TUGAS AKHIR PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES."

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES Oleh : HANDORI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.Deddy Muchtadi,MS dan Prof.Dr.Ir.Made Astawan,MS. Karya tulis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, April 2006 Handori F

3 ABSTRAK HANDORI. Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI dan MADE ASTAWAN Dibanding cokelat masak tradisional berbahan sukrosa, cokelat masak Dark Baking Compound bersubstitusi maltitol menawarkan potensi nilai tambah antara lain mengandung energi lebih rendah dan bersifat non kariogenik. Adanya penggantian gugus karbonil oleh gugus hidroksil pada molekul maltitol berpotensi mempengaruhi sifat fisiko-kimia dan mutu sensori cokelat masak Dark Baking Compound berbasis maltitol. Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi cokelat masak Dark Baking Compound berbasis maltitol optimum, mengevaluasi sifat fisiko kimia cokelat masak yang dihasilkan dan mempelajari penerimaan mutu sensori cokelat masak berbasis maltitol oleh panelis. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan formulasi kue brownies optimum, mengevaluasi karakteristik fisiko-kimia kue brownies perlakuan percobaan, dan mempelajari penerimaan mutu sensori kue brownies oleh panelis. Tujuan lain penelitian ini adalah mempelajari tingkat reduksi energi cokelat masak berbasis maltitol terpilih. Penelitian tahap pertama mencakup pemilihan formulasi cokelat masak optimum dengan rasio sukrosa:maltitol yang terdiri dari 42.0:0.0, 31.5:13.1, 21.0:26.3, 10.5:39.4 dan 0.0:52.5. Rasio sukrosa:maltitol yang ditetapkan mencerminkan tingkat penambahan maltitol 0, 25, 50, 75 dan 100 % berdasarkan nilai konversi tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 kali sukrosa. Penelitian tahap kedua meliputi pengujian aplikasi cokelat masak pada kue brownies, disusun dalam rancangan acak lengkap faktorial dua kali ulangan. Faktor pertama adalah cokelat masak dengan rasio sukrosa : maltitol terpilih yaitu 42.0:0.0, 10.5:39.4 dan 0.0:52.5. Faktor kedua adah tingkat penambahan cokelat masak dalam formulasi kue brownies, yang terdiri dari tiga taraf yaitu: 125 g, g dan 200 g. Hasil penelitian menunjukkan penambahan maltitol berbeda nyata (p<0.05) terhadap kadar air, kekentalan cokelat 40 C, dan waktu proses, tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap ph larutan 10% cokelat. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan mutu sensori panelis pada rasa, warna dan tekstur cokelat masak berbasis maltitol, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada aroma. Interaksi perlakuan penambahan maltitol pada cokelat masak dan penambahan cokelat berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tinggi kue brownies, kekentalan adonan cokelat masak 50 %, indeks simetri kue, skor aroma kue brownies, skor tekstur kue brownies, warna terlarut dalam asam asetat glasial, serta penerimaan panelis pada warna brownies. Interaksi perlakuan penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penerimaan mutu sensori panelis pada rasa, aroma dan tekstur kue brownies. Formulasi kue brownies optimum adalah penggunaan cokelat masak dengan rasio sukrosa:maltitol 10.5:39.4 dan penambahanan cokelat masak 125 g. Tingkat reduksi energi cokelat masak Dark Baking Chocolate Compound sebesar 17.5% dicapai oleh prototipe dengan rasio sukrosa:maltitol 10.5:39.4 (penambahan maltitol 100%) dan 16.4% bagi prototipe dengan rasio sukrosa:maltitol 0.0:52.5 (penambahan maltitol 75%).

4 Hak cipta milik Handori, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya

5 PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES HANDORI Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

6 Judul Tugas Akhir: Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies Nama mahasiswa : Handori Nomor Pokok : F Program Studi : Magister Profesi Teknologi Pangan Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir.Deddy Muchtadi, MS Ketua Prof.Dr.Ir.MadeAstawan, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir.Lilis Nuraida,MSc Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto,MS Tanggal Ujian : 12 April 2006 Tanggal Lulus: April 2006

7 Kupersembahkan karya tulis ini untuk mengenang adikku tercinta: AGUSTINUS, wafat 20 Febuari 2006 Untuk kedua puteraku: LEONARDO ADITYA WIHAN dan Y.B ADIDHARMA WILIE Untuk pendampingku: LAURENSIA ELSJE Untuk papa BUN TIAN HO dan mama TJHANG HIAN FA Untuk oma HANNA

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 ini adalah cokelat masak Dark Baking Compound berbasis poliol, dengan judul Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir Deddy Muchtadi, MS dan Prof.Dr.Ir. Made Astawan,MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan dan tim manajemen PT.Gandum Mas Kencana Tangerang atas kesempatan studi yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada pimpinan dan staf PT.Astabumi Ciptadaya, Jakarta, PT.Rhodia Indonesia, Jakarta dan Roquette Freres, Perancis yang telah membantu pengadaan bahan baku maltitol untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Departemen Riset dan Pengembangan Cokelat PT. Gandum Mas Kencana dan staf PT. Seelindo Sejahteratama, serta keluarga atas bantuan dan dukungan doanya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak orang. Bogor,April 2006 Handori

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungailiat pada tanggal 29 September 1967 dari ayah Bun Tian Ho dan ibu Tjhang Hian Fa. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor dan lulus pada tanggal 13 Januari Pada Desember tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada April tahun Penulis mulai meniti karier sebagai kepala produksi di PT. Mitra Setia Utama Jakarta, yang bergerak di bidang distribusi dan produksi produk holtikultura dari tahun1992 sampai Sejak 15 September 1993 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti pada Departemen Penelitian dan Pengembangan Cokelat PT.Gandum Mas Kencana Tangerang. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah pengembangan produk dan proses produksi cokelat masak untuk keperluan industri konfeksioneri dan bakeri.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Penelitian... 1 Masalah Penelitian... 2 Tujuan Penelitian... 3 Kerangka Berpikir... 3 Ruang Lingkup Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 6 Sifat Fisikokimia Maltitol.. 6 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sensori Cokelat Karakteristik Bahan yang Mempengaruhi Mutu Sensori Produk Bakeri BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan Alat dan Mesin Tahapan Penelitian Tahap Pertama Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Pertama Penelitian Tahap Kedua Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Kedua Metode Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu Sensori Cokelat Masak Perlakuan Mutu Sensori Kue Brownies Perlakuan Perbandingan Nilai Energi Cokelat Masak KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL

11 Halaman 1. Formulasi cokelat masak dengan beberapa tingkat substitusi maltitol Frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan terbaik Formulasi kue brownies perlakuan percobaan Hubungan antara tingkat penambahan maltitol dengan kadar air, ph, viskositas dan lama penghalusan cokelat masak Dark Compound Hubungan penambahan maltitol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cokelat masak Hubungan interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dengan karakteristik sensori adonan dan mutu sensori kue brownies Hubungan interaksi perlakuan percobaan terhadap penerimaan mutu sensori kue brownies DAFTAR GAMBAR

12 Halaman 1. Rumus molekul maltitol Penampakan sensori kristal maltitol dan sukrosa Diagram perbandingan sifat higroskopisitas poliol Diagram perbandingan tingkat kemanisan poliol Diagram perbandingan aroma dan aftertaste maltitol dengan sukrosa Diagram perbandingan mouthfeel maltitol dengan sukrosa Diagram alir proses pembuatan cokelat masak Diagram alir proses pembuatan kue brownies Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan Penampakan sensori adonan kue brownies Penampakan depan kue brownies perlakuan percobaan Penampakan permukaan atas sensori kue brownies perlakuan percobaan Perbandingan reduksi energi cokelat masak... 41

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Spesifikasi maltitol Diagram profil panelis uji oranoleptik cokelat masak Metode pengujian viskositas cokelat cair Metode pengukuran ph larutan cokelat 10 % Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak Contoh formulir uji organoleptik kue brownies Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies Prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies Hasil analisa proksimat cokelat masak berbasis maltitol Hasil analisa warna terlarut dalam asam asetat glasial Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak tanpa penambahan maltitol Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 25 % Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 50 % Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 75 % Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 100 % Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 125 g Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak g Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 200 g 67

14 LAMPIRAN (Lanjutan) Halaman 20. Hasil analisis varian dan uji beda skor aroma kue brownies Hasil analisis varian dan uji beda skor tekstur kue brownies Hasil analisis varian dan uji beda indeks simetri kue brownies Hasil analisis varian dan uji beda warna terlarut dalam asam asetat glasial Hasil analisis varian dan uji beda viskositaslarutan 50 % adonan kue brownies Hasil analisis varian dan uji beda tinggi bagian tengah kue brownies Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap rasa kue brownies Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap tekstur kue brownies Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap warna kue brownies Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap aroma kue brownies Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap rasa cokelat masak percobaan Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap warna,aroma dan tekstur cokelat masak percobaan Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap kadar air, ph, viskositas dan lama penghalusan cokelat masak percobaan... 86

15 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Pangsa pasar cokelat sehat dunia yang berbasis poliol sejak tahun 1999 mulai tumbuh sebesar 2 persen dari total pertumbuhan pasar cokelat dunia sebesar 5.1 persen. Sebaliknya pasar konfektioneri berbasis gula menunjukkan trend menurun, sejalan dengan meningkatnya trend konsumen akan pangan yang rendah gula, carbolite, rendah glikemik, ramah terhadap gigi, serta tidak menyebabkan obesitas (Wyers, 2004). Diketahui bahwa pola diet mempengaruhi ketidakseimbangan metabolisme seperti tingginya kadar glukosa plasma, tingginya tekanan darah, tingginya kadar triasilgliserol plasma, dan rendahnya kadar HDL kolesterol plasma. Penurunan target respon jaringan terhadap insulin terdapat pada sekitar 90% penderita obesitas (Konstage dan Hendriks,2004). Publikasi WHO dan International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 171 juta penderita diabetes di seluruh dunia, sebagian besar penderita baru diabetes terdapat di negara berkembang (Konstage dan Hendriks, 2004). Sementara angka prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2002 sekitar 4 persen, dengan kecendrungan terus naik. Pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 7 juta orang penderita diabetes di Indonesia (Desriani, 2003). Maltitol (α-d-glukopiranosil-1,4-d-glusitol) adalah bahan pemanis turunan sakarida yang mengalami hidrogenasi, di mana gugus keton atau aldehidnya diganti dengan gugus hidroksil. Maltitol merupakan bahan pemanis golongan poliol memiliki berat molekul 344, mirip dengan sukrosa 342. Ia mengandung energi sebesar 2.1 kkal/g lebih rendah dari sukrosa yaitu 4.0 kkal/g. Tingkat kemanisannya kali sukrosa, bersifat tidak dapat difermentasi oleh bakteri Steptococcus mutans (Garman, 2002). Maltitol memiliki rasa seperti gula, dan dapat digunakan untuk menggantikan gula dengan perbandingan 1:1. Status keamanan maltitol menurut US FDA dikategorikan Generally Recognized As Safe). Asupan harian maltitol tidak dibatasi dan batas penggunaan maksimumnya dikategorikan Cara Produksi Pangan yang Baik (Badan POM, 2004). Maltitol memiliki titik leleh C mirip sukrosa, yaitu 160 sampai 186 C, dan 1

16 stabil pada suhu di atas 160 C. Maltitol bersifat non higroskopis, dan memiliki Equilibrium Relative Humidity pada suhu 20 C sebesar 89 dibanding sukrosa 84. Nilai entalpi larutannya -5.5 kal/g mendekati sukrosa -4.3 kal/g. Maltitol tidak menyebabkan reaksi Maillard dan toleransi konsumsi yang tidak menyebabkan efek laksatif adalah 60 sampai 90 g/hari atau setara 0.30 g/kg berat badan, sementara efek laksatif sukrosa adalah lebih dari 100 g/hari (Livesey, 2003) Karena maltitol memiliki indeks glikemik sebesar 35 lebih rendah dari sukrosa yaitu 65, bersifat bulk agent, serta sifat fisiko kimia yang mirip dengan sukrosa, maka maltitol berpotensi untuk digunakan dalam membuat cokelat masak berkarakteristik fungsional. Maltitol berpotensi memberikan efek baik bagi kesehatan, diantaranya pengurangan gula, dapat digunakan oleh penderita diabetes, kesehatan gigi, dan rendah indeks glikemik. Sifat fungsional lainnya adalah pengurangan kemanisan, efek dingin di mulut dan berfungsi sebagai humektan. Maltitol juga berpotensi untuk membuat produk cokelat dengan klaim pemasaran seperti bebas gula, ramah terhadap gigi, rendah kalori, cocok untuk penderita diabetes, rendah indeks glikemik dan rendah gula. B.Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : (1) Karakteristik fisiko kimia maltitol mirip dengan sukrosa. Ingin diketahui bagaimana pengaruh substitusi maltitol terhadap mutu sensori cokelat masak yang dihasilkan bila sukrosa dalam formulasi disubsitusi dengan maltitol. Apakah substitusi sukrosa dengan maltitol berpengaruh pada proses produksi. (2) Apakah mutu sensori cokelat masak yang disubstitusi dengan maltitol, masih diterima oleh konsumen. Apakah substitusi sukrosa oleh maltitol dalam formulasi cokelat masak, mempengaruhi mutu sensori produk bakeri yang dihasilkan. (3) Apakah mutu sensori produk bakeri yang dihasilkan dari penggunaan cokelat masak bersubstitusi maltitol masih dapat diterima oleh konsumen. (4) Mencari formulasi cokelat masak bersubstitusi maltitol yang optimal. (5) Mencari formulasi aplikasi produk bakeri kue brownies dengan cokelat masak bersubstitusi maltitol yang optimal. 2

17 C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat optimum penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak Dark Baking Compound. Penelitian juga bertujuan untuk mengkaji efek penambahan maltitol dalam formulasi cokelat masak Dark Baking Compound terhadap mutu sensori cokelat masak dan mengkaji respon pasar terhadap cokelat masak yang dihasilkan. Tujuan lain penelitian adalah menentukan tingkat optimum penambahan cokelat masak bersubstitusi maltitol terpilih, pada formulasi kue brownies, mengkaji respon pasar terhadap mutu sensori kue brownies berbasis cokelat masak bersubstitusi maltitol, mengkaji reduksi energi cokelat masak bersubstitusi maltitol, dan membuat Label Informasi Nilai Gizi cokelat masak berbasis maltitol terpilih. Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah untuk memberikan masukan bagi pihak terkait dalam menentukan jenis poliol yang dapat digunakan dalam formulasi cokelat masak, mengembangkan produk baru berbasis maltitol, serta alternatif solusi menjawab trend permintaan pasar akan produk konfeksioneri fungsional. Secara akademis, sebagai salah satu sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam mengembangkan konsep teoritik mengenai karakteristik maltitol dan interaksinya dengan komponen bahan pangan lainnya pada proses pengolahan. D.Kerangka Berpikir Adanya substitusi gugus aldehid atau keton dengan gugus hidroksil pada sakarida mengubah karakteristik fisiko-kimia sakarida asal, maka penggunaannya dalam formulasi cokelat masak juga berpotensi mengubah mutu sensori cokelat masak. Karena tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 sampai 0.9 kali tingkat kemanisan sukrosa, maka dalam membuat formulasi cokelat masak Dark Baking Compound perlu memperhitungkan faktor konversi tingkat kemanisan maltitol. Adanya substitusi gugus aldehid atau keton dengan gugus hidroksil pada molekul maltitol menyebabkan kemampuan maltitol untuk mengalami reaksi Maillard menjadi hilang, sehingga 3

18 penggunaan cokelat masak bersubstititusi maltitol dalam formulasi kue brownies berpotensi mempengaruhi mutu sensori kue brownies yang dihasilkan. E.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Cokelat Masak Dark Compound terhadap Mutu Sensori Baking Kue Brownies, dilakukan dalam dua tahap. Ruang lingkup penelitian tahap pertama adalah pembuatan formula cokelat masak Dark Compound dengan tingkat rasio sukrosa:maltitol adalah: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) 31.5:13.1(penambahan maltitol 25%), 21.0: 26.3 (penambahan maltitol 50%), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%). Rasio sukrosa:maltitol merupakan hasil konversi tingkat kemanisan maltitol setara 0.8 kali kemanisan sukrosa. Formulasi dilanjutkan dengan pembuatan prototipe cokelat masak masing-masing perlakuan dan mengkaji lama proses penghalusan yang diperlukan untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron. Pengujian prototipe cokelat masak meliputi pengujian sifat fisiko-kimia, dan pengujian kesukaan panelis secara organoleptik. Pengujian sifat fisiko-kimia meliputi pengukuran viskositas cokelat cair pada suhu 40 0 C, pengukuran kadar air dan pengukuran ph larutan 10% cokelat masak. Pengujian kesukaan panelis pada karakteristik mutu sensori cokelat masak meliputi warna, tekstur dan aroma. Ruang lingkup penelitian tahap kedua mencakup pengujian aplikasi prototipe cokelat masak pada formulasi kue brownies dan pengujian mutu sensori kue yang dihasilkan. Prototipe yang dipilih untuk penelitian tahap kedua didasarkan frekwensi karakteristik sensori yang terbaik cokelat masak perlakuan percobaan pada penelitian tahap pertama. Pengujian prototipe kue brownies meliputi pengujian mutu sensori dan pengujian organoleptik. Karakteristik sensori yang diuji meliputi pengukuran viskositas larutan adonan 50% kue brownies, pengukuran skor aroma kue, pengukuran skor tekstur kue dan pengukuran warna terlarut dalam asam asetat glasial. Penelitian tahap akhir mencakup evaluasi tingkat reduksi energi cokelat masak bersubstitusi maltitol terpilih dan penyajian informasi nilai gizi prototipe cokelat masak yang terpilih. Untuk keperluan 4

19 penyajian informasi nilai gizi cokelat masak Dark Baking Compound, dilakukan pengujian proksimat yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan kadar karbohidrat 5

20 II.TINJAUAN PUSTAKA A.Sifat Fisikokimia Maltitol Maltitol (α D-glukopiranosil-1,4-D-sorbitol) atau (α-d-glukopiranosil-1-4-dglusitol) adalah polihidrat poliol yang memiliki rumus molekul C 12 H 24 O 11 berasa seperti gula. Bentuk umum maltitol adalah heksopiranosil-heksitol, rumus molekul maltitol disajikan pada Gambar 1. Maltitol merupakaan maltosa terhidrogenasi, memiliki berat molekul g/mol. Berat molekul maltitol mendekati berat molekul sukrosa yaitu 342 g/mol. Kristal putih maltitol (Gambar 2) diproduksi melalui proses katalitik hidrogenasi D-maltosa melalui prosedur yang unik. Kelarutan kristal maltitol pada air 20 C adalah 150 g per 100 ml, sedangkan kelarutan sukrosa adalah 204 g per 100 ml. Kurva kelarutan maltitol menyerupai kurva kelarutan sukrosa (Roquette, 2004). Kristal maltitol bersifat kurang higroskopis jika dibandingkan dengan sukrosa. Pada suhu 20 C, maltitol menyerap uap air pada kelembaban relatif 89%, dan pada suhu yang sama penyerapan uap air oleh sukrosa terjadi pada kelembaban relatif 84%. Maltitol memiliki kestabilan yang tinggi terhadap panas. Titik leleh maltitol adalah 147 C sementara titik leleh sukrosa adalah 185 C ( Zumbe.et.al, 2001). Viskositas larutan kristal maltitol 50% pada suhu 20 C adalah 23 mpa.s sedangkan viscositas larutan sukrosa 50% pada suhu yang sama adalah 18 mpa.s. Karakteristik aroma, aftertaste, serta mouthfeel maltitol mendekati sukrosa seperti yang disajikan pada Gambar 3, 4, 5 dan Gambar 6 (Roquette,2004). Maltitol mengandung energi sebesar 2.1 kkal/g (Badan POM, 2004) dan tingkat kemanisan setara 0.8 kali sukrosa (Garman, 2002). Sumber lain (Roquette, 1994 dan Zumbe,et.al. 2001) menyebutkan tingkat kemanisan maltitol setara 0.9 kali sukrosa. Uni Eropa melalui Directive 90/496/EEC menetapkan nilai energi maltitol sebesar 2.4 kkal/g. Jepang menetapkan energi maltitol sebesar 2.0 kkal/g, Australia dan Selandia Baru menetapkan energi maltitol sebesar 3.8 kkal/g. Menurut Livesey (1992) Energi kotor maltitol adalah sebesar 17.0 kj/g, energi yang dimetabolik sebesar 15.6 kj/g dan energi bersih maltitol sebesar 15.3 kj/g. 6

21 Gambar 1. Rumus molekul maltitol Gambar 2. Penampakan sensori kristal maltitol dan sukrosa 7

22 Gambar 3. Diagram perbandingan sifat higroskopisitas poliol Gambar 4. Diagram perbandingan tingkat kemanisan poliol 8

23 Gambar 5. Diagram perbandingan aroma dan after taste maltitol dengan sukrosa Gambar 6. Diagram perbandingan karakteristik mouthfeel maltitol dengan sukrosa 9

24 Menurut Badan POM (2004) dan laporan ke-33 JECFA (Joint FAO/WHO Expert Comittee on Food Additives), serta laporan ke-16 SCF (The European Scientific Comittee for Food) yang dikutip oleh Roquette (2004) asupan harian yang dapat diterima (ADI) maltitol tidak dibatasi, dan secara toksikologi dapat diterima. Batas penggunaan maksimum maltitol yang ditetapkan oleh Badan POM adalah dikategorikan sebagai CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), namun menurut petisi GRAS disarankan untuk tidak mengkonsumsi maltitol lebih dari 100 g/hari. Menurut Roquette (2004) metabolisme maltitol terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama terjadi penyerapan di usus kecil, dan tahap kedua terjadi proses fermentasi di usus besar oleh bakteri kolon. Di antara poliol lainnya, maltitol memiliki sifat toleransi yang baik, ia memiliki lebih sedikit efek samping seperti flatulensi.thomas et.al (2002) menyatakan penyerapan maltitol di usus halus antara 50 sampai 75%. Livesey (2003) menyebutkan penyerapan maltitol sebesar 40 g/100g, difermentasi sebesar 60 g/100 g dan yang diekskresikan melalui urin kurang dari 2 g/100g. Sumber lain Beaugerie et.al (1990) menyebutkan penyerapan maltitol pada manusia berkisar 5 sampai 80%. Toleransi konsumsi tidak menyebabkan efek laksatif adalah 0.30 g/kg berat badan. Thomas et.al (2002) menyatakan karena hanya sebagian dicerna, konsumsi poliol lebih dari 20 g/hari dapat menyebabkan flatulensi. Dosis yang dapat menyebabkan laksatif adalah 100 g/hari. Livesey (2003) menyatakan maltitol memiliki respon glikemik yang dinyatakan dalam indeks glikemik (GI) sebesar 35 dan insulinemik respon (II) sebesar 27. Sukrosa memiliki respon glikemik yang dinyatakan dalam indeks glikemik (GI) sebesar 65 dan insulinemik respon (II) sebesar 43. Maltitol dapat menghambat pembentukan plak dan caries gigi, meningkatkan produksi saliva, melindungi protein saliva, bersifat bakteriostatik terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Maltitol tidak difermentasi oleh bakteri pembentuk plak, dan tidak bersifat asidogenik atau kariogenik. Uji ph telemetri menunjukkan bahwa maltitol tidak menyebabkan ph turun dibawah 5.7 selama 30 menit (Roquette, 2004). Maltitol menekan pertumbuhan Candida albicans, meningkatkan penyerapan kalsium dan vitamin B, mengurangi radikal bebas dan kerusakan oksidatif, dan berfungsi sebagai anti-katabolik (Pierini,2001). Dalam dosis rendah dapat meningkatkan metabolisme gula darah yang tidak stabil bagi penderita diabetes 10

25 (Makinen., 2004). Maltitol juga mempunyai karakteristik sebagai prebiotik yang dapat merangsang pertumbuhan flora usus yang sehat. Hasil pengujian pada tikus percobaan (Tsukamura, et.al. 1998) menunjukkan pemberian diet maltitol pada tikus yang telah diinduksi dengan 1,2-Dimetil hidrazine mampu menekan terjadinya tumor kolon. Maltitol juga meningkatkan remineralisasi enamel gigi dan mencegah demineralisasi gigi. Poliol dapat membantu mencegah osteoporosis, karena strukturnya dapat mengikat kalsium. Poliol banyak untuk digunakan bagi penderita diabetes sebagai obat intravenous untuk memacu metabolik. Poliol juga berfungsi mencegah imflamasi, mencegah infeksi mulut kering (xerostomia). Livesey (2003) menyatakan poliol juga berkontribusi pada pembentukan asam lemak rantai pendek dan menyehatkan epitelium usus besar. Roquette (2004) menyatakan maltitol dapat digunakan secara total menggantikan sukrosa pada cokelat karena sifat fisik dan rasa mirip dengan gula. Penggunaan maltitol memungkinkan untuk dilakukan proses conching tanpa modifikasi kondisi proses. Karakteristik organoleptik cokelat berbahan maltitol adalah tidak memiliki efek dingin, aroma bersih, efek mengkilap baik, profil lumer di mulut sebaik berbahan sukrosa, dan tingkat kemanisan menyamai gula serta karakteristik teksturnya baik. Keuntungan lainnya adalah kondisi proses penghalusan mendekati cokelat berbahan sukrosa, dan nilai rendemen serta viskosistas menyamai cokelat berbahan sukrosa. B.Faktor Yang Menpengaruhi Mutu Sensori Cokelat Bubuk kakao alkalis 10/12 mengandung lemak cokelat antara 10 sampai12 % dan energi antara 195 sampai 205 kkal/100 g. Energi dari lemak cokelat sekitar 90 kkal. Bubuk kakao juga mengandung protein kasar antara 20.5 sampai 21.5 g/100 g, theobromine 2.0 sampai 2.5 g/100 g, caffeine 0.1 sampai 0.2 g/100 g, gula 0.5 g/100 g, pati 15 sampai 16 g/100 g, total serat pangan 32 sampai 34 g/100 g, serat pangan terlarut 6.5 sampai 7.0g/100 g, flavonoid 4 sampai 7 g/100 g, asam organik 2.5 sampai 3.5 g/100 g dan abu 6 sampai 12 g/100g. Bubuk kakao juga mengandung vitamin E 20 sampai 30 mg/kg, dan asam pantotenat 15 mg/kg. Pati yang terdapat pada bubuk kakao tersusun dari 36 % amilosa dan 64 % amilopektin. Asam organik yang terkandung pada bubuk 11

26 kakao adalah asam asetat, asam laktat, asam sitrat dan asam oksalat. Asam lemak penyusun lemak cokelat adalah asam stearat 34.5%, asam oleat 34.5%, dan asam palmitat 26% (ADM Cocoa,1999). Pembentukan warna bubuk kakao terjadi dalam sejumlah tahapan proses. Pigmen warna bubuk kakao diawali oleh pembentukan prekursor secara biokimia selama pertumbuhan dan pematangan buah cokelat. Tahapan berikutnya pada proses fermentasi dan pengeringan biji kakao. Pada proses alkalisasi komponen polifenol dikonversi menjadi fenosida yang dioksidasi menjadi quinon. Pada proses alkalisasi hue coklat terang diubah menjadi merah atau hitam (Minifie, 1999).. Penggunaan Cocoa Butter Subtitute tipe laurat pada formulasi cokelat masak Compound perlu mengontrol kadar air, untuk menghindari kontaminasi mikroorganisma dan mencegah reaksi penyabunan. Rasa sabun dapat terjadi jika cokelat mengandung air dan enzim lipase (Bekkett,1994). Reaksi air dan komponen gula dapat menyebabkan terjadinya sugar bloom. Formulasi dietetik cokelat susu yang berhasil baik di Jerman menggunakan kombinasi 39.6% maltitol dan 7% silitol, 13.5% bubuk susu, 10% kakao massa, 25% lemak cokelat dan 0.4% lesitin (Bekkett, 1994). Hershey s menggunakan laktitol pada formulasi cokelat bebas gula, mempertimbangkan bahwa laktitol tidak menghasilkan aroma yang tidak dikehendaki. Alasan lainnya adalah kalorinya lebih rendah, dapat dikonsumsi oleh anak berumur di atas dua tahun, dan cokelat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku produk bakeri (Anonim, 2004). Jumlah pemakaian lemak cokelat dalam formulasi cokelat masak menggunakan lemak nabati tipe laurat, harus dibatasi untuk menghindari terjadinya fat bloom. Cokelat masak sangat gelap dapat dibuat dengan menggunakan bubuk kakao berwarna lebih pucat dalam persentase yang tinggi, namun hal ini beresiko menyebabkan fat bloom. Terjadinya fat bloom akibat pembentukan kristal lemak β berukuran besar (Minifie, 1982). Pembentukan aroma cokelat dipengaruhi oleh asal biji kakao, pengembangan prekursor aroma selama proses fermentasi dan pengeringan biji, dan pembentukan aroma selama proses lanjutan seperti penghalusan dan conching. Ukuran partikel cokelat akan mempengaruhi warna dan aroma. (ADM Cocoa, 1999). Menurut Minifie (1982) ukuran partikel cokelat yang dapat memberikan hasil lapisan terbaik adalah 30 sampai 50 mikron,. ukuran partikel gula 25 sampai 30 mikron. Meiner et.al (1984) menyatakan 12

27 ukuran partikel cokelat tergantung metode pengahalusan yang digunakan. Pada metode konvensional dengan mesin roller refiner dan conche tergantung pada tekanan kontak pada roll, sementara pada tipe ball mill tergantung jumlah siklus penggilingan. Cokelat berpartikel kasar akan menyebabkan hasil pelapisan pada kue nampak kasar, sementara terlalu banyak partikel halus membutuhkan lemak cokelat lebih banyak. Beckett (1994) menyatakan cokelat masak yang diinginkan seharusnya mempunyai karakter mudah dicetak menjadi produk konfeksioneri, mudah digunakan untuk melapis biskuit, kue dan permen. Karakter lainnya adalah warna produk menarik dan mengkilap, dan umur simpan yang panjang. Proses conching dalam produksi cokelat mempengaruhi pengembangan aroma, dan sifat aliran. Pada proses conching terjadi penurunan kadar air dari 1.6% menjadi 0.6 sampai 0.8%, penguapan komponen asam asetat sekitar 30% dan aldehida sekitar 50%. Meiner et.al (1984) menyebutkan untuk cokelat jenis plain, temperatur conching antara 70 sampai 85 C. Lama proses conching tergantung pada tipe cokelat, aroma spesifik yang dikehendaki, tipe perlakuan awal pada kakao, jenis mesin penghalus yang digunakan, temperatur conching, dan kadar air produk akhir yang diinginkan. C.Karakteristik Bahan yang Mempengaruhi Mutu Sensori Produk Bakeri Cokelat adalah suspensi padatan kakao, susu bubuk, gula, pengemulsi dalam medium lemak cokelat atau lemak nabati. Cokelat berasal dari kata chocolatl, yaitu sejenis minuman yang berasal dari campuran biji Theobroma cacao. Minuman cokelat kemudian dikenal sebagai psykoaktif cocktail, dan mampu menimbulkan efek aprodiasif. Komponen aktif yang terkandung dalam cokelat adalah theobromin dan anandamida. (Minifie, 1999). Bubuk kakao mempengaruhi karakteristik fisik dan fisikokimia produk bakeri, yaitu ph, kadar lemak, kadar air, penyerapan air, warna, aroma, densitas dan tekstur. Juga richness, struktur, sifat kamba dan mouthfeel. Bubuk kakao bersaing dengan tepung terigu ketika menyerap air. Bubuk kakao dapat menyerap air sebanyak 100% dari bobotnya, sementara tepung terigu hanya 60%, akibatnya kue yang mengandung bubuk kakao perlu dipanggang pada temperatur tinggi 180 sampai C atau waktu 13

28 pemanggangan lebih lama. Namun temperatur pemanggangan terlalu tinggi dapat berakibat crust kue terlalu prematur, kue berwarna kemerahan. Jika soda kue ditambah lebih banyak maka kadar abu akan semakin tinggi dan mempengaruhi kelengketan adonan (Pyler,1984). Penambahan gula pada adonan kue berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan prematur dan mengurangi volume kue (ADM Cocoa, 1998). Bubuk kakao alkalis memiliki ph lebih tinggi, membutuhkan lebih sedikit sodium bikarbonat. Penambahan sodium bikarbonat akan mempengaruhi sifat cream adonan. Gula meningkatkan penyebaran adonan ketika dipanggang. Jika ditambah di atas dosis moderat, gula cenderung bertindak sebagai bahan pelembut, membantu mengatur aktifitas air pada produk akhir (Pyler, 1984). Penambahan sortening, mentega atau margarin bertujuan meningkatkan kekayaan, kualitas saat dimakan, memacu pengembangan, aerasi adonan, berkontribusi terhadap aroma, memperlunak struktur, menstimulasi pengembangkan flakiness, melumasi gluten dalam adonan, serta berfungsi sebagai emulsifier (Pyler,1984). Telur berfungsi sebagai pengembang, meningkatkan proses pembentukan krim, meningkatkan jumlah sel udara dan melapisi sel tersebut dengan lemak. Telur mempengaruhi warna, emulsifikasi, dan meningkatkan aroma ( Pyler, 1984). 14

29 III.BAHAN DAN METODE A.BAHAN DAN ALAT 1.Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kristal maltitol yang diproduksi oleh Roquette Freres, Perancis, dan dipasok oleh PT.Astabumi Ciptadaya, Jakarta. Spesifikasi maltitol yang digunakan, disajikan pada Lampiran 1. Bahan baku lain yang digunakan untuk membuat cokelat masak Dark Compound, adalah premix bubuk kakao alkalis 10/12, lemak nabati Cocoa Butter Substitute (titik leleh 35 C), gula kristal, premix emulsi, antioksidan dan premix perisa. Bahan pembuat kue brownies selain coklat masak adalah tepung terigu, margarin tanpa garam, gula kristal, sirup glukosa 42 DE, telur, bubuk kakao, dan soda kue. 2.Alat dan Mesin Mesin yang digunakan untuk membuat prototipe cokelat masak adalah mesin refiner chocolate Blades Type Universal 20. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan prototipe kue brownies adalah peralatan bekeri dan oven. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kekentalan cokelat adalah viscosimeter LVT Brookfield, dan alat penguji kadar air cokelat masak adalah moisture analyzer. Peralatan pengujian lainnya adalah ph meter. B.TAHAPAN PENELITIAN 1.Tahap Pertama Penelitian ini dilaksanakan di PT.Gandum Mas Kencana Tangerang pada bulan September 2005 sampai Febuari Panelis uji kesukaan cokelat masak berjumlah 26 orang berasal dari internal Seelindo Group Tangerang. Profil panelis uji 15

30 organoleptik cokelat masak berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan pengalaman mendapatkan pelatihan uji organoleptik disajikan pada Lampiran 2. Penelitian tahap pertama mencakup pembuatan prototipe cokelat masak Dark Baking Compound dengan rasio sukrosa:maltitol 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol), 31.5:13.1 (penambahan maltitol 25%), 21.0:26.3 (penambahan maltitol 50%), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%). Rasio sukrosa:maltitol merupakan hasil konversi tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 kali sukrosa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Satu Faktor. Formulasi cokelat masak perlakuan percobaan disajikan pada Tabel 1. Pengujian prototipe cokelat masak meliputi pengujian sifat fisiko kimia yang meliputi pengukuran viskositas cokelat cair pada temperatur 40 C, pengukuran kadar air dan pengukuran ph larutan 10% cokelat masak. Prosedur pengukuran viskositas cokelat masak 40 C disajikan pada Lampiran 3. Prosedur pengukuran ph larutan 10% cokelat masak disajikan pada Lampiran 4. Pengujian mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan disajikan pada Lampiran 5. Pengujian mutu sensori kue brownies meliputi rasa, warna, tekstur dan aroma disajikan pada Lampiran 6. Uji data statistik meliputi analisis varian (ANOVA) dengan menggunakan program Minitab. Uji beda Tukey digunakan untuk menganalisa perbedaan masing-masing parameter uji akibat pengaruh perlakuan percobaan. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak disajikan pada Gambar Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Pertama Model matematika rancangan percobaan tahap pertama yang digunakan adalah Rancangan Percobaan Satu Faktor Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Model matematika rancangan percobaan adalah sebagai berikut: Y i j = u + A i + ε ij dimana, Yij = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A yang terdapat pada observasi ke-j. u = efek rata-rata yang sebenarnya Ai = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (i = 1, 2,3,4,5) 16

31 ε j (i) = efek galat unit percobaan ke-j dalam kombinasi perlakuan taraf i (j = 1,2) Tingkat penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: Faktor A = Rasio penambahan sukrosa: maltitol pada cokelat masak Faktor A1 = 42.0 :0.0 (penambahan maltitol 0%) Faktor A2 = 31.5: 13.1 (penambahan maltitol 25%) Faktor A3 = 21.0 : 26.3 (penambahan maltitol 50%) Faktor A4 = 10.5 : 39.4 (penambahhan maltitol 75%). Faktor A5 = 0.0 : 52.5 (penambahan maltitol 100%) No Ingredient Tabel 1. Formulasi cokelat masak dengan beberapa tingkat substitusi maltitol Maltitol 0% Maltitol 25% FORMULA Maltitol 50% Maltitol 75% Maltitol 100% 1. Sukrosa Maltitol Premix bubuk kakao Lemak nabati Premix Perisa Premix Emulsifier Antioksidan G Jumlah a m

32 Bahan baku Pencetakan 60 C Penghalusan cokelat lumer μ 32 C Cokelat masak Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak 3. Penelitian Tahap Kedua Kriteria pemilihan prototipe untuk penelitian tahap lanjut, berdasarkan frekwensi karakteristik sensori yang terbaik dari masing-masing cokelat masak perlakuan percobaan seperti yang disajikan pada Tabel 2. Formulasi kue bwownies perlakuan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. 18

33 Tabel 2. Frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan terbaik No. Rasio sukrosa: maltosa Karakteristik mutu sensori cokelat masak terbaik Frekwensi : 0.0 Warna, lama proses : :26.3 Aroma :39.4 Rasa,tekstur :52.5 Kadar air, viskositas 2 Tabel 3. Formulasi kue brownies masing-masing perlakuan percobaan* No Formula Bobot (g) 1. Margarin tanpa garam Sukrosa (gula pasir) Cokelat masak Diuji pada tingkat 125g, g dan 200 g 4. Tepung terigu Δ Telur ayam Bubuk kakao alkalis Soda kue Glukosa 42DE 5 * Prototipe bersubstitusi 0.75 dan 100% maltitol Taraf penambahan cokelat masak terpilih pada formulasi kue brownies adalah 125 g, g dan 200 g. Prototipe cokelat masak perlakuan percobaan terpilih yang diuji aplikasi pada kue brownies adalah prototipe yang memiliki rasio sukrosa: maltitol 42.0:0 (tanpa penambahan maltitol), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahhan maltitol 100%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua kali ulangan. Diagram alir proses pembuatan kue brownies disajikan pada Gambar 8. Pengujian sifat sensori adonan 19

34 kue meliputi pengukuran viskositas larutan 50% (Lampiran 3). Pengujian prototipe kue brownies meliputi pengujian sifat sensori yang meliputi pengukuran skor rasa dan aroma, tinggi kue, indeks simetri dan warna terlarut pada asam asetat glasial. Uji kesukaan kue brownies meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur kue (n=50). Formulir pengujian kesukaan kue brownies disajikan pada Lampiran 6. Panelis berasal dari internal Seelindo, dan ibu-ibu rumah tangga di Curug Kab. Tangerang dan Cimone Jaya Kodia Tangerang. Uji data statistik meliputi analisis varian (ANOVA) dengan menggunakan program Minitab. Uji beda Tukey digunakan untuk menganalisa perbedaan masing-masing parameter uji akibat pengaruh perlakuan percobaan. 4. Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Kedua Model matematika rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap kedua adalah sebagai berikut: Y ijk = μ + Ai + Bj +ABij + ε k (ij) dimana, Yijk = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B yang terdapat pada observasi ke-k. u = efek rata-rata yang sebenarnya Ai = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (i = 1, 2,3) Bj = efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B (j = 1,2,3 ) ABij = interaksi tipe prototipe dan penambahan cokelat dalam formulasi brownies ε k (ij) = efek galat unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan taraf ij (k= 1,2) Perlakuan percobaan yang dilakukan pada penelitian tahap kedua adalah sebagai berikut: Faktor A = Rasio sukrosa: maltitol dalam formulasi cokelat masak Faktor A1 = 42.0:0.0 (Penambahan maltitol 0%) Faktor A2 = 10.5:39.4 (Penambahan maltitol 75%) Faktor A3 = 0.0:52.5 (Penambahan maltitol 100%) 20

35 Faktor B = Penambahan cokelat masak dalam formula brownies Faktor B1 = Penambahan cokelat 125 g (blanko) Faktor B2 = Penambahan cokelat g (30 persen lebih banyak dari standar) Faktor B3 = Penambahan cokelat 200 g (60 persen lebih banyak dari standar) telur Bahan bahan kering: Tepung,gula, bubuk kakao,soda kue Pencampuran bahan-bahan I (mixer) 3 menit, laju putaran spindle: sedang(skala2) Cokelat masak lumer, Margarine, glukose Pengadukan II : mixer 3 menit laju putaran spindle:sedang (skala 2) 1 menit laju putaran spindle: rendah (skala 1) Penimbangan adonan: 400 g per loyang Pemanggangan: oven 180 C, 35 menit Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan kue brownies C.METODE ANALISIS Pengujian sifat fisiko kimia prototipe cokelat masak perlakuan percobaan meliputi pengukuran kadar air (SNI ,butir 5.1), pengukuran ph larutan cokelat 10%, pengujian viskositas cokelat lumer pada temperatur 40 C. Untuk 21

36 keperluan penyajian Informasi Nilai Gizi dilakukan pengujian kadar protein (SNI , butir 7.1), kadar abu (SNI , butir 6.1), kadar lemak (SNI , butir 8.2), kadar serat kasar (SNI , butir 11) dan karbohidrat dari perhitungan teoritis. Metode pengujian viskositas cokelat cair (MPF- S ) disajikan pada Lampiran 3 dan metode pengukuran ph larutan cokelat masak larutan 10% disajikan pada Lampiran 4. Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak disajikan pada Lampiran 5. Contoh formulir uji organoleptik kue brownies di-sajikan pada Lampiran 6. Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies disajikan pada Lampiran 7. Contoh prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial disajikan pada Lampiran 8. Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies disajikan pada Lampiran 9. 22

37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MUTU SENSORI COKELAT MASAK PERLAKUAN Hasil penelitian menunjukkan peningkatan penambahan maltitol berpengaruh nyata terhadap kadar air (p<0.05) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Kadar air cokelat masak percobaan berkisar antara sampai %. Peningkatan penambahan maltitol cenderung menurunkan kadar air cokelat masak, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4. Menurut Roquette (2004) faktor penyebab kadar air cokelat masak berbasis maltitol lebih rendah dibanding cokelat masak berbasis sukrosa adalah maltitol bersifat lebih non higroskopis bila dibandingkan dengan sukrosa pada temperatur yang sama. Seperti yang disajikan pada Tabel 4, penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata terhadap ph larutan 10% cokelat masak. Larutan 10% cokelat masak percobaan cenderung bersifat alkalis dengan kisaran ph 7.78 sampai Tidak berbeda nyata ph larutan 10% cokelat masak dapat disebabkan tidak terjadinya peningkatan konsentrasi ion hidoksil atau pun ion hidrogen dalam cokelat masak secara signifikan. Tidak signifikannya perubahan ion hidrohen maupun ion hidroksil dapat disebabkan oleh adanya proses conching serta adanya ekstraktor pada mesin penghalus. Proses conching dan ekstraktor mengakibatkan terbuangnya komponen-komponen asam organik volatil yang dihasilkan seperti asam asetat, asam isovalerat dan asam isobutirat selama proses penghalusan berlangsung. Faktor penyebab lainnya adalah jumlah penggunaan bubuk kakao alkalis dalam formulasi adalah sama, sehingga konsentrasi ion hidroksil cenderung tidak berubah secara nyata. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas cokelat masak 40 C, seperti yang disajikan pada Tabel 4. Viskositas cokelat masak 40 C berkisar antara 1900 sampai 3150 mpa.s. Viskositas cokelat masak berbasis maltitol cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penambahan maltitol seperti yang disajikan pada Tabel 4. Faktor penyebab peningkatan viskositas cokelat adalah sebaran distribusi ukuran partikel maltitol dalam cokelat masak berbasis maltitol lebih tidak merata dibandingkan dengan sebaran distribusi partikel dalam cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor lain adalah kemampuan pengikatan air oleh maltitol 23

38 lebih besar dibandingkan sukrosa. Kristal maltitol mampu mengikat air karena struktur molekulnya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Menurut Bolmstedt (2000) keberadaan air menyebabkan terjadi friksi antar molekul menjadi lebih besar, karena partikel maltitol lebih sulit dibungkus oleh lemak. Friksi antar molekul meningkatkan shear rate suspensi cokelat. Dengan meningkatnya shear rate, maka viskositas cokelat menjadi semakin meningkat. Suspensi cokelat berbasis maltitol memperlihatkan sifat cairan Non Newtonian dan berkarakteristik dilatant (shear tickening). Penambahan maltitol juga berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap lama proses penghalusan cokelat masak seperti yang disajikan pada Tabel 4. Proses penghalusan terpanjang terjadi pada prototipe perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:52.5), sedangkan terpendek terjadi pada prototipe tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:42.0). Pada Tabel 4, nampak adanya hubungan antara peningkatan viskositas cokelat masak 40 C dengan lama proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel rata-rata 25 mikron. Semakin tinggi tingkat penambahan maltitol, maka waktu proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel ratarata 25 sampai 30 mikron yang dibutuhkan adalah semakin panjang, dan viskositas cokelat 40 C semakin kental. Menurut Sikorski (1977) viskositas cokelat dipengaruhi oleh kadar lemak, tipe dan konsentasi bahan penurun tegangan permukaan, kadar air, temperatur, derajat shearing, ukuran partikel dan dipengaruhi juga oleh distribusi partikel. Beckett (1994) menyatakan cokelat merupakan suspensi partikel gula, dan kakao dalam fase kontinyu lemak. Distribusi ukuran partikel berperan menentukan sifat permukaan spesifik (luas permukaan per unit massa) cokelat. Jika luas area spesifik lebih besar maka cokelat menjadi kental. Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa viskositas cokelat masak 40 C perlakuan rasio sukrosa: maltitol: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) adalah paling encer yaitu sebesar 1900 mpa.s, sedangkan perlakuan penambahan maltitol 100% adalah yang paling kental yaitu 3150 mpa.s. Cokelat masak Dark Baking Compound perlakuan rasio sukrosa:maltitol 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%) memerlukan waktu penghalusan yang paling lama yaitu 14.5 jam, sedangkan perlakuan tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa: maltitol = 42.0:0.0) memerlukan waktu proses hanya 8.0 jam. 24

39 Peningkatan waktu proses penghalusan cokelat masak berbasis maltitol untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron, dapat disebabkan oleh efektifitas pemecahan kristal maltitol oleh blades mesin penghalus (refiner) lebih rendah bila dibandingkan dengan efektifitas pemecahan kristal sukrosa pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor penyebab rendahnya efektifitas kerja blades mesin menghaluskan kristal maltitol dibanding kristal sukrosa adalah adanya perbedaan sifat fisiko-kimia antara kristal sukrosa dan kristal maltitol. Kristal maltitol bersifat lebih elastis, plastis dan keras pada suhu 60 C, sedangkan kristal asli sukrosa yang berbentuk monoklin bersifat lebih brittle. Menurut Fennema (1985) ikatan hidrogen yang terjadi antara atom oksigen bebas dengan atom hidrogen pada gugus hidroksil molekul maltitol sangat kuat, sehingga sulit diputuskan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan tekstur karbohidrat menjadi keras. Sulitnya memecah kristal maltitol menyebabkan sebaran distribusi partikel maltitol dalam emulsi cokelat masak berbasis maltitol berbeda dengan sebaran distribusi partikel sukrosa dalam cokelat masak berbasis sukrosa. Menurut Beckett (1994) distribusi partikel mempengaruhi luas permukaan partikel yang mengalami friksi. Semakin besar luas permukaan partikel, maka peluang terjadinya friksi antar partikel akan semakin meningkat. Distribusi ukuran partikel cokelat mempengaruhi pergerakan antar partikel selama shearing, disamping faktor bentuk partikel dan karakteristik permukaan partikel. Pengecilan ukuran partikel juga mempengaruhi sifat viskoplastis dan yiel value cokelat masak, dan selanjutnya mempengaruhi viskositas cokelat masak 40 C. Pada akhirnya distribusi partikel akan mempengaruhi sifat reologi cokelat masak, karena viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reologi, disamping elastisitas dan plastisitas. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa cokelat masak perlakuan percobaan, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dapat disebabkan adanya perbedaan signifikan aroma, body dan mouthfell cokelat masak yang dihasilkan. Menurut Beckett (1994) akibat pengaruh tekanan mekanik kristal gula dapat mengalami perubahan dari kondisi brittle menjadi soft amorphous. Pada proses penghalusan cokelat di mesin penghalus, 30-90% lapisan permukaan gula menjadi amorphus. Pada kondisi 25

40 amorphus kristal gula dapat menyerap sejumlah besar senyawa aromatik yang kemudian mempe-ngaruhi rasa produk akhir. Fennema (1985) menyatakan monosakarida, disakarida dan oligosakarida mempunyai kemampuan mengikat ligan aromatik, diantaranya karbonil, aldehid dan keton dan turunan asam karboksilat. Tabel 4. Hubungan tingkat penambahan maltitol dengan kadar air,ph viscositas, dan lama penghalusan cokelat masak Dark Compound Tingkat Parameter uji No. Penambahan maltitol (%) Kadar air ph Viskositas Lama proses (%) 40 C (mpa.s) (jam) b a ab a a ab ab ab 12.0ab a b 14.5b Keterangan:Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05 Tabel 5. Hubungan penambahan maltitol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cokelat masak No. Tingkat Parameter uji Penambahan Rasa Aroma Warna Tekstur maltitol (%) b a 2.7b ab b ab b a a ab b 2.6b Keterangan:Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α =

41 Gambar 9. Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan Seperti yang nampak pada Gambar 9, karakteristik sensori warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% adalah kurang gelap bila dibandingkan dengan cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 75, 50, 25% dan tanpa penambahan maltitol. Cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% paling rendah intensitas warna gelapnya dan cenderung kemerah-merahan, sedangkan cokelat masak tanpa penambahan maltitol berwarna cokelat gelap kehitaman. Degradasi warna cokelat masak terpilih untuk pengujian tahap selanjutnya disajikan pada Gambar 9. Faktor penyebab terjadinya degradasi warna cokelat masak perlakuan percobaan adalah peluang terjadinya reaksi Maillard pada cokelat berbasis maltitol lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa. Maltitol yang terkandung pada cokelat masak tidak mengandung gugus karbonil, yang dapat bereaksi dengan gugus amin bebas dari asam amino. Karena peluang terjadinya reaksi Maillard rendah, penampakan warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% cenderung berwarna lebih terang. 27

42 Menurut Minifie (1999) selain berasal dari reaksi Maillard, komponen pigmen coklat pada cokelat masak juga berasal dari bubuk kakao. Bubuk kakao mengandung senyawa golongan flavonoid yang berfungsi sebagai prekursor warna. Pigmen warna dalam bubuk kakao terdiri dari 65 sampai 70% polifenol dan 3% antosianin. Dalam 100 g biji kakao mengandung prekursor warna yang terdiri dari katekin sejumlah 1.6 sampai 2.75 g dan epigallokatekin 0.25 sampai 0.45 g, dan leukosianidin 2.1 sampai 5.4 g. Intensitas warna cokelat pada bubuk kakao dipengaruhi oleh beberapa tahapan proses yang dialami sebelumnya, yaitu fermentasi, pengeringan, pemanggangan dan proses alkalisasi daging biji kakao. Pada proses fermentasi terjadi reaksi oksidasi polifenol menjadi kuinon dengan bantuan enzim polifenoloksidase. Selama proses fermentasi konsentrasi antosianidin dan epikatekin menurun. Pada proses pengeringan terjadi reaksi Maillard yang membentuk karakteristik warna dan aroma kakao. Reaksi Maillard melibatkan gula pereduksi dengan komponen asam amino yang terdapat dalam biji kakao. Reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa dapat terjadi karena bubuk kakao yang digunakan dalam formulasi cokelat masak mengandung asam-asam organik volatil seperti asam asetat, asam propionat, asam isobutirat dan asam isovalerat. Keberadaan asam organik volatil dapat memicu terjadinya proses inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, karena proses penghalusan cokelat berlangsung pada temperatur 60 C. Selain itu bubuk kakao juga mengandung komponen asam amino yang berperan dalam reaksi Maillard. Menurut ADM Cocoa (1999) asam amino utama yang terkandung pada 100 g bubuk kakao adalah asam glutamat 3.08 g, leusin 1.13 g, valin 1.1 g, arginin 1.17 g, asam aspartat 1.84 g, serin 0.93 g, prolin 0.85 g, glisin 0.79 g, threonin 0.77 g, tirosin 0.65 g, lisin 0.61 sampai 0.93 g, isoleusin 0.7 sampai 0.75 g, metionin 0.26 sampai 0.29 g, prolin 0.85 sampai 0.89 g, alanin 0.77 sampai 0.86 g dan fenil alanin 0.85 g. Setiap 100 g bubuk kakao mengandung protein kasar sebanyak 20.5 sampai 21.0 g, flavonoid 4 sampai 6 g, nitrogen dari alkaloid 0.8 g, gula 0.5 g dan pati 15.0 sampai 15.5 g. Asam asetat pada bubuk kakao terbentuk selama proses fermentasi. Asam isovalerat terbentuk dari hasil perombakan asam amino valin selama proses pengeringan. Penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, tetapi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa, 28

43 tekstur dan warna cokelat seperti yang disajikan pada Tabel 5. Faktor penyebab tidak berpengaruh nyatanya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, adalah tidak signifikannya perubahan aroma yang dihasilkan cokelat masak percobaan. Tidak signifikannya perubahan aroma cokelat masak dapat disebabkan oleh kondisi proses penghalusan cokelat masak hanya berlangsung pada suhu 60 C. Pada temperatur tersebut, baik cokelat masak berbasis maltitol maupun sukrosa tidak mengalami karamelisasi yang dapat menghasilkan komponen aromatik. Reaksi Maillard yang menghasilkan kom-ponen aroma hanya mungkin terjadi pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor penyebab lainnya adalah ekstraktor yang dipasang pada mesin penghalus juga membuang komponen aromatik yang dihasilkan selama proses pembuatan cokelat masak. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan rasa manis, rasa pahit, efek dingin di mulut, dan maouthfell cokelat masak. Menurut Beckett (1994) tingkat kemanisan tidak meningkat secara linear dengan peningkatan konsentrasi, tetapi dipengaruhi oleh temperatur dan ph pangan. Menurut Vaclavik dan Cristian (2003) tekstur produk pangan dipengaruhi oleh sifat reologinya. Karakteristik tekstur cokelat di mulut (mouthfeel), dipengaruhi oleh karakteristik reologinya yaitu kemudahan mengalir dan kemudahan melumer. Viskositas, elastisitas dan plastisitas adalah faktor yang mempengaruhi sifat reologi cokelat masak. Seperti yang disajikan pada Tabel 4, terdapat kecendrungan terjadi peningkatan viskositas cokelat seiring dengan peningkatan penambahan maltitol. Hal ini berimplikasi dengan sifat aliran cokelat masak menjadi semakin sulit mengalir dengan semakin tingginya tingkat penambahan maltitol. Menurut Fennema (1985) struktur karbohidrat mempengaruhi laju pengikatan air dan jumlah air terikat pada molekulnya. Adanya gugus hidroksil yang terdapat pada maltitol mampu mengikat air. Ikatan yang terjadi adalah ikatan hidrogen. Ikatan ini mempengaruhi sifat hidrofilisitas maltitol. Adanya kemampuan pengikatan air oleh maltitol, menyebabkan cokelat masak berbasis maltitol cenderung menjadi lebih kental dan konsistensinya menjadi kurang mengalir. Berdasarkan frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan terbaik, seperti yang disajikan pada Tabel 2, maka prototipe yang terpilih untuk 29

44 penelitian tahap kedua adalah prototipe dengan tingkat penambahan maltitol 0% (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0), 75% (rasio sukrosa:maltitol =10.5:39.4) dan 100% (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:52.5). Penampakan sensori cokelat masak yang terpilih untuk pengujian aplikasi pada formulasi kue brownies disajikan pada Gambar 9. Hasil pengujian statistik (Uji Tukey) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5, menunjukkan penambahan maltitol pada taraf 0, 25 dan 50% tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadaptingkat penerimaan konsumen pada aroma, warna dan tekstur cokelat masak. Perbedaan mutu sensori dan penerimaan panelis berpengaruh nyata pada taraf 75 dan 100%. Tidak berpengaruh nyatanya mutu sensori dan tingkat penerimaan panelis pada cokelat masak penambahan 25 dan 50% maltitol, dapat disebabkan oleh tingkat penambahan 25 dan 50% maltitol belum menghasilkan karakteristik mutu sensori yang signifikan berbeda nyata dengan cokelat masak tanpa penambahan maltitol. B.MUTU SENSORI KUE BROWNIES PERLAKUAN Karakteristik mutu sensori adonan kue brownies seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10. memperlihatkan karakteristik viskoelastis. Semakin tinggi interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dalam formulasi kue brownies, adonan kue semakin viskoplastis. Sifat viskoplastis adonan brownies dipengaruhi oleh interaksi komponenkomponen penyusun adonan kue seperti gluten, margarin, cokelat masak, pati, telur, glukosa, gula, soda kue dan bubuk kakao. Menurut Fennema (1985) gluten dapat membentuk jaringan ikatan dengan molekul lipida, pati dapat berikatan dengan lipida. Kohesi dari gluten dapat menghambat ekspansi gelembung gas karbondioksida yang terperangkap pada adonan. Gelasi protein juga mempengaruhi penyerapan air dan pengikatan partikel dalam adonan. Gula dan glukosa dapat mengikat air serta mempengaruhi karakteristik adonan. Bolmstedt (2000) menyatakan adonan kue memperlihatkan karakter non Newtonian dan bersifat viskoelastis. Sifat viskoelastis adonan menyebabkan viskositas adonan cenderung turun dengan meningkatnya shear rate. Interaksi perlakuan penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dalam formulasi kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas adonan kue brownies, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Viskositas larutan 50% adonan brownies 30

45 cenderung mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya penambahan maltitol. Faktor penyebab penurunan viskositas adonan brownies ini adalah semakin meningkatnya shear rate larutan adonan brownies 50 %. Shear rate adonan brownies dipengaruhi oleh kela-rutan maltitol dalam air, densitas medium, densitas zat tersuspensi, jarak antar partikel, temperatur dan ukuran partikel. Roquette (2004) menyatakan kelarutan maltitol dalam air 20 C adalah 150 g/100 ml lebih rendah dibandingkan dengan kelarutan sukrosa yaitu 204 g/100 ml. Maltitol cenderung bersifat lebih mengikat air dibandingkan sukrosa. Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan gula dan lemak mempengaruhi tenderness adonan, karena menghambat pembentukan gluten. Sukrosa juga mengadsorpsi air sehingga mempengaruhi kerja protein gliadin dan glutenin dalam pembentukan gluten, sementara lemak dapat membungkus partikel pati. Molekul sukrosa dapat menyusun diri membentuk kristal yang berukuran lebih besar, sebaliknya gula tipe lain seperti gula invert, glukosa dapat berfungsi sebagai interfering agents yaitu bahan yang dapat menghambat laju agregasi dan pembentukan kristal gula. Bahan penghambat laju kristalisasi lainnya adalah air, dan udara. Bahan penghambat laju kristalisasi mekanik dengan cara mengadsorpsi permukaan kristal dengan cara membungkus inti kristal adalah lemak dan protein. Menurut McClements (1999) konsistensi adonan juga dipengaruhi oleh viskositas dan elastisitas (yield stress) bahan. Viscositas dipengaruhi oleh faktor shear stress, yield stress, konsistensi, shear rate dan indeks sifat aliran. Viskositas sistem merupakan fungsi dari viskositas medium, densitas medium, densitas sistem, jumlah partikel, jari-jari partikel, shear rate dan waktu. Sifat reologi produk menurut Mc Clements (1999) merupakan fungsi dari suhu, gelasi, agregasi, kristalisasi, pelumeran, dan transisi glass. Konsistensi adonan kue brownies interaksi perlakuan penambahan malitol dan penambahan cokelat masak cenderung lebih lengket dan plastis (rubbery state) dibanding adonan kue brownies perlakuan tanpa maltitol dapat disebabkan oleh sifat fungsional maltitol yang dapat berfungsi sebagai bahan pemhambat proses kristalisasi. Faktor penyebab lainnya adalah kecenderungan maltitol mengalami gelasi lebih mudah dibandingkan sukrosa, karena maltitol memiliki titik leleh lebih rendah dibanding sukrosa. 31

46 Sifat sensori warna adonan brownies, seperti yang disajikan pada Gambar 10 cenderung mengalami degradasi coklat gelap menjadi lebih terang dan kemerahan, seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak. Warna adonan kue brownies yang paling gelap adalah interaksi perlakuan tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0) dan pemakaian cokelat masak dalam formulasi kue brownies 200 g. Warna adonan kue brownies yang paling terang kemerahan adalah interaksi perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio sukrosa: maltitol = 0.0:52.5) dan penambahan cokelat masak 125 g. Faktor utama penyebab terjadinya degradasi warna adonan adalah pengaruh tingkat penambahan maltitol dalam cokelat masak, dan tingkat penambahan cokelat masak. Semakin rendah tingkat penambahan maltitol dalam cokelat masak yang digunakan maka warna adonan semakin gelap, karena adanya komponen pigmen warna hasil reaksi Maillard. Semakin tinggi tingkat penambahan cokelat masak, maka warna adonan semakin gelap, karena konsentrasi pigmen warna semakin meningkat. Warna gelap adonan selain berasal dari komponen flavonoid, fenolat, tannin dan leuko-anthosianin yang tergandung dalam bubuk kakao, juga berasal dari reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan komponen asam amino dalam proses pembuatan cokelat masak. Menurut Davies dan Labuza (1994) sumber gula pereduksi dapat berasal dari sukrosa dan sumber NH 2 untuk konfeksioneri dapat berasal dari bubuk kakao dan lesitin. Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6, warna terlarut kue brownies secara nyata (p< 0.05) dipengaruhi oleh interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak. Warna terlarut kue brownies dalam larutan asam asetat glasial cenderung semakin menurun dengan peningkatan penambahan cokelat masak. Penurunan ini dapat disebabkan oleh penurunan pembentukan prekursor melanoidin yaitu pigmen coklat yang dapat berfluoresensi. Faktor penyebab lain yang memungkinkan adalah pengaruh dari tekstur kue brownies yang liat dan plastis terhadap proses isolasi pigmen melanoidin. Tekstur liat dan plastis kue brownies yang cenderung meningkat dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dapat mengikat polimer melanoidin. Penurunan warna terlarut dalam percobaan juga dapat disebabkan reaksi karamelisasi terjadi lebih dominan dibandingkan reaksi Maillard seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dalam formulasi kue brownies. Dengan didominasi oleh reaksi karamelisasi maka konsentrasi prekursor melanoidin yang dihasilkan menjadi 32

47 lebih rendah, sedangkan pembentukan pigmen yang bersifat tidak larut dalam asam asetat glasial semakin meningkat. Menurut Davies dan Labuza (1994) pengukuran fluoresen yang digunakan untuk studi in vivo pada reaksi Maillard dengan mengukur absorbance dapat dipengaruhi oleh warna pengganggu. Species fluorescence yang menjadi prekursor adalah melanoidin. Pembentukan fluorensen dipengaruhi oleh temperatur dan ph. Pembentukan pigmen warna juga dipengaruhi oleh waktu, temperatur, profil aktifitas air, hubungan antara konsentrasi dan waktu, kondisi larutan jenuh atau tidak jenuh, serta bentuk padatan akhir. Yang dimaksud dengan bentuk padatan akhir antara lain adalah kristal, glass dan rubber state. Bentuk padatan akhir dipengaruhi oleh bahan baku dan kondisi proses pembuatan konfeksioneri. Penurunan konsentrasi warna terlarut dalam asam asetat glasial dapat juga disebabkan oleh terjadinya reaksi polimerisasi melanoidin. Melanoidin dapat mengikat protein, membatasi pigmen yang berikatan dengan peptida. Gambar 10. Penampakan sensori adonan kue brownies 33

48 Tabel 6. Hubungan interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dengan karakteristik sensori adonan dan mutu sensori kue brownies e Maltitol ( %) Tingkat Penambahan Viskositas Cokelat masak Larutan (g) Adonan brownies 50 %(mpa.s) Tinggi Kue (cm) Parameter uji Indeks Simetri Skor aroma Kue Brownies Skor tekstur kue brownies Warna Terlarut dalam Asam asetat glasial (g/ml) ab 3.0ab 6.0ab 4.5b 3.6bc 6.38b 0 162,5 160ab 3.0ab 6.1ab 4.2ab 3.4b 4.62ab ab 2.7ab 5.3a 4.2ab 3.2b 4.53ab a 3.0ab 5.9ab 4.0ab 3.2b 5.59ab a 2.5a 5.0a 3.8a 3.0b 4.94ab a 2.0a 4.0a 3.8a 2.8ab 3.50a a 2.6ab 5.2a 3.8a 3.0b 8.36b a 2.0a 4.1a 3.4a 2.4ab 3.72a a 2.0a 4.1a 3.4a 2.1a 4.47ab Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada α = 0.05) Tabel 7.Hubungan interaksi perlakuan percobaan terhadap penerimaan mutu sensori kue brownies Tingkat Skor tertimbang rata-rata Penambahan Penambahankesukaan Maltitol (%) cokelat masak (g) Rasa Aroma Warna Tekstur ab , b ab ab c ab b a a 2.4 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α=0.05 ( n=50) Skor 1= sangat tidak suka 2= tidak suka 3= netral 4= suka 5=sangat suka 34

49 Gambar 11.Penampakan depan kue brownies perlakuan percobaan Gambar 12 Penampakan permukaan atas sensori kue brownies perlakuan percobaan 35

50 Pada Gambar 11 dan 12 diperlihatkan terjadinya degradasi intensitas warna coklat keemasan (golden brown) dan meningkatnya intensitas warna hitam gelap pada kue brownies hasil percobaan, seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak. Intensitas pigmen hitam paling gelap terjadi pada kue brownies hasil perlakuan penambahan maltitol 100% dan penambahan cokelat masak 200 g. Intensitas pigmen hitam semakin menurun pada hasil interaksi perlakuan penambahan maltitol 75% dan penambahan cokelat masak g. Adanya kecendrungan peningkatan warna hitam kue bwownies seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dapat disebabkan oleh peningkatan pigmen warna hitam yang dikandung oleh kue. Pigmen hitam dapat berasal dari karamelan, karamelin dan karamelen yang dihasilkan dari reaksi karamelisasi. Pembentukan pigmen hitam nampak semakin meningkat seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak, hal ini menunjukkan maltitol lebih mudah mengalami karamelisasi dibanding sukrosa, karena titik leleh maltitol adalah lebih rendah bila dibanding dengan sukrosa. Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan bahwa karamelisasi terjadi jika gula terdekomposisi melewati titik leleh sekitar 170 C dan mengering, membentuk karbon dan melepaskan air. Sikorski (1997) menyebutkan pada reaksi karamelisasi terjadi eliminasi satu molekul air dan menghasilkan 1,6-anhydro-gula atau produk epoksi. Pemanasan lanjut gula terhidrasi menghasilkan tiga kelompok senyawa yang disebut karamelan, karamelen dan karamelin. Karamelisasi selain menghasilkan bahan pewarna coklat juga menghasilkan senyawa aromatik. Reaksi lanjut karamelisasi adalah terbentuknya karbon. Fennema (1985) menyatakan laju reaksi karamelisasi dipicu oleh adanya asam dan garam. Termolisis menghasilkan basa anamerik, menyebabkan terjadinya alterasi ukuran cincin dan putusnya ikatan glikosidik serta pembentukan ikatan glikosidik baru. Termolisis menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, pembentukan cincin anhidro, kemudian berlanjut terjadi pembentukan cincin tidak jenuh seperti furan. Ikatan ganda terkonyugasi yang terbentuk menyerap sinar dan menghasilkan pigmen warna. Pigmen karamel mengan-dung gugus hidroksil yang berikatan dengan gugus karbonil, karboksil, enolat dan hidroksil fenolat. Warna kue brownies hasil interaksi tanpa penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak cenderung lebih cokelat keemasan (golden 36

51 brown). Faktor penyebab pembentukan warna coklat keemasan ini adalah adanya kandungan pigmen warna melanoidin dan hidroksi-metil furfural yang terbentuk dari hasil reaksi Maillard. Pada reaksi Maillard warna coklat terbentuk dari dekomposisi senyawa Amadori menghasilkan pigmen melanoidin. Pigmen melanoidin dihasilkan dari reaksi produk Amadori yaitu senyawa dikarbonil seperti deoksiosulosa dengan asam amino. Ciri utama pigmen warna coklat hasil reaksi Maillard adalah terbentuknya senyawa yang mengandung nitrogen. Peluang terjadinya reaksi Maillard pada kue brownies hasil interaksi tanpa penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak, lebih besar bila dibandingkan dengan interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak. Faktor penyebab terjadinya reaksi ini adalah adanya peluang terjadinya inversi sukrosa dan pembentukan gula pereduksi lebih besar pada cokelat masak tanpa penambahan maltitol. Adanya kandungan asam-asam amino dalam formulasi kue brownies juga memungkinkan terjadinya reaksi Maillard. Menurut (Vaclavik dan Christian, 2003) laju reaksi Maillard dipercepat oleh perlakuan panas, ph yang tinggi dan kadar air rendah. Faktor lain yang mempengaruhi reaksi Maillard adalah tipe reaktan, rasio kadar gula dan konsentrasi protein. Laju reaksi Maillard yang dialami oleh gula dipengaruhi oleh laju pembukaan cincin untuk direduksi, bentuk ikatan cincin dan peningkatan ph (Davies dan Labuza, 1994). Pentosa mengalami reaksi Maillard lebih cepat dibandingkan dengan heksosa. Adanya penggunaan telur dalam formulasi brownies juga dapat mempengaruhi laju reaksi Maillard. Davies dan Labuza (1994) menyatakan telur dapat berfungsi sebagai buffer. Adanya telur dapat memicu reaksi pencoklatan glukosa lebih cepat dibanding fruktosa. Laju reaksi Maillard juga dipengaruhi oleh tipe senyawa amin. Asam amino yang bersifat basa jauh lebih reaktif dibanding asam amino netral dan asam amino yang bersifat asam. Interaksi perlakuan penambahan cokelat masak dan tipe prototipe cokelat masak yang digunakan dalam formulasi brownies, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap skor aroma dan tekstur, tinggi kue bagian tengah, dan indeks simetri kue. Tinggi kue brownies dan indeks simetri hasil interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak disajikan pada Tabel 5. Tinggi kue brownies hasil interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak cederung semakin rendah dengan semakin meningkatnya pemakaian cokelat dan penambahan maltitol. Fenomena ini dapat disebabkan oleh pengaruh karakterisik fisiko-kimia 37

52 maltitol dan interaksi bahan-bahan penyusun kue brownies lainnya. Maltitol memiliki titik leleh lebih rendah dibanding sukrosa, sehingga lebih mudah lumer dibanding sukrosa pada suhu pemanggangan 180 C. Maltitol juga memperlihatkan karakteristik sebagai bahan yang dapat menghambat pembentukan kristal, sehingga menghambat rekristalisasi kue brownies. Kue brownies perlakuan penambahan maltitol cenderung lebih plastis dan elastis, tidak mengeras dan tidak mengembang. Karena sifatnya yang plastis menghambat pengeluaran gas CO 2 yang dilepaskan oleh natrium bikarbonat. Terhambatnya pelepasan CO 2 menyebabkan pembentukan rongga-rongga sel berisi udara semakin kecil, sehingga mempengaruhi pengembangan volume dan tinggi kue brownies. Fennema (1985) menyatakan granula pati, pentosan, lemak, dan protein terlarut berperan membentuk jaringan adonan yang mempengaruhi tekstur kue. Interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis (p<0.05) dan n = 50 terhadap warna kue brownies yang dihasilkan seperti yang disajikan pada Tabel 6, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap aroma kue brownies. Tidak berpengaruh nyatanya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kue brownies, dapat disebabkan oleh pembentukan komponen aroma kue brownies hasil interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak tidak signifikan. Fennema (1985) menyatakan reaksi karamelisasi menghasilkan komponen aromatik yang terdiri dari senyawa maltol, isomaltol dan 3 hhidroksi-2 metilpiran-4-on, dan 3-hidroksi-2-asetilfuran. Komponen senyawa aromatik hasil proses karamelisasi yang menghasilkan aroma terbakar adalah 2-H-4-hidroksil-5-metil furan-3 one. Reaksi Maillard juga menghasilkan furan, furanon, isomaltol dan maltol. Komponen volatil pembentuk aroma merupakan senyawa aldehid, pyrazin dan fragmentasi gula hasil reaksi Strecker. Rasa pahit hasil karamelisasi berasal dari substansi humin yang mempunyai rumus molekul C 125 H 188 O 80. Maltol dapat mempengaruhi tekstur kue karena menghasilkan sensasi velvety. Maltol dan etil maltol juga berfungsi sebagai peningkat intensitas rasa manis. Interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak berpengaruh nyata (p< 0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma kue brownies, dapat disebabkan oleh peningkatan pembentukan senyawa aromatik akibat reaksi Maillard dan karamelisasi. Peningkatan intensitas warna coklat juga disebabkan oleh dekomposisi senyawa Amadori 38

53 menghasilkan pigmen melanoidin. Menurut Fennema (1985) senyawa Amadori didegradasi melalui dua jalur yaitu senyawa intermediat 3-deoksioson dan lainnya melalui α- dikarbonil. Kedua senyawa ini menghasilkan pigmen melanoidin yang memiliki cincin pirazin dan imidazon yang menempel dengan HMF dan reduction. Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan pada reaksi karamelisasi menghasilkan asam organik, aldehid dan keton. Adanya kecendrungan tekstur kue brownies berbasis maltitol lebih basah, elastis dan lengket dibanding kue brownies berbasis sukrosa, disebabkan oleh sifat fisikokimia maltitol. Titik leleh maltitol 147 C lebih rendah bila dibanding titik leleh sukrosa yaitu 185 C. Pada temperatur pemanggangan 180 C maltitol lebih mudah mengalami karamelisasi. Titik leleh maltitol yang lebih rendah berpotensi menyebabkan reaksi karamelisasi kue brownies berbasis maltitol terjadi lebih cepat dibanding dengan kue brownies berbasis sukrosa. Peran karbohidrat dalam tekstur kue sangat kompleks, tergantung pada konsentrasi dan kondisi reaksi. Kondisi reaksi yang mempengaruhi tekstur menurut Vaclavik dan Christian (2003) adalah temperatur, ph, komposisi campuran, kandungan lipida dan struktur protein. Peran gula lainnya adalah menyerap air sehingga membantu gliadin dan glutenin membentuk gluten. C.PERBANDINGAN NILAI ENERGI COKELAT MASAK Reduksi nilai energi cokelat masak penambahan maltitol 75% dibandingkan tanpa penambahan maltitol adalah sebesar 16.4%. Tingkat reduksi energi cokelat masak penambahan maltitol 100% dibandingkan cokelat tanpa penambahan maltitol adalah sebesar 17.6%. Informasi Nilai Gizi untuk cokelat masak terpilih disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan Pedoman Pelabelan Produk Pangan ( Badan POM, 2004), klaim rendah kalori cokelat masak pada penambahan maltitol 75% dan 100% tidak dapat dilakukan, karena tingkat reduksi energi tidak mencapai 25% seperti yang dipersyaratkan. Faktor penyebab tidak tercapainya tingkat reduksi energi cokelat masak sebanyak 25% adalah kandungan lemak nabati pada formulasi cokelat masak penambahan maltitol 75% dan 100% masing-masing sekitar 37%. Klaim cokelat masak Dark Baking Compound kurang gula terhadap cokelat masak penambahan 75% maltitol dapat dilakukan karena 39

54 memenuhi persyaratan tingkat reduksi gula 25% lebih rendah dari jumlah gula dalam produk pangan sejenis per saji. Klaim bebas gula terhadap cokelat masak Dark Baking Compound penambahan maltitol 100% dapat dilakukan karena memenuhi persyaratan kandungan gula kurang dari 0.5 g per saji. Berdasarkan Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional (Badan POM, 2005) klaim manfaat terhadap kesehatan gigi hanya dapat dilakukan terhadap cokelat masak penambahan 100% maltitol, sesuai dengan persyaratan produk harus bebas gula. Klaim juga dapat dilakukan karena memenuhi persyaratan ph produk tidak lebih rendah dari 5.7, dan maltitol termasuk salah satu jenis gula alkohol yang direkomendasikan. Klaim manfaat terhadap kesehatan dapat dicantumkan pada label sebagai berikut: Terlalu sering mengkonsumsi pangan kaya gula dan pati dapat menambah kerusakan gigi. Maltitol dalam Cokelat Dark Baking Compound tidak menambah kerusakan gigi. Klaim kandungan gizi cokelat masak penambahan maltitol 75% dan 100% sebagai sumber poliol yang sangat baik dapat dilakukan, karena memenuhi persyaratan sedikitnya mengandung 20 % dari yang dianjurkan atau 20 g/ hari per sajian. 40

55 Informasi Nilai Gizi Takaran Saji 125 g Jumlah saji per kemasan:2 Jumlah per saji Energi 687 kkal Energi dari lemak 465 kkal %AKG Total lemak 51.7 g 94.0% Karbohidrat total 70.8 g 21.8% Serat pangan 15.4 g 61.6% Gula 55.4 g Protein 4.5 g 9.0% *%AKG didasarkan pada diet 2000 kalori. Kebutuhan %AKG dapat lebih besar atau lebih kecil tergantung dari nilai energi yang dibutuhkan. Energi 2000 Lemak total 55 g Karbohidrat total 325 g Serat pangan 25 g Protein 50 g Energi per gram (kkal) Lemak 9 Gula 4 Protein 4 Serat 0 Informasi Nilai Gizi Takaran saji 125 g Jumlah saji per kemasan:2 Jumlah per saji Energi 687 kkal Energi dari lemak 422 kkal %AKG Total lemak 46.9 g 85.3% Karbohidrat total 71.3 g 21.9% Serat pangan 10.7 g 42.8% Gula 13.1 g Maltitol 47.5 g Protein 4.5 g 9.0% *%AKG didasarkan pada diet 2000 kalori. Kebutuhan %AKG dapat lebih besar atau lebih kecil tergantung dari nilai energi yang dibututhkan Energi 2000 Lemak total 55 g Karbohidrat total 325 g Serat pangan 25 g Protein 50 g Energi per gram (kkal) Lemak 9 Gula 4 Protein 4 Serat 0 Maltitol 2.1 Informasi Nilai Gizi Takaran saji 125 g Jumlah saji per kemasan:2 Jumlah per saji Energi 556 kkal Energi dari lemak 417 kkal %AKG Total lemak 46.3 g 84.2% Karbohidrat total 71.6 g 22.0% Serat pangan 9.6 g 38.4% Maltitol 62.0 g Protein 4.5 g 9.0% *%AKG didasarkan pada diet 2000 kalori. Kebutuhan %AKG dapat lebih besar atau lebih Kecil tergantung dari nilai energi yang dibutuhkan Energi 2000 Lemak total 55 g Karbohidrat total 325 g Serat pangan 25 g Protein 50 g Energi per gram (kkal) Lemak 9 Maltitol 2.1 Protein 4 Serat pangan 0 Gambar 13. Perbandingan reduksi energi cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 0, 75 dan 100 % 41

56 IV. SIMPULAN DAN SARAN A.SIMPULAN Penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air cokelat masak. Kadar air cokelat masak percobaan berkisar dari dan cenderung menurun seiring dengan peningkatan penambahan maltitol. Kadar air cokelat masak terendah dihasilkan oleh prototipe dengan rasio sukrosa :maltitol: 0.0: 52.5 (penambahan maltitol 100%) dan tertinggi dihasilkan oleh prototipe dengan rasio sukrosa:maltitol 0.0:42.0 (tanpa penambahan maltitol). Penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas cokelat masak 40 C. Viskositas cokelat masak 40 C tertinggi adalah 3150 mpa.s dihasilkan oleh prototipe dengan penambahan maltitol 100%, sedangkan viskositas terendah 1900 mpa.s dihasilkan oleh prototipe tanpa penambahan maltitol. Penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap lama proses produksi untuk mencapai ukuran partikel rata-rata mikron. Proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron tercepat adalah 8.0 jam dihasilkan oleh perlakuan tanpa penambahan maltitol dan terlama 14.5 jam dihasilkan oleh perlakuan rasio sukrosa: maltitol 0.0: 52.5 (penambahan maltitol 100 %). Penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap ph larutan 10 % cokelat masak Larutan 10 % cokelat masak memiliki ph berkisar Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan mutu sensori panelis pada rasa, warna dan tekstur cokelat masak, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada aroma cokelat masak. Rasa cokelat masak yang paling disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 75% (skor tertimbang 2.3) dan paling tidak disukai adalah perlakuan tanpa penambahan maltitol (skor tertimbang 2.6). Aroma cokelat masak yang paling disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 50% (skor tertimbang 2.2) sedangkan yang paling tidak disukai adalah perlakuan penambahan 42

57 maltitol 75 % (skor tertimbang 2.7). Tekstur cokelat masak yang paling disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 75 % (skor tertimbang 2.1) dan yang tidak disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 25 % dan tanpa maltitol (skor tertimbang 2.7). Formulasi cokelat masak terpilih adalah prototipe bersubstitusi maltitol 75% dan 100%. Mutu sensori cokelat masak bersubstitusi maltitol 25 dan 50% tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan cokelat masak tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0). Interaksi penambahan maltitol pada cokelat masak dan penambahan cokelat pada formulasi kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas larutan adonan kue brownies, tinggi kue, indeks simetri, skor aroma, skor tekstur kue brownies dan warna terlarut dalam asam asetat glasial. Viskositas larutan adonan brownies 50% adalah 120 sampai 160 mpa.s. Tinggi kue brownies berkisar 2.0 sampai 3.0 cm, indeks simetri kue brownies 4.1 sampai 6.1. Skor aroma kue brow-nies berkisar 3.4 sampai 4.5, dan skor tekstur berkisar 2.1 sampai 3.6. Warna terlarut kue brownies dalam asam asetat glasial berkisar antara 3.72 sampai 8.36 g/ml. Penerimaan panelis terhadap mutu sensori kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) pada warna kue, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada rasa, aroma dan tekstur kue brownies perlakuan percobaan. Karakteristik warna kue brownies yang paling disukai (skor tertimbang 3.5) adalah interaksi penambahan maltitol 75% dan penambahan cokelat masak g, sedangkan yang paling tidak disukai adalah interaksi penambahan maltitol 100% dan penambahan cokelat masak 200g (skor tertimbang 2.7). Berdasarkan frekwensi pengukuran karakteristik mutu sensori kue brownies yang terbaik, formulasi optimum kue brownies diperoleh dengan substitusi cokelat masak dengan 75% maltitol dan pemakaian cokelat masak 125 g (n=50). Formula kedua terbaik adalah perlakuan substitusi cokelat masak dengan 75% maltitol dan pemakaian cokelat masak berbasis maltitol g. Substitusi 100% maltitol mereduksi energi cokelat masak sebesar 17.6% dan substitusi 75% mereduksi energi cokelat masak sebesar 16.4% Klaim cokelat masak 43

58 berbsubstitusi maltitol adalah bebas gula untuk cokelat masak penambahan maltitol 100% dan rendah gula untuk cokelat masak penambahan maltitol 75%. B.SARAN Karena adanya trend pasar terhadap brownies kukus, maka disarankan untuk melakukan pengujian lanjutan terhadap kue brownies yang dibuat dengan metode pengukusan. Juga perlu melakukan pengujian reformulasi kue brownies lanjutan, untuk mengetahui efek penghilangan glukosa pada formula terhadap mutu sensori kue brownies, jika menggunakan cokelat masak bersubstitusi maltitol. Pengujian aplikasi cokelat masak berbasis maltitol pada produk lain seperti chocolate ganasche juga perlu dilakukan untuk mempelajari karakteristik mutu chocolate ganasche yang dihasilkan dan stabilitas emulsi produk yang dihasilkan. Penulis juga menyarankan perlunya pengujian stabilitas mutu cokelat masak berbasis maltitol terhadap umur simpan, serta melakukan pengukuran kinetika reaksi penurunan mutunya. 44

59 DAFTAR PUSTAKA [ADM Cocoa B.V] Cocoa Powders in Bakery Application. Nederlands:ADM Cocoa B.V. [ADM Cocoa B.V] The De Zaan Cocoa Products Manual. Nederlands:ADM Cocoa B.V. Anonim 2003.Amalty MR.Crystalline maltitol. [24 Feb 04]. Anonim 2003.Sugar Free Overtakes Diabetic Confectionery[editorial]. Food Pacific Manufacturing Journal. 3 (1). Jan-Feb Anonim Reduced Calorie Sweetener:Maltitol. Calorie Control Council. caloriecontrol.org/maltitol.html [3 Apr 04]. [Badan Pengawas Obat dan Makanan] Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Jakarta:BP-POM RI. [Badan Pengawas Obat dan Makanan] Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta:BP-POM RI. Beckett, S.T Industrial Chocolate Manufacture And Use. Ed ke-2. Glasgow:Blackie Academic & Professional. Bolmstedt,U Viscosity & Rheology:Theoretical and practical considerations in liquid food processing. New Food 3 (2).Russell Publishing Ltd. Davies,C.G.A dan T.P Labuza (1994) The Maillard Reaction Application to Confectionery Products. Papers. Departement of Food Science and Nutrition. University of Minnesota: St. Paul. Minnesota Desriani PQQGDH (Piroloquinoline Quinone Glukose Dehidroginase) Sebagai Biosensor Glukosa Pada Pengobatan Penyakit Diabetes Millitus. Makalah. [ 2 Mei 04]. Cock.P :A New Natural Bulk Sweetener Consumed for Thousand of Year [editorial] Di dalam: Proceeding of Food Ingredients Asia Conferene. Singapore May Singapore:United Business Media International and Singapore Institute of Food Science & Technology : hlm:5. Fennema,O Food Chemistry. [editorial]. Ed ke-2.marcel Dekker,Inc: New York. 45

60 Fry,J Healthy Future [editorial]. The World of Food Ingrediends. March Garman.C Functional Sweetener:Sweet Alternative[ editorial). Asia Pasific Food Industry. April 2002.hlm Hilliam,M Confectionery Sinks Low [editorial]. The World of Food Ingredients. Febuari 2004:hlm Knight,I Chocolate and Cocoa: Health and Nutrition. United Kingdom: Blackwell Science Ltd. Konstage. R dan H.Hendriks Trackling Diabetes [editorial]. The World of Food Ingredients. Apr-May Livesey,G The energy values of dietary fibre and sugar alcohols in man: Nutr Res Review. 5:61-84 Livesey,G Health potential of polyols as sugar replacers,with empasis on low glycaemic properties [author]. Nutrition Research Review.16. p Makinen,K.K History,Safety, and Dental Properties of Xylitol. [3 Apr 04]. McClements,D.J Food Emulsions Principles,Practice, and Techniques. USA: CRC Press Meiners,A; K.Kreiten dan H.Joike The New Handbook for the Confectionery Industry. Vol 2. West Germany: Silesia-Essenzenfabrik Gerland Hanke K.G. p Minifie,B.W Chocolate,Cocoa and Confectionery: Science and Technology. Ed ke-2. Westport:AVI Publishing. Pierini,C Xylitol :A Sweet Alternative;Unique Sweetener Reduces Tooth Decay and Infection. [3 Apr 04]. Pyer, E.J Baking Science and Technology. Ed ke-2. Chicago:Siebel Publishing Company. Roquette Maltisorb Crystalline Maltitol. Roquette Freres S.A. France. Sikorski,Z.E Chemical and Functional Properties of Food Components. Technomic Publishing Company,Inc. Lancaster, Pennsylvania. Thomas M.S, Piekararz A, Hollands M, Younker K Sugar Alcohols and Diabetes :A Review. Canadian Journal of Diabetes. 26 (4):

61 Thukamura M,H.Goto, T.Arisawa, T.Hayakawa, N.Nakai,T.Murakami, N.Fujitsuka and Y.Shimomuraet Dietary Maltitol Decreases the Incidence of 1.2-Dimethylhydrazine-Induced Cecum and Proximal Colon Tumors in Rats. The Journal of Nutrision Vol. 128 No.3 March 1988, p Vaclavik,V.A, E.W.Christian Essenstials of Food Science. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Wyers.R Sweetening Confectionery [editorial]. The World of Food Ingredients. Feb -04.hlm: Zumbe,A. Lee A dan Storey D Polyols in confectionery:the route to sugar-free, reduced sugar and reduced calorie confectionery. British Journal of Nutrition. 85 Suppl.1.S31-S45 47

62 LAMPIRAN 48

63 Lampiran 1. Spesifikasi maltitol 49

64 Lampiran 2. Diagram profil panelis uji organoleptik cokelat masak Profil panelis berdasarkan pengalaman pelatihan uji organoleptik Pernah ikut pelatihan uji organoleptik 50% Tidak pernah ikut pelatihan 50 % A B Profil panelis berdasarkan kelompok umur tahun 8% 23% tahun A B C 69% tahun Profil panelis menurut jenis kelamin Perempuan 46.2 % Laki-laki 53.8 % A B 50

65 Lampiran 3. Metode pengujian viskositas cokelat cair dan larutan adonan brownies 50% (MPF-S ) Referensi: Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB, 1992 Alat: Termometer, viscometer Brooffield model LVT Spindle no. 3, rotasi: 12 rpm METODE: 1. Persiapan sampel cokelat masak: Cokelat dilumerkan pada suhu sekitar 40 C di dalam panci, lalu dituang ke dalam botol viskositas. Persiapan sampel larutan brownies 50 %: Adonan ditimbang 50 g dan ditambahkan air murni 50 g 28 C. Suspensi diaduk hingga homogen, lalu dituang pada botol viskositas. 2.Sampel dalam botol/wadah viscositas diletakkan tepat di bawah alat. 3.Spindle dipasang pada alat dan diputar ke kiri. 4. Viscosimeter dialankan dengan cara menekan ON dan alat dibiarkan bekerja selama 1 menit. Nilai Dial Reading yang terbaca pada skala dicatat. 5. Alat dimatikan dengan menekan tombol OF 6.Spindle dinaikkan kembali dengan menutar handle ke belakang, lalu dilepas dari alat. Spindle dibersihkan dengan kertas tisu yang halus dan disimpan dalam tempatnya. 7. Nilai viscositas diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Viscositas = Angka Dial reading x faktor 100 (mpa.s) 51

66 Lampiran 4. Metode pengukuran ph larutan cokelat 10 % Persiapan sampel: Sampel 10 g cokelat masak dilarutkan dalam 90 ml air destilata yang telah dipanaskan hingga 60 C. Sampel diaduk hingga semua tersuspensi secara merata. Temperatur sampel diturunkan hingga 28 C. Alat: ph meter LaMotte Spesifikasi: ph range ketelitian 0.01 Temperatur range C ketelitian 0.1 C Metoda pengukuran ph larutan 10 % cokelat masak: Tombol ON/OFF ditekan untuk mengoperasikan phmeter. Elektroda dan Temperature probe dicelupkan ke dalam larutan sampel. Sampel dibiarkan hingga muncul tampilan READY pada layar dan pembacaan ph ditunggu hingga stabil. Pembacaan nilai ph dan temperatur pada layar monitor alat. Setelah selesai digunakan, elektroda dibilas dengan air destilata. Kerja alat dimatikan dengan menekan tombol ON/OFF. Pembacaan ph diulangi dengan sampel kedua. Nilai ph yang diperoleh adalah nilai rata-rata pembacaan dua sampel. 52

67 Lampiran 5.Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak Tgl. Pengujian Nama Responden a.pria b.wanita Unur a th b th c th d th e.> 60 th Isi kolom di bawah ini dengan nilai skor sebagai berikut, yang menggambarkan persepsi anda: 1. sangat suka 3.netral 2. suka 4.tidak suka 5.sangat tidak suka No. Parameter Rasa keseluruhan 2. Aroma 3. Warna 4. Tekstur di mulut Komentar lebih lanjut tentang sampel yang diuji, silakan ditulis di bawah ini. Terima kasih atas partisipasi anda dalam uji kesukaan ini. HDR 53

68 Lampiran 6.Contoh formulir uji organoleptik kue brownies Tgl. Pengujian Nama UJI KESUKAAN No. Parameter Rasa 2. Aroma 3. Warna 4. Tekstur 5. Struktur Keterangan: 1: sangat tidak suka 3.netral 5. sangat suka 2. tidak suka 4.suka Komentar/saran isilah pada kolom di bawah ini. Terima kasih atas partisipasi anda. HDR 54

69 Lampiran 7.Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies 55

70 Lampiran 8. Prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial (Acetic Acid Soluble Color; Smiths et.al, 1990) Kira-kira g sampel dihaluskan dan ditambah 50 ml asam asetat glacial. Campuran diaduk selama 15 menit. Setelah itu disentrifugasi pada 3500 rpm selama 5 menit dan disaring dengan kertas Whatman No. 4. Absorbance diukur pada panjang gelombang 400 nm terhadap asam asetat glasial. Absorbansi diukur dalam ml/g sampel. Warna terlarut dalam volume dari ekstrak x absorbansi Asam asetat glasial = (g/ml) berat sampel 56

71 Lampiran 9. Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies Kriteria Pemberian Skor sifat sensori aroma dan tekstur kue brownies Kriteria tekstur kue brownies Skor Kriteria aroma kue brownies Skor Tekstur sangat lengket, bersifat sangat liat, remah dikunyah tidak langsung lumat, sangat basah. Tekstur lengket, basah, agak liat, remah dikunyah agak cepat lumat, 1 2 Terditeksi aroma gula hangus yang sangat kuat. Ada aroma asap lemah. Terditeksi aroma gula hangus, lemah, aroma cokelat lemah 1 2 Tekstur lembut, tidak lengket, agak basah, mudah putus bila dikunyah. Tekstur agak keras, tidak lengket,agak kering, remah mudah lepas Tekstur keras, dikunyah langsung lumat, kering, remah sangat mudah lepas Tidak terditeksi aroma gula hangus, intensitas aroma cokelat cukup kuat Aroma cokelat kuat, tidak ada aroma menyimpang Aroma cokelat sangat kuat, tidak ada aroma lain yang menyimpang

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Pangsa pasar cokelat sehat dunia yang berbasis poliol sejak tahun 1999 mulai tumbuh sebesar 2 persen dari total pertumbuhan pasar cokelat dunia sebesar 5.1 persen.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES.

TUGAS AKHIR PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES. TUGAS AKHIR PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES Oleh : HANDORI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Sifat Fisikokimia Maltitol

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Sifat Fisikokimia Maltitol II.TINJAUAN PUSTAKA A.Sifat Fisikokimia Maltitol Maltitol (α D-glukopiranosil-1,4-D-sorbitol) atau (α-d-glukopiranosil-1-4-dglusitol) adalah polihidrat poliol yang memiliki rumus molekul C 12 H 24 O 11

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat. (20,2%) dengan persentasi 13,6% (BPS, 2011).

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat. (20,2%) dengan persentasi 13,6% (BPS, 2011). I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Cokelat adalah olahan yang dihasilkan dari bahan baku yaitu biji dan lemak

I PENDAHULUAN. Cokelat adalah olahan yang dihasilkan dari bahan baku yaitu biji dan lemak I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Cokelat adalah olahan yang dihasilkan dari bahan baku yaitu biji dan lemak kakao. Cokelat merupakan kategori makanan yang mudah dicerna oleh tubuh dan mengandung

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen (candy) adalah produk makanan berbentuk padat yang dibuat dari gula atau pemanis lainnya dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang lazim dan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas dan dikonsumsi oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat adalah es krim. Produk ini banyak digemari masyarakat, mulai dari anak anak hingga dewasa karena rasanya

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Pangan fungsional mendapat nilai tertinggi kedua berdasarkan hasil penilaian konsumen terhadap pangan berdasarkan kepentingannya (Astawan, 2010),

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar tepung terigu yang digemari oleh semua kalangan usia (subagjo,

BAB I PENDAHULUAN. dasar tepung terigu yang digemari oleh semua kalangan usia (subagjo, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Biskuit merupakan salah satu produk olahan pangan yang berbahan dasar tepung terigu yang digemari oleh semua kalangan usia (subagjo, 2007). Kegemaran masyarakat terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

KAJIAN PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SERTA KONSENTRASI LESITIN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN

KAJIAN PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SERTA KONSENTRASI LESITIN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN KAJIAN PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SERTA KONSENTRASI LESITIN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN PROPOSAL SKRIPSI OLEH : AMELIA ANGGREINI 6103006018 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA Making Soursop (Annona muricata L.) Ice Cream and Product Economy Analysis Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen adalah produk makanan selingan yang terbuat dari gula/ pemanis, air, dan bahan tambahan makanan (pewarna dan flavoring agent). Permen banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI. A. Bahan dan Alat III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Susu bubuk beraroma vanilla (formulasi milik PT Fonterra Brands Indonesia, dengan komposisi susu bubuk skim, susu bubuk full krim, premix mineral, fruktosa, premix

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tepung Terigu 2.1.1 Pengertian Tepung Terigu Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari penggilingan biji gandum. Gandum merupakan salah satu tanaman biji-bijian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING Alsuhendra dan Ridawati 1) 1) Staf Pengajar PS Tata Boga Jur. IKK Fakultas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari PENDAHULUAN Latar Belakang Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari campuran sari buah dan air dengan penambahan bahan pembentuk gel yang dapat membuat teksturnya menjadi kenyal.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN

BAB II BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN BAB II BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN Produk bakery merupakan salah satu jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Cake adalah salah satu produk bakery yang dikenali oleh konsumen sebagai produk

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang

III BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang III BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang Digunakan, (3) Metode Penelitian, (4) Deskripsi Percobaan. 3.1 Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR ROASTING DAN ALKALISASI TERHADAP JENIS WARNA DAN MUTU BUBUK KAKAO *) Justus E.Loppies, Ruslan M.Yunus,Imran Thamrin,Yulius Sattu

PENGARUH TEMPERATUR ROASTING DAN ALKALISASI TERHADAP JENIS WARNA DAN MUTU BUBUK KAKAO *) Justus E.Loppies, Ruslan M.Yunus,Imran Thamrin,Yulius Sattu PENGARUH TEMPERATUR ROASTING DAN ALKALISASI TERHADAP JENIS WARNA DAN MUTU BUBUK KAKAO *) Justus E.Loppies, Ruslan M.Yunus,Imran Thamrin,Yulius Sattu Ishak Jaelani,Rehanna Dachlan**) Penelitian Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang utuh dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan salah satu olahan semi padat dengan bahan utama susu. Es krim merupakan produk olahan susu sapi yang dibuat dengan bahanbahan utama yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen adalah produk makanan berbentuk padat yang dibuat dari gula atau pemanis lainnya dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang lazim dan bahan tambahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari 19 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian analisis nilai kalori dan uji sensori roti gula sukrosa dengan substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali ditemukan tempe, makanan yang terbuat dari kedelai dengan cara fermentasi atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011 KAKAO BAHAN PENYEGAR COKLAT COCOA & CHOCOLATE Definisi Kakao : biji coklat yang belum mengalami pengolahan dan kadar air masih tinggi (>15%) Cocoa : biji coklat yang sudah dikeringkan dengan kadar air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang adalah tumbuhan berdaun besar memanjang dari famili musaceae dan

I. PENDAHULUAN. Pisang adalah tumbuhan berdaun besar memanjang dari famili musaceae dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pisang adalah tumbuhan berdaun besar memanjang dari famili musaceae dan merupakan salah satu jenis komoditi holtikultura dalam kelompok buah-buahan yang banyak

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu negara, angka harapan hidup (AHH) manusia kian meningkat. AHH di

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu negara, angka harapan hidup (AHH) manusia kian meningkat. AHH di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring keberhasilan program kesehatan dan pembangunan sosial ekonomi di suatu negara, angka harapan hidup (AHH) manusia kian meningkat. AHH di Indonesia meningkat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN ACBAllSiS KIHIA, 086iANOhEPTIK KUE KER1)(16 ( 600K1ES DARi CAMPUBAN SAGU DAN BEPUN6 lkan CUCUT

PEMBUATAN DAN ACBAllSiS KIHIA, 086iANOhEPTIK KUE KER1)(16 ( 600K1ES DARi CAMPUBAN SAGU DAN BEPUN6 lkan CUCUT [ z /' 8la * / PEMBUATAN DAN ACBAllSiS KIHIA, 086iANOhEPTIK KUE KER1)(16 ( 600K1ES DARi CAMPUBAN SAGU DAN BEPUN6 lkan CUCUT O l e h ANOVA LUSKA F 22. 0403 1989 JURUSAN TEKNOEOGI PANGAN DAN GPZI FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN ACBAllSiS KIHIA, 086iANOhEPTIK KUE KER1)(16 ( 600K1ES DARi CAMPUBAN SAGU DAN BEPUN6 lkan CUCUT

PEMBUATAN DAN ACBAllSiS KIHIA, 086iANOhEPTIK KUE KER1)(16 ( 600K1ES DARi CAMPUBAN SAGU DAN BEPUN6 lkan CUCUT [ z /' 8la * / PEMBUATAN DAN ACBAllSiS KIHIA, 086iANOhEPTIK KUE KER1)(16 ( 600K1ES DARi CAMPUBAN SAGU DAN BEPUN6 lkan CUCUT O l e h ANOVA LUSKA F 22. 0403 1989 JURUSAN TEKNOEOGI PANGAN DAN GPZI FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

Tabel 1. 1 Jumlah Wisatawan Kota Bandung. Wisatawan Tahun mancanegara domestik jumlah

Tabel 1. 1 Jumlah Wisatawan Kota Bandung. Wisatawan Tahun mancanegara domestik jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung memiliki banyak tempat wisata oleh karena itu banyak wisatawan yang datang mengunjungi kota Bandung, baik dari luar kota, luar pulau bahkan dari luar negeri.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci