KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI RENNY PERMATASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 STUDY ON EFFECT OF TEMPERATURE ON DENSITY AND RHEOLOGICAL PROPERTIES OF CRUDE PALM OIL Renny Permatasari, Sugiyono, and Nur Wulandari Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , ABSTRACT Indonesia is the largest CPO producer in the world. Production of CPO in Indonesia increases in each year. Increasing of CPO production must be balanced with the development of its transportation systems. One of the efficient transportation system of CPO is pipeline transportation. On this pipeline transportation, density and rheology is a crucial parameter for pipeline design calculation and simulation of its momentum transfer process and system. The aim of this research was to get data of the density and rheological properties of CPO on different temperature. The samples used in this research were obtained from four different factories of palm oil in Indonesia. The density was measured by AOCS 1997 method and the rheological properties of CPO was measured by Haake Rotoviscometer RV20 (Karlsruhe, Germany).The results showed that the temperature influenced on density and rheological properties of CPO. Density decreased with increasing of temperature. The flow behavior index (n) increased with increasing temperature but the consistency index (K) and apparent viscosity of CPO decreased with increasing of temperature. Generally, CPO exhibited a pseudoplastic behavior at temperature of o C and a Newtonian behavior at temperature of o C. Keyword : crude palm oil, pipeline transportation, temperature, density, rheology

3 Renny Permatasari. F Kajian Pengaruh Suhu terhadap Densitas dan Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil). Di bawah bimbingan Sugiyono dan Nur Wulandari RINGKASAN Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 7.3 juta hektar dengan total produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) sekitar 20.5 juta ton. Pada tahun 2011, diperkirakan Indonesia akan mampu memproduksi CPO sebesar 22 juta ton dengan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar juta hektar. Peningkatan produksi CPO ini akan meningkatkan kebutuhan terhadap layanan transportasi yang efektif dan efisien mengingat kondisi transportasi mempengaruhi kualitas CPO. Pada umumnya minyak kelapa sawit diangkut menggunakan truk tangki dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju pelabuhan. Pengangkutan dengan menggunakan truk tangki ini sangat bergantung pada kondisi dari prasarana jalan. Perencanaan transportasi alternatif dapat dilakukan antara lain dengan pemanfaatan transportasi moda pipa. Dalam transportasi moda pipa, CPO akan mengalami penurunan suhu selama pengaliran akibat interaksi dengan suhu lingkungan. Penurunan suhu CPO akan memicu terbentuknya kristal lemak pada CPO. Pembentukan kristal selama pengaliran pada pipa merupakan masalah yang kompleks. Kristalisasi minyak kasar akan berdampak pada sifat reologi dan sifat termofisiknya. Oleh karena itu, pemahaman sifat reologi CPO terhadap perubahan suhu merupakan hal yang penting dalam pengembangan tranportasi CPO moda pipa. Selain itu pengetahuan sifat reologi CPO juga berguna untuk mendesain pipa yang akan digunakan. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu persiapan sampel dan analisis mutu CPO, pengukuran densitas, dan pengukuran sifat reologi CPO. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berasal dari empat PKS yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melihat karakteristik sifat reologi berbagai sampel CPO yang berasal dari PKS yang berbeda. Analisis mutu CPO dilakukan berdasarkan atribut mutu yang ditetapkan dalam standar spesifikasi CPO menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mencakup kadar air dan kotoran, kadar asam lemak bebas, dan bilangan iod. Analisis mutu dilakukan untuk melihat karakteristik masing-masing sampel CPO dan pengaruhnya terhadap densitas dan reologi CPO. Pengukuran densitas dan sifat reologi CPO diukur pada suhu o C dengan interval suhu pengukuran 5 o C sesuai dengan aturan CODEX tahun 2005 mengenai rekomendasi internasional penyimpanan dan transportasi minyak dan lemak. Densitas CPO dianalisis dengan menggunakan metode AOCS Cc 10a-25 tahun Sifat reologi CPO diukur dengan menggunakan Haake Rotoviscometer RV 20 dengan rate s -1. Berdasarkan hasil analisis mutu, keempat sampel CPO memiliki kadar air dan kotoran %, asam lemak bebas %, dan bilangan iod g iod/100 g. Berdasarkan hasil penelitian keempat sampel CPO mengalami penurunan densitas terhadap peningkatan suhu. Pada suhu 25 o C densitas keempat sampel CPO berkisar antara g/ml sedangkan pada suhu 55 o C densitasnya menurun mencapai g/ml. Berdasarkan uji statistik korelasi dengan Pearson, perbedaan densitas masing-masing sampel CPO pada suhu 25 o C dipengaruhi oleh kadar air dan kotoran keempat sampel CPO tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa keempat sampel CPO mempunyai sifat fluida non- Newtonian pseudoplastik dengan nilai indeks tingkah laku alir (n) dan indeks konsistensi (K) Pengaruh suhu terhadap sifat reologi juga dapat dilihat dari energi aktivasinya. Energi aktivasi menunjukkan sensitivitas sampel terhadap perubahan suhu. Semakin tinggi energi aktivasi maka semakin sensitif sampel tersebut terhadap perubahan suhu. Berdasarkan hasil penelitian CPO

4 mempunyai energi aktivasi kj.mol -1. Perbedaan energi aktivasi pada keempat CPO dipengaruhi oleh bilangan iod dari masing-masing sampel CPO. Berdasarkan uji korelasi dengan Pearson, terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara energi aktivasi dan bilangan iod. Korelasi antara energi aktivasi dan bilangan iod ini memiliki nilai Pearson correlation sebesar 0.94 dengan persamaan regresi y = x di mana y adalah energi aktivasi dan x adalah bilangan iod.

5 KAJIAN PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS DAN SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh RENNY PERMATASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Pengaruh Suhu terhadap Densitas dan Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil) : Renny Permatasari : F Menyetujui Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II (Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc) (Nur Wulandari, STP, M.Si) NIP NIP Mengetahui, Plt. Ketua Departemen (Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP Tanggal Ujian Akhir : 20 Oktober 2011

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Suhu Terhadap Densitas dan Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Yang membuat pernyataan Renny Permatasari F

8 Hak cipta milik Renny Permatasari, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

9 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 21 September 1989, dari pasangan Bapak Jamaan dan Ibu Krisna Murni. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formalnya di TK YPWKS IV Tunas Baja Cilegon, Banten pada tahun 1993 sampai tahun 1995, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar YPWKS V Cilegon hingga tahun Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SLTPN 2 Cilegon pada tahun , kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Cilegon pada tahun Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis terlibat dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu staf divisi Public Relation (PR) HIMITEPA IPB, anggota FORCES IPB, anggota Keluarga Mahasiswa Banten (KMB), panitia seminar dan pelatihan HACCP (2008), panitia IFOODEX 2009, panitia seminar dan pelatihan PLASMA (2010). Penulis juga mendapatkan dana hibah dari DIKTI melalui program PKM dibidang penelitian dan kewirausahaan pada tahun dan Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Kajian Pengaruh Suhu Terhadap Densitas dan Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil) di bawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Nur Wulandari, STP, M.Si.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kajian Pengaruh Suhu terhadap Densitas dan Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Keluarga tercinta: Mamah dan Papa, Uni, dan Arian Dwi Putra, terima kasih atas cinta, doa, pengorbanan, perhatian, kasih sayang, motivasi dan dukungan yang selalu diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Nur Wulandari, STP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan dan saran selama penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Faleh Setia Budi, MT selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaan waktu serta saran yang telah diberikan. 4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Hibah Doktor atas nama Nur Wulandari, STP, M.Si dengan nomor kontrak 23/I /SPK/PDD/ Teman-teman tim penelitian, Hanna Mery Aulia, Desir Detak Insani, dan Ricky Alberto Sinaga, terima kasih atas kerjasama dan dukungan-dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 6. Sahabat-sahabat seperjuangan, Suriah Anggraeni, Alia Mustika, Dhina Novitri, Annisa S Larasati, Lia Septiani, Meilly Kusumadewi, Irwan Permadi, Chyntia DNS, Puji Setiyoningrum, Yolanda Silvia, Sarah Tsaqqofa, Fauzia Triastiti, Anis Maruf, Salysa, Nadia, Arlena, Antonius Kurnia, Fitri Syawaliah, Lukman Saifatah dan Ashari Widiashmoro, terimakasih atas kebersamaan, dukungan dan saran yang selalu diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 7. Keluarga besar ITP 44 khususnya almh. Rina Ristyawati yang selalu kompak. Terima kasih atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya selama masa perkuliahan di ITP. 8. Seluruh teknisi laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Pak Sukarna, Pak Jun, Pak Wahid, Pak Taufik, dan Pak Rozak. Terima kasih atas bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian. 9. Seluruh karyawan UPT ITP yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis selama kuliah di ITP. 10. Seluruh keluarga besar Pondok Nuansa Sakinah. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih. Bogor, Oktober 2011 Renny Permatasari iii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I PENDAHULUAN... 1 A LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 C. MANFAAT PENELITIAN... 2 II TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. MNYAK SAWIT... 3 B. SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT KASAR... 4 C. REOLOGI DAN KARAKTERISTIK FLUIDA... 7 D. SIFAT REOLOGI MINYAK III METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar Pengukuran Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar Analisis Statistik C. METODE ANALISIS Kadar Air Kadar Kotoran Kadar Asam Lemak Bebas Bilangan Iod Densitas IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR B. PENGARUH SUHU TERHADAP DENSITAS MINYAK SAWIT KASAR C. SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR D. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT REOLOGI MINYAK SAWIT KASAR Pengaruh Suhu Terhadap Parameter Model Fluida Pengaruh Suhu Terhadap Minyak Sawit Kasar E. APLIKASI PENGALIRAN CPO PADA PIPA BERDASARKAN DENISTAS DAN SIFAT REOLOGI CPO V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat fisiko kimia minyak sawit... 5 Tabel 2. Sifat minyak sawit kasar dan minyak inti sawit... 5 Tabel 3. Asam lemak pada minyak sawit dan titik cairnya... 6 Tabel 4. Kandungan komponen minor CPO... 6 Tabel 5. Karakteristik fisik minyak sawit... 7 Tabel 6. Analisis mutu kadar air dan kotoran, ALB, dan bilangan Iod CPO Tabel 7. Persamaan regresi pengaruh suhu terhadap densitas Tabel 8. Indeks tingkah laku alir (n) CPO Tabel 9. Indeks konsistensi alir (K) CPO Tabel 10.Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D pada rate 100 s vii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Penampang melintang varietas minyak sawit... 3 Gambar 2. Hubungan laju geser dan gaya geser dan viskositas pada fluida Newtonian... 8 Gambar 3. Sifat aliran fluida non Newtonian, dilatan, viskoplastik dengan limit alir 9 Gambar 4 Kurva hubungan gaya geser dan laju geser pada beberapa jenis minyak nabati pada suhu 25 o C Gambar 5. Pengaruh suhu pada sifat aliran beberapa mnyak nabati Gambar 6. Haake Rotoviscometer RV 20 untuk pengukuran sifat reologi CPO Gambar 7. Proses reaksi hidrolisis asam lemak yang menghasilkan asam lemak bebas 20 Gambar 8. Pengaruh suhu terhadap densitas CPO Gambar 9. Rheogram dan hubungan rate dan viskositas CPO A Gambar 10. Rheogram dan hubungan rate dan viskositas CPO B Gambar 11. Rheogram dan hubungan rate dan viskositas CPO C Gambar 12. Rheogram dan hubungan rate dan viskositas CPO D Gambar 13. Hubungan log rate dan stress CPO A pada suhu 25 o C ulangan Gambar 14. Hubungan suhu terhadap iskositas terukur CPO

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data analisis mutu CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D Lampiran 2. Data hasil uji ANOVA mutu CPOA. CPO B, CPO C, dan CPO D Lampiran 3. Data hasil pengukuran densitas CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D. 40 Lampiran 4. Data hasil uji korelasi dengan Pearson densitas dan mutu CPO Lampiran 5. Data hasil uji korelasi dengn Pearson suhu terhadap densitas Lampiran 6. Data hasil uji regresi densitas terhadap suhu Lampiran 7. Data hasil uji ANOVA indeks tingkah laku alir (n) CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D Lampiran 8. Data hasil uji ANOVA indeks konsistensi alir (K) CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D Lampiran 9. Data hasil uji ANOVA viskositas CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D Lampiran 10. Data hasil uji korelasi dengan Pearson viskositas dan mutu CPO Lampiran 11. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO A Lampiran 12. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO B Lampiran 13. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO C Lampiran 14. Data hasil pengukuran sifat reologi CPO D Lampiran 15. Grafik pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPOA, CPOB, CPOC, dan CPO D dengan menggunakan persamaan Arrhenius pada rate 100 s

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang menjadi komoditas perkebunan unggulan di Indonesia. Selama bertahun-tahun kelapa sawit memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dan menjadi andalan penghasil devisa non migas. Indonesia, Malaysia, dan Nigeria merupakan tiga negara di dunia yang memproduksi 84% minyak sawit dunia. Indonesia sendiri menduduki urutan pertama penghasil minyak sawit dunia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 7.3 juta hektar dengan total produksi minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) sekitar 20.5 juta ton. Pada tahun 2011, diperkirakan Indonesia mampu memproduksi CPO sebesar 22 juta ton dengan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar juta hektar (GAPKI 2011). Peningkatan produksi CPO ini memerlukan layanan transportasi yang efektif dan efisien mengingat kondisi transportasi akan memengaruhi kualitas CPO. Pada umumnya minyak sawit diangkut menggunakan truk tangki dari pabrik kelapa sawit (PKS) menuju pelabuhan. Pengangkutan dengan menggunakan truk tangki ini sangat bergantung pada kondisi dari sarana dan prasarana jalan. Perencanaan transportasi alternatif dapat dilakukan antara lain dengan pemanfaatan moda transportasi pipa. Dalam transportasi moda pipa, CPO biasanya dialirkan pada suhu o C. CPO akan mengalami penurunan suhu akibat adanya pelepasan panas selama pengaliran. Penurunan suhu CPO akan memicu terbentuknya kristal lemak pada CPO. Mehrotra dan Bidmus (2004) menyatakan bahwa pembentukan kristal selama pengaliran pada pipa merupakan masalah yang kompleks. Kristalisasi minyak kasar akan berdampak pada sifat reologi dan sifat termofisiknya seperti densitas. Oleh karena itu, pemahaman mengenai pengaruh suhu terhadap densitas dan sifat reologi CPO merupakan hal yang penting dalam pengembangan transportasi CPO moda pipa. Selain itu pengetahuan tentang densitas dan sifat reologi CPO juga berguna untuk mendesain pipa yang akan digunakan. Reologi merupakan ilmu yang mempelajari deformasi dan sifat aliran suatu fluida. Karakteristik reologi merupakan parameter rekayasa proses yang penting dalam desain peralatan pengolahan seperti pada kasus pindah panas dan pengaliran dalam pipa (Wang & Briggs 2002). Menurut Steffe (1996) pengembangan pipa tanpa menghitung sifat reologi memiliki nilai akurasi yang rendah. Tinjauan terhadap beberapa hasil penelitian tentang sifat reologi minyak dan lemak menunjukkan bahwa sifat reologi minyak dan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan rate yang diterapkan. Penelitian yang terkait dengan sifat reologi minyak sawit telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Graef et al. (2008) dan Tarabukina et al. (2009) yang mempelajari karakteristik reologi pada sampel minyak sawit yang telah mengalami pemurnian. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa proses pemurnian minyak sawit sangat berpengaruh pada sifat reologinya. Selain itu Nik et al. (2003) juga melakukan kajian sifat reologi minyak sawit dan palm mineral oil blend. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sifat reologi minyak sawit dan palm mineral oil blend sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu. Meskipun sudah banyak literatur mengenai sifat reologi minyak sawit tetapi penelitian mengenai pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO dari perkebunan Indonesia belum pernah dilakukan. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO yang menjadi data dasar proses pengaliran dalam moda pipa perlu dilakukan. 1

16 B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi lengkap mengenai sifat fisik CPO yang terkait dengan sistem pengaliran CPO yang meliputi densitas, viskositas, indeks tingkah laku alir (n), dan indeks konsistensi (K) CPO dan mempelajari pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik tersebut. C. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bermanfaat untuk mendukung pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ) merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani yaitu Elaion yang berarti minyak, sedangkan nama spesies guineensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu o C (Basiron 2005). Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat ketika berumur 3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah berumur tahun. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan TBS per tahun dengan berat 3-40 kg per tandan tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat brondolan dengan berat satu brondolan berkisar g (Pahan 2010). Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan endocarp (tempurung). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buahnya, kelapa sawit terbagi menjadi empat varietas yaitu pisifera, dura, tenera, dan macrocarya. Pisifera memiliki tebal tempurung kurang dari 2 mm, tenera memiliki ketebalan tempurung 2-3 mm, dura memiliki tebal tempurung 3-5 mm, dan macrocarya memiliki tebal tempurung lebih dari 5 mm (Pahan 2010). Saat ini varietas dura merupakan varietas yang paling banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan kelapa sawit. Penampang melintang dari berbagai varietas kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit varietas dura, tenera, dan pisifera (a) dan penampang melintang varietas macrocarya (b) (Pahan 2010). Pengolahan kelapa sawit untuk menghasilkan CPO dimulai dari penanganan bahan baku pada saat pemanenan hingga sampai ke pabrik. Menurut Pahan (2010) secara garis besar urutanurutan proses pengolahan CPO dimulai dari penerimaan bahan baku, pengukusan, pemipilan, pengadukan, penempaan, dan pemurnian CPO. Sebelum diolah dalam pabrik kelapa sawit (PKS), TBS yang berasal dari kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang (weight bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp). Penimbangan dilakukan dua 3

18 kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik yaitu saat masuk dan saat keluar. TBS yang telah ditimbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dan dimasukkan ke dalam lori. Lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun pengukusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Dalam proses pengukusan, TBS dipanaskan dengan uap pada suhu sekitar 135 C dan tekanan kg/cm 2 selama menit. Proses pengukusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal. Proses pengukusan sangat menentukan kualitas hasil pengolahan kelapa sawit. Tujuan dari proses pengukusan TBS adalah menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB), memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit (Basiron 2005). TBS yang telah dikukus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang sudah terpipil dari pemipilan diangkut ke bagian pengadukan atau pencacahan (digester). Proses digester sebaiknya dilakukan pada suhu o C selama 20 menit dengan menggunakan jaket uap atau injeksi uap langsung (Basiron 2005). Tujuan utama proses ini yaitu untuk mempersiapkan daging buah untuk penempaan sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya (Pahan 2010). Brondolan yang selesai dicacah keluar melalui bagian bawah digester sudah menjadi bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat penempa yang berada persis di bagian bawah digester. Selama proses penempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran sehingga massa bubur buah yang ditempa tidak terlalu rapat. Massa bubur buah yang terlalu rapat akan menghasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Minyak kasar dari hasil penempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank dipanaskan hingga mencapai suhu o C. Menaikkan suhu minyak kasar berfungsi untuk memperbesar perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air, dan sludge sehingga membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari proses crude oil tank dikirim ke tangki pengendap (clarifier tank). Minyak kasar akan terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan di clarifier tank. Minyak dari continous settling tank selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. B. SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT KASAR Sifat fisiko kimia minyak sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, dan titik api (Ketaren 1986). Beberapa sifat fisiko kimia dari minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna oranye atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak (Ketaren 1986). Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak, sedangkan bau khas minyak sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu karena 4

19 minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren, 1986). Tabel 1. Sifat fisiko kimia minyak sawit Sifat fisiko kimia Nilai Trigliserida % (a) Asam lemak bebas (ALB) 5-10 % (a) Warna (5 ¼ lovibond cell) Merah oranye (a) Bilangan peroksida (meq/kg) (a) Kadar β karoten ppm (a) Kadar fosfor ppm (a) Kadar besi 4-10 ppm (a) Kadar tokoferol ppm (a) Digliserida 2-6% (a) Bilangan asam 6.9 mg KOH/g minyak (a) Bilangan penyabunan mg KOH/g minyak (a) Bilangan iod (Wijs) (b) Slip melting point o C (c) (a) O Brien (2009) (b) BSN (2006) (c) Lin (2002) Menurut Naibaho (1998) tanaman kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak nabati, yaitu minyak sawit kasar dan minyak inti sawit. Minyak sawit kasar dan minyak inti sawit mempunyai perbedaan karakteristik walaupun berasal dari tanaman yang sama. Minyak sawit tersusun lebih banyak asam palmitat dan oleat sedangkan minyak inti sawit tersusun lebih banyak asam lemak laurat (O Brien 2009). Perbedaan karakteristik minyak sawit dan minyak inti sawit tersaji pada Tabel 2. Minyak sawit kasar merupakan hasil ekstraksi daging buah (mesokarp) dari tanaman Elaeis guineensis yang belum mengalami pemurnian. Minyak inti sawit merupakan hasil pengepresan kernel (inti sawit) dari tanaman Elaeis guineensis. Tabel 2. Sifat minyak sawit kasar dan minyak inti sawit Sifat Minyak sawit kasar Minyak inti sawit Densitas 30 o C (a) (a) Oxidative stability index (110 o C) jam (a) jam (a) Solidification ( o C) (a) (a) Bilangan penyabunan (a) (a) Bilangan iod (b) (a) (a) O Brien (2009) (b) BSN (2006) Minyak sawit memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Kandungan asam palmitat pada minyak sawit sebesar 39-45%, sedangkan asam oleat sebesar 37-44% (Ketaren 2005). Kandungan asam lemak penyusun CPO dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit tahan terhadap oksidasi. Kandungan asam lemak minyak sawit dan titik cairnya dapat dilihat pada Tabel 4. 5

20 Tabel 3. Komposisi TAG penyusun minyak sawit Jenuh 1 ikatan ganda 2 ikatan ganda 3 ikatan ganda 4 ikatan ganda [%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] MPP 0.29 MOP 0.83 MLP 0.26 MLO 0.14 PLL 1.08 PMP 0.22 MPO 0.15 MOO 0.43 PLO 6.59 OLO 1.71 PPP 6.91 POP PLP 6.36 POL 3.39 OOL 1.76 PPS 1.21 POS 3.5 PLS 1.11 SLO 0.60 OLL 0.56 PSP 0.12 PMO 0.22 PPL 1.17 SOL 0.30 LOL 0.14 PPO 7.16 SPL 0.10 OSL 0.11 PSO 0.68 POO OOO 5.38 SOS 0.15 SOO 1.81 OPL 0.61 SPO 0.63 SPO 1.86 OSO 0.81 Lainnya Total Keterangan : P = Palmitat, M = Miristat, S = Stearat, O = Oleat (Gee 2007) Tabel 4. Asam lemak pada minyak sawit dan titik cairnya Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik cair ( o C) Asam kaprat (C10:0) Asam laurat (C12:0) Asam miristat (C14:0) Asam palmitat (C16:0) Asam stearat (C18:0) Asam oleat (C18:1) Asam linoleat (C18:2) Asam linolenat (C18:3) Ketaren (1986) Selain kandungan asam lemak, terdapat komponen minor pada minyak sawit yang memengaruhi kualitasnya. Kandungan komponen minor pada CPO dapat dilihat pada Tabel 5. Kandungan komponen minor mempunyai peranan penting dalam kestabilan minyak walaupun kandungannya hanya 1%. Karakteristik fisik CPO, seperti titik leleh, SFC, dan densitas juga berperan penting dalam proses pengolahan CPO. Karakter fisik CPO dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Kandungan komponen minor CPO Komponen minor Kandungan (ppm) Karoten Tokoferol dan tokotrienol Sterol Ubiquinone Squalene Phospolipid Trierpene alcohol Metil sterol Alipatik alcohol Lin (2002) 6

21 Tabel 6. Karakteristik fisik minyak sawit Karakteristik Kisaran Rata-rata Indeks refraktif (50 ºC) Densitas ( ºC) Slip Melting (ºC) Solid Fat Content (SFC) (a) (a) (b) (b) (a) (a) (b) (b) (a) (b) 34.2 (b) 5 ºC (b) 60.5 (b) 10 ºC 15 ºC 20 ºC 25 ºC 30 ºC 35 ºC 40 ºC (a) 53.7 (a) (b) 49.6 (b) (a) 39.1 (a) (b) 34.7 (b) (a) 26.1 (a) (b) 22.5 (b) (a) 16.3 (a) (b) 13.5 (b) (a) 10.5 (a) (b) 9.2 (b) (a) 7.9 (a) (b) 6.6 (b) (a) 4.6 (a) (b) 4 (b) 45 ºC 0.7 (b) (a) Lin (2002) (b) Basiron (2005) C. REOLOGI DAN KARAKTERISTIK FLUIDA Menurut Davis dan Sanders (2007), reologi adalah ilmu untuk mengukur dan menginterpretasikan respon suatu materi terhadap input stress (stress) atau gaya tarik (strain) tertentu yang diberikan, dan ilmu ini merupakan dasar yang penting untuk menentukan mutu minyak nabati. Salah satu parameter reologi yang penting dalam pengaliran fluida adalah viskositas. Matuszek (1997) mengemukakan bahwa viskositas adalah ukuran bertahannya suatu fluida untuk mengalir. Gaya yang dibutuhkan untuk mengawali terjadinya aliran fluida pada kecepatan tertentu terkait dengan viskositas fluida tersebut. Tahanan suatu fluida untuk mengalir dikenal dengan stress. stress ( ) adalah stress yang terjadi saat molekul-molekul fluida bergeser satu sama lain sepanjang permukaan tertentu. rate (-dv/dr atau ) adalah ukuran seberapa cepatnya suatu molekul untuk saling bergeser. Menurut Singh dan Heldman (2001), viskositas ditentukan oleh sifat fisiko kimia alami bahan dan suhu. Pada kondisi rate yang berbeda, maka nilai viskositas suatu fluida akan berubah (Toledo 1991). Goodrum et al. (2002) mengemukakan bahwa viskositas dinamik fluida nilainya berbanding lurus dengan rasio stress terhadap rate yang diterapkan. Pada fluida Newtonian, rasio tersebut bernilai konstan, dan nilai viskositas tidak tergantung pada rate. 7

22 Menurut Matuszek (1997), fluida yang menunjukkan peningkatan stress yang linier dengan peningkatan rate, dikenal dengan fluida Newtonian, yang dimodelkan dengan Persamaan 1. τ = μ dγ dr = μγ (1) Kemiringan (slope) dalam persamaan tersebut disebut viskositas yang bernilai konstan, sehingga viskositas suatu fluida Newtonian tidak dipengaruhi oleh rate. Fluida Newtonian memiliki kurva hubungan rate dan stress berupa garis lurus (Gambar 2a). Bila dua fluida Newtonian mengalami perubahan rate, nilai viskositas terukur kedua fluida tersebut akan tetap (Gambar 2b). µ (a) (b) Gambar 2. Hubungan rate dan stress pada fluida Newtonian (a), dan viskositas dua fluida Newtonian saat mengalami perubahan rate (b) (Matuszek 1997). Fluida yang memiliki karakteristik yang berbeda dari Persamaan 1 tersebut dikenal dengan fluida non-newtonian. Kurva hubungan rate dan stress untuk fluida non- Newtonian disajikan pada Gambar 3. Pada fluida non-newtonian, viskositasnya merupakan fungsi dari rate yang diterapkan. Menurut Matuszek (1997), fluida non-newtonian memiliki sifat semakin encer dengan semakin meningkatnya rate ( thinning), atau sebaliknya semakin kental dengan semakin meningkatnya rate ( thickening), dan beberapa memiliki stress awal (yield stress). Persamaan yang paling umum untuk karakterisasi fluida non-newtonian adalah model power law (Persamaan 2) dan model Herschel- Bulkley (Persamaan 3). τ = K(γ) n (2) τ = τ 0 + K(γ) n (3) dimana n adalah indeks tingkah laku aliran (flow behaviour index), K adalah indeks konsistensi (concistency index), dan 0 adalah stress awal (yield stress) yang merupakan gaya yang dibutuhkan fluida untuk mulai mengalir. 8

23 Gambar 3. Sifat aliran fluida non-newtonian: (a) viskositas struktural (untuk larutan dengan molekul besar); (b) aliran dilatan (untuk suspensi dengan konsentrasi tinggi); (c) viskoplastik dengan limit aliran: 1-plastik ideal, 2,3-plastik non-linear; (d) thixtotropy 1- antithixtotropy, 2-viskoelastik. Menurut Goodrum et al. (2002), nilai indeks tingkah laku alir (flow behaviour index, n) yang lebih kecil dari satu menunjukkan sifat fluida pseudoplastik, nilai n yang lebih besar dari satu menunjukkan sifat dilatan, dan nilai n = 1 merupakan sifat fluida Newtonian. Parameter K adalah indeks konsistensi yang bernilai proporsional terhadap viskositas. Pada fluida yang bersifat pseudoplastik, terjadi fenomena penurunan viskositas saat dikenai rate meningkat, atau dikenal dengan sifat thinning. Menurut Moros et al. (2002), kurva aliran fluida yang mengalami penurunan viskositas karena rate, akan memiliki suatu nilai viskositas pembatas yang tetap saat rate mencapai nilai 0 (zero-rate-limiting viscosity, µ 0 ). Sifat ini disebabkan oleh terjadinya pemecahan struktur yang disebabkan adanya rate. Menurut Singh dan Heldman (2001), saat fluida pseudoplastik mengalami rate, partikel-partikel yang terdistribusi secara acak akan mengatur dirinya sejajar dengan arah aliran, sehingga viskositas menurun. Perubahan viskositas pada rate yang sangat rendah (<0.5 s -1 ) atau pada rate yang sangat tinggi (>100 s -1 ) umumnya sangat kecil, sehingga dalam pengukuran sifat fluida power law, rate yang diterapkan adalah antara 0.5 s -1 hingga 100 s -1. 9

24 Fluida non-newtonian dapat diklasifikasikan dalam time-dependent atau timeindependent. Fluida yang sifat reologinya hanya bergantung pada stress (pada suhu konstan) diklasifikasikan dalam time-independent. Fluida time-dependent memiliki viskositas yang tidak hanya bergantung pada stress, tetapi juga bergantung pada waktu stress yang diberikan (Ibarz et al. 2005). D. SIFAT REOLOGI MINYAK Kim et al. (2010) telah melakukan pengujian sifat reologi tujuh sampel minyak yaitu minyak kanola, jagung, grapseed, hazelnut, zaitun, kedelai, dan biji bunga matahari. Minyak nabati tersebut memperlihatkan sifat fluida Newtonian pada suhu pengukuran 25 o C (Gambar 4). Hasil penelitian Goodrum et al. (2002) pada poultry fat dan yellow grease juga menunjukkan bahwa pada rate yang tinggi, sifat reologi sampel menyerupai sifat fluida Newtonian, di mana viskositas tidak lagi dipengaruhi oleh rate. Selain itu Fasina et al. (2006) juga telah melakukan pengujian pada 12 sampel minyak nabati pada kisaran suhu 5-95 o C, dan terdapat hubungan yang linier antara rate dengan stress dengan koefisien regresi lebih besar dari 0.999, yang mengindikasikan bahwa minyak nabati tersebut memiliki sifat fluida Newtonian. stress (Pa) Hazelnut Jagung Greapseed Zaitun Kacang kedelai Kanola Biji bunga matahari rate (1/s) Gambar 4. Kurva hubungan stress dan rate pada beberapa jenis minyak nabati pada suhu 25 o C (Kim et al. 2010). Menurut Munson et al. (2001), pada umumnya minyak dan lemak memiliki sifat pseudoplastik yang mengalami penurunan viskositas saat rate meningkat ( thinning). Geller dan Goodrum (2000) melaporkan bahwa viskositas minyak ditentukan oleh rate di mana pada rate yang sangat rendah di bawah 7 s -1, terdeteksi sifat aliran fluida non- Newtonian pseudoplastik. Sebaliknya bila rate >7 s -1, minyak bersifat sebagai fluida Newtonian. Selama transportasi dan penyimpanan, minyak akan mengalami proses pemanasan dan pendinginan. Bahan pangan seringkali mengalami perlakuan suhu selama pengolahan, penyimpanan, dan transportasi. Suhu sangat berpengaruh terhadap viskositas fluida, di mana 10

25 secara umum viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu (Rao 1999). Munson et al. (2001) juga mengungkapkan bahwa secara umum, viskositas suatu fluida akan menurun dengan meningkatnya suhu. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya penurunan gaya kohesif pada molekul-molekul fluida saat suhu mengalami peningkatan. Menurut Goodrum et al. (2002), karena viskositas merupakan fungsi dari suhu, maka nilai parameter n dan K juga dapat berubah dengan perubahan suhu. Dengan demikian, n dan K harus ditentukan melalui percobaan penentuan viskositas pada kondisi suhu tertentu (isotermal) karena model power law hanya menentukan hubungan antara viskositas dengan rate, dibutuhkan analisis lain untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap viskositas. Wang dan Briggs (2002) telah melakukan pengujian pengaruh suhu (10, 20, 40, 60, dan 90 o C) terhadap sifat reologi 5 jenis minyak kedelai, dan diketahui bahwa viskositas minyak akan menurun dengan suhu yang semakin meningkat. Pengaruh suhu terhadap viskositas (µ) untuk fluida Newtonian dapat dinyatakan dalam persamaan tipe Arrhenius (Persamaan 4) yang melibatkan suhu absolut (T), konstanta gas universal (R), dan energi aktivasi (E a ): μ = A e Ea /RT (4) Nilai E a dan konstanta persamaan Arrhenius (A) ditentukan menggunakan regresi linier dari data percobaan. Nilai E a yang lebih tinggi menunjukkan perubahan viskositas yang lebih cepat akibat perubahan suhu. Kim et al. (2010) telah melakukan pengujian sifat aliran minyak pada kisaran suhu o C (Gambar 5), di mana minyak mengalami penurunan viskositas secara non-linier dengan meningkatnya suhu. Penggunaan model Arrhenius pada sampel minyak nabati tersebut menghasilkan nilai E a kj/mol dan konstanta Arrhenius 1.18 x x 10-6 Pa.s. Menurut Santos et al. (2005) pengaruh suhu tersebut disebabkan oleh terjadinya penurunan interaksi molekuler. (Pa.s) Hazelnut Jagung Greapseed Zaitun Kacang kedelai Kanola Biji bunga matahari Temp ( o C) Gambar 5. Pengaruh suhu pada sifat aliran beberapa minyak nabati (Kim et al. 2010). Menurut Keshvadi et al. (2011) menentukan sifat reologi minyak sawit merupakan hal sulit karena minyak sawit banyak mengandung komponen-komponen yang kompleks (minyak, 11

26 air, dan serat). Permodelan-permodelan untuk memprediksi pengaruh proses operasi pengolahan terhadap viskositas CPO telah banyak dilakukan namun hasilnya masih belum sempurna sehingga sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian mengenai viskositas dan sifat reologi CPO. CPO mempunyai sifat yang mudah berubah terhadap proses-proses operasi seperti suhu dan rate. Marcia et al. (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa suhu dan rate akan berpengaruh terhadap perubahan densitas dan viskositas CPO. Namun perubahan pada densitas relatif lebih kecil dibandingkan dengan perubahan viskositasnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Keshvadi et al. (2011) CPO mempunyai sifat fluida non-newtonian. Hal ini ditunjukkan oleh viskositas CPO yang menurun seiiring dengan meningkatnya rate dan suhu. Fenomena ini disebabkan berkurangnya interaksi inter molekul saat meningkatnya suhu dan rate. Selain itu, perubahan mikrostruktur dan penurunan (Solid Fat Content) SFC juga memengaruhi penurunan viskositas CPO (Liang et al. 2008). Minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) akan mengalami beberapa tahap pemurnian untuk menghasilkan minyak makan, yang terdiri atas tahap degumming, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Selama pemurnian, komponen pengotor yang dihilangkan adalah asilgliserol parsial, asam lemak bebas, lilin, logam, pigmen, komponen odor, dan gum (fosfolipida) (Verhe et al. 2006). Proses penghilangan kotoran dari minyak dapat mengubah sifat alirannya (Sathivel et al. 2003). Menurut Sathivel et al. (2003), interaksi antara minyak dan kotoran tergantung pada ukuran dan bentuk pengotor, gaya inter molekul yang terjadi, panjang rantai, keberadaan rantai samping, adanya gugus polar, dan ikatan hidrogen dalam molekul pengotor. Interaksi antara minyak dan kotoran akan menyebabkan pembentukan sistem dispersi koloid teragregasi, yang biasanya menghasilkan karakteristik thinning saat stress diterapkan pada sistem, di mana integritas struktural minyak kasar akan terganggu. Sathivel et al. (2003) mengemukakan bahwa minyak kasar dapat dianggap sebagai sistem dispersi karena campuran kompleks turunan hidrokarbon cair berperan sebagai media dispersi, dan agregat kotoran akan berperan sebagai fase terdispersi. Adanya kotoran dalam minyak kasar akan berpengaruh pada karakteristik aliran minyak. Sifat reologi minyak dipengaruhi oleh tahap pemurnian yang dialaminya, di mana nilai koefisien konsistensi (K) akan menurun pada setiap tahap pemurnian yang dialaminya. Sathivel et al. (2003) juga mengemukakan bahwa pada suhu rendah, adanya kotoran (impurities) pada minyak kasar cenderung akan mengendap pada dinding pipa. Beberapa partikel solid dalam pengaliran bulk akan meningkatkan viskositas minyak dan mengakibatkan terjadinya peningkatan pressure drop dalam jalur perpipaan. Sebagai akibat dari peningkatan viskositas, sifat-sifat aliran minyak akan menyebabkan sifat aliran non-newtonian. Belum terdapat model yang memuaskan untuk memprediksi viskositas minyak nabati, yang sifatnya sangat tergantung pada rate dan dipengaruhi oleh tahap-tahap pengolahan yang berbeda. 12

27 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Jakarta, PT Perkebunan Nusantara VIII Banten, PT Perkebunan Nusantara XIII Perkebunan Gunung Meliau Kalimantan Barat, dan PT Perkebunan Nusantara XIII Perkebunan Ngabang Kalimantan Barat. Sampel CPO diberi kode CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D. Bahan lain yang digunakan dalam analisis kimia adalah n-heksana, larutan NaOH 0.1 N, ethanol 95%, indikator fenolftalein, kristal kaliumhidrogenphtalat (KHP), sikloheksana, larutan Wijs, larutan KI 15%, larutan Na 2 S 2 O N, indikator pati, dan air destilata. Peralatan yang digunakan adalah Haake Rotoviscometer RV20 (Karlsruhe, Jerman) untuk mengukur karakteristik reologi, pycnometer, waterbath, termometer, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, erlenmeyer, dan pipet mohr. B. METODE PENELITIAN 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar Sampel CPO yang digunakan merupakan sampel dari industri pengolah CPO yang belum mengalami proses transportasi dan penyimpanan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, diharapkan komposisi kimia dan kondisi kristal lemak di dalamnya belum mengalami perubahan akibat terjadinya pelelehan dan kristalisasi lemak yang berulang. Analisis mutu CPO dilakukan berdasarkan atribut mutu yang ditetapkan dalam standar spesifikasi CPO menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mencakup kadar air dan kotoran (maksimal 0.5%), kadar asam lemak bebas (sebagai asam palmitat, maksimal 0.5%), dan bilangan iod (50-55 g iod/100 g). 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar Densitas CPO diukur dengan menggunakan pycnometer kapasitas 100 ml. Pengukuran densitas CPO ini menggunakan metode pengukuran densitas untuk minyak dan lemak yang tertera dalam AOCS Cc 10a-25 tahun Pengukuran Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar Pengukuran sifat reologi dilakukan menggunakan Haake Rotoviscometer RV 20 dengan sistem pengukuran M5 (Gambar 6). Sistem sensor yang digunakan adalah sensor NV yang terdiri atas sebuah silinder ko-aksial dengan dua celah/gap (celah dalam = 0.35 mm; celah luar = 0.4 mm). Perlakuan suhu selama percobaan dikontrol oleh thermocontroller yang diatur melalui program Rotoviscometer. 13

28 Gambar 6. Haake Rotoviscometer RV 20 untuk pengukuran sifat reologi CPO Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO, dilakukan pengukuran viskositas terukur dan sifat aliran fluida CPO pada suhu yang berbeda yaitu pada kisaran suhu 25 o C hingga suhu 55 o C, dengan kenaikan suhu pada setiap pengukuran sebesar 5 o C (yaitu suhu 25, 30, 35, 40, 45, 50,dan 55 o C). Suhu terendah 25 o C dipilih karena suhu pengaliran minimal yang dapat dialami CPO adalah pada suhu kamar sedangkan suhu 55 o C sebagai suhu maksimal dipilih berdasarkan rekomendasi CODEX untuk suhu maksimal pengaliran CPO. Pengukuran sifat aliran fluida pada beberapa suhu diawali dengan pengaturan suhu CPO. Untuk sampel CPO dengan suhu pengukuran lebih besar dari 25 o C, sebelumnya sampel dipanaskan dengan waterbath selama selama 30 menit sampai suhu yang ingin dicapai. Setelah suhu tercapai, suhu ditahan selama 10 menit dengan rate 0 s -1. Selanjutnya sampel dikenai rate pada kisaran s -1, Pengukuran ini dilakukan dua kali pengulangan pada setiap suhu. Sifat aliran CPO ditentukan dengan menggunakan model persamaan fluida yang paling tepat dan dihitung nilai n (indeks tingkah laku aliran) dan nilai K (indeks konsisten) sampel CPO pada suhu pengukuran tersebut. Perubahan viskositas terukur pada suhu tertentu dimodelkan dan ditentukan kesesuaiannya dengan model Arrhenius (Singh & Heldman 2001). 4. Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan adalah uji ANOVA dengan uji lanjut Duncan, uji korelasi dengan Pearson, dan uji regresi sederhana. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS 16.0 dan minitab 15. C. METODE ANALISIS 1. Kadar Air (BSN 2006) Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan metode SNI Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 103 o C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian cawan tersebut ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan dalam cawan yang sudah dikeringkan. Cawan yang sudah berisi sampel dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu minyak mencapai suhu ruang. Kemudian cawan yang berisi sampel tersebut ditimbang. Setelah itu, dipanaskan ke dalam oven pada 14

29 suhu 130 ± 2 o C selama 30 menit dan segera dimasukkan ke dalam desikator. Lalu didinginkan selama 15 menit dan ditimbang kembali. Cawan tersebut dikeringkan kembali ke dalam oven sampai selisih berat antara dua pertimbangan berturut-turut tidak melebih 0.02% dari berat sampel. Perhitungan kadar air menggunakan Persamaan 5. Kadar air (%) = W-(W 1 -W 2 ) (5) x100% W 1 -W 2 Keterangan : W : bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W 1 : bobot sampel setelah dikeringkan + bobot cawan kosong (g) W 2 : bobot cawan kosong (g) 2. Kadar Kotoran (BSN 2006) Pengujian kadar kotoran menggunakan sampel hasil penentuan kadar air yang sudah diketahui beratnya. Alat penyaring (kertas Whatman No. 41) dicuci menggunakan pelarut n- heksana lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 103 o C selama 30 menit. Setelah dikeringkan kertas Whatman No. 41 didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sebanyak 50 ml pelarut ditambahkan ke dalam sampel uji dan dipanaskan pada penangas air, sambil digoyang-goyangkan sampai minyak larut semua. Sampel uji kemudian disaring dengan menggunakan alat penyaring. Pencucian dilakukan beberapa kali dengan menggunakan pelarut sampai kertas Whatman No. 41 bersih dari minyak. Kertas Whatman No. 41 kemudian dikeringkan ke dalam oven suhu 103 ± 2 o C selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kertas Whatman No. 41 kemudian ditimbang hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar kotoran dihitung dengan rumus seperti pada Persamaan 6 : Kadar kotoran (%) = W-(W 1 -W 2 ) (6) W Keterangan : W : bobot sampel (g) W 1 : bobot alat penyaring setelah dikeringkan (g) : bobot alat penyaring kering (g) W 2 3. Kadar Asam Lemak Bebas (BSN 2006) Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan berdasarkan metode SNI Lima gram sampel dilarutkan dengan 50 ml alkohol 95% netral, kemudian sampel tersebut dipanaskan pada suhu 40 o C sampai sampel minyak larut semuanya. Setelah larut (homogen), sampel tersebut ditambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes. Setelah itu campuran dititrasi dengan larutan standar NaOH 0.1 N hingga warna merah muda yang stabil minimal selama 30 detik. Uji ini sekurang-kurangnya dilakukan duplo dan perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0.05%. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan Persamaan x N x V Asam lemak bebas (%) = 10W (7) 15

30 Keterangan : 256 : Konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat V : Volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi (ml) N : Normalitas NaOH W : Bobot sampel (g) 4. Bilangan Iod (BSN 2006) Penentuan bilangan iod dilakukan berdasarkan metode SNI Bilangan iod dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap per 100 gram minyak. Sampel yang akan diuji dilelehkan pada suhu 60 o C sampai 70 o C lalu diaduk hingga rata. Sampel ditimbang sebanyak 0.4 gram sampai 0.6 gram dan dimasukan ke dalam erlenmeyer bertutup asah 250 ml atau 500 ml. Pada larutan tersebut ditambahkan 15 ml sikloheksana untuk melarutkan larutan uji tersebut. Sebanyak 25 ml larutan Wijs ditambahkan dengan menggunakan pipet gondok lalu erlenmeyer tersebut ditutup. Sampel tersebut dikocok dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit. Ke dalam sampel tersebut ditambahkan 10 ml larutan KI 10% dan 50 ml air suling. Erlenmeyer tersebut ditutup, dikocok, kemudian dilakukan titrasi dengan larutan natrium tiosufat 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi kuning muda. Sebanyak 1-2 ml indikator pati ditambahkan ke dalam larutan tersebut, lanjutkan dengan melakukan titrasi sampai warna birunya hilang setelah dikocok kuat-kuat. Analisis dilakukan secara duplo. Perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh lebih besar dari 0.05%. Perhitungan bilangan iod berdasarkan Persamaan 8. Bilanga iod = X N X (V 2 -V 1 ) (8) 10W Keterangan: N : Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N V 1 : Volume larutan tiosulfat 0.1 N yang digunakan pada titrasi sampel (ml) V 2 : Volume larutan tiosulfat 0.1 N yang digunakan pada titrasi blanko (ml) : Berat atom iod W : Bobot sampel (g) 5. Densitas (AOCS 1997) Pengukuran densitas CPO dilakukan dengan menggunakan metode AOCS Cc 10a-25. Pada metode ini terdapat perbedaan prosedur pengukuran densitas antara suhu 25 o C dengan suhu di atas 25 o C. Untuk pengukuran densitas pada suhu 25 o C, sampel CPO harus dilelehkan terlebih dahulu agar kandungan olein dan stearin pada CPO tercampur homogen. Kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menyaring kotoran yang tidak larut pada sampel. Setelah disaring, sampel didinginkan hingga suhu o C dan setelah dingin sampel diisikan ke pycnometer hingga penuh. Kemudian pycnometer ditutup dan dipastikan tidak ada gelembung yang terperangkap di dalam pycnometer tersebut. Setelah pycnometer terisi sampel didiamkan di suhu ruang (25 ± 0.1 o C) kemudian ditimbang dan dihitung densitasnya dengan Persamaan 9. Secara keseluruhan prosedur pengukuran densitas di atas suhu 25 o C hampir sama dengan pengukuran densitas pada suhu 25 o C. Sampel CPO dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring untuk 16

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis JACQ) merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) yang diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia, Jakarta.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS MUTU MINYAK SAWIT KASAR Mutu minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses produksi CPO. Pengolahan dan penyimpanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR 42 3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Istilah minyak dan lemak merupakan petunjuk mengenai sifat

Lebih terperinci

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR 11 2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Volume produksi minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun, membutuhkan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Secara umum pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi dua hasil akhir, yaitu pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dan pengolahan inti sawit (kernel).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Hasil tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis sp, Jacq.) yang dipanen adalah tandan buah kelapa sawit. Tandan telah masak apabila jumlah buah yang membrondol telah

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Tanaman genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) adalah tanaman berkeping

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sawit dan Inti Sawit 2.1.1 Sawit Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sekilas Sejarah Pabrik Minyak Sawit dan Perkebunan Kelapa Sawit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sekilas Sejarah Pabrik Minyak Sawit dan Perkebunan Kelapa Sawit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sekilas Sejarah Pabrik Minyak Sawit dan Perkebunan Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11,No.2, April 2008, hal 53-58 STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Sutiah, K. Sofjan Firdausi, Wahyu Setia Budi Laboratorium Optoelektronik

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka LAMPIRAN A PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring cair yaitu: 1. Pembuatan Larutan KOH 10% BM KOH = 56, -- 56 /

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F

KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT KASAR SELAMA PENYIMPANAN DAN PENGALIRAN SKRIPSI DESIR DETAK INSANI F24070007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 20 CRUDE PALM OIL CHARACTERISTICS DURING STORAGE

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kelapa Sawit 2.1.1. Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Nama genus Elaeis berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, bumbu, air, whey, metilselulosa (MC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC), minyak goreng baru, petroleum eter, asam asetat glasial,

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

Minyak kelapa sawit mentah (Crude palm oil)

Minyak kelapa sawit mentah (Crude palm oil) SNI Standar Nasional Indonesia Minyak kelapa sawit mentah (Crude palm oil) ICS 67.200.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS Nur Istiqomah, Sutaryono, Farida Rahmawati INTISARI Berdasarkan kebiasaan masyarakat dalam menyimpan margarin untuk dikonsumsi dalam jangka

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dan setelah di ekstraksi akan menghasilkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias ANALISA L I P I D A Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias Penentuan angka penyabunan - Banyaknya (mg) KOH

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboraturium STIPAP-MEDAN dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Waktu pelaksanaan selama 4 bulan,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Yijk=^ + ai + )3j + (ap)ij + Iijk. Dimana:

Yijk=^ + ai + )3j + (ap)ij + Iijk. Dimana: m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Analisis dan Pengolahan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010. Penelitian dilaksanakan di PT Indolakto (Jl. Raya Siliwangi Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat)

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS, terdiri dari beberapa stasiun yang menjadi alur proses dalam pemurnian kelapa

Lebih terperinci

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Setyaji2013@gmail.com Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

Lebih terperinci

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini PEMBUATAN TRANSFORMER OIL DARI MINYAK NABATI MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DAN PENAMBAHAN ADITIF Akh. Mokh. Hendra C. M. (2306100011) Much. Arif Amrullah (2306100081) Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud,

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA PENENTUAN KADAR MINYAK YANG TERDAPAT PADA TANDAN BUAH KOSONG SESUDAH PROSES PEMIPILAN SECARA SOKLETASI DI PTP. NUSANTARA III PABRIK KELAPA SAWIT SEI MANGKEI - PERDAGANGAN KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sawit dan Inti Sawit 2.1.1. Sawit Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci