3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR"

Transkripsi

1 42 3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Istilah minyak dan lemak merupakan petunjuk mengenai sifat fisiknya, dimana pada suhu kamar minyak berfase cair sedangkan lemak berfase padat (Timms 1985). Minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebagai suatu bahan berbasis minyak dan lemak, memiliki karakteristik yang khas terkait perubahan sifat fisiknya akibat pengaruh suhu. Pada pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa, pengaruh suhu terhadap perubahan sifat fisik CPO sangat penting untuk diketahui, khususnya pada saat CPO dialirkan dalam sistem pipa yang mengalami perubahan suhu selama pengaliran. Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh komposisi asam lemak dan susunan asam lemak tersebut di dalam triacylglycerol (TAG). Menurut Ong et al. (1995), karakteristik fisik dasar minyak sawit mencakup berat jenis atau densitas (density), panas jenis (specific heat), panas lebur (heat of fusion), dan kekentalan atau viskositas (viscosity). Karakteristik fisik empiris minyak sawit antara lain titik leleh (melting point), kandungan lemak padat (solid fat content atau SFC), serta sifat fase dan polimorfisme lemak sawit. Terkait dengan sistem pengaliran CPO di dalam pipa, sifat fisik yang berperan adalah densitas, sifat reologi, dan sifat kristalisasi lemaknya yang dinyatakan dengan SFC. Codex Alimentarius Comission (CAC) dalam CAC/RCP 36 (CAC 2005), merekomendasikan suhu pengaliran CPO dalam pipa adalah o C. CPO harus terus dipertahankan pada kisaran suhu tersebut agar CPO berada dalam fase cair dan tidak mengalami kristalisasi. Upaya untuk mempertahankan suhu agar tetap tinggi antara lain dengan penggunaan insulasi di sepanjang pipa dengan material yang dapat menghambat terjadinya pelepasan panas yang berlebihan dari CPO bersuhu tinggi ke lingkungan. Kondisi pengaliran pada suhu tinggi tersebut selama ini telah diaplikasikan untuk jarak dekat, misalnya untuk menghubungkan antara tangki penyimpanan dengan truk tangki pengangkut CPO.

2 43 Pada sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, suhu awal CPO yang tinggi akan mengalami penurunan akibat pelepasan panas ke lingkungan. Pada saat terjadi penurunan suhu tersebut, karakteristik CPO khususnya sifat fisik densitas, sifat reologi, dan nilai SFC akan mengalami perubahan. Perubahan sifat fisik CPO akibat pengaruh suhu pengaliran, akan menentukan kendali proses pengalirannya sesuai desain pipa yang digunakan. Menurut Fasina et al. (2006), perubahan sifat reologi akibat pengaruh suhu akan menentukan energi yang dibutuhkan untuk pemompaan minyak. Dengan demikian, pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO perlu dipelajari secara lebih mendalam. Data karakteristik CPO akibat pengaruh suhu sangat penting artinya sebagai dasar di dalam menyusun rancangan teknik kendali untuk mempertahankan sifat fisik CPO agar tetap dapat dialirkan di dalam sistem pipa. Beberapa penelitian yang mengkaji pengaruh suhu terhadap sifat fisik minyak nabati telah dilakukan, antara lain oleh Tangsathitkulchai et al. (2004), Fasina et al. (2006), dan Kim et al. (2010), akan tetapi penelitian tersebut tidak menggunakan sampel CPO. Suhu diketahui berpengaruh pula terhadap proses kristalisasi minyak sawit, seperti telah diteliti oleh Miskandar et al. (2002), Graef et al. (2008, 2009), dan Tarabukina et al. (2009) untuk sampel minyak sawit yang telah mengalami pemurnian (refined bleached deodorized palm oil/rbdpo). Untuk tujuan transportasi di dalam pipa, pembentukan kristal lemak yang berlebihan justru harus dapat dicegah karena dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan dalam pipa. Belum terdapat penelitian yang secara fokus mempelajari fenomena perubahan sifat fisik CPO khususnya perubahan densitas, SFC, dan sifat reologinya sebelum tahap kristalisasi lemak berlangsung. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin diperoleh informasi pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO pada kisaran suhu pengaliran sebelum induksi kristalisasi lemak terjadi akibat suhu yang menurun. Fenomena perubahan sifat fisik CPO akibat pengaruh suhu dipelajari pada kisaran suhu 25 o C hingga 55 o C, yang diasumsikan merupakan kisaran suhu pengaliran yang mungkin diterapkan dalam sistem pipa yang akan dikembangkan di Indonesia. Pengukuran sifat fisik CPO dilakukan pada kondisi pretreatment suhu standar, karena perlakuan suhu yang dialami suhu sebelum pengukuran sifat

3 44 fisik akan mempengaruhi hasil pengujian. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikembangkan model matematika pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO, serta pengujian korelasi antara parameter sifat fisik tersebut. Penelitian-penelitian terkait sifat reologi dan kristalisasi lemak seperti penelitian Chong et al. (2007) dan Vuillequez et al. (2010) menunjukkan bahwa terjadinya perubahan sifat fisik (khususnya sifat reologi dan kristalisasi) minyak/lemak bukan hanya ditentukan oleh suhu sampel saat pengukuran, tetapi juga dipengaruhi oleh lama waktu yang dialami oleh sampel saat mengalami proses penurunan dan penyetimbangan suhu. Respon perubahan sifat reologi minyak/lemak saat suhu sedang mengalami penurunan dengan laju penurunan suhu tertentu, akan menghasilkan besaran parameter sifat reologi yang berbeda. Oleh karena itu, pada kasus pengaliran CPO di dalam pipa yang akan mengalami kondisi dan waktu pengaturan suhu yang berbeda (dalam penelitian ini disebut metode penerapan suhu), informasi mengenai pengaruh metode penerapan suhu yang dialami sampel CPO terhadap hasil pengukuran sifat reologinya perlu dipelajari lebih lanjut. Pada penelitian ini diajukan model sistem transportasi CPO moda pipa yang membutuhkan tahap pemanasan kembali saat suhu CPO mengalami penurunan sebelum proses kristalisasi CPO dimulai. Dengan demikian, bila pengaliran berlangsung pada jarak tempuh yang jauh, proses penurunan suhu dan pemanasan kembali akan terjadi secara berulang di sepanjang aliran pipa pada jarak tertentu. Bagaimana pengaruh siklus suhu yang menurun dan meningkat secara berulang terhadap sifat fisik CPO juga akan dipelajari dalam tahap penelitian ini. Tujuan dari tahap penelitian ini adalah untuk memperoleh data pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO beserta pemodelan matematikanya. Secara lebih terperinci, pengaruh suhu dipelajari pada kondisi pengukuran standar, pada kondisi dengan metode penerapan suhu tertentu, dan pada kondisi ketika CPO mengalami siklus suhu menurun dan meningkat. Pendekatan kondisi pengukuran yang berbeda di dalam kajian pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO ini, diharapkan akan menghasilkan data karakteristik CPO yang lebih komprehensif dan relevan dengan teknis penggunaan data tersebut di lapangan.

4 45 Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga bulan Juni Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam tahap penelitian ini adalah sampel CPO yang diperoleh dari tiga perusahaan kelapa sawit yang berlokasi di Kalimantan Barat, Banten, dan Jakarta. Tiga sampel tersebut dipilih berdasarkan hasil pengujian Tahap I (Bab 2), dengan bilangan iod berturut-turut 51.31, 54.15, dan g/100 g sampel, untuk melihat adanya korelasi antara sifat kimia terhadap perubahan sifat fisik CPO akibat pengaruh suhu. Pada pengujian pengaruh metode penerapan suhu dan pengaruh siklus suhu terhadap sifat fisik CPO, digunakan satu sampel CPO yang berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya memiliki bilangan iod yang paling rendah, yaitu sebesar g/100 g sampel. Sampel CPO dengan bilangan iod yang berada di dekat batas bawah spesifikasi standar bilangan iod menurut SNI (yaitu sebesar g/100 g lemak), memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih rendah. Pada saat terjadi penurunan suhu, proses kristalisasi sampel CPO tersebut diperkirakan lebih mudah terjadi, lebih cepat terdeteksi, dan memberikan gambaran kondisi terberat dalam pencegahan proses kristalisasi lemak CPO. Dengan demikian, diharapkan data hasil pengujian dengan sampel CPO tersebut akan mendekati batas kritis terjadinya proses kristalisasi untuk sampel CPO pada umumnya. Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah piknometer untuk mengukur densitas CPO. Selain itu digunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Analyzer Bruker Minispec PC 100 (Bruker Optics Ltd.,

5 46 Canada) untuk mengukur kandungan lemak padat (solid fat content/sfc), dengan pengaturan suhu yang dilakukan dengan dry block untuk suhu di atas 30 o C dan waterbath circulation Thermomix UB-Frigomix untuk suhu di bawah 30 o C. Sifat reologi diukur menggunakan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20 (Karlsruhe, Jerman) yang diatur suhunya dengan HAAKE Circulator dan HAAKE Temperature Control Module F3. Digunakan pula Differential Scanning Calorimetry (DSC) tipe DSC-60 (Shimadzu Corp. Jepang) yang dikendalikan suhunya oleh software Thermal Analysis System TA-60WS untuk mengukur profil entalpi CPO. Metode Penelitian Pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO dipelajari pada kisaran suhu yang akan diterapkan dalam proses pengaliran, yaitu antara suhu kamar 25 o C hingga suhu 55 o C. Suhu 55 o C dipilih karena merupakan suhu rekomendasi Codex Alimentarius Comission sesuai CAC/RCP 36 (CAC 2005) tentang suhu maksimal pengaliran CPO. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya, SFC CPO pada suhu 55 o C telah sangat rendah, kurang dari 10%. Pengukuran sifat fisik dilakukan pada setiap selang suhu 5 o C, yaitu pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, 50, dan 55 o C. Bagan alir tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. Tahap penelitian ini diawali dengan pengukuran sifat fisik CPO pada kisaran suhu o C. Sifat fisik yang diukur terkait dengan proses pengaliran CPO di dalam pipa, mencakup densitas, SFC, dan sifat reologi. Parameter sifat reologi yang diamati mencakup parameter indeks tingkah laku aliran (flow behaviour index atau n), indeks konsistensi (concistency index atau K) dan viskositas terukur (apparent viscosity atau ). Densitas atau berat jenis ( ) CPO (g/ml) diukur mengikuti metode AOCS Cc 10a-25 (AOCS 2005), sedangkan SFC CPO diukur menggunakan NMR berdasarkan metode IUPAC ex (IUPAC 1987). Pengukuran sifat reologi dilakukan dengan HAAKE Viscometer (HAAKE 1991, 1992). Prosedur analisis sifat fisik tersebut secara lengkap dapat dilihat pada bagian prosedur analisis pada penelitian Tahap I (Bab 2), yang masing-masing dilakukan dengan minimal dua ulangan.

6 47 Pengukuran sifat fisik CPO pada kisaran suhu o C Densitas, metode AOCS Cc 10a-25 (AOCS 2005) Profil SFC, metode IUPAC ex (IUPAC 1987) Sifat reologi CPO (HAAKE 1991, 1992) Analisis pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO dan pemodelan matematikanya Pengaruh suhu terhadap densitas Pengaruh suhu terhadap SFC Pengaruh suhu terhadap sifat reologi Penentuan korelasi antar parameter sifat fisik CPO terkait dengan pengaruh suhu Korelasi densitas dengan SFC Korelasi densitas dengan sifat reologi Korelasi SFC dengan sifat reologi Pengujian pengaruh metode penerapan suhu terhadap sifat reologi CPO pada kisaran suhu o C (1) Sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 o C (2) Sampel CPO mengalami penurunan suhu dari 55 o C dengan laju 1 o C/menit menuju suhu pengukuran Pengujian pengaruh siklus suhu o C terhadap sifat fisik CPO Pengaruh siklus suhu terhadap profil entalpi Pengaruh siklus suhu terhadap SFC Pengaruh siklus suhu terhadap sifat reologi Gambar 8 Diagram alir penelitian pengaruh suhu terhadap sifat fisik minyak sawit kasar (CPO).

7 48 Sebelum dilakukan pengukuran sifat fisik, sampel CPO harus mengalami penyetimbangan suhu di suhu pengukuran selama menit. Waktu menit dipilih sebagai waktu penyetimbangan pada suhu pengukuran sesuai dengan prosedur standar penentuan densitas dan SFC. Dari tiga sampel CPO yang digunakan, dilakukan perbandingan antar sampel untuk melihat variasi sifat fisiknya akibat pengaruh suhu. Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisis data pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO tersebut, dan dilakukan penepatan model matematikanya. Parameter viskositas terukur ( ditentukan kesesuaiannya dengan model Arrhenius (Steffe & Daubert 2006). Dilakukan pula analisis korelasi antar parameter sifat fisik CPO untuk menyusun model matematika pendugaan parameter sifat fisik CPO tertentu melalui pengujian parameter sifat fisik lainnya. Pada tahap selanjutnya dipelajari pengaruh metode penerapan suhu khususnya terhadap sifat reologi CPO yang diukur dengan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20, karena sifat reologi berkaitan langsung dengan proses pengaliran di dalam pipa. Proses pengaliran CPO dapat berlangsung pada kondisi suhu setimbang yang konstan (isotermal), maupun pada suhu nonisotermal karena mengalami penurunan dari suhu 55 o C. Kedua kondisi pengaliran tersebut diperkirakan akan menghasilkan parameter sifat reologi yang berbeda. Pengaruh suhu dipelajari pada dua metode penerapan suhu yaitu: (1) sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 o C; (2) sampel CPO mengalami penurunan suhu dari suhu pemanasan awal 55 o C dengan laju 1 o C/menit menuju suhu pengukuran. Kondisi suhu setimbang pada metode penerapan suhu (1) mensimulasikan kondisi pengaliran CPO dalam pipa secara isotermal, sedangkan kondisi suhu yang belum setimbang pada metode penerapan suhu (2) mensimulasikan kondisi CPO saat mengalami penurunan suhu ketika dialirkan di dalam pipa. Melalui perlakuan tersebut, diharapkan dapat ditentukan sifat reologi CPO pada kedua metode penerapan suhu, sehingga data yang digunakan dalam perhitungan teknik kendali aliran CPO dapat lebih sesuai dengan profil perubahan suhu yang terjadi selama pengaliran CPO dalam sistem pipa.

8 49 Pada tahap berikutnya, dilakukan pengujian pengaruh siklus suhu menurun dan meningkat dengan kisaran suhu o C untuk mensimulasikan model sistem pengaliran CPO moda pipa jarak jauh yang membutuhkan tahap pemanasan kembali di beberapa lokasi untuk mencegah terjadinya kristalisasi lemak. Laju penurunan dan peningkatan suhu yang diterapkan pada penerapan siklus suhu adalah 1 o C/menit. Pengaruh siklus suhu dievaluasi melalui profil entalpi (thermogram) DSC yang dilakukan sebanyak 10 siklus, sedangkan pengaruh siklus suhu terhadap SFC dan CPO dilakukan sebanyak 3 siklus. Siklus suhu tersebut diterapkan beberapa kali pada sampel CPO dalam kondisi statis, kecuali pada pemantauan CPO yang dilakukan pada shear rate 100 s -1. Prosedur analisis pengujian pengaruh siklus suhu secara lengkap dapat dilihat pada bagian prosedur analisis, dan semua pengujian dilakukan minimal dengan dua ulangan. Untuk melihat perbedaan antar sampel atau antar perlakuan, dilakukan uji oneway analysis of variance (ANOVA one-way) menggunakan program statistik SPSS Statistics Uji Duncan multiple-range dilakukan untuk menentukan perbedaan yang nyata antara data rata-rata pada P<0.05. Prosedur Analisis Penentuan profil kandungan lemak padat dengan Nuclear Magnetic Resonance (IUPAC 1987) Penentuan profil kandungan lemak padat atau solid fat content (SFC) CPO dilakukan berdasarkan metode IUPAC Norm Version ex (IUPAC 1987) menggunakan instrumen NMR resolusi rendah (low resolution nuclear magnetic resonance) Bruker Minispec 100 NMR Analyzer. Pretreatment atau prosedur stabilisasi awal sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan menentukan nilai SFC yang diukur dengan NMR. Pada kondisi pengukuran standar, contoh uji CPO diisikan ke dalam tabung NMR setinggi cm. Sebelum dianalisis, contoh uji dipanaskan pada suhu 80 o C selama 30 menit agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Contoh uji yang telah meleleh kemudian dipertahankan pada suhu 60 o C selama 5

9 50 menit, dan selanjutnya disimpan pada suhu 0 o C selama 60 menit. Sebelum dilakukan pengukuran SFC, contoh uji dipertahankan dulu pada masing-masing suhu pengukurannya selama menit, dengan menggunakan dry block untuk suhu di atas 30 o C dan waterbath circulation Thermomix UB-Frigomix untuk suhu di bawah 30 o C. Pengujian pengaruh siklus suhu terhadap profil entalpi (modifikasi metode Saberi et al. 2011) Untuk mengetahui pengaruh siklus suhu menurun dan meningkat yang dialami CPO secara berulang terhadap profil entalpi CPO, dilakukan pengujian dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) tipe DSC-60 (Shimadzu Corp. Jepang) yang dikendalikan dengan software Thermal Analysis System TA-60WS. Hasil pengujian dengan DSC akan menghasilkan kurva profil entalpi (thermogram). Pada saat suhu menurun, diperoleh kurva eksotermik (terjadi pelepasan panas), sedangkan pada saat suhu meningkat diperoleh kurva endotermik (terjadi penyerapan panas). Tahap persiapan sampel dan instrumen yang digunakan dalam percobaan ini sama dengan yang digunakan dalam analisis kalorimetri dinamis menurut Saberi et al. (2011). Modifikasi prosedur analisis dilakukan terhadap program suhu yang diterapkan. Perlakuan peningkatan suhu dilakukan pada laju 10 o C/menit untuk mensimulasikan proses pemanasan yang cepat dengan heat exchanger pada jalur perpipaan hingga suhu 55 o C dan sampel dipertahankan pada suhu tersebut selama 10 menit. Selanjutnya sampel diturunkan suhunya dengan laju penurunan suhu 1 o C/menit hingga suhu 25 o C, dan ditahan pada suhu tersebut selama 1 menit. Kemudian dilakukan pemanasan kembali ke suhu 55 o C dan penurunan suhu kembali ke 25 o C dengan laju perubahan suhu yang sama hingga 10 siklus. Pengujian pengaruh siklus suhu terhadap kandungan lemak padat (modifikasi metode IUPAC 1987) Percobaan siklus suhu menurun dan meningkat dilakukan dengan memodifikasi metode pengukuran SFC berdasarkan IUPAC ex 2.323

10 51 (IUPAC 1987). Sampel CPO tidak melalui prosedur tempering standar, tetapi langsung diukur SFC-nya dengan NMR pada metode penerapan suhu yang dialaminya. Sebelumnya sampel CPO dimasukkan ke dalam tabung sampel NMR setinggi cm. Sampel tersebut kemudian dipanaskan secara cepat dengan dry block hingga suhu 55 o C dan ditahan selama 30 menit untuk menghilangkan memori kristal awal. Sampel kemudian diturunkan suhunya dengan laju penurunan suhu 1 o C/menit hingga suhu 25 o C, dan selanjutnya ditingkatkan kembali suhunya ke 55 o C dalam waktu 10 menit. Pengukuran SFC dilakukan pada setiap selang penurunan suhu 5 o C, dan pengujian dilakukan pada 3 siklus suhu menurun dan meningkat. Pengujian pengaruh siklus suhu terhadap viskositas terukur (HAAKE 1991, 1992) Pengujian dilakukan dengan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20 yang dikontrol siklus suhunya dengan HAAKE Circulator dan HAAKE Temperature Control Module F3 sesuai program suhu yang ingin diterapkan (HAAKE 1992). Pengujian berlangsung pada shear rate yang tetap yaitu 100 s -1. Sampel CPO diberi perlakuan suhu yang meningkat hingga suhu 55 o C, dengan laju 1 o C/menit. Peningkatan suhu tidak dilakukan pada laju yang lebih cepat, karena keterbatasan sistem kontrol suhu pada instrumen yang digunakan (HAAKE 1991). Setelah suhu 55 o C tercapai, dilakukan penurunan suhu menjadi 25 o C dengan laju penurunan suhu 1 o C/menit. Siklus suhu menurun dan meningkat dilakukan pada 3 siklus, dan dilakukan pengukuran terhadap nilai sampel CPO tersebut. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik CPO pada Kisaran Suhu o C Proses pengaliran CPO dalam pipa dipengaruhi oleh suhu selama pengaliran, yang juga akan menentukan kendali pengalirannya sesuai desain perpipaan yang dirancang. Untuk memastikan bahwa suhu pengukuran telah tercapai dan setimbang, sampel CPO yang dianalisis sifat fisiknya terlebih dahulu

11 Densitas (kg/m 3 ) 52 mengalami penyetimbangan di suhu pengukuran selama menit. Waktu penyetimbangan menit merupakan waktu yang telah ditetapkan dalam prosedur penentuan densitas minyak menurut AOCS Cc 10a-25 (AOCS 2005), dan dalam prosedur penentuan SFC menurut IUPAC ex (IUPAC 1987). Pada pengukuran sifat reologi CPO, dilakukan pula penyetimbangan suhu selama menit sebelum prosedur pengukuran sifat reologi berlangsung. Pada tahap penelitian ini digunakan tiga sampel CPO yang masing-masing diberi kode CPO A, CPO B, dan CPO C. Pengaruh suhu terhadap densitas CPO Profil densitas CPO yang diukur pada kisaran suhu o C dapat dilihat pada Gambar 9 dengan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 12. Secara umum, pada suhu yang semakin tinggi, densitas CPO semakin rendah, yang sesuai dengan hasil penelitian Ong et al. (1995) yang menggunakan sampel RBDPO. Pada suhu rendah di bawah 45 o C variasi nilai densitas antar sampel CPO cukup besar, sedangkan pada suhu di atas 45 o C, densitas ketiga sampel CPO memiliki nilai rata-rata sebesar g/ml , , , , , , , ,895 CPO A CPO B CPO C , , Suhu ( o C) Gambar 9 Densitas tiga sampel CPO pada suhu o C.

12 Densitas (kg/m 3 ) 53 Bila dibandingkan dengan data Ong et al. (1995) yang menggunakan sampel RBDPO, densitas RBDPO pada suhu 50 o C sedikit lebih rendah yaitu g/ml. Pengujian Tangsathitkulchai et al. (2004) menggunakan sampel CPO pada suhu 15.5 o C menghasilkan data densitas sebesar g/ml, yang masih sesuai dengan kisaran data percobaan dalam penelitian ini. Penurunan densitas CPO dapat dimodelkan dengan persamaan regresi linier pengaruh suhu (T) terhadap densitas ( ) yang diajukan oleh PORIM. Nilai densitas CPO menurut PORIM (Timms 1985) mengikuti Persamaan 9. Persamaan pengaruh suhu terhadap densitas CPO juga diajukan oleh Narvaez et al. (2007) (Persamaan 10). (g/ml) = T (9) (g/ml) = T (10) Berdasarkan data densitas tiga sampel CPO dapat disusun persamaan regresi linier (Persamaan 11) dengan nilai R 2 yang tinggi (0.984). Penentuan model matematika melalui regresi linier pengaruh suhu terhadap densitas CPO disajikan pada Gambar 10. (g/ml) = T (11) , , , , , , , ,885 = T R² = Suhu ( o C) Gambar 10 Regresi linier pengaruh suhu terhadap densitas tiga sampel CPO.

13 54 Persamaan 9, 10, dan 11 menghasilkan prediksi nilai densitas CPO yang sedikit berbeda pada suhu yang sama. Menurut Timms (1985), adanya perbedaan kecil pada nilai densitas yang dihitung dari persamaan matematika pengaruh suhu tersebut tidak signifikan secara statistik bila dibandingkan dengan kesalahan dalam pengukuran dan variasi sampel CPO yang diukur. Pengaruh suhu terhadap kandungan lemak padat CPO Kandungan lemak padat (SFC) merupakan fraksi lemak dalam bentuk padat (dalam %) yang terdapat di dalam suatu sampel pada suhu tertentu setelah melalui tempering suhu tertentu, yang diukur dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Menurut Metin dan Hartel (2005), bila lemak didinginkan di bawah titik leleh dari komponen bertitik leleh tertinggi, akan terdapat rasio antara lemak padat terhadap lemak cair yang tergantung pada kondisi campuran TAG, yang dikenal dengan istilah SFC. Hasil pengukuran SFC tiga sampel CPO dengan menggunakan metode standar perlakuan awal suhu (pretreatment) berupa pemanasan sampel CPO pada suhu 80 o C selama 30 menit, dipertahankan pada suhu 60 o C selama 5 menit, dan disimpan pada suhu 0 o C selama 60 menit), dapat dilihat pada Gambar 11 dengan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. Bentuk kurva SFC yang dihasilkan tiga sampel CPO tersebut sesuai dengan bentuk kurva SFC minyak sawit menurut Timms (1985). Bentuk kurva SFC sampel minyak dan lemak sangat tergantung dari pretreatment yang dialami sampel, khususnya riwayat perubahan suhu yang dialaminya. Pada suhu yang semakin tinggi, SFC semakin rendah. Hal itu terjadi karena pada suhu yang lebih tinggi, terjadi pelelehan pada fraksi lemak yang semula merupakan fase padat menjadi fase cair, yang sangat terkait dengan titik leleh (T M ) sampel CPO. Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa pada suhu 25 o C, sekitar 16.5% lemak dalam sampel CPO berbentuk padat. Dengan semakin meningkatnya suhu, kandungan lemak dalam bentuk padat dalam sampel CPO semakin menurun. Pada suhu di atas 40 o C, nilai SFC sampel CPO kurang dari 10%, dan pada suhu 55 o C SFC sampel CPO bernilai kurang dari 5%.

14 Kandungan lemak padat (%) CPO A CPO B CPO C Suhu ( o C) Gambar 11 Kandungan lemak padat (SFC) tiga sampel CPO pada suhu o C. Keterbatasan pengukuran SFC oleh instrumen Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Analyzer Bruker Minispec PC 100 yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tingkat ketelitian pengukuran pada SFC di bawah 5% yang kurang baik. Diduga pada suhu 55 o C, SFC sampel CPO sudah sangat rendah dan dalam kondisi hampir cair sempurna. Bila data SFC sampel CPO dibandingkan dengan data Basiron (2005) tentang SFC RBDPO, kisaran nilai SFC CPO lebih tinggi. Pada sampel RBDPO, nilai rata-rata SFC pada suhu 45 o C telah mencapai 0.7%, sedangkan pada sampel CPO yang diujikan, SFC rata-rata bernilai 5.37%. Fenomena tersebut sesuai dengan hasil penelitian Siew dan Mohammad (1989), dimana pada suhu lebih tinggi dari 25 o C, SFC CPO lebih tinggi dibandingkan SFC RBDPO. Lebih tingginya nilai SFC CPO dibandingkan RBDPO, selain diduga akibat instrumen NMR yang digunakan telah mencapai batas sensitivitas pengukurannya, juga karena jenis sampel yang dianalisis berbeda. Sampel CPO yang belum mengalami tahap pemurnian, masih mengandung komponen selain lemak serta kotoran, yang diperkirakan menyebabkan nilai SFC yang lebih tinggi. Pada CPO terkandung pecahan dari TAG berupa diacylglycerol (DAG), yang menurut Siew dan Ng (1996), juga mempengaruhi sifat kristalisasi lemak. Nilai SFC RBDPO

15 56 yang berbeda dibandingkan CPO, menurut Siew dan Mohammad (1989) dipengaruhi oleh proses deodorisasi yang telah dialami RBDPO pada suhu tinggi, yang mengakibatkan perubahan sifat kristalisasinya, termasuk mempengaruhi nilai SFC-nya. Pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO Pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO difokuskan sebelum proses kristalisasi tahap pertama, yang menurut Tarabukina et al. (2009) termasuk dalam zona A dengan sampel yang berada dalam fase cair, dan peningkatan viskositas hanya disebabkan oleh terjadinya penurunan suhu. Pengukuran sifat reologi CPO dilakukan pada kondisi suhu yang isotermal setelah penyetimbangan selama menit. Menurut Goodrum et al. (2002), karena viskositas merupakan fungsi dari suhu, maka nilai parameter reologi indeks tingkah laku aliran (flow behaviour index atau n) dan nilai indeks konsistensi (concistency index atau K) juga dapat berubah dengan perubahan suhu. Dengan demikian, n dan K harus ditentukan melalui percobaan penentuan viskositas pada kondisi suhu tertentu (isotermal). Pengukuran sifat reologi CPO dilakukan dengan mengukur shear stress dan viskositas terukur ( ) CPO pada kisaran shear rate (γ) s -1. Berdasarkan rheogram yang diukur pada suhu yang berbeda, dapat diamati adanya perbedaan respon shear stress akibat shear rate yang diterapkan pada ketiga sampel CPO akibat perbedaan suhu (Gambar 12). Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12, bentuk kurva dan slope yang dihasilkan pada setiap suhu berbeda. Pada suhu o C, kenaikan shear stress tidak proporsional (lebih tinggi) dibandingkan kenaikan shear rate, sehingga membentuk kurva convex (cekung ke bawah) yang merupakan ciri dari fluida yang bersifat non-newtonian pseudoplastic (Rao 1999). Sedangkan pada suhu di o C, shear stress yang terukur kenaikannya sebanding (linier) dengan kenaikan shear rate yang mengindikasikan sifat fluida Newtonian.

16 Shear stress (Pa) Shear stress (Pa) Shear stress (Pa) o C 30 2 o C 35 3 o C 40 4 o C 455 o C 50 6 o C 55 7 o C Shear rate (s -1 ) CPO A o C 30 2 o C 35 3 o C 40 4 o C 455 o C 50 6 o C 55 7 o C Shear rate (s -1 ) CPO B C o C(2) C o C(1) C o C(2) C o C(1) C o C(1) C o C(1) C o C(1) Shear rate (s -1 ) CPO C Gambar 12 Rheogram yang diukur pada kisaran suhu o C pada sampel CPO A, CPO B, dan CPO C.

17 58 Dengan melakukan penepatan model reologi menggunakan persamaan power law, dapat ditentukan parameter sifat fluida n dan K tiga sampel CPO pada kisaran suhu o C (Tabel 7 dan Lampiran 14). Data lengkap persamaan regresi linier hubungan shear rate dan shear stress tiga sampel CPO pada kisaran suhu o C dapat dilihat pada Lampiran 15. Secara umum, pada suhu pengukuran yang sama terdapat variasi nilai n dan K di antara ketiga sampel CPO tersebut. Diperkirakan penyebab variasi sifat reologi CPO disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi asam lemak sesuai dengan hasil pengujian pada tahap penelitian sebelumnya, maupun akibat susunan asam lemak tersebut di dalam TAG. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Wang dan Briggs (2002) terhadap 5 jenis minyak kedelai, dimana perbedaan komposisi asam lemak dalam minyak kedelai menghasilkan variasi pada sifat reologinya. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa ketiga sampel CPO bersifat sebagai fluida Newtonian pada suhu 55 o C, dengan nilai n sekitar 1 dan nilai K yang sangat rendah mendekati 0. Pada suhu 50 dan 45 o C, ketiga sampel CPO CPO mengalami penurunan nilai n, akan tetapi sifatnya masih mendekati sifat fluida Newtonian karena nilai n yang tinggi di atas 0.9. Dengan suhu yang semakin rendah, sifat fluida CPO semakin pseudoplastic dengan nilai n yang semakin kecil dan nilai K yang semakin besar. Tabel 7 Parameter model fluida CPO yang ditunjukkan oleh indeks tingkah laku aliran (n) dan indeks konsistensi (K) pada tiga sampel CPO. Suhu ( o C) Indeks tingkah laku aliran (n)* Indeks konsistensi (K, Pa.s n )* CPO A CPO B CPO C CPO A CPO B CPO C a a a c d c a b b b c b b b,c c a b b c b,c d a a,b a c,d c e a a a c,d c e a a a d c f a a a * Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

18 59 Pada suhu 25 o C, sifat pseudoplastic ketiga sampel CPO semakin dominan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ong et al. (1995) mengenai sifat aliran fluida RBDPO yang memiliki indikasi sifat aliran turbulent non-newtonian pada suhu di bawah 30 o C dengan di atas 100 mpa.s. Timms (1985) menyatakan bahwa pada saat mendekati titik lelehnya, sifat non-newtonian dapat terjadi karena keberadaan kristal lemak di dalam sampel minyak. Karakter sifat reologi CPO tersebut serupa dengan hasil penelitian Goodrum et al. (2002) pada sampel yellow grease dan poultry fat, dimana sampel tersebut pada suhu kamar bersifat sebagai fluida non-newtonian sedangkan pada suhu tinggi (71.1 o C) bersifat sebagai fluida Newtonian karena lemak padatnya telah meleleh. Tangsathitkulchai et al. (2004) melakukan pengukuran sifat reologi CPO pada suhu 30, 40, dan 60 o C pada shear rate s -1, dan disimpulkan bahwa CPO memiliki sifat fluida Newtonian. Selain itu CPO juga bersifat time independent dimana shear stress tidak mengalami perubahan ketika diterapkan shear rate pada waktu tertentu. Kesimpulan Tangsathitkulchai et al. (2004) yang berbeda mengenai sifat fluida CPO disebabkan oleh kisaran perlakuan shear rate yang diterapkan jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian ini, sehingga profil perubahan shear stress cenderung menghasilkan kurva yang linier. Bila dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya seperti yang telah diteliti oleh Kim et al. (2009), minyak canola, jagung, grapeseed, hazelnut, zaitun, kedelai, dan biji bunga matahari memiliki sifat fluida Newtonian. pada suhu 25 o C untuk tujuh sampel minyak nabati tersebut lebih rendah yaitu berkisar antara mpa.s, dibandingkan CPO yang berkisar antara mpa.s pada shear rate 100 s -1. Demikian juga yang diperoleh Fasina et al. (2006) yang menyatakan bahwa 12 sampel minyak nabati yaitu minyak almond, canola, jagung, grapeseed, hazelnut, zaitun, kacang tanah, safflower, wijen, kedelai, biji bunga matahari, dan walnut bersifat sebagai fluida Newtonian, dengan di suhu 20 o C berkisar antara mpa.s. Perbedaan tersebut diduga terkait dengan perbedaan komposisi asam lemak di dalam sampel. Sampel minyak nabati lainnya lebih dominan mengandung asam lemak tak jenuh ( %), sedangkan sampel CPO hanya mengandung asam lemak tak jenuh sekitar 49.8%. Menurut Kim et al. (2009), ikatan rangkap dengan konfigurasi cis pada asam

19 60 lemak tak jenuh memiliki bentuk rantai yang bengkok, yang menyulitkan untuk tersusun rapat satu sama lain. Hal tersebut mengganggu penataan kristalin dan menyebabkan struktur lemak menjadi tidak kuat dan tidak kaku, dengan molekul yang tersusun lebih longgar sehingga bersifat lebih cair. Selain itu menurut Wang dan Briggs (2002), adanya konfigurasi rantai asam lemak yang bengkok mencegah terjadinya interaksi atau penataan antar molekul serta mengurangi friksi intermolekuler, sehingga mengakibatkan menjadi lebih rendah. Berdasarkan pengujian statistik dengan ANOVA one-way dan uji lanjut Duncan terhadap nilai n dan K (Lampiran 16), dapat diketahui bahwa suhu memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sifat reologi CPO. Pada suhu 40, 45, 50 dan 55 o C, sifat reologi CPO secara umum relatif sama. Perbedaan yang nyata pada sifat reologi CPO mulai terjadi pada suhu di bawah 40 o C. Bila dikaitkan dengan titik leleh (melting temperature, T M ) CPO yaitu rata-rata o C (hasil penelitian Tahap I pada Bab 2), maka pada suhu di atas T M, lemak padat CPO telah mengalami pelelehan sempurna, dan menghasilkan sifat reologi yang tidak berbeda nyata pada kondisi CPO yang cair sempurna. Sebaliknya pada suhu di bawah T M, mulai terjadi kondisi supercooling yang menginduksi terjadinya kristalisasi lemak CPO, yang mengakibatkan perbedaan yang nyata terhadap sifat reologinya. Sifat CPO sebagai fluida pseudoplastic menguntungkan dalam sistem pengaliran dalam pipa, karena pada saat mengalami peningkatan shear rate, fluida akan bersifat semakin encer (shear thinning). Berdasarkan pengukuran sifat reologi sampel CPO tersebut, dapat diamati pula perubahan akibat pengaruh shear rate (Gambar 13). Penerapan shear rate tertentu dalam proses pengaliran di dalam pipa (pada penelitian ini dipilih shear rate 100 s -1 dan 400 s -1 ) akan menghasilkan CPO yang berbeda, seperti dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 14. Pada saat CPO bersifat sebagai fluida pseudoplatic (di suhu o C), shear rate yang semakin tinggi akan menurunkan. Terkait sistem pengaliran CPO dalam pipa, dengan semakin tingginya laju aliran (flow rate) yang diterapkan, akan menyebabkan CPO menjadi lebih rendah. Pada suhu o C, saat CPO cenderung bersifat sebagai fluida Newtonian, nilai relatif tetap dan perbedaan shear rate yang diterapkan tidak akan berpengaruh terhadap.

20 Viskositas terukur (mpa.s) Viskositas terukur (mpa.s) Viskositas terukur (mpa.s) o C 30 2 o C 35 3 o C 40 4 o C 45 5 o C 50 6 o C 55 7 o C Shear rate (s -1 ) CPO A o C 30 2 o C 35 3 o C 540 o C 45 6 o C 50 6 o C 55 7 o C Shear rate (s -1 ) CPO B o C 30 o C 35 o C 40 o C 45 o C 50 o C 55 o C Shear rate (s -1 ) CPO C Gambar 13 Profil viskositas terukur CPO yang diukur pada kisaran suhu o C pada sampel CPO A, CPO B, dan CPO C.

21 62 Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pada suhu yang semakin tinggi, nilai CPO semakin rendah. Pada suhu 55 o C, nilai CPO sekitar 25 mpa.s, dan nilai semakin besar pada suhu yang lebih rendah hingga lebih dari 100 mpa.s. Plot hubungan antara suhu dengan nilai ketiga sampel CPO disajikan pada Gambar 14. Bentuk kurva hubungan suhu dengan CPO tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tangsathitkulchai et al. (2004) pada CPO, khususnya pada shear rate 400 s -1, dimana akan menurun secara eksponensial ketika suhu meningkat. Penurunan secara eksponensial akibat peningkatan suhu pada kisaran 5-95 o C juga terjadi pada tujuh sampel minyak nabati yang diteliti oleh Kim et al. (2009) dan 12 sampel minyak nabati yang diteliti oleh Fasina et al. (2006). Menurut Ong et al. (1995), sampel RBDPO yang bersuhu di bawah 30 o C memiliki lebih besar dari 100 mpa.s. Timms (1985) mengemukakan bahwa minyak meningkat dengan meningkatnya berat molekul, tetapi menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan dan suhu, dengan penurunan minyak sekitar 30% untuk setiap peningkatan suhu sebesar 10 o C. Menurut Santos et al. (2005) pengaruh suhu terhadap penurunan disebabkan oleh terjadinya penurunan interaksi molekuler di dalam fluida, sedangkan menurut Munson et al. (2001) disebabkan oleh terjadinya penurunan gaya kohesif pada molekul-molekul fluida saat suhu mengalami peningkatan. Selain itu menurut Tangsathitkulchai et al. (2004), peningkatan suhu juga menurunkan jumlah partikel lemak yang mengendap serta membantu pelarutannya, sehingga mengalami penurunan. Tabel 8 Viskositas terukur tiga sampel CPO pada shear rate 100 s -1 dan 400 s -1. Suhu ( o C) Viskositas terukur pada shear rate 100 s -1 (mpa.s)* Viskositas terukur pada shear rate 400 s -1 (mpa.s)* CPO A CPO B CPO C CPO A CPO B CPO C e e d e 98.9 f e d 90.2 d c 99.2 d 74.1 e 98.4 d c 64.3 c 92.9 b 66.5 c 56.1 d 64.6 c b 47.4 b 66.3 b 48.1 b 42.2 c 49.2 b a,b 31.7 a 36.6 a 28.1 a 30.0 b 33.3 a a,b 29.2 a 23.9 a 29.3 a 27.6 b 21.7 a a 22.8 a 25.8 a 24.6 a 21.8 a 26.0 a * Huruf yang berbeda di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

22 Viskositas terukur (mpa.s) CPO A, g 100s-1 s CPO B, g 100 s-1s CPO C, g 100 s-1s CPO A, A, g 400 s-1 s CPO B, g 400 s-1s CPO C, g g 400 s-1s Suhu ( o C) Gambar 14 Pengaruh suhu terhadap viskositas terukur tiga sampel CPO pada shear rate 100 s -1 dan 400 s -1. Nilai pada shear rate 400 s -1 lebih rendah dibandingkan pada shear rate 100 s -1, karena terkait dengan sifat fluida CPO yang pseudoplastic yang akan semakin rendah saat shear rate meningkat. Pada kisaran shear rate tersebut, ketiga sampel CPO secara umum rendah (di bawah 35 mpa.s) dan tidak berbeda nyata pada suhu 45, 50, dan 55 o C. Dengan demikian, bila CPO berada pada suhu tinggi di atas T M CPO 39 o C, sifat reologinya tidak berbeda nyata akibat lemak dalam bentuk padat telah meleleh sempurna. Berdasarkan data pada Tabel 7 dan 8, dapat disimpulkan bahwa pada suhu yang semakin rendah sifat fluida CPO semakin pseudoplastic, akan tetapi nilai pada suhu-suhu rendah tersebut lebih tinggi dibandingkan saat CPO bersifat sebagai fluida Newtonian di suhu tinggi. Penerapan shear rate yang sangat tinggi sekalipun, tidak menyebabkan penurunan yang lebih rendah dibandingkan dengan penerapan suhu analisis yang lebih tinggi. Dengan demikian, penggunaan suhu pengaliran yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan karena nilai yang dihasilkan lebih rendah dan tidak berubah akibat pengaruh shear rate yang diterapkan (karena bersifat sebagai fluida Newtonian).

23 64 Pengaruh suhu terhadap viskositas terukur fluida ( ) dapat dimodelkan dengan baik oleh model Arrhenius seperti dapat dilihat pada Persamaan 12 (Steffe & Daubert 2006). = A r exp E a R T (12) dimana E a adalah energi aktivasi untuk aliran, R adalah konstanta gas universal, dan T adalah suhu absolut. Nilai E a dan konstanta persamaan Arrhenius (A r ) ditentukan menggunakan regresi linier dari data percobaan. Nilai E a mengindikasikan bahwa suatu fluida akan lebih mudah mengalami perubahan viskositas saat terjadi perubahan suhu (Steffe & Daubert 2006; Wang & Briggs 2002). Untuk fluida non-newtonian, terdapat pengaruh shear rate yang akan mengubah respon perubahan viskositas terukur ( ) akibat perubahan suhu. Steffe dan Daubert (2006) mengemukakan cara penepatan model Arrhenius untuk fluida non-newtonian dengan mengunakan patokan suhu tertentu (reference temperature atau T r ) dan tertentu (reference atau r ) pada shear rate tertentu (Persamaan 13). ln r = E a R 1 T 1 T r (13) T r yang dipilih dalam penelitian ini adalah 300 K (atau 27 o C), sedangkan r dihitung berdasarkan Persamaan 12. Dengan menggunakan r hasil perhitungan, dapat diperoleh konstanta model Arrhenius untuk ketiga sampel CPO sebagai fluida non-newtonian yang ditampilkan pada Tabel 9 untuk shear rate 100 s -1 dan Tabel 10 untuk shear rate 400 s -1. Penepatan model Arrhenius dengan plot 1/T terhadap ln ketiga sampel CPO untuk penentuan nilai E a dan A r pada data di shear rate 100 s -1 dan 400 s -1, dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan penepatan dengan model Arrhenius tersebut, dapat ditentukan nilai E a ketiga sampel CPO pada saat mengalami shear rate tertentu. Pada ketiga sampel CPO yang diuji, nilai E a pada shear rate 100 s -1 berkisar antara

24 kj/mol, sedangkan pada shear rate 400 s -1, nilai E a berkisar antara kj/mol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa CPO yang dialirkan pada shear rate yang lebih tinggi akan memiliki nilai E a yang lebih rendah dan lebih tidak sensitif terhadap perubahan suhu yang dialaminya. Penggunaan model Arrhenius pada RBDP olein (fraksi olein minyak sawit yang telah dimurnikan) oleh Gupta et al. (2007) menghasilkan nilai E a sebesar kj/mol. Kim et al. (2010) yang menggunakan model Arrhenius pada tujuh sampel minyak nabati menghasilkan nilai E a kj/mol dan nilai A r 1.18 x x 10-6 Pa.s. Sedangkan penelitian Fasina et al. (2006) pada 12 sampel minyak nabati menghasilkan nilai E a kj/mol dan nilai A r 1.1 x x 10-8 Pa.s. Nilai E a CPO lebih besar dibandingkan E a RBDP olein dan sampel minyak nabati yang diteliti Kim et al. (2009) dan Fasina et al. (2006), yang menunjukkan bahwa saat terjadi perubahan suhu, sampel CPO semakin mudah berubah dibandingkan sampel minyak nabati lainnya. Menurut Wang dan Briggs (2002), nilai E a juga ditentukan oleh komposisi kimia lemak. Diperkirakan, nilai E a semakin besar bila terjadi perubahan fase bahan pada kisaran suhu pengujian. CPO mengalami perubahan fase pada kisaran suhu o C, karena memiliki T M rata-rata sebesar o C. Sedangkan sampel minyak nabati lain yang diteliti Gupta et al. (2007), Kim et al. (2010), dan Fasina et al. (2006) pada umumnya telah berbentuk cair pada suhu kamar, dan memiliki sifat fluida Newtonian. Tabel 9 Parameter model Arrhenius pengaruh suhu terhadap viskositas terukur CPO sebagai fluida non-newtonian pada shear rate 100 s -1. Jenis CPO CPO A CPO B CPO C E a (kj/mol) A r (Pa.s) r (Pa.s) T r (K) Model Arrhenius x s -1 = exp T x s -1 = exp T x s -1 = exp T

25 66 Tabel 10 Parameter model Arrhenius pengaruh suhu terhadap viskositas terukur CPO sebagai fluida non-newtonian pada shear rate 400 s -1. Jenis CPO CPO A CPO B CPO C E a (kj/mol) A r (Pa.s) r (Pa.s) T r (K) Model Arrhenius x s -1 = exp T x s -1 = exp T x s -1 = exp T Untuk membuktikan adanya korelasi antara E a dengan sifat kimia CPO, dilakukan uji korelasi Pearson antara E a dengan kandungan asam lemak bebas (ALB) dan bilangan iod (BI). Hasil uji korelasi tersebut disajikan pada Lampiran 18, yang menunjukkan bahwa BI berkorelasi nyata dengan E a CPO, akan tetapi ALB tidak berkorelasi nyata dengan E a CPO. Walaupun kisaran BI sampel CPO telah dibatasi oleh SNI pada kisaran g/100 g sampel, akan tetapi kisaran BI yang sempit tersebut menghasilkan nilai E a yang berbeda. Berdasarkan data dari tiga sampel CPO, dapat disusun suatu persamaan matematika yang dapat memprediksi nilai E a sampel CPO berdasarkan BI-nya pada shear rate tertentu. Prediksi E a sampel CPO dari BI-nya pada shear rate 100 s -1 dilakukan dengan Persamaan 14 dengan R 2 = 0.946, sedangkan prediksi E a sampel CPO dari BI-nya pada shear rate 400 s -1 dapat dilakukan dengan Persamaan 15 dengan R 2 = E a 100 s -1 = (BI) (14) E a 400 s -1 = (BI) (15) Penentuan persamaan regresi linier tersebut dapat dilihat pada Lampiran 19. Saat CPO mengalami perubahan suhu pada kisaran o C di shear rate tertentu, CPO dengan BI yang semakin kecil memiliki E a yang semakin besar, sehingga semakin mudah mengalami perubahan. Pada CPO dengan BI yang rendah, akan terdapat lebih banyak fraksi asam lemak jenuh yang bertitik leleh

26 67 tinggi (fraksi stearin), dan mudah memadat pada suhu kamar. Dengan tingginya kandungan asam lemak jenuh di dalamnya, ketika suhu meningkat melewati titik lelehnya, maka sampel CPO tersebut juga akan semakin mudah berubah. BI memiliki korelasi yang nyata dan sangat menentukan nilai E a suatu sampel CPO. BI menunjukkan proporsi kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh di dalam sampel CPO (Basiron 2005), dan sampel CPO dengan BI yang rendah memiliki jumlah ikatan rangkap yang lebih sedikit. Pada minyak yang mengandung lebih banyak ikatan rangkap (BI lebih tinggi), saat suhu mengalami perubahan, maka juga akan lebih mudah mengalami perubahan dan memiliki E a yang lebih kecil. Hasil tersebut didukung oleh hasil penelitian Kim et al. (2009) yang menunjukkan bahwa sifat reologi minyak nabati ditentukan oleh komponen utama asam lemak di dalamnya yaitu asam lemak tak jenuh 18:1 dan 18:2, dan minyak yang mengandung lebih banyak ikatan rangkap memiliki nilai E a yang lebih kecil. Korelasi Antara Parameter Sifat Fisik CPO Terkait dengan Pengaruh Suhu Perubahan parameter sifat fisik CPO yaitu densitas, SFC, dan sifat reologi saat terjadi perubahan suhu pada kisaran o C, disebabkan oleh terjadinya fenomena fisik tertentu yang dialami CPO. Bila fenomena fisik yang menyebabkan perubahan parameter sifat fisik tersebut sama, dan data parameter sifat fisik yang berbeda berkorelasi, maka korelasi antar parameter sifat fisik CPO dapat menghasilkan model matematika yang dapat digunakan untuk memprediksi suatu parameter sifat fisik melalui pengukuran parameter sifat fisik lainnya pada saat sampel CPO mengalami perubahan suhu. Khususnya terkait dengan sifat reologi, prediksi sifat fluida melalui penentuan parameter n dan K sangat penting artinya mengingat ketersediaan instrumen untuk mengukur parameter sifat reologi yang masih terbatas, dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan analisis tersebut cukup panjang. Data hasil pengujian sifat fisik tiga sampel CPO pada suhu o C dan dengan kondisi pengukuran standar, diuji korelasi Pearson (Lampiran 20). Densitas tidak memiliki korelasi yang nyata (P<0.05) dengan SFC dan sifat

27 68 reologi (n, K, dan ). Densitas yang dihitung dengan membagi massa CPO dengan volumenya, diduga tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah kristal lemak yang terbentuk saat suhu mengalami perubahan, dan densitas dapat langsung dihitung menggunakan Persamaan 10. Perubahan nilai SFC akibat pengaruh suhu pada kisaran suhu o C berkorelasi nyata (P<0.05) dengan perubahan yang terjadi pada sifat reologi CPO di suhu yang sama. Koefisien korelasi antara SFC dengan n, K, dan untuk ketiga sampel CPO seluruhnya di atas Dengan semakin rendahnya nilai SFC, maka sifat aliran CPO semakin mendekati sifat aliran fluida Newtonian. Hasil pengujian ANOVA (Lampiran 16) pada ketiga sampel CPO menunjukkan bahwa SFC sekitar 5% pada suhu 45 o C belum menyebabkan perbedaan sifat reologi (n, K, dan ) yang nyata, yaitu masih bersifat sebagai fluida Newtonian dengan n mendekati 1 dan K yang rendah di bawah Pa.s n. Akan tetapi saat SFC telah lebih besar dari 5%, yang terjadi pada suhu yang lebih rendah dari pada T M (39.07 o C), sifat reologi CPO telah berbeda nyata dibandingkan suhu-suhu yang lebih tinggi, yaitu bersifat sebagai fluida non-newtonian pseudoplastic. Dengan demikian, nilai SFC di sekitar 5% merupakan SFC kritis yang menyebabkan sifat reologi CPO tidak lagi bersifat sebagai fluida Newtonian, tetapi telah berubah menjadi bersifat non-newtonian pseudoplastic. SFC berkaitan dengan jumlah fase padat dan proses kristalisasi yang terjadi pada CPO. Dengan demikian, saat CPO mengalami perubahan suhu, maka terjadi perubahan fraksi padat (SFC) akibat proses kristalisasi lemak yang terjadi di dalamnya, dan akan mempengaruhi parameter sifat reologinya. Bila dikaitkan dengan T M CPO, pada suhu di bawah T M (yaitu rata-rata o C), CPO berada pada kondisi supercooling yang mulai menginduksi terjadinya kristalisasi lemak di dalamnya. Hal tersebut mengakibatkan SFC meningkat dan menyebabkan perubahan sifat reologi. Menurut Graef et al. (2006), peningkatan SFC selama proses kristalisasi dan agregasi akan menyebabkan terjadinya peningkatan. Hasil pengujian tersebut juga sesuai dengan penelitian Liang et al. (2008) yang telah melakukan pengujian pada model lemak dan membuktikan bahwa sifat reologi lemak sangat dipengaruhi oleh SFC dan mikrostruktur kristalin pada lemak tersebut. Calliaw et al. (2007) juga telah mengamati terjadinya perubahan

28 69 SFC dan viskositas secara perlahan selama proses kristalisasi RBDP olein. Secara umum, viskositas sampel akan meningkat dengan meningkatnya SFC dan kandungan kristal. Parameter sifat reologi CPO (nilai n dan K) dapat diprediksi dengan persamaan matematika hasil regresi linier tiga sampel CPO, yang menghubungkan antara SFC dengan parameter reologinya. Nilai n dapat diprediksi berdasarkan SFC dengan Persamaan 16 (R² = 0.903), sedangkan K dapat diprediksi berdasarkan SFC dengan Persamaan 17 (R² = 0.977). Penentuan persamaan regresi linier hubungan antara SFC dengan parameter reologi CPO dapat dilihat pada Lampiran 21. n = (SFC) (16) K = 0.146(SFC) (17) Pengaruh Metode Penerapan Suhu terhadap Sifat Reologi CPO Menurut Rye et al. (2005), sifat reologi lemak dipengaruhi oleh kondisi proses antara lain suhu penyimpanan, laju pendinginan, waktu penyimpanan, shear (gaya geser) dan perlakuan suhu (tempering) yang diterapkan. Oleh karena itu, hasil pengukuran sifat fisik CPO juga ditentukan oleh perubahan suhu yang berlangsung sebelum pengukuran. Terkait dengan tujuan pengaliran di dalam pipa, profil perubahan suhu yang dialami CPO sebelum dialirkan akan mempengaruhi sifat reologi dan kemudahannya untuk mengalir di dalam pipa. Proses pengaliran CPO dalam pipa dapat berlangsung pada dua kondisi perubahan suhu, dan disimulasi dalam dua metode penerapan suhu yaitu pada suhu pengaliran yang konstan (isotermal), dan pengaliran pada suhu non-isotermal karena mengalami penurunan dari suhu 55 o C akibat pelepasan panas di sepanjang pipa. Pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO dipelajari pada dua metode penerapan suhu yaitu: (1) sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 o C;

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR Mutu minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi CPO. Pengolahan dan penyimpanan

Lebih terperinci

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR 11 2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Volume produksi minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun, membutuhkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU

SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR DAN KORELASINYA DENGAN ATRIBUT MUTU [Physical Properties of Crude Palm Oil and Their Correlations to the Quality Attributes] Nur Wulandari 1,) *, Tien R. Muchtadi 1), Slamet

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) yang diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia, Jakarta.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR DAN RANCANGAN TEKNIK KENDALINYA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MODA PIPA NUR WULANDARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA

5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA 5. RANCANGAN TEKNIK KENDALI TRANSPORTASI MINYAK SAWIT KASAR MODA PIPA 135 Pendahuluan Transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju tangki penyimpanan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah netral (Neutralized Deodorized Red Palm Oil, NDRPO) dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. No Jenis Pengujian Alat Kondisi Pengujian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Pengujian Termal Pada pengujian termal menggunakan metode DSC, ABS Original + ABS Recycle mendapatkan hasil yang bervariasi pada nilai Tg dan nilai Tm. Didapatkannya

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah alpukat (Persea americana Mill.) yang cukup besar dalam skala global. Data statistik tahun 2013 menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Hasil tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis sp, Jacq.) yang dipanen adalah tandan buah kelapa sawit. Tandan telah masak apabila jumlah buah yang membrondol telah

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Rheologi. Rini Yulianingsih

Rheologi. Rini Yulianingsih Rheologi Rini Yulianingsih Sifat-sifat rheologi didefinisikan sebagai sifat mekanik yang menghasilkan deformasi dan aliran bahan yang disebabkan karena adanya stress Klasifikasi Rheologi 1 ALIRAN BAHAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 14 ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara atau jika ada air dan dipanaskan. BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III.1 Alat a. Neraca Analitik Kern Abs b.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA 4.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data berupa ketinggian permukaan fluida uji (h), debit aliran dari ketinggian permukaan fluida

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surya bagian Teknik Energi Terbarukan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2011 Juni 2011.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK The Utilization of Red Palm Oil for ed by Spray Chilling Process Juanda Reputra 1, Purwiyatno Hariyadi 1,2, Nuri Andarwulan 1,2 1 Departemen IImu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law PENGUKURAN VISKOSITAS RINI YULIANINGSIH Review Viskositas Newtonian Non Newtonian Power Law yz = 0 + k( yz ) n Model Herschel-Bulkley ( yz ) 0.5 = ( 0 ) 0.5 + k( yz ) 0.5 Model Casson Persamaan power law

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F

KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F24070012 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 STUDY ON

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F24070069 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 STUDY OF FAT CRYSTALLIZATION PROPERTIES OF CRUDE PALM

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu Teknologi

Lebih terperinci

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN

TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN. Hukum Newton - Viskositas RYN TRANSPORT MOLEKULAR TRANSFER MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA RYN Hukum Newton - Viskositas RYN 1 ALIRAN BAHAN Fluid Model Moveable Plate A=Area cm 2 F = Force V=Velocity A=Area cm 2 Y = Distance Stationary

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MIXER MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB

PERANCANGAN MIXER MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB PERANCANGAN MIXER MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN - 2012 Mechanical Mixing Tujuan : Sifat 2 baru (rheologi, organoleptik, fisik) untuk melarutkan berbagai campuran Meningkatkan transfer massa dan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Berdasarkan FAO (2000), minyak kepala sawit merupakan minyak yang didapatkan dari bagian daging buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) dengan kandungan

Lebih terperinci

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas TUGAS AKHIR PABRIK ASAM LEMAK DARI BIJI BUNGA MATAHARI DENGAN PROSES HIDROLISIS SECARA COUNTINUOUS COUNTERCURRENT Disusun oleh: Lisa Monica Rakhma 2307 030 054 Yuniar Aulia Ningtyas 2307 030 058 Pembimbing:

Lebih terperinci

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Shinta Rosalia Dewi Pembekuan Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014 Adalah ester asam lemak bereaksi dengan ester atau asam lemak lain membentuk ester baru melalui reaksi pertukaran gugus asam lemak. TG mengandung 3 gugus ester peluang pertukaran banyak Gugus asil dapat

Lebih terperinci

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS 50.000 TON / TAHUN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia Oleh : LAMSIHAR

Lebih terperinci

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Studi eksperimental pembuatan biodiesel dengan Reactive Distillation melalui rute transesterifikasi trigliserida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ) merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PERUBAHAN VISKOSITAS MINYAK GORENG

ANALISIS POLA PERUBAHAN VISKOSITAS MINYAK GORENG ANALISIS POLA PERUBAHAN VISKOSITAS MINYAK GORENG Firdaus Jl. Kalibeber KM 3 Wonosobo, Jawa Tengah firdaus.1024@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai viskositas

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT KASAR/ CRUDE PALM OIL (CPO) 1. Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinneensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan.

Lebih terperinci

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak 93 8 PEMBAHASAN UMUM Komposisi Asam Lemak Karakteristik Minyak Kelapa Minyak dan lemak adalah suatu campuran triasilgliserol, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak dan lemak yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN (PROSES PENCAMPURAN AWAL) Parameter pengamatan yang digunakan pada proses pencampuran awal ini adalah persentase volume pemisahan air terhadap volume

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor

Xpedia Fisika. Soal Zat dan Kalor Xpedia Fisika Soal Zat dan Kalor Doc. Name: XPPHY0399 Version: 2013-04 halaman 1 01. Jika 400 g air pada suhu 40 C dicampur dengan 100 g air pada 30 C, suhu akhir adalah... (A) 13 C (B) 26 C (C) 36 C (D)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Serangkaian penelitian telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui potensi indikasi kemunculan likuifaksi pada clean sand kondisi longgar (Dr = 25%) dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11,No.2, April 2008, hal 53-58 STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Sutiah, K. Sofjan Firdausi, Wahyu Setia Budi Laboratorium Optoelektronik

Lebih terperinci

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan Silika 1 Glass transition adalah transisi yang bersifat reversibel pada bahan amorphous dari keadaan keras/kaku menjadi bersifat cair/plastis. Temperature dimana terjadi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010. Penelitian dilaksanakan di PT Indolakto (Jl. Raya Siliwangi Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER No. 02/ Tahun I. Oktober 2008 ISSN 19792409 PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN UZr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER Yanlinastuti, Sutri Indaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PENENTUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat spreads, yang kandungan airnya lebih besar dibandingkan minyaknya. Kandungan minyak dalam

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: APLIKASI TEKNIK DEMULSIFIKASI PEMBENTUKAN KRIM DALAM PEMURNIAN MDAG YANG DIPRODUKSI SECARA GLISEROLISIS Mursalin 1), Lavlinesia 1) dan Yernisa 1) 1) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi, Jalan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F24070007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 20 CRUDE PALM OIL CHARACTERISTICS DURING STORAGE

Lebih terperinci

VISKOSITAS DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN

VISKOSITAS DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN VISKOSITAS DAN TENAGA PENGAKTIFAN ALIRAN I. TUJUAN 1. Menentukan viskositas cairan dengan metoda Ostwald 2. Mempelajari pengaruh suhu terhadap viskositas cairan II. DASAR TEORI Viskositas diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN 1.1 Data Analisis Bahan Baku Pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Analisis karakter minyak kelapa sawit kasar (CPO) sebelum dan setelah di pre-treatment (tabel 14).

Lebih terperinci

Ekstraksi Biji Karet

Ekstraksi Biji Karet Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi

Lebih terperinci

TRANSFORMASI FASA PADA LOGAM

TRANSFORMASI FASA PADA LOGAM MATA KULIAH TRANSFORMASI FASA Pertemuan Ke-7 TRANSFORMASI FASA PADA LOGAM Nurun Nayiroh, M.Si Sebagian besar transformasi bahan padat tidak terjadi terus menerus sebab ada hambatan yang menghalangi jalannya

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Salah satu parameter mutu asam stearat blended bermutu premium, adalah heat stability/kestabilan warna, selain warna, bilangan iodium dan komposisi asam

Lebih terperinci

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Setyaji2013@gmail.com Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

Lebih terperinci

ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR

ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum Menentukan koefisien Viskositas (kekentalan) zat cair berdasarkan hukum Stokes 2. WaktuPraktikum Senin, 18 Mei 2015 3. Tempat

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN VISKOSITAS

V. PENGUKURAN VISKOSITAS V. PENGUKURAN VISKOSITAS PENGANTAR Viskositas merupakan ukuran ketahanan fluida terhadap tekanan maupun tegangan. Semakin rendah viskositas suatu fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut.

Lebih terperinci

Dosen : Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc

Dosen : Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc 2/9/208 FLUIDS FOOD Lecture Note Dosen : Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc Dept of Food Science & Technology Faculty of Agricultural Engineering & Technology Bogor Agricultural University BOGO 208 TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto Wusana Agung Wibowo Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Herri Susanto Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 20 Oktober 2009 Gasifikasi biomassa Permasalahan Kondensasi tar Kelarutan sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan

Lebih terperinci