3. PENGEMBANGAN METODE ELEKTROPORASI PADA SPERMA SEBAGAI PERANTARA TRANSFER GEN PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. PENGEMBANGAN METODE ELEKTROPORASI PADA SPERMA SEBAGAI PERANTARA TRANSFER GEN PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus)"

Transkripsi

1 25 3. PENGEMBANGAN METODE ELEKTROPORASI PADA SPERMA SEBAGAI PERANTARA TRANSFER GEN PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) ABSTRAK Penggunaan metode elektroporasi dengan menggunakan sperma sebagai perantara transfer gen asing untuk memproduksi ikan transgenik telah dibuktikan keberhasilannya. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal pada sperma ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus). Penelitian dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar di Sukamandi dan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik di Institut Pertanian Bogor. Plasmid yang mengandung gen EGFP (enhanced green fluorescent protein) yang disambungkan dengan promoter β-aktin ikan mas ditransfer ke dalam sperma menggunakan metode elektroporasi untuk memproduksi ikan patin siam transgenik. Elektroporasi dilakukan menggunakan tipe kejutan square wave dengan lama kejutan (pulse length) 30 milidetik dan interval kejutan (pulse interval) 0,1 detik. Perlakuan berupa kombinasi antara kuat medan listrik (125, 187,5 dan 250 V/cm) dan jumlah kejutan listrik (1 dan 3). Konsentrasi DNA plasmid adalah 10 µg/ml TE. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kuat medan listrik dari 125 sampai 250 V/cm menurunkan motilitas sperma, adapun jumlah kejutan tidak mempengaruhi motilitas sperma. Motilitas sperma yang dikejut pada 125 V/cm lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya walaupun kelangsungan hidup sperma relatif sama antar perlakuan dan kontrol kecuali pada sperma yang dilektroporasi pada 250 V/cm dengan jumlah kejutan 3 kali. Sperma yang dielektroporasi masih memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur. Derajat penetasan tertinggi berasal dari telur yang dibuahi sperma yang dielektroporasi pada 125 V/cm dengan jumlah kejutan 1 dan 3 kali. Keberadaan gen EGFP dideteksi pada sperma yang dielektroporasi maupun pada sperma yang hanya diinkubasi (kontrol). Namun, pada fase larva gen EGFP hanya dapat dideteksi pada larva yang berasal dari telur yang difertilisasi sperma yang dielektroporasi. Oleh karena itu, elektroporasi dapat digunakan untuk memproduksi ikan patin transgenik. Ekspresi gen EGFP dimulai pada fase 2-8 sel dan mencapai puncaknya pada fase neurula. Kata kunci: elektroporasi, sperma, Pangasionodon hypophthalmus

2 26 OPTIMALIZATION ELECTROPORATION METHODS ON STRIPPED CATFISH (Pangasiondon hypohthalmus) SPERM AS A CARRIER FOR GENE TRANSFER ABSTRACT The success of transgenic fish production has been proven through eggs fertilization using the electroporated sperms carrying exogenous DNA. This study was conducted in order to obtain the optimal electroporation condition for stripped catfish (Pangasionodon hypophthalmus) sperm. The research was done at Research Institute for Freshwater Fish Breeding and Aquaculture, Sukamandi and Reproduction and Genetic of Aquatic Organism Laboratory, Bogor Agricultural University. Plasmid containing enhanced green fluorescent protein (EGFP) gene driven by carp β-actin promoter was transferred into sperm using electroporation method towards transgenic stripped catfish production. Electroporation was carried out using square wave shock with pulse length of 30 ms and pulse interval of 0.1 s. Treatments are combination between electric field strengths (125; 187,5 and 250 V/cm) and pulse number (1 and 3). Exogenous DNA concentration was 10 µg/ml of Tris-EDTA. Results showed that increasing of electric field strength from 125 to 250 V/cm decreased sperm motility, while pulse number did not affect sperm motility. Electric field strength of 125 V/cm gave the best motility of sperm, although sperm viability relatively similar between treatments and control except at 250 V/cm with 3 pulses number. Further, electroporation treated sperm were able to fertilize eggs. Higher hatching rate of eggs was obtained in electroporation treatment at 125 V/cm with pulse number of 1 and 3. The persistence of transferred EGFP was detected in electroporated and incubated sperms (control). However, EGFP was only detected in larvae from eggs that fertilized by electroporated sperm. Thus, electroporation could be applied to produce transgenic stripped catfish. EGFP expression was started at 2-8 cells stage, and peak expression was achieved at neurula stage. Keywords: electroporation, sperm, Pangasionodon hypophthalmus PENDAHULUAN Pada saat ini, tersedia beberapa teknik transfer gen untuk memproduksi ikan transgenik, termasuk mikroinjeksi DNA ke dalam nukleus telur yang telah dibuahi (Ozato et al. 1986), elektroporasi pada telur dan sperma (Inoue et al. 1990; Lu et al. 2002), lipofeksi gonad (Lu et al. 2002), retroviral vector (Lin et al. 1994) dan particle gun bombardment (Yazawa et al. 2005). Di antara teknikteknik ini, mikroinjeksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dan

3 27 memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk memproduksi ikan transgenik. Namun demikian, teknik mikroinjeksi membutuhkan keterampilan yang tinggi dan keberhasilannya ditentukan oleh karakteristik telur seperti ukurannya yang kecil, korion yang keras, mudah pecah, buram, dan sebagainya (Lanes et al. 2009). Produksi hewan transgenik melalui mikroinjeksi relatif mahal dengan tingkat keberhasilan 1-4% (Anzar & Buhr 2006). Spermatozoa dapat berperan sebagai carrier DNA eksogen, karena memiliki kemampuan alami untuk mentransfer DNA eksogen ke dalam oosit dan memproduksi benih transgenik (Anzar & Buhr 2006). Brackett et al. (1971) pertama kali mendemonstrasikan bahwa sperma kelinci mampu mengikat DNA eksogen yang ada dalam larutan, dan DNA ini terlokalisasi dalam kepala sperma. Hampir dua dekade berikutnya, Arezzo (1989) dan Lavitrano et al. (1989) membuktikan bahwa sel spermatozoa bulu babi dan tikus dapat digunakan sebagai vektor untuk transfer gen. Menurut Sin et al. (2000), sperm-mediated gene transfer (SMGT) merupakan metode yang ideal untuk transfer gen secara massal pada organisme yang fertilisasinya eksternal seperti pada ikan salmon. SMGT dapat berguna untuk transgenesis pada spesies yang memiliki fekunditas yang tinggi, ukuran telur yang kecil dan dapat diakses dengan mudah pada spermatozoa (Lanes et al. 2009). SMGT efisien dalam memproduksi babi transgenik yang mengandung human decay accelerating factor (hdaf) dengan tingkat transkripsi 64% pada jaringan yang diuji. Teknik ini lebih sederhana dibandingkan mikroinjeksi pada zigot dan membuka kesempatan untuk melakukan transgenesis pada skala massal. Beberapa laporan penelitian menyebutkan bahwa spermatozoa tikus, ayam, kerbau, dan manusia mampu mengikat DNA eksogen. Walaupun hewan transgenik dari berbagai spesies telah berhasil diproduksi, efisiensi transfer DNA dengan perantara sperma masih dipertanyakan, terutama disebabkan tingkat pengikatan DNA eksogen yang rendah oleh spermatozoa, sehingga menurunkan kesempatan fertilisasi oosit oleh spermatozoa yang tertransfeksi (disarikan dari Anzar & Buhr 2006). Berdasarkan beberapa hasil penelitian pada ikan, SMGT yang baik hanya ditemukan pada sperma yang dielektroporasi, seperti pada nila (Oreochromis

4 28 niloticus), zebra (Danio rerio), salmon (Oncorhynchus tshawytscha), koan (Ctenopharyngodon idellus) dan silver red sea bream (Sparus sarba) (disarikan dari Lanes et al. 2009). Menurut Inoue et al. (1990), dibandingkan dengan mikroinjeksi, elektroporasi merupakan teknik yang lebih mudah dalam pengerjaannya karena elektroporasi pada telur hasil fertilisasi dapat memproduksi 10 sampai 100 kali lipat dibandingkan mikroinjeksi (Powers et al. 1992). Namun demikian, efisiensi transfer gen masih belum cukup mampu untuk menangani sejumlah besar telur hasil pemijahan dalam waktu yang sangat singkat pada spesies akuakultur. Aplikasi elektroporasi dengan perantara sperma pada ikan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu: (1) Teknik ini merupakan teknik transfer gen secara massal, (2) Teknik ini mampu mengatasi beberapa kekurangan sistem transfer gen konvensial yang disebabkan karakter telur seperti warna yang kabur/buram, menempel, melayang, pronuklei yang tidak tampak, dan korion yang keras, (3) DNA asing harus ditransfer ke dalam nukleus, jika telur hasil fertilisasi dielektroporasi dengan DNA asing, fragmen DNA memiliki kesempatan yang lebih besar untuk ditransfer ke dalam beberapa tempat selain blastodisk karena volumenya sangat kecil dalam telur hasil fertilisasi, (4) Sperma ikan mudah ditangani karena penambahan air secara sederhana mampu untuk mengaktifkan sperma, (5) Sperma dari hewan akuatik dapat di-kriopreservasi sehingga sperma dapat selalu tersedia untuk digunakan. Oleh karena itu, sperma ikan dapat digunakan sebagai vektor untuk mengintroduksi DNA asing untuk memproduksi ikan transgenik (Tsai 2000). Keberhasilan transfer gen ke dalam organisme akuatik telah dibuktikan melalui elektroporasi sperma menggunakan DNA eksogen sebelum fertilisasi. Efisiensi transfer DNA pada telur ikan ayu (Plecoglossus altivelis) melalui metode elektroporasi dengan perantara sperma adalah 55% ( Cheng et al. 2002), lebih baik dibandingkan loach sebesar 50% (Tsai et al. 1995), tetapi lebih rendah dibandingkan ikan zebra sebesar 80% (Powers et al. 1992). Pada penelitian ini akan dilakukan introduksi gen yang tersusun dari promoter β-aktin ikan mas (pccba) yang disambungkan dengan gen enhanced green fluorescent protein (EGFP) dengan menggunakan teknik elektroporasi pada sperma ikan patin siam

5 29 (Pangasionodon hypophthalmus). Untuk mendapatkan efisiensi transfer gen yang tinggi, pada penelitian ini diuji kombinasi tingkat kuat medan listrik (electric field strength) dan jumlah kejutan listrik (pulse number) pada sperma ikan patin siam. Diharapkan, gen EGFP yang ditransfer mampu terinsersi dan terekspresi pada ikan patin siam. BAHAN DAN METODE Koleksi Gamet Induk jantan dan betina yang digunakan adalah induk ikan patin siam berukuran 2-4 kg yang diperoleh dari Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi. Induk diseleksi berdasarkan tingkat kematangan gonadnya. Induk yang telah mencapai TKG III dipilih untuk dipijahkan. Induk hasil seleksi dari kolam induk dipindahkan ke dalam bak pemijahan. Keseragaman kematangan telur dan ovulasi diinduksi melalui penyuntikan hormon. Induk betina diberi suntikan pertama berupa HCG dengan dosis 500 IU/kg bobot. Suntikan kedua diberikan dengan selang waktu 24 jam berupa ovaprim dengan dosis 0,6 ml/kg bobot. Striping untuk mendapatkan sel telur dilakukan 9-12 jam dari penyuntikan kedua. Induk jantan diinduksi melalui penyuntikan ovaprim dengan dosis 0,2 0,3 ml/kg bobot. Striping untuk mendapatkan sperma dilakukan 9-12 jam setelah penyuntikan. Konstruksi Plasmid Konstruksi gen pccba-egfp (Hidayani 2009) yang digunakan tersusun dari promoter β-aktin ikan mas (pccba) dan gen enhanced green fluorescent protein (EGFP) dimodifikasi dari vektor ekspresi pegfp-ni (Clontech). Vektor pegfp-n1 (panjang 4,7 kb) dipotong (digesti) menggunakan enzim restriksi Kpn I dan Apa I sebelum disambungkan (diligasi) dengan sekuens promoter pccba (panjang 1,9 kb). Proses digesti dilakukan dengan melarutkan 5 µl pegfp-n1, 2,5

6 30 µl 10xK buffer, 5µl BSA, 1 µl enzim Kpn I, 1 µl enzim Apa I dan 35,5 µl SDW. Reaksi digesti diinkubasi selama satu jam pada suhu 37ºC. Proses ligasi (penyambungan) dilakukan dengan mencampurkan 1 µl pccba, 6,5 µl 2x buffer ligasi, 1 µl enzim T4 DNA ligase dan 4,5 µl plasmid pegfp-ni yang telah dipotong. Inkubasi dilakukan selama dua jam pada suhu ruang dan dilanjutkan semalam di dalam refrigerator (suhu sekitar 4 C). Peta konstruksi gen pccba-egfp (6,0 kb) dapat dilihat pada Gambar 8. Kpn I Apa I Age I Not I pccba EGFP pccba-egfp (6,0 kb) Poly A Gambar 8 Peta konstruksi gen pccba-egfp (6,0 kb). pccba= promoter β- aktin ikan mas. EGFP= enhanced green fluorescent protein. PolyA= poliadenilasi. KpnI, ApaI, AgeI, NotI= enzim restriksi. Elektroporasi Sperma Elektroporasi sperma dilakukan dengan menggunakan mesin Gene Pulser II (Biorad, USA). Sperma diencerkan dengan menggunakan larutan fisiologis (1 : 7) sebelum dicampur dengan plasmid. Untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal maka dilakukan penelitian pendahuluan untuk mendapatkan kisaran kuat medan listrik yang mendukung motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa yang tinggi sehingga tetap memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur. Kisaran kuat medan listrik yang digunakan yaitu antara V/cm. Berdasarkan hasil pada penelitian pendahuluan tersebut, diketahui bahwa kejutan listrik dengan menggunakan 250 V/cm menunjukkan nilai motilitas dan kelangsungan hidup sperma yang terbaik (Tabel 2). Pengujian lebih lanjut dilakukan untuk mendapatkan kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan listrik yang optimal sehingga didapatkan nilai motilitas spermatozoa dan ketahanan hidup spermatozoa yang tinggi serta larva yang membawa DNA eksogen. Kuat medan listrik yang diujikan adalah 125; 187,5 dan 250 V/cm

7 31 dengan jumlah kejutan listrik 1 dan 3 kali. Elektroporasi dilakukan dengan tipe kejutan square wave dengan panjang kejutan (pulse length) 30 milidetik dan interval kejutan (pulse interval) 0,1 detik. Konsentrasi DNA plasmid yang digunakan adalah 10 µg/ml dalam TE. Motilitas dan Kelangsungan Hidup Spermatozoa Kualitas sperma hasil elektroporasi diukur dengan menentukan derajat motilitasnya. Satu tetes sperma diteteskan dengan menggunakan mikropipet di atas gelas objek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pada tepi gelas penutup diteteskan akuades lalu dilihat pergerakan spermatozoa setelah terkena air di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40. Penilaian motilitas didasarkan pada kriteria banyaknya sperma yang bergerak maju (progresif) dengan skor seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria penilaian motilitas spermatozoa Kriteria Skor >70% spermatozoa bergerak cepat dengan arah maju dengan 5,0 pergerakan ekor bervariasi 55-70% spermatozoa bergerak maju dan beberapa menunjukkan 4,0 gerakan cepat 40-55% spermatozoa bergerak maju dan beberapa menunjukkan 3,0 gerakan cepat 25-40% spermatozoa menunjukkan gerakan arah maju 2, % spermatozoa menunjukkan gerakan arah maju 1,0 1-10% spermatozoa bergerak maju, kebanyakan spermatozoa tidak 0,5 bergerak semua spermatozoa tidak bergerak 0,0 Kuantitas sperma yang hidup setelah elektroporasi diamati melalui pewarnaan eosin. Sperma diteteskan di atas gelas objek dan ditambahkan eosin 2%, kemudian dicampur secara merata dan dibuat preparat ulas yang tipis. Preparat ulas dibiarkan kering udara kemudian dibilas dengan akuades. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40 dengan 3 bidang pandang. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala sperma yang berwarna merah muda dan berbentuk bulat, sedangkan kepala sperma yang mati berwarna hitam dan berbentuk tidak beraturan (Gambar 9).

8 32 Gambar 9. Spermatozoa ikan patin siam. a = spermatozoa hidup, b = spermatozoa mati Deteksi Gen EGFP pada Sperma dan Larva Ikan Patin Siam Ekstraksi DNA. Pada sampel sperma, sebelum dilakukan ekstraksi DNA, sampel sperma dicuci untuk membuang sisa plasmid pada media elektroporasi. Adapun untuk larva, tidak perlu dilakukan pencucian terlebih dahulu. Sperma hasil elektroporasi dicuci dengan cara menambahkan larutan fisiologis dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, pelet sperma diresuspensi dengan menggunakan 20 µl larutan fisiologis. Proses pencucian pelet sperma diulang sebanyak tiga kali. Sampel sperma atau larva dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 200 μl cell lysis solution (Puregene, Minneapolis, USA), 2 μl Proteinase K (20 mg/ml) dan selanjutnya dihomogenasi menggunakan vorteks. Inkubasi dilakukan pada suhu 55 C selama semalam (overnight). RNase sebanyak 2 μl (4 mg/ml) ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk dengan hati-hati dengan cara membolik-balik tabung mikro. Larutan diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit dan disimpan dalam suhu 4 C selama 5 menit. Sebanyak 200 μl protein precipitation solution (Puregene, Minneapolis, USA) ditambahkan ke dalam larutan, diaduk perlahan, dan selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi

9 33 isopropanol, lalu tabung mikro dibolak-balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 μl Etanol 70% dingin. Sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 10 menit, supernatan dibuang dan pelet DNA dikering-udarakan. Steril destillated water (SDW) sebanyak 50 μl digunakan untuk melarutkan DNA. Larutan DNA dapat disimpan dalam freezer (suhu -20 C) hingga akan digunakan dalam proses selanjutnya. Polymerase chain reaction. Keberadaan DNA eksogen (EGFP) di dalam sperma dan larva diamati dengan metode PCR. PCR dilakukan dengan menggunakan primer GFPr (5 -ACG AAC TCC AGC AGG ACC AT-3 ) dan GFPf (5 -GGT CGA GCT GGA CGG CGA CG-3 ). PCR dilakukan dengan program: 94 C selama 3 menit; (94 C selama 30 detik; 62 C selama 30 detik; 72 C selama 1 menit) sebanyak 35 siklus; 72 C selama 3 menit; dan 4 C (tak hingga). Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%. Produk amplifikasi gen EGFP berada pada ukuran sekitar 600 bp. Ekspresi Gen EGFP pada Embrio dan Larva Ikan Patin Siam Ekstraksi RNA. RNA total diisolasi dari 50 butir embrio atau larva. Sampel disimpan dalam botol sampel yang telah berisi isogen sebanyak 200 µl. Sampel dihancurkan oleh penggerus yang sebelumnya telah disterilkan dengan DEPC 1%. Ke dalam Eppendorf ditambahkan larutan isogen sampai mencapai volume akhir 800 µl. Chloroform p.a. sebanyak 200 µl ditambahkan ke dalam Eppendorf dan larutan disentrifugasi pada kecepatan rpm selama lima menit pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam Eppendorf baru yang telah berisi 400 µl isopropanol. Larutan disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 15 menit pada suhu 4 C. Pada Eppendorf akan terbentuk pelet RNA, dan cairan yang terdapat pada Eppendorf dibuang. Ke dalam Eppendorf ditambahkan 1 ml alkohol 70% (dingin) kemudian sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Pelet RNA dikeringkan dengan cara membuang larutan yang terdapat pada Eppendorf. Sampel RNA disimpan dengan cara menambahkan 30 µl DEPC 1%. Konsentrasi RNA total hasil isolasi

10 34 diukur menggunakan alat pengukur konsentrasi RNA/DNA (GeneQuant). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Sintesis cdna. Sintesis complementary DNA (cdna) menggunakan kit Ready-To-Go You-Prime First Strand Beads (Amersham pharmacia biotech, USA). Konsentrasi RNA dibuat 3 μg dalam 30 μl DEPC. Larutan RNA diinkubasi pada suhu 65 C selama 10 menit dan kemudian disimpan di atas es. Sampel RNA dipindahkan ke dalam tube FSRMB (First strand reaction mix beads) dan ditambahkan 3 μl primer dt3 RACE-VECT (5 -GTA ATA CGA ATA ACT ATA GGG CAC GCG TGG TCG ACG GCC CGG GCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT T-3 ) dengan konsentrasi 1 µg/3 µl. Larutan dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 1 jam. cdna yang terbentuk ditambahkan 30 µl SDW steril dan disimpan dalam refrigerator. Analisis Ekspresi EGFP. Ekspresi EGFP pada embrio dan larva diamati setiap enam jam dengan metode RT-PCR. PCR dilakukan dengan menggunakan primer GFPr (5 -ACG AAC TCC AGC AGG ACC AT-3 ) dan GFPf (5 -GGT CGA GCT GGA CGG CGA CG-3 ). PCR dilakukan dengan program: 94 C selama 3 menit; (94 C selama 30 detik; 62 C selama 30 detik; 72 C selama 1 menit) sebanyak 25 siklus; 72 C selama 3 menit; dan 4 C (tak hingga). Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 0,7%. Produk amplifikasi gen EGFP berada pada ukuran sekitar 600 bp. Sebagai kontrol internal digunakan gen β-aktin. Deteksi gen β-aktin dilakukan dengan menggunakan metode PCR. Primer yang digunakan adalah bact-f (5 - TAT GAA GGT TAT GCT CTG CCC-3 ) dan bact-r (5 - CAT ACC CAG GAA AGA TGG CTG-3 ). PCR dilakukan dengan program: 94 C selama 3 menit; (94 C selama 30 detik; 58 C selama 30 detik; 72 C selama 30 detik) sebanyak 30 siklus; 72 C selama 3 menit; dan 4 C (tak hingga). Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 1%. Gen β-aktin ikan patin siam berada pada ukuran sekitar 300 bp. Pengukuran level ekspresi gen EGFP dilakukan dengan mengukur ketebalan pita DNA hasil elektroforesis menggunakan software UN-SCAN-IT gel 6.1. Hasil pengukuran level ekspresi gen EGFP dibandingkan dengan gen β-aktin yang berfungsi sebagai kontrol loading RNA.

11 35 HASIL DAN PEMBAHASAN Motilitas dan Kelangsungan Hidup Spermatozoa Setelah Elektroporasi Uji pendahuluan untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal pada sperma ikan patin siam dilakukan dengan menguji berbagai level kuat medan listrik. Hasil pengujian berbagai kondisi kuat medan listrik terhadap motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Motilitas spermatozoa ikan patin siam yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kuat medan listrik Kuat medan listrik (V/cm) Indeks Motilitas (skor) Kontrol , Kelangsungan hidup spermatozoa menurun setelah dielektroporasi dari 250 sampai 1250 V/cm. Kelangsungan hidup spermatozoa yang dielektroporasi pada 250 V/cm tidak berbeda dengan 500 V/cm, tetapi berbeda dengan 750 V/cm, 1000 V/cm dan 1250 V/cm. Motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa yang dielektroporasi pada V/cm menunjukkan hasil terbaik dan tidak berbeda dibandingkan dengan spermatozoa yang tidak dielektroporasi (Gambar 10). Gambar 10. Kelangsungan hidup spermatozoa (%) yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kuat medan listrik.

12 36 Selanjutnya, untuk mendapatkan kondisi elektroporasi yang optimal, sperma dielektroporasi dengan kombinasi kuat medan listrik (125; 187,5 dan 250 V/cm) dan jumlah kejutan listrik (1 dan 3). Peningkatan kuat medan listrik dari 125 sampai 250 V/cm menyebabkan menurunnya motilitas spermatozoa, tetapi jumlah kejutan tidak mempengaruhi motilitas spermatozoa. Spermatozoa yang dielektroporasi pada 125 V/cm menunjukkan nilai motilitas terbaik. Namun demikian, kelangsungan hidup spermatozoa relatif tidak berbeda antar perlakuan dan kontrol kecuali pada spermatozoa yang dielektroporasi pada 250 V/cm dengan jumlah kejutan 3 kali. Pengaruh elektroporasi pada motilitas dan kelangsungan hidup spermatozoa ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 11. Berdasarkan data tersebut, sperma yang dielektroporasi pada 125 V/cm dengan jumlah kejutan 1 dan 3 kali memberikan kondisi terbaik untuk elektroporasi pada sperma ikan patin siam. Tabel 3. Motilitas spermatozoa yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan Perlakuan Jumlah kejutan listrik Kuat medan listrik (V/cm) 0 (Kontrol) , Gambar 11. Kelangsungan hidup spermatozoa (%) yang dielektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan.

13 37 Aplikasi kejutan listrik pada suspensi sel menginduksi polarisasi komponen membran sel dan mengembangkan potensi tegangan di seluruh membran. Pada saat perbedaan potensial antara bagian dalam dan luar membran sel melewati titik kritis, komponen membran di-reorganisasi ke dalam pori dalam area terlokalisasi, dan kemudian sel menjadi permeabel terhadap masuknya makromolekul (Knight, 1981; Knight & Scrutton, 1986). Proses modifikasi permeabilitas membran sel melalui kuat medan listrik disebut elektroporasi. Perubahan permeabilitas bersifat sementara, dengan syarat kejutan listrik tidak melebihi batas kritis bagi sel (Tsong 1983). Ukuran pori dapat diubah melalui berbagai panjang kejutan (dalam milidetik), kuat medan listrik (dalam Volt/sentimeter), dan kekuatan ionik media (Tsong 1983). Pada ikan patin siam, kelangsungan hidup spermatozoa yang dielektroporasi pada 125 V/cm adalah 58,4-66,5%, tetapi ketika sperma dielektroporasi pada 1250 V/cm menyebabkan kematian pada spermatozoa. Berdasarkan penelitian Cheng et al. (2002), motilitas sperma ikan ayu menurun sampai 50% setelah 120 detik ketika dikejut dengan voltase 9 kv. Symonds et al. (1994) juga mendemonstrasikan bahwa aktivitas sperma chinook salmon menurun dari 82% menjadi 2% pada saat sperma dielektroporasi dengan kuat medan listrik yang meningkat dari 625 V/cm menjadi 1000 V/cm. Penelitian Sin et al. (2000) pada sperma salmon menunjukkan bahwa kondisi elektroporasi optimal pada sperma salmon adalah pada kuat medan listrik 800 sampai 1000 V/cm, panjang kejutan 27,4 milidetik, dan 2 kejutan. Motilitas sperma pasca elektroporasi bergantung pada voltase, panjang kejutan, jumlah kejutan dan kekuatan ionik buffer (Symonds et al. 1994). Ukuran pori dapat diubah melalui variasi panjang kejutan (milidetik), kuat medan listrik (Volt/cm), dan kekuatan ionik dari media (Tsong 1983). Sperma yang dielektroporasi pada 125; 187,5 dan 250 V/cm tetap memiliki kemampuan untuk membuahi telur. Berdasarkan data pada Gambar 12, telur yang dibuahi oleh sperma yang dielektroporasi pada 125 V/cm dan 187,5 V/cm dengan jumlah kejutan satu kali, menunjukkan derajat pembuahan yang lebih tinggi dibandingkan telur yang dibuahi oleh sperma yang dielektroporasi pada 250 V/cm. Namun demikian, derajat penetasan telur sangat dipengaruhi oleh motilitas dan kelangsungan hidup sperma. Telur yang dibuahi oleh sperma yang

14 38 dielektroporasi pada 125 V/cm dengan jumlah kejutan 1 dan 3 kali menunjukkan nilai derajat penetasan terbaik (Gambar 13). Gambar 12. Derajat pembuahan (%) telur ikan patin siam yang dibuahi oleh spermatozoa yang dilektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan. Gambar 13. Derajat penetasan (%) telur ikan patin siam yang dibuahi oleh spermatozoa yang dilektroporasi pada beberapa tingkat kombinasi kuat medan listrik dan jumlah kejutan. Kondisi sperma ikan akan menentukan keberhasilan pembuahannya. Sperma yang baik dapat membuahi sel telur dengan baik. Terjadinya perubahan pada sperma akan mempengaruhi kerja sperma. Perubahan disini adalah dalam hal pergerakan (motilitas) dan ketahanan hidupnya. Semen yang memenuhi syarat

15 39 untuk proses pembuahan mengandung sperma yang hidup dan bergerak aktif ke depan (progresif). Persentase sperma yang motil tidak harus lebih dari 75%. Dalam penggunaan sehari-hari tidak kurang dari 50% meskipun beberapa peneliti menganjurkan 60% atau lebih tinggi (Hafez 1987). Derajat penetasan telur yang dibuahi oleh sperma yang dielektroporasi pada 125 V/cm tidak berbeda dengan kontrol. Derajat penetasan menurun pada telur yang dibuahi oleh sperma yang dielektroporasi dari 125 V/cm sampai 250 V/cm (Gambar 13). Hal ini menunjukkan bahwa sperma yang dielektroporasi pada 125 V/cm dengan jumlah kejutan 1 dan 3 kali memberikan kondisi terbaik untuk memproduksi ikan patin siam transgenik. Deteksi Gen EGFP pada Spermatozoa dan Larva Keberadaan gen EGFP pada spermatozoa ikan patin siam yang telah dielektroporasi dapat dilihat pada Gambar 14. Gen EGFP terdeteksi pada semua perlakuan, baik pada sperma yang hanya diinkubasi dalam larutan yang mengandung DNA plasmid (kontrol) tanpa elektroporasi maupun pada sperma yang dielektroporasi. Adapun deteksi gen EGFP pada larva ikan patin siam (Gambar 15) menunjukkan bahwa gen EGFP hanya ditemukan pada larva hasil pembuahan telur oleh sperma yang dielektroporasi. Larva yang berasal dari telur yang difertilisasi oleh sperma yang hanya diinkubasi dalam medium yang mengandung DNA plasmid (K), tidak menunjukkan adanya gen EGFP. 600 bp Gambar 14. Keberadaan gen EGFP (tanda kepala panah) pada spermatozoa ikan patin siam setelah dielektroporasi dan pada kontrol (K). M=marker panjang fragmen DNA (2 log-ladder); angka 1 dan 3 menunjukkan jumlah kejutaan listrik; 125, 187,5 dan 250 adalah kuat medan listrik. Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran panjang marka DNA.

16 bp Gambar 15. Keberadaan gen EGFP (tanda kepala panah) pada larva ikan patin siam setelah dielektroporasi dan pada kontrol (K). M=marker panjang fragmen DNA (2 log-ladder); angka 1 dan 3 menunjukkan jumlah kejutaan listrik; 125, 187,5 dan 250 adalah kuat medan listrik. Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran panjang marka DNA. Gen EGFP ditemukan pada sperma yang dielektroporasi maupun pada sperma yang hanya diinkubasi dalam media yang mengandung DNA plasmid. Namun pada larva, gen EGFP hanya ditemukan pada larva yang berasal dari telur yang dibuahi sel spermatozoa yang dielektroporasi. Menurut Lanes et al. (2009), jika semen diinkubasi oleh DNA eksogen tetapi tidak dielektroporasi, efisiensi SMGT untuk produksi ikan transgenik rendah atau bahkan tidak ada. Hasil penelitian Zhong et al. (2002) pada ikan koan menunjukkan bahwa sperma ikan koan yang dicampur dengan plasmid pcahlfc dan diinkubasi selama menit dan dicampurkan ke telur untuk fertilisasi buatan, memiliki efisiensi transfer gen antara 2,2 4,3%. Adapun tingkat keberhasilan transfer gen diantara benih yang diperoleh dari telur yang difertilisasi oleh sperma yang dielektroporasi yaitu antara 19,6 46,8%. Patil & Khoo (1996) melaporkan bahwa pada sel sperma ikan zebra (Danio rerio) yang diinkubasi dengan DNA asing memiliki kapasitas untuk mengambil DNA asing. Pengambilan/pemasukan DNA asing dapat ditingkatkan melalui elektroporasi. Pengikatan DNA asing oleh spermatozoa ikan zebra meningkat 1-2 kali lipat setelah dielektroporasi dengan kuat medan listrik 500, 1000, dan 1500 V/cm. Peningkatan kuat medan listrik menyebabkan penurunan motilitas sperma, bahkan pada kuat medan listrik yang tinggi menyebabkan sperma menggumpal.

17 41 Pola Ekspresi Gen EGFP pada Embrio dan Larva Ikan Patin Siam Pengamatan pola ekspresi gen EGFP dilakukan setiap enam jam sampai embrio menetas menjadi larva. Tahapan perkembangan embrio setiap enam jam dapat dilihat pada Gambar 16. Pada penelitian ini, gen EGFP yang ditransfer pada sperma ikan patin siam melalui metode elektroporasi terbukti mampu terinsersi pada embrio dan larva ikan patin siam. Selain mampu terinsersi, Gen EGFP juga diekspresikan baik pada fase embrio sampai menjadi larva (Gambar 17). Gen EGFP mulai terekspresi pada jam ke-0 (fase 2-8 sel) dan mencapai puncaknya pada jam ke-12 yaitu pada fase neurula. Ekspresi gen EGFP menurun pada jam ke-30 yaitu pada fase larva (Gambar 18). Jam ke-0 (fase 2-8 sel) Jam ke-6 (fase gastrula) Jam ke-12 (fase neurula) Jam ke-18 (fase organogenesis) Jam ke-30 (fase larva) Gambar 16. Fase perkembangan embrio ikan patin siam yang diamati setiap enam jam sekali.

18 42 kb 3,0 - M L M L kb 3,0-1,0-0,5-1,0-0,5 - EGFP BA Gambar 17. Pola ekspresi gen EGFP yang diamati selama perkembangan embrio sampai menetas. M = marker. Angka 0, 6, 12, 18 menunjukkan jam pengamatan sampel. L = larva. BA = β-aktin (kontrol internal). EGFP = enhanced green fluorescent protein. Tanda kepala panah menunjukkan keberadaan DNA target. Gambar 18. Level ekspresi gen EGFP pada embrio dan larva ikan patin siam. Gen asing yang diintroduksi ke ikan harus bisa ditranskripsi dan ditranslasi secara akurat dalam ikan resipien. Ekspresi dari gen asing dimulai setelah fase mid-blastula dan levelnya meningkat selama embriogenesis, dan selanjutnya menurun setelah menetas (Gong & Hew 1993; Liu et al. 1990). Pada ikan patin siam, puncak ekspresi gen EGFP terjadi pada jam ke-12 yaitu pada fase neurula. Puncak ekspresi DNA eksogen diduga lebih berkaitan dengan perkembangan embrio dibandingkan waktu. Pada ikan zebra (Danio rerio), puncak ekspresi DNA

19 43 eksogen terjadi pada awal gastrula (Stuart et al. 1988). Pada ikan medaka terjadi pada stadia gastrula/neurula (Chong & Vielkiend 1989). Pada loach (Misgurnus sp.) terjadi pada stadia akhir gastrula (Maclean et al. 1987), dan pada lele Afrika (Clarias gariepinus) terjadi pada awal gastrula (awal epiboli; Volckaert et al. 1994). Puncak replikasi DNA ini terjadi pada Xenopus pada akhir proses pembelahan yang cepat (midblastula terdiri dari 4000 sel, 7 jam setelah fertilisasi). Pada ikan medaka, awal transkripsi gen endogen terjadi pada stadia midblastula (Winkler et al. 1992). Ekspresi dari gen asing dimulai setelah fase mid-blastula dan levelnya meningkat selama embriogenesis, dan selanjutnya menurun setelah menetas (Gong & Hew 1993; Liu et al. 1990). Kejadian ini disebut sebagai ekspresi sementara (transient expression), yang mungkin disebabkan oleh replikasi ekstrakromosomal DNA asing. Level ekspresi selanjutnya akan menurun yang diikuti dengan degradasi dari ekstrakromosomal DNA. Akibatnya, level ekspresi gen yang terintegrasi ke kromosom resipien tidak setinggi dengan ekspresi sementara. Integrasi DNA asing pada ikan transgenik relatif rendah dan bervariasi, dan sebagian besar transgenik founder (F0) bersifat mosaic baik pada sel somatik maupun germ cell, yang menyebabkan frekuensi transmisi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diharapkan apabila mengikuti hukum segregasi Mendel (Iyengar et al. 1996). Walaupun banyak eksprerimen melaporkan keberhasilan ekspresi gen yang diintroduksikan pada ikan transgenik, ekspresi bersifat sementara (transient) pada sebagian besar eksperimen, dan hanya beberapa eksperimen yang menunjukkan adanya ekspresi yang ditransmisikan dari gen reporter yang terintegrasi (Lin et al. 1994, Kinoshita et al. 1996). Transfer gen EGFP melalui metode elektroporasi pada sperma ikan patin siam menunjukkan bahwa gen EGFP mampu terinsersi dan terekspresi pada larva ikan patin siam. Keberhasilan ini membuka kesempatan untuk memproduksi ikan patin siam transgenik dengan karakteristik yang diinginkan. Peningkatan produksi ikan patin siam dibutuhkan seiring dengan adanya isu meningkatnya populasi manusia, menurunnya kualitas lingkungan perairan, dan meningkatnya kepedulian masyarakat akan pentingnya makanan yang bernutrisi tinggi. Transfer berbagai jenis gen terbukti mampu meningkatkan karakteristik tertentu pada ikan seperti

20 44 transfer gen GH mampu meningkatkan pertumbuhan ikan mud loach (Nam et al. 2001), transfer gen cecropin mampu meningkatkan resistensi ikan medaka terhadap Pseudomonan fluorescents dan Vibrio anguillarum (Sarmasik et al. 2002), dan transfer gen AFP mampu meningkatkan toleransi ikan salmon terhadap temperatur dingin (Hew et al. 1992). KESIMPULAN Metode elektroporasi melalui sperma dapat digunakan untuk transfer gen pada ikan patin siam. Tingkat kuat medan listrik yang sesuai untuk elektroporasi sperma ikan patin siam adalah 125 V/cm. Promoter β-aktin ikan mas dapat digunakan untuk membuat ikan patin siam transgenik.

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK

VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK 50 VI. TRANSFER GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN IKAN NILA (tigh) PADA IKAN LELE (Clarias sp) DENGAN METODE ELEKTROPORASI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberhasilan introduksi gen penyandi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ikan patin siam (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Dalam program peningkatan produksi

Lebih terperinci

4. EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus)

4. EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) 45 4. EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) ABSTRAK Penggunaan konsentrasi DNA yang tinggi dalam elektroporasi sperma meningkatkan pengikatan DNA

Lebih terperinci

POLA EKSPRESI GEN ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA EMBRIO DAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)

POLA EKSPRESI GEN ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA EMBRIO DAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) Pola ekspresi gen enhanced green fluorescent... (Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi) POLA EKSPRESI GEN ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA EMBRIO DAN LARVA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH.

5. PEMBAHASAN UMUM. Tabel 5. Beberapa konstruksi gen all fish dalam pembuatan ikan transgenik GH. 58 5. PEMBAHASAN UMUM Tujuan umum introduksi gen asing ke dalam genom ikan adalah membuat ikan dengan karakteristik komersial yang lebih baik untuk meningkatkan produksi akuakultur. Sejak pertengahan tahun

Lebih terperinci

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi.

adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. 66 VI. PEMBAHASAN UMUM Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Ikan Uji Larva ikan gurame diperoleh dari pembenihan di Desa Ciherang Kec. Darmaga, Kab. Bogor. Larva dipelihara dalam akuarium berukuran 1,0x0,5x0,5 m 3 dengan kepadatan sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN UMUM Latar belakang Produksi akuakultur setiap tahun meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Februari 2010. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme

Lebih terperinci

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT

V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT 37 V. EXPRESSION OF GROWTH HORMONE GENE OF TILAPIA (tigh) IN CATFISH (Clarias sp.) TRANSGENIC FIRST GENERATION ABSTRACT The research intends to analyse expression of growth hormone gene of tilapia (tigh)

Lebih terperinci

STUDI OVER-EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN MELALUI ELEKTROPORASI SPERMA UNTUK MEMBUAT IKAN PATIN SIAM TRANSGENIK CEPAT TUMBUH

STUDI OVER-EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN MELALUI ELEKTROPORASI SPERMA UNTUK MEMBUAT IKAN PATIN SIAM TRANSGENIK CEPAT TUMBUH STUDI OVER-EKSPRESI GEN PENYANDI HORMON PERTUMBUHAN MELALUI ELEKTROPORASI SPERMA UNTUK MEMBUAT IKAN PATIN SIAM TRANSGENIK CEPAT TUMBUH RADEN RORO SRI PUDJI SINARNI DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil

PENDAHULUAN. sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan induk unggul dalam bidang akuakultur merupakan hal yang sangat pokok dalam menunjang keberlanjutan kegiatan budidaya dan hasil produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *)

IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) IV. AKTIVITAS PROMOTER ANTIVIRUS PADA UDANG WINDU Penaeus monodon MENGGUNAKAN GEN EGFP (ENHANCED GREEN FLUORESCENT PROTEIN) SEBAGAI PENANDA *) ABSTRAK Untuk mengetahui aktivitas promoter, diperlukan adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal** Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva Dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Egg Hatching Rate and Survival of Larvae produced from Supplementation of Honey

Lebih terperinci

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG

DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG DETEKSI DAN ANALISIS EKSPRESI TRANSGEN (PhGH) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F3 FERY JAKSEN SIHOTANG 110302045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK

II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK 8 II. AKTIVITAS PROMOTER ß-AKTIN IKAN MEDAKA PADA IKAN LELE (Clarias sp) ABSTRAK Promoter berperan penting dalam transgenesis sebagai pengatur ekspresi gen yang diintroduksi. Penelitian ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari VI. PEMBAHASAN UMUM Produksi udang windu tahan penyakit atau memiliki daya tahan tubuh yang kuat (resisten) terhadap patogen merupakan salah satu strategi yang perlu dilakukan dalam upaya mengendalian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transgenik Salah satu pendekatan untuk perbaikan genetik organisme akuatik yang muncul sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri baru-baru ini adalah transgenesis, yaitu proses transfer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan terhadap sampel yang dikoleksi selama tujuh bulan mulai September 2009 hingga Maret 2010 di Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR Tujuan: i) Mengerti metode umum mengisolasi DNA ii) Mengisolasi DNA dari buah dan sel-sel epithelial mulut iii) Mengerti dan mempraktek teknik PCR dengan sempel DNA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan identifikasi penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel dilakukan di Laboratorium Nematologi dan Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus)

EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) Efektivitas transfer dan ekspresi gen PhGH pada... (Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi) EFEKTIVITAS TRANSFER DAN EKSPRESI GEN PhGH PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) Raden Roro Sri Pudji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan Pada penelitian ini, sampel yang digunakan dalam penelitian, adalah cacing tanah spesies L. rubellus yang berasal dari peternakan cacing tanah lokal di Sekeloa, Bandung.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

INTRODUKSI GEN PENYANDI 6-DESATURASE-LIKE PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus) ANNY HARY AYU SUARDI

INTRODUKSI GEN PENYANDI 6-DESATURASE-LIKE PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus) ANNY HARY AYU SUARDI INTRODUKSI GEN PENYANDI 6-DESATURASE-LIKE PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus) ANNY HARY AYU SUARDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA

V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan proliferasi sel spermatogonia ikan gurami yang terkolonisasi pada

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR

PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR PENGEMBANGAN MARKA MOLEKULER DNA DALAM IDENTIFIKASI SEL GONAD IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN PCR MARLINA ACHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA IKAN MAS TRANSGENIK NURLY FARIDAH

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA IKAN MAS TRANSGENIK NURLY FARIDAH INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA IKAN MAS TRANSGENIK NURLY FARIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Vektor Kloning Protein rgh Isolasi Plasmid cdna GH. Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna; El-mGH, Og-mGH dan Cc-mGH berhasil diisolasi dari bakteri konstruksi E. coli DH5α dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu nr. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tanggal 10 sampai dengan 28 Desember 2003.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG

EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG EFEKTIVITAS PROMOTER KERATIN IKAN FLOUNDER JEPANG Paralichthys olivaceus DAN PROMOTER HEATSHOCK IKAN RAINBOW TROUT Oncorhynchus mykiss PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus ARIEF EKO PRASETIYO SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

Pematangan Gonad di kolam tanah

Pematangan Gonad di kolam tanah Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkemang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

Insersi gen lisozim pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878) untuk membentuk galur tahan penyakit

Insersi gen lisozim pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878) untuk membentuk galur tahan penyakit Jurnal Iktiologi Indonesia, 15(2): 119-127 Insersi gen lisozim pada ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878) untuk membentuk galur tahan penyakit [Lysozyme gene insertion in striped

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Lampiran 1. Data dan analisis karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. 1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF Pemijahan ikan lele semi intensif yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu: Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada ketinggian 1200-1400

Lebih terperinci