh jepang Itik Merpati Beo nias Kakatua maluku Kakatua-kecil Jambul-kuning Kampung chicken Japanese quail Duck Pigeon Hill myna Salmon-crested cockatoo Yellow-crested cockatoo Al-Nasser et al. (2007) Nishibori et al. (2002) Srigandono (1998) Radioputro (1985) Monroe dan Sibley (1993) Forshaw (1989) Forshaw (1989) 7

20 Penentuan Jenis Kelamin pada Aves Determinasi jenis kelamin sangat diperlukan untuk memahami bentuk-bentuk tingkah laku, perubahan ekologi, genetika dan evolusi (Clutton-Brock, 1986). Jenis kelamin dapat diidentifkasi menggunakan beberapa pendekatan, diantaranya: (a) pengamatan tingkah laku, (b) ada tidaknya brooding patch, (c) perbedaan dalam pola morfometrik, (d) pemeriksaan gonad menggunakan laparoscopy, dan (e) pemeriksaan kromosom jenis kelamin (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Metode pertama dan kedua dapat diterapkan secara umum hanya pada musim kawin, dan analisis morfometrik dapat menimbulkan bias. Beberapa kasus menunjukkan bahwa pembedaan jenis kelamin berdasarkan pada morfologi sulit dilakukan (Kocijan et al., 2011; Lee et al., 2008). Pemeriksaan gonad menggunakan laparoscopy dan pemeriksaan kromosom jenis kelamin dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin pada Aves monomorfik (Griffiths, 2000). Namun, pemeriksaan gonad sulit dilakukan di luar musim kawin (ketika gonad mengecil) dan karena ukuran tubuh Aves yang relatif kecil dibandingkan dengan ternak lainnya (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Selain kelima metode tersebut, dapat juga dilakukan autosexing. Metode autosexing dapat dilakukan untuk membedakan jenis kelamin unggas dari pertumbuhan bulu (Mincheva et al., 2012), warna bulu, dan warna kerabang telur (Lalev et al., 2012). Mincheva et al. (2012) menyebutkan bahwa adanya alel pertumbuhan bulu cepat dan lambat pada ayam White Plymouth Rock memungkinkan untuk dilakukan autosexing berdasarkan laju pertumbuhan bulu. Ayam jantan akan memiliki frekuensi alel pertumbuhan bulu lambat yang lebih tinggi daripada ayam betina. Secara umum, determinasi jenis kelamin pada Aves cukup sulit sebelum dewasa. Namun, pada jenis-jenis monomorfik hal ini sulit dilakukan meskipun telah melewati masa pubertas. Beberapa jenis Aves seperti ayam, kalkun, itik, angsa, burung hantu dan burung paruh bengkok sulit untuk diidentifikasi jenis kelaminnya secara morfologis (Griffiths dan Tiwari, 1995; Griffiths et al., 1998). Teknik PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk penentuan jenis kelamin telah diketahui dapat digunakan sebagai penentu jenis kelamin burung monomorfik (Ellegren, 1996). Teknik ini dapat mendeteksi adanya kromosom W dan Z melalui gen yang berada 8

21 pada kedua kromosom tersebut, yaitu gen Chromodomain Helicase DNA-binding (Ellegren, 2001; Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006; Cerit dan Avanus, 2007). Gen Chromodomain Helicase DNA-binding (CHD) Betina pada Aves membawa masing-masing satu kopi kromosom Z dan W (heterogamet), sedangkan jantan adalah homogamet (membawa sepasang kromosom Z) (Ellegren, 2001). Terdapat dua gen yang diketahui terdapat pada kromosom W, yaitu CHD-W dan ATP synthesis α-sub unit (ATP5AW). Kedua gen tersebut berada pada bagian nonrekombinan kromosom W. Bagian homolog dari kedua gen tersebut (yaitu CHD-Z dan ATP5AZ) terdapat pada kromosom Z (Cerit dan Avanus, 2007). Gen merupakan penanda yang paling akurat untuk identifikasi jenis kelamin karena gen terbuat dari DNA fungsional dan berubah sangat lambat. Gen CHD pada kromosom Z dan W dapat dijadikan penanda yang paling umum digunakan untuk identifikasi jenis kelamin pada Aves (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Perbedaan rekombinasi diantara fragmen Z dan W pada gen ini menunjukkan bahwa keduanya berada di luar pseudoautosomal region. CHD terdiri dari dua intron yang berlokasi diantara fragmen-fragmen yang berubah dengan sangat lambat, dimana intron pada kromosom Z berbeda panjangnya dengan intron pada kromosom W. Pasangan primer digunakan dalam penentuan jenis kelamin yang dirancang untuk membatasi fragmen gen dalam intron. Hal ini menyebabkan dapat dibedakannya produk dari kromosom Z dan W dalam gel. Oleh sebab itu, jantan diidentifikasi dengan satu pita dan betina diidentifikasi dengan dua pita dalam gel (Gambar 2), dengan beberapa pengecualian (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). Gambar 2. Penentuan Jenis Kelamin pada Aves: (1) dan (3) Jantan, (2) dan (4) Betina Sumber : Dawson et al. (2001) 9

22 Sumber DNA Total Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (DNA template) yang akan diperbanyak secara in vitro. DNA terdapat pada semua makhluk hidup mulai dari mikroorganisme sampai organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tanaman. DNA terdapat di dalam sel dan di dalam inti sel. DNA yang terdapat di dalam sel dapat berupa DNA mitokondria, DNA kloroplas (pada tumbuhan) atau DNA penyusun kromosom (pada mikroorganisme), sedangkan DNA yang terdapat di dalam inti sel disebut juga sebagai DNA inti. Keseluruhan DNA yang menyusun masing-masing komponen tersebut disebut sebagai DNA genom (Muladno, 2002). Sel terdapat di semua bagian tubuh makhluk hidup, sehingga DNA dapat diekstrak dari segala macam organ tubuh (Muladno, 2002). Sumber DNA pada Aves secara umum dapat diperoleh dari darah. Darah dalam jumlah sedikit dapat dikumpulkan dengan mengambil darah pada bagian vena lengan atau sayap (tergantung spesies dan umur Aves) (Dubiec dan Zagalska-Neubauer, 2006). DNA juga dapat diperoleh melalui isolasi dari bulu burung, karena koleksi sampel bulu menimbulkan rasa sakit yang lebih sedikit daripada pengambilan darah. Selain itu, biaya yang dibutuhkan lebih murah dan dapat mengurangi risiko kontaminasi (Cerit dan Avanus, 2007). Ekstraksi DNA dari fosil, spesimen museum, sampel forensik, rambut atau bulu dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al., 1996). Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau metode untuk memisahkan DNA total dari komponen sel lainnya (Sulandari dan Zein, 2003). Isolasi DNA dari organisme eukariote (seperti hewan, manusia dan tanaman) biasanya dilakukan melalui proses penghancuran sel, pemusnahan protein dan RNA, dan pemurnian DNA. Secara kimiawi penghancuran sel dilakukan dengan memanfaatkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (etilendiamin tetraasetat) dan SDS (sodium dodesil sulfat). Protein dan RNA dihilangkan menggunakan phenol, chloroform dan enzim proteinase. Pemberian etanol dan NaCl dilakukan untuk memurnikan DNA (Muladno, 2002). Kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Pengukuran kualitas dan jumlah DNA dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer atau dengan melihat intensitas molekul DNA dalam gel. Tingkat kemurnian berkorelasi dengan kualitas DNA. 10

23 Kemurnian DNA ditentukan dengan menghitung rasio antara nilai A 260 dan A 280 pada sampel DNA yang diukur menggunakan spektrofotometer (Muladno, 2002). Molekul DNA dikatakan murni apabila rasio kedua nilai tersebut lebih dari 1,8 (Marerro et al., 2009). Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik untuk menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro. Proses ini berjalan dengan bantuan enzim polimerase dan primer. Primer merupakan oligonukleotida spesifik pada DNA template yang berukuran pendek, yaitu sekitar pasang basa. Primer akan menempel pada DNA cetakan di tempat spesifik. Enzim polimerase merupakan enzim yang dapat mencetak urutan DNA baru. Hasil PCR dapat langsung divisualisasikan dengan elektroforesis atau dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Williams, 2005). PCR diaplikasikan dalam diagnosis dan dalam deteksi gen tertentu (baik yang menguntungkan maupun yang membahayakan) pada ternak domestik (Nicholas, 2004). Prinsip perbanyakan molekul DNA pada target yang diinginkan melalui teknik PCR terdiri dari denaturasi, annealing, dan ekstensi. Denaturasi awal dilakukan sebelum enzim Taq polymerase ditambahkan. Proses ini berlangsung selama tiga menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA yang ditargetkan ingin dilipatgandakan jumlahnya benar-benar telah terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi berikutnya membutuhkan waktu 30 detik pada suhu 95 o C. Pada suhu 95 o C molekul DNA mengalami denaturasi sehingga strukturnya berubah dari untai ganda menjadi untai tunggal. Suhu kemudian diturunkan menjadi 50 o C sampai 60 o C. Pada kisaran suhu ini akan terjadi annealing atau penempelan primer. Primer forward dan primer reverse akan berkomplemen dengan posisi komplemen masingmasing. Setelah kedua primer tersebut menempel di posisi masing-masing, enzim Taq polymerase mulai mensintesis molekul DNA baru dari ujung 3 masing-masing primer ke ujung 5. Sintesa molekul DNA baru ini terjadi pada suhu 72 o C. Proses ini disebut dengan ekstensi. Siklus PCR biasanya berlangsung sebanyak kali (Muladno, 2002). 11

24 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei Materi Sampel Sampel darah sebagai sumber DNA diambil dari ayam, puyuh, itik dan merpati. Sedangkan sampel bulu diambil dari beo nias, kakatua maluku, kakatuakecil Jambul-kuning. Sumber dan jumlah masing-masing tersebut ditunjukkan pada Tabel 2, sedangkan gambar sampel-sampel Aves yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3. Bahan-bahan yang digunakan dalam mengambil sampel darah diantaranya kapas, alkohol dan EDTA. Alat-alat yang dibutuhkan diantaranya spoit, pipa kapiler haematokrit dan tabung 1,5 ml. Sedangkan untuk menyimpan sampel bulu digunakan plastik seal kemudian disimpan di dalam freezer. Tabel 2. Sampel Aves yang Digunakan dalam Penelitian Jenis Aves Lokasi Pengambilan Sampel Jenis Sampel Ayam Kampung Puyuh jepang Itik Merpati Beo nias Kakatua maluku Kakatua-kecil Jambul-kuning Kandang ABC Fakultas Peternakan IPB Kandang B Fakultas Peternakan IPB Kandang B Fakultas Peternakan IPB Dramaga, Bogor Penangkaran Burung Megananda Bird Orchid Farm (MBOF), Ciluer, Bogor Penangkaran Burung Megananda Bird Orchid Farm (MBOF), Ciluer, Bogor Penangkaran Burung Megananda Bird Orchid Farm (MBOF), Ciluer, Bogor Darah Darah Darah Darah Bulu Bulu Bulu Jumlah (ekor) Jenis Kelamin tidak diketahui

25 A.1 A.2 B.1 B.2 C D E F Gambar 3. Sampel Aves yang Digunakan dalam Penelitian: (A.1) Ayam Kampung Jantan, (A.2) Ayam Kampung Betina, (B.1) Puyuh Jantan, (B.2) Puyuh Betina, (C) Itik, (D) Merpati, (E) Beo Nias, (F) Kakatua Maluku, dan (G) Kakatua kecil-jambul kuning Sumber : Dokumentasi Pribadi G 13

26 Ekstraksi DNA Total Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA dari sampel darah diantaranya RBC lysis buffer, buffer 1x STE, SDS (Sodium Dodesil Sulfat) 10%, Proteinase K (5 mg/ml), phenol, CIAA (Chloroform Isoamil Alkohol), NaCl (5 M), EtOH 96% dan TE 80%. Peralatan yang digunakan diantaranya satu set micropippet beserta tipnya, vortex, sentrifuge, inkubator, dan freezer. Ekstraksi DNA dari sampel bulu menggunakan bahan-bahan Yang with Urea, Proteinase K (10 mg/ml), PB Buffer, PE Buffer, dan Elution Buffer. Alat-alat yang digunakan diantaranya satu set micropippet beserta tipnya, sentrifuge, inkubator, tabung spin, tabung 1,5 ml dan spektrofotometer. Polymerase Chain Reaction Bahan-bahan yang digunakan dalam PCR adalah sampel DNA, destilation water, 10 x buffer, MgCl 2, pasangan primer forward dan reverse, enzim Taq polymerase dan dntps. Alat-alat yang digunakan diantaranya mesin PCR thermocycler, vortex, micro sentrifuge, tabung PCR, satu set mikopipet dan tipnya, dan refrigerator. Primer yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Fridolfsson dan Ellegren (1999) yaitu 2550F dan 2718R yang terdiri dari: primer forward: 5 -GTT ACT GAT TCG TCT ACG AGA-3 dan primer reverse: 5 -ATT GAA ATG ATC CAG TGC TTG-3. Sekuen gen CHD diperoleh dari NCBI ( Nomor akses dari sekuen gen CHD-Z dan CHD-W merpati masing-masing adalah AY dan AY Nomor akses dari sekuen gen CHD-Z dan CHD-W pada ayam Hutan masing-masing adalah GU dan GU Agarose Gel Electrophoresis Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat agarose gel 1,5% diantaranya larutan 0,5 x TBE (Tris-Borat EDTA) 30 ml, serbuk agarose 0,45 gram, EtBr 2,5 μl. Bahan-bahan lainnya yang dibutuhkan dalam elektroforesis menggunakan gel agarose adalah sampel DNA hasil PCR, loading dye (0,01% Xylene Cyanol, 0,01% Bromtimol Blue, 50% gliserol), dan marker 100 bp. Peralatan yang digunakan 14

27 diantaranya satu set tray pencetak gel, timbangan digital, power supply 100 volt, pipet mikro, tip, beaker glass, microwave, stirrer, dan UV Transilluminator. Prosedur Pengambilan Sampel Darah dan Bulu Sampel darah diperoleh dengan mengambil darah menggunakan spoit atau pipa kapiler haematokrit di vena axillaris bagian sayap. Bagian kulit yang akan diambil darahnya dioles alkohol terlebih dahulu. Darah yang diambil sebanyak 1,5 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml dan dicampur dengan serbuk EDTA agar tidak menggumpal. Sampel darah disimpan dalam refrigerator (suhu + 4 o C) sebelum diproses lebih lanjut. Sedangkan sampel bulu yang didapatkan segera dikemas dalam plastik seal dan disimpan di dalam freezer sebelum diekstraksi. Ekstraksi DNA Total Sampel Darah. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan acuan Sambrook et al. (1989) yang dimodifikasi. Sebanyak 50 µl darah ditambahkan dengan 800 µl RBC lysis buffer, kemudian disentrifugasi 800 rpm selama lima menit hingga terbentuk endapan. Endapan tersebut ditambah dengan 1 x STE sebanyak 300 µl, 40 µl 10% SDS dan 10 µl Proteinase K 5 mg/ml lalu diinkubasi selama dua jam dengan suhu 55 o C. Setelah itu ditambahkan 400 µl phenol, 400 µl CIAA dan 40 µl NaCl 5M, kemudian digoyang pelan di suhu ruang selama satu jam. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama lima menit. Sebanyak 400 µl cairan bening di lapisan paling atas dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 800 µl EtOH absolut (70%) dan 40 µl NaCl 5 M lalu dibekukan selama 12 jam. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama lima menit dan terbentuk endapan putih. Endapan tersebut ditiriskan dan ditambah dengan 100 µl TE 80%. Sampel Bulu. Sampel bulu bagian calamus (Gambar 4) dipotong kecil dan masingmasing ditambahkan 1000 µl Yang with Urea dan 100 µl Proteinase K (10 mg/ml) lalu diinkubasi selama 12 jam pada suhu 38 o C. Selanjutnya, sampel ditambahkan dengan 20 µl Proteinase K (10 mg/ml) dan diinkubasi pada suhu 55 o C selama dua jam. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama lima menit. Sebanyak 15

28 500 µl sampel diambil, kemudian ditambahkan dengan 2500 µl PB Buffer. Campuran tersebut dipindahkan ke tabung spin column sebanyak 750 µl dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama satu menit. Tahapan ini diulangi hingga seluruh campuran sampel dan PB Buffer habis. Sebanyak 750 µl PE Buffer dimasukkan ke dalam tabung spin column dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm selama satu menit. Kemudian ditambahkan 50 µl Elution Buffer pada tabung spin column. Selanjutnya, sampel didiamkan selama lima menit dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama satu menit. Sebanyak 50 µl Elution Buffer ditambahkan kembali dan didiamkan selama lima menit, kemudian disentrifugasi. Calamus Gambar 4. Bagian Calamus pada Bulu Aves Sumber : Dokumentasi Pribadi Uji Kualitas DNA. Kualitas DNA hasil ekstraksi diukur kemurnian dan konsentrasinya menggunakan spektrofotometer. Selain itu, secara kualitatif kualitas DNA dapat dilihat dengan elektroforesis menggunakan agarose gel 1,5%. Polymerase Chain Reaction (PCR) Sampel DNA hasil ekstraksi diambil sebanyak 0,1-2 µl ditambah dengan premix dengan volume 23 µl. Premix dibuat dengan campuran 0,3 µl primer; 0,2 µl dntps; 1 µl MgCl 2 ; 2,5 µl 10 x buffer; 0,1 µl enzim Taq polymerase; dan 18,9 µl destilation water. Campuran sampel DNA dan premix tersebut diinkubasi menggunakan mesin PCR thermocycler. Proses amplifikasi diawali tahap denaturasi pada suhu 94 o C selama lima menit. Tahap kedua terdiri dari 30 siklus, masingmasing siklus terdiri dari proses denaturasi pada suhu 94 o C selama 30 detik, annealing primer pada suhu 60 o C selama 45 detik dan ekstensi DNA pada suhu 72 16

29 o C selama satu menit. Tahapan terakhir adalah pemanjangan primer pada suhu 72 o C selama sepuluh menit. Hasil amplifikasi DNA tersebut divisualisasi dengan elektroforesis. Elektroforesis DNA hasil amplifikasi dielelektroforesis menggunakan agarose gel dengan konsentrasi 1,5%. Sebanyak 0,45 g serbuk agarose ditambahkan dengan 30 ml 0,5 x TBE. Campuran tersebut dipanaskan hingga mendidih dan ditambahkan dengan 2,5 µl EtBr, kemudian dicetak pada cetakan hingga mengeras. Masing-masing sampel DNA hasil PCR sebanyak 5 µl ditambahkan dengan 1 µl loading dye dan dimasukkan ke dalam sumur-sumur di dalam gel, kemudian di-running pada larutan 0,5 x TBE dengan voltase 100 volt selama kurang lebih menit. Pita-pita DNA akan tampak dengan bantuan sinar ultra violet pada UV Transilluminator. Rancangan dan Analisa Data Genotyping Jenis kelamin pada Aves ditentukan dengan jumlah pita hasil elektroforesis. Pita tunggal menunjukkan jenis kelamin jantan, dan pita ganda menujukkan jenis kelamin betina (Cerit dan Avanus, 2007). 17

30 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform, sedangkan ekstraksi DNA dari bulu dilakukan menggunakan kit extraction. Kualitas DNA yang dihasilkan dari dua sumber tersebut diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitas DNA secara kuantitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer, sedangkan pengukuran kualitas DNA secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan agarose gel electrophoresis dengan konsentrasi 1,5%. Kualitas DNA bersumber dari darah yang diukur menggunakan spektrofotometer ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Darah No. Sampel Kemurnian Konsentrasi (µg/ml) Ayam Kampung (a) Ayam Kampung (b) Ayam Kampung (c) Ayam Kampung (d) Puyuh (a) Puyuh (b) Puyuh (c) Puyuh (d) Itik (a) Itik (b) Itik (c) Itik (d) Merpati (a) Merpati (b) Merpati (c) Merpati (d) Rataan 1,546 1,438 0,996 1,741 1,417 1,417 1,391 1,100 1,100 1,200 1,433 1,611 1,571 1,667 1,429 1,500 1,

31 Kemurnian DNA yang bersumber dari darah tergolong rendah, karena molekul DNA dikatakan murni menurut Marerro et al. (2009) apabila kemurniannya lebih dari 1,8. Hal ini disebabkan adanya pengotor DNA yang berupa protein darah. Seperti yang dijelaskan oleh Tataurov et al. (2008), bahwa sampel asam nukleat dapat terkontaminasi dengan molekul lain seperti protein, senyawa organik dan lainlain. Rodwell (1983) mendefinisikan protein darah sebagai salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida, biokatalisator, hormon reseptor, dan tempat penyimpanan informasi genetik. Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah (merah dan putih) dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma, campuran yang sangat kompleks tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein. Adanya protein ini menyebabkan kemurnian DNA pada darah tergolong rendah. Sedangkan kualitas DNA bersumber dari bulu yang diukur menggunakan spektrofotometer ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Bulu No. Sampel Kemurnian Konsentrasi (µg/ml) Beo nias Kakatua maluku (a) Kakatua maluku (b) Kakatua-kecil Jambulkuning (a) Kakatua-kecil Jambulkuning (b) Rataan 1,429 1,273 1,643 1,250 1,400 1,399 Hal yang menyebabkan rendahnya kemurnian DNA yang bersumber pada bulu adalah adanya keratin pada bulu. Bulu burung merupakan suatu modifikasi dari jaringan kulit yang menanduk. Pough et al. (2005) menjelaskan bahwa lebih dari 90% bagian bulu adalah beta keratin, 1% lipid, 8% air, dan sisanya protein dan pigmen, seperti melanin. Keratin pada bulu dapat menjadi pengotor DNA maupun penghambat (inhibitor) pada saat proses PCR (Schill, 2007). Adanya faktor penghambat menyebabkan ekstraksi DNA dari bulu sulit dilakukan dengan metode

32 phenol-chloroform, sehingga ekstraksi dilakukan dengan menggunakan kit. Schill (2007) menjelaskan bahwa ekstraksi DNA dengan menggunakan kit umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik. Pengukuran jumlah DNA dengan spektrofotometer didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultraviolet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan. Analisis asam nukleat umumnya dilakukan untuk penentuan konsentrasi rata-rata dan kemurnian DNA yang terdapat dalam sampel. Jumlah dan kemurnian tertentu diperlukan untuk kinerja optimal sampel DNA yang digunakan. Asam nukleat menyerap sinar ultraviolet dengan pola tertentu. Sampel ditembus sinar ultraviolet dan fotodetektor cahaya pada 260 nm, semakin besar cahaya yang diserap sampel, maka semakin tinggi konsentrasi asam nukleat dalam sampel (Sambrook dan Russel, 2001). Spektrofotometer dapat digunakan untuk penentuan tingkat kemurnian DNA yang berkorelasi dengan kualitas DNA yaitu dengan melihat rasio absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (A260/280). Rasio absorbansi pada 260 nm dan 280 nm umumnya digunakan untuk menilai kontaminasi DNA oleh protein karena protein menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm (Tataurov et al., 2008). Jumlah atau kuantitas DNA yang diukur menggunakan spektrofotometer menunjukkan jumlah DNA yang bersumber dari darah lebih tinggi daripada DNA yang bersumber dari bulu. Darah mengandung lebih banyak sel berinti daripada bulu. Bagian bulu yang digunakan untuk ekstraksi adalah bagian calamus. Sel berinti dari bulu diperoleh dari sel epitel dan darah yang menempel pada calamus. Calamus merupakan bagian bulu yang tertanam pada kulit (Pough et al., 2005). Selain menggunakan spektrofotometer, kualitas DNA ditentukan oleh intensitas cahaya pita DNA yang muncul pada agarose gel (Gambar 5). Pita DNA dari darah lebih terang daripada DNA dari bulu. Hal ini menunjukkan konsentrasi DNA yang berasal dari darah lebih tinggi daripada DNA yang berasal dari bulu. Konsentrasi DNA yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 50 μg/ml, adapun untuk sampel yang memiliki konsentrasi DNA di atas 50 μg/ml dilakukan pengenceran dengan menambahkan air destilata. Penggunaan sampel dengan konsentrasi DNA yang sama dilakukan agar keberhasilan amplifikasi seragam. 20

33 (-) (+) Gambar 5. Elektroforesis DNA Hasil Ekstraksi dengan Agarose Gel 1,5% Amplifikasi dan Visualisasi Gen CHD DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi menggunakan proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Sebanyak 21 sampel DNA Aves berhasil diamplifikasi dengan suhu annealing 60 o C untuk sampel DNA ayam dan puyuh, dan suhu annealing 55 o C untuk sampel DNA itik, merpati, beo nias, kakatua maluku, dan kakatua-kecil Jambul-kuning. Sambrook et al. (1989) menjelaskan bahwa setiap 1% ketidakcocokan dari basa dalam DNA untai ganda (double-stranded DNA) mengurangi melting temperature (Tm) 1-1,5 o C. Sebanyak 21 sampel DNA hasil PCR dielektroforesis menggunakan agarose gel dengan konsentrasi 1,5%, dan berhasil diidentifikasi jenis kelaminnya (Gambar 6). Secara fisik, agarose tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarose yang dijual secara komersial terkontaminasi dengan polysacarida, garam dan protein. Banyak sedikitnya kontaminasi di dalam gel dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel dan kemampuan mengambil DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis (Muladno, 2002). 21

34 (-) 600 bp 400 bp Gambar 6. Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% (+) (-) 600 bp 400 bp Gambar 7. Rekonstruksi Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% Seluruh sampel dari Aves jantan menunjukkan pita tunggal, sedangkan pada betina menunjukkan pita ganda, kecuali pada itik dan merpati (Gambar 6 dan Gambar 7). Pita tunggal pada Aves jantan dikarenakan gen CDH yang teridentifikasi adalah gen CHD-Z, yaitu gen CHD yang berada pada kromosom Z. Sedangkan pada betina, gen CHD berada pada kromosom Z (CHD-Z) dan juga W (CHD-W), sehingga muncul dua buah pita DNA (Cerit dan Avanus, 2007; Dubiec dan Zagalska- Neubauer, 2006). Dubiec dan Zagalska-Neubauer (2006) menjelaskan bahwa primer (+) 22

35 2550F/2718R menghasilkan satu pita pada beberapa spesies Aves betina. Namun, betina dan jantan pada itik dan merpati dapat dibedakan secara mudah karena keduanya memiliki panjang fragmen yang berbeda. Situs penempelan primer forward dan reverse pada merpati dan ayam Hutan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan untuk jenis Aves lainnya yang diteliti belum ada sekuen gen CHD-Z maupun CHD-W, sehingga tidak diketahui letak situs penempelan primer dan panjang sekuen gen CHD-Z dan CHD-W. CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus CHDZ C. livia CHDW C. livia CHDZ G. gallus CHDW G. gallus ATTGAAATGATCCAGTGCTTGTTTCCTTAGTTCCCCTTTTATTG GTTACTGATTCGTCTACGAGAACGTGGCAACAGAGTACTGATTT GCTACTGATTCGTCTGCGAGAACGTGGCAACAGAGTTCTGATTT GTTACTGATTCGTCTACGAGAACGTGGCAACAGAGTACTGATTT ATCCATCAAGTCTCTAAAGAGATTGAATACTATAGTTAAAAAGC TCTCTCAGATGGTTAGGATGCTAGACATATTAGCAGAGTATTTG TCTCTCAGATGGTGAGGATGCTGGACATCCTAGCAGAATATCTG TCTCTCAGATGGTGAGGATGCTAGACATCCTAGCAGAATACTTG AATTTTATATTCAAAATATTCTAATATTCTCTATACAAAATCTC AAGTATCGTCAATTTCCCTTTCAGGTGAGAATTTTTCTGGTAGT AAGTATCGCCAGTTTCCCTTCCAGGTAACAATCTCGAGTAACCA AAGTATCGTCAGTTTCCTTTTCAGGTAAGAATTTTGATGGTAGT AGAGCACCTTGAATTCTCAACTGCTAAAACTGTTATGTGAAGGT AGCCAAGAAGCCTTGATCTTTACCACTTTATCCTTTTTGTAGAT AGAGGTCTTGATCCTGAACTTAAGAAAAATCATGTTTATATTCT AGCCAAGAAGCCTTGATCTTTGCCACTTTATCTTAAGTAAAAGT GAAAAAAGTAACGCAACACTGCACATAATTTTTAAATTAATCTA TTATGAAAGTTTAATTTTACATACAGGAAAAGACTGGCAATTAA GAGGGTGACATGGTGGAGTGAGCTGTACAGATGTCGTGAAATCT GTCCTTTCTGTAGAAAAGACTTCTAAAAGTTTAATTTTATGTAT TTTCCTTTCAAAATACTACTTAGTACAAAACCACATTTTCTTTT TGCATGCTAAATAGTATTTTGAAGTTAAACTGATGAATTAGAAA CCATTCTCTGTGATACATAAAAGTCAACTGGGCACTGTCCTGGT AGAAAAAGACTGGCAATTACTATGGTGTGAGGTGTTGCATTATT ATCTTTTCTTAAGCAAAGTGGTAAAGATCATATAATTGCAAAAC GATGAAGTGTTTACATTACTTTTATTCCACCCCACCCCCTCAGT TAGCCTGCTGTAGCAGACCTTGCTTGGAAACAGGACAAGATGAC CTCCTCCTCCTCCTTCCCCCCCATTCCTCCCCTTGCCCTCAGTT AGTCGAATTTGGAAAGGACTGCTGGAGGTCATCTTGTCTAAGTC TGTTTTGGCAATTGAGAATTAAAGTTGCTCTGATTAGAATATAG CTCTAGAGGTCGTTGCCAGTATTTCAACCATCTGTGATTATTTG GTTTTGGCAATTGAGTATTCAGGTTGCTCTGATTAGAATATAGT CCCTACTCAGGTGGGGACAGTTAAAGCAGGTTTCACACGGTTAT AAGGAATTCCTTTTTAACTGTATTATTCAATCTCTTTAGAGACT ATCTTCACCATTTTGCTTAAGAAAAGAAAGCAACTTTCAGTTAA ATGAGTTCCTTTTTAACTGTAATATTTGATCTCTTTAGAGACTT dilanjutkan... 23

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Aves adalah hewan yang tubuhnya tertutup bulu, tidak memiliki gigi, berjalan dengan dua kaki, dan memiliki struktur tulang yang termodifikasi untuk terbang (Stevens, 1996).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik. TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Burung atau aves adalah hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis kelamin merupakan informasi dasar dari makhluk hidup yang penting untuk diketahui, sayangnya tidak semua makhluk hidup mudah untuk dibedakan antara jantan dan betinanya.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) JURNAL PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai dengan bulan Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ixomerc@uny.ac.id ISOLASI DNA PLASMID Plasmid adalah DNA ekstrakromosom yang berbentuk sirkuler dan berukuran kecil (1 200 kb). Sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) SKRIPSI PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi DNA genom yang berasal dari darah sapi segar. Selanjutnya hasil dari isolasi tersebut akan diimplifikasikan dengan teknik in- vitro menggunakan PCR (Polimerase

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Biologi Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci