V. EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO DAN LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO DAN LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon"

Transkripsi

1 V. EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO DAN LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ABSTRAK Peningkatan resistensi udang windu Penaeus monodon melalui transfer gen antivirus belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola ekspresi gen antivirus PmAV pada embrio dan larva, serta performa udang windu transgenik F 0 setelah ditantang dengan virus WSSV. Transfer gen antivirus ke embrio udang dilakukan dengan metode transfeksi menggunakan larutan jetpei. Pengamatan ekspresi gen antivirus PmAV dilakukan pada 12, 18, 24, dan 30 jam setelah transfeksi (jst). Uji tantang dilakukan pada larva udang windu PL-25 metode perendaman dengan menggunakan isolat WSSV dari udang windu yang terinfeksi secara alami. Pengamatan kelangsungan hidup dan ekspresi gen antivirus PmAV dilakukan setelah uji tantang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan larutan transfeksi jetpei dan gen antivirus PmAV tidak memberikan efek yang membahayakan bagi embrio udang. Ekspresi gen PmAV mulai terlihat pada pengamatan 12 jst dan selanjutnya meningkat sampai mencapai puncak pada 24 jst dan kemudian terjadi penurunan ekspresi pada 30 jst. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekspresi gen PmAV meningkat (upregulated) akibat infeksi virus WSSV. Selain itu, udang windu transgenik F 0 memperlihatkan resistensi (kelangsungan hidup 95,6%) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan udang windu kontrol non-transgenik (kelangsungan hidup 71,1%). Berat dan panjang total tubuh udang windu transgenik F 0 umur 1,5 bulan tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan (P>0,05) dengan udang windu non-transgenik (kontrol). Kata kunci: ekspresi gen, gen antivirus, transfeksi, uji tantang, WSSV, udang windu.

2 59 EXPRESSION OF ANTIVIRAL GENE ON EMBRYO AND LARVAE OF TIGER SHRIMP Penaeus monodon ABSTRACT No study on enhanced diseases resistance of tiger shrimp has been reported. The aim of this research was to determine the transient expression pattern of antiviral gene on embryo as well as larvae, and the performance of F 0 transgenic larvae by challenged with WSSV. Transfer of antiviral gene into the embryo was done by transfection method using jetpei reagent. Expression of PmAV gene was observed at 12, 18, 24, and 30 hours after transfection (hat). The challenged test to PL-25 larvae was conducted by water borne infection using the WSSV isolated from infected shrimp. Survival rate and PmAV antiviral gene were observed after challenge. The results indicated that the jetpei reagent and antiviral PmAV gene did not show the toxicity to the shrimp larvae. The transient expression of PmAV gene was detected at 12 hat until reaching the peak within 24 hat, and then decreased slightly at 30 hat. The result also showed that PmAV expression was up-regulated during infection. When challenged with WSSV, the transgenic shrimp exhibited higher (P<0.05) resistance to the WSSV infection (95.6% survived) as compared to the control shrimp (71.1% survived). The body weight and length of 1.5 months transgenic shrimp did not show significantly difference (P>0.05) with the non-transgenic shrimp. Keywords: gene expression, antiviral gene, transfection, challenge test, WSSV, tiger shrimp. PENDAHULUAN Teknologi transgenesis memberikan peluang besar dalam mengembangkan strain yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap patogen penyebab penyakit. Salah satu upaya potensial yang dapat dilakukan dalam peningkatan resistensi penyakit adalah produksi hewan akuatik transgenik yang mengandung gen peptida antibakteri. Penemuan protein antibakteri cecropin pada insekta oleh Steiner et al. (1981) merupakan awal dari penelitian antimikroba, yang selanjutnya diidentifikasinya beberapa antimikroba lainnya. Beberapa antimikroba telah diidentifikasi pada mamalia (Lehrer et al. 1993), ampibi (Bevins & Zasloff 1990), dan pada insekta (Hoffmann et al. 1996) dimana organisme yang mengandung

3 60 gen pengkode tersebut memperlihatkan resistensi yang lebih baik terhadap penyakit. Pada krustase, keberhasilan kloning dan karakterisasi gen pengkode antimikroba memberikan harapan dalam mempelajari lebih dalam mengenai peranan gen antimikroba pada udang. Aktivitas antimikroba yang berperan dalam imunitas non-spesifik pada krustase telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya, misalnya penaeidin (Wang et al. 2006; Jiravanichpaisal et al. 2007; Perdomo-Morales et al. 2007; Ho & Song 2009), propo (prophenoloxidase) (Destoumieux et al. 1997; 2000a; 2000b; Sritunyalucksana et al. 1999; Wang et al. 2006; Jiravanichpaisal et al. 2007; Wang et al. 2007; Ai et al. 2008; Wang & Zhang 2008; Yeh et al. 2009); serine protease (Amparyup et al. 2007; Shi et al. 2009), lisozim (Vega et al. 2006; Burge et al. 2007), dan lektin (Denis et al. 2003; Ma et al. 2007; Sun et al. 2007; Zhang et al. 2009). Studi-studi in vitro tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan konstruksi gen antimikroba dapat meningkatkan resistensi terhadap patogen. Anderson et al. (1996) pertama kali membuktikan secara in vivo bahwa resistensi ikan rainbow trout Oncorhynchus mykiss dapat ditingkatkan melalui transfer gen coat protein virus. Introduksi konstruksi peptida cecropin-b meningkatkan resistensi terhadap bakteri sampai dengan empat kali lipat pada ikan channel catfish (Dunham et al. 2002). Hal yang sama juga ditunjukkan pada ikan medaka transgenik yang memiliki resistensi lebih tinggi dibandingkan dengan ikan non-transgenik terhadap bakteri Pseudomonas sp. dan Vibrio sp. (Sarmasik et al. 2002). Sementara itu, pendekatan rekombinan DNA khususnya vaksin DNA telah mulai diaplikasikan pada akuakultur. Penyuntikan salmon Atlantik dengan plasmid pengkode glikorotein IHNV dengan pengontrol promotor pcmv menunjukkan proteksi yang signifikan dengan adanya pembentukan antibodi penetral virus setelah imunisasi dan titernya meningkat setelah uji tantang (Traxler et al. 1999). Seperti halnya dengan antimikroba lainnya, gen lisozim telah dilaporkan merupakan salah satu gen pengkode ketahanan penyakit khususnya antimikroba yang tidak spesifik (Austin & Allen-Austin 1985). Dengan menggunakan konstruksi promoter AFP ocean pout dan gen lisozim yang

4 61 diintroduksi ke ikan salmon menunjukkan adanya kemampuan melawan berbagai jenis mikroba. Pada krustase khususnya udang, peningkatan resistensi pada level molekular masih terbatas. Penemuan gen pengkode antimikroba penaeidin membuka peluang dalam peningkatan immunitas udang melawan serangan patogen. Aplikasi penaeidin telah memperlihatkan efek peningkatan resistensi pada udang vaname Litopenaeus vannamei (Destoumieux et al. 1997). Induksi imun pada udang melalui vaksinasi telah dilaporkan dengan penggunaan rekombinan protein WSSV pada udang Penaeus chinensis (Kim et al. 2004), dan RNA untai ganda (double-stranded RNA, dsrna) pada udang L. vannamei (Robalino et al. 2004). Transfer gen antivirus baru dimulai pada udang vaname L. vannamei melalui introduksi gen penyandi coat protein dari TSV (TSV-CP) (Sun et al. 2005). Lu & Sun (2005) melaporkan bahwa dengan introduksi gen TSV-CP, udang vaname transgenik memperlihatkan kelangsungan hidup yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan udang normal (non-transgenik). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, maka upaya peningkatan resistensi udang windu memberikan harapan yang cerah untuk dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konstruksi gen antivirus PmAV, mengetahui pola ekspresi gen antivirus pada embrio dan larva, serta performa larva udang windu transgenik melalui uji tantang dengan virus WSSV. BAHAN DAN METODE Pembuatan Konstruksi Gen Antivirus PmAV Konstruksi gen antivirus pproav-pmav dibuat dengan menyambungkan atau meligasikan sekuen promoter ProAV (Parenrengi et al. 2009a) dan cdna PmAV (Parenrengi et al. 2009b). Promoter ProAV diligasi pada situs BamHI, di bagian hulu atau upstream dari sekuen cdna PmAV yang diligasi pada situs SalI dalam vektor pblueskript-sk (Stratagen). Skema pembuatan konstruksi gen pproav-pmav disajikan pada Lampiran 11. Uji orientasi ligasi ProAV dan PmAV dilakukan menggunakan metode PCR dengan primer ProAV-F 5 - gtc gga tcc agt

5 62 ccc aca ctc cat caa -3 dan PmAVSalI-R 5 - ttg tcg act cct tta gaa tat tta ttc ttg-3. Reaksi PCR yang digunakan adalah 0,05 µl Taq Polimerase; 1 µl 10 X buffer; 0,8 µl dntp mix; 0,8 µl MgCl 2 ; 10 ρmol masing-masing primer; 1 µl templat DNA; dan 4,35 µl SDW. Program PCR yang digunakan adalah: suhu predenaturasi 94 o C selama 3 menit, 30 siklus untuk (denaturasi 94 o C selama 30 detik, annealing 60 o C selama 30 detik dan ekstensi 72 o C selama 40 detik), serta final ekstensi 72 o C selama 3 menit. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1,0% untuk melihat fragmen DNA yang terbentuk. Klon bakteri yang memperlihatkan hasil PCR dengan fragmen sekitar 1,2 kb menunjukkan arah ligasi yang sesuai. Pematangan Induk Udang Windu Pembenihan udang windu dilakukan berdasarkan prosedur standar operasional perbenihan udang windu. Prosedur pematangan induk udang windu dilakukan melalui beberapa tahapan seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV. Transfeksi Gen Antivirus Bakteri yang mengandung plasmid pproav-pmav dikultur menggunakan media LB. Plasmid pproav-pmav diisolasi dari bakteri menggunakan GF-1 Plamid DNA Extraction Kit (Vivantis) dengan mengikuti prosedur manual kit. Kultur bakteri dan isolasi plasmid dilakukan seperti yang dijelaskan pada Bab IV. Kuantitas dan kualitas isolat plasmid diukur dengan menggunakan UV-VIS spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kuantitas (konsentrasi) plasmid dihitung dengan mengacu pada rumus yang telah dikembangkan oleh Linacero et al. (1998), sedangkan kualitas (kemurnian) plasmid dihitung dari rasio absorpsi 260 nm dan 280 nm (OD 260 /OD 280 ). Koleksi telur udang windu yang baru memijah dan prosedur transfeksi menggunakan plasmid pproav-pmav mengacu pada standar protokol transfeksi konstruksi pproav-egfp yang telah diuraikan pada Bab IV.

6 63 Uji Tantang Larva dengan WSSV Pengamatan performa udang windu hasil transfer gen antivirus PmAV dilakukan melalui uji tantang larva dengan WSSV, dimana larva non-transgenik digunakan sebagai pembanding atau kontrol. Larva udang windu transgenik dipelihara berdasarkan prosedur standar pemeliharaan larva sampai dengan mencapai stadia PL-25. Penyiapan virus WSSV berasal dari udang windu yang terinfeksi secara alamiah. Inokulasi virus tersebut diisolasi dengan cara cairan udang disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 15 menit dan supernatan disaring dengan kertas filter 0,45 µm. Wadah percobaan disucihamakan dengan perendaman kaporit 30 ppm selama satu hari, kemudian dinetralkan dengan natrium thiosulfat 30 ppm. Wadah diisi dengan air laut yang telah difilter dengan membran filter sebanyak 2 liter per wadah. Larva udang windu PL-25 dimasukkan ke dalam wadah dengan kepadatan 15 ekor/wadah (lihat Lampiran 10). Inokulum WSSV diinfeksikan ke larva udang dengan konsentrasi 2 ml/liter mengacu pada nilai LC-50 yang telah dilakukan oleh Nurhidayah (2009). Perlakuan pada percobaan ini adalah uji tantang WSSV terhadap larva udang windu transgenik (A) dan non-transgenik (B), dan kontrol larva udang tanpa uji tantang (C) masing-masing 4 ulangan (1 ulangan untuk pengamatan ekspresi gen antivirus dan 3 ulangan untuk mengamatan kelangsungan hidup larva). Selama percobaan, udang uji diberi pakan larva berupa pelet secara ad libitum dengan pemberian 3 kali per hari (pagi, siang, dan sore) selama 5 hari pemeliharaan. Perkembangan laju infeksi diamati secara visual dengan memperhatikan perubahan penciri patofisiologisnya, serta pengamatan mortalitas dan pengambilan sampel hepatopankreas larva dilakukan pada 6 jam, 12 jam, 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari setelah uji tantang. Analisis Ekspresi Gen PmAV Pengamatan ekspresi gen antivirus PmAV dilakukan dengan teknik PCR semi-kuantitatif. Pada pengamatan ekspresi sementara gen antivirus PmAV, RNA total (dilanjutkan dengan sintesis cdna) diekstraksi dengan menggunakan 50 sampel (pooled sample) untuk analisis ekspresi PmAV pada embrio dan larva

7 64 udang windu. Analisis ekspresi gen antivirus PmAV dilakukan dengan menggunakan teknik RT-PCR. Pengambilan sampel dilakukan dalam beberapa tahap pengamatan, yakni: 12, 18, 24, dan 30 jam setelah transfeksi (jst) Penghitungan derajat penetasan larva dilakukan setelah telur diinkubasi selama 24 jam. Gen antivirus PmAV dan ekspresinya dideteksi dengan teknik PCR semikuantitatif, dimana sampel telur tanpa transfeksi digunakan sebagai kontrol dalam penelitian ini. Konfirmasi masuknya gen PmAV pada larva secara individu dilakukan dengan mengekstraksi DNA genom pada delapan ekor larva udang windu berukuran 0,15±0,05 g yang diambil secara acak untuk dua tahap pelaksanaan transfeksi. Primer yang digunakan adalah PmAV-F 5 -tag tgc atg cat atg ggt cat aca atc cta-3 dan PmAV-R 5 -ctg tct cga gct atg tgt cct gct ttc aca-3,dengan menggunakan DNA genom sebagai templat PCR. Target DNA fragmen gen antivirus PmAV adalah pada posisi sekitar 513 bp. Pada pengamatan ekspresi gen antivirus PmAV pada uji tantang dengan WSSV, RNA diekstraksi dari 10 mg hepatopankreas larva dengan menggunakan kit isogen seperti yang dijelaskan pada isolasi gen antivirus pada Bab III. Secara singkat, isolasi RNA dilanjutkan dengan sintesis cdna menggunakan kit Ready- To-Go You-Prime Fisrt Strand Beads (GE Healthcare). Hasil cdna tersebut dijadikan templat DNA dalam proses amplifikasi PCR dengan menggunakan primer PmAV-F: 5 -tag tgc atg cat atg ggt cat aca atc cta-3 dan PmAV-R: 5 -ctg tct cga gct atg tgt cct gct ttc aca-3, dengan target fragmen sepanjang 513 bp. Ekspresi gen β-aktin udang windu digunakan sebagai kontrol ekspresi gen seperti yang telah dikembangkan oleh Sriphaijit & Senapin (2007). Hasil PCR dielektroforesis untuk mengetahui pola ekspresi gen PmAV berdasarkan ketebalan pita yang terbentuk pada gel agarosa. Proses amplifikasi fragmen gen antivirus PmAV dijalankan pada mesin PCR GenAmp AB-7200 (Applied Biosystem) dengan program suhu predenaturasi 94 o C selama 3 menit; 35 siklus untuk (denaturasi 94 o C selama 30 detik, annealing 58 o C selama 30 detik, dan ekstensi 72 o C selama 45 detik); serta final ekstensi 72 o C selama 3 menit. Untuk melihat keberhasilan amplifikasi fragmen DNA target, hasil PCR dieletroforesis pada gel agarose 1,0% dan didokumentasi

8 65 dengan Gel Documentation System (Biometra). Untuk menentukan berat molekul fragmen DNA digunakan marker VC 100bp Plus DNA Ladder (Vivantis). Udang windu transgenik F 0 yang dihasilkan dipelihara dalam bak terkontrol dengan kepadatan 150 ekor/ton. Pakan berupa pelet dengan dosis 30% dari berat badan diberikan pada pagi dan sore hari. Untuk mengetahui respons pertumbuhan udang windu transgenik, pengukuran panjang total dan berat tubuh dilakukan pada 10 ekor udang windu pada umur 47 hari. Udang windu nontransgenik dijadikan sebagai pembanding (kontrol). Analisis Data Hasil cracking, uji orientasi konstruksi gen pproav-pmav, ekspresi gen antivirus pada embrio dan larva, dan keberadaan gen antivirus PmAV pada larva udang windu disajikan secara deskriptif. Kelangsungan hidup larva udang windu yang ditantang dengan WSSV dianalisis ragam (ANOVA), serta berat dan pajang total udang windu dianalisis dengan uji-t menggunakan program Statistix Versi 3.0 (NH Analytical Software) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil pada taraf 5%. Ekspresi gen antivirus PmAV di hepatopankreas larva udang windu yang ditantang WSSV setiap pengamatan disajikan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi gen pproav-pmav telah berhasil dibuat dengan ukuran total plasmid adalah sekitar 4,4 kb. Uji cracking memperlihatkan adanya insersi promoter ProAV dan gen antivirus PmAV dibandingkan dengan kontrol bakteri koloni biru (Gambar 12A), selanjutnya dengan konfirmasi uji orientasi juga menunjukkan keberhasilan penyisipan gen dengan arah yang benar (Gambar 12B). Arah ligasi yang benar pada konstruksi gen pproav-pmav ini didapatkan lebih rendah, yakni 8 klon dari 21 klon bakteri (38,1%) dibandingkan dengan arah ligasi yang benar pada kloning konstruksi gen pproav-egfp (86,0%). Rendahnya persentase arah ligasi yang benar dalam konstruksi ini kemungkinan disebabkan karena proses penyambungan (ligasi) gen dilakukan dalam dua tahap, yakni

9 66 pertama dengan promoter ProAV dengan menggunakan bantuan situs resriksi BamHI, kemudian diikuti dengan insersi gen antivirus PmAV dengan bantuan situs restriksi SalI. Pada pembuatan konstruksi ProAV-EGFP hanya dilakukan satu kali insersi promoter dengan bantuan situs restriksi BamHI (lihat Bab IV). Selain itu, kualitas sel kompeten bakteri yang digunakan mungkin berbeda dan mempengaruhi keberhasilan dalam memperoleh koloni bakteri dengan arah ligasi yang benar. Klon-klon yang positif membawa konstruksi ProAV-PmAV selanjutnya digoreskan pada media agar dalam cawan petri (Gambar 12C) sebagai bahan untuk digunakan pada kegiatan selanjutnya. Gambar 12 Hasil analisis cracking dan PCR konstruksi gen pproav-pmav. A=hasil cracking klon bakteri pembawa promoter dan PmAV pada gel agarosa dimana tanda panah dengan indikator positif menunjukkan klon pembawa gen insersi sedangkan indikator negatif sebagai kontrol bakteri koloni biru, B=hasil uji orientasi ligasi promoter pproav-pmav dalam vektor dimana tanda panah menunjukkan perbedaan arah ligasi yang benar dan yang salah, dan C=hasil plating klon bakteri pembawa konstruksi gen pproav-pmav. Dengan masuknya promoter ProAV dan gen antivirus PmAV ke dalam vektor pblueskript-sk, maka didapatkan konstruksi gen dengan komponen secara berurutan adalah pproav-pmav. Peta konstruksi gen pproav-pmav disajikan pada Gambar 13.

10 67 Gambar 13 Peta konstruksi gen pproav-pmav yang digunakan dalam transfeksi gen antivirus PmAV ke embrio udang windu P. monodon Transfeksi konstruksi gen pproav-pmav dilakukan dalam dua tahap, dimana konsentrat telur yang digunakan adalah 370 butir/2 ml pada tahap pertama dan 235 butir/2 ml pada tahap kedua. Hasil pengamatan derajat penetasan telur udang windu tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antara kontrol positif (transfeksi tanpa gen antivirus) dan kontrol negatif (tanpa transfeksi). Rata-rata daya tetas telur yang didapatkan adalah 38,1% pada perlakuan transfeksi gen antivirus, 43,1% pada kontrol positif, dan 49,0% pada kontrol negatif. Hasil tersebut berimplikasi bahwa penggunaan larutan jetpei dan plasmid DNA dari konstruksi gen tidak memberikan efek yang berbahaya pada daya tetas embrio udang windu. Daya tetas embrio, deteksi DNA, dan cdna pada udang windu setiap tahap transfeksi disajikan pada Tabel 4. Walaupun metode transfeksi pada udang vaname memperlihatkan metode yang lebih baik dibanding dengan mikroinjeksi dan elektroporasi dilihat dari daya tetas telur yang dihasilkan (Sun et al. 2005), tetapi metode mikroinjeksi pada ikan medaka Oryzias latifes memberikan daya tetas telur yang cukup tinggi yakni 70% dibandingkan dengan daya tetas 78% pada ikan kontrol (Winkler et al. 1991), pada ikan lele Clarias sp. mencapai 55,0-93,3% (Ath-Thar 2007), dan pada ikan sea bream Pagrus major sekitar 53-63% (Kato et al. 2007). Selain itu, untuk mengetahui masuk atau tidaknya gen eksogenus antivirus PmAV pada larva, dilakukan deteksi melalui ekstraksi DNA genom dan ekspresi gen antivirus PmAV diamati melalui ekstraksi RNA total yang dilanjutkan dengan sintesis cdna. Secara umum, Tabel 4 memperlihatkan bahwa hasil deteksi DNA dan cdna yang dilakukan memperlihatkan masuknya gen eksogenous gen antivirus ke dalam embrio atau larva udang windu (positif).

11 68 Tabel 4 Daya tetas embrio, deteksi DNA dan cdna pada embrio dan larva udang windu P. monodon hasil transfeksi konstruksi gen ProAV-PmAV. Tahap Daya tetas telur (%) Deteksi* ) Transfeksi PmAV Kontrol positif Kontrol negatif DNA cdna 1 48,0±14,2 a 60,0±3,0 a 66,8±12,1 a (+) (+) 2 28,1±6,4 a 26,2±6,9 a 31,2±14,4 a (+) (+) Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), angka ditulis dalam rataan ± SD, * ) = analisis dilakukan terhadap 50 embrio (pooled sample), (+) = gen PmAV positif terdeteksi pada genom DNA dan cdna. Analisis ekspresi gen antivirus PmAV pada embrio dan larva udang windu (Gambar 14) memperlihatkan pola yang relatif sama degan pola ekspresi gen EGFP pada embrio dan larva udang windu (lihat Bab IV). Pada pengamatan 12 jst, ekspresi gen antivirus PmAV sudah mulai terlihat tetapi masih lemah sampai dengan 18 jst. Ekspresi gen tersebut memuncak pada jam ke-24 atau satu hari setelah transfeksi dan kembali menurun pada 30 jst. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi transgen mulai menurun setelah udang menetas menjadi naupli. Berdasarkan beberapa penelitian, ekspresi gen asing umumnya dimulai setelah fase mid-blastula dan levelnya meningkat selama embriogenesis, dan selanjutnya menurun setelah menetas (Alimuddin et al. 2003). Gambar 14 Ekspresi gen antivirus PmAV pada embrio dan larva udang windu P. monodon. Pengamatan ekspresi gen antivirus PmAV pada 12, 18, 24, dan 30 jst; M= VC 100bp Plus DNA Ladder (Vivantis); tanda kepala panah menunjukkan posisi fragmen gen antivirus PmAV dan gen β- aktin udang windusebagai kontrol internal.

12 69 Ekspresi transgen yang dianalisis pada penelitian ini bersifat sementara (transient expression). Ekspresi transgen meningkat diduga terjadi akibat adanya replikasi ekstra kromosomal DNA asing, dan selanjutnya level ekspresinya menurun yang diikuti dengan degradasi dari eksra kromosomal DNA asing. Ekspresi sementara gen hrgfp yang dikontrol oleh promoter β-aktin ikan medaka pada ikan lele Clarias sp. mulai terlihat pada 4 jam setelah mikroinjeksi tetapi masih sangat lemah. Ekspresi tersebut semakin meningkat pada jam ke-8 dan ke- 12 dan setelahnya (jam ke-16, 20, 24) menunjukkan tanda penurunan ekspresi dan akhirnya tidak terdeteksi (Ath-thar 2007). Dengan menggunakan promoter yang sama, ekspresi GFP pada ikan mas Cyprinus carpio memperlihatkan pola yang serupa dengan ikan lele, dimana didapatkan tingkat ekspresi tertinggi pada jam ke-12 sampai jam ke-18 setelah mikroinjeksi dan kemudian setelah menetas ekspresi mulai melemah sampai tidak kelihatan pada larva berumur 1 hari (Purwanti 2007). Masuknya gen antivirus PmAV ke dalam embrio atau larva udang windu merupakan indikator utama keberhasilan transfer gen. Hasil analisis DNA genom pada penelitian ini menunjukkan bahwa persentase udang windu F 0 yang membawa gen eksogenus PmAV adalah 37,5-75,0%. Efisiensi transfer gen asing ke embrio dipengaruhi oleh metode transfer dan spesies yang digunakan. Beberapa peneliti telah melaporkan keberhasilannya dalam mengintroduksi gen asing ke embrio krustase. Laju introduksi gen pada udang kuruma Marsupenaeus japonicus relatif rendah yakni 1% untuk metode mikroinjeksi dan 0,42% untuk metode particle-bombardment. Keberhasilan transfer gen asing ke embrio udang putih L. schmitti sekitar 36% dengan metode elektroporasi (Arenal et al. 2008). Efesiensi introduksi gen TSV-CP yang relatif tinggi (72%) telah dilaporkan oleh Sun et al. (2005) pada udang L. vannamei dengan menggunakan metode transfeksi. Selanjutnya, dengan metode elektroporasi, Tseng et al. (2000) telah membuktikan bahwa transfer gen bacterial alkaline phosphatase (BAP) dapat terintegrasi dalam DNA genom udang windu, dimana laju integrasi gen tersebut dapat mencapai 31%. Integrasi gen yang diintroduksi ke ikan mas India Labeo rohita telah dilaporkan oleh Rajesh & Majumdar (2005) dengan menggunakan metode southern hybridization. Keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa

13 70 transfer gen asing ke embrio udang tidak lagi merupakan kendala utama dalam pengembangan produksi udang transgenik. Pada penelitian uji tantang larva udang dengan WSSV diperoleh hasil bahwa respons imunitas udang transgenik F 0 lebih tinggi dibandingkan dengan larva udang non-transgenik. Penilaian respons imun udang didasarkan pada kelangsungan hidup larva. Kematian larva udang windu kontrol mulai terlihat pada 12 jam (hari-1) setelah uji tantang sampai dengan hari ke-3 dan setelah itu kematian udang tidak signifikan (Gambar 15). 110,0 Kelangsungan hidup (%) 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 0-jam 6-jam 12-jam 1-hari 2-hari 3-hari 4-hari 5-hari Waktu pengam atan Kontrol negatif Udang transgenik Kontrol positif Gambar 15 Kelangsungan hidup larva udang windu P. monodon yang ditantang dengan WSSV Kematian udang ditandai dengan perubahan respons pakan yang menurun, aktivitas renang yang tidak stabil, selalu berada di dasar wadah dan munculnya warna tubuh yang kemerahan, serta gejala bintik putih pada karapaks. Gejala perubahan patologis yang serupa juga telah dilaporkan oleh Alifuddin et al. (2003) pada penelitian penularan WSSV pada larva udang windu P. monodon nontransgenik. Selanjutnya dikatakan bahwa karakteristik perubahan seluler akibat infeksi virus WSSV pada udang windu adalah terjadinya pembengkakan inti sel (hipertropi) akibat perkembangan dan penumpukan virion yang berkembang dalam inti sel sehingga bergerak ke pinggir, kemudian terjadi kariolisis yang pada akhirnya sel akan mengalami kerusakan (lisis). Kerusakan sel tersebut yang diduga memacu kematian udang windu.

14 71 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup larva udang windu yang ditransfeksi dengan gen antivirus lebih tinggi dibandingkan dengan larva udang normal (kontrol) ketika ditantang dengan WSSV (Tabel 5). Analisis ragam menunjukkan bahwa kelangsungan hidup larva transgenik PmAV (95,6%) berbeda nyata (P<0,05) dengan larva udang kontrol (71,1%), tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (udang normal tanpa uji tantang). Alifuddin et al. (2003) melaporkan bahwa memaparan WSSV pada larva udang windu dapat menyebabkan kematian dengan tingkat kelangsungan hidup rata-rata berkisar 73,3-91,7% dibandingkan dengan larva pada kontrol negatif (100%), dimana semakin tinggi konsentrasi virus yang diberikan semakin rendah kelangsungan hidup larva yang dihasilkan. Tabel 5 Kelangsungan hidup larva udang windu P. monodon pada perlakuan uji tantang dengan WSSV Uraian Uji tantang dengan WSSV Tanpa uji tantang Transgenik Non-Transgenik WSSV Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata* ) SD 100,0 86,7 100,0 95,6 a 7,7 73,3 73,3 66,7 71,1 b 3,8 100,0 93,3 100, a Keterangan: * ) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan SD=standar deviasi. 3,9 Hasil penelitian menunjukan bahwa kelangsungan hidup larva udang windu hasil transfeksi adalah 24,5% lebih tinggi dari kontrol udang normal yang ditantang dengan WSSV. Hal ini berimplikasi bahwa over-ekspresi gen antivirus PmAV dapat meningkatkan resistensi udang windu. Seperti halnya dengan udang windu, peningkatan resistensi udang vaname L. vannamei melalui transfer gen TSV-CP telah dilaporkan oleh Lu & San (2005). Penelitian yang dilakukan selama 4 hari tersebut mengungkapkan bahwa larva udang vaname transgenik memiliki resistensi yang lebih tinggi dengan kelangsungan hidup mencapai 83%

15 72 dibandingkan dengan kontrol udang normal hanya 44% ketika ditantang dengan virus TSV. Imunitas ikan yang dihasilkan dari teknologi transgenesis pengkode antimikroba memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan immunisasi konvensional. Ikan dapat diproteksi mulai dari awal perkembangan larva, jauh sebelum sistem imun mulai matang (matured immunity) dan immunitas yang diberikan pada transgenik dapat menghilangkan persiapan khusus untuk melawan setiap jenis patogen (Dunham 2009). Transfer gen pengkode peptida antimikroba seperti cecropin yang diatur oleh promoter CMV dapat meningkatkan resistensi terhadap penyakit bakteri pada ikan channel catfish Ictalurus punctatus sampai dengan 2-4 kali lipat (Dunham et al. 2002). Ikan catfish transgenik yang membawa konstruksi preprocecropin dapat memperlihatkan kelangsungan hidup yang sangat tinggi (100%) ketika dipapar dengan bakteri Plavobacterium columnare dibandingkan dengan kontrol ikan yang hanya 27,3%. Sementara itu, ketika ditantang dengan bakteri Edwardsiella ictaluri, ikan catfish transgenik juga memperlihatkan kelangsungan hidup yang tinggi (40,7%) dibandingkan dengan kontrol ikan non trangenik (14,8%). Transfer gen cecropin ke ikan medaka juga telah memperlihatkan pengaruh peningkatan resistensi terhadap patogen. Sarmasik et al. (2002) melaporkan bahwa ikan transgenik medaka generasi F 2 memperlihatkan resistensi yang tinggi terhadap bakteri Pseudomonas fluorescens dengan tingkat kematian 0-10% dibandingkan dengan kontrol 40%, dan ketika ditantang dengan Vibrio anguillarum, ikan medaka transgenik masih mampu bertahan dengan kelangsungan hidup 70-90% sedangkan kontrol medaka hanya berkisar 60%. Setelah ditantang dengan WSSV, udang windu transgenik memperlihatkan respons induksi yang meningkat (up-regulated) baik pada larva udang transgenik maupun larva non-transgenik (Gambar 16). Ekspresi gen antivirus PmAV mulai terinduksi sejak 6 jam setelah pemaparan dan selanjunya meningkat dengan tajam sampai dengan hari ke-4 dan sedikit menurun pada hari ke-5 setelah uji tantang. Seperti halnya dengan udang transgenik, udang kontrol non-transgenik juga memperlihatkan induksi yang meningkat dimana terjadi peningkatan sampai mencapai puncak pada hari ke-1 dan selanjutnya menurun pada hari ke-2 dan

16 73 seterusnya memperlihatkan ekspresi gen antivirus PmAV yang relatif lebih rendah. Luo et al. (2007) telah melaporkan ekspresi gen antivirus PmAV secara alami pada udang windu non-transgenik melalui uji tantang dengan WSSV. Ekspresi terbesar gen antivirus tersebut didapatkan pada hepatopankreas udang windu, 700 kali lebih tinggi dari ekspresi PmAV pada otot. Pola ekspresi PmAV yang didapatkan pada hepatopankreas relatif sama dengan hasil penelitian ini, dimana pada awal pemaparan pada hari ke-1 ekspresi menurun dan selanjutnya meningkat tajam sampai dengan hari ke-4, tetapi menurun kembali pada hari ke-5. Selanjutnya Luo et al. (2007) menyatakan bahwa pola ekspresi gen antivirus PmAV sangat relevan dengan muatan virus WSSV dalam tubuh udang windu. Peningkatan ekspresi gen PmAV yang tinggi pada hari ke-4 dari penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya pada gen C-type lectin dari udang vaname. Ma et al. (2007) melaporkan bahwa udang vaname yang ditantang dengan WSSV memperlihatkan ekspresi gen C-type lectin yang awalnya menurun pada hari ke-2 dan setelah itu meningkat tajam sampai dengan mencapai puncak pada hari ke bp 513 bp 400 bp 400 bp Gambar 16 Ekspresi gen antivirus PmAV pada hepatopankreas larva udang windu P. monodon yang ditantang dengan WSSV. Tanda kepala panah atas dan tengah menunjukkan posisi fragmen DNA target gen PmAV dan β-aktin sebagai kontrol internal, M= VC 100bp Plus DNA Ladder (Vivantis), pengamatan ekspresi gen PmAV pada 0 jam (1) 6 jam (2), 12 jam (3), 24 jam (4), 2 hari (5), 3 hari (6), 4 hari (7), dan 5 hari (8) setelah uji tantang.

17 74 Hasil pengamatan pola ekspresi gen antivirus PmAV dalam penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi gen setelah ditantang dengan patogen mengindikasikan akan keterlibatan gen tersebut dalam proses perlawanan tubuhnya atau dikenal sebagai respons resistensi terhadap patogen. Somboonwiwat et al. (2006) telah melaporkan bahwa peningkatan level ekspresi gen dalam hemosit udang windu P. monodon yang telah dipapar dengan mikroba menunjukkan bahwa gen tersebut terlibat dalam respons mikroba misalnya glucosa transporter-1, interferon-related developmental regulator-1, lisozim, profilin, dan serpin-b3. Hal ini berarti bahwa gen-gen tersebut mengalami induksi meningkat (up-regulated gene). Beberapa gen pada krustase yang sudah diketahui mengalami induksi meningkat ketika dipapar dengan patogen. Gen antibakteria penaeidin memperlihatkan ekspresi yang kuat pada udang vaname L. vannamei (Destoumieux et al. 2000b) dan pada udang Fenneropenaues chinensis (Kang et al. 2007), ketika ditantang dengan patogen. Demikian pula ekspresi gen Rab GTPase pada udang P. japonicus terinduksi ketika udang ditantang dengan virus WSSV (Wu & Zhang 2007), dan gen lisozim pada udang vaname L. vannamei ketika diinjeksi dengan Vibrio campellii (Burge et al. 2007). Untuk mengetahui pengaruh introduksi gen antivirus PmAV dalam penampilan morfologi atau pertumbuhan, maka larva udang dipelihara dalam kondisi terkontrol. Pengamatan yang dilakukan pada saat larva berumur 47 hari menunjukkan bahwa larva udang transgenik tidak memiliki perbedaan penampilan secara morfologi (Gambar 17). Larva udang transgenik mencapai ukuran berat 0,21±0,12 g dengan panjang 3,3±0,51 cm, sedangkan larva udang kontrol memiliki berat 0,30±0,16 g dan panjang 3,5±0,63 cm. Berdasarkan uji-t yang dilakukan antara kedua kelompok udang tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) baik berat maupun panjang udang windu. Selanjutnya, berdasarkan pengamatan dalam jangka waktu panjang, udang transgenik terlihat relatif aktif, sehat dengan morfologi yang normal selama berlangsungnya pemeliharaan.

18 75 Gambar 17 Penampilan secara morfologi udang windu P. monodon transgenik (A) dan non-transgenik (B) pada umur 47 hari. Hal yang serupa dilaporkan oleh Lu & Sun (2005) pada udang vaname transgenik. Pengamatan yang dilakukan sampai dengan pemeliharaan 236 hari menunjukkan bahwa udang transgenik dan non-transgenik tidak memperlihatkan perbedaan penampilan secara morfologi. Berat rata-rata udang vaname transgenik pada umur tersebut adalah 7,67 g, tidak berbeda nyata secara statistik dibandingkan dengan udang non-transgenik (kontrol) yakni 9,17 g. Selanjutnya Lu & Sun (2005) menyatakan bahwa penurunan pertambahan berat kemungkinan disebabkan oleh integrasi gen target yang diintroduksi pada daerah spesifik pada genom akan memberikan sedikit pengaruh ke pertumbuhan awal larva udang vaname. Penelitian ini berimplikasi bahwa analisis ekspresi gen antivirus PmAV pada embrio dan larva merupakan salah satu bukti keberhasilan transfer gen antivirus PmAV pada udang windu. Sementara itu, pengamatan kelangsungan hidup dan ekspresi gen antivirus pada udang windu ketika ditantang dengan WSSV memberikan gambaran umum mengenai keterlibatan gen antivirus PmAV dalam sistem imunitas udang windu sehingga respons gen antivirus tersebut dapat diketahui. KESIMPULAN Konstruksi gen antivirus pproav-pmav telah berhasil dibuat. Ekspresi transgen antivirus PmAV mampu meningkatkan resistensi terhadap infeksi WSSV dan tidak mempengaruhi pertumbuhan udang windu.

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari VI. PEMBAHASAN UMUM Produksi udang windu tahan penyakit atau memiliki daya tahan tubuh yang kuat (resisten) terhadap patogen merupakan salah satu strategi yang perlu dilakukan dalam upaya mengendalian

Lebih terperinci

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *)

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) ABSTRAK Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

541 Analisis ekspresi gen antivirus PmAV... (Andi Tenriulo)

541 Analisis ekspresi gen antivirus PmAV... (Andi Tenriulo) 541 Analisis ekspresi gen antivirus PmAV... (Andi Tenriulo) ANALISIS EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PmAV PADA UDANG WINDU, Penaeus monodon YANG DITANTANG DENGAN WSSV Andi Tenriulo, Syarifuddin Tonnek, Bunga Rante

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

PENINGKATAN RESISTENSI UDANG WINDU Penaeus monodon TERHADAP PENYAKIT WHITE SPOT SYNDROME VIRUS MELALUI TRANSFER GEN Penaeus monodon ANTIVIRAL

PENINGKATAN RESISTENSI UDANG WINDU Penaeus monodon TERHADAP PENYAKIT WHITE SPOT SYNDROME VIRUS MELALUI TRANSFER GEN Penaeus monodon ANTIVIRAL PENINGKATAN RESISTENSI UDANG WINDU Penaeus monodon TERHADAP PENYAKIT WHITE SPOT SYNDROME VIRUS MELALUI TRANSFER GEN Penaeus monodon ANTIVIRAL ANDI PARENRENGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROMOTER GEN ANTIVIRUS DARI UDANG WINDU Penaeus monodon *)

II. ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROMOTER GEN ANTIVIRUS DARI UDANG WINDU Penaeus monodon *) II. ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROMOTER GEN ANTIVIRUS DARI UDANG WINDU Penaeus monodon *) ABSTRAK Promoter adalah sekuen DNA spesifik yang berperan dalam mengendalikan transkripsi gen yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi.

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. 66 VI. PEMBAHASAN UMUM Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul

Lebih terperinci

TRANSFER GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO UDANG WINDU, Penaeus monodon DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DEOXYRIBO NUCLEIC ACID

TRANSFER GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO UDANG WINDU, Penaeus monodon DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DEOXYRIBO NUCLEIC ACID TRANSFER GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO UDANG WINDU, Penaeus monodon DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DEOXYRIBO NUCLEIC ACID Andi Parenrengi, Andi Tenriulo, Syarifuddin Tonnek, dan Samuel Lante Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Vektor Kloning Protein rgh Isolasi Plasmid cdna GH. Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna; El-mGH, Og-mGH dan Cc-mGH berhasil diisolasi dari bakteri konstruksi E. coli DH5α dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Ikan Uji Larva ikan gurame diperoleh dari pembenihan di Desa Ciherang Kec. Darmaga, Kab. Bogor. Larva dipelihara dalam akuarium berukuran 1,0x0,5x0,5 m 3 dengan kepadatan sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Dalam program peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan terhadap sampel yang dikoleksi selama tujuh bulan mulai September 2009 hingga Maret 2010 di Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik Salah satu pendekatan untuk perbaikan genetik organisme akuatik yang muncul sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri baru-baru ini adalah transgenesis, yaitu proses transfer

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH.

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH. 58 5. PEMBAHASAN UMUM Tujuan umum introduksi gen asing ke dalam genom ikan adalah membuat ikan dengan karakteristik komersial yang lebih baik untuk meningkatkan produksi akuakultur. Sejak pertengahan tahun

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK 50 VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798)

Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Isolasi dan Karakterisasi Gen Penyandi Protein Permukaan VP28 White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius, 1798) Asmi Citra Malina 1, Andi Aliah Hidayani 1 dan Andi Parenrengi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT 37 V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT The research intends to analyse expression of growth hormone gene of tilapia (tigh)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian BAHAN DAN METODE 1. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Nopember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG 110302045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan induk unggul dalam bidang akuakultur merupakan hal yang sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

4. EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus)

4. EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) 45 4. EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) ABSTRAK Penggunaan konsentrasi DNA yang tinggi dalam elektroporasi sperma meningkatkan pengikatan DNA

Lebih terperinci

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL Abstrak Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya

Lebih terperinci

PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\

PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\ 21 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 20 PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\ Samuel Lante, Andi Tenriulo, dan Andi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Februari 2010. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme

Lebih terperinci

3. PENGEMBANGAN METODE ELEKTROPORASI PADA SPERMA SEBAGAI PERANTARA TRANSFER GEN PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus)

3. PENGEMBANGAN METODE ELEKTROPORASI PADA SPERMA SEBAGAI PERANTARA TRANSFER GEN PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) 25 3. PENGEMBANGAN METODE ELEKTROPORASI PADA SPERMA SEBAGAI PERANTARA TRANSFER GEN PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) ABSTRAK Penggunaan metode elektroporasi dengan menggunakan sperma sebagai

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi ABSTRAK ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi Patrisia Puspapriyanti, 2008. Pembimbing I : Ernawati A.Girirachman, Ph.D. Pembimbing II : Johan Lucianus, dr., M.Si. Salmonella

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 sampel. Berdasarkan hasil digesti DNA dengan enzim EcoRI, diperoleh sebanyak 74 sampel tanaman dari 118

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

DASAR REKAYASA GENETIKA

DASAR REKAYASA GENETIKA DASAR REKAYASA GENETIKA Rekayasa = manipulasi = modifikasi = perubahan bahan genetik (perubahan & pemindahan gen) Cara: 1. Persilangan seksual (perkawinan) 2. Hibridisasi somatik 3. Mutasi 4. Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ]

Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: ] 75 Gambar 1. Skema penggolongan HIV-1 [Sumber: Korber dkk. 2001: 22--25.] Gambar 2. Struktur virus HIV-1 [Sumber: Henriksen 2003: 12.] 76 Keterangan: 5 LTR : daerah 5 Long Terminal Region gag : gen gag

Lebih terperinci

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PENYANDI PROTEIN VP-24 WSSV PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon) UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI RNAi

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PENYANDI PROTEIN VP-24 WSSV PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon) UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI RNAi 593 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PENYANDI PROTEIN VP-24 WSSV PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon) UNTUK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI RNAi Andi Tenriulo *), Bunga

Lebih terperinci

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007 PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007 LATAR BELAKANG p53 wt

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Total Tumbuhan Isolasi DNA total merupakan tahap awal dari pembuatan pustaka genom. DNA dipisahkan dari bahan-bahan lain yang ada dalam sel. DNA total yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

Uji Tantang Udang Windu Penaeus monodon Transgenik Menggunakan Bakteri Patogen Vibrio harveyi

Uji Tantang Udang Windu Penaeus monodon Transgenik Menggunakan Bakteri Patogen Vibrio harveyi Uji Tantang Udang Windu Penaeus monodon Transgenik Menggunakan Bakteri Patogen Vibrio harveyi Andi Parenrengi, Andi Tenriulo dan Bunga Rante Tampangallo Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HSIL DN PEMBHSN R. pickettii sebagai gen Hayati R. solani Isolat yang digunakan adalah R. pickettii yang memiliki ciri-ciri koloni berwarna kuning dengan bentuk bundar dengan tepian licin dan elevasi seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila TINJAUAN PUSTAKA Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila antara lain, (1) introduksi jenis unggul dari luar untuk memperbaiki keragaan ikan nila lokal dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Lampiran 1. Data dan analisis karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. 1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agribisnis Pertemuan Ke 5 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA

TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA Media Akuakultur Vol. 10 No. 1 Tahun 2015: 7-11 TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA Eni Kusrini Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci