Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari"

Transkripsi

1 VI. PEMBAHASAN UMUM Produksi udang windu tahan penyakit atau memiliki daya tahan tubuh yang kuat (resisten) terhadap patogen merupakan salah satu strategi yang perlu dilakukan dalam upaya mengendalian penyakit. Penerapan teknologi peningkatan imunitas melalui imunostimulan dan vaksin pada udang windu adalah merupakan alternatif yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah penyakit udang windu. Meskipun demikian, kelemahan metode tersebut terletak pada aplikasinya yang harus dilakukan dalam setiap siklus produksi dan sifat imunitas yang tinggi tersebut tidak dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Metode lain seperti pemijahan selektif (selective breeding) juga memberikan harapan dalam pemecahan masalah penyakit udang windu. Walaupun metode tersebut dapat dilakukan dari generasi ke generasi, tetapi memerlukan waktu yang relatif lama untuk menghasilkan generasi dengan perbaikan genetik (genetic gain) secara signifikan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan perbaikan genetik yang signifikan melalui pemijahan selektif diperlukan waktu 7-8 generasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan suatu upaya pengendalian penyakit udang windu melalui peningkatan resistensi terhadap patogen melalui transfer gen antivirus PmAV pada embrio. Gen antivirus tersebut diharapkan dapat ditransmisikan ke generasi berikutnya sehingga pada generasi ke-3 dapat dihasilkan udang windu tahan penyakit dan stabil (stable line). Metode baru ini diharapkan dapat memperbaiki kelemahan metode sebelumnya. Meskipun aplikasi teknologi transgenesis pada akuakultur masih jauh tertinggal dibandingkan dengan mikroba dan tanaman, teknologi ini diharapkan memberikan kontribusi dalam perkembangan bioteknologi akuakultur. Aplikasi teknologi transgenesis mulai diaplikasikan pada spesies akuakultur sejak tahun 1980an. Keberhasilan teknologi transfer gen pada ikan pertama kali dilaporkan di Cina pada tahun 1985 (Dunham 2004). Sejak itu, teknologi transfer gen mulai dikembangkan di beberapa negara dengan fokus penelitian pada transfer gen hormon pertumbuhan. Keuntungan dari teknologi transgenesis antara lain adalah gen yang telah diintroduksi dapat terintegrasi dengan genom resipien dan selanjutnya dapat diitransmisikan ke keturunannya (Khoo 2000).

2 77 Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari karakter yang diinginkan. Prosedur umum yang diajukan oleh Khoo (2000) dalam transgenesis adalah (a) melakukan identifikasi dan persiapan gen target, (b) menemukan kesesuaian metode transfer dan promoter, dan (c) melakukan deteksi dan pemantauan organisme transgenik untuk dipelihara dan digunakan dalam program perbenihan. Teknologi transfer gen diawali dengan isolasi gen target, yang dihubungkan dengan promoter (sekuen DNA regulator) kemudian dikloning dan diperbanyak dalam plasmid. Gen tersebut selanjutnya ditransfer ke organisme lain agar terintegrasi dalam genomnya melalui metode transfer gen yang sesuai. Organisme yang telah mengandung gen asing atau gen homolog yang dimasukkan secara buatan disebut sebagai ikan transgenik (Dunham 2004). Seperti yang dilaporkan oleh Volckaert et al. (1994) bahwa transfer DNA dari luar merupakan strategi yang baik dalam mempelajari regulasi dari ekspresi gen secara in vivo. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah isolasi, karakterisasi, dan kloning promoter ProAV dan gen antivirus PmAV dari udang windu. Pemilihan promoter yang berasal dari udang windu didasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa penggunaan promoter dari ikan akan lebih baik dibandingkan dengan promoter yang diisolasi dari hewan mamalia atau mikroorganisme (Alam et al. 1996; Hanley et al. 1998; Alimuddin et al. 2003). Penggunaan promoter dari udang masih sangat terbatas pada promoter β-aktin yang diisolasi dari udang vaname dan telah dilakukan uji aktivitasnya dengan menggunakan gen GFP dan gen TSV-CP pada embrio udang vaname (Sun et al. 2005; Lu & Sun 2005). Penggunaan promoter EF-1α dari udang Marsupenaeus japonicus (pjef) yang digabungkan dengan gen GFP juga telah dilaporkan pada udang windu (Yasawa et al. 2005). Keberhasilan isolasi promoter ProAV dari udang windu memberikan harapan dalam menghasilkan konstruksi gen yang semuanya berasal dari udang (all-shrimp gene construct) dengan alasan seperti yang dijelaskan sebelumnya serta biosafety produk udang yang dihasilkan. Seperti halnya dengan promoter, gen antivirus PmAV juga telah berhasil diisolasi dari hepatopankreas udang windu. Penemuan tersebut memberikan keyakinan akan pembuatan konstruksi gen all-shrimp. Konstruksi gen yang dibuat dengan

3 78 menggabungkan promoter dan gen antivirus pada penelitian ini merupakan konstruksi gen all-shrimp pertama yang dilaporkan untuk digunakan dalam rangka produksi udang windu tahan penyakit. Keberhasilan produksi udang transgenik dipengaruhi oleh metode transfer gen yang dipilih. Metode transfer gen akan berpengaruh terhadap waktu dan biaya yang digunakan serta laju integrasi gen ke genom inang. Beberapa metode transfer gen yang dikembangkan pada mamalia telah diaplikasikan pada ikan. Metode yang umum digunakan untuk memproduksi ikan transgenik adalah mikroinjeksi. Meskipun demikian, elektroporasi, mediasi lewat sperma, gene-gun bombardment, dan transfeksi juga telah memperlihatkan efektivitasnya dalam transfer DNA ke genom ikan (Khoo 2000). Metode mikroinjeksi telah terbukti efektif dalam teknologi transgenesis pada ikan dengan mempertimbangkan ukuran telur yang relatif besar. Berbeda halnya dengan transgenesis pada krustase khususnya pada udang, beberapa peneliti telah mengkaji aplikasi beberapa metode transfer gen pada udang. Studi penggunaan tiga metode transfer gen yakni mikroinjeksi, elektroporasi, dan transfeksi gen pada udang vaname telah dilakukan oleh Sun et al. (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode transfeksi menunjukkan metode yang paling sesuai pada udang vaname berdasarkan alasan ukuran telur yang relatif kecil, daya tetas yang tinggi, serta dapat diaplikasikan dalam jumlah yang banyak. Dengan metode transfeksi menggunakan larutan jetpei, daya tetas telur udang dapat mencapai 50-60%, jauh lebih besar dibandingkan dengan metode mikroinjeksi (3-5%) dan elektroporasi (25-35%). Demikian halnya dengan jumlah telur yang bisa diberi perlakuan adalah mencapai telur untuk metode transfeksi, sedangkan metode elektroporasi hanya mencapai telur dan mikroinjeksi 50 telur. Berdasarkan pertimbangan tersebut, metode transfer gen yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode transfeksi menggunakan larutan jetpei. Dengan metode tersebut, jumlah telur yang dapat diaplikasikan relatif lebih besar, tergantung kemampuan dan keahlian dalam penyediaan telur dalam jumlah yang banyak tetapi dalam waktu yang singkat. Pada penelitian ini, telur udang windu dapat dipadatkan sampai dengan konsentrasi 370 embrio/2 ml air laut. Berdasarkan pengamatan perkembangan sel pada embrio udang windu, formasi terbentuknya dua sel mulai terlihat pada

4 79 pengamatan 60 menit setelah pemijahan, pada suhu o C. Perkembangan sel dari embrio udang windu disajikan pada Lampiran 12. Oleh karena itu, pelaksanaan transfeksi sebaiknya dilakukan sebelum terbentuknya dua sel atau sebelum 60 menit setelah pemijahan. Hal yang relatif sama disarankan juga pada udang vaname, dimana pembentukan dua sel pada embrio mulai terjadi 55 menit setelah pemijahan sehingga transfeksi gen sebaiknya dilakukan sebelum waktu tersebut atau lebih baik lagi jika dilakukan sebelum terbentuknya lapisan jeli pada permukaan telur vaname yang terjadi 13 menit setelah pemijahan (Sun et al. 2005). Meskipun demikian, Sun et al. (2005) menambahkan bahwa lapisan jeli pada permukaan telur udang vaname masih dapat ditembus oleh larutan transfeksi jetpei, namun efisiensi masuknya gen relatif rendah dibandingkan dengan fase sebelum terbentuknya jeli. Arenal et al. (2008) telah berhasil mengatasi masalah terbentuknya lapisan jeli pada udang vaname dengan cara perendaman telur selama 5 menit pada larutan urea 3 g/l air laut sebelum dilakukan transfer gen. Meskipun belum diketahui dengan pasti apakah telur udang windu juga memiliki lapisan jeli seperti vaname, tetapi antisipasi tersebut dapat dilakukan dengan mempercepat pelaksanaan transfeksi atau menggunakan larutan urea seperti yang disarankan pada udang vaname. Selain metode transfeksi, particle gun bombardment juga berpotensi untuk digunakan dalam transfer gen pada udang, karena dapat dilakukan dalam jumlah telur yang banyak yakni telur dibandingkan dengan mikroijeksi sekitar telur, dengan daya tetas yang relatif tinggi (29,8-60,3%) dibandingkan dengan mikroinjeksi yang hanya 17,6-20,1% (Yazawa et al. 2005). Seperti halnya dengan metode transfer gen, pemilihan larutan transfeksi merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Larutan transfeksi yang dipilih sebaiknya tersedia luas secara komersil, mudah diaplikasikan, memiliki kemampuan delivery yang tinggi, dan tidak bersifat toksik terhadap embrio maupun terhadap pengguna. Dengan pertimbangan tersebut, larutan transfeksi jetpei digunakan dalam penelitian ini. Larutan tersebut tersedia secara komersil dan telah digunakan secara luas. Penggunaan jetpei telah dilaporkan oleh Sun et al. (2005) dengan laju efisiensi transfer gen yang tinggi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Toksisitas larutan tersebut juga dilaporkan sangat rendah (Horbinski

5 80 et al. 2001) dan mudah mengalami degredasi secara alami (Ahn et al. 2002). Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa larutan jetpei tersebut tidak memperlihatkan toksisitas pada embrio baik pada uji aktivitas promoter maupun pada transfeksi gen antivirus. Pembuktian tersebut dilakukan dari hasil pengamatan daya tetas embrio udang windu pada perlakuan transfeksi dengan menggunakan kontrol positif (tanpa konstruksi gen) dan kontrol negatif (tanpa larutan tranfeksi dan konstruksi gen), dimana derajat penetaan embrio antara ketiga perlakuan tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05) (lihat Bab IV dan V). Hal ini menunjukkan bahwa dosis jetpei dan DNA yang digunakan tidak mempengaruhi daya tetas embrio udang windu. Hasil tersebut memberikan peluang besar dalam pengembangan teknologi transgenesis pada udang dengan menggunakan metode larutan transfeksi karena tidak membahayakan embrio udang windu. Meskipun demikian penggunaan larutan transfeksi dan DNA konstruksi pada dosis yang lebih tinggi masih perlu dikaji untuk mengetahui ambang batas yang membahayakan pada embrio udang windu. Selain itu, penggunaan dosis lebih rendah juga perlu diteliti dengan pertimbangan efisiensi biaya. Tahap penelitian selanjutnya setelah pembuatan konstruksi gen adalah pengujian aktivitas promoter. Penemuan GFP atau gen berpendar lainnya merupakan awal berkembangnya pengujian transfer gen ke embrio khususnya pada analisis aktivitas sebuah promoter secara in vivo. Pengujian aktivitas promoter umumnya dilakukan dengan cara introduksi konstruksi gen promoter yang telah disambungkan dengan gen penanda misalnya GFP sehingga ekspresi sementaranya dapat diamati (Takagi et al. 1994, Muller et al. 1997, Hamada et al. 1998, Alimuddin 2003, Kobolak & Muller 2003, Maclean et al. 2002, Kato et al. 2007). Oleh karena itu, untuk mengetahui aktif atau tidaknya promoter antivirus yang telah diisolasi dari udang windu, uji aktivitas promoter pada embrio dan larva udang windu dilakukan dengan memanfaatkan gen berpendar EGFP sebagai gen penanda. Untuk tujuan tersebut, telah dibuat konstruksi gen promoter ProAV yang disambungkan dengan gen EGFP (pproav-egfp). Promoter ProAV dalam penelitian ini menunjukkan aktivitasnya dalam meregulasi ekspresi gen EGFP. Masuknya gen EGFP dalam embrio udang windu

6 81 merupakan suatu keberhasilan awal dalam rangka transfer gen target yang akan dilakukan pada tahap berikutnya. Kemampuan promoter mengatur ekspresi gen EGFP tidak terlepas dengan keberadaan beberapa elemen penting regulator atau dikenal dengan faktor transkripsi. Keberadaan faktor transkripsi seperti kotak TATA, MRE, TCF-1, SP-1, GAL-4, dan GATA-1 merupakan elemen penting yang berperan dalam keberhasilan promoter mengatur ekspresi gen target (lihat Bab II). Promoter umumnya memiliki elemen TF penting yang berfungsi dalam peningkatan ekspresi dengan stimulasi gen target, dan pengaturan ekspresi sementara, serta pengarahan proses transkripsi berlangsung pada posisi yang benar (Takagi et al. 1994). Analisis ekspresi gen EGFP pada embrio dan larva udang windu memberikan bukti utama aktifnya promoter antivirus ProAV. Selain alasan keberadaan beberapa TF, aktifnya promoter disebabkan karena promoter antivirus yang diintroduksikan merupakan promoter yang diisolasi dari udang windu. Selain TF, keberadan sekuen mikrosatelit dalam promoter akan berpengaruh pada aktivitas promoter. Walaupun mekanisme hambatan sekuen mikrosatelit terhadap aktivitas promoter tidak diketahui dengan pasti, uji aktivitas secara in vitro menunjukkan bahwa promoter yang mengandung sekuen mikrosatelit memberikan efek negatif dalam aktivitas promoter untuk mengekspresikan gen target (Luo et al. 2007). Karena itu, promoter yang digunakan dalam penelitian ini adalah promoter antivirus yang tidak mengandung sekuen mikrosatelit dengan menggunakan primer forward yang didesain khusus setelah sekuen mikrosatelit. Di lain pihak, sekuen mikrosatelit dewasa ini sudah mulai digunakan sebagai DNA marker untuk mengidentifikasi udang tahan penyakit. Mukherjee & Mandal (2009) telah melaporkan bahwa marker DNA mikrosatelit dapat digunakan untuk membedakan udang windu yang resisten dengan yang tidak resisten. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa udang yang resisten tidak memiliki fragmen DNA mikrosatelit dengan panjang sekuen sekitar 71 bp, dan sebaliknya fragmen tersebut ada pada udang yang tidak resisten. Hal ini berimplikasi bahwa DNA marker tersebut dapat digunakan sebagai marker pembantu dalam seleksi (marker assisted selection, MAS) pada program pemuliaan udang windu dalam menghasilkan udang resisten penyakit. Walaupun

7 82 tidak diketahui dengan jelas penyebab kealfaan fragmen DNA tersebut pada udang resisten, DNA mikrosatelit diduga memiliki peran penting dalam gen udang resisten penyakit atau regulasi dari gen yang terkait dengan imunitas udang. Hasil uji aktivitas promotor pada penelitian ini merupakan acuan dalam melaksanakan tahapan penelitian selanjutnya yakni transfer gen antivirus PmAV pada embrio udang windu. Konstruksi gen dibuat dengan menggabungkan promoter dengan gen antivirus (pproav-pmav) untuk tujuan analisis ekspresi gen antivirus pada udang windu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi gen antivirus PmAV pada embrio dan larva udang windu memperlihatkan pola yang mirip dengan pola ekspresi gen EGFP. Hal ini disebabkan karena promoter yang digunakan sebagai pengendali ekspresi gen PmAV dan EGFP adalah sama. Tingkat ekspresi gen antivirus PmAV masih rendah sampai dengan 12 jst, mencapai level tertinggi pada jam ke-24 jst atau satu hari setelah transfeksi, dan menurun pada 30 jst. Pola ekspresi yang relatif sama didapakan pada beberapa spesies ikan yang berbeda (Hamada et al. 1998; Ath-thar 2007; Purwanti 2007). Sampai saat ini, analisis gen antivirus PmAV secara in vivo belum pernah dilaporkan. Keberhasilan transfer gen antivirus PmAV ke embrio udang windu pada penelitian ini merupakan yang pertama kali dilakukan. Penelitian sebelumnya masih terbatas pada kajian in vitro. Luo et al. (2003) pertama kali memperkenalkan gen antivirus PmAV yang dilibatkan dalam resistensi udang windu terhadap virus. Penelitian yang dilakukan tersebut memberikan gambaran kunci dalam mempelajari imunitas non-spesifik pada udang yang akan bermanfaat dalam pengendalian penyakit akibat serangan virus. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya aktivitas protein rekombinan PmAV dalam menghambat infeksi virus pada kultur sel ikan. Hasil analisis DNA genom pada penelitian ini menunjukkan bahwa persentase udang windu F 0 yang membawa gen PmAV adalah 37,5-75,0%. Masuknya gen antivirus adalah merupakan indikator utama keberhasilan introduksi gen asing ke dalam embrio udang windu. Efisiensi transfer gen sangat tergantung dari metode transfer dan spesies yang digunakan. Laju transfer gen pada udang kuruma Marsupenaeus japonicus relatif rendah yakni 1% untuk metode mikroinjeksi dan 0,42% untuk metode particle-bombardment.

8 83 Keberhasilan mengintroduksi gen asing ke embrio udang putih L. schmitti sekitar 36% dengan metode elektroporasi (Arenal et al. 2008). Efisiensi introduksi gen TSV-CP yang relatif tinggi (72%) telah dilaporkan oleh Sun et al. (2005) pada udang vaname L. vannamei dengan menggunakan metode transfeksi. Selanjutnya, dengan metode elekroporasi, Tseng et al. (2000) telah membuktikan bahwa transfer gen BAP (bacterial alkaline phosphatase) dapat terintegrasi dalam DNA genom udang windu, dimana laju integrasi gen tersebut dapat mencapai 31%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian ini dan beberapa penelitian sebelumnya, transfer gen asing ke embrio udang tidak lagi merupakan kendala dalam pengembangan produksi udang transgenik di masa mendatang. Introduksi gen PmAV merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan resistensi udang windu dalam melawan patogen termasuk WSSV yang merupakan penyebab utama penyakit virus di Indonesia. Untuk mengetahui ketahanan udang windu transgenik F 0, maka dilakukan uji tantang dengan WSSV dengan mengamati kelangsungan hidup dan analisis ekspresi gen antivirus PmAV. Resistensi yang tinggi pada udang windu transgenik telah dibuktikan pada penelitian ini. Ketika ditantang dengan WSSV, udang transgenik dapat bertahan hidup dari serangan virus tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan tersebut diduga akibat adanya suatu bentuk pertahanan imunitas udang windu yang disebabkan oleh penambahan imun antivirus melalui transfer gen antivirus PmAV. Pembuktian tersebut tidak hanya terbatas pada pengamatan kelangsungan hidup, tetapi juga analisis ekspresi gen antivirus pada udang windu transgenik (lihat Bab V). Peningkatan kelangsungan hidup udang transgenik dapat mencapai 24,5% dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan resistensi ikan atau udang yang telah diintroduksi gen pengkode ketahanan tubuh (imunitas) telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Anderson et al. (1996) telah melaporkan potensi peningkatan ketahanan penyakit virus pada ikan rainbow trout Onchorhynchus mykiss. Resistensi yang tinggi terhadap serangan bakteri pada ikan transgenik telah dilaporkan pada ikan channel catfish (Dunhan et al. 2002), ikan medaka (Sarmasik et al. 2002), dan ikan salmon (Austin & Allen- Austin 1985; Traxler et al. 1999). Oleh karena itu, pencarian gen-gen pengkode antibakteri semakin intensif dilakukan (Steiner et al. 1981; Bevins & Zasloff

9 ; Lehrer et al. 1993; Boman 1996; Hoffmann et al. 1996; Hancock 1997) sebagai bahan utama dalam pembuatan konstruksi gen untuk mendukung aplikasi teknologi transgenesis di masa mendatang. Pada udang, peningkatan resistensi melalui teknologi transgenesis masih terbatas. Keberhasilan dalam mengisolasi gen pengkode antimikroba penaeidin dari beberapa spesies krustase merupakan tahap awal dalam upaya peningkatan immunitas udang melawan serangan patogen penyebab infeksi penyakit. Destoumieux et al. (1997) melaporkan bahwa aplikasi penaeidin telah memperlihatkan efek peningkatan resistensi pada udang vaname. Selain itu, pendekatan lain dalam upaya peningkatan imunitas udang telah dilakukan melalui teknologi vaksinasi dan imunostimulasi baik menggunakan rekombinan DNA atau protein virus WSSV pada udang P. chinensis maupun menggunakan RNA untai ganda (dsrna) pada udang vaname. Selanjutnya penelitian peningkatan ketahanan terhadap penyakit pada udang vaname telah dilakukan oleh Lu & Sun (2005) dengan mengintroduksi gen TSV-CP sehingga dapat meningkatkan resistensinya terhadap penyakit serangan virus TSV sampai dengan 39%. Hasil tersebut berimplikasi akan besarnya potensi pengembangan udang transgenik di masa mendatang, yang akan berguna dalam peningkatan kelangsungan hidup udang windu yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan produksi udang windu. Dunham (2009) menyatakan bahwa keuntungan teknologi transgenesis untuk memproduksi ikan resisten terhadap penyakit (innately diseases-resistant fish) adalah tidak diperlukan biaya dan tenaga yang lebih besar dalam menyediakan imunisasi spesifik untuk setiap patogen sehingga menawarkan potensi ekonomi pada industri akuakultur. Meskipun demikian, mekanisme molekular dari respons imun antivirus pada krustase belum banyak diketahui secara pasti dan menyeluruh (Liu et al. 2009), sehingga penelitian yang lebih mendalam masih perlu dilakukan agar pendekatan ini dapat digunakan dalam mengatasi masalah penyakit pada udang windu. Teknologi transgenesis memberikan peluang besar dalam mengembangkan strain yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap patogen penyebab penyakit. Saat ini, perbaikan genetik induk udang pada akuakultur umumnya dilakukan melalui teknik pemijahan selektif secara tradisional seperti seleksi,

10 85 perkawinan silang, dan hibridisasi (Liu & Corder 2004). Penggunaan marker DNA dan manipulasi gen belum banyak dilakukan dalam industri akuakultur. Salah satu teknik yang memiliki potensi adalah penggunaan DNA marker sebagai alat bantu dalam program seleksi atau lebih dikenal dengan istilah MAS. Implikasi lain dari hasil penelitian ini adalah peluang penggunaan gen antivirus PmAV yang diekspresikan oleh udang tahan penyakit dijadikan sebagai MAS untuk kegiatan seleksi udang windu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa udang yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap serangan penyakit virus (udang yang lolos dari serangan WSSV) memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gen antivirus PmAV lebih baik dibandingkan dengan udang windu lainnya. Keberadaan fragmen cdna pada posisi sekitar 513 bp dapat dijadikan sebagai marker DNA udang resisten dalam program seleksi. Ekspresi gen tersebut sangat tinggi pada hepatopankreas sehingga deteksi gen antivirus PmAV sangat sulit dilakukan jika sampel udang dipertahankan untuk tetap hidup. Pengembangan metode ekstraksi RNA pada beberapa organ udang perlu dilakukan tanpa menyebabkan kematian udang, misalnya melalui otot atau jaringan lain. Luo et al. (2007) melaporkan bahwa ekspresi gen antivirus PmAV pada hepatopankreas 700 kali lebih tinggi dibandingkan di otot, tetapi gen tersebut juga dapat diekspresikan pada haemosit (2,8 kali), usus (7,4 kali), dan insang (12,9 kali). Oleh karena itu, ekstraksi RNA melalui jaringan otot memberikan harapan yang dapat dilakukan untuk menjadikan gen antivirus PmAV sebagai MAS pada program pemuliaan udang windu. Meskipun saat ini ikan dan udang transgenik belum dilaporkan sebagai spesies yang diproduksi secara komersil, kemanjuran dan potensi aplikasi yang besar pada teknologi transfer gen telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan (Maclean & Penman 1990; Khoo 2000). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa udang windu transgenik memiliki daya tahan yang tinggi terhadap infeksi virus WSSV dan memiliki pertumbuhan yang relatif sama dengan non-transgenik. Hal tersebut berimplikasi bahwa pemeliharaan udang windu transgenik diduga dapat membangkitkan kembali kejayaan budidaya udang windu Indonesia di masa datang. Namun demikian, untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai penelitian lebih lanjut diperlukan seperti produksi transgenik homosigot

11 86 dan uji daya tahan terhadap berbagai jenis virus. Untuk mencapai sasaran utama dalam produksi udang windu tahan penyakit, beberapa tahapan penelitian masih harus dilanjutkan. Identifikasi udang transgenik yang membawa gen antivirus PmAV perlu dilakukan pada gamet untuk meyakinkan akan terintegrasinya gen target yang dimasukkan ke generasi berikutnya. Produksi udang windu transgenik F 1 dan generasi selanjutnya perlu dilakukan, termasuk produksi transgenik homosigot yang berguna dalam produksi masal udang transgenik. Selain itu, perlu dilakukan uji tantang udang transgenik dengan berbagai virus atau bakteri yang biasa menyerang udang windu, untuk mengatahui performa udang windu transgenik dalam melawan berbagai jenis patogen penyebab penyakit.

V. EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO DAN LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon

V. EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO DAN LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon V. EKSPRESI GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO DAN LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ABSTRAK Peningkatan resistensi udang windu Penaeus monodon melalui transfer gen antivirus belum pernah dilaporkan. Penelitian

Lebih terperinci

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi.

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. 66 VI. PEMBAHASAN UMUM Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *)

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) ABSTRAK Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Dalam program peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan induk unggul dalam bidang akuakultur merupakan hal yang sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik Salah satu pendekatan untuk perbaikan genetik organisme akuatik yang muncul sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri baru-baru ini adalah transgenesis, yaitu proses transfer

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH.

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH. 58 5. PEMBAHASAN UMUM Tujuan umum introduksi gen asing ke dalam genom ikan adalah membuat ikan dengan karakteristik komersial yang lebih baik untuk meningkatkan produksi akuakultur. Sejak pertengahan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

PENINGKATAN RESISTENSI UDANG WINDU Penaeus monodon TERHADAP PENYAKIT WHITE SPOT SYNDROME VIRUS MELALUI TRANSFER GEN Penaeus monodon ANTIVIRAL

PENINGKATAN RESISTENSI UDANG WINDU Penaeus monodon TERHADAP PENYAKIT WHITE SPOT SYNDROME VIRUS MELALUI TRANSFER GEN Penaeus monodon ANTIVIRAL PENINGKATAN RESISTENSI UDANG WINDU Penaeus monodon TERHADAP PENYAKIT WHITE SPOT SYNDROME VIRUS MELALUI TRANSFER GEN Penaeus monodon ANTIVIRAL ANDI PARENRENGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

TRANSFER GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO UDANG WINDU, Penaeus monodon DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DEOXYRIBO NUCLEIC ACID

TRANSFER GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO UDANG WINDU, Penaeus monodon DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DEOXYRIBO NUCLEIC ACID TRANSFER GEN ANTIVIRUS PADA EMBRIO UDANG WINDU, Penaeus monodon DALAM BERBAGAI KONSENTRASI DEOXYRIBO NUCLEIC ACID Andi Parenrengi, Andi Tenriulo, Syarifuddin Tonnek, dan Samuel Lante Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila TINJAUAN PUSTAKA Transfer Gen Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik ikan nila antara lain, (1) introduksi jenis unggul dari luar untuk memperbaiki keragaan ikan nila lokal dan menggunakan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan

Lebih terperinci

PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\

PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\ 21 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 20 PERFORMA LARVA UDANG WINDU, Penaeus monodon TRANSGENIK DAN TANPA TRANSGENIK PMAV PASCA UJI VITALITAS DAN MORFOLOGI\ Samuel Lante, Andi Tenriulo, dan Andi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

DASAR REKAYASA GENETIKA

DASAR REKAYASA GENETIKA DASAR REKAYASA GENETIKA Rekayasa = manipulasi = modifikasi = perubahan bahan genetik (perubahan & pemindahan gen) Cara: 1. Persilangan seksual (perkawinan) 2. Hibridisasi somatik 3. Mutasi 4. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan budidaya kategori ikan, crustacea dan moluska ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2014,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada REKAYASA GENETIKA Sukarti Moeljopawiro Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Rekayasa Genetika REKAYASA GENETIKA Teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, umumnya di alam tumbuh melekat pada substrat tertentu seperti karang, lumpur, pasir, batu, benda

Lebih terperinci

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK 8 II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK Promoter berperan penting dalam transgenesis sebagai pengatur ekspresi gen yang diintroduksi. Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( ) MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI (1414140003) RISKA AMELIA (1414142004) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Lebih terperinci

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG 110302045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agribisnis Pertemuan Ke 5 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

II. ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROMOTER GEN ANTIVIRUS DARI UDANG WINDU Penaeus monodon *)

II. ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROMOTER GEN ANTIVIRUS DARI UDANG WINDU Penaeus monodon *) II. ISOLASI DAN KARAKTERISASI PROMOTER GEN ANTIVIRUS DARI UDANG WINDU Penaeus monodon *) ABSTRAK Promoter adalah sekuen DNA spesifik yang berperan dalam mengendalikan transkripsi gen yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA

TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA Media Akuakultur Vol. 10 No. 1 Tahun 2015: 7-11 TRANSFEKSI MERUPAKAN METODE TEKNOLOGI TRANSGENIK PENYISIPAN GREEN FLOURESCENT PROTEIN TERHADAP IKAN WILD BETTA Eni Kusrini Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. KLONING dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. DI BID PERTANIAN KLON = sekelompok individu yang genetis uniform berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK 50 VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Vektor Kloning Protein rgh Isolasi Plasmid cdna GH. Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna; El-mGH, Og-mGH dan Cc-mGH berhasil diisolasi dari bakteri konstruksi E. coli DH5α dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT 37 V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT The research intends to analyse expression of growth hormone gene of tilapia (tigh)

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan

I. PENDAHULUAN. genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu proses umum dalam manipulasi gen yang akan ditransfer ke genom sel tanaman adalah kloning gen. Proses ini dilakukan dengan menyisipkan gen target ke dalam vektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Teknologi Molekuler Dalam Akuakultur. dalam maupun di luar negeri. Produksi akuakultur diharapkan dapat ditingkatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Teknologi Molekuler Dalam Akuakultur. dalam maupun di luar negeri. Produksi akuakultur diharapkan dapat ditingkatkan 6 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Teknologi Molekuler Dalam Akuakultur Saat ini keamanan pangan telah menjadi isu hangat di masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Produksi akuakultur diharapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. transfer gen sejak penelitian pertama ikan transgenesis dimulai (Zhu dkk., 1985).

TINJAUAN PUSTAKA. transfer gen sejak penelitian pertama ikan transgenesis dimulai (Zhu dkk., 1985). TINJAUAN PUSTAKA Teknologi Transgenesis Telah lebih dari 35 spesies ikan berbeda telah telah diteliti untuk kegiatan transfer gen sejak penelitian pertama ikan transgenesis dimulai (Zhu dkk., 1985). Transgenesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Koi herpesvirus (KHV) adalah virus yang menginfeksi ikan mas dan koi dan bersosiasi dengan kematian massal (Hedrick et al. 2000). Virus ini pertama kali teridentifikasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya perikanan banyak diminati masyarakat untuk meningkatkan pendapatan serta memperoleh keuntungan yang cukup banyak. Salah satu budidaya ikan yang bisa dijadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk.,

I. PENDAHULUAN. dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi kelautan dari sektor budidaya yang sudah banyak diminati untuk dikembangkan adalah budidaya kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Putri dkk., 2013a). Meskipun usaha

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot, Panjang, dan Biomassa Peningkatan bobot rerata dan biomassa ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

Oleh : Erwin Maulana Farda Arifta Nanizza Lidwina Roumauli A.S Ramlah Hardiani

Oleh : Erwin Maulana Farda Arifta Nanizza Lidwina Roumauli A.S Ramlah Hardiani BIOTEKNOLOGI JAGUNG BT DAN KULTUR JARINGAN PISANG Oleh : Erwin Maulana 115100301111050 Farda Arifta Nanizza 115100301111054 Lidwina Roumauli A.S 115100307111008 Ramlah Hardiani 115100307111006 JURUSAN

Lebih terperinci

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh REVERSE TRANSKRIPSI RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd Oleh UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v )

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v ) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Plasmid merupakan molekul DNA berukuran relatif kecil, melingkar, dan beruntai ganda. Plasmid membawa gen-gen yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid digunakan

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium Hasil analisis kandungan madu menunjukkan bahwa kadar flavonoid dan kalium tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya, i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu ikan air tawar yang memiliki sejumlah keistimewaan yaitu pertumbuhannya cepat, pemeliharaanya relatif mudah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012 MK. GENETIKA (BIOLOGI SEM 4) Kuswandi* FMIPA UNY 2012 Email *: paramita@uny.ac.id 2 1. From Mendel to DNA 2. The double helix 3. Genomics 4. The impact of genetic engineering 5. Model organisms 6. The

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN REKAYASA GENETIKA DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA

PERKEMBANGAN REKAYASA GENETIKA DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA Perkembangan rekayasa genetika dalam budidaya ikan hias di Indonesia (Eni Kusrini) PERKEMBANGAN REKAYASA GENETIKA DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA Eni Kusrini Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain mudah, peluang usaha

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo ( Clarias gariepenus ) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika dan pertama kali diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1986.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal

I. PENDAHULUAN. *Tanda titik dibaca sebagai desimal 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas penting yang harus dikembangkan, karena permintaan konsumsi dalam maupun luar negeri cukup tinggi. Pemerintah telah mencanangkan budidaya udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PERTANIAN Struktur & Komponen Sel Teknik Dasar Macam Kuljar 1 Macam Kuljar 2 Bahan Genetik Perubahan Genetik UTS Manipulasi Genetik Rekombinasi DNA Rekayasa Genetik Enzim Restriksi Ligase Teknik Transformasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER H. Sofjan Sudardjad D. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Jl.Harsono RM. No. 3 Gedung C Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550

Lebih terperinci

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian Benyamin Lakitan Pengertian & Tujuan Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah ilmu atau upaya untuk menghasilkan varietas, kultivar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk perikanan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan budidaya perikanan dengan intensif (Gardenia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi perikanan dunia mengalami peningkatan hingga 11% selama 10 tahun terakhir (Van West 2006). Data FAO (2010) menyebutkan bahwa produksi perikanan di Indonesia

Lebih terperinci

Pencarian Kultur Baru. Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Teknik plating. Kultur Diperkaya 10/14/2014

Pencarian Kultur Baru. Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Teknik plating. Kultur Diperkaya 10/14/2014 Isolasi dan Perbaikan Kultur 10/14/2014 Nur Hidayat Materi Kuliah Bioindustri http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id http://ptp2007.wordpress.com http://bioindustri.blogspot.com Pencarian Kultur Baru Contoh

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio

AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio AKTIVITAS PROMOTER KERATIN DAN HEAT SHOCK PADA IKAN KOI Cyprinus carpio DWI HANY YANTI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci